Anda di halaman 1dari 8

RESUME PELAYANAN PRIMA

PENYELESAIAN KELUHAN KLIEN DALAM


BUDAYA INTERNASIONAL

ANNISA HIDAYAH PRATIWI


P2.06.20.1.18.005

3A-KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN TASIKMALAYA

Jl. Cilolohan No.35  (0265) 340186 Kel. Kahuripan Kec. Tawang

Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat 46115


A. STANDAR PELAYANAN RUMAH SAKIT PERSPEKTIF INTERNASIONAL
Di seluruh dunia, sebagai bagian dari hak asasi manusia, pelayanan kesehatan seharusnya
setara (BUKAN sama). Kesetaraan inilah yang dianggap penting dalam standar
Internasional, walaupun bentuk dan ragamnya berbeda-beda tergantung kemampuan rumah
sakit dan budaya yang mempengaruhinya.
Standar Internasional penting diketahui tidak hanya untuk rumah sakit yang berencana
memperoleh akreditasi Internasional. Yang lebih utama lagi adalah untuk mengetahui
kesenjangan antara kondisi kita sekarang dengan tujuan jangka panjang. Rumah sakit tipe D,
C bahkan B bukannya tidak perlu tahu tentang standar Internasional. Justru amat sangat
perlu. Dengan mengetahui apa dan bagaimana seharusnya pelayanan minimal yang dapat
diterima secara Internasional, rumah sakit dapat mengukir jalur pengembangannya
berdasarkan poin-poin penekanan standar Internasional. Misalnya bab COP (Care of
Patients), pada intinya memberi panduan mengenai pelayanan minimal seperti apa yang
aman bagi pasien, aman bagi pemberi layanan dan memenuhi hak kedua belah pihak. Itu
saja. Memang penjabarannya cukup luas dan dapat diintepretasikan sesuai kondisi masing-
masing rumah sakit. Bagaimana merencanakan perawatan dan tatalaksana pasien dari
terdiagnosa hingga pulang dengan baik (clinical pathway, plan of care, discharge planning).
Bagaimana memastikan terjadinya komunikasi antar dokter yang merawat pasien bersama.
Bagaimana memastikan segala kebutuhan pasien saat pulang terpenuhi; rencana tindak
lanjut; edukasinya; alat kesehatan (bila perlu) dan obat-obatan. Dan lain sebagainya,
Pelayanan

B. PELAYANAN PRIMA KEPEAWATAN BERBASIS BUDAYA


Pelayanan Prima dalam keperawatan adalah pelayanan yang berdasarkan perilaku caring,
dengan sepuluh karatif caring. Menurut Leinenger dan McFarland (2002), yang didasarkan
pada kebudayaan adalah suatu aspek esensial untuk memperoleh kesejahteraan, kesehatan,
partumbuhan dan ketahanan, serta kemampuan untuk menghadapi rintangan maupun
kematian. Perawatan yang mendasarkan budaya adalah bagian komprehensif serta holistik
untuk mengetahui, menjelaskan, menginterpretasikan, dan memprediksikan fenomena
asuhan keperawatan serta memberikan panduan dalam pengambilan keputusan dan tindakan
keperawatan. Keperawatan transkultural adalah disiplin ilmu perawatan humanistik dan
profesi yang memiliki tujuan utama untuk melayani individu dan kelompok. Praktik
perawatan dipengaruhi oleh keyakinan dan nilai budaya yang cenderung tertanam dalam
pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama, kekeluargaan, sosial, politik, pendidikan,
ekonomi, kompetensi peka budaya juga meningkatkan kepercayaan pasien dan kepuasan
pasien (DeRosa & Kochurka, 2006). Nilai kultural adalah prinsip-prinsip atau kualitas yang
dianut oleh suatu kelompok masyarakat dan diyakini tentang hal-hal baik dan berguna bagi
kelompoknya. Setiap kelompok masyarakat mempunyai nilai-nilai yang berbeda. Perawat
sebagai tenaga profesional harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang nilai-nilai
yang dianut oleh kliennya sehingga interaksi dapat berjalan dengan baik (Sumijatun, 2011).
Perawat sebagai bagian dari sumberdaya manusia yang bekerja di rumah sakit (RS)
memiliki nilai budaya tertentu, yang menyangkut masyarakat kecil dengan kebudayaannya
sendiri yang sangat mirip dengan suatu desa petani atau suatu masyarakat rumpun kecil
dengan suatu kebudayaan tertentu (Foster & Anderson, 2009). Perawatan kesehatan yang
benar adalah yang berfokus pada gaya hidup, kondisi sosial dan lingkungan, bukan proses
diagnosa penyakit atau pengobatan (Watson, 2002; Tomey & Alligood, 2006). Menurut
Bosek dan Savage (2007), perawat perlu melengkapi dirinya dengan cultural competency,
terutama bagi perawat yang bertugas pada tatanan komunitas. Apabila klien dirujuk dan
dirawat di rumah sakit, klien akan membawa budaya yang selama ini dianut sehingga perlu
bantuan perawat dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Kebiasaan hidup klien
sehari-hari dapat berubah secara drastis, seperti kebiasaan makan, mandi, tidur, dan
sebagainya. Oleh karena itu, perawat perlu memahami aspek budaya yang dianut kliennya.
Dengan demikian, pengkajian perlu dilakukan secara komprehensif dan juga melibatkan
orang-orang terdekat klien. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi
dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan.
Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

C. KOMUNIKASI DALAM MELAKUKAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN


BUDAYA DAN BAHASA YANG BERBEDA.
Komunikasi lintas budaya dalam bidang kesehatan sangat penting dilakukan karena
beberapa alasan. Pertama, menurut Rotell dan Hall dalam Perloff (2006, hlm.835)
mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan hal dasar dalam hubungan dokter dan
pasien yang dibuat untuk mencapai komunikasi terapetik. Istilah kompetensi budaya
menjadi hal penting dalam mengatasi permasalahan komunikasi. Bahasa menjadi salah
satu faktor kegagalan dalam komunikasi dokter dan pasien. Perbedaan interpretasi
makna bahasa disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya, pendidikan dan status
sosial ekonomi. Bahasa dokter yang terlalu akademis dan minimnya pemahaman bahasa
mengakibatkan kegagalan dalam pelayanan medis. Menurut Perloff (2006, hlm 835)
sarjana kesehatan, praktisi kesehatan dan psikolog harus memiliki kepekaan terhadap isu-
isu budaya yang terlibat dalam penyediaan layanan kesehatan. Isu sosial dan budaya yang
harus dipahami yaitu latar belakang budaya, adat, norma, dan sistem kepercayaan .
masyarakat terkait kesehatan.
Kedua, menurut Thakker dalam Forbes (2016, hlm.288) kesadaran budaya adalah kunci
keterampilan yang diperlukan dalam perawatan kesehatan. Kompetensi komunikasi lintas
budaya diperlukan untuk mengurangi kesenjangan budaya yang terjadi dalam dunia
medis. Menurut Betancourt dalam Samovar (2010, hlm.373) mengungkapkan bahwa
kompetensi budaya merupakan seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk dokter
yang memberikan keperawatan berkualitas tinggi untuk semua pasien. Pelatihan
komunikasi profesional medis sangat penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
MacLachlan (2006, hlm.160) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi lintas
budaya diperlukan untuk menanggapi isu budaya yang kompleks dalam pelayanan
kesehatan. Dokter yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik akan melakukan
tindakan cerdas dan efektif dalam praktik pelayanan kesehatan.
Ketiga, budaya memainkan peran mendasar dalam interaksi pelayanan medis (Villagran,
2011, hlm.445). Identitas etnis dan budaya berperan dalam membangun perspektif
seseorang terkait pengobatan kesehatan. Perspektif kepercayaan tersebut akan
menentukan kesuksesan pengobatan dan terapi dalam pelayanan medis. Perbedaan
kepercayaan menjadi tantangan bagi praktisi medis, jika tidak ditangani dengan baik
maka berdampak buruk terhadap interaksi pelayanan medis selanjutnya.
Keempat, literatur komunikasi yang membahas kompetensi komunikasi lintas budaya
dokter-pasien masih sangat terbatas. Menurut Berger (2014, hlm.578) tidak banyak
peneliti yang mengkaji interaksi dokter dan pasien secara bersamaan atau berupaya
mengembangkan model-model yang memadukan riset komunikasi dokter dan pasien. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penelitian komunikasi dokter dan pasien dalam konteks
budaya masih sedikit. Penelitian terkait komunikasi dokter-pasien telah dilakukan sejak
1960-an akhir dan awal 1970-an (Berger, 2014, )

D. KELUHAN/HAMBATAN DALAM MELAYANI PASIEN INTERNASIONAL


Klien dengan budaya internasional umumnya merupakan wisatawan asing. Wisatawan
umumnya menyadari bahwa kesehatan adalah hal yang paling penting dan utama dalam
hidupnya, dan bagi mereka hal tersebut sama pentingnya dengan kebutuhan berwisata.
Berhubung wisatawan kebanyakan berasal dari negara yang sudah maju, maka
penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan kesehatan dengan standar internasional bagi
destinasi wisata merupakan syarat yang mutlak. Karena itu, keluhan dari orang asing pun
tidak dapat dihindari. Hal ini dapat disebabkan karena fasilitas maupun sumber daya
manusia yang tersedia belum dapat memenuhi harapan wisatawan mancanegara, dan ini
membuat wisatawan mancanegara berpaling atau bahkan pulang ke negaranya untuk
memilih rumah sakit yang lebih baik dan dapat dipercaya.
Penelitian Villagran terkait kompetensi lintas budaya yang dilakukan terhadap imigran
Meksiko menemukan tiga hal. Pertama, pasien imigran Meksiko menginginkan adanya
akomodasi linguistik kebahasaan dari dokter. Kedua, identitas budaya memainkan peran
penting dalam harapan kunjungan medis. Ketiga, praktisi kesehatan yang sukses adalah
menjalin interaksi dan memberikan solusi alternatif pengobatan kesehatan kepada pasien.
Hal-hal tersebut akan mempengaruhi keputusan kepatuhan pasien dalam praktik
pelayanan kesehatan. Kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi selama proses akulturasi
dapat mempengaruhi keputusan nilai kepatuhan pasien. Mayoritas imigran Meksiko
memiliki kemampuan bahasa Inggris yang rendah sehingga rentan terjadi
kesalahpahaman. Perbedaan budaya antara pasien imigran Meksiko dengan dokter
mempengaruhi tingkat kepercayaan terkait pengobatan kesehatan. Pasien yang memiliki
kemampuan literasi bahasa dan akulturasi budaya akan lebih mudah mendapatkan
pelayanan kesehatan yang lebih baik.

E. LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN KELUHAN PASIEN


1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan empati.
2. Jika memungkinkan, isolasikan tamu yang sedang marah, agar tamu yang lain tidak
merasa terganggu.
3. Bertindak secara tenang. Hindari amarah dan jangan membuat pernyataan bahwa
kesalahan dipihak tamu serta jangan cepat berdebatapalagi sampai menghina tamu.
4. Berhati-hati dengan harga diri tamu. Tunjukkan perhatian serius pada masalah yang
sedang dihadapi.
5. Katakan pada tamu apa yang sedang kita lakukan untuk mereka, tawarkan beberapa
pilihan, jangan membuat janji kalau tidak mungkin dipenuhi.
6. Dalam menyelesaikan masalah, tentukan waktu yang setepat mungkin. Jangan
menjanjikan waktu yang sesingkat mungkin tapi tidak ditepati.
7. Hubungi pelanggan dan tanyakan apakah keluhan yang ditangani sudah memuaskan
atau belum. Sampaikan rasa terima kasih kepada tamu.

F. PENYELESAIAN MASALAH KELUHAN KLIEN DALAM BUDAYA


INTERNASIONAL
Berikut adalah hal – hal yang bisa dilakukan untuk menangani permasalahan keluhan
dalam perbedaan budaya internasional :
1. Setiap orang dalam institusi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian, dan
peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing kontrol serta
bertanggung jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang.
2. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan setiap pelanggan, baik pelanggan
eksternal maupun pelanggan internal.
3. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu
dengan menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan metode
statistik, dan keterlibatan setiap orang yang terkait.
4. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.
5. Pembentukan team work. Baik itu dalam part-time teamwork, full-time teamwork
ataupun cross-functional team.
6. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of employees)
melalui keterlibatan dalam pemgambilan keputusan.
7. Partisipasi dari setiap orang dalam kegiatan merupakan dorongan yang positif dan
harus dilaksanakan.
8. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment atau modal
dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan.
9. Supplier dan costumer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
DAFTAR PUSTAKA
- http://repository.upi.edu/30402/4/S_IKOM_1300752_Chapter1.pdf
- Novieastari, et al., 2018. Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya Efektif
Meningkatkan Kompetensi Kultural Perawat. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 21,
No. 1, Maret 2018, hal 27-33. https://media.neliti.com/media/publications/260847-none-
01e7bc1a.pdf (diakses tanggal 24 September 2020)
- Suroso, Rr Tutik Sri Haryati, Mustikasari, Enie Novieastari. PELAYANAN
KEPERAWATAN PRIMA BERBASIS BUDAYA BERPENGARUH TERHADAP
TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 18 No.1, Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai