1). PENDAHULUAN
Sidang atau persidangan adalah salah satu kelengkapan organisasi yang mutlak harus
dimiliki oleh setiap organisasi dimanapun dan apapun, karena ditangan persidangan inilah arah
dan tujuan organisasi tersebut ditentukan. Melalui sidang pulalah baik buruknya sebuah laju
organisasi dapat dievaluasi, sehingga lazimnya bagi sebuah organisasi, sidang memiliki kekuatan
hukum tertinggi dibandingkan dengan kelengkapan organisasi yang lainnya.
Sidang merupakan forum tertinggi yang dihadiri seluruh anggota dan diselenggarakan
untuk mengevaluasi sekaligus membahas hal-hal yang bersifat krusial dan mendasar seperti
pembahasan landasan organisasi, pencabutan mandat dan pemberian mandat serta meminta
pertanggungjawaban mandataris.
Pelaksanaannya, untuk sidang umum maksimal 1 kali dalam satu periode kepengurusan,
sedangkan untuk sidang-sidang yang lain dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi
tersebut.
Tugas presidium sidang yaitu mengatur jalannya sidang secara umum baik itu pengaturan
lalu-lintas pembicaraan, memberikan kesempatan berbicara, menjatuhkan sanksi, peringatan,
memberikan tekanan pada persoalan penting, menjelaskan rasionalisasi masalah dan sebagainya.
2. Peserta Sidang
Peserta dalam proses persidangan dibagi menjadi dua, yaitu peserta penuh dan peserta
peninjau. Peserta penuh adalah pengurus atau anggota penuh dalam suatu organisasi, sedangkan
peserta peninjau adalah orang-orang yang diundang, atau pihak-pihak yang bukan anggota penuh
namun hadir dalam persidangan.
3. Mekanisme Persidangan
Dalam praktek persidangan ada beberapa istilah yang sering digunakan baik oleh peserta
maupun oleh pimpinan sidang sebagai aturan tertib sidang diantaranya:
7). Mencabut kembali / membatalkan kesepakatan terdahulu yang dianggap keliru (PK).
“ Dengan adanya pengajuan perbaikan kembali ( PK ) dari saudara………..pada poin,
pasal,Bab tersebut saya nyatakan untuk di PK. “tok…tok “
2. Interupsi
Interupsi adalah menyela atau meminta waktu kepada pimpinan sidang untuk berbicara dan
menemukakan pendapat. Dalam persidangan, umumnya terdapat beberapa jenis tingkatan
interupsi, yaitu :
Skorsing adalah pengambilan waktu rehat dalam persidangan untuk keperluan tertentu,
misalkan terjadi dead lock (kebuntuan) dalam persidangan dan untuk meencairkan suasana
diamblilah langkah skorsing. Lamanya skorsing ditentukan oleh pimpinan sidang atas
persetujuan peserta sidang dengan ketentuan sebagai berikut :
Skorsing yang lama waktunya ditentukan, contohnya 2×2,5 menit, 2×5, 2×10 menit, dan
seterusnya tergantung kebutuhannya. Untuk skorsing terbatas ini lazimnya diawali dengan
perkataan “skorsing 2x…menit dibuka” atauapabila waktu skorsing yang disepakati terhitung
lama boleh juga menggunakan “skorsing sampai…dibuka”.
Skorsing diambil disebabkan oleh suatu hal darurat yang terjadi dalam persidangan,
sehingga menyebabkan lamanya waktu skorsing tidak dapat ditentukan. Lazimnya diawali
dengan perkataan “skorsing untuk waktu yang tidak terbatas dibuka”.
B). Pembekuan Sidang
Langkah yang diambil apabila sidang, dikarenakan suatu hal terus menerus mengalami
kebuntuan (dead lock terus-menerus) dan setelah melalui jalan skorsing tak terbataspun tetap saja
mengalami kebuntuan. Bila hal ini terjadi, pimpinan sidang atas persetujuan peserta sidang
berhak membekukan sidang, dengan catatan ini adalah langkah terakhir yang diambil setelah
semua usaha yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil. Apabila hal ini dilaksanakan (sidang
dibekukan), maka secara otomatis organisasi yang bersangkutan pun akan ikut membeku.
C). Lobbying
Merupakan tahapan persidangan yang dilakukan ketika proses tahapan justifikasi tak
berhasil membuat salah satu pihak pengopsi mencabut opsinya atau dalam kata lain masing-
masing pihak tetap bersikukuh atas opsinya masing-masing.
Dalam praktek tahapan lobbying, presidium sidang sebagai pihak penengah memanggil
pihak-pihak yang saling memegang teguh opsinya. Kemudian dengan presidium sidang sebagai
penengah masing-masing pihak diberi kesempatan waktu untuk berunding terkait jalan penengah
perbedaan opsi masing-masing dengan disaksikan oleh peserta sidang.
sehingga melalui tahapan ini masing-masing pihak yang opsinya kuat dapat secara face to
face. Adapun waktu batasan lobbying dapat ditentukan dengan kebijaksanaan pimpinan sidang
yang telah disepakati oleh peserta sidang. Dalam prakteknya pimpinan sidang harus mampu
bersikap netral dan tidak memihak salah satu pihak terkait kelebihan dan kekurangan suatu opsi.
Melalui tahapan lobbying inilah memungkinkan terjadinya pencabutan ospi dari suatu
pihak karena pihak tersebut memutuskan untuk meleburkan diri pada opsi dari pihak lain atas
dorongan alasan yang lebih baik dan rasional.
Akan tetapi jika tahapan lobbying masih gagal mencari titik temu atau masing-masing
pihak saling berikeras memegang opsi masing-masing, maka tahapan berlanjut menuju tahapan
“votting” yang menjadi tahapan akhir.
D). Voting
Merupakan langkah terakhir penentuan pemakaian suatu opsi dalam sebuah topik
pembahasan pada persidangan, dimana tahapan ini dilakukan tatkala prosedur penentuan opsi
dari tahapan afirmasi, justifikasi, hingga lobbying gagal mencari titik temu, dengan kata lain
masing-masing pengopsi tetap tegas memegang opsi masing-masing.
Adapun votting dilakukan secara serentak antar keseluruhan peserta sidang dengan
presidium sidang sebagai penengah. Melalui tahapan votting inilah opsi yang mendapat suara
teratas akan otomatis dipakai dalam pembahasan suatu topik pada persidangan.
Namun jika tahapan votting gagal mencari titik temu maka dilaksanakan votting bagian
kedua dari keseluruhan peserta sidang dengan memberikan kesempatan pada masing-masing
pihak pengopsi untuk memberikan sekali lagi alasan pentingnya opsi tersebut tanpa menjatuhkan
opsi pihak lain.
Namun jika votting kedua ini masing-masing opsi tetap berimbang maka keputusan
diserahkan kepada pimpinan sidang sebagai pemimpin tertinggi persidangan untuk diambil
keputusan secara bijaksana dengan alasan rasionalitas yang tinggi.
Adapun cara mengajukan sebuah “PK (Peninjauan kembali)” terlebih dahulu harus
mengerti tentang prosedural persidangan yang telah ditetapkan bersama pada awal persidangan,
khususnya terkait pembahasan PK (Peninjauan Kembali) apakah PK diletakkan pada akhir
pembahasan suatu bab, atau pada sesi akhir keseluruhan bab sebelum ketetapan ditanda tangani,
atau justru dapat dilakukan disembarang waktu.
Adanya suatu PK (Peninjauan Kembali) yang muncul tidak serta merta diterima oleh
presidium sidang melainkan harus ditanyakan kepada peserta sidang apakah PK dapat diterima
atau tidak.
Jika diterima, suatu PK (Peninjauan kembali) akan secara otomatis menjadi sebuah opsi
dan persidangan dapat dilanjutkan dengan pemilihan opsi mana yang dipakai, apakah opsi hasil
kesepakatan pertama atau justru opsi yang lahir dari suatu PK (Peninjauan Kembali). Pemilihan
opsi mana yang dipakai menggunakan tahapan sebagaimana dijelaskan diatas (Afirmasi,
Justifikasi, Lobbying, dan Votting).
F). Quorum
Jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat, majelis, dsb. (biasanya lebih dari
separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan
1. Persidangan dinyatakan syah / quorum apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ n + 1 dari
peserta yang terdaftar pada Panitia (OC)
2. Setiap keputusan didasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dan jika tidak berhasil diambil
melalui suara terbanyak (½ + 1) dari peserta yang hadir di persidangan
Merupakan bentuka persidangan yang paling efektif karena semua peserta sidang bisa
benar-benar terfokus perhatiannya. Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari bentuk
persidangan ini.
Bentuk persidangan seperti ini memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat debedakan secara
tegas antara pemateri, moderator, dan notulen dengan para peserta sidang. Contoh forum yang
pernah menggunakan bentul persidangan seperti ini yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB).
3). Bentuk berbanjar
Kelemahan dari bentuk persidangan seperti ini yaitu peserta yang duduk di belakang
kemungkinan besar tidak fokus terhadap forum tersebut. Contohnya yaitu pada acara-acara
seminar pada umumnya.
Untuk bentuk persidangan seperti ini, memiliki kelemahan pula, yaitu jarak antar komisi yang
berdekatan akan menyebabkan kurangnya konsentrasi / bahkan tidak adanya konsetrasi dari
pemateri sidang maupun pesertanya.