Bagaimana pf jantung
7. Kriteria framingham
8. Kriteria HT JNC IV (emg diminta jnc 4 atau salah ketik kurang tau)
9. Obat ALO
20. Pulsus
1.Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita untuk menentukan apakah
simetris atau tidak simetris
2. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding depan dada
dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
3. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak
5. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari
6. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk menentukan durasinya
7.Mempalpasi impuls ventrikel kanan dengan meletakkan ujung jari-jari pada sela iga 3,4 dan 5 batas
sternum kiri
8. Meminta penderita untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil mempalpasi daerah diatas
9.Mempalpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan untuk merasakan
impuls/pulsasi ventrikel kanan
11 .Mempalpasi daerah sela iga 2 kiri untuk merasakan impuls jantung pada waktu ekspirasi
12. Mempalpasi daerah sela iga 2 kanan untuk meraskan impuls suara jantung dengan tekhnik
yang sama
*Perkusi
1. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan menentukan batas
jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi pekak dan sonor
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai dengan penentuan batas
paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan perkusi dari lateral ke medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan sternum sampai
terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi pekak relatif (normal batas jantung kanan relatif
terletak pada linea sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak pada sela iga 5-6
linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan dengan perkusi pada
linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke tympani merupakan batas paru-paru
kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat ditentukan batas jantung kiri relatif
*Auskultasi
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur miring, duduk)
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya suara
tambahan
• Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal
(dengan membran)
• Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari aorta (dengan
membran)
• Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal (corong stetoscop)
- bunyi jantung
- bising jantung
1. Lokasi
3. Jenis bising
4. Kualitas bising
- gesekan pericard
3. Cara Mengukur Jugularis Vein Pressure (JVP) :
Alat dan Bahan :
• Spidol
• senter
Prosedur Pemeriksaan :
10. Tentukan undulasi vena jugularis. Caranya bendung vena dengan cara mengurut vena kebawah
lalu dilepas
11. Tentukan titik angel of Louis pada sternum. letaknya dekat dengan angulus Ludovici.
12. Dengan rol pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal ke dada sampai
titik manubrium sterni.
13. Kemudian rol kedua letakkan vertikal dari angel of Louis pada sternum.
14. Lihatlah hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada rol vertikal (pertemuan antara
mistar horizontal dan vertical). Hasil pembacaan ditambahkan dengan angka 5 cm, karena
diasumsikan jarak antara angel of Louis dengan atrium kanan adalah sekitar 5 cm.
16. Setelah selesai, dokumentasikan hasil, kemudian bereskan alat dan setelah itu lakukan hand
hygine
Darah dari ventrikel kanan menuju katup pulmonal menuju arteri pulmonalis (kaya CO2) menuju
paru paru menuju vena pulmonalis (kaya O2) menuju atrium kiri (O2)
Darah dari ventrikel kiri (kaya o2) menuju katup aorta(kaya O2) menuju seluruh tubuh menuju vena
cava (kaya CO2) menuju atrium kanan (kaya CO2)
3. Regularitas: irreguler
6. Foto toraks
-Kardiomegali ctr diatas >50% atau >0,5cm
7. Kriteria framingham
Diagnosis CHF ditegakan dengan kriteria Framingham jika terdapat minimal 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
8. HT JNC VII/VIII
9. Obat ALO
-tatalaksana
-Diuretik (furosemid) = meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan extraseluler (Co: HCT, Furosemid, Spironolakton)
-positif inotropik (agonis beta adenergik: dopamin, digitalis, beta bloker) = menstabilkan pasien syok
dengan gangguan tekanan darah
-Aldosteron antagonis
11. Fibrinolitik
Fibrinlisis merupakan strategi yang direkomendasikan dalam 12 jam sejak onset gejala pada pasien
tanpa kontraindikasi apabila PCI primer tidak dapat dilakukan dalam 2 jam sejak kontak medis
pertama.
Pada pasien yang datang segera (< 2jam sejak onset) dengan infark besar dan minimal rsiko
perdarahan, fibrinolisis dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dan inflasi balon
(door-toballoon) >90menit. Fibrinolisi harus dimulai di IGD.
Pilihan:
1. Streptokinase IV 1.5 juta unit dalam 100 ml dextrose 5% atau nacl 0,9% dalam kurun waktu 30-
60mneit ecara perlahan.
2. Alteplase bolus IV 15mg diikuti infus 50mg dlm 30menit kemudian 35mg dalam infus selama 60
menit (dosis ini perlu dikurangi pada pasien dengan BB <68kg) (pasien <65 kg diberikan 15 mg bolus,
dilanjutkan dengan 0,75mg/kg/30 menit dan 0,5 mg/kg/60 menit berikutnya)
Bila fibrinolisi tidak berhasil, maka pasien dianjurkan rescue PCI dan angiografi dini dalam 3-24 jam
pertama pasca pemberian fibrinolisis.
Dosis 5 mg
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2)
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang
menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di
daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung
yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1), dikenal
antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya
pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole
maupun diastole. Misalnya pda PDA15. Patofisiologi penyakit jantung rematik terjadi sebagai
komplikasi dari infeksi faring oleh Streptococcus grup A yang kemudian menimbulkan reaksi
inflamasi dan reaktivitas silang antara protein bakteri dan jaringan jantung yang bermanifestasi
sebagai demam rematik akut.
Penyakit jantung rematik ditandai dengan adanya kerusakan permanen pada satu atau lebih katup
jantung. Pada kondisi akut, katup mengalami inflamasi dan edema ringan. Sedangkan pada kondisi
kronis, katup akan mengalami penebalan dan fibrosis. Sekitar 50-60% kasus penyakit jantung
rematik berdampak pada katup mitral, 20-30% mengenai katup aorta, dan hanya 10% berdampak
pada katup trikuspid atau pulmonal. Kelainan katup yang paling sering terjadi adalah fusi komisura
yang mengakibatkan stenosis katup mitral. Selain itu, dapat terjadi juga lesi fungsional seperti
regurgitasi katup mitral dan regurgitasi katup aorta.
Klasifikasi:
NSTEMI
STEMI
-Tanda: EKG ST elevasi/LBBB baru, enzim jantung meningkat
Sadapan : SALI
(Septal: V1,V2, Anterior: V3, V4, Lateral:V5,V6, I,AVL, Inferior: II, III, AVF)
1. Pulsus bigemini adalah tiap 2 denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang cukup lama oleh
karena satu di antara tiap denyutan menghilang).
2. Pulsus trigemini, adalah tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang cukup lama oleh
karena satu di antara tiap denyutan menghilang).
3. Pulsus extra-sistole (timbulnya satu denyut tambahan yang terjadi Iebih dini dari denyutan lain
yang menyusul dalam interval denyutan yang memanjang.
D. Ciri denyutan:
1. Pulsus Anakrot adalah denyut nadi lemah dengan gelombang berpuncak tumpul dan rendah.
Didapatkan pada aorta stenosis
2. Pulsus Seller adalah denyut nadi meloncat/meningkat tinggi dan menurun dengan cepat.
Didapatkan pada aorta insuffisiensi.
3. Pulsus Alternan adalah denyut nadi yang kuat dan lemah muncul bergantian. Didapatkan pada
Infark miokard, decompensasi cordis.
4. Pulsus Paradoks adalah denyut nadi saat inspirasi semakin melemah sampai dengan hilang pada
akhir inspirasi kemudian muncul lagi saat expirasi. Didapatkan pada pericarditis, efusi pericard.
1. Pulsus Magnus : denyutan terasa mendorong jam pemeriksa (pada pasien demam)
2. Pulsus Parvus: denyutan terasa lemah/gelombang nadi kecil (pada perdarahan dan infark)
Amplitudo denyutan nadi menggambarkan kualitas denyut nadi berkaitan dengan kesempurnaan
dan kekuatan kontraksi ventrikel kiri yang dapat dirasakan oleh karena aliran darah pada pembuluh
darah. Amplitudo denyutan yang normal dirasakan sama kuat dimanapun denyut arteri diraba.
NILAI KETERANGAN
0= Tidak ada denyutan, meski dengan penekanan yang kuat tidak teraba
+1= Thready Pulse yaitu pulsasi yang sulit diraba dan hilang dengan penekanan yang sangat ringan
+2= Weak pulse adalah denyut yang lebih kuat daripada thready pulse, hilang dengan penekanan
ringan
+3= Normal pulse adalah pulsasi yang mudah diraba dan dengan pe-nekanan yang wajar menjadi
hilang
+4= Bounding Pulse adalah pulsasi yang kuat dan tidak hilang dengan penekanan yang wajar