Langkah awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi tentang pasien. Data
merupakan hasil dari pencarian informasi bias diperoleh melalui pasien sendiri berdasarkan
wawancara. Perawat transcultural menggunakan banyak cara dalam memahami untuk mencoba
menyesuaikan pengalaman, interpretasi dan harapan yang berbeda dalam budaya. Wawancara
dalam pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan transcultural salah satunya
yang sering digunakan adalah dari Leininger.
Menurut Leininger dan Mc Farland 2002 beberapa tujuan dari pengkajian transcultural :
1) Mencari budaya pasien
2) Mendapatkan infromasi budaya secara keseluruhan
3) Mencari pola dan spesifikasi budaya
4) Mencari area yang berpotensi menjadi konflik budaya
5) Mengidentifikasi secara keseluruhan dan spesifik pola keperawatan budaya
6) Mengidentifikasi perbandingan informasi keperawatan budaya
7) Mengidentifikasi dua persamaan atau perbedaan pasien
8) Menggunakan teori dan pendekatan riset untuk mengartikan dan menjelaskan
praktik
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada Leininger, Sunrise model
dalam teori keperawatan transcultural Leininger yaitu :
1) Faktor teknologi (Techonological Factors)
2) Faktor agama dan falsafah hidup
3) Faktor social dan keterikatan kekeluargaan
4) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
5) Faktor kebijakan peraturan rumah sakit
6) Faktor ekonomi
7) Faktor pendidikan
Transkultural nursing atau keperawatan transkultural adalah suatu area formal keilmuan
dan praktek yang memfokuskan adanya perbedaan dan kesamaan dari budaya, kepercayaan,
nilai-nilai dan cara hidup, untuk memberikan asuhan keperawatan yang kongruen secara budaya
pada semua orang dengan latar belakang budaya berbeda, sehingga menjadi berarti dan
bermanfaat bagi pelayanan kesehatan begitu juga dalam pemberian asuhan keperawatan
(Leininger,2002)
1. Komunikasi
(Bahasa yang digunakan, kualitas suara, pengucapan, bahasa diam/isyarat, dan komunikasi
non verbal)
Contoh ketika pasien dan perawat tidak berbicara dengan bahasa yang sama atau tidak
saling mengenal bahasa yang digunakan. Apa yang harus kita lakukan?.
Komunikasi yang jelas dan efektif merupakan aspek penting ketika berhubungan dengan
pasien, terutama jika perbedaan bahasa menciptakan rintangan budaya antara perawat dengan
pasien. Ketidakberhasilan untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien akan menyebabkan
penundaan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penentuan diagnosis
dan tindakan keperawatan. Perbedaan bahasa ini dapat diatasi dengan cara perawat meminta
anggota keluarga menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan atau juga bisa meminta teman
atau orang memahami bahasa yang digunakan pasein, halini sesuai dengan definisi yang
dikemukan oleh Effendy, 1960 bahwa komunikasi dapat juga disampaikan melalui komunikasi
secara tidak langsung atau menggunakan media.
Keluarga dapat juga memberikan informasi tentang latar belakang pasien yang sangat
bermanfaat dalam perawatan secara holistik. Selain itu menurut saya hal yang juga penting
dalam komuniaksi antara perawat dan klien adalah kemampuan untuk mendengarkan karena
untuk mendapatkan data yang spesifik pada saat pengkajian selain kita menggali data dengan
bertanya kepada klien kita juga harus mampu mendengarkan apa yang disampikan oleh klien
terutama yang terkait dengan masalah kesehatannya.
Begitu juga dengan bahasa tubuh atau bahasa non verbal hal ini juga harus dipahami oleh
kita sebagai perawat misalnya kita harus berhadapan, kontak mata atau melakukan sentuhan
yang apabilah hal ini kita lakukan akan berpengaruh terhadap keberhasilan asuhan keperawatan
yang kita berikan. Begitu juga dengan kebiasan komunikasi klien dengan latar belakang budaya
sosialnya seperti kulitas suara dan pengucapan (seperti orang-orang sumatera intonasi suara
lebih keras jika dibandingkan dengan orang-orang dari pulau jawa) maka disinilah letaknya
bahwa perawat sebaiknya mengetahui norma dan budaya dalam berkominkasi akan memfasilitasi
pemahaman dan mengurangi miskomunikasi antara perawat dan klien.
2. Ruang
(Observasi derajat kenyamanan, kedekatan dengan orang lain, gerakan tubuh, persepsi
terhadap ruang).
Teritorialitas adalah suatu sikap yang ditujukan pada suatu area seseorang yang diklaim
dan dipertahankan atau bereaski secara emosional ketika orang lain memasuki area tersebut.
Perawat harus mencoba untuk menghargai territorial pasien, terutama ketika melakukan tindakan
keperawatan. Perawat juga harus menyambut anggota keluarga pasien yang mengunjungi pasien.
Hal ini akan tetap mengingatkan pasien seperti di rumahnya sendiri, menurunkan efek isolasi dan
syok akibat pelayanan atau tindakan keperawatan di rumah sakit.
3. Variasi biologi
(Struktur tubuh yang terkait adalah warna kulit, tekstur rambut, dan karakteristik fisik
lainnya, variasi enzimatik dan genetik, pola elektrokardiografi, kerentanan terhadap penyakit;
preferensi gizi dan kekurangan, dan karakteristik psikologis, mekanisme koping dan dukungan
sosial)
Melakukan penilaian fisik seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, perubahan warna
kulit yang tidak biasa, warna dan distribusi rambut, berat badan, tinggi badan, variasi enzimatik
dan genetik. Hal ini akan membantu kita mengidentifikasi beberapa ciri dimana seseorang dari
satu kelompok budaya berbeda secara biologis.
Selama ini ditempat pelayanan kita baik dirumah sakit atau pelayanan lainya variasi
biologi yang disebutkan diatas semuanya sudah dilakukan pengkajian kepada klien, hanya saja
belum dikaitkan secara mendalam dengan latar belakang budaya yang klien miliki. Jadi menurut
saya kedepannya kita memang harus mengkaji lebih dalam bahwa tampilan fisik atau variasi
biologi klien baik dalam kondisi sehat dan terutama pada kondisi yang kurang sehat ada kaitanya
dengan pola kebiasaan, nilai dan kebudayaan mereka.
Contoh Salah satu kebudyaan masyarakat yang lebih menyukai makanan yang tidak
dimasak terlebih dahulu untuk dikonsumsi, maka menurut saya hal ini akan membeikan tampilan
fisik atau masalah kesehatan yang khusus terkait dengan fisiknya karena pengaruh dari kebiasaan
atau budaya masyarakatnaya tersebut. Begitu juga apakah ada perbedaan enzimatik atau hasil
pemeriksaan EKG antara orang kulit hitam dengan orang yang berkulit putih dan variasi biologi
yang lainnya dapat kita kaji dengan kaiatannya atau pengaruhnya terhadap kesehatan seseorang.
4. Pengendalian lingkungan
(Praktek budaya kesehatan, definisi kesehatan dan penyakit, Orientasi nilai; percaya pada
sihir, doa untuk perubahan kesehatan)
Dalam hal control lingkungan ini di Indonesia dengan latar belakang budaya masyarakat
yang beraneka ragam masih banyak sekali masayarakat dengan keyakinan budayanya untuk
mengatasi masalah kesehatannya. Selaku perawat kita juga harus memahami apakah keyakinan
yang dianut klien untuk mengatasi masalah kesehatan sesuai untuk mendukung proses
penyembuhan atau mengarah kepada peningkatan kondisi kesehatan yang lebih baik atau tidak.
Selagi hal tersebut sejalan dengan tujuan kesembuhan atau perawatan pasien dan dapat diterima
oleh logika kesehatan menurut saya kontrol lingkungan seperti itu tetap dapat dijalankan.
Kecuali jika bertentangan dengan upaya kesembuhan dan peningkatan kondisi kesehatan klien.
5. Waktu
(Penggunaan waktu, durasi waktu, mendefinisikan waktu, waktu bersosial, orientasi watu
kedepan, saat ini atau masa lalu)
Konsep berlalunya waktu, durasi waktu, dan definisi dalam waktu. Negara-negara seperti
Inggris dan Cina tampaknya berorintasi masa lalu. Mereka menghargai tradisi, melakukan hal-
hal yang selalu dilakukan. Individu dari negara-negara ini mungkin enggan untuk mencoba
prosedur baru begitu juga dengan upaya untuk kesehatan.
Orang-orang dari budaya yang berorientasi saat ini, cendrung berfokus pada disini dan
sekarang. Mereka mungkin relatif tidak peduli dengan masa depan, mereka akan menghadapinya
ketika masa itu datang. Amerika latin, penduduk asli Amerika, dan Timur Tengah yang
berorientasi budaya masa depan dan dapat mengabaikan langkah-langkah preventif perawatan
kesehatan.
Waktu atau orientasi waktu beragam di antara kelompok budaya yang berbeda, dan
perawat mempunyai satu sikap yang ditujukan saat menemukan kesulitan untuk memahami dan
merencanakan asuhan pada pasien dengan orientasi waktu yang berbeda. Misalnya perawat harus
memperhatikan jam berapa klien seharusnya sholat sesuai dengan budaya atau keyakinan
agamanya, jam berapa klien harus makan? ini juga harus diperhatikan jika saja dengan
budayanya klien harus makan pagi jam 7, siang jam 12 dan malam jam 20 sementara dilapangan
jadwal makan diatur pada waktu yang sama, padahal belum tentu jam makan klien dengan
budaya dan asal berbeda sesuai dengan yang dijadwalkan tersebut. Maka inilah letaknya praktik
keperawatan peka budaya hal-hal yang seperti ini harus diperhatikan sehingga pelayanan yang
kita berikan didukung juga oleh kebiasaan atau culture klien.
6. Organisasi sosial
(Budaya, ras, etnik, peran dan fungsi keluarga, pekerjaan, waktu luang, teman dan
penggunaan tempat ibadah seperti masjid, gereja dll)
Pola prilaku budaya belajar melalui enkulturasi, proses sosial melalui mana manusia
sebagai makhluk yang berpikir, punya kemampuan refleksi dan inteligensia, belajar memahami
dan mengadaptasi pola pikir, pengetahuan dan kebudayaan sekelompok manusia lain. Mengakui
dan menerima bahwa individu-individu dari latar belakang budaya yang berbeda-beda mungkin
menginginkan berbagai tingkat akulturasi ke dalam budaya yang dominan. Faktor-faktor siklus
harus diperhatikan dalam interaksi dengan individu dan keluarga (misalnya nilai tinggi
ditempatkan pada keputusan orang tertua, peran orang tua – ayah atau ibu dalam keluarga).
Budaya tidak hanya ditentukan oleh etnistitas tetapi oleh faktor seperti geografi, usia,
agama, jenis kelamin, orientasi, seksual dan status ekonomi. Memahami faktor usia dan siklus
hidup harus diperhatikan dalam interaksi dengan semua individu dan keluarga.
Model matahari terbit (Sunrise Model) ini melambangkan esensi keperawatan dalam
transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien
(individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai
pengetahuan mengenai pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur
sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam
lingkup yang sempit.
Dimensi budaya dan strukur sosial tersebut menurut Leinenger dipengaruhi oleh tujuh
faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan
gaya hidup, politik dan hukum, ekonomi, dan pendidikan.
Setiap faktor tersebut berbeda pada setiap negara atau area, sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah, dan akan memengaruhi pola/cara dan praktik keperawatan. semua
langkah perawatan tersebut ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan holistik, penyembuhan
penyakit, dan persiapan menghadapi kematian. Oleh karena itu, ketujuh faktor tersebut harus
dikaji oleh perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien sebab masing-
masing faktor memberi pengaruh terhadap ekspresi, pola, dan praktik keperawatan (care
expression, pattern, and practices).
Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan
keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing care health and well being, yaitu
asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang
sensitif, kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
Referensi
http://ch-graphic.blogspot.com/2013/11/diagnosa-keperawatan-transkultural.html
KELOMPOK 5
Definisi Dan Komponen Tindakan Transkultural Nursing
Menurut Sunrise Model
A. Definisi Rencana Tindakan Transkultural Nursing
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation /Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein
hewani yang lain.
1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3. Gunakan pihak ketiga bila perlu
4. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
5. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
KELOMPOK 7
Kasus Antropologi
Penjelasan Singkat Mengenai Teori Leninger
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang,
keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan (Andrew and Boyle,
1995), yaitu :
1. Manusia
Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang
digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle,
1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupandimana
klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial
dan simbolik.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Contoh Kasus Transkultural pada pasien dengan Gangguan Pernafasan
Klien Tn. D berusia 35 tahun, tinggal bersama istri dan kedua orang anaknya di Tegal
Jawa Tengah. Pendidikan terakhir klien adalah SMA, klien bekerja di pabrik dengan penghasilan
tiap bulan 800.000, Istri klien bernama Ny. E berusia 28 tahun, pendidikan terakhir SMP,
bekerja sebagai buruh cuci dengan penghasilan 15.000 per hari. Klien dan keluarganya beragama
Islam. Setiap harinya klien selalu melaksanakan shalat berjamah bersama keluarga kecilnya.
Sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia.
Sehari-hari klien tidak dapat lepas dari kebiasaannya untuk merokok. Baginya merokok
merupakan suatu identitas bahwa dirinya seorang laki-laki sejati. Klien telah merokok selama 10
tahun. Kebiasaan tersebut tidak dapat di hentikan oleh klien karena jika tidak merokok klien
merasa mulutnya pahit. Bahkan klien lebih memilih untuk menahan lapar dari pada harus
menahan untuk tidak merokok. Dan karena sibuk bekerja klien jarang untuk berolahraga Dalam
seminggu terakhir ini klien mengalami batuk dan sering kambuh ketika cuaca dingin. Merasakan
sakit pada bagian dada, pundak, punggung, dan lengan disertai dengan penurunan berat badan.
Klien dan istrinya menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa dan efek dari kelelahan karena
bekerja. Untuk memperbaiki kondisinya, klien mendapatkan wejangan dari mertuanya untuk
banyak memberikan buah dan sayur seperti kembang kol, brokoli, kubis, kentang, jus apel dan
manggis. Karena menurut kepercayaan buah dan sayur yang berwana hijau dapat menambah
tenaga dan kesehatan, sedangkan buah dan sayur berwarna merah dipercaya menambah tenaga
dan kesungguhan. Namun dalam pengolahan buah dan sayur tersebut istri klien memotongnya
terlebih dahulu baru kemudian dicuci dan saat merebusnya tidak di tutup.
Karena dirasa kondisi klien tidak membaik maka istrinya, membawa klien ke RS Cepat
Sembuh untuk periksa. Oleh dokter yang memeriksa klien dicurigai mengidap kanker paru,
untuk memastikan hal tersebut klien harus melakukan pemeriksaan MRI. Setelah hasilnya keluar
ternyata dugaan dokter tersebut benar. Klien menderita kanker paru-paru. Dan saat ini didiagnosa
kanker paru stadium IIB. Dimana kanker tersebut telah menyebar ke kelenjar getah bening,
dinding dada, diafragma, lapisan yang mengelilingi jantung. Setelah dianamnesa oleh perawat
ternyata klien mempunyai kebiasaan merokok dan jarang berolahraga. Akhirnya klien
disarankan untuk melakukan kemoterapi. Namun klien menolak untuk melakukan kemoterapi.
Karena klien dan istrinya merupakan orang Jawa asli sehingga mereka masih kental menganut
tradisi dan budaya Jawa. Klien percaya bahwa dengan melakukan pernafasan segitiga yang
berasal dari nenek moyangnya akan dapat menyembuhkan segala macam penyakit termasuk
kanker paru yang dideritanya. Dan menurut klien dengan pernafasan segitiga ini klien tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya.
a. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Leininger, 1991) adalah :
1. Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya.
Tn. D mendapat wejangan dari mertuanya untuk mengubah pola makannya seperti
mengkonsumsi kembang kol, brokoli, kubis, kentang dan lain-lain. Dalam segi kesehatan contoh
makanan yang disarankan oleh mertuanya itu sangat disarankan untuk Tn. D karena bermanfaat
untuk pengobatan kankernya. Dan perawat harus memotivasi klien agar memperbanyak
mengkonsumsi buah dan sayur.
A. Kasus
Disebuah desa, terdapat seorang ibu hamil dengan kehamilan pertama. Ibu hamil
tersebut sering membicarakan kehamilannya dengan tetangganya, sering mendengar
tentang bidan desa, sering mendengar tentang pemeriksaan kehamilan dan gizi ibu
hamil. Suaminya menyarankan supaya melakukan pemeriksaan kehamilan dan
sebagainya (antencedent). Ibu tersebut akhirnya datang ke posyandu untuk periksa
kehamilan (behaviour). Selanjutnya, ibu ini akan mengambil keputusan dengan dua
kemungkinan, yaitu :
2. Negatif, jika tidak akan melanjutkan pemeriksaan kehamilan lagi (drop out).
B. Pembahasan