Anda di halaman 1dari 18

Jurnal

Nimodipine untuk pencegahan vasospasme serebral pada dua


belas anak yang mengalami perdarahan subarachnoid

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior Pada Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
Nadya Irena Habib

Pembimbing:
Dr. Sri Hastuti, Sp. S

BAGIAN/ SMF NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
Nimodipine untuk pencegahan vasospasme serebral pada dua belas anak
yang mengalami perdarahan subarachnoid

Oleh: Heffren J, McIntosh AM, Reiter PD

Abstrak

Pendahuluan: Perdarahan subarachnoid merupakan kasus yang jarang terjadi,


namun masuk kedalam kategori kegawatdaruratan neurologi yang mengancam
nyawa. Vasospasme serebral merupakan komplikasi dari perdarahan subarachnoid
yang dapat meningkatkan resiko kematian serta kecacatan. Nimodipine telah
digunakan pada pasien dewasa untuk mengurangi insidensi vasospasme serebral
serta perdarahan subarachnoid dengan hasil perbaikan pada jangka Panjang. Namun
belum terdapat data penelitian penggunaannya pada anak-anak.

Metode penelitian: Menggunakan data anak yang terdiagnosis perdarahan


subarachnoid dan mendapatkan pengobatan nimodipine antara 1 Januari 2005 s/d 31
Agustus 2013. Dosis nimodipine dan kejadian hipostensi yang berhubungan juga
dicatat. Tes Transcranial doppler , angiography, serta CT-scan dipantau untuk
mengukur vasospasme serebral, perdarahan kembali, dan infark berulang.

Hasil: Sampel penelitian meliputi dua belas anak, berusia 11.8 + 3.3 tahun (3.5-17.3
tahun). Aneurisma menjadi perentase tertinggi (41,7%) penyebab perdarahan
subarachnoid. Dosis oral rata-rata Nimodipine adalah 1mg/kg tiap 4 jam dan sering
dihubungkan dengan kejadian hipotensi yang sering terjadi sehingga membutuhkan
intervensi atau modifikasi dosis. Perawatan menggunakan nimodipine memiliki hasil
klinis yang beragam pada anak-anak; terdapat vasospasme pada 67%, infark baru
33%; dan perdarahan kembali 17%. Defisit fungsional dan kognitif hanya terjadi
pada 2-3% dan tidak terjadi pada yang lain. Semua pasien sembuh dan dapat pulang
dari rumah sakit.
Kesimpulan: Nimodipine oral yang digunakan pada perdarahan subarachnoid pada
anak tidak menghilangkan vasospasme, perdarahan kembali, atau infark, dan sering
dihubungkan dengan hipotensi yang signifikan. Meski demikian, hasil klinis nampak
relative menguntungkan terhadap pasien dewasa yang menggunakan nimodipine.
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dengan titrasi dosis yang
dibutuhkan.

Kata kunci: Dosis nimodipine pada pediatri; perdarahan subarachnoid; vasospasme


serebral, infark serebral; perdarahan kembali; aneurisma; malformasi arteriovenous.
Pendahuluan

Perdarahan Subarachnoid (SAH/Subarachnoid hemorrhage) pada pediatric


merupakan kasus langka, namun termasuk kondisi yang berbahaya. SAH dapat
menyebabkan pasien mengalami defisit neurologis jangka Panjang ataupun
menyebabkan kematian dini. Etiologi SAH pada anak adalah multifactorial meliputi
aneurisma, malformasi arteriovenous (AVM), tumor, trauma, koagulopati, dan
vasculitis. Penyebab terbesar kecacatan dan kematian pada SAH dicetuskan oleh
vasospasme serebral yang menyebabkan infark dan/atau perdarahan berulang.
Spasme arteri serebri biasanya teradi 3-4 hari setelah SAH, puncak terjadinya sekitar
6-8 hari dan dapat terjadi kembali pada 2-3 minggu kemudian. Sejumlah intervensi
farmakologis telah diusulkan untk mengurangi spasme tersebut, diantaranya
mencakup golongan calcium channel blockers.

Nimodipine merupakan senyawa yang larut dalam lemak, dihydrophyridine


calcium channel blocker yang melintasi sawar darah otak dan menghalau arus
kalsium ekstraseluler kedalam sel otot polos vascular. Hal tersebut telah diteliti pada
pasien dewasa dengan SAH yang berisiko mengalami vasospasme dan sekarang
merupakan satu-satunya calcium channel blocker yang diindikasikan untuk
manajemen vasospasme serebral oleh US Food and Drug Administration (FDA).
Nimodipine telah menunjukan peningkatan dalam proses penyembuhan neurologis
dan penurunan pada infark serebral, vasospasme simptomatis, dan kematian. Meski
begitu, dalam usaha untuk mencegah iskemia serebral tertunda, nimodipine (60mg
oral setiap 4 jam untuk 3 minggu) digunakan sebagai standar perawatan pada pasien
dewasa denga SAH). Data penggunaannya pada anak-anak belum ada. Meski begitu,
kami bertujuan untuk menjelaskan tatalaksana vasospasme serebral pada anak
dengan SAH berbagai etiologi. Kami juga akan melaporkan hasil klinis yang
berhubunga dengan terapi, meliputi kejadian perdarahan ulang, kejadian vasospasme,
tanda infark serebral, fungsi kognitif, dan kematian.
Metode dan Hasil Utama:

Hal ini telah disetujui oleh IRB (Institutional Review Board), tinjauan
retrospektif, rekam medik elektronik anak-anak(berumur 31 hari hingga 18 tahun)
dengan diagnosis pasti SAH yang telah menerima nimodipine sebagai tindakan
perawatan pencegahan vasospasme mulai tanggal 1 Januari 2005 hingga 31 Agustus
2013. Dikarenakan jumlah subjek yang rendah yang sudah diantisipasi (dikarenakan
keadaan kejadian penyakit yang langka), kami membatasi kriteria ekslusi kami untuk
memaksimalkan jumlah sampel. Kriteria ekslusi ini meliputi populasi neonatal dan
perempuan hamil. Namun, sampel dengan kriteria ekslusi-pun tidak dapat ditemukan
dalam peninjauan. Variable kuantitatif dijabarkan menggunakan pengukuran tendensi
sentral (mean, median, standard deviation, range). Data kategori atau kualitati
dideskripsikan menggunakan frekuensi dan persentase. Student’s t-test digunakan
untuk mendeteksi adanya perbedaan statistik pada variable hasil. Nilai p <0,05
dianggap signifikan secara statistik.

Sebanyak 16 pasien memenuhi kriteria tinjauan awal; empat di ekslusikan


dikarenakan mereka dipindahkan kerumah sakit lain setelah diagnosis dan kehilangan
kontak untuk follow up, menyebabkan total 12 pasien untuk di analisa. Pasien ini
(berusia = 11.9 + 3.3 tahun (3.5 – 17.3); berat badan= 42.2 + 16.3 kg (15 - 71.4);
67% laki-laki) mengalami SAH dari berbagai etiologi, Tabel 1. Semua anak-anak
dibawa langsung ke ICU(intensive care unit) pediari dan menerima perawatan dari
bedah saraf dan pelayanan perawatan kritis.

Persentase tertinggi pasien mengalami SAH sekunder akibat aneurisme.


Sebelum diberikan nimodipine, pasien teridentifikasi adanya vasospasme (via
angiografi serebral) pada dua anak dan infark (via CT) ditemukan pada tiga anak.
Mayoritas pasien (58%, n = 7) menerima terapi bersamaan untuk vasospasme
(magnesium, n=2; magnesium dengan simvastatin, n=5). Kebanyakan pasien (n=10)
menerima dosis nimodipine pertamanya dalam 96 jam setelah presentasi, tabel 2.
Jumlah obat awal rata-rata adalah sekitar 1 mg / kg secara oral tiap 4 jam dan meski
setengah dari pasien membutuhkan modifikasi jumlah dosis obat selama rawat inap,
dosis akhirnya sangat mirip.

Dalam kebanyakan kasus didapat hipotensi yang berhubungan dengan


tekanan darah sistolik dibawah 90 mm Hg. Terdapat tujuh puluh tujuh kejadian
hipotensi yang didokumentasi selama pengobatan dengan nimodipine. Kejadian ini
terjadi pada sepuluh pasien. Lima puluh kejadian membutuhkan administrasi volume
(saline bolus normal), empat puluh delapan kejadian mengharuskan mempertahankan
dosis nimodipine dan 10 kejadian mengharuskan pengaturan dosis. Satu pasien
menghentikan terapi setelah 4 hari dikarenakan hipotensi. Dikarenakan administrasi
magnesium sulfat dapat menyebabkan hipotensi juga, kami membandingkan
beberapa kejadian hipotensi per pasien antara yang mengkonsumsi nimodipine saja
(n=5) dan yang beriringan dengan magnesium (n=7). Tidak ditemukan adanya
hubungan signifikan, dengan 9.8 + 10.8 dan 8.6 + 5.2 kejadian per pasien dalam
grupnya, masing-masing (2-tailed T test, p=0.80). Rata-rata dosis rutin nimodipine
lebih tinggi pada pasien yang mengalami hipotensi yang memerlukan intervensi
dibandingkan dengan yang tidak memerlukan intervensi (6.3 + 2.7 mg/kg/hari
dibandingkan dengan 5.1 + 3.9 mg/kg/hari), namun hal ini tidak signifikan secara
statistik (2-tailed test, p=0.46).

Sembilan anak melakukan pemeriksaan tes transcranial doppler untuk


menentukan letak vasospasme. Delapan puluh Sembilan persen anak-anak (n=8)
memiliki tanda terjadinya vasospasme serebral; satu mengalami kejadian vasospasme
sedang-berat (blood flow velocity > 200cm/s), tiga mengalami kejadian vasospasme
ringan (blood flow velocity 160-199cm/s) dan empat mengalami kejadian vasospasme
ringan, sedang, maupun berat. Semua pasien yang mengalami vasospasme berat
mendapatkan tanda berulang seperti difusi restriktif, konsisten dengan iskemia.
Ketika dosis rutin nimodipine dikurangi pada pasien yang mengalami vasospasme
(5.2 + 2.3 mg/kg/hari dibandingkan 8.5 + 4.9 mg/kg/hari). Tidak terdapat statistic
yang signifikan (2-tailed T test, p=0.25). Hasil klinis beragam tiap anak. Tabel 3. 5
anak tidak mengalami infark selama terapi menggunakan nimodipine. Tiga anak
mempunya tanda terjadinya infark sebelum penggunaan nimodipine dan empat anak
mengalami infark saat terapi menggunakan nimodipine. Tujuh puluh persen pasien
(n=2) mempunyai tanda perdarahan berulang pada ct-scan selama terapi
menggunakan nimodipine. Kebanyak pasien (n=9) mendapatkan interensi bedah
diikuti dengan identifikasi awal untuk SAH (tabel 3). Fungsional minor atau deficit
kognitif dialami oleh 67% pasien anak yang dipulangkan. Sia pasien sebanyak 33%
dipulangkan tanpa adanya penurunan fungsi neurologis. Semua pasien dipulangkan
dalam keadaan sembuh.
Diskusi

Hasil dari evaluasi ini mengindikasikan bahwa biasanya dosis awal


nimodipine untuk mencegah vasospasme dengan SAH pada anak kira-kira 1 mg/kg
tiap 4 jam. Dosis awal ini sudah ditentukan, pada sebagian literatur pasien dewasa
yang mana regimen obat 60 mg tiap 5 jam ( pada pasien dengan berat badan
misal/sering 70kg) sama dengan kira-kira 0.85 mg/kg/dosis. Bagaimanapun,
hipotensi merupakan efek obat yang dapat terjadi selama terapi pada pasien kami.
Hipotensi merupakan efek yang tidak diharapkan pada populasi penelitian, sehingga
membutuhkan intervensi medis (contoh larutan bolus) atau pengaturan dosis
(pertahankan dosis, kurangi, dll) pada tiga hingga empat subjek. Hasil klinis pada
anak pada kasus ini lebih baik dibandingkan dengan pasien dewasa yang sebelumnya
dibahas sekilas pada penelitian.

Beberapa intervensi farmakologis dan bedah telah diajukan untuk


menghadapi resiko terjadinya vasospasme serebral, infark, dan perdarahan berulang
pada SAH. Kebanyakan agen farmakologik, meliputi calcium channel blocker,
bertujuan untuk melonggarkan pembuluh darah “yang beresiko” dan menjaga prefusi
dan oksigenasi serebral. Tindakan vascular ini namun mempunyai efek lain, terdapat
keseimbangan yang rumit antara efek yang diinginkan dan ingin dicapai dari
penggunaan nimodipine pada arteri serebral “yang beresiko” sambil menghindari
efek buruk pada pembuluh darah sistemik. Meskipun nimodipine dapat
meningkatkan perfusi serebral dan menurunkan iskemia, apabila hipotensi sistemik
terjadi, maka tekanan darah arteri turun dan pada akhirnya perfusi serebral terganggu.

Kebanyakan data mendeskripsikan pasien dewasa yang menggunakan


nimodipine saat SAH tidak menghasilkan tingkat hipotensi yang sama dengan pasien
yang telah kami observasi. Sebuah penelitian prospektif, acak, dan double blind pada
70 pasien dewasa (n=31 nimodipine oral 60mg tiap 4 jam; n=39 placebo) tidak
terdeteksi secara klinis tekanan darah relevan antara kelompok pengobatan.
Demikian juga, kelompok yang diuji secara acak dalam jumlah besar, uji coba
terkontrol antara nimodpine dengan placebo pada 574 pasien dewasa (n=276
placebo; n=278 nimodipine) gagal mendeteksi adanya penurunan darah yang
signifikan ataupun adanya kejadian hipotensi berat. Terdapat beberapa penjelasan
yang potensial untuk insidensi yang besar pada kasus hipotensi di kelompok kami.
Pertama, pasien kami memiliki lebih sedikit kondisi komorbid ( Khususnya seperti,
penyakit kardiovaskular dan hipertensi yang sudah ada sebelumnya), kedua, pasien
kami berkemungkinan bukanlah perokok dikarenakan populasi pediatric, dan ketiga,
pasien kami berkemungkinan terpapar pada dosis yang lebih besar per kg
dibandingkan dengan pasien dewasa (diasumsikan kebanyakan pasien dewasa
memiliki berat badan lebih dari 60 kg). Hampir semua kejadian hipotensi
membutuhkan intervensi dalam waktu satu jam setelah diberikan nimodipine pada
penelitian ini. Hal ini sejalan dengan efek farmakologik nimodipine, dengan puncak
konsentrasi serum dicapai dalam 30-60 menit dengan dosis oral dan waktu paruh
eliminasi dalam 2 jam. Pada tiga pasien kami mengobservasi bahwa menurunkan
dosis secara bertahap dan memendekan interval dosis – mulai dari memberi 30mg
tiap 4 jam menjadi 15mg tiap 2 jam- menghindari penurunan tekanan darah yang
besar. Intinya, penurunan tekanan darah yang cepat dapat dihindari dengan
pemberian dosis yang lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering, yang
berkemungkinan dapat menghindari fluktuasi ekstrim konsentrasi serum.

Lima dari sepuluh pasien tanpa gejala vasospasme saat masuk kerumah sakit
ditemukan vasospasme saat dilakukan pemeriksaan angiografi, meskipun telah
mendapatkan terapi nimodipine profilaksis. Penemuan ini konsisten dengan
penelitian pada pasien dewasa sebelumnya yang melaporkan vasospasme pada 30%
hingga 90% pasien meski telah menerima terapi profilaksis nimodipine. Pada satu
penelitian lain, subjek diberikan dosis oral nimodipine lebih besar (90 mg tiap 4 jam)
dibandingkan dengan dosis yang direkomendasikan sekarang oleh Academy of
Neurology. Jadi, dosis yang lebih besar mungkin tidak berhubungan dengan kejadian
vasospasme yang lebih sedikit.
Insidensi dan keparahan vasospasme serebral bukanlah satu-satunya factor
yang dapat memprediksi hasil klinis jangka Panjang pada pasien dengan SAH. Faktor
lainnya, seperti, bukti infark pada CT scan dan kejadian perdarahan ulang, dapat
mempengaruhi hasil klinis. Menurut starke et al, kejadian perdarahan berulang
berhubungan dengan 80% kematian. Dalam kasus pasien dewasa dengan SAH tanpa
intervensi medis dalam empat minggu pertama setelah kejadian, didapatkan resiko
perdarahan berulang sebanyak 35-45%.Penambahan nimodipine telah menunjukan
penurunan terhadap kejadian perdarahan berulang. Pickard et al melaporkan
penurunan yang signifikan pada kejadian perdarahan berulang pada pasien dewasa
yang dirawat mengggunakan nimodipine dibandingan dengan placebo (9% vs 14%,
p=0.77). Namun, efek nimodipine pada kejadian perdarahan berulang tidak selalu
positif atau kuat seperti yang dibuktikan oleh petruk et al yang menjabarkan jumlah
kasus perdarahan berulang pada pasien dewasa yang dirawat menggunakan
nimodipine atau placebo sejumlah 23,6% dan 20,7% (p=NS). Hal yang sama terjadi
pada analisis meta yang dilakukan Liu et al tahun 2011, gagal dalam mendeteksi
perbedaan jumlah kejadian perdarahan berulang pada pasien dewasa yang telah diraat
menggunakan nimodipine ataupun placebo. Di penelitian terkini, 17% pasien
mengalami perdarahan berulang meski telah diterapi nimodipine. Sehingga sama
dengan penelitian pasien dewasa sebelumnya.

Infark serebral yang disebabkan oleh SAH dapat menyebabkan kecacatan


jangka Panjang yang signifikan. Telah dilaporkan sebanyak 42% pasien pediatri yang
sembuh dari SAH dengan infark serebral akan mengalami kecacatan signifikan dan
membutuhkan bantuan dari orang lain untuk beraktivitas sehari-hari. Pasien dewasa
SAH dengan infark serebri yang menggunakan perawatan nimodipine tampak
menunjukan pengurangan baik dalam hal insidensi maupun keparahan. Dua puluh
dua persen subjek yang mendapat nimodipine dan 33% subjek yang mendapat
placebo menunjukan tanda infark serebri (p=0.003) dan hanya sedikit pasien yang
menerima nimodipie mengalami hasil klinis yang buruk (20% vs 33%, p <0.001).
Hasil kami menunjukan sedikit peningkatan insidensi infark serebral (33%) pada
terapi, namun menunjukan hasil klinis yang lebih baik dibandingkan dengan data
pasien dewasa sebelumnya. Sekitar 33% pasien dalam penelitian kami mengalami
penyembuhan sempurna sesuai fungsi baseline saat dipulangkan, dan sisa pasien
sebanyak 67% hanya mengalami gangguan kognitif minor dan tidak berefek pada
aktivitas sehari hari. Menariknya ketika kematian pada anak dengan SAH
diperkirakan mencapai 25%, semua anak dalam penelitian ini dapat sembuh dan
dipulangkan.

Terdapat kekurangan dalam penelitian ini yang menyertakan tinjauan


retrospektif apapun pada kasus yang langka ini. Kami dibatasi oleh data yang
terdapat pada rekam medis.Sebagai tambahan, tinjauan sedikit ini merepresentasikan
perawatan yang disediakan oleh tenaga medis pada satu institusi. Meskipun kami
menekankan beberapa kecenderungan dalam hubungan dosis-untuk vasospasme dan
dosis-untuk hipotensi, penelitian ini tidak cukup kuat untuk mengetahui perbedaan
dan statistik yang signifikan tidak dapat dicapai. Dikarenakan hanya ada satu pasien
pada penelitian ini yang berumur dibawah 5 tahun, penelitian kami secara umum
pada anak harus diinterpretasi dengan hati-hati. Sebagai tambahan, penelitian ini
menjabarkan hanya anak yang mendapat nimodipine dan tidak menjabarkan
perbandingan atau wawasan yang terjadi pada anak yang tidak mendapat nimodipine.
Terakhir, meski jumlah yang diberikan pada pasien bervariasi, semua pasien dalam
penelitian kami menerima dosis 15-,30-, atau 60mg. Hal ini kemungkinan
dikarenakan batas kekuatan fixed-dose sesuai ukuran kapsul yang tersedia dalam
penelitian. Akhir-akhir ini US FDA telah mengijinkan larutan oral nimodipine
(Nymalize(3mg/mL), Arbor pharmauticals LLC, Atlanta, GA USA). Formula baru
ini akan memberikan fleksibilitas dan titrasi dosis yang lebih, khususnya pada anak
kecil.

Penemuan pada kasus ini relevan pada orang yang meneliti anak dengan
SAH. Nimodipine orala dengan dosis 1mg/kg tiap 4 jam, dihubungkan dengan
jumlah yang serupa dengan kejadian vasospasme, infark, dan perdarahan berulang
pada penelitian sebelumnya pada pasien dewasa. Hasil klinis pada kematian dan
kemampuan fungsional/kognitif lebih baik dibandingkan dengan hasil klinis pada
orang dewasa. Dengan begitu, kejadian hipotensi yang relevan secara signifikan
diawasi, yang mana dapat menghambat effisiensi potensi dari nimodipine pada
populasi pediatric.Kedepannya, tes terkontrol secara acak untuk menentukan regimen
dosis optimal pada pediatric dibutuhkan dan mungkin dapat mengurangi insidensi
hipotensi pada populasi pediatri.
Daftar Pustaka

1. Ciurea AV, Palade C, Voinescu D, Nica DA. Subarachnoid hemorrhage and


cerebral vasospasm—Literature review. J Med Life. 2013; 6(2):120-125.
2. Allen GS, Ahn HS, Preziosi TJ et al. Cerebral arterial spasm—a controlled
trial of nimodipine in patients with subarachnoid hemorrhage. N Eng J Med.
1983; 308(11):619- 624.
3. Liu GJ, Luo J, Zhang LP et al. Meta-analysis of the effectiveness and safety
of prophylactic use of nimodipine in patients with an aneurysmal
subarachnoid hemorrhage. CNS Neurol Disord Drug Targets. 2011;
10(7):834-844.
4. Connolly ES Jr, Rabinstein AA, Carhuapoma JR et al. Guidelines for the
management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a guideline for
healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2012; 43(6):1711- 1737.
5. Philippon J, Grob R, Dagreou F, Guggiari M, Rivierez M, Viars P. Prevention
of vasospasm in subarachnoid hemorrhage. A controlled study with
nimodipine. Acta Neurochir (Wien). 1986; 82(3-4):110-114.
6. Pickard JD, Murray GD, Illingworth R et al. Effect of oral nimodipine on
cerebral infarction and outcome after subarachnoid hemorrhage: British
aneurysm nimodipine trial. BMJ. 1989; 298(6674):636-642.
7. Loch Macdonald R. Management of cerebral vasospasm. Neurosurg Rev.
2006; 29(3):179-193.
8. Petruk KC, West M, Mohr G et al. Nimodipine treatment in poor-grade
aneurysm patients. Results of a multicenter double-blind placebo-controlled
trial. J Neurosurg. 1988; 68(4):505-517.
9. Starke RM, Connolly ES Jr. Rebleeding after aneurysmal subarachnoid
hemorrhage. Neurocrit Care. 2011; 15(2):241-246.
10. van Gijn J, Rinkel GJ. Subarachnoid hemorrhage: diagnosis, causes and
management.Brain. 2001; 124(Pt 2):249-278.
11. Jordan LC, Hillis AE. Hemorrhagic stroke in children. Pediatr Neurol. 2007;
36(2):73- 80.
Tabel 1. Demografi dan manifestasi klinis dua belas anak yang mengalami
subarachnoid hemorrhage dan menerima terapi nimodipine

Intervensi
Dosis Durasi
Berat Usia Jenis yang
regimen pemberia
Kas Bad (tahu kelam Etiologi SAH dibutuhkan
nimodipi n
us an n) in saat
ne oral nimodpin
(kg) hipotensi
e (hari)
dalam
terapi
1 fluid bolus,
Malformasi
1 36 12. Perem 30 mg q2h 25 24 held
arteriovena
3 puan doses, 1 dose
modification
11 held doses
2 40 11. Laki- Aneurisme 30 mg q2h 18
and 2 dose
3 laki
modifications
8 fluid
3 29. 10. Laki- Trauma 30 mg q4h 21 boluses and 2
5 4 laki dose
modifications
2 fluid
boluses, 6
held doses
4 42. 13. Laki- Aneurisme 30 mg q4h 4 and eventual
1 6 laki early therapy
Malformasi discontinuatio
5 15 3.5 Laki- 30 mg q4h 21 tidak ada
arteriovena
laki
6 52. 12. Laki- Undetermine 60mg q8h 46 tidak ada
7 5
71. 9
17. laki
Perem d
Aneurisme 30 mg q4h 21 17 fluid
4 3 puan boluses
4 fluid
8 27. 9.4 Laki- Trauma 60 mg q4h 19 boluses and 1
9 laki dose
modification
1 fluid bolus
9 32. 12. Laki- Aneurisme 15 mg q2h 25
and 4 held
4 1 laki
10 66. 14 Laki- Undetermine 60 mg q4h 36 doses
2 fluid
4 laki d
Cavernous boluses
4 fluid
Sinus
boluses, 2
11 39. 10. Perem Troombosis, 30 mg q4h 13
held doses,
5 9 puan Bleeding
and 3 dose
Disorder 11 fluid
12 53. 13. Perem Aneurisme 30 mg q4h 21 boluses, 1
5 5 puan held dose, and
1 dose

Table 2. Variabel dosis nimodipine pada dua belas anak yang mengalami perdarahan
subarachnoid

Variabel dosis Mean ± SD (range)

43.2 ± 60.6 (2.4-199 jam)


Waktu untuk inisiasi nimodipine (jam) sesuai presentasi
Median = 16.7 jam
Dosis awal nimodipine
36.3 ± 14.9 (15-60 mg)
mg
mg/k 1.0 ± 0.6 (0.42-2.15mg/kg)
g
Dosis nimodipine saat dipulangkan / penyempurnaan terapi
mg 38.2 ± 20.5 (8-60 mg)
mg/kg
1.0 ± 0.6 (0.27-2.15 mg/kg)

Awal interval dosis nimodipine (jam) 3.8 ± 1.6 (2-8 jam)

Interval dosis nimodipine saat dipulangkan / penyempurnaan 4.2 ± 1.6 (2-8 jam)
terapi (jam)
Durasi terapi (hari) 22.5 ± 10.5 (4-46 hari)
Table 3. Intervemsi bedah dan hasil klinis pada kedua belas anak yang dirawat
menggunakan nimodipine setelah perdarahan subarachnoid NP: tidak dilakukan ;
B=sebelum nimodipine; A=setelah nimodipine; MRI, magnetic resonance imaging;
CT, computerized tomography; LE, ekstremitas bawah.

Vasospasme

serebral Vasospasm Perdar


Intervensi Hasil
pada serebral Infark di ahan
K bedah yang klinis
a Transcranial pada kepala saat berula
s dibutuhkan ketika
u Doppler angiografi CT ng
s dipulangk
ketika
an
Emboli MRI Kelemahan
1 Tidak ada Tidak Tidak ada Tidak
Multiple ada ada tubuh dan LE
Endovascular
2 Ada Ada - Ada - A Tidak Sesuai baseline
Coiling A ada
3 Dekompresi Ada Tidak Ada - A Tidak Gangguan minor
Craniectomy,,E ada ada pada keseimbangan,
vakuasi
daya tahan, berjalan,
Aneurisme, and dan kekuatan
Microsurgical fungsional
Clipping of
Intracranial
Aneurisme
4 Aneurysm Ada Ada - A Ada - Kesulitan
Clipping Ada - B B mengatu kata dan
dan A gangguan minor
pada kekuatan
ekstremitas atas
Ketidakstabilita
san ringan ;
5 Embolization NP Tidak ada Ada - Tidak kekuatan sedikit
B ada melemah
6 Tidak ada NP Ada- B Tidak Tidak Baseline
and A ada ada functioning
7 Aneurysm Ada Ada - A Tidak Tidak Baseline
Clipping ada ada functioning
Gangguan
Bifrontal ringan pada
8 Craniectomy Ada Ada - A Ada – Ada - daya tahan dan
A A kekuatan
Gangguan
ringan pada
Bahasa dan
bicara ;
9 Aneurysm Ada Ada - A Ada - Ada - gangguan
Clipping A A ringan berjalan
dan
keseimbangan;
tidak ada
kelemahan LE

Ada - B Tidak Baseline


10 Tidak ada NP and A ada Tidak functioning
ada
Ada – B Gangguan
11 Tidak ada Ada Ada - A dan A Tidak kosakata
ada ringan
Craniectomy Gangguan
12 and EVD Ada Tidak ada Tidak Tidak bicara
ada ada ringan

Anda mungkin juga menyukai