PEMBAHASAN
A. Definisi Komunikasi
Secara etimologi komunikasi berasal dari Bahasa latin yaitu “communis” yang artinya sama
(Mulyana, 2000, h: 41). Dari arti kata ini kemudian arti komunikasi berkembang menjadi
sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Dane Larson sebagaimana
dikuti oleh Pace and Fawles (1994, h: 17) mencatat terdapat definisi komunikasi yang
dipublikasikan. Jumlah ini tentu saja belum termasuk definisi yang dikemukakan oleh penulis
lokal.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks belajar dan
pembelajaran komunikasi merupakan sarana penting bagi seorang guru dalam
menyelenggarakan proses belajar dan pembelajaran dimana guru dapat membangun
pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan. Melalui komunikasi guru sebagai sumber
menyampaikan informasi yaitu tantang materi pelajaran kepada siswa dengan menggunakan
simbol-simbol baik lisan, maupun tulisan, dan Bahasa non verbal, sebaliknya siswa akan
menyampaikan berbagai pesan sebagai respon kepada guru sehingga terjadi komunikasi dua
arah guna meningkatkan keberhasilan komunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu
perubahan tingkah laku dalam diri siswa. Komunikasi ini sejalan dengan pendapat R. Wayne
Pace, Brant D. Peterson, dan M. Dallas Burnet (Effendy, 1984: hal 32) yang menyatakan
bahwa tujuan sentral komunikasi terdiri atas : “to secure the understanding to established
acceptance” dan “to motivate act.
1
B. Model-model Komunikasi
Sebagaimana definisi diatas , banyak juga pakar komunikasi yang mengajukan model
komunikasi untuk membantu memahami arti, proses, unsur, penggunaan, dan tujuan
komunikasi. Sebab gambaran akan diperkenalkan tiga model sebagaimana dirangkum berikut
ini.
Lasswell seorang pakar komunikasi pada tahun 1948 mengetengahkan model komunikasinya
melalui pernyataannya yang sangat popular yaitu “who says in which channel to whom with
what effect? (Mulyana, 2003, h: 136).
Dalam konteks belajar dan pembelajaran, dari pernyataan Lasswell tersebut terdapat tiga hal
yang dapat digaris bawahi. Pertama unsur komunikasi yang terdiri dari :
belajar siswa
kedua , model komunikasi Lasswell tidak melibatkan umpan balik atau “feedback” sehingga
bersifat komunikasi satu arah dari guru kepada siswa. Gaya komunikasi ini dalam belajar dan
pembelajaran kurang dapat diterima karena akan menyebabkan siswa pasif dan kurang
membangkitkan daya kritisnya. Akibatnya hasil belajar dan pembelajaran kurang maksimal.
Ketiga, Model komunikasi Lasswell tidak mempertimbangkan gangguan komunikasi. Model
ini menggambarkan bahwa proses komunikasi akan selalu berhasil, padahal dalam
kenyataannya banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komunikasi termasuk dalam
proses belajar dan pembelajaran.
Ada dua hal yang harus digaris bawahi dari model komunikasi schramm (Ginting, 2004,
h:21-220) sebagai berikut :
2
Kedua, model schramm memerhitungkan pengaruh pengalaman atau field of experienceyang
dimiliki oleh komunikator atau komunikan dalam mendukung keberhasilan komunikasi.
Dalam konteks belajar dan pembelajaran, salah satu aspek komunikasi yang harus
dipertimbangkan oleh guru sebagai komunikator dalam mengemas pesan adalah jenjang dan
luasnya pengalaman siswa sebagai komunikan dalam konteks materi pelajaran yang akan
disampaikan, kesalahan dalam penyesuaian pesan dengan latar belakang pengalaman siswa
akan berakibat terjadinya salah pengertian atau miscommnunication atau bahkan kegagalan
komunikasi atau communication breakdown.
C. Fungsi Komunikasi
Liliweri (2004, hal: 66-77) mengemukakan bahwa secara umum ada empat fungsi
komunikasi dalam organisasi. Keempat fungsi komunikasi tersebut dapat diadopsi ke dalam
konteks belajar dan pembelajaran sebagai dikemukakakn berikut ini :
Komunikasi berfungsi menjual isi kurikulum yang meliputi system nilai, gagasan, fakta, dan
sikap yang diharapkan akan diadopsi atau dimiliki oleh siswa.
Komunikasi berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik oleh siswa maupun guru untuk
belajar tentang kompetensi yang diperlukannya, tentang dirinya, tentang orang lain, dan
tentang lingkungannya.
Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana guru, siswa, dan masyarakat sekolah lainnya
memutuskan mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan-pilihan yang dibuatnya,
pendistribusian tanggung jawab dan hak, kebijakan, dan lain sebagainya.
D. Unsur-unsur Komunikasi
Merujuk kepada berbagai definisi dan model komunikasi, terdapat sejumlah unsur-unsur
komunikasi sebagaimana diuraikan berikut ini:
3
a. Kemampuan komunikator dalam mengemas pesan yang akan disampaikan
Yaitu proses yang dilakukan oleh komunikator untuk mengemas maksud atau pesan yang ada
dalam pikiran seseorang menjadi simbol-simbol : suara, tulisan, gerakan tubuh, untuk dapat
dikirimkan kepada komunikan. Dalam belajar dan pembelajaran yang akan disampikannya
kepada siswa harus dalam bentuk tulisan, ucapan, gerakan.
Adalah maksud atau informasi yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan
melalui simbol-simbol. Jadi dapat dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna yang
terkandung dalam simbol-simbol.Pesan inidapat berbentuk verbal atau ucapan dan tulisan,
atau berbentuk non verbal berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah. Dalam belajar dan
pembelajaran, pesan ini adalah materi pelajaran
Saluran adalah tempat dimana pesan dalam bentuk simbol-simbol tadi dilewatkan dari
komunikator ke komunikan.Bagi manusia saluran komunikasi ini diantaranya panca-indera
yang dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa. Oleh sebab itu
manusia dapat mengirimkan pesan secara tertulis melalui surat, papan tulis, buku, faxicimile,
dan lain sebagainya. Pesan dalam bentuk suara dapat disampaikan secara langsung atau
melalui pengeras suara, cassette recorder, CD player, radio, dan lain sebagainya.Pesan dalam
bentuk audio visual dapat disampaikan lewat film projector, TV, dan lain sebagainya. Semua
ini dapat digunakan dalam proses belajar dan pembelajaran.
Adalah penerima pesan atau individu atau kelompok yang menjadi sasaran
komunikasi.Ketika guru memberikan penjelasan kepada siswa, maka siswa berperan sebagai
komunikan, sebaliknya, ketika siswa menyampikan jawaban atas pertanyaannya atau usulan
kepada guru, maka guru lah yang berperan sebagai komunikan.
Adalah informasi yang kembali dari komunikan ke komunikator sebagai respon terhadap
pesan yang disampikan oleh komunikator. Dari hasil umpan balik ini komunikator dapat
mengetahui pemahaman dan reaksi komunikan terhadap pesan yang dikirimnya, dengan
adanya umpan balik ini akan terbentuk arus komunikasi dua arah
4
Dalam konteks pendidikan, umpan balik ini sangat penting artinya bagi kenerhasilan belajar
dan pembelajaran. Dengan adanya umpan balik dari siswa, guru akan mengetahui apakan
materi yang disampaikan telah difahami dana pa kesulitan siswa dalam memahami jika ada
selanjutnya tindakan remedial apa yang perlu dilakukannya.
Sebaliknya, umpan bali, dari guru misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja siswa akan
mengingatkan kepada siswa sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang
dipelajari. Berdasarkan umpan balik tersebut siswa dapat memutuskan tindakan apa yang
harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan.
E. Hambatan Komunikasi
Hambatan komunikasi adalah tidak ada jaminan bahwa pesan yang kirimkan oleh
komunikator akan diterima oleh komunikan sebagaimana yang dimaksud oleh komunikator.
Terdapat empat hambatan dalam komunikasi yaitu :
1. Hambatan Semantik
Hambatan atau gangguan semantik atau gangguan bahasa yaitu gangguan yang di akibatkan
oleh kesalahan dalam menfsirkan pesan oleh komunikan.Hal ini disebabkan oleh pemakaian
kata dan tata bahasa yang tidak tepat, serta perbedaan pengertian terhadap istilah
tertentu.Sehingga, tidak jarang pesan diterima sebagaimana yang dikirimkan tetapi maknai
secara berbeda oleh penerima.
2. Hambatan Saluran
Hambatan saluran adalah hambatan yang mempengaruhi keutuhan fisik simbol – simbol yang
dikirimi oleh komunikator kepada komunikan.
3. Hambatan Sistem
Hambtana sistem adalah pesan yang disampaikan tidak akan tiba pada pihak yang
memerlukan informasi yang tepat dan cepat jika tidak tersedia sistem formal yang efektif.
4. Hambatan Hubungan Interpersonal
Terkait dengan hambatan sistem, sikap seseorang dalam memandang dan manfaat
komunikasi akan menentukan apakah saling mendukung atau menghindar terjadinya
komunikasi.
F. Arah Komunikasi
Dalam proses dn pembelajaran ada tiga arah komunikasi yang mungkin terjadi baik secara
terpisah maupun secara kebersamaan. Ketiga arah komunukasi tersebut adalah :
Dalam belajar pembelajaran yang bernuansa komunikasi satu arah, penyampaian pesan atau
informasi atau gagasan berlangsung hanya satu arah dari guru ke siswa. Siswa tidak diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan guru juga tidak berusaha mengajukan
pertanyaan untuk di jawab oleh siswa.
5
2. Komunikasi dua arah
Dalam belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi dua arah, penyampaian pesan
atau informasi atau gagasan berlangsung hanya dua arah dari guru ke siswa.Siswa diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Guru berusaha mengajukan pertanyaan untuk
di jawab oleh siswa.
2. Prinsip kedua: emphaty
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain terlebih dahulu,
kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat
6
menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima
pesan (receiver) menerimanya. Komunikasi di dunia pendidikan diperlukan saling
memahami dan mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari siswa. Rasa empati akan
menimbulakan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun sebuah suasana kondusif di dalam proses belajar-
mengajar. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu
mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan
kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima.
3. Prinsip ketiga: audible
Prinsip audible berarti adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Berbeda
dengan prinsip yang kedua yakni empati dimana guru harus mendengar terlebih dahulu
ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible adalah menjamin bahwa
pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Dalam rangka
mencapai hal tersebut maka pesan harus di sampaikan melalui media (delivery
channel) sehingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hal itu menuntut
kemampuan guru dalam menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu
audio-visual yang dapat membantu supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
baik oleh para murid.
4. Prinsip keempat: clarity
Prinsip clarity adalah kejelasan dari isi pesan supaya tidak menimbulkan multi interpretasi
atau berbagai macam penafsiran.Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi.Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau
disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan.
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat dan antusiasme siswa dalam proses belajar-mengajar. Dengan cara
seperti ini siswa tidak akan menganggap lagi proses belajar-mengajar sebagai formalitas
tetapi akan mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya.
7
Pembelajaran sebagai subset dari proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung
peningkatan mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi
yang efektif, yang mampu memberikan kefahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan
atau materi belajar.
H. Jenis-jenis Komunikasi
Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai jenis komunikasi yang terkait dengan guru dalam belajar dan
pembelajaran. Jenis komunikasi tersebut meliputi :
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau
kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang hanya dapat dilakukan oleh
manusia. Dengan manipulasi kata-kata manusia dapat mengomunikasikan berbagai pesan rumit sekalipun
seperti undang-undang, perhitungan matematika, sastra, dan ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan, salah satu
ukuran intelektual manusia adalah kemampuannya menyusun dan menyajikan tesis penelitian atau karya tulis
ilmiah lainnya. Oleh sebab itu, guru harus menguasai dengan baik cara melakukan komunikasi verbal agar
tidak terjadi hambatan semantik diantaranya ketika berkomunikasi dengan siswa dalam belajar dan
pembelajaran.
2. Komunikasi Non-Verbal
Blake dan haroldsen (hal:49) dengan singkat mengemukakan bahwa : “ komunikasi non-verbal adalah
penyampaian dari pesan yang meliputi ketidakhadiran simbol-simbol atau perwujudan suara”. Termasuk
dalam komunikasi non-verbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, kedekatan jarak, suara yang
bukan kata atau parabahasa, sentuhan, dan cara berpakaian. Ada empat hal yang perlu dipahami berkenaan
bahasa non-verbal yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran
yaitu :
a. Komunikasi non-verbal terikat dengan kebudayaan jadi bukan sifat instink manusiawi dan berbeda dari
satu budaya ke budaya yang lainnya (Blake dan Haroldsen, hal: 49-50).
b. Isyarat non- verbal mengungkapkan makna : para ahli mengatakan bahwa porsi non-verbal memberikan
70-90 arti yang ditarik orang dari pesannya. (hert, hal: 112).
c. Ketika pesan-pesan non-verbal bertentangan dengan pesan verbal, kebanyakan orang memercayai pesan
non-verbal (Heart, H:116).
d. Tidak ada bahasa yang lengkap dan sempurna di dunia. Oleh sebab itu untuk melengkapi keterbatasan
tersebut gunakanlah bahasa non-verbal (Mulyana, h: 245).
Dari uraian di atas dapat dipahami mengapa sebagaimana ditekankan oleh Gintings dalam “micro teaching”
atau latihan praktik mengajar guru harus menggunakan bahasa tubuh seperti, movement, eye contact, dan
gestureuntuk memperjelas pemahaman siswa dan juga untuk memberikan kesan guna memotivasi siswa.
Dengan penggunaan bahasa non- verbal lebih banyak alat indera yang dilibatkan dalam proses komunikasi
dibandiingkan dengan hanya menggunakan bahasa verbal.
8
3. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi
langsung atau tatap muka antara beberapa pribadi dengan menggunakan bahasa verbal dan non-
verbal. Keuntungan komunikasi antar pribadi menurut Blake dan Haroldsen (h:30) adalah dapat
dimanfaatkan semua pava indera dan juga dapat diperolehnya dengan segera umpan balik. Dengan
demikian, dampak komunikasi termasuk kesalahan penafsiran dapat dengan segera pula diketahui
dan dikoreksi.
Diantaranya hambatan yang dapat terjadi terjadi dalam komunikasi antar pribadi adalah sikap
komunikasi masing-masing individu yang terlibat dalam komunikasi, perbedaan tingkat dan bidang
pengalaman atau pengetahuan, perbedaan interest terhadap topik yang dibicarakan, perbedaan
budaya, dan perbedaan status. Hambatan-hambatan ini harus diperhatikan dengan serius oleh guru
karena sangat potensial terjadi ketika guru membangun komunikasi dengan siswa dalam belajar dan
pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Guru harus berusaha memperoleh gambaran
tentang perbedaan dan persamaan yang ada diantara sesama siswa. Berdasarkan gambaran tersebut
guru dapat menciptakan iklim komunikasi yang kondusif bagi tercapainya hasil belajar secara
maksimal.
Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini (Kumar,
2000, h:121-122) :
a. Keterbukaan (Openes)
b. Empati (Empathy)
c. Dukungan (supportiveness)
4. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara individu dengan dirinya sendiri.
Komunikasi intra pribadi ini sangat diperlukan bagi seorang guru untuk memahami peran, tanggung jawab,
kewajiban, dan hak-haknya sebagai guru. Dengan komunikasi intrapribadi guru dapat melakukan instropeksi
atau self evaluation tentang seberapa besar manfaat kehadirannya dalam kehidupan dan masa depan siswa.
Komunikasi intrapribadi juga merupakan sarana bagi guru untuk menyadari kelemahan dankelebihannya
berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya. Keberhasilan tugas yang dikomunikasikan ke
dalam diri secara arif dan bijaksana akan menumbuhkan kebanggaan profesi yang positif terhadap kelanjutan
pengabdiannya sebagai guru.
5. Komunikasi Organisasi
Dalam konteks profesi guru, komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terkait dengan kedudukan guru
sebagai unsur sekolah dan lebih luas lagi sebagai anggota profesi. Terkait dengan itu, pemerintah melalui
Departemen Pendidikan nasional mendorong tumbuh kembangnya organisasi profesi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Di samping PGRI sebagai organisasi tertua dan telah banyak berjasa bagi kehidupan
guru, kini telah banyak pula hadir asosiasi guru yang berbasis bidang studi. Sebelumnya, pemerintah juga
telah menginisiasi organisasi non-formal dalam bentuk kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya
9
seperti KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), KKKS (Kelompok
Kerja Kepala Sekolah), KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah). Dalam kalangan dosen dikenal pula
ISP (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). Semua organisasi tersebut adalah wadah bagi guru untuk bertukar
dan berbagi pengalaman dalam profesinya termasuk dalam upaya meningkatkan belajar dan pembelajaran di
sekolah masing-masing.
Mengingat manfaat dari eksistensi organisasi tersebut, maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam beberapa tahun terakhir telah membantu
peningkatan kualitas kegiatan kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya. Bantuan tersebut
diberikan melalui program pendampingan dan pemberian subsidi dana “Block Grant” untuk mendukung
terselenggaranya pendidikan dan pelatihan dan kegiatan peningkatan profesionalisme lainnya. Kegiatan
kelompok kerja ini oleh pemerintah dilihat sebagai salah satu bentuk CPD (Continuous Professional
Development) atau Pengembangan Profesionalisme Berkelanjutan bagi guru dan tenaga Kependidikan
lainnya.
Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari puluhan etnis, kelompok bahasa, dan
kelompok-kelompok lainnya yang dapat dijadikan dimensi yang membedakan satu dengan lainnya. Di
samping itu Indonesia adalah bagian dari kehidupan dunia yang semakin mengglobal. Mobilitas manusia
dalam konteks antar negara dan ras juga semakin meningkat. Dampaknya, berlkumpulnya sejumlah individu
yang berbeda suku, agama, bahkan ras di sekolah bahkan di kelas tidak dapat terelakkan. Sekolah dan kelas
menjadi tempat terbentuknya masyarakat multi-budaya. Oleh sebab itu guru harus memiliki wawasan dan
kompetensi mengelola komunikasi multi budaya di tempat mana ia mengabdi. Untuk itu, dalam bab ini akan
dikemukakan berbagai aspek praktis tentang kompetensi komunikasi antar budaya. Isi bab ini terutama
dirangkum dari sebuah buku yang membahas secara komprehensif tentang komunikasi antar budaya yang
ditulis oleh pakar kelas dunia dalam bidang tersebut yaitu Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dengan
judul : “Communication Between Culture”.
Samovar dan Porter mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai berikut : “...intercultural
communication involves interaction between people whose cultural perceptions and symbol systems are
distinct enough to alter the communication event”. Jadi komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antar
manusia yang perbedaan persepsi dan sistem simbolnya cukup berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi.
Dari definisi diatas, ada tiga esensi yang dapat dielaborasi sebagai berikut ini.
Pertama, bahwa sekalipun secara fisik dan tanda-tanda lainnya dua kelompok atau lebih memiliki perbedaan,
namun jika perbedaan tersebut tidak menimbulkan pengaruh terhadap kelancaran komunikasi maka ketika
individu dari kedua kelompok tersebut berkomunikasi kurang tepat dikategorikan sebagai komunikasi antar
budaya.
Kedua, terdapat kemungkinan dihindarkannya pengaruh negatif dari perbedaan budaya dalam proses
komunikasi antar kelompok yang berbeda apabila kelompok-kelompok yang terlibat mau memahami dan
menerima perbedaan diantara mereka dan menggunakan budaya baru yang mengupayakan adanya
“common ground” sebagai jembatan budaya sehingga ketika berkomunikasi masing-masing kelompok
berada pada posisi sama tinggi dan duduk sama rendah. Dengan sikap seperti itu, ketika terbentur dengan
masalah perbedaan budaya, semua pihak berupaya mencari persamaan dan menekan perbedaan, bukan
sebaliknya.
10
Ketiga, budaya dalam konteks komunikasi antar budaya tidak terbatas hanya pada konteks etnis, suku, atau
ras. Budaya yang dimaksud disini mengandung arti yang lebih luas yaitu budaya kelompok. Kelompok disini
diartikan sebagai sekumpulan individu yang memiliki beberapa persamaan yang memengaruhi sikap dan
perilakunya termasuk perilaku komunikasi. Sebagai contoh, individu-individu yang selama bertahun-bertahun
bekerja di suatu perusahaaan akan memiliki karakteristik yang khas sebagai pengaruh kebersamaannya di
perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, setiap individu pada hakekatnya memiliki perilaku multibudaya di dalam
dirinya. Implikasinya, setiap manusia adalah harus dipandang sebagai individu yang unik dalam konteks
komunikasi antar budaya.
b. Elemen Budaya
Samovar dan Porter (h:31-32) mengemukakan ada lima elemen budaya yaitu :
a) Sejarah
b) Agama
c) Nilai-nilai
d) Organisasi sosial
e) Bahasa
Kelima elemen ini secara bersama-sama memengaruhi perilaku seseorang. Namun, kadar pengaruh setiap
elemen bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Oleh sebab itu, sejumlah individu yang datang dari
budaya yang sama memiliki beberapa karakteristik atau respon yang sama terhadap setimulus yang sama,
tetapi juga memiliki karakteristik yang berbeda sehingga secara bersamaan akan memerlihatkan respon lain
yang berbeda yang menjadi ciri khasnya.
Setelah dibahas dengan cukup luas mengenai berbagai aspek teknik komunikasi, perlu dikemukakan tentang
apa yang harus dilakukan oleh seorang guru sehubungan dengan membangun komunikasi yang kondusif
dalam belajar dan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, ada sejumlah saran kepada guru untuk diterapkan
dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Pertama, untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas dalam menyelenggarakan belajar dan
pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi komunikasi karena komunikasi merupakan sarana dalam
belajar dan pembelajaran. Diantaranya kompetensi komunikasi yang harus dikuasai guru adalah
a. Kemampuan menggunakan bahasa pengantar yang efektif dan efisien, serta disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Kemampuan bahasa ini diperlukan dalam mengemas pesan agar mudah dipahami oleh
siswa dan sebaliknya memahami pesan yang disampaikan siswa.
b. Mengatur irama suara melalui pengaturan variasi nada dan kecepatan agar tidak membosankan siswa.
Kebiasaan penyampaian materi dengan suara yang datar dan monotone akan sangat dirasakan oleh siswa
terutama ketika guru menyampaikan materi dengan kompleksitas tinggi atau pada waktu menjelang pelajaran
usai.
c. Menggunakan bahasa non-verbal seperti gerakan tubuh (body language) atau gesture dan movement
serta ekspresi lainnya untuk memberikan kesan dan tekanan terhadap materi penting yang disampaikan.
11
Dengan dukungan bahasa non-verbal, maka lebih banyak alat indera siswa yang diaktifkan dan dengan
sendirinya semakin banyak materi sajian yang terserap oleh siswa.
Kedua, guru harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kompetensi komunikasi yang baik sebagai syarat
untuk mampu melakukan komunikasi yang produktif dalam arti efektif dan efisien. Seorang guru harus
mampu mengemas pesan-pesan pembelajaran dengan baik meliputi susunan kalimat, tata bahasa, pemilihan
istilah hingga menyesuaikan kemasan dengan latar belakang dan kemampuan dan pengalaman siswa.
Kegagalan guru dalam melakukan komunikasi yang tepat hanya akan membuat kegiatan belajar dan
pembelajaran yang diselenggarakan kurang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi siswa.
Ketiga, guru harus menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan dan memiliki keberanian
mengemukakan pendapatnya dalam diskusi atau kegiatan belajar lainnya. Dengan demikian akan tercipta arus
komunikasi yang multi arah sehingga semua siswa dapat mengekspresikan potensinya secara maksimal.
Terkait dengan hal ini, guru harus mampu mendeteksi terjadinya hambatan komunikasi terutama akibat
dominasi siswa atau kelompok siswa tertentu terhadap siswa atau kelompok siswa lainnya. Dalam konteks
pergaulan di sekolah, dalmpak lebih luas dari dominasi ini adalah terjadinya “bulimia” yaitu eksploitasi
kelompok siswa tertentu terhadap kelompok siswa lainnya.
Keempat, disamping itu guru harus pula mampu membaca adanya rasa rendah diri pada sebagian siswa yang
menyebabkannya enggan berpartisipasi dalam komunikasi dengan sesama temannya maupun dengan guru.
Ketertutupan ini akan menyebabkan siswa tersebut kurang memiliki kesempatan memeroleh manfaar dari
kegiatan belajar dan pembelajaran melalui kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif. Ketertutupan juga
layak dikhawatirkan menjadi sebab siswa akan menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosialnya kelak di
kemudian hari. Dalam kasus seperti ini, guru harus mampu memilih dan memberikan motivasi yang paling
tepat sesuai dengan pribadi dan latar belakang siswa agar dengan sikap seperti itu meningkatkan keterbukaan
hati dan rasa percaya diri serta mendorongnya agar aktif berkomunikasi dengan guru dan sesama siswa
lainnya.
Kelima, bagaimanapun kelas merupakan tempat dimana kehidupan berbangsa dan bernegara ditanamkan
dalam jiwa siswa. Dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang pluralis, guru harus
menciptakan iklim komunikasi yang mencerminkan kehidupan yang Bhineka Tunggal Ika. Lebih tegas lagi,
guru harus mampu menciptakan kelas sebagai miniatur NKRI melalui penciptaan iklim komuniaksi yang
kondusif. Dengan demikian sebagaimana ditekankan oleh Unesco, bahwa pendidikan diantaranya ditujuan
untuk membentuk siswa yang mampu untuk “to live together” atau hidup bersama secara setara dan saling
membant
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu
memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku
menjadi lebih baik. Pengajar adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap
berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, sehingga sebagai pengajar
dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses
pembelajaran yang efektif.
13
DAFTAR PUSTAKA
14