Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Nur Farida

Kelas : XII MIPA 5

No : 29

KERANGKA KARANGAN

Tema : Perjuangan

Kerangka :

1. Orientasi
- Menceritakan keluarga Rita La Fontaine dan tahun terjadinya cerita.
- Keadaan hidup Rita La Fontaine sebelum kedatangan tentara kolonial Jepang.

2. Pengungkapan Peristiwa
- Kedatangan kolonial Japang membuat pola kehidupan masyarakat berubah dari pola
Hindia-Belanda menjadi pemerintahan kolonial Jepang.
Menuju Konflik
- Tentara kolonial Jepang mulai menguasai Jambi membuat perubahan pada sistem
pemerintahan, ekonomi maupun sosial.
Konflik
- Berkuasanya Jepang membuat keadaan Rita La Fontaine berubah 180 derajat.
- Rita La Fontaine menyamar menjadi laki-laki dan mengganti namanya menjadi
Richard La Fontaine.
- Keluarga Rita La Fontaine menjadi tawanan di kamp Jepang.

3. Reorientasi
- Rita menyesuaikan diri dengan keadaan penyamarannya.
- Keahlian Rita memainkan musik akordeon memberi keistimewaan padanya.
- Rita menjadi penerjemah bahasa antara kepala kamp dengan para tawanan.
- Status sebagai tawanan mampu menempa Rita menjadi seorang perempuan yang
matang, tabah, tekun dan dewasa.
SANG PENYAMAR

Rita La Fontaine demikian nama gadis kecil yang dilahirkan pada 17 Desember1929. Rita
La Fontaine adalah gadis keturunan Indonesia-Belanda yang sangat ayu parasnya ia berumur 13
tahun. Ia adalah anak pertama dan memiliki dua adik laki-laki bernama Ronald La Fontaine dan
Rene La Fontaine yang masing-masing berusia 9 dan 5 tahun. Rita La Fontaine adalah anak dari
seorang petinggi Belanda bernama Victor La Fontaine dan ibunya adalah orang asli Sumatra
Selatan yang namanya dirubah menjadi Elsbeth La Fontaine.

Tahun 1942 Keluarga La Fontaine hidup berasama dengan nyaman dan tentram di
Sumatra Selatan tepatnya di Jambi. Ayahnya yang bekerja sebagai kepala bagian Post Telegraaf
en Telefondients kota Jambi membuat kehidupan Rita selalu kecukupan, apapun yang Rita
inginkan semuanya terpenuhi pada masa itu.

Namun, beberapa saat kedatangan Jepang mulai menguasi daerah Jambi keadaan keluarga
La Fontaine mulai berubah 180 derajat. Rita memasuki suatu fase -fase kehidupan baru dari pola
masyarakat Hindia-Belanda menjadi pemerintahan kolonial Jepang. Ayahnya yang bekerja
sebagai kepala bagian diperintah untuk menghentikan segala kegiatan perkantorannya. Hal ini
membuat kelurga La Fontaine jatuh miskin dan pasrah akan keadaan.

Apalagi karena kedatangan kolonial Jepang itu membuat keluarga La Fontaine


mengambil satu keputusan penting yang merubah kehidupan Rita serta menciptakan suatu
kenangan tak terlupakan bagi dirinya. Keputusan yang diambil beberapa saat sebelum tentara
Jepang menguasai secara penuh kota Jambi itu diambil atas saran sahabat keluarga La Fontaine,
yakni Pastor Koevets saat dia berkunjung kerumah Victor La Fontaine.

"Sebaiknya kau dandani putrimu itu menjadi seorang lelaki Victor! " kata Pastor Koevets,
terucap dengan ekspresi serius.

"Untuk apa aku melakukannya putriku memang sudah ditakdirkan menjadi gadis yang
cantik jelita, mana mungkin aku bisa merubahnya,” jawab Victor.

"Karena putrimu yang cantik jelita itulah penyebabnya Victor, dia harus didandani
sebagai lelaki kusam dan dekil!" seru Pastor dengan nada ketus.

"Untuk apa penyamaran itu?" tanya Victor.

"Demi keselamatan Rita agar ia tidak dipaksa menjadi wanita penghibur oleh tentara
kolonial Jepang," jawab Pastor.

Usulan itu tidak serta merta diterima oleh Victor ia harus memikirkannya dan
merundingkannya dengan istrinya Elsbeth dan Rita. Hingga suatu malam mereka saling
berunding untuk menyatukan pendapat dan mengambil jalan yang terbaik untuk ditempuh.

"Putriku ada hal penting yang mau ayah sampaikan," kata Ayah dengan ekspresi sangat
serius.

"Ada apa ayah?" tanya Rita dengan wajah penuh tanda tanya.

"Demi keselamatan kamu agar tidak diculik oleh prajurit kolonial Belanda, Ayah dan Ibu
memutuskan agar kamu didandani sebagai seorang laki-laki. Bagaimana pendapatmu? " tanya
Ayah.
"Iya nak, Ibu ingin kau selamat agar kau selalu berada didekat ibu, Ronald, dan Rene,"
kata ibu dengan ekspresi penuh memelas.

"Apaa..? Kenapa tiba-tiba aku harus didandani sebagai seorang lelaki yah?" tanya Rita.

"Ini semua demi kebaikan kamu agar kamu tidak diculik oleh tentara kolonial Jepang dan
dijadikan wanita penghibur oleh mereka," kata Ayah.

"Apakah itu satu satunya jalan yang terbaik yah bu? Jika itu hanya jalan satu-satunya aku
tak mengapa asalkan selalu bersama ayah, ibu, Ronald, dan Rene," kata Rita.

Dengan persetujuan Rita akhirnya ia disamarkan menjadi seorang anak laki-laki dengan
nama Richard La Fontaine. Penyamaran sebagai lelaki mengharuskan Rita untuk merelakan
rambut panjangnya yang berwarna coklat dipotong. Bajunya yang apikpun dirubah menjadi baju
yang bergaya laki-laki.

Kedua adik laki-lakinya, yakni Ronald dan Rene harus membiasakan untuk memanggil
sang kakak dengan nama barunya. Ronald yang pada waktu itu masih berusia 9 tahun nampak tak
terlalu sulit terhadap perubahan status sang kakak, sedangkan Rene yang masih berusia 5 tahun
seolah tidak begitu peduli dengan perubahan sang kakak.

Akhirnya tibalah saat-saat yang memang sudah diperkirakan oleh keluarga La Fontaine
akibat kedatangan tentara kolonial Jepang. Seluruh orang-orang Belanda, Indo-Belanda maupun
campuran Eurasia lainnya harus masuk dalam kamp tawanan tentara Jepang. Kamp tawanan bagi
lelaki dewasa dipisahkan dengan kamp tawanan untuk perempuan dan anak-anak.

Penyamaran yang berhasil dilakukan oleh Rita menjadi Richard otomatis dianggap
sebagai anak laki-laki dan diperkenankan bergabung bersama ibunya, bibinya serta kedua adik
laki-lakinya. Keluarga La Fontaine terkejut ketika mengetahui bahwa kepala kamp ternyata
adalah orang Jepang yang dulu dikenal sebagai pemilik toko langganan keluarga La Fontaine.
Ternyata orang Jepang bernama Matoba tersebut adalah seorang Kapten dalam dinas intelijen
Jepang.

Setelah Jepang menguasai Sumatera, Kapten Matoba ditugasi sebagai kepala kamp
tawanan. Layaknya kehidupan sebagai tawanan, segala sesuatunya benar-benar dibatasi. Rita
menjalani semua itu dengan status barunya sebagai Richard. Tak ada lagi kenyamanan dan
kemewahan yang bisa dinikmati.

Sebuah keuntungan bagi Rita alias Richard karena ia pandai bermain alat musik akorden.
Kemahirannya ini membuat kepala kamp Matoba memberikan sedikit perhatiannya kepada
Richard. Sang Kapten yang menyukai permainan musik Richard mulai memberi keistimewaan
padanya. Fasihnya Richard alias Rita dalam berbahasa Jepang membuat ia diberi pekerjaan
sebagai penerjemah komunikasi dari bahasa Indonesia atau Belanda menjadi bahasa Jepang
antara kepala kamp dengan para tawanan.

Hari demi hari berlalu sampai akhirnya tibalah suatu saat dimana keluarga La Fontaine
diperbolehkan tinggal di luar kamp tawanan. Ini berarti Ayah Rita bisa kembali bersatu dengan
keluarga. Meskipun demikian, mereka tak lagi dapat menghuni rumah mewah seperti dulu.
Mereka sekeluarga tinggal di sebuah pondok sederhana di tepi hutan. Namun, kebebasan itu
hanya terjadi sekejap saja. Penguasa Jepang kembali memerintahkan semua keluarga Indo-
Belanda harus masuk kembali ke kamp di luar kota Jambi.
Di sana, Richard kembali mendapatkan pekerjaan sebagai penerjemah bahasa komunikasi
yang digunakan oleh kepala kamp dengan para tawanan. Dia bisa dengan mudah mendapatkan
pekerjaan ini karena ketika ia dipindahkan dari kamp kota Jambi, ia diberi surat referensi oleh
kepala kamp Matoba. Surat itu sengaja diberikan untuk mempermudah Richard dalam
mendapatkan kembali pekerjaannya. Sebuah keuntungan bagi Richard, karena ia dapat terampil
dalam berbahasa Jepang, Inggris, dan Belanda, serta Indonesia. Karena sebelumnya ia hanya
dapat berbahasa Indo-Belanda. Kepandaiannya dalam berbahasa itu tidak mudah ia dapatkan.
Richard belajar sendiri bahasa Jepang dan belajar bahasa Inggris dengan tekun ketika ia masih di
kamp Jambi.

Kedatangan Jepang yang menjajah Indonesia telah menuntut Rita untuk berpenampilan
sebagai lelaki remaja bernama Richard, dengan konsekuensi bahwa dia harus membawa diri
secara tepat dalam pergaulan dengan sesama tawanan maupun ketika berinteraksi dengan para
tentara Jepang yang semuanya laki-laki. Satu hal lain yang menarik untuk Rita bahwa menjadi
tawanan perang tidak selalu meruntuhkan mental seorang gadis belia. Status sebagai tawanan
pada masa perang ternyata mampu menempa Rita La Fontaine yang belia untuk menjadi seorang
perempuan yang matang, tabah, tekun dan dewasa.

Anda mungkin juga menyukai