Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH GEOGRAFI BUDAYA DAN PARIWISATA

PENGEMBANGAN DESTINASI

Dosen Pengampu: Dr. Sugiharto, M. Si

Sendi Permana S.Pd,. M.Sc

Disusun Oleh Kelompok 5:

Klarisa Astrina Br (3203131067)


Tamba
Maharani Safitri (3203131017)

Mutiara Shalsabila (3201131007)


Fitri S

JURUSAN PENDIDIKAN

GEOGRAFI FAKULTAS ILMU

SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI

MEDAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT.Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya Kami dapat menyelesaikan Tugas Kelompok tepat pada
waktunya, dengan Materi “Pengembangan destinasi”. Adapun tugas ini dibuat untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Geografi Budaya Dan Pariwisata. Kami ucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Geografi Budaya Dan Pariwisata Bapak Dosen Dr.
Sugiharto, M. Si dan Bapak Dosen Sendi Permana S.Pd,.M.Sc yang telah memberikan kami
kesempatan dalam menyusun makalah ini.

Selama penyusunan tugas makalah ini, kami banyak mengalami berbagai hambatan
dan kesulitan. Namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, makalah ini dapat
terselesaikan. Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar berguna
untuk kedepannya. Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca makalah ini,
semoga isi makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Oktober 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3

2.1 Pengertian Pengembangan dan Destinasi..........................................................................3

2.2. Pengembangan Destinasi....................................................................................................6

2.3 Perkembangan menurut Ruang dan Waktu.....................................................................7

2.4 Pengembang Pariwisata.....................................................................................................13

BAB III PENUTUP..................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................17

3.2 Saran....................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengembangan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai perubahan


yang lebih baik. Pengembangan menunjukkan adanya proses yang dilakukan secara terus
menerus, sistematik, dan terukur dari satu waktu (W1) ke waktu berikutnya (W2). Dalam
perkembangannya, ada komparasi pencapaian target dan permasalahan yang ingin diselesaikan.
Dalam kaitannya dengan pariwisata, pengembangan berarti peningkatkan komponen yang
terkait dengan kepariwisataan, dengan tujuan agar jumlah wisatawan yang datang lebih banyak,
lebih lama tinggal, lebih banyak mengeluarkan uang, dan kepuasan wisatawan dapat terpenuhi
secara optimal, serta lingkungan destinasi dapat tetap terjaga.
Destinasi dalam pariwisata sering kali menggunakan pendekatan wilayah, bukan
pendekatan administratif. Oleh karena itu, cakupannya dapat lebih luas dari hanya sekadar
batasan administraif, seperti desa, kecamatan atau kabupaten. Destinasi dilihat dari kesatuan
objek yang menarik dan dapat dijangkau oleh wisatawan dalam suatu wilayah. Destinasi
memiliki kemenarikan wisata berupa kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan budaya suatu
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah. Destinasi merupakan bagian yang sangat penting
dalam pariwisata, karena destinasi yang mendorong wisatawan datang, memberi pelayanan, dan
dapat memberikan variasi kemenarikan dengan daerah asal wisatawan. Pengembangan destinasi
pariwisata berarti meningkatkan komponen pariwisata agar lebih menarik, lebih banyak
kunjungan, masyarakat lebih diberdayakan, lingkungan dapat tetap terjaga, dan pemeratan
pembangunan dapat terwujud. Pengembangan objek dapat dilihat dari potensi wilayah dalam
hal distribusi, pola, dan proses pengembangan destinasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan dan destinasi?

2. Bagaimana maksud pengembangan destinasi?

3. Apa yang dimaksud dengan perkembangan menurut ruang dan waktu?

4. Siapa yang berperan sebagai pengembang pariwisata?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian pengembangan dan destinasi

2. Untuk mengetahui maksud dari pengembangan pariwisata

3. Untuk mengetahui maksud dari perkembangan menurut ruang dan waktu

4. Untuk mengetahui pemeran pengembang pariwisata

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengembangan dan Destinasi

1. Pengertian Pengembangan
Dalam bahasa kamus, perkembangan diartikan sebagai perubahan yang terus-menerus
dalam bentuk tahapan, dan tiap tahapan menunjukan situasi baru. Oleh karena itu,
perkembangan sering diartikan sebagai suatu proses dan keadaan Pearce, D. G (1989). Hal ini
sejalan dengan pendapat Gaulet (1968) yang menyatakan bahwa perkembangan banyak
diartikan sebagai suatu proses terutama bila mengkaji perubahan sosial, tetapi sering juga
mengacu kepada keadaan. Suatu masyarakat sering disebut maju, berkembang, dan tidak
berkembang, hal ini menunjukkan suatu keadaan.
Perkembangan bersifat multidimensi, sebab meliputi komponen- komponen dari sebuah
sistem yang saling memengaruhi.Mabogunje (1980) mengidentifikasi empat cara utama dalam
menggunakan batasan pengembangan atau pembangunan (development), yaitu:
1) pertumbuhan ekonomi;
2) modernisasi;
3) pendistribusian yang adil;
4) transformasi; dan
5) reorganisasi ruang.
Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam perkembangan selalu ada perubahan,
transformasi, dan modernisasi ke arah yang lebih baik, dilihat dari sisi perbaikan ekonomi
secara menyeluruh di berbagai lapisan masyarakat dan penataan ruang yang lebih efisien.Dalam
sebuah perkembangan selalu ada perbandingan-perbandingan, baik berdasarkan waktu maupun
tempat. Dari perbandingan tersebut, akan dijadikan dasar mengenai cara mengembangkan
sesuatu yang kurang berkembang, serta yang mengalami stagnasi menjadi lebih baik atau lebih
bermanfaat.
Konsep pengembangan dalam hal ini menjadi identik dengan pembangunan.
Pengembangan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bermakna positif, sistematis, dan
terkontrol sesuai dengan target yang ingin dicapai.

2. Destinasi Wisata
Destinasi atau daerah wisata merupakan faktor penting dalam kegiatan kepariwisataan.
Hal ini dikarenakan destinasi menjadi target atau tujuan wisatawan untuk pergi dan tinggal

3
selama beberapa waktu. Destinasi merupakan wilayah dengan luasan tertentu yang di dalamnya
terdapat berbagai kemenarikan objek wisata dan pelayanan wisata. Objek dan fasilitas wisata
tersebut dihubungkan oleh kesatuan akses, sehingga memberikan kemudahan bagi wisatawan
untuk menjangkaunya. Dalam Undang-Undang Kepariwisataan Indonesia, yaitu Undang-
Undang Nomor 10 tahun 2009, Destinasi disamakan dengan Daerah Tujuan Wisata yaitu
kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Menurut Gunn (1994) Destinastion zones adalah daerah dengan satuan geografis tertentu
yang dapat menampung sejumlah wisatawan, daerah tersebut mempunyai banyak dan cukup
beragam atraksi wisata, serta memiliki berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan.Destinasi sering kali tidak dibatasi oleh batas administratif, tetapi lebih kepada satu
kesatuan akses, misalnya Bandung Utara (meliputi Kota Bandung dan Kabupaten Bandung
Barat), Yogyakarta dapat melingkupi wilayah Borobudur yang menjadi bagian dari Magelang,
Bali dapat meliputi satu provinsi.Destinasi dapat dikembangkan secara khusus oleh pengelola
wisata dengan memperhatikan pesaing yang ada dan target yang ingin dicapai. Destinasi sering
pula muncul dari tuntutan pasar (wisatawan) yang menganggap daerah tersebut menarik untuk
dikunjungi.Proses pengembangan dapat dibedakan menjadi dua macam.
 Pertama, pengembangan akibat adanya otoritas tertentu misalnya pemerintah atau
investor. Pendekatan ini bisanya bersifat instruksi dari atas ke bawah (top down).
Pemerintah pusat atau investor memutuskan untuk mengembangan destinasi
berdasarkan berbagai pertimbangan seperti melihat kondisi pasar, potensi wilayah,
pengembangan wilayah, dan adanya target-target yang akan dicapai secara nasional.
Pendekatan ini biasanya memiliki dukungan politik dan dana yang cukup kuat, sehingga
pengembangan destinasi dapat berjalan dengan cepat. Dalam kondisi keterbatasan
sumber daya manusia dan dana di daerah, pendekatan otoritas dapat menjadi solusi,
walaupun jika dilihat dari partisipasi masyarakat relatif kecil.
 Kedua, pengembangan yang berasal dari kesadaran dan kebutuhan masyarakat akan
adanya potensi wisata (botton up). Kesadaran itu dapat muncul dari adanya wisatawan
yang datang, kemudian masyarakat berinsiatif membuat perencanaan dan
mengembangkan fasilitas yang dibutuhkan. Dalam pendekatan ini, dibutuhkan orang
yang menjadi penggerak, pengelola, penyatu ide-ide, pengambil keputusan, dan orang
yang mampu memotivasi masyarakat untuk berkomitmen terhadap keputusan yang telah
diambil

4
Pengembangan aksesibilitas harus sejalan dengan pengembangan daya tarik wisata itu
sendiri. Sosialisasi informasi ke daerah pasar wisatawan harus intensif dilakukan untuk
mendorong minat wisatawan berkunjung. Aksesibilitas dalam bentuk transportasi menjadi
faktor penting dalam merealisasikan minat menjadi keputusan untuk berwisata. Menyatukan
objek-objek wisata dalam satu kesatuan akses dalam sebuah destinasi atau antardestinasi dapat
membuat perjalanan wisatawan menjadi semakin ekstensif.Keluasan dan intensitas wisatawan
dalam berkunjung ke suatu destinasi sangat tergantung pada waktu yang dimiliki oleh
wisatawan dan daya tarik objek wisata itu sendiri. Apakah akan berwisata di sekitar satu
destinasi maupun lintas destinasi. Variasi destinasi tetap harus diperhitungkan dalam
pengembangan destinasi baru.
Secara ideografis, destinasi merupakan tempat yang menarik karena kondisi alam dan
budaya penduduknya, serta fasilitas yang ada di dalamnya. Dari perspektif organisasi, destinasi
dikembangkan oleh lembaga tertentu, destinasi juga dapat dibentuk oleh persepsi, tindakan,
pengalaman, dan kebutuhan wisatawan. Dengan demikian, destinasi merupakan suatu wilayah
yang dianggap bernilai, menarik, dan akan memberikan pengalaman kepada wisatawan baik
secara individual.Maupun kelompok. Berdasarkan definisi tersebut, dalam destinasi memiliki
delapan komponen sebagai berikut:
1) Daya tarik wisata, yaitu segala sesuatu yang memiliki kemenarikan untuk dikunjungi
dan dinikmati oleh wisatawan, dapat berupa keindahan alam, budaya, keunikan, dan hal
yang bernilai lain hasil buatan manusia.

5
2) Fasilitas umum, yaitu kelengkapan dasar fisik suatu wilayah yang pengadaannya
memungkinkan wilayah tersebut dapat berperan dan berfungsi dengan baik termasuk
kehidupan masyarakatnya. Misalnya transportasi, taman, tempat peribadatan,
ketersediaan air, listrik, dan sebagainya.
3) Fasilitas khusus pariwisata yaitu semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk
mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam
melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata, seperti pusat informasi, peta perjalanan,
toko cindera mata, tempat penukaran uang, dan sebagainya.
4) Aksesibilitas adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung
pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi, atau pergerakan dari
satu objek ke objek lainnya yang memudahkan pergerakan wisatawan di destinasi.
5) Masyarakat merupakan subjek dalam pengembangan pariwisata.Masyarakat dapat
menjadi penggerak pariwisata melalui berbagai aktivitas dan pelayanan bagi wisatawan
termasuk kemenarikan budaya, wisatawan pun menjadi sasaran pengembangan
pariwisata, yaitu peningkatan kesejahteraan.
6) Pemasaran pariwisata yaitu serangkaian proses untuk menciptakan,mengkomunikasikan,
menyampaikan produk wisata, dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk
mengembangkan kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.
7) Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan.
8) Kelembagaan kepariwisataan yaitu kesatuan unsur beserta jaringan yang dikembangkan
secara terorganisasi, meliputi pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat,
sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara
berkesinambungan, guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang
kepariwisataan.

2.2. Pengembangan Destinasi

Pengembangan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dari satu keadaan ke keadaan
yang lain agar menjadi lebih baik. Dalam proses tersebut, selalu diawali dengan perencanaan
agar jelas apa yang akan dilakukan serta capaian atau targetnya akan terukur. Pearce, D. G
(1989) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata pada dasarnya dilihat dari ketersediaan
objek, fasilitas, dan pelayanan pariwisata. Menurut Gunn (1994) ada dua aspek penting yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata, yaitu aspek permintaan (market demand)
dan aspek penawaran (product supply). Apa yang dikembangkan harus sesuai dan dapat
6
memenuhi kebutuhan wisatawan, sehingga wisatawan dapat memperoleh kepuasan dan
pengalaman yang tidak terlupakan. Aspek penawaran berupa atraksi, transportasi, informasi,
pelayanan, dan promosi yang satu sama lain saling terkait secara fungsional (fungsional
system).
Inskeep (1991) menjelaskan bahwa usaha pengembangan pariwisata harus berdasarkan
analisis komponen sebagai berikut.
1) Atraksi wisata berupa alam, budaya, dan kenampakan khusus serta berbagai aktivitas
yang ada di dalam wilayah tersebut yang menarik untuk dikunjungi.
2) Akomodasi berupa hotel atau bentuk fasilitas lain yang dapat digunakan oleh wisatawan
untuk bermalam selama mereka berada dalam perjalanan. Fasilitas pelayanan lain
seperti biro perjalanan, restoran, souvenir.
3) shop, barang-barang yang menarik dan menyenangkan, bank, tourist information, dan
lainnya yang diperlukan oleh wisatawan.
4) Transportasi, untuk akses masuk ke suatu negara, region atau wilayah, dan transportasi
lokal.
5) Infrastruktur lain seperti air, listrik, radio, telekomunikasi dan Sebagainya.
6) Kelembagaan sebagai pengembang dan pengelola pariwisata termasuk pendidikan,
keterampilan, pelatihan, strategi pemasaran,promosi, aturan dan kebijakan-kebijakan
lainnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 dijelaskan bahwa
pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di dalamnya
meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi, dan pengendalian dalam rangka penciptaan
nilai tambah sesuai yang dikehendaki.Dalam pengembangan destinasi dan objek wisata,
perbedaan kemenarikan perlu diperhitungkan agar dapat memberikan variasi pemandangan dan
aktivitas dalam berwisata. Apabila variasi dapat terpenuhi, maka perlu dibuat prioritas dalam
pengembangannya, karena itu diperlukan seleksi dari sejumlah objek melalui penilaian
berdasarkan kemenarikan. Penilaian kemenarikan dapat dilakukan melalui observasi,
identifikasi, dan respon atau pendapat dari wisatawan.Dalam satu kesatuan akses,
mengembangkan objek wisata pun perlu adanya suatu variasi. Sebagai contoh variasi antara
wisata alam dengan pengembangan wisata budaya, atau wisata alam pasif dengan wisata alam
aktif.

7
2.3 Perkembangan menurut Ruang dan Waktu

Miossec's dalam Pearce, D. G (1989) menggambarkan perkembangan pariwisata secara


evolusi berdasarkan perkembangan ruang dan waktu. Model tersebut memperlihatkan hubungan
antara potensi wilayah sebagai destinasi, perkembangan transportasi, perilaku wisatawan, serta
sikap atau pandangan pengambil keputusan dan juga masyarakat terhadap keberadaan destinasi
wisata (lihat Gambar 5.5). Pada awalnya, wilayah yang terisolasi dan belum ditunjang sarana
transportasi yang memadai, hanya dilalui begitu saja oleh para wisatawan yang akan menuju
destinasi lain. Pengetahuan wisatawan tentang daerah tersebut masih tertutup, sikap masyarakat
dan pengambil keputusan masih belum menerima akan adanya destinasi wisata. Tahap kedua,
mulai muncul pionir objek wisata, akses dan informasi mulai terbuka, serta pengambil
kebijakan beserta penduduk mulai mengamati atau melakukan observasi terhadap kedatangan
wisatawan. Pada tahap ketiga, objek wisata lain mulai bermunculan yang dihubungkan oleh
satu kesatuan akses, jadwal dan paket-paket perjalanan mulai dipasarkan, dan infrastruktur oleh
pengambil kebijakan mulai dibangun untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan. Objek
wisata semakin berkembang, berhierarki, dan terspesialiasi. Demikian pula dengan transportasi
yang semakin meluas membentuk sirkuit perjalanan.

Perkembangan pariwisata melalui proses evolusi pariwisata dari waktu ke waktu juga
dikemukakan oleh Butler (1980) yang disebutnya sebagai tourism lifecycle atau siklus hidup
pariwisata. Menurut konsep siklus hidup, kawasan wisata berkembang melalui lima tahap, yaitu
eksplorasi, keterlibatan, pengembangan, konsolidasi, stagnasi, dan pasca stagnasi. Tahap
eksplorasi adalah tahap pencarian dan penemuan. Pada tahap ini membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menjadikan wilayah sebagai daya tarik yang banyak mendatangkan
wisatawan. Pada awalnya, ada kemungkinan wisatawan datang secara tidak sengaja atau objek
wisata tersebut ditemukan oleh para petualang. Objek wisata banyak mengandalkan
kemenarikan alami dengan fasilitas wisata yang terbatas bahkan tidak ada sama sekali. Semakin
lama, keberadaan daya tarik wisata tersebut semakin menyebar, masyarakat dan pemerintah
setempat mulai menyadari akan potensi tersebut, dan selanjutnya dikembangkan berbagai
8
fasilitas wisata (tahap pengembangan atau development). Pada tahap yang kedua, penataan
objek wisata dan promosi mulai diintensifkan, sehingga terjadi peningkatan jumlah wisatawan
dengan cepat sampai batas maksimum.
Peningkatan jumlah wisatawan menjadi titik kritis karena berkaitan dengan daya dukung
dan pelayanan destinasi atau objek wisata, sehingga membutuhkan konsolidasi. Konsolidasi
merupakan kegiatan untuk mengevaluasi, memperkuat manajemen pengelolaan, membuat
strategi- strategi baru untuk menghindari ketidakpuasan wisatawan akibat kapasitasnya yang
melebihi daya dukung. Bila konsolidasi ini tidak dilakukan, maka akan terjadi stagnasi bahkan
berlanjut ke penurunan (decline). Apabila terjadi proses perbaikan atau peremajaan, baik secara
kualitas dalam hal pelayanan maupun secara kuantitas dalam hal perluasan dan penambahan,
maka jumlah wisatawan akan terus mengalami peningkatan.

Siklus hidup destinasi wisata menurut Butler's akan membentuk kurva "S" pada sumbu
waktu (mendatar atau X) dan jumlah wisatawan (vertikal atau Y). Pada tahapan ekplorasi
dibutuhkan waktu yang lebih lama. Kemudian, pada tahapan kedua atau tahap pengembangan
dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak untuk mengembangkan daya tarik dan fasilitas wisata.
Dalam tahap ketiga, kurva mulai menaik tajam hingga mencapai titik kritis yang membutuhkan
tahap konsolidasi. Setelah tahapan keempat atau tahap konsolidasi, maka akan masuk tahapan
kelima yang terdiri dari tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu peremajaan, stagnan atau
tetap, dan penurunan.
Skala perencanaan menurut Inskeep (1991) dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu 1)
skala situs (site scale), 2) skala daerah tujuan wisata (destination scale), dan 3) skala regional
(regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang di situs-situs objek
wisata sesuai dengan tujuan atau objek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan,
hotel, restoran, dan objek wisata utama. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa
objek wisata di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam
memberikan variasi wisata. Sementara itu, skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata
dalam lingkup yang lebih luas misalnya provinsi.
9
10
Gunn (1976) mengadakan kajian mengenai struktur keruangan atau struktur geografis
kawasan Texas dengan menerapkan pendekatan kartografis. Ia mencoba mengidentifikasi
kawasan-kawasan yang potensial untuk kegiatan touring dengan mengendarai mobil.
Menurutnya, kawasan wisata paling tidak harus memenuhi empat syarat, yaitu:
1)ada daerah asal wisatawan;
2) daerah tujuan wisata yang potensial;
3)daerah yang mempunyai aksesibilitas; dan
11
4) infrastruktur yang menunjang pengembangan wisata. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi variabel fisik yang dianggap potensial untuk touring, yaitu:
1) air dan kehidupan alami (wildlife);
2) topografi, tanah dan geologi;
3) tanaman penutup,
4) iklim dan atmosfer;
5) keindahan alam;
6) keberadaan atraksi, industri dan institusi;
7) sejarah, etnik, arkeologi, legenda, dan adat istiadat;
8) pusat pelayanan; dan
9) transportasi beserta akses.
Pembobotan dilakukan untuk merefleksikan pentingnya setiap kenampakan, sehingga
jumlah total skornya adalah 100. Setiap skor dibagi menjadi lima kelompok, yaitu sangat
lemah, lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat. Dari akumulasi skor tersebut dapat diidentifikasi
daerah yang potensial (kuat), baik, sedang, cukup lemah, dan lemah. Analisis dilakukan dengan
overlay 9 jenis peta yang membuat variabel di atas, dan hasilnya berupa peta potensi touring di
kawasan Texas. Indeks skala untuk wisata touring yang dipergunakan dapat dilihat pada Tabel
5.1.

Gunn berdasarkan yang dikutip dari Pedoman Operational Pengembangan Pariwisata


Jawa Barat Buku II WPW D Bandung (1993) mengemukakan bahwa pengembangan satuan
kawasan wisata harus dibentuk oleh tiga elemen dasar yang dikenal dengan tripartite
perencanaan atraksi wisata.
1. Nucleus atau inti merupakan elemen utama yang menjadi inti dari jenis objek daya tarik
12
wisata yang menjadi tujuan pengunjung untuk menikmatinya.
2. Inviolate belt ialah jalur pelindung yang juga merupakan gerbang. berfungsi
memberikan kesan yang menarik pada saat wisatawan akan masuk ke inti atraksi. Jadi,
inviolate belt merupakan lingkungan yang dijaga kondisi alamiahnya, sehingga akan
dapat membawa wisatawan pada suasana yang sesuai dengan nilai atraksi dan terjaga
kelestariannya
3. Zone of closure merupakan wilayah luar yang masih terpengaruh oleh aktivitas
wisatawan yang datang ke objek dan daya tarik wisata tersebut.
Secara fungsional, tahapan perencanaan dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengelompokkan objek dan daya tarik wisata yang dapat memberikan kepuasan
pengunjung. Kelompok atraksi ini disebut attraction cluster atau satuan kawasan wisata.
2. Menghubungkan semua objek atau atraksi dengan pusat-pusat pelayanan yang disebut
community service center atau pusat pelayanan wisata.
3. Untuk hubungan-hubungan tersebut diperlukan jalur transportasi yang disebut linkage
corridor atau jalan penghubung antara daerah tujuan pusat pelayanan dengan jalur regional
antarkota. Analisis destinasi SWOT menentukan strength (kekuatan), weaknesses
(kelemahan), opportunities (kesempatan), dan threats (ancaman atau saingan).

2.4 Pengembang Pariwisata

Inti dari pengembangan destinasi pariwisata adalah untuk menciptakan peningkatan


produk dan pelayanan kepariwisataan dalam arti luas, serta meningkatkan kemudahan
pergerakan wisatawan di suatu destinasi dan antardestinasi wisata. Untuk mencapai tujuan

13
tersebut, tidak dapat dilakukan oleh satu instansi atau oleh salah satu sektor. Pengembangan
pariwisata harus dilakukan secara sinergis antarsektor, baik secara horizontal maupun vertikal.
Unsur yang terkait dengan pengembangan pariwisata paling tidak terdiri dari tiga unsur, yaitu
pemerintah (public sector), masyarakat (community), dan pihak swasta sebagai pebisnis
(private sectors).
Peran pemerintah dalam pariwisata erat kaitannya dengan beberapa pengembangan sebagai
berikut:
1. Pengadaan dan peningkatan fasilitas transportasi.
2. Perizinan fasilitas wisata lain seperti pendirian hotel, restoran, perjalanan, dan
sebagainya. biro
3. Pembuatan payung hukum, seperti perundang-undangan, keputusan, peraturan, dan
sebagainya, mulai dari tingkat pusat sampai daerah.
4. Penataan ruang dan pengalokasian daerah tujuan wisata.
5. Promosi pariwisata khususnya ke mancanegara.
6. Perizinan dan penentuan membuat passpor, visa, dan pajak.
7. Kerja sama dan hubungan diplomatis antar negara.
8. Pengelolaan objek wisata, biasanya yang memiliki biaya tinggi dan berkaitan dengan
kepentingan nasional seperti cagar alam, taman nasional, kebun binatang, dan
sebagainya.
Sektor swasta adalah pihak yang mempunyai kepedulian dan modal terhadap
pengembangan pariwisata. Partisipasi pihak swasta umumnya dalam bidang pengadaan fasilitas
wisata seperti hotel, restoran, toko pusat perbelanjaan, tempat hiburan, tempat olahraga, dan
toko cindera mata. Transportasi dalam bentuk maskapai penerbangan, jalan tol, dan kendaraan
umum juga dikembangkan oleh pihak swasta.
Masyarakat merupakan pihak yang bertindak, baik sebagai objek maupun subjek dalam
pengembangan pariwisata. Sebagai objek, masyarakat adalah pemilik daya tarik wisata itu
sendiri, seperti nuansa perdesaan, kesenian, adat istiadat, rumah adat, dan sebagainya. Sebagai
subjek, masyarakat merupakan pengembang dari pariwisata, misalnya dalam bentuk
pengembang homestay, pemandu wisata, pemilik restoran, penyedia sarana transportasi,
pembuat cindera mata, dan pewujudan dari sapta pesona yaitu:
1. Keamanan
2. Ketertiban
3. Kebersihan
4. Kesejukan

14
5. Keindahan
6. Keramahan
7. Kenangan
Tanpa adanya dukungan masyarakat, maka pariwisata pun tidak akan berjalan dengan
baik, apalagi salah satu tujuan dari pengembangan pariwisata adalah meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat. Menteri Pariwisata Indonesia pada acara Rapat Koordinasi
Nasional (Rakornas) Triwulan I tahun 2017, menyukseskan pengembangan pariwisata dengan
mengusung konsep Pentahelix, yaitu lima unsur yang secara sinergisitas mengembangkan
pariwisata. Kelima unsur tersebut adalah Academician, Business, Community, Government,
dan Media (ABCGM).
Kaum akademisi dapat berperan dalam dunia kepariwisataan sebagai konseptor, peneliti,
pengembang teori-teori yang relevan dan baru dalam bidang pariwisata, pengembang sumber
daya manusia, dan pembuat standarisasi yang berhubungan dengan vokasi kepariwisataan.
Pebisnis umumnya memiliki kepekaan dan kemampuan dalam mengembangkan usaha yang
menguntungkan dan menciptakan nilai tambah melalui usaha yang berkelanjutan. Masyarakat
merupakan penduduk setempat yang memiliki minat, keinginan, semangat untuk
mengembangkan, dan memelihara lingkungan melalui pengembangan pariwisata. Pada model
Pentahelix pemerintah berperan sebagai regulator, kontrolir, koordinator, promotor, dan
fasilitator melalui berbagai aturan seperti, perencanaan, penataan, perizinan, pemantauan,
pengendalian, penyandang dana, pemasaran dan promosi, serta kebijakan-kebijakan lain untuk
tercapainya tujuan pengembangan pariwisata.
Gunn (1994) memilahkan atraksi wisata berdasarkan kepemilikan dan pengelolaannya
berdasarkan tabel berikut. Dalam bidang pengembangan wisata, media menjadi perantara
penting dalam mensosialisasikan dan mempromosikan destinasi wisata ke berbagai tempat yang
menjadi pasar potensial.

15
Di suatu negara maupun daerah, agen pengembang pariwisata berbeda-beda tergantung
pada kondisi pemerintah, sektor bisnis, dan pada masyarakat itu sendiri. Di Indonesia,
organisasi non profit atau Lembaga Swadaya Masyarakat kurang berperan dalam
pengembangan pariwisata. Situs-situs yang memiliki nilai sejarah seperti museum, taman kota,
dan cagar alam lebih banyak dikelola oleh pemerintah dibandingkan sektor swasta.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Destinasi menjadi komponen penting dalam pariwisata yang akan menjadi daya tarik bagi
wisatawan. Pengembangan destinasi khususnya objek-objek wisata di suatu destinasi harus
memberikan variasi objek yang dipadukan dalam kesatuan akses. Fasilitas wisata dapat
disesuaikan berdasarkan karakter objek wisata itu sendiri. Dalam pengembangan objek wisata
dan destinasi, hendaknya disesuaikan dengan segmen pasar yang ingin diraih. Oleh karena itu,
kajian dan penelitian semestinya dilakukan apabila ada pihak yang akan mengembangkan suatu
objek dan fasilitas wisata. Kerja sama secara tripatriat atau triple helix, yaitu antara pemerintah,
masyarakat, dan para pebisnis sangat penting dilakukan. Pentahelix yang menyertakan kaum
akademisi dan media sebagai lembaga pengembang ilmu pengetahuan yang kreatif dan inovatif
baik dalam perencanaan, pengembangan, maupun monitoring juga sangat penting dalam upaya
pengembangan wisata. Selain itu, media komunikasi maupun event organizer menjadi corong
dalam mensosialisasikan dan mempromosikan destinasi wisata dengan berbagai unsur di
dalamnya.
3.2 Saran

Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya. Meskipun


penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya
masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Maryani, Enok. (2019). GEOGRAFI PARIWISATA. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

18

Anda mungkin juga menyukai