PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit
yang ditandai dengan hiperglikemia ( peningkatan kadar gula darah ) yang terus menerus dan
bervariasi, terutama setelah makan.1
Jumlah penderita diabetes melitus menurut data WHO ( World Health Organization),
Indonesia menempati urutan ke-4 didunia. Diabetes Melitus merupakan salah satu contoh
penyakit degeneratif yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan
dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter (Badawi,2009)2
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko tersering pada pasien
tuberkulosis (TB) paru, saat ini , prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan
peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut
mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru dimana pada pasien DM terjadi efek pada
fungsi sel-sel imun. Frekuensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.
Frekuensi Dm pada pasien TB dilaporkan10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali
lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al di Indonesia pada tahun 2001-2005, DM
lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non-TB. 2
1.2 Tujuan
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Perlak
Suku : Aceh
ANAMNESA
Telaah :
Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan lemas sejak beberapa hari ini, dada
terasa panas, perut mulas, pasien juga mengeluhkan kedua tangan dan kakinya kebas-kebas di
ujung-ujung jari, pasien sering merasa lapar, dan pasien juga mengeluhkan sering terbangun
saat tidur malam untuk buang air kecil, serta pasien juga mengatakan ia jadi sering haus,
kemudian pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berdahak.
RPO :-
Anemnesa Organ
2
Ginjal dan Saluran kencing : Tidak ada kelainan Endokrin : Tidak ada kelainan
Hati dan Saluran Empedu : Tidak ada kelainan Pancaindra : Tidak ada kelainan
Keadaan Umum
Nadi : 80 x/m
KEADAAN GIZI
BB : 67 kg TB : 165 cm
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Leher
Inspeksi Inspeksi
3
Thorax
Inspeksi Inspeksi
Palpasi Palpasi
Jantung
Ictus cordis : Teraba pada ICS V line midclavicular sinistra 1 jari kelateral
Perkusi
Paru
Suara paru : Sonor
Relatif : ICS V dextra
Absolut : ICS VI dextra
Jantung
Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri : ICS V medial linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra
Auskultasi paru
Auskultasi jantung
Suara katup
M1 ˃ M2 A2 ˃ A1 P2 ˃ P1 A2 > P2
4
ABDOMEN GENETALIA
Inspeksi Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
EKSTREMITAS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis :
- Latihan jasmani
- Pengaturan diet
- Penyuluhan
Farmakologis :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Novorapid 10-10-8
- Lansoprazole 30 mg 2x1
- Paracetamol 500mg 3x1
Anjuran :
- Darah rutin
- Urin rutin
- RFT
- Profil lipid
- Foto thorax antero posterior/lateral
- Sputum BTA
6
PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP
Tanggal S O A P
1-02-2014 - lemas (+) TD:110/70 DM type IVFD RL 20 gtt/i
- riwayat DM (+) ± mmHg 2 + TB Injeksi Cefotaxime 1
2 tahun lalu HR : 78 x/m paru+ gr/12 jam
RR : 20 x/m Neuropat Novorapid 10-10-8
T : 36,5 ˚c i Lansoprazole 30 mg
2x1
Paracetamol 500mg 3x1
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Diabetes Melitus
3.1.1 Definisi Diabetes Melilltus
WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan
menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. ¹
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini
akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
10
dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula darah
menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk
mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan individu tersebut akan
mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum memenuhi kriteria sebagai
penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan semakin
bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan
kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan
produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan
atas terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi
insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin
bertambah berat.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal.
11
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan pendrita akan jatuh ke
koma yang disebut koma diabetik
1. Penyuluhan
2. Diet
3. Latihan Jasmani
Prinsip olah raga pada pasien diabetes sama saja dengan prinsip olah raga secara umum,
Yaitu memenuhi hal berikut ini (F.I.T.T) :
a. Frekuensi : Jumblah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur.
b. Intensita : Ringan dan sedang yaitu 60% - 70 % MHR.
c. Time : 30- 60 menit.
d. Tipe ; olahraga endurance untuk meningkatkan kemempuan kardioexpirasi.
4. Farmakoterapi
12
1. Komplikasi kronis diabetes mellitus
13
Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB paru di Sulawesi Utara dan angka
ini menunjukkan kasus paling tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia menurut Kemenkes
RI 2012. 4
Prevalensi TB meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Frekuensi DM
pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih
tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes.4,6 Dalam studi
terbaru di Taiwan disebutkan bahwa diabetes merupakan komorbid dasar tersering pada
pasien TB yang telah dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien.7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana et al8 di Indonesia pada tahun 2001-
2005, DM lebih banyak ditemukan pada pasien baru TB paru dibandingkan dengan non TB.3
Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
17
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
18
Gambar . Alur diagnosis TB Paru
19
hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB
dilanjutkan sesuai pedoman pengobatan TB pada keadaan khusus.3,13 Obat lini pertama
selanjutnya adalah rifampisin dengan dosis hariannya 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis
maksimal 600 mg. Efek samping ringan yang didapat berupa sindrom flu (misalnya demam,
menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, diare),
dan sindrom kulit (gatal-gatal). 3
Efek samping berat rifampisin dapat berupa hepatitis imbas obat, sesak nafas, dan
bila terjadi salah satu gejala sepeti purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal, maka
pengobatan dengan rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun
gejala telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin, keringat, air
mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini tidak berbahaya. boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.3,13 Obat-obat ini
dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed
Dose Combination/FDC), kecuali streptomisin. 3
Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari kasus TB paru yang
diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori pengobatan TB.3 Berbagai bukti yang ada
saat ini menunjukkan bahwa efikasi rifampisin tergantung pada paparan terhadap obat dan
konsentrasi maksimum obat yang dapat dicapai. Menurut Nijland,13 kadar plasma rifampisin
pada pasien TB dengan DM hanya 50% dari kadar rifampisin pasien TB tanpa DM. Keadaan
yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat
oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi efektivitas obat tersebut
dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian
sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan. 3
Sementara itu, pirazinamid sebagai antituberkulosis dapat diberikan dengan dosis
harian: 20-30 mg/kg BB/hari. Efek samping utama obat ini ialah hepatitis imbas obat. Dapat
pula terjadi nyeri akibat serangan arthritis gout yang disebabkan oleh penimbunan asam urat.
Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat terlalu tinggi mungkin
obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.3,13 Etambutol diberikan pada pasien TB dengan dosis harian 15-20 mg/kg BB/hari.
Antituberkulosis ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. 3
Gangguan penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya
terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan
pada mata. 3.13 Streptomisin sebagai antituberkulosis diberikan pada dosis harian 15-18
mg/kg BB/hari dan dengan dosis maksimal: 1000 mg. Efek samping utama adalah kerusakan
20
nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejalanya adalah telinga
mendenging, vertigo, dan kehilangan keseimbangan. 3
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 25
mg dari dosis total yang diberikan. Jika pengobatan streptomisin diteruskan maka kerusakan
alat keseimbangan makin parah dan akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Efek
samping ringan lainnya yang dapat terjadi demam, sakit kepala, muntah, eritema pada kulit,
dan kesemutan sekitar mulut. 3
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidakBegitu pula pasien TB
dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin di atas target (8 mg/L) hanya
ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien.
Hal ini mungkin dapat menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB
dengan DM. Namun, studi tambahan lain yang menjelaskan respon pengetahun lebih rendah
pada TB dengan DM ini tetap diperlukan. Untuk mengontrol kadar gula darah dilakukan
pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu. Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan
insulin. 3
21
BAB IV
PEMBAHASAAN
Pembahasan teori dan kasus
Teori Kasus
Manifestasi klinis DM : Manifestasi klinis DM:
Akut Pasien mengeluhkan ujung jari tangan
- Banyak makan (poliphagia) dan kaki kebas dan seperti ditusuk-
- Banyak minum (polidipsi) tusuk jarum
- Banyak kencing (poliuri) Sering buang air kecil
Kronik Manifestasi klinis TB paru
- Nafsu makan mulai berkurang, Pasien mengeluhkan batuk selama
berat badan turun dengan sebulan terakhir ini batuk bercampur
cepat ( turun 5-10 kg dalam darah .
waktu 2-4 minggu) Demam sering naik turun selama
- Kesemutan sebulan ini.
- Kulit terasa panas, atau seperti Pada malam hari pasien sering
tertusu-tusuk jaum menggigil dan kadang berkeringat
- Mata kabur tengah malam .
Manifestasi klinis TB paru Badan terasa malas ,kurang nafsu
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk makan ,dan sering sakit kepala.
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Pemeriksaan Glukosa Darah Pemeriksaan Glukosa Darah
KGDS ≥ 200 mg/dL Hasil pemeriksaan KGDS pasien
KGDP ≥ 126 mg/dL didapatkan KGDS yang pertama 516
mg/dL dan yang kedua 486 mg/dL
22
Pasien mengeluhkan makan dan mium banyak namun berat badan tidak bertambah
dan justru mengalami penurunan berat badan bukan penambahan berat badan. Hal ini
disebabkan karena glukosa jika masuk kedalam tubuh akan dirubah menjadi gikogen dengan
bantuan insulin dan disimpan didalam hati sebagai cadangan energi. Pada penderita diabetes,
glukosa glukossa tidak dapat masuk kedalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk
disimpan didalam hati sebagai cadangan energi karena, insulin yang dihasilkan pancreas tidak
dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi lambat. Oleh karena itu tidak ada intake
glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar ( pasien jadi lebih banyak
makan) dan lemas.
Pasien sering mengeluhkan terjadi peningkatan intensitas berkemih. Hal ini
disebabkan karena pada penderita DM, akbiat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa
menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan
hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga meningkat. Akibatnya glukosa
dan natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak
dan membuat penderita menjadi sering berkemih.
Pasien juga mengeluhkan sering haus sehingga sering minum dalam jumlah yang
banyak. Hal ini disebabkan karena proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi
yaitu filtrasi zat dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM,
glukosa darar yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah sehingga
proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis ( filtrasi zat dari tekanan yang tinggi ke
tekanan yang rendah). Akibatnya air yang ada di pembuluh darah diambil oleh ginjal
sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan penderita cepat haus.
Pada pasien mengeluhkan ujung-ujung jari tangan dan kaki kebas dan juga terasa
seperti ditusuk-tusuk jarum. Hal ini terjadi karena pada pasien sudah terjadi komplikasi pada
saraf berupa polineuropati dan lebih spesifik mengenai saraf sensoris.
Pasien mengeluhkan batuk berdahak bercampur darah selama satu bulan lebih ini
dikarenakan infasi bakteri pada jaringan paru sehingga menyebabkan perdarahan pada
jaringan tersebut yang akan menimbulkan reaksi batuk yang disertai oleh darah.
Pasien sering berkeringat tengah malam serta mengigil, ini dikarenakan aktifitas dari
Mycobacterium Tuberculosis yang lebih aktif pada malam hari. Gejala-gejala Ini
menunjukan gejala dari penyakit TB paru yang dapat didiagnosa secara pasti dengan
pemeriksaan BTA.
BAB V
23
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien DM tipe II dengan TB Paru kasus baru setelah dilakukan
pemberian terapi berupa insulin dan penggunaan OAT lini 1 didapatkan adanya perubahan
berupa penurunan kadar gula darah yang signifikan dan keluhan TB Paru mulai berkurang,
akan tetapi untuk menilai hasil pengobatan TB Paru harus dilakukan rotgen thorak ulang
yaitu pada minggu kelima terapi pengobatannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari Dyah ,2009 DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES
MELLITUS. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID III.EDISI
V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FKUI.HALAMAN 1880-1883
2. Soegondo Sidartawan,2009 FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN
GLIKEMIA DIABETES MELLITUS TIPE II. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT
DALAM JILID III.EDISI V.JAKARTA; PUSAT DEPARTEMEN ILMU
PENYAKIT DALAM FKUI.HALAMAN 1885-1890
3. http://Alius Cahyadi. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus . Venty
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Atma
Jaya/Rumah Sakit Atma Jaya, Jakarta.Diakses pada tanggal 16 maret 2014
4. PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGA TUBERCULOSIS .EDISI
2.DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.2006 .JAKARTA
25