Anda di halaman 1dari 21

ARGENTOMETRI

I. TUJUAN
1. Memahami prinsip analisa volumetri berdasarkan titrasi argentometri dengan
metoda Mohr dan Volhard.
2. Menentukan kenormalan larutan klorida dengan metoda Mohr dan Volhard.
II. LANDASAN TEORI
Titrasi argentometri adalah titrasi pengendapan yang menggunakan halogen, anion-
anion mirip halogen (SCN-, CN-, CNO-), merkaptan, asam lemak, dan beberapa anion
anorganik divalen (Widodo, Didik Setiyo, dkk, 2009).
Dalam titrasi pengendapan, zat yang ditentukan bereaksi dengan zat pentiter
membentuk senyawa yang sukar larut dalam air. Karena itu kepekatan zat yang
ditentukan itu berkurang selama berlangsungnya proses titrasi. Perubahan
kepekatan itu diamati dekat titik kesetaraan dengan bantuan indikator atau
peralatan yang sesuai. Namun demikian, sebenarnya cara ini menghendaki
persyaratan yang ketat, sehingga pemakaiannya terbatas dalam titrimetri.
Persyaratan itu adalah sebagai berikut (Rivai, Harrizul, 1994) :
1. Terjadinya kesetimbangan yang serbaneka harus berlangsung cukup cepat.
2. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan zat pentiter.
3. Endapan yang terbentuk harus cukup sukar larut sehingga terjamin
kesempurnaan reaksi sampai 99,9%.
4. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
Pada titrasi pengendapan, harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
Karena persyaratan tersebut harus dipenuhi dalam titrasi pengendapan, maka
reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat dipakai
seluruhnya dalam titrasi pengendapan. Ada beberapa cara titrasi pengendapan yang
melibatkan ion perak, tapi yang penting diantaranya adalah cara Mohr, cara Volhard
dan cara Fajans. Pada cara Mohr, ion-ion halida (Cl-, Br-, I-) ditentukan dengan
larutan baku perak nitrat, dengan memakai ion kromat atau peralatan yang sesuai
untuk menentukan titik akhir titrasi. Pada cara Volhard, ion perak dititrasi dengan
larutan baku amonium tiosianat (NH2SCN), dimana titrasi tersebut memakai ion
besi(III) sebagai indikator (Rivai, Harrizul, 1994).
Titrasi-titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak berjumlah banyak
dalam analisis titrimetrik seperti titrasi-titrasi yang terlibat dalam reaksi redoks atau
asam-basa. Contoh-contoh dari titrasi semacam ini biasanya dibatasi pada yang
melibatkan pengendapan dari ion perak dengan anion-anion seperti halogen atau
tiosianat. Salah satu alasan terbatasnya penggunaan reaksi semacam ini adalah
kurangnya indikator yang cocok untuk melakukan titrasi. Dalam beberapa kasus,
terutama dalam titrasi dari larutan encer, tingkat reaksinya terlalu lambat untuk
kenyamanan sebuah titrasi. Ketika mendekati titik ekivalen dan titran ditambahkan
secara perlahan, penjenuhan yang luar biasa tidak terjadi dan tingkat pengendapan
menjadi agak lambat. Kesulitan lainnya pada titrasi ini adalah bahwa komposisi dari
endapan pada umumnya tidak diketahui karena efek-efek pengendapan pengiring.
Meskipun efek ini dapat diminimalisasi atau sebagian terkoreksi melalui proses-
proses seperti menyimpan pengendap cukup lama, hal ini biasanya tidak mungkin
terjadi dalam sebuah titrasi langsung (JR, Day, R.A, dkk, 2002).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendarfluor, titik
akhir pada kasus ini ditentukan dengan berubahnya warna larutan dari kuning
menjadi merah jingga. Jika larutan didiamkan, tampak endapan berwarna pada
larutan tersebut, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi
indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat
adsorpsi pada permukaan (Khopkar, S. M, 1990).
Ada beberapa metode pada titrasi pengendapan, diantaranya:
1. Pembentukan dari sebuah endapan berwarna (Metode Mohr)
Persis seperti sistem asam-basa bisa dipergunakan sebagai indikator untuk
sebuah titrasi asam-basa, pembentukan satu endapan lain dapat dipergunakan untuk
mengindikasikan selesainya sebuah titrasi pengendapan. Contoh yang paling
terkenal dari kasus semacam ini adalah yang disebut titrasi Mohr klorida dengan ion
perak, dimana pada titrasi ini ion kromat dipergunakan sebagai indikator.
Kemunculan awal endapan perak kromat berwarna kemerah-merahan diambil
sebagai titik akhir dari titrasi (JR, Day, R.A, dkk, 2002).
Titrasi Mohr ini terbatas pada larutan-larutan dengan nilai pH sekitar 6 sampai
10. Dalam larutan-larutan yang lebih alkalin, perak oksida mengendap. Dalam
larutan-larutan asam, konsentrasi kromat secara besar-besaran menurun, karena
HCrO4 hanya sedikit terionisasi. Lebih lanjut lagi, hidrogen kromat ada dalam
kesetimbangan dengan dikromat:
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4- Cr2O72- + H2O (1)
Metode Mohr dapat pula diaplikasikan dalam titrasi dari ion bromida dengan perak,
dan juga ion sianida dalam larutan-larutan yang sedikit alkalin. Efek-efek adsorpsi
membuat titrasi dari ion-ion iodida dan tiosianat tidak memungkinkan. Perak tidak
dapat dititrasi secara langsung dengan klorida menggunakan indikator kromat (JR,
Day, R.A, dkk, 2002).
2. Pembentukan Kompleks Berwarna (Metode Volhard)
Metode Volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan
asam nitrit, dengan ion besi(III) dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion
tiosianat:
Ag+ + SCN- AgSCN(s) (2)
Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah) (3)
Metode ini dapat dipergunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan standar
tiosianat atau untuk titrasi tidak langsung dari ion-ion klorida, bromide dan iodide.
Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak nitrat standar ditambahkan dan
kemudian dititrasi dengan tiosianat standar (JR, Day, R.A, dkk, 2002).
Metode Volhard dipergunakan secara luas untuk perak dan klorida mengingat
titrasinya dapat dijalankan dalam larutan asam. Kenyataannya, ada keinginan untuk
menggunakan sebuah media asam untuk mencegah hidrolisis dari indikator ion-
besi(III). Metode-metode umum lainnya untuk perak dan klorida membutuhkan
sebuah larutan yang mendekati netral untuk kesuksesan titrasi. Banyak kation yang
mengendap pada kondisi semacam ini dan karenanya mengganggu dalam metode
ini (JR, Day, R.A, dkk, 2002).
Dalam analisis klorida, sebuah kesalahan dapat terjadi jika endapan AgCl
dibolehkan bereaksi dengan ion tiosianat:
AgCl(s) + SCN- AgSCN(s) + Cl- (4)
Mengingat AgSCN kurang dapat larut dibandingkan dengan AgCl, reaksi ini
cenderung untuk bergeser dari kiri ke kanan dan akan menyebabkan hasil-hasil yang
rendah dalam analisis klorida. Reaksi ini dapat dicegah dengan menyaring penuh
AgCl atau menambahkan nitrobenzena sebelum titrasi dengan tiosianat.
Nitrobenzena terlihat membentuk sebuah lapisan berminyak di atas permukaan
AgCl, yang mencegah reaksi dengan tiosianat. Dalam menentukan bromida dan
iodida dengan menggunakan metode tak langsung Volhard, reaksi dengan tiosianat
tidak menimbulkan masalah mengingat AgBr mempunyai kelarutan yang hampir
sama dengan AgSCN, dan AgI dianggap jauh kurang dapat larut dibandingkan
AgSCN (JR, Day, R.A, dkk, 2002).
3. Penggunaan Indikator Adsorpsi (Metode Fajans)
Adsorpsi dari sebuah komponen organik berwarna pada permukaan sebuah
endapan dapat menyebabkan pergeseran elektrolit dalam molekul yang mengubah
warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi titik akhir dari
titrasi pengendapan garam-garam perak. Senyawa organik yang dipergunakan
untuk hal seperti ini diacu sebagai indikator adsorpsi. Mekanisme yang berlaku bagi
indikator-indikator semacam ini dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut: Dalam titrasi
Cl- dengan Ag+, sebelum titik ekivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan
negatif, akibat adsorpsi ion Cl- dari larutan:
(AgCl) . Cl- M+
Lapisan Lapisan Klorida

primer sekunder berlebih

Ion-ion Cl- yang teradsorpsi membentuk lapisan primer, yang mengakibatkan


partikel-partikel koloid bermuatan negatif. Partikel-partikel ini menarik ion-ion
positif dari larutan untuk membentuk sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar
keadaannya. Di atas titik ekivalen, kelebihan ion-ion Ag + menggantikan ion-ion Cl-
dari lapisan primer dan partikel-partikelnya menjadi bermuatan positif. Sejumlah
faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang
cocok untuk sebuah titrasi pengendapan (JR, Day, R.A, dkk, 2002):
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel
besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis
permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator. Dengan kehadiran
dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan jika titik akhir terlampaui, kita
dapat mentitrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2. Adsorpsi dari indikator harusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan
meningkat secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok
teradsorpsi secara kuat indikator tersebut sebenarnya menggantikan ion utama
yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen tersebut dicapai.
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai
contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7, dan dalam larutan-larutan yang lebih asam
dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil sehingga tidak ada perubahan
warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan dalam skala
pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang
ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi
sampai ada kelebihan titran. Untuk titrasi perak dengan klorida, metal ungu,
garam klorida dari sebuah basa organik, dapat dipergunakan. Dapat digunakan
rofluoresein dalam kasus ini, namun indikator seharusnya tidak ditambahkan
sampai sesaat sebelum titik ekivalen.

III. PROSEDUR KERJA


3.1. Alat dan Bahan
III.1.1 Alat dan fungsinya
No Alat Fungsinya
1 1 Labu ukur sebagai wadah untuk mengencerkan zat
2 Erlenmeyer sebagai wadah zat yang akan di titrasi
3 Buret sebagai wadah zat pentitrasi
4 Pipet gondok sebagai alat pengambil larutan dengan
volume tertentu secara teliti
5 Pipet tetes sebagai alat pengambil zat berupa cairan atau
larutan
6 Gelas ukur sebagai wadah untuk mengukur volume
larutan
7 Gelas piala sebagai wadah larutan
8 Labu semprot sebagai wadah aquadest
9 Standar dan klem sebagai penyangga buret

3.1.2 Bahan dan fungsinya


No Bahan Fungsinya
1 Larutan klorida sebagai larutan sampel
2 AgNO3 sebagai larutan standar primer
3 K2CrO4 sebagai indikator
4 HNO3 sebagai pemberi suasana asam
5 Larutan tiosianat sebagai larutan standar

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Penentuan Secara Mohr
Pada percobaan ini, hal pertama yang dilakukan yaitu larutan klorida diencerkan di
dalam labu ukur. Kemudian larutan dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Setelah itu, larutan ditambahkan indikator K2CrO4 5%. Lalu larutan
dititrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai warna kuning merah yang tidak hilang pada
pengocokan selanjutnya (dapat dititrasi dengan larutan blanko yaitu 50 mL air + 2
mL indikator + AgNO3). Terakhir, dihitung konsentrasi dari larutan klorida.
III.2.2 Penentuan Secara Volhard
Pada percobaan kedua ini, larutan klorida dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Setelah itu, larutan ditambahkan 5 mL HNO 3 6N. Kemudian, larutan
ditambahkan AgNO3 berlebih dan terukur tepat 25 mL. Endapan yang terbentuk
disaring dan dicuci dengan asam nitrat encer. Lalu, dari Ag + dan filtrat + air cucian
ditampung pada erlenmeyer. Dilanjutkan dengan mentitrasi larutan dengan larutan
standar tiosianat sampai terjadi perubahan warna. Terakhir, dihitung konsentrasi
dari larutan klorida.
III.3 Skema Kerja
III.3.1 Penentuan Secara Mohr

Larutan Klorida
- diencerkan dalam labu ukur
- dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- ditambahkan indikator K2CrO4 5%

Larutan Klorida
- dititrasi dengan AgNO3 sampai warna kuning
merah yang tidak hilang pada pengocokan selanjutnya
- dapat dipakai indikator blanko (50 mL air + 1 mL indikator + 0,3 sampai
0,5 N AgNO3

Hitung kenormalan larutan

III.3.2 Penentuan Secara Volhard


Larutan Klorida

- dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer (duplo)


- ditambahkan 5 mL HNO3 6N
- ditambahkan larutan AgNO3 berlebih dan terukur tepat 25 mL
Endapan

- disaring menggunakan kertas saring


- dicuci endapan dengan HNO3 encer

Filtrat
- sampai terjadi perubahan warna (kuning merah)

Hitung kenormalan larutan Klorida

III.4 Skema Alat


4
1

Keterangan :
1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Standar
4. Klem
5. Kertas alas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
4.1.1 Data

A. Metoda Mohr

N AgNO3 = 0,01 N
V AgNO3 I = 7 mL
V AgNO3 II = 7,2 mL
V rata-rata = 7,1 mL
V teori = 7 mL

B. Metoda Volhard

N CN = 0,01 N
V NaCl = 100 mL
V AgNO3 = 10 mL
V KSCN I = 8,7 mL
V KSCN II = 8,9 mL
V rata-rata = 8,8 mL
V teori = 7 mL

4.1.2 Perhitungan
A. Metoda Mohr
( V . N ) AgNO3 = ( V . N ) Cl
7,1 mL . 0.01 N = 10 mL . N Cl
0,071 mL.N = 10 mL . N Cl
0,071mL.N
N NaCl 
10mL
= 0,0071 N

Pengenceran
( V . N ) pekat = ( V . N ) encer
V . 0,1 N = 100 mL . 0,0071 N
0,71mL.N
V
0,1 mL

V = 7,1 mL
Persen Kesalahan
N teori  N percobaan
% Kesalahan   100%
N teori

7 mL - 7,1 mL
  100%
7 mL
 1,42%

B. Metoda Volhard
( V . N )NaCl = ( V . N )AgNO3 – ( V . N )KSCN
100 mL . N = ( 10 mL . 0,01 N ) – (8,8 mL . 0,01 N )
100 mL . N = 0,1 mL.N – 0,088 mL.N
100 mL . N = 0,012 mL.N
0,012mL.N
N
100mL
N = 0,00012 N

Pengenceran
( V . N ) pekat = ( V . N ) encer
V . 0,01 N = 100 mL . 0,00012 N
0,012mL.N
V
0,01 mL

V = 1,2 mL

Persen Kesalahan
Vteori  Vpercobaan
% Kesalahan   100%
Vteori

7mL  1,2mL
  100%
7mL
 82,85%
4.2 Pengamatan Setiap Langkah Kerja
A. Metode Mohr
No Cara Kerja Gambar Pengamatan Analisa
Diberikan satu sampel Larutan klorida di encerkan didalam Larutan diencerkan didalam labu ukur 100
1. larutan klorida, lalu labu ukur ukuran 100 mL, kemudian mL untuk memperoleh konsentrasi yang
larutan diencerkan dan larutan tersebut di pindahkan 10 mL teliti, lalu pemindahan larutan dilakukan
dipindahkan 10 mL ke ke dalam erlenmeyer menggunakan dengan menggunakan pipet gondok agar
dalam Erlenmeyer. pipet gondok. jumlah volume zat yang diambil tepat dan
teliti.

2 Ditambahkan K2CrO4 Pada penambahan indikator K2CrO4, Penambahan indikator K2CrO4 bertujuan
sebagai indikator. dihasilkan larutan berwarna kuning. untuk memperjelas perubahan warna pada
saat titrasi berlangsung.

3. Lalu dititrasi dengan Titrasi dilakukan dengan perlahan Perubahan warna yang terjadi menunjukkan
larutan standar AgNO3 hingga warna larutan berubah bahwa titik akhir titrasi telah tercapai.
sampai timbul warna menjadi kuning kemerahan.
kuning - merah yang
tidak akan hilang pada  
pengocokan setelahnya
B. Metode Volhard
1. Lalu larutan yang telah   Dipipet 10 mL dan ditambahkan 5 Ditambahkannya AgNO3 bertujuan agar
diencerkan tadi dipipet mL asam nitrat 6 N serta larutan terbentuknya endapan pada larutan dan
10 mL dan ditambahkan AgNO3 10 mL penambahan asam nitrat sebagai pencuci dari
5 mL asam nitrat 6 N endapan tersebut, selain itu bertujuan untuk
serta larutan AgNO3 10 memberi suasana asam.
mL.

2 Endapan disaring dan Kertas saring digunakan untuk Dilakukannya penyaringan bertujuan agar
dicuci dengan asam menyaring endapan dengan asam filtrat dan endapan terpisah.
nitrat encer. nitrat encer serta filtrate ditampung
pada erlenmeyer.

3. Dititrasi dengan larutan Larutan dititrasi hingga warna Perubahan warna menjadi kuning merah
standar tiosianat sampai berubah menjadi kuning kemerahan. menunjukkan bahwa larutan telah mencapai
terjadi perubahan warna titik akhir titrasi.
pada larutan, setelah itu
dihitung kenormalannya
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan titrasi argentometri. Titrasi argentometri merupakan
analisa volumetri yang berdasarkan reaksi pengendapan. Dalam titrasi argentometri,
ada tiga metoda yang dapat digunakan. Metoda tersebut yaitu metoda Mohr,
Volhard, dan Fajans. Namun, metoda yang digunakan pada percobaan ini yaitu
metoda Mohr dan Volhard. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi
larutan klorida.
Metoda Mohr merupakan salah satu metoda dalam titrasi argentometri yang
menggunakan larutan standar AgNO 3 dan indikator K2CrO4. Pada metoda Mohr,
selama titrasi berlangsung reaksi sebagai berikut :
1. Ag+ + Cl- AgCl putih

2. Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 merah bata

Selama titrasi berlangsung akan terjadi reaksi seperti pada reaksi pertama di atas.
Ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi dengan ion Cl - membentuk endapan putih AgCl.
Karena Ksp Ag2CrO4 lebih besar daripada Ksp AgCl, maka apabila sampel masih ada
endapan Ag2CrO4 yang terbentuk akan terlarut kembali. Setelah semua sampel habis
bereaksi dengan larutan standar, maka Ag+ akan bereaksi dengan indikator
membentuk endapan Ag2CrO4 (seperti pada reaksi nomor dua di atas). Kelebihan
satu atau dua tetes larutan standar AgNO 3 akan menimbulkan terbentuknya
endapan merah bata. Pada saat inilah terjadi titik akhir titrasi.
Pada titrasi argentometri dengan metoda Mohr, dipengaruhi oleh pH. pH pada
metoda Mohr berada pada rentang 6 – 10. Jika pH kecil dari 6, ion CrO 42- akan
berubah menjadi ion Cr2O72- sehingga menyebabkan volume AgNO3 yang terpakai
lebih banyak dan persentase kesalahan titrasi besar. Jika pH besar dari 10, maka akan
terbentuk endapan hitam yang akan mengganggu titik akhir titrasi.
Dari titrasi dengan metoda Mohr yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi
larutan klorida sebesar 0,0071 N dimana konsentrasi secara teori yaitu 0,01 N. Dari
perbandingan konsentrasi hasil praktikum dengan konsentrasi teori ini diperoleh
persen kesalahan sebesar 1,42%. Hal ini menunjukkan hasil titrasi argentometri
metoda Mohr baik dan sesuai dengan teori.
Metoda lainnya yang digunakan untuk penentuan konsentrasi larutan klorida
adalah metoda Volhard. Prinsip dari metoda ini adalah berdasarkan reaksi
pengendapan dengan menggunakan larutan standar tiosianat dan indikator Fe 3+.
Larutan AgNO3 pada metoda ini berfungsi sebagai pereaksi pengendap untuk
mengendapkan Cl-. Pada metoda ini AgNO3 dtambahkan berlebih dan terukur
karena akan dilakukan titrasi kembali dimana kelebihan AgNO 3 akan dititrasi
kembali dengan larutan standar tiosianat. Reaksi yang terjadi selama titrasi dengan
metoda Volhard adalah sebagai berikut :
1. Ag+ + Cl- AgCl putih

2. Ag+ + SCN - Ag2SCN merah bata

3. AgSCN + Fe3+ [Fe(SCN)]2+larutan kompleks berwarna merah


Pada sampel yang mengandung anion akan diendapkan dengan penambahan
AgNO3. Saat endapan sudah terbentuk, dipisahkan dari larutan kemudian dicuci
dengan HNO3, sehingga terbentuk endapan AgSCN. Saat AgNO 3 yang dibebaskan
habis bereaksi dengan larutan standar tiosianat, kelebihan tetesan larutan standar
akan membentuk larutan kompleks dengan indikator berwarna merah. Pada saat
inilah terjadi titik akhir titrasi.
Pada titrasi dengan metoda Volhard diperoleh konsentrasi larutan klorida
sebesar 0,00012 N dimana konsentrasi secara teorinya yaitu 0,01 N. Perbandingan
antara konsentrasi hasil percobaan dengan konsentrasi berdasarkan teori ini
diperoleh persen kesalahan sebesar 82,85%. Hal ini terjadi karena kurang cermat
dalam melihat perubahan warna pada larutan sehingga melewati titik akhir titrasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan titrasi argentometri yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan bahwa prinsip titrasi argentometri adalah berdasarkan reaksi
pengendapan, metoda Mohr merupakan metoda dalam titrasi argentometri dengan
larutan standar AgNO3 dan indikator K2CrO4 dan metoda Volhard merupakan salah
satu metoda dalam titrasi argentometri dengan larutan standar tiosianat dan
indikator Fe3+.
V.2 Saran
Agar praktikum selanjutnya berjalan dengan lancar, disarankan untuk :
1. Praktikan memahami prinsip dan prosedur kerja sebelum melakuka percobaan.
2. Melakukan pelarutan dan penambahan zat dengan teliti.
3. Melakukan titrasi dengan hati-hati sehingga diperoleh titik akhir titrasi yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Day, Anol Underwood.: Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke-4; Erlangga; Jakarta, 2002.

Dasli, Nurdin.: Kimia Analitik; Universitas Andalas; Padang, 2013.

Hamor, M. Ibnu.: Ilmu Kimia Teori; Depkes; Jakarta, 1981.

Nazi, St. Mutu.: Kimia Analitik; Unand; Padang, 1995.

Vogel.: Buku Teks Analitik Organik; Media Pustaka; Jakarta, 1985.


Lampiran 1. Tugas Sebelum Praktikum

1. Apakah akibatnya titrasi secara mohr pH larutan kecil dari 7 atau lebih besar dari
10, kenapa tidak dapat penentuan iodida?
Jawab :
“Jika larutan pHnya kecil dari 7 kromat akan membentuk dikromat”
2CrO42- + 2H+ → Cr2O72- + H2O
Akibatnya Ag2CrO makin kecil sehingga akan membentuk endapan selama titrasi
dan titik akhirnya tidak bisa diamati. Sedangkan pH besar dari 10 maka akan
timbul endapan perak oksida yang bersifat basa. Pengendapan AgOH akan
terjadi. Lalu akan terbentuk endapan hitam Ag 2O akan mengganggu titik akhir
titrasi.
Ag+ + OH- → AgOH (and. Putih)
AgOH → Ag2O (end. Hitam) + H2O
“Tidak digunakan untuk penentuan iodida karena akan terbentuk endapan perak
klorida yang dapat menyerap kromat.
2. Hasil kali kelarutan Ksp AgCl =10-10 dan Ksp Ag2CrO4 = 2 x 10-12 terangkan
dengan singkat mengapa Ag2CrO4 baru dapat mengendap seluruhnya?
Jawab :
Hasil kali kelarutan AgCl lebih besar dari Ag 2CrO4 tetapi kelarutan AgCl lebih
kecil dari Ag2CrO4 sehingga AgCl lebih cepat mengendap dari pada Ag 2CrO4
setelah semua Ag2CrO4 mengendap baru AgCl.
3. Bagaimana penetuan Cl secara Volhard?
Jawab :
Penetuan Cl secara volhard yaitu Cl- ditambahkan dengan larutan titer perak
nitrat berlebihan dan terukur. Kelebihan perak dititrasi kembali dengan tiosianat
dan indikator Fe3+. Kelebihan Ag+ dititrasi dengan AgNO3 berlebih dan terukur
dengan tiosianat (back titration)
Cl- + Ag+ → AgCl
Ag+ + SCN- → AgSCN
SCN- + Fe3+ → Fe(SCN)2
4. Dalam penetuan AgNO3 secara volhard mengapa ditambahkan AgNO3 secara
berlebihan dan terukur dan titrasi mana disebut Back titration?
Jawab:
AgNO3 ditambahkan secara berlebihan dan terukur agar seluruh ion klorida
bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak klorida dan kelebihan
perak yang ditambahkan dapat ditentukan dan yang kemudian ditentukan dan
yang kemudian dititrasi dengan tiosianat untuk mengetahui konsentrasinya.
Hasil ini dapat digunakan sebagai pembanding dalam menentukan konsentrasi
klorida yang direaksikan.
5. Pada cara volhard AgCl harus dipisahkan terlebih dahulu dari larutan, terangkan
dengan hasil kali kelarutan bahwa hal tersebut memang perlu, sebelum kelebihan
Ag dititrasi dengan larutan standar tiosianat?
Jawab :
Pada cara volhard AgCl harus dipisahkan dari larutan karena kelarutan Cl yang
besar,sehingga dapat menghindari larutnya endapan AgCl.
Lampiran 2. Analisis Artikel Ilmiah
I. Judul
Larutan standar ion klorat yang dibuat dengan teknik titrasi multipath
II. Tujuan
Analisis ion klorat dengan sistem Satuan Internasional (SI) dengan multipath teknik
titrasi gravimetri. Tiga teknik titrasi yang berbeda digunakan untuk menguji ion
klorat: titrasi kembali oksimetri-reduktrometri, titrasi pengendapan, dan titrasi
oksimetri-reduktometri
III. Skema Kerja

Standar Kalium Dikromat

- dikeringkan selama 1 jam


- disimpan dalam desikator

10 mmol/kg Kalium Dikromat

- dilarutkan dengan air

Larutan standar Kalium Dikromat

300 mmol/kg Besi II Sulfat Pentahidrat


- ditambahkan 2 mol/L asam
sulfat
- dititrasi dengan kalium dikromat
Konsentrasi Larutan

NaCl

- dikeringkan pada suhu 600ºC selama 6 jam


- disimpan dalam desikator

Larutan Standar

Larutan Perak Nitrat 300 mmol/kg


- dilarutkan dalam air
- dilakukan titrasi gravimetri dengan menggunakan standar NaCl

Konsentrasi Perak Nitrat


Kalium Iodat

- dikeringkan pada 130ºC selama 2 jam


- disimpan dalam desikator
Larutan Standar KI

Larutan Tiosulfat 300 mmol/kg

- dilarutkan dengan air


- dititrasi dengan KI

Konsentrasi Tiosulfat

IV.Hasil dan Pembahasan


Titrasi teknik adalah titrasi balik oksimetrik-reduktometri dengan ion kromat dan
ion besi, titrasi pengendapan dengan perak ion-ion klorat yang dihasilkan dari
dekomposisi ion klorat dengan natrium sulfit dan titrasi iodometri dengan ion
tiosulfat untuk ion klorat melalui reaksi pembebasan iodin.
Titrasi multipath berdasarkan reaksi yang berbeda menghilangkan bias yang
tidak diketahui dan memberikan hasil yang dapat diandalkan lebih lanjut.
Ketidakpastian tes natrium klorat diperkirakan dengan mengevaluasi stabilitas
penyimpanan dan estimasi ketidakpastian pengukuran. Essay (fraksi massa) natrium
klorat dengan menggunakan rata-rata tertimbang dihitung dari hasil tiga titrasi
adalah 99,829%. Standar natrium klorat dicirikan oleh metrologi prosedur yang valid
telah diterapkan.
V. Hubungan dengan praktikum
Hubungan antara artikel dengan praktikum yaitu sama-sama menggunakan titrasi
argentometri, hanya saja pada artikel menggunakan tiga cara titrasi, sedangkan pada
praktikum hanya satu cara.

Anda mungkin juga menyukai