Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan “Modul Penentuan Variabel
Peningkatan IPM Provinsi Jawa Timur” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan modul ini dilakukan untuk memenuhi tugas besar mata kuliah Sistem
Informasi Perencanaan II.
Selama proses pengerjaan modul ini tidak lepas dari antuan, bimbingan serta
dukungan dari pihak-pihak tertentu. Oleh sebab itu kami selaku penulis
ucapkanbanyak terimakasih terutama kepada:
1. Bapak Widiyanto Hari Subagyo Widodo, ST.,M.Sc dan Ibu Annisa Hamidah
Imaduddina ST., M.Sc selaku Dosen Mata kuliah Sistem Infoemasi
Perencanaan II yang telah memberikan banyak pengetahuan dan masukan
selama perkuliahan maupun bimbingan asistensi.
2. Teman-teman kelompok tugas besar matakuliah Sistemm Informasi
Perencanaan II atas semangat dan kerjasamanya.
Penyusunan modul mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan II ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak,
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan modul ini. Kami berharap semoga
modul ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam modul ini karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik dari
pembaca yang berguna untuk membangun dan memotivasi diri, demi kesempurnaan
pengerjaan laporan ini dan kemajuan studi kami selanjutnya.

Malang, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Ruang Lingkup
1.2.1 Ruang Lingkup Materi
1.2.2 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)
2.1.1 Regresi Spasial
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
3.1.1 Langkah Kerja
3.1.2 Interpretasi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Moran’s Scatterplot


Gambar 2 Matrix Weight Spatial (Sumber Exploring Spatial Data with GeoDa: A
Workbook, 2005)
Gambar 3 regression decision process (Exploring Spatial Data with GeoDa: A
Workbook,2005)

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan manusia berarti pertumbuhan yang positif dan perubahan dalam


bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, dan tingkat kesejahteraan. Hal
ini harus terjadi pada semua aspek kehidupan, bhaik ekonomi, sosial, politik, budaya,
dan lingkungan. Oleh karena itu, fokus utama pembangunan manusia adalah manusia
dan kesejahteraannya.
Konsep pembangunan manusia memang terdengar berbeda di banding konsep
klasik pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan manusia menekankan pada perluasan pilihan masyarakat untuk hidup
penuh dengan kebebasan dan bermartabat. Tidak hanya itu, pembangunan manusia
juga berbicara tentang perluasankapasitas individu dan komunitas untuk memperluas
jangkauan pilihan mereka dalam upaya memenuhi aspirasinya.
Perspektif pembangunan manusia merupakan sebuah pemikiran radikal dalam
konsep pembangunan. Perspektif ini menggantikan konsep pertumbuhan ekonomi
dan pertumbuhan pendapatan perkapita yang digunakan oleh perencana kebijakan
sebelumnya. United Nation for Development Programme (UNDP) menempatkan
manusia sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pertumbuhan ekonomi yang
di pandang dari sisi perdagangan, investasi, dan teknologi merupakan hal yang
esensial. Akan tetapi, hal itu hanya melihat manusia sebagai alat untuk mencapai
pertumbuhan, dan bukan sebagai tujuan dari pembangunan.
Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia.
Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat-
pertumbuhan eknomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-
nilai kultural- dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia juga mencakup isu
penting lainnya, yaitu gender. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya

1
memperlihatkan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari
semua sektor.
Untuk menghindari kekeliruan dalam memaknai konsep ini, perbedaan cara
pandang pembangunan manusia terhadap pembangunan dengan pendekatan
konvensional perlu diperjelas, Konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan
yang lebih luas dari teori konvensionalpembangunan ekonomi. Model “pertumbuhan
ekonomi” lebih menekankan pada peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB)
daripada memperbaiki kualitas hidup manusia. Pembangunan cenderung untuk
memperlakukan manusia sebagai input dari proses produksi- sebagai alat, bukan
sebagai tujuan akhir. Pendekatan”kesejahteraan” melihat manusia sebagai penerima
dan bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Adapun
pendekatan “kebutuhan dasar” terfokus pada penyediaan barang-barang dan jasa-jasa
untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas pilihan yang dimiliki
manusia di segala bidang. Pembungunan manusia memeprluas pembahasan tentang
konsep pembangunagan, Pembangunan dari diskusi tentang cara-cara (pertumbuhan
Produk Domestik Bruto PDB) kediskusi tentang tujuan akhir dari pembangunan.
Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan jangka panjang, yang letakkan
pembangunan sekeliling manusia, dan bukan manusia di sekeliling pembangunan.
Perdebatan tentang indicator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak lama
terjadi. Pendapatan per kapita sebagai indicator pembangunan telah di gugat oleh
kalangan ekonomi maupun non-ekonomi yang melihat ketidakkuratan indicator
baru. Indikator baru secara umum berfokus pada pembangunan manusia. Morris
(1979) membangun the Physical Quality of Life Index (PQLI), sedangkan United
Nation Development Program (UNDP) membangun Human Deveopment Index
(HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang kini banyak digunakan oleh
negara-negara di dunia dengan landasan yang di bangun oleh Haq (1996). Oleh
karena terjadinya banyak perdebatan ini sehingga perlu dilakukannya analisis untuk
mengetahui indicator yang mempengaruhi pertumbuhan IPM dalam suatu wilayah.

2
1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalm penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan membatasi
lingkup penelitian yang dilakukan. Ruang lingkup ini terbagi menjadi dua yaitu
ruang lingkup lokasi dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah studi berupa
batasan dan luas wilayah studi serta alasan pemilihan lokasi, sedangkan pembahasan
lingkup materi berupa batasan materi pembhasan yang bertujuan untuk
mempermudah dalam kajian materi ini.

1.2.1 Ruang Lingkup Materi

Dalam ruang lingkup materi ini berisi tentang batasan-batasan yang nantinya
merupakan garis batasan dalam penyusunan penelitian ini sehingga pembahasan
menjadi jelas, terstruktur dan tidak melebar dari materi. Libgkupan Materi yang akan
di bahas berkaitan dengan variabel yang mempengaruhi peningkatan IPM di
Provinsi Jawa Timur.
Dalam studi ini peneliti melihat apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan IPM yang di dapat dari kajian pustaka , serta untuk penentuan variabel
apa saja yang mempengaruhi peningkatan IPM dengan menggunakan regresi
spasial.

1.2.2 Ruang Lingkup Lokasi Penelitian

Provinsi Jawa Timur terletak pada 111.0’ hinhgga 114.4’ Bujur Timur dan
7.12’ hingga 8.48’Lintang Selatan. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah
47.803,49 Km2, daerah ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Jawa Timur
daratan sebesar 90%, sementara luas Kepulauan Madura sekitar 10%. Daerah ini
memiliki wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau bernama sebanyak 232 pulau,
pulau tanpa nama sebanyak 55 sehingga total keseluruhan pulau kecil yang dimiliki
Provinsi Jawa Timur sebanyak 287 pulau. Kondisi topografi di wilayah Jatim sangat
bervariasi, namun secara umum lebih banyak di dominasi oleh topografi pegunungan.
Adapun batas-batas wilayah asministrasi Provinsi Jawa Timur antara lain:

3
 Sebelah Utara : Laut Jawa
 Sebelah Timur : Selat Bali
 Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
 Sebelah Barat : Provinsi Jawa Tengah

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)


2.1.1 Regresi Spasial
Data spasial merupakan sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki
sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian
penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spatial) dan
deskriptif (attribute) yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Informasi lokasi (spatial) berkaitan dengan suatu koordinat geografi yaitu
lintang (latitude) dan bujur (longitude)
2) Informasi deskriptif (attribute) atau informasi non-spasial, suatu lokasi
yang memiliki beberapa keterangan seperti populasi atau jenis vegetasi.
(Fikri, dkk, 2009)
Data spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai data yang memiliki
referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan
gambaran tentang suatu fenomena, juga dapat memberikan informasi mengenai lokasi
dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Apabila
dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk/cara penyajian
data spasial yang paling tepat.
Hubungan tersebut dinamakan efek spasial. Efek spasial disini terkait dengan
perbedaan karakteristik lingkungan dan geografis antar-lokasi pengamatan sehingga
masing-masing pengamatan kemungkinan memiliki variasi yang berbeda atau
terdapat perbedaan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon untuk setiap
lokasi pengamatan. Efek spasial ini kemudian disebut sebagai keragaman spasial atau
heterogenitas spasial.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode statistika yang diharapkan dapat
mengantisipasi heterogenitas spasial. Metode statistika tersebut yaitu metode Regresi
Terboboti Geografis atau Geographically Weighted Regression (GWR).

5
Model Regresi Terboboti Geografi (RTG) atau Geographically Weighted
Regression (GWR) pertama kali diperkenalkan oleh Fotheringham pada tahun 1967.
Model GWR adalah pengembangan dari model regresi linear klasik atau Ordinary
Linear Regression (OLR). Model GWR adalah model regresi yang dikembangkan
untuk memodelkan data dengan variabel respon yang bersifat kontinu dan
mempertimbangkan aspek spasial atau lokasi.
Pendekatan yang dilakukan dalam GWR adalah pendekatan titik. Setiap nilai
parameter ditaksir pada setiap titik lokasi pengamatan, sehingga setiap titik lokasi
pengamatan mempunyai nilai parameter yang berbeda-beda.
2.1.1.1 Analisis Regrese Berganda
Menurut Draper dan Smith (1992), Hubungan antara satu variabel dependen (𝑦)
dengan satu atau lebih varibael independen (𝑋1,𝑋2,…,𝑋𝑝) dapat di nyatakan dalam
model regresi linear dan secara umum di rumuskan dengan:

y i=β 0 + β 1 X 1i + β 2 X 2 + β p X pi + ε i

Keterangan:
β0 =sumber parameter yang tidak diketahui
βp =koefisien regresi perubah independen ke p
ε =error regresi
Pengujian kesesuaian model secara serentak dilakukan dengan hipotesis
sebagai berikut

H 0 : β1 =β2 =.. .=β p =0

H 1 : paling sedikit pada satu β k ≠ 0 , k =1 ,2 , . .. , p


Statistik uji dalam pengujian tersbut adalah:

MSR
F hit =
MSE

6
Dengan:
MSR = Mean Square Regression (Rataan Kuadrat Regresi)
MSE = Mean Square Error (Rataan Kuadraat Sisa)
Dengan keuputan model regresi sesuai untuk data yang digunakan jika F hit > F ∝ ; v 1 ; v 2
dimana v1 =p dan v 2=(n− p−1).
Untuk mengetahui variabel mana saja yang secara statistik signifikan mempengaruhi
variabel respon dilakukan uji signifikan parsil dengan hipotesa:
H 0 : β k =0
H 1 : β k ≠ 0 dengan k = 1, 2, ..., p
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian parsial adalah:

βk
t hit =
¿ ta
SE( ¿β ) ,n− p−1 ¿
2

ta
Dengan keputusan tolak H 0 jika |t hit|> , n− p−1dimana df =n− p−1
2
2.1.1.2 Uji Autokorelasi
Autokorelasi spasial adalah taksiran dari korelasi antar nilai amatan yang
berkaitan dengan lokasi spasial pada variabel yang sama. Autokorelasi spasial positif
menunjukkan adanya kemiripan nilai dari lokasi-lokasi yang berdekatan dan
cenderung berkelompok. Sedangkan autokorelasi spasial yang negatif menunjukkan
bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang berbeda dan cenderung
menyebar.
Menurut Kosfeld perhitungan autokorelasi spasial dengan metode Indeks
Moran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Indeks Moran dengan matriks
pembobot spasial tidak terstandarisasi dan Indeks Moran dengan matriks pembobot
spasial terstandarisasi. Salah satunya adalah :
a. Indeks Moran dengan matrikspembobot spasial tidak terstandarisasi W.

7
n n
n ∑ ∑ w ij ( x j −~
x)( x j −~
x)
i=1 j=1
I= n
S 0 ∑ ( x i− ~
x)
i=1

n n
Dengan, S0=∑ ∑ w ij
i=1 j =1

W ij = elemen pada pembobot tak terstandarisasi antara daeraj i dan j


b. Indeks Moran dengan matriks pembobot spasial terstandarisasi W :

n n
n ∑ ∑ w ij ( x j −~
x)( x j −~
x)
i=1 j=1
I= n

∑ ( x1−~x)2
i=1

Keterangn:
I = Indeks Moran
n = banyak lokasi kejadian
xi = nilai pada lokasi i
xj = nilai pada lokasi j
~
x = rata-rata dari jumlah variabel atau nilai
w ij = elemen pada pembobot tak terstandarisasi antara daerah i dan j
W ij = elemen pada pembobot terstandarisasi antara daerah i dan j
S0 = jumlah dari elemen matriks pembobot

Uji hipotesis untuk Indeks Moran adalah sebagai berikut:


a. Hipotesis
b. Tingkat signifikansi = α
c. Statistik uji

8
I −E ( I )
Z ( I )= ≈ N ( 0,1 )
√Var ( I )

−1 n 2 S1−n S 2+3 S0 2

Dengan, E ( I )= dan Var ( i ) = −⌊ E(I ) ⌋ 2


n−1 2
(n −1) S 0 2

Keterangan:
x1 = data variabel lokasi ke-i (i = 1, 2, ... ,n)
xj = data variabel lokasi ke-j (j = 1, 2, ... ,n)
~
x = rata-rata data
w = matrix pembobot
Var ( I ) = varians Moran’s I
E = Expected value Moran’s I
Tolak H 0 pada taraf signifikan α jika Z ( I )> Z 1−α dengan Z1−α adalah (1−α )
kuantil dari distribusi normal standar. Nilai Indeks I adalah -1 dan 1. Apabila I > I0
data memiliki autokorelasi positif. Jika I < I0, data memiliki autokorelasi negatif.
Pola pengelompokan Pola pengelompokan dan penyebaran antar lokasi dapat
disajikan dengan Moran’s Scatterplot, yang menunjukkan hubungan antara nilai
amatan pada suatu lokasi (distandarisasi) dengan rata-rata nilai amatan dari lokasi-
lokasi yang bertetanggaan dengan lokasi yang bersangkutan (Lee dan Wong, 2001).
Scatterplot tersebut terdiri atas empat kuadran (Perobelli dan Haddad, 2003), yaitu:
1. Kuadran I (High-High), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan
tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi.
2. Kuadran II (Low-High), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan
rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi.
3. Kuadran III (Low-Low), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan
rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah.
4. Kuadran IV (High-Low), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai amatan
tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah.

9
Gambar 1 Moran’s Scatterplot
2.1.1.3 Heteroskedastisitas Spasial
Heteroskedastisitas data spasial dapat diuji dengan menggunakan statistik Uji
Breusch Pagan (Uji BP) yang mempunyai hipotesis:

H 0 :σ 21=σ 22=…=σ 2n =σ 2

H1 : Minimal ada satu σ i2 ≠ σ 2

Nilai Uji BP adalah BP = BP= ( 12 ) fTZ ( ZTZ )−1 ZTf X2( p)

e 21
Dengan elemn vektor F adalah f 1= 2 −1
σ ( )
Dimana ei : least square residual untuk observasi ke-i
Z : matriks berukuran n ×( p+1) yang berisi vektor yang sudah dinormal standarkan
(z) untuk setiap observasi
Tolak Ho bila 1BPI > X2 (p)

10
2.1.1.4 Matriks Weight Spatial
Matriks weighting spatial W dieroleh dari informasi jarak antara wilayah satu
dengan wilayah lainnya. Elemen dari matriks W adalah Wij, didefinisikan sebagai
berikut:
LeSage (1999) menjelaskan bahwa ada beberapa aturan yang dapat digunakan
untuk menentukan nilai ij w, yaitu:
1. Linear contiguity: ij W, untuk wilayah yang ada di pinggir atau tepi (edge),
baik di kiri atau kanan wilayah yang di perhatikan.
2. Rook contiguity: ij W, untuk wilayah yang ada di samping (side) wilayah
yang di perhatikan
3. Bishop contiguity : ij , untuk wilayah yang titik sudutnya (vertex) bertemu
dengan wilayah yang diperhatikan.
4. Double Linear contiguity : ij W, untuk 2 entitas yang bertepian di kiri atau
kanan wilayah yang diperhatikan
5. Double Rook contiguity : ij , untuk 2 entitas yang ada di samping kanan,
kiri, utara dan selatan wilayah yang diperhatikan.
6. Queen contiguity : ij W, untuk entitas yang ada di samping atau sudut
wilayah yang diperhatikan.
Untuk wilayah lainnya, maka nilai Wij akan menjadi 0

Gambar 2 Matrix Weight Spatial (Sumber Exploring Spatial Data with GeoDa:
A Workbook, 2005)

11
2.1.1.5 Uji Ketergantungan Spasial
Uji Lagrange Multiplier (LM test) digunakan sebagai dasar untuk memilih
model regresi spasial yang sesuai (LeSage, 2009 : 156). Uji Lagrange Multiplier
terdiri dari LM lag dan LM error. LM lag digunakan untk identifikasi model SAR
pada persamaan (3.5) dan LM error digunakan untuk identifikasi model SEM pada
persamaan (3.12). Apabila keduana signifikan maka model yang sesuai adalah Spatial
Autoregressive Moving Average (SARMA).
Hipotesis yang digunakan pada Uji Lagrange Multiplier Lag (LMlag) yaitu:
𝐻0: 𝜌 = 0 (tidak ada ketergantungan spasial lag)
𝐻1: 𝜌 ≠ 0 (tidak ada ketergantungan spasial lag)
Statistik uji:

ε T WY

LMlag=
( S2 )
( ( WXβ )T M (WXβ )+T s 2 )
s2

Dengan :
M = I – X(XTX)–1XT
T = tr ((WT + W)W)
S2 = ε T ε /n
Keterangan:
X : matriks variabel predictor nxk
W : matriks bobot spasial berukuran n x n
Ɛ : Vektor Error
Kriteria keputusan yaitu H0 ditolak jika LMlag > X2(ɑ,1) atau p–value < ɑ artinya
model yang disesuaikan untuk digunakan yaitu SAR.
Hipotesis uji Lagrange Multiplier Error (LMerror ) untuk identifikasi model SEM
yaitu:
𝐻0 ∶ 𝜆 = 0 (tidak ada ketergantungan spasial error)

12
𝐻1 : 𝜆 ≠ 0 (ada ketergantungan spasial error)

Statistik uji :
LM T
ɛ WƐ
2

error=
( S
2 )
T

Dengan :
T = tr ((WT + W)W)
Krieria keputusan yaitu H0 ditolak jika LMerror > X2(ɑ,1) atau p–value < ɑ artinya
model sesuai untuk digunakan yaitu SEM.
Jika hipotesis uji LMlag dan LM error memiliki keputusan yang sama yaitu H0
ditolak, maka model yang sesuai untuk digunakan adalah SAR dan SEM atau biasa
diebut SARMA

13
Gambar 3 regression decision process (Exploring Spatial Data with GeoDa: A
Workbook,2005)

2.1.1.6 Model Regresi Spasial


Model umum regresi spasial ditunjukkan dalam bentuk sebagai berikut :
𝑦 = 𝜌𝑾1𝑦 + 𝑿𝜷 + 𝑢
𝒖 = 𝜆𝑾2𝒖 + 𝜀
𝜺~(0, 𝜎 2 𝑰)

14
Keterangan :
𝒚 = Vektor variabel dependen, ukuran n x 1
X = matriks variabel independen, ukuran n x (k + 1)
𝜷 = Vektor parameter koefisien regresi, berukuran (K+1) x 1
𝝆 = Parameter koefisien spasial lag variabel dependent
𝝀 = Parameter koefisien spasial lag pada error
U = Vektor error berukuran n x 1
𝜀 = Vektor errror berukuran n x 1
W1, W2 = Matriks pembobot, berukuran n x n
Beberapa model yang bisa di bentuk dari model umum regresi spasial ini, yaitu:
1. Apabila 𝜌 = 0 dan 𝜆 = 0, maka persamaan menjadi model regresi klasik
𝒀 = 𝑿𝜷 + 𝜺
2. jika nilai W2 = 0 atau 𝜆 = 0, maka akan menjadi model Spatial Autoregressive
(SAR)
𝑦 = 𝜌𝑾1𝑦 + 𝑿𝜷 + 𝜀
𝜀~(0, 𝜎 2 𝑰)
3. Jika nilai W1 = 0 atau ρ= 0, maka akan menjadi model Spatial Error Model
(SEM)
𝒚 = 𝑿𝜷 + 𝜆𝑾2𝒖 + 𝜀 𝜀~(0, 𝜎 2 𝑰)
A. Spatial Autogressive Model (SAR)
Model Spatial Auto Regressive (SAR) atau Spatial Lag Model (SLM) adalah
model yang megkombinasikan model regresi linear dengan Lag Spasial pada variabel
respon dengan menggunakan data cross section (Anselin,1988). Spasial Lag muncul
saat nilai observasi variabel respon pada suatu lokasi berkorelasi dengan nilai
observasi variabel respon di lokasi sekitarnya atau dengan kata lain terdapat korelasi
spasial antar variabel respon. Pada model ini terdapat fungsi dari variabel respon pada
lokasi 𝑗 yang digunakan sebagai variabel prediktor untuk memprediksi nilai dari
variabel respon pada lokasi 𝑖.
Model umum untuk SAR adalah sebagai berikut :
𝑌 = 𝜌𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝜀

15
𝜀 − (0, 𝜎 2 𝐼)
Parameter lag spasial (𝜌) menunjukan tingkat korelasi pengaruh spasial dari
suatu wilayah terhadap wiayah lain di sekitarnya.
B. Spatial Error Model
Spatial Error Model (SEM) adalah model regresi spasial dimana
ketergantungan spasial masuk melalui eror, bukan melalui komponen sistematis dari
model. Artinya, eror masih dapat menjelaskan komponen sistematis spasial. Spatial
Error Model muncul saat nilai eror pada suatu lokasi berkorelasi dengan nilai error di
lokasi sekitarnya atau dengan kata lain terdapat korelasi spasial antar error.
Model Spasial Eror ditunjukan dalam bentuk sebagai berikut :
𝑌 = 𝑋𝛽 + 𝑢
𝑢 = 𝜆𝑊𝑢 + 𝜀
𝜀 ~ (0, 𝜎 2 𝐼 )
Keterangan:
Y = peubah bebas
X = matriks peubah tak bebas
W = matriks pembobot spasial
λ = koefisien prediktor Model Spasial Eror
ε = eror yang tidak berkorelasi spasial memenuhi asumsi regresi klasik
u = vektor eror yang diasumsikan mengandung autokorelasi.
C. Geographically Weighted Regression (GWR)
Model GWR merupakan salah satu model yang dimunculkan dari metode
pendekatan titik yaitu pendekatan berdasarkan posisi koordinat garis lintang (latitude)
dan garis bujur (longitude). Pada suatu penelitian terhadap unit individu dengan
waktu yang bersamaan biasanya kurang memberikan informasi yang lebih.
Model Geographically Weighted Regression (GWR) adalah pengembangan dari
model regresi dimana parameter dihitung pada setiap lokasi pengamatan, sehingga
setiap lokasi pengamatan mempunyai nilai parameter yang berbeda-beda. Variabel
respon dalam model GWR diprediksi dengan variabel prediktor yang masing-masing
koefisie regresinya tergantung pada lokasi dimana data tersebut diamati.

16
Model GWR dapat di tulis sebagai berikut :

p
yi=β 0 (u i , v i ) + ∑ β k ( ui , v i ) X ik + ε i
k =1

Keterangan
𝑌𝑖 = Nilai variabel respon pada titik lokasi pengamatan ke-i
𝛽0(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = Konstanta / Intercept GWR
(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = Koefisien regresi ke-k pada titik lokasi pengamatan ke-i
, 𝑣𝑖 = Titik koordinat lintang dan bujur pada lokasi pengamatan ke-i
𝜒𝑖𝑘 = Nilai variabel prediktor ke-k pada titik lokasi pengamatan ke-i
𝜀𝑖 = Error pada titik lokasi-I yang diasumsikan independen, identik dan
berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan varians 𝜎 2

Pendugaan parameter model GWR dilakukan dengan metode Weight Leaset


Square (WLS) yaiitu dengan memberikan pembobot yang berbeda untuk setiap lokasi
dimana data diamati. Dimana i = 1,2...,n pada GWR sebuah observasi diboboti
dengan nilai yang berhubungan dengan titik ke-i. Bobot Wij, unutk j = 1,2,...,n pada
setiap lokasi 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 maka

𝛽̂(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = ((𝑋 𝑇𝑊(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )𝑋)) −1𝑋 𝑇𝑊(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )y

Pendugaan perameter model GWR diperlukan pembobot spasial untuk


mewakili letak data observasi satu dengan yang lainnya, pada penelitian kali ini di
gunakan pembobot Adaptive gaussian kernel yang dirumuskan sebagai berikut

2
d ij
w j ( ui , v i )=(−0.5 )( )
h
2 2

Dengan d ij = ( ui−u j ) + ( v i−v j ) pada persamaan (1) adalah jarak Euclidean
antara lokasi (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) ke lokasi (𝑢𝑗𝑖, 𝑣𝑗) dan h adalah parameter non negatif yang

17
diketahui dan biasanya disebut parameter penghalus (bandwidth). Untuk
mendapatkan bandwidth optimum, dapat dilakukan dengan menghitung cross
validation (CV). Jika nilai CV semakin kecil, maka didapatkan bandwidth yang
optimum dengan rumus sebagai berikut :
n
2
CV =∑ [ y i −^y ≠i ( b ) ]
i=1

D. Aplikasi Geoda
Software GeoDa pertama kali diperkenalkan oleh Luc Anselin tahun 2002.
Software ini dikembangkan dengan tujuan untuk memfasilitasi eksplorasi dan analisis
data spasial dari hal yang sederhana sampai pemodelan yang kompleks (Anselin dkk,
2006).
Software ini menekankan pada kemampuan untuk visualisasi map seperti
outlier maps, smoothing rate maps, cartogram map, dan map animasi. Explorasi data
meliputi grapik statistic, parallel coordinates plot, codintional plots dan explorasi
khusus untuk spasial data. Software ini juga dirancang untuk mampu melakukan
perhitungan spatial autokorelasi baik yang univariate ataupun yang bivariate. Geoda
juga didesain mampu menganalisis data input berupa shape file dari coordinate poin
dan juga polygon dan koordinat centroid. Software ini juga memiliki fasilitas untuk
membuat matrik bobot spasial menurut kritria contiguity, distance, dan juga k-nearest
neighbor. Model spatial regression juga terfasilitasi oleh GeoDa. Software ini dapat
dioperasikan pada sistem operasi Windows, IOS dan juga Linux (Anselin L. , 2003).
Penggunaan software GeoDa sama dengan software lainnya memerlukan
manajemen data. Untuk menggunakan software GeoDa sebaiknya memiliki data
dalam shapefile. Shapefile merupakan format data yang digunakan untuk menyimpan
data spasial khususnya peta digital nontopologis berbasis vektor. Format ini
memungkinkan menyimpan peta digital berupa bidang (polygon), garis (lines)
ataupun titik (point) (Gohil, 2015).
Jadi, Fungsi GeoDa diklasifikasikan menjadi 6 kategori yaitu analisis spasial,
eksplorasi data, mapping, analisis multivariat, autokorelasi spasial, dan regresi
spasial. Selain itu GeoDa juga dapat melakukan perhitungan regresi linear klasik.

18
Metode regresi spasial yang terdapat pada GeoDa yaitu metode spatial autoregressive
dan spatial error dengan menggunakan estimasi maksimum likelihood (Luc, Syabri,
& Kho, 2006).
E. Aplikasi GWR4
Pada analisis regresi spasial kita mengenal tahapan untuk menemukan model
yang terbaik dengan asumsi bahwa terdapat bias kewilayahan atau spasial pada model
regresi umum, sehingga digunakan model regresi dengan pembobotan berdasarkan
kewilayahan atau spasial. Beberapa software yang dapat membantu peneliti dalam
memproses data hasil penelitian yang terboboti wilayah adalah OpenGeoDa dan
GWR

Step 1: Data

“start your session by giving it a title


then open your data file”
Step 2: Model

“specify one regrssion type and the


variable setting needed for GWR
modelling”

Step 3: Kernel

“choose a geographical kernel type and its


bandwidth size. Automated optimisation of
bandwidth size is also available”

Step 4: Output

 “specify filenames for the files


storing the modelling result”

Step 5: Execute

 “specify filenames for the files


storing the modelling result”

19
Dari gambar terlihat bahwa ada 5 tahapan yang diperlukan dalam proses
pembentukan model regresi terboboti wilayah
1. Data, pada bagian ini sesuai dengan tahapan merujuk pada manual book
merupakan tahapan “start your session by giving it a title then open your data
file” yaitu pemberian judul pada analisis yang akan dilakukan dan penginputan
data kedalam software GWR4.
2. Model, pada bagian ini sesuai dengan tahapan merujuk pada manual book
merupakan tahapan “specify one regrssion type and the variable setting needed
for GWR modelling” yaitu berupa pemilihan model regresi yang akan di
bangun berdasarkan jenis dari distribusi datanya (Gaussian, Poisson dan
Logistic). Selain itu pada STEP 2, didefinisikan juga variabel-variabel yang
akan disertakan dalam proses analisis pembentukan model. Pastikan data
koordinat (X_Lon,Y_Lat) dari lokasi (spasial) penelitian sudah tersedia.
3. Kernel, pada bagian ini sesuai dengan tahapan merujuk pada manual book
merupakan tahapan “choose a geographical kernel type and its bandwidth size.
Automated optimisation of bandwidth size is also available” yaitu berupa
pemilihan fungsi pembobot Kernel, baik itu dengan fixed maupun adaptive.
Selain itu pada STEP 3, ditentukan juga bandwidth baik itu default search
maupun definitive nilai yang dimiliki. Dan terakhir pada STEP 3, dilakukan
pemilihan kriteria dalam pengujian fit model GWR
4. Output, pada bagian ini sesuai dengan tahapan merujuk pada manual book
merupakan tahapan “specify filenames for the files storing the modelling result”
yaitu berupa pemilihan lokasi dalam menyimpan output hasil proses modeling
dengan sofware GWR4
5. Execute, pada bagian ini sesuai dengan tahapan merujuk pada manual book
merupakan tahapan “execute the session to compare necessary calculations and
read the results” yaitu untuk memulai proses estimasi model GWR. Klik tombol
“execute this session”, selanjutnya GWR4 akan melakukan proses estimasi.

20
Dari proses di STEP : 5, tunggu beberapa saat sampai GWR4 memuncul-kan
informasi dengan teks “Program terminated” pada kotak hasil. Kita dapat melihat
hasil estimasi pada kotak hasil dan juga melihat nilai estimasi koefisien variabel
bebas pada model GWR dengan mengklik tombol “View the parameter estimates”.
Hasil tersebut juga dapat dibuka pada file output yang kita set pada tab STEP 4.

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)


adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan
standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. IPM digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang
atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan
ekonomi terhadap kualitas hidup.

Untuk mendapatkan IPM, ada beberapa variabel yang menjadi dasar penentuan
IPM. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji regresi spasial untuk memperoleh
variabel yang berpengaruh terhadap IPM di Provinsi Jawa Timur. Variabel yang
diujikan meliputi

a) Variabel Terikat (Y) : IPM


b) Variabel Bebas 1 (X1): Angka Partisipasi Sekolah (APS).
c) Variabel Bebas 2 (X2) : Rasio Guru-siswa SMP/MTS
d) Variabel Bebas 3 (X3): Jumlah Sarana Kesehatan
e) Variabel Bebas 4 (X4): Rumah tangga dengan air layak
f) Variabel Bebas 5 (X5) : PDRB
g) Variabel Bebas 6 (X6) : Kepadatan Penduduk
h) Variabel Bebas 7 (X7): Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

3.1.1 Langkah Kerja

1. Siapkan Data variabel terikat (Y) dan Variabel bebas (X) dalam bentuk excel
yang akan dilakukan uji analisis regresi spasial menggunakan tools
Geographically Weighted Regression (GWR) pada Arcgis.

22
2. Selanjutnya lakukan standarisasi data-data tersebut menggunakan software
SPSS, maka dari itu, pertama buka aplikasi SPSS.

3. Setelah aplikasi SPSS sudah dibuka, klik Variable View untuk mengatur kolom
yang akandipakai untuk input data.

23
4. Setelah itu atur tipe tipe kolom pada SPSS sesuai dengan bentuk data yang akan
di input :
a) kolom 1 : Beri nama kolom dengan nama Kabupaten > pada pilihan Type,
pilih String (karena input data berupa teks) > pada pilihan width pilih 20
(batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 0 > pada pilihan
align pilih rata kiri (Left) > pada pilihan measure pilih Nominal.
b) kolom 2 : Beri nama dengan nama Y (variabel terikat) ? pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
c) kolom 3 : Beri nama dengan nama X1 (variabel bebas 1) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
d) kolom 4 : Beri nama dengan nama X2 (variabel bebas 2) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width

24
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
e) kolom 5 : Beri nama dengan nama X3 (variabel bebas 3) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
f) kolom 6 : Beri nama dengan nama X4 (variabel bebas 4) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
g) kolom 7 : Beri nama dengan nama X5 (variabel bebas 5) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
h) kolom 8 : Beri nama dengan nama X6 (variabel bebas 6) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.
i) kolom 9 : Beri nama dengan nama X7 (variabel bebas 7) > pada pilihan
type, pilih numeric (karena input data berupa angka) > pada pilihan width
pilih 15 (batas maksimal karakter) > pada pilihan decimals pilih 2 (batas
maksimal jumlah angka decimal) > pada pilihan align pilih rata kanan
(right) > pada pilihan measure pilih Scale.

25
5. Setelah mengatur tipe-tipe kolom, klik data view.

6. Setelah berada pada tampilan data view, input data-data x dan y yang akan di
standarisasi dengan cara, Copy data dari excel > paste pada kolom yang ada
pada SPSS.

26
7. Setelah input data selesai lakukan standarisaasi dengan cara, Klik Toolbar
Analyze > Klik Descriptive Statistics > Klik Descriptive.

8. Setelah itu, Blok semua variabel > Klik tanda panah kearah kanan > centang
pada bagian save standardized values as vaiables > lalu klik ok.

27
9. Berikut adalah angka Z-Score hasil standarisasi data menggunakan SPSS.

10. Setelah itu, blok semua variabel hasil standarisasi > tekan Ctrl + C untuk copy
data > lalu paste pada excel.

28
11. Setelah angka standarisasi telah di copy pada excel, rapikan data tersebut
seperti dibawah ini.

12. Setelah itu buka Aplikasi Arc Map dan masukkan data SHP batas administrasi
Jawa timur (nama shp: Jawa timur).

29
13. Setelah itu konversi data-data yang sudah di standarisasi tadi yang berbrntuk
excel, menjadi data tabel atriibut di Arcgis dengan cara, buka arc toolbox >
Klik toolbox Conversion tools > Klik excel > pilih excel to table.

14. Setelah jendela tools excel to table telah muncul, pada input excel file, pilih
data excel yang akan di konversi (Nama file: VARIABEL Z SCORE) > pada
output table, pilih lokasi penyimpanan hasil konversi ( Note: jika
penyimpanan dilakukan pada folder biasa, pada akhir nama file

30
ditambahkan .dbf. jika file disimpan di file geodatabase maka diakhir
nama file tidak perlu ditambahkan apapun) > lalu pada sheet (optional),
pilih sheet excel yang akan dikonversi > lalu klik ok.

15. Berikut adalah hasil konversi data excel menjadi data attribute.

31
16. Hapus field (Kolom) yang tidak diperlukan pada data attribute tersebut (Hapus
Field “No”)

17. Setelah itu lakukan penggabungan data tabel yang telah dikonversi tadi dengan
SHP Jawa Timur dengan cara, klik kanan pada SHP Jawa Timur > Klik join
and relate > klik Join.

32
18. Setelah muncul tampilan dari tools join, pada kolom 1 pilih field (kolom)
Name_2 (berisi nama Kab/Kota) > pada kolom 2 pilih data attribute yang telah
dikonversi tadi > pada join option pilih keep only matching records > lalu klik
ok.

19. berikut adalah hasil join data attribute.

33
20. Hapus field (kolom) yang tidak diperlukan agar tidak mengganggu, sehingga
menjadi data attribute seperti dibawah ini.

21. Selanjutnya adalah tahapan awal pada Analisa regresi spasial, yaitu melakukan
analisis faktor dengan cara, klik arctoolbox > klik spatial statistic tools > klik
modelling spatial relationship > lalu pilih tools Ordinary Least Square (OLS)

34
22. Setelah muncul jendela tools Ordinary Least Square (OLS), pada input feature
class masukkan SHP Jawa timur > pada kolom unique ID Field, pilih
Jawatimur.Id_1 (field yang berisi kab/kota yang di representasikan dengan
urutan angka) > pada output feature class pilih lokasi penyimpanan > pada
kolom dependent variable, pilih jatim1.Y (Variabel terikat) > pada kolom
explanatory variables, pilih semua variabel bebas (Jatim1.X1 hingga
Jatim1.X7). > pada kolom output report file (Optional), pilih lokasi
penyimpanan dari output yang berbentuk file PDF >lalu klik Ok.

35
23. Berikut adalah hasil dari analisis faktor menggunakan tools Ordinary Least
Square (OLS).

36
Output 1

Output 2

Pada umumnya dari output tersebut, variabel yang memiliki tanda (*) adalah
variabel yang dipilih untuk dilakukan pada tahapan Analisa selanjutnya. Namun ada
kalanya tools OLS ini akan memunculkan hasil yang kurang realistis.
Jika dalam kasus ini, pada output tersebut dapat diketahui bahwa variabel X6
(kepadatan penduduk) memiliki probabilitas yang paling rendah jika dibandingkan

37
dengan variabel lainnya, maka dari itu tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis
faktor kembali dengan mereduksi variabel X6 (Kepadatan Penduduk).
24. Lakukan kembali analisis faktor dengan Langkah yang sama yaitu dengan cara,
klik arctoolbox > klik spatial statistic tools > klik modelling spatial relationship
> lalu pilih tools Ordinary Least Square (OLS).

25. Setelah muncul jendela tools Ordinary Least Square (OLS), pada input feature
class masukkan SHP Jawa timur > pada kolom unique ID Field, pilih
Jawatimur.Id_1 (field yang berisi kab/kota yang di representasikan dengan
urutan angka) > pada output feature class pilih lokasi penyimpanan > pada
kolom dependent variable, pilih jatim1.Y (Variabel terikat) > pada kolom
explanatory variables, pilih semua variabel bebas kecuali variabel X6 > pada
kolom output report file (Optional), pilih lokasi penyimpanan dari output yang
berbentuk file PDF >lalu klik Ok.

38
26. Berikut adalah hasil dari analisis faktor Ke-2 dengan menggunakan tools
Ordinary Least Square (OLS).
Output 1

39
Output 2

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa variabel X1 memiliki probabilitas yang
paling rendah. Jika pada tahapan sebelumnya, variabel yang memiliki probabilitas
rendah dilakukan proses reduksi, namun pada tahap ini dilakukan terlebih dahulu
hingga tahapan akhir proses Analisa regresi spasial. Jika nantinya nilai Rsqaure pada
tahapan GWR menunjukan angka dibawah 0,5 maka akan dilakukan proses reduksi
variabel kembali.
27. Selanjutnya adalah melakukan uji autokorelasi dengan cara, klik arctoolbox >
klik spatial statistic tools > klik analyzing patterns > lalu pilih tools spatial
autocorrelation (Moran’s I).

40
28. Setelah muncul jendela tools spatial autocorrelation (Moran’s I), pada kolom
input feature class, masukkan SHP hasil OLS tadi dengan nama SHP
OLSreduksi > Pada kolom input field, pilih Field Stdresid > beri centang pada
kolom Generate report (Optional) > pada conceptualization of spatial
relationship pilih INVERSE_DISTANCE > pada Distance Method pilih
EUCLIDEAN_DISTANCE > Pada kolom standardization pilih ROW > lalu
klik Ok.

41
29. Berikut adalah output dari tahapan uji autokorelasi menggunakan tools spatial
autocorrelation (Moran’s I).

(untuk melihat tempat tersimpanya output, klik result pilih seperti yang di blok,
nanti itu berupa link ke browser yang ada pada laptop)

42
Pada output diatas dapat diketahui bahwa pengelompokan atau klusterisasi hasil
dari variabel yang diujikan membentuk kluster acak/random hal ini dipengaruhi oleh
fluktuasi dari data yang diujikan.
Pada moran’s index juga mendapatkan nilai 0.011393, yang berarti
autokorelasi yang terjadi adalah autokorelasi positif. Autokorelasi positif terjadi

43
apabila nilai moran’s index ada pada interval 0 - 1, sedangkan autokorelasi negative
terjadi apabila moran’s index ada pada interval -1 - 0
30. Setelah itu lakukan uji regresi spasial dengan cara, klik arctoolbox > klik spatial
statistic tools > klik modelling spatial relationship > lalu pilih tools
Geographically Weighted Regression (GWR).

31. Setelah muncul tools Geographically Weighted Regression (GWR), pada input
feature class pilih SHP Jawa Timur > pada dependent variable pilih field
Jatim1.Y (Variabel terikat) > pada kolom explanatory Variables masukkan
variabel bebas X1, X2, X3, X4, X5, X7 (tanpa X6 karena telah direduksi) >
setelah itu pada output feature class, pilih lokasi penyimpanan > pada kolom
kernel type, pilih ADAPTIVE > pada Bandwith method, pilih AICc > lalu klik
Ok.

44
32. Berikut adalah hasil analisaregresi spasial dengan menggunakan tools
Geographically Weighted Regression (GWR).
Output 1

45
Output 2

3.1.2 Interpretasi
Dari hasil regresi spasial diatas muncul hasil regresi dari setiap daerah di
provinsi jawa timur. Nilai R-Square pada semua daerah di provinsi Jawa Timur ada
pada angka > 0.5.

Berbeda dengan regresi non-spasial, pada regresi spasial output persamaan


regresi dimunculkan pada tiap daerah, sehingga interpretasi yang bisa diambil lebih
tajam. Dari output diatas dapat diketahui bahwa R Square tertinggi ada pada daerah
Kabupaten Lumajang dengan R-Square sebesar 0.842586 yang memiliki arti bahwa
hasil Analisa dapat merepresentasikan sebesar 80% di lapangan. Persamaan regresi
pada Kabupaten Lumajang yakni:

Y = 0.745706X1 + 0.191895X2 + 0.237391X3 + 0.114546X4 + 0.21537X5 +


-0.071812X7 + C

46
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Data spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai data yang


memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut
selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga dapat memberikan
informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam
suatu ruang (wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka
peta merupakan bentuk/cara penyajian data spasial yang paling tepat.
Hubungan antara penyajian data dan peta ini diebut dengan efek spasial, yang
terkait dengan perbedaan karakteristik lingkungan dan geografis antar-lokasi
pengamatan sehingga masing-masing pengamatan kemungkinan memiliki
variasi yang berbeda atau terdapat perbedaan pengaruh variabel predictor
terhadap variabel respon untuk setiap lokasi pengamatan. Dengan
menggunakan metode Regresi Terboboti Geografis atau Geographically
Weighted Regression (GWR) dapat mengantisipasi heterogenitas spasial.
IPM merupakan tingkatan status pembangunan manusia di suatu
wilayah yang akan berfungsi sebagai patokan dasar perencanaan jika
dibandingkan. IPM merupakan alat advokasi kepada para pengambil
keputusan dan perumus kebijakan tentang langkah-langkah pada masa
mendatang yang perlu dilakukan.
Variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan IPM antara lain :
a. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
b. Rasio Guru-siswa SMP/MTS
c. Jumlah Sarana Kesehatan
d. Rumah tangga dengan air layak
e. PDRB
f. Kepadatan Penduduk
g. Tingkat Partisipaso Angkatan Kerja

47
Dari hasil regresi spasial menunjukan nilai R-Square pada semua
daerah di provinsi Jawa Timur ada pada angka > 0.5. Sedangkan untuk
Kabupaten Lumajang menunjukkan R-Square tertinggi dengan R-Square
sebesar 0.842586 yang memiliki arti bahwa hasil Analisa dapat
merepresentasikan sebesar 80% di lapangan.

48

Anda mungkin juga menyukai