AMOXICILLIN
2. PENGGUNAAN (11)
Merupakan penisilin generasi kedua yang digunakan sebagai antibakteri Gram-
negatif.
2.1. Indikasi dan Dosis
Secara umum diindikasikan untuk pengobatan sinusitis, faringitis, epiglotis,
bronkitis, pneumonia, infeksi gonokokal yang tidak rumit, meningitis, infeksi
saluran kemih, infeksi kulit, penyakit akibat Salmonella, otitis media akut
(4)
(infeksi telinga tengah), antraks kulit, demam tifoid, gonorrhea .
1
A. Dosis untuk anak
Pada hampir semua keadaan, untuk anak-anak yang memiliki berat
badan lebih dari 20 kg dapat diberikan amoksisilin dengan dosis seperti
untuk orang dewasa.
1) Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, saluran
genitourinaria, kulit, dan jaringan lunak.
Oral: 25-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam.
Intravena/ intramuskular: 25-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
setiap 8 jam.
2) Uretritis, persentase isolat yang resisten penisilin <0,3%
Oral: 50 mg/kg perhari sebagai dosis tunggal.
Maksimum 3000 mg sehari.
Intravena/ intramuskular: 25 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8
jam.
3) Pencegahan endokarditis
Oral:
a. Dosis untuk pasien usia <5 tahun yang tidak mendapatkan
anestesi umum adalah 750 mg pada 1 jam sebelum tindakan;
dapat diberikan dosis kedua setelah 6 jam kemudian jika
diperlukan.
b. Dosis untuk pasien usia 5-10 tahun yang tidak mendapatkan
anestesi umum adalah 1500 mg pada 1 jam sebelum tindakan;
dapat diberikan dosis kedua setelah 6 jam kemudian jika
diperlukan.
c. Dosis untuk pasien usia <5 tahun yang mendapatkan anestesi
umum adalah 750 mg pada 4 jam sebelum anestesi; 750 mg
yang diberikan 6 jam setelah dosis awal.
d. Dosis untuk pasien usia 5-10 tahun yang mendapatkan anestesi
umum adalah 1500 mg pada 4 jam sebelum anestesi; 1500 mg
yang diberikan 6 jam setelah dosis awal.
2
Intramuskular:
a. Dosis untuk pasien usia <10 tahun yang tidak mendapatkan
anestesi umum adalah 500 mg IM dengan 2 mg/kg gentamisin
IM pada saat 15 menit sebelum tindakan.
b. Dosis untuk pasien usia <10 tahun yang mendapatkan anestesi
umum adalah 500 mg IM segera sebelum anestesi; juga
diberikan gentamisin pada penanganan gigi; diberikan 250 mg
secara oral pada saat 6 jam sebelum dosis pertama.
B. Dosis untuk orang dewasa
1) Infeksi saluran pernapasan bagian atas, saluran genitouritari, kulit,
dan jaringan lunak
Oral: 250 mg setiap 8 jam.
Jika terjadi infeksi parah atau strain bakteri kurang rentan, maka
diberikan dosis 500 mg setiap 8 jam.
Intravena/ intramuskular: 250 mg setiap 8 jam.
2) Infeksi saluran pernapasan bagian bawah, otitis media akut (infeksi
telinga tengah)
Oral: 500 mg setiap 8 jam.
Jika terjadi infeksi yang parah atau infeksi purulen berulang
pada saluran napas, maka diberikan dosis 3000 mg sebanyak 2
kali sehari.
Intravena/ intramuskular: 500 mg setiap 8 jam
3) Infeksi saluran kemih bagian bawah akut tetapi tidak rumit
Oral: 3000 mg perhari sebagai dosis tunggal.
Intravena/ intramuskular: 250 mg setiap 8 jam.
4) Pencegahan endokarditis
Oral:
a. Dosis untuk pasien yang tidak mendapatkan anestesi umum
adalah 3000 mg pada saat 1 jam sebelum tindakan; dapat
diberikan dosis kedua setelah 6 jam kemudian jika diperlukan.
b. Dosis untuk pasien yang mendapatkan anestesi umum adalah
3000 mg pada saat 4 jam sebelum tindakan; 3000 mg pada saat
6 jam setelah pemberian dosis pertama.
3
Intramuskular:
a. Dosis untuk pasien yang tidak mendapatkan anestesi secara
umum adalah 1000 mg IM dengan 120 mg gentamisin pada saat
15 menit sebelum tindakan.
b. Dosis untuk pasien yang mendapatkan anestesi umum adalah
1000 mg IM segera sebelum anestesi; juga diberikan gentamisin
dengan dosis 120 mg pada penanganan gigi; diberikan 500 mg
secara oral pada saat 6 jam setelah dosis pertama.
4. TOKSIKOLOGI
4.1. Toksisitas
4.1.1. Data pada Hewan (4,5,6,7)
LD50 oral-tikus 15 g/kg; LD50 oral-mencit 25 g/kg; LD50 intraperitoneal-
tikus 2,87 g/kg; LD50 intraperitoneal-mencit 3,59 g/kg; LD50 subkutan-
tikus >8000 mg/kg; LD50 subkutan-mencit >20 mg/kg; LD50
intraserebral-mencit >500 mg/kg.
4.1.2. Data pada Manusia (4)
Amoksisilin dengan dosis kurang dari 250 mg/kg tidak menyebabkan
gejala dan tanda keracunan. Secara umum, keracunan dapat terjadi
jika dosis melebihi 250 mg/kg.
4.2. Data Karsinogenik (8)
IARC: Tidak ada satupun komponen produk yang berada pada tingkat ≥
0,1% yang teridentifikasi diduga (probable), mungkin (possible), atau
terkonfirmasi (confirmed) karsinogen pada manusia.
ACGIH: Tidak ada satupun komponen produk yang berada pada tingkat
≥0,1% yang teridentifikasi sebagai karsinogen atau berpotensi sebagai
karsinogen.
NTP: Tidak ada satupun komponen produk yang berada pada tingkat ≥ 0,1%
yang teridentifikasi sebagai karsinogen atau diantisipasi sebagai karsinogen.
OSHA: Tidak ada satupun komponen produk yang berada pada tingkat ≥
0,1% yang teridentifikasi sebagai karsinogen atau berpotensi karsinogen.
4.3. Data Teratogenik (12)
Pada pengujian reproduktif terhadap mencit dan tikus dengan dosis hingga
2000 mg/kg (3 dan 6 kali dosis manusia, yaitu 3 gram, berdasarkan luas
permukaan tubuh), diketahui bahwa amoksisilin tidak menimbulkan efek
membahayakan terhadap fetus. Namun demikian, belum ada data atau
pengujian yang memadai terhadap perempuan hamil. Oleh karena pengujian
6
reproduktif terhadap hewan uji tidak selalu dapat memprediksi kemungkinan
responsnya terhadap manusia, maka selama kehamilan sebaiknya
penggunaan amoksisilin hanya bila benar-benar diperlukan.
4.4. Data Mutagenik (12)
Pengujian untuk mengetahui potensi mutagenik amoksisilin tunggal belum
pernah dilakukan, namun pada pengujian Ames bacterial mutation assay
dan yeast gene conversion assay terhadap campuran amoksisilin dan
kalium klavulanat (4:1) diketahui bahwa amoksisilin dan kalium klavulanat
tidak bersifat mutagenik.
7
6. PENATALAKSANAAN PADA KORBAN KERACUNAN
6.1. Resusitasi dan Stabilisasi (2)
6.1.1. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk
menjamin pertukaran udara.
6.1.2. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi
ventilasi dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk
menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon
dioksida.
6.1.3. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi
darah.
6.1.4. Obati koma, kejang, hipotensi, anafilaksis, dan hemolisis jika ada.
6.1.5. Gantikan cairan tubuh yang hilang akibat gastroenteritis dengan
pemberian kristaloid intravena.
6.1.6. Pertahankan stabilitas aliran urin dengan memberikan cairan untuk
meringankan kristaluria akibat overdosis amoksisilin.
(5)
6.1.7. Penisilin dapat tersebar luas pada cairan dan jaringan tubuh . Pada
keracunan amoksisilin yang bersifat ringan hingga sedang diberikan
pengobatan yang sesuai gejala dan pengobatan penunjang. Muntah
dan diare dapat diberikan cairan intravena, jika diperlukan dapat
diberikan antiemetik. Jika timbul reaksi hipersensitivitas dapat
diberikan antihistamin, dengan atau tanpa beta agonis yang dihirup,
kortikosteroid atau epinefrin (4).
6.1.8. Anafilaksis akut umumnya terjadi setelah paparan parenteral, namun
dapat pula timbul setelah rute paparan lainnya. Untuk
penanganannya dapat diberikan oksigen, pengelolaan jalan napas
secara agresif, pemberian antihistamin, dan epinefrin (dosis untuk
dewasa 0,3 hingga 0,5 mL larutan 1:1000 secara subkutan; dosis
untuk anak 0,01 mL/kg, maksimum 0,5 mL; dapat diulangi dalam
jangka waktu 20 hingga 30 menit), kortikosteroid, pemantauan EKG,
dan pemberian cairan intravena. Jika timbul disritmia dapat diobati
dengan obat antiaritmia, jika diperlukan. Jika timbul kejang, maka
(4)
dapat diobati dengan pemberian benzodiazepin secara intravena .
8
6.2. Dekontaminasi
6.2.1. Dekontaminasi Saluran Napas
-
6.2.2. Dekontaminasi Mata
-
6.2.3. Dekontaminasi Kulit (termasuk rambut dan kuku)
-
6.2.4. Dekontaminasi Gastrointestinal (4)
Tidak disarankan dilakukannya dekontaminasi saluran cerna karena
golongan penisilin mempunyai tingkat toksisitas yang rendah serta
pertimbangan bahwa risiko yang ditimbulkan akibat dekontaminasi
lebih besar daripada keuntungannya.
9
Kesehatan 3 = Tingkat keparahan sangat tinggi
Kebakaran 0 = Tidak dapat terbakar
Reaktivitas 0 = Tidak reaktif
7.3.2. Klasifikasi European Commission/EC (Frasa Risiko dan Frasa
Keamanan) (7,10)
Xn = Berbahaya
R42/43 = Dapat menyebabkan sensitisasi bila terhirup dan
kontak dengan kulit
S22 = Jangan menghirup debu
S36/37 = Kenakan pakaian dan sarung tangan pelindung
yang cocok
7.3.3. Klasifikasi Globally Harmonized System/GHS (8,10)
Tanda = Berbahaya
Pernyataan bahaya
H317 = Dapat menyebabkan reaksi alergi kulit
H334 = Dapat menyebabkan alergi atau gejala asma
atau kesulitan bernapas jika terhirup
Pernyataan kehati-hatian
P261 = Hindarkan menghirup debu/ asap/ gas/ kabut/
uap/ semprotan
P280 = Kenakan sarung tangan pelindung
P342+P311 = Jika mengalami gejala pada pernapasan:
Hubungi Sentra Informasi Keracunan atau
dokter
10
Hindarkan kontaminasi dengan bahan pengoksidasi seperti nitrat, asam
pengoksidasi, klorin untuk pemutih, dan klorin untuk kolam renang karena
dapat menimbulkan nyala.
8.4. Dekomposisi (5,7,8,9)
Dekomposisi dapat menghasilkan uap toksik berupa karbon monoksida,
karbon dioksida (CO2), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), serta
produk pirolisis yang khas dari pembakaran bahan organik. Selain itu
dapat pula menghasilkan uap yang bersifat korosif.
8.5. Polimerisasi (5,7)
Tidak akan terjadi polimerisasi.
12