Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FITOFARMAKA

“REVIEW JURNAL”

Disusun oleh :

Zahrotul Musyayadah

201710410311110

Farmasi C

DOSEN PEMBIMBING :

apt. Siti Rofida, S.Si., M.Farm


apt. Amaliyah Dina A., S.Farm., M.Farm

PROGRAM STUDI
FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
Riview Jurnal Ke-1
(Senyawa Marker)
Judul Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Daun Murbei (Morus alba
L.)
Penulis Subehan Lallo, Hamdayani L. A., Besse Hardianti, Rizki Asmawati Bahar
Reviewer Zahrotul Musyayadah (201710410311110)
Publikasi Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences Volume 2 No. 2 Hal : 68-72
Tahun 24 Desember 2017
Latar belakang dan tujuan Murbei (Morus alba L.) di Indonesia dikenal sebagai tanaman yang digunakan
penelitian sebagai makanan ulat sutra dan juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.
Secara tradisional, daunnya digunakan untuk menurunkan tekanan darah arteri.
Sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan karakterisasi
isolat dari ekstrak daun Murbei (Morus alba L.).
Tinjauan teori Salah satu tumbuhan berkhasiat obat dan sering digunakan oleh masyarakat
Indonesia yaitu tanaman murbei (Morus alba L.). Murbei banyak digunakan
sebagai tanaman obat antara lain yaitu karminatif, diaforetik, diuretik, antipiretik,
palpitasi, hipotensif, diabetes melitus, laksatif, vertigo, kolesterol tinggi,
dermatitis, elephantiasis, hepatitis, antitusif, febris, dan plasmodium malariae.
Secara tradisional daunnya digunakan untuk menurunkan tekanan darah arteri
(Mohammadi dan Naik, 2008; Wang et al., 2013). Daun M. alba telah dipalorkan
oleh peneliti sebelumnya mengandung ekdisteron, inokosteron, lupeol, beta-
sitosterol, morasetin, iso-quersetin, skopoletin, skopolin, α,β-hexenal, cis-lamda-
heksenol, benzaildehid, eugenol, linalool, benzil alkohol, trigonelin, kolin,
adenin, asam amino, tembaga, zink, vitamin (A, B1, C dan karoten), asam
klorogenik, asam fumarat, asam folat, dan asam formiltetrahidrofolik. Senyawa
kimia yang terkandung dalam daun tanaman ini dapat memberikan kontribusi
langsung terhadap perkembangan dan penemuan obat baru di Indonesia yang
juga dapat digunakan sebagai senyawa identitas marker tanaman tersebut
sehingga pemalsuan produk dapat diantisipasi dengan memberikan perlindungan
bagi pengguna (masyarakat).
Metode penelitian Penulis melakukan penelitian ini dengan mengekstraksi Daun M. alba dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Pemisahan dan pemurnian
dilaksanakan dengan menggunakan metode kromatografi. Hasil kromatografi
kolom dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksan : etil asetat dengan
berbagai perbandingan diperoleh sebagai fraksi dan fraksi dengan tampilan noda
pada KLT terbaik selanjutnya di KLTP untuk mendapatkan isolat yang kemudian
dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer IR dan UV-Vis.
Hasil & pembahasan Tahapan pada penelitian ini meliputi preparasi sampel, ekstraksi komponen zat
aktif, pemisahan senyawa aktif menggunakan kromatografi kolom yang
dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif dan karakterisasi senyawa
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR. Simplisia daun M. alba (2
kg) yang diekstraksi dengan metode maserasi diperoleh ekstrak kental sebanyak
64,09 g (rendamen= 3,20%). Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa dari
simplisia. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
maserasi. Ekstrak kental yang diperoleh dilakukan uji pendahuluan untuk
mengetahui kandungan kimianya. Pengujian ini dilakukan dengan meliputi uji
alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid, saponin dan tanin yang merupakan
golongan senyawa yang umum terdapat dalam tanaman yang merupakan
metabolik sekunder yang paling banyak dilaporkan memiliki aktivitas biologi.
Hasil pengujian tersebut diperoleh bahwa ekstrak etanol daun M. alba
mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, steroid dan tanin (Tabel 1).

Orientasi eluen dilakukan dengan menggunakan lempeng KLT yang telah


diaktifkan terlebih dahulu selama 15 menit pada suhu 115°C. Dilarutkan ekstrak
etanol daun murbei dan ditotol pada lempeng KLT kemudian dielusi dengan
menggunakan eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan (8:2), (5:5), dan
(7:3) kemudian dilakukan pengamatan dengan penampakan noda dengan
menggunakan sinar UV 254 dan 365 nm.
Dilakukan tahapan selanjutnya yaitu KLTP dengan fraksi yang dipilih yaitu
fraksi No 10 dan diperoleh 4 pita namun yang dikerok hanya pada pita nomor
tiga kemudian dilarutkan dengan etil asetat. Setelah itu dilanjutkan dengan
pengukuran spektrofotometer FT-IR dan spektrofotometer UV-Vis. Isolat yang
diperoleh selanjutnya dikarakterisasi menggunakan FT-IR.
Hasil yang diperoleh dengan adanya gugus fungsi O-H, C-H, C-O dan C=C dapat
disimpulkan isolat ini mengandung senyawa flavonoid, adanya gugus fungsi O-
H, C=O, C-O, C=C aromatic dan C-H alifatik yang mendukung bahwa isolatnya
positif suatu senyawa flavonoid dan adanya gugus fungsi N-H, dan C-N dapat
disimpulkan mengandung senyawa alkaloid. Spektrum yang tampak terdapat 2
pita yang dihasilkan oleh isolat. Serapan yang muncul pada panjang gelombang
239 dan 413 nm merupakan ciri senyawa flavonoid yang umumnya memiliki dua
daerah serapan karena resonans elektron pada gugus benzoil dan cinnamoyl yang
punya absorpsi pada panjang gelombang 240-285 nm dan 300-400 nm
(Silverstein, 2014).
kesimpulan Isolat ekstrak etanol daun M. Alba mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid
dengan gugus fungsi utama O-H, C-H, C-O dan C=C, serta serapan UV pada
panjang gelombang 239 dan 413 nm.
Kelebihan  Pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut
 Bahasa yang digunakan mudah dipahami
 Pembahasan pada jurnal ini dibuat secara singkat dan padat sehingga
pemahaman kepada jurnal ini lebih mudah.
Kekurangan  Pada bagian hasil penelitian dan pembahasan terdapat typo karena ada suatu
kaliamat yang tidak dijelaskan.
 kurang dalam memaparkan secara jelas dan lengkap latar belakang tentang
identifikasi senyawa penanda dari daun Daun Murbei (M. alba)
Riview Jurnal Ke-2
Judul Senyawa Penciri Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
sebagai Anti-Kolesterol
Penulis Irmanida Batubara, Husnawati, Latifah Kosim Darusman, Tohru Mitsunaga
Reviewer Zahrotul Musyayadah (201710410311110)
Publikasi Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI)
Tahun Agustus 2017
Latar belakang dan tujuan Jumlah masyarakat yang memiliki kadar kolesterol tinggi tergolong banyak dan
penelitian mereka memerlukan obat penurun kadar kolesterol. Salah satu bahan baku
tanaman yang umumnya dijadikan ramuan penurun kolesterol adalah daun jati
belanda (Guazuma ulmifolia). Penjaminan kualitas suatu bahan dengan khasiat
tertentu seperti kontrol kualitas daun jati belanda sebagai penurun kolesterol
dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa penciri. Saat ini, senyawa penciri
untuk daun jati belanda sebagai penurun kolesterol belum ditentukan. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa yang dapat
digunakan sebagai senyawa penciri penurun kadar kolesterol pada daun jati
belanda.
Tinjauan teori Masyarakat yang memiliki kadar kolesterol tinggi tergolong banyak dan mereka
memerlukan obat penurun kadar kolesterol. Walaupun telah mengonsumsi obat
antikolesterol, namun kadar LDL kolesterol pengonsumsi obat ini pun masih
tinggi dan banyak terjadi kesalahan dosis dalam penanganannya (Munawar et al.
2013). Salah satu bahan baku tanaman yang umumnya dijadikan ramuan penurun
kolesterol adalah daun jati belanda (Guazuma ulmifolia). Daun jati belanda di
Indonesia telah lama digunakan sebagai pelangsing dan penurun kolesterol. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa daun jati belanda dapat menurunkan
kadar kolesterol darah hewan coba (Sulistiyani et al. 2003).
Penjaminan kualitas suatu bahan dengan khasiat tertentu seperti kontrol kualitas
daun jati belanda sebagai penurun kolesterol dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa penciri maupun dengan teknik sidik jari. Senyawa penciri
merupakan senyawa yang pasti terdapat pada suatu bahan. Senyawa ini dapat
bertanggung jawab terhadap aktivitas maupun tidak bertanggung jawab secara
langsung terhadap aktivitas.
Metode penelitian Daun jati belanda ditentukan dengan parameter kualitas yang diukur diantaranya
kadar air, abu, abu larut asam, dan logam berat, yaitu Pb, Cd, dan As. Bahan baku
dengan kualitas yang baik kemudian diekstraksi menggunakan etanol 30%
dengan cara maserasi selama 24 jam. Filtrat hasil maserasi dikumpulkan dan
dipekatkan menggunakan rotari-evaporator. Ekstrak pekat kemudian dipisahkan
menggunakan teknik kromatografi melalui dua tahap pemisahan, yaitu pertama
dengan kromatografi kolom terbuka dan dilanjutkan dengan kromatografi cairan
kinerja tinggi preparatif (HPLC preparatif). Keberhasilan pemisahan ditentukan
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi analitik (HPLC), dan senyawa
penciri ditentukan berdasarkan spektrum ultravioletvisual (UV-Vis) nya.
Hasil & pembahasan Kualitas bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
kadar air, abu, abu tak larut asam, dan logam berat (Pb, Cd, & As). Hasil analisis
kualitas bahan baku terlihat pada (Tabel 1).
Seluruh kadar penentu kualitas yang didapatkan pada percobaan ini memenuhi
syarat yang ditentukan oleh Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia
(BPOM 2004). Kadar air yang didapat kurang dari 10% yang artinya mikrob
masih sulit melakukan aktivitas pada sampel ini. Kadar abu yang kecil dan juga
logam berat yang tidak terdeteksi menunjukkan bahwa bahan baku aman untuk
digunakan. Logam berat seperti Pb, Cd, dan As pun tidak terdeteksi pada daun
jati belanda yang digunakan pada penelitian ini. Ekstraksi serbuk daun jati
belanda menggunakan pelarut etanol 30% menghasilkan rendemen ekstrak
sebesar 9,61% (berdasarkan bobot kering bahan). Ekstrak yang dihasilkan
berwarna hijau sesuai dengan persyaratan monografi ekstrak jati belanda (BPOM
2004). Ekstrak kemudian dipisahkan menggunakan kromatografi kolom
menghasilkan 6 fraksi yang diberi nama Fraksi 1-6. Bobot tiap fraksi yang
dihasilkan beragam mulai dari 0,05-2,28 g (Tabel 2).

Fraksi dengan bobot tertinggi ditemukan pada Fraksi 5, yaitu dengan rendemen
sekitar 45%. Tingginya rendemen fraksi akan mempermudah pemisahan karena
bahan yang tersedia cukup banyak. Selain itu, rendemen fraksi yang tinggi
menunjukkan kemudahan untuk ditemukan senyawa pada bahan asalnya. Oleh
karena itu, senyawa yang didapat dari fraksi ini akan mudah digunakan sebagai
senyawa penciri karena kadarnya akan tinggi. Selain itu, berdasarkan uji
aktivitas, Fraksi 5 merupakan fraksi yang akan memberikan aktivitas penurun
kolesterol paling baik (data tidak ditampilkan). Selanjutnya pencarian senyawa
penciri dilakukan pada Fraksi 5.
Pemisahan Fraksi 5 dilanjutkan menggunakan HPLC preparatif. Berdasarkan
pola HPLC pada Fraksi 5 terdapat satu puncak dominan yang terdapat pada fraksi
ini, yaitu puncak dengan waktu retensi sebesar 14 menit. Senyawa pada waktu
retensi 14 ini menjadi target untuk dipisahkan dan ditentukan senyawanya. Untuk
mendapatkan senyawa dengan waktu retensi 14 menit, Fraksi 5 daun jati belanda
dipisahkan Kembali menggunakan HPLC preparatif dan didapatkan tiga fraksi.
Berdasarkan kromatogram fraksi 5.1-5.3 Senyawa dengan waktu retensi 14 menit
ini memiliki pola spektrum UV-Vis seperti terlihat pada Gambar 2a. Diduga
senyawa ini merupakan kuersetin (Gambar 3) yang tergolong dalam kelompok
senyawa flavonoid. Puncak pada panjang gelombang 252 nm menunjukkan
keberadaaan gugus sinamil pada kuersetin. Sementara puncak pada panjang
gelombang 355 nm menunjukkan keberadaan gugus benzoil (Acqua et al. 2012).
Hal ini didukung oleh laporan Manach et al. (1997) yang menunjukkan kuersetin
memiliki spektrum UV-Vis seperti terlihat pada Gambar 2b. Kuersetin
merupakan suatu senyawa yang telah diketahui memiliki beragam aktivitas.
Aktivitas kuersetin yang telah dilaporkan diantaranya sebagai antioksidan
(Duenas et al. 2009), antibakteri (Arima & Danno 2002), antivirus (Agustinus
2009). Terkait dengan penurun kolesterol, kuersetin dilaporkan memiliki efek
kardioprotektif (Dower et al. 2015), menurunkan risiko arterosklerosis (Sun et al.
2015), dan meningkatkan efluks kolesterol pada liver serta meningkatkan
perubahan kolesterol menjadi asam empedu (Zhang et al. 2016). Berdasarkan
laporan kemampuan kuersetin sebagai penurun kolesterol tersebut, kuersetin
dapat digunakan sebagai senyawa penciri kualitas daun jati belanda sebagai
penurun kolesterol.

kesimpulan Hasil pemisahan pada daun jati belanda menunjukkan keberadaan kuersetin.
Kuersetin terdapat pada ekstrak daun jati belanda dengan kadar yang cukup tinggi
dan memiliki khasiat terkait penurunan kadar kolesterol, oleh karena itu kuersetin
dapat menjadi senyawa penciri pada daun jati belanda.
Kelebihan  Bahasa yang digunakan mudah dipahami
 Jelas dalam memaparkan latar belakang tentang senyawa yang dapat
digunakan sebagai senyawa penciri penurun kadar kolesterol pada daun jati
belanda.
 Pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut
Kekurangan kurang jelas dan lengkap dalam memaparkan bagaimana mengidentifikasi
kualitas bahan baku yang ditentukan berdasarkan kadar air, abu, abu tak larut
asam, dan logam berat.
Riview Jurnal Ke-3
Judul Uji Aktivitas Ekstrak Daun Mengkudu (Morindra citrifolia Linn) dan Scopoletin
secara In-Vitro terhadap Bakteri tuberkulosis
Penulis Estu Mahanani Dhilasari, Idha Kusumawati dan Riesta Primaharinastiti
Reviewer Zahrotul Musyayadah (201710410311110)
Publikasi Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product Volume, 02 No.01
Tahun Maret 2019
Latar belakang dan tujuan Penyakit tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
penelitian Secara tradisional digunakan untuk pengobatan tuberculosis. Scopoletin
merupakan komponen utama dalam mengkudu, oleh karena itu scopoletin sering
dijadikan marker dalam farmakokinetik. Tujuan penelitian untuk mengetahui
aktivitas anti-Mycobacterium tuberculosis (H37RV) ekstrak daun mengkudu dan
scopoletin melalui penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).
Tinjauan teori Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (M. Tuberculosis). Peneliti India melaporkan beberapa spesies
tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri Mycobacterium tuberculosis salah
satunya adalah mengkudu. Konsentrasi ekstrak daun mengkudu dapat membunuh
89 bakteri dalam tes tube dan hamper sama efektifnya dengan obat anti-TB.
Aktivitas antibakteri yang ditunjukkan melalui nilai Konsentrasi Hambat
Minimun dari ektrak daun mengkudu yang diekstrasi dengan etanol adalah 100
μg/ ml dimana memiliki tingkat inhibisi sebesar 89% dapat digunakan untuk
tuberkulosis dan gangguan pernafasan.
Scopoletin merupakan komponen utama dalam mengkudu, oleh karena itu
scopoletin dijadikan marker dalam studi farmakokinetik. Aktivitas yang
ditunjukkan oleh scopoletin antara lain antihipertensi, antiinflamasi, analgesic
dan antimikroba.
Metode penelitian Pembuatan esktrak dilakukan dengan mengekstraksi serbuk simplisia dengan
etanol. Penetapan kadar ekstrak menggunakan metode KLT-densitometri
dilakukan dengan fase gerak : eter – toluene – asam asetat 10% (22:18:6) dan fase
diam : silica gel GF 254. Kemudian plat KLT diamati di bawah sinar UV dan
dipayar dengan densitometri pada panjang gelombang 364 nm. Penetapan kadar
scopoletin mengkudu menggunakan metode KLT-densitometri.
Hasil & pembahasan Penetapan kadar scopoletin dalam ekstrak daun mengkudu dengan metode KLT-
Densitometri karena metode ini memiliki kelebihan yaitu selektivitas tinggi,
dapat dipercaya, pengerjaannya relatif mudah dan cepat, biaya pengoperasian
relatif mudah, polaritas pelarut atau pelarut campuran dapat diubah dalam waktu
singkat, jumlah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan dapat digunakan untuk
uji kualitatif maupun kuantitatif . Pada penetapan kadar scopoletin digunakan
eluen campuran eter : toluen : asam asetat 10% = 22 : 18 : 6 tetes. Hasil penelitian
uji aktivitas anti mycobacterium tuberculosis menggunakan ekstrak etanol 50%
daun mengkudu menunjukkan hasil positif dengan menghambat pertumbuhan
mycobacterium tuberculosis pada konsentrasi 1,0 x 10−4 µg/ml – 5,1 x 10−11
µg/ml dengan nilai Konsentrasi Hambat Minimum 4,0 x 10−6 µg/ml.
Hasil penelitian didapatkan KHM dari ekstrak daun mengkudu sebesar 4,0 x 10-
6 µg/ml sedangkan scopoletin dengan jumlah sama yang dikandung pada ekstrak
tidak menunjukkan aktivitas anti-mycobacterium tuberculosisnya. Hal ini
disebabkan didalam ekstrak daun mengkudu terkandung berbagai macam
komponen yang memberikan efek saling mendukung atau sinergisme yang
mampu membunuh mycobacterium tuberculosis tidak hanya berasal dari
scopoletin.
kesimpulan Ekstrak etanol 50% daun mengkudu menunjukkan aktivitas anti mycobacterium
tuberculosis H37RV ATCC 27294 dengan nilai KHM sebesar 4,0 x 10-6 µg/ml.
sedangkan konsentrasi dalam KHM ekstrak etanol 50% daun mengkudu tidak
menunjukkan aktivitas anti mycobacterium tuberculosis H37RV ATCC 27294.
Kelebihan  Pemaparan dari jurnal cukup jelas.
 Jelas dalam memaparkan metode yang akan digunakan dalam penelitian.
 Pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut
Kekurangan  Tinjauan Pustaka kurang lengkap
 Tidak diberi keterangan gambar pada penjelasan.
Riview Jurnal Ke-4
Judul Standarisasi Kualitas Fraksi Etil Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.)
Penulis Rini Sulistyawati, Laela Hayu Nurani, Sholihatil Hidayati, Ahmad Mursyidi dan
Mustofa.
Reviewer Zahrotul Musyayadah (201710410311110)
Publikasi The 6th University Research Colloquium 2017
Tahun 2017
Latar belakang dan tujuan Mutu dan manfaat obat tradisional ditentukan oleh bahan baku yang digunakan.
penelitian Kelor merupakan salah satu bahan baku utama obat tradisional sehingga perlu
dilakukan standarisasi untuk meningkatkan mutu. Standarisasi fraksi etil asetat
daun kelor (FEDK) meliputi penetapan parameter spesifik dan nonspesifik. Uji
parameter spesifik meliputi organoleptis, penetapan kadar senyawa marker. Uji
parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu total serta
cemaran mikroba dan cemaran kapang khamir. Penelitian ini bertujuan untuk
standarisasi kualitas fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera Lamk.)
Tinjauan teori Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir agar mempunyai nilai
parameter yang konstan. Standarisasi dilakukan untuk memperoleh bahan baku
yang seragam yang akan menjamin aktivitas farmakologi. Standarisasi mencakup
parameter spesifik dan nonspesifik. Tanaman kelor telah terbukti memiliki
berbagai aktivitas farmakologi seperti antibiotik ,antiinflamasi dan
antinosiseptik. Kelor juga terbukti bermanfaat sebagai antidiabetes. Fraksi etil
asetat daun kelor memiliki aktivitas antioksidan melalui mekanisme
penghambatan radikal DPPH. Melihat besarnya potensi kelor sebagai tanaman
obat maka perlu dilakukan standarisasi fraksi etil asetat daun kelor (FEDK).
Standarisasi FEDK diperlukan untuk mempermudah penjaminan konsistensi
kualitas.
Metode penelitian Penulis melakukan pengukuran kadar kuersetin diukur dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis.
Hasil & pembahasan Standarisasi fraksi etil asetat daun kelor meliputi parameter spesifik dan
nonspesifik. Parameter spesifik meliputi aspek organoleptik dan penetapan kadar
senyawa marker. Sedangkan parameter non spesifik terdiri dari pengukuran kadar
air, susut pengeringan, kadar abu total, penetapan cemaran mikroba dan kapang
khamir. Pengukuran kadar air, susut pengeringan serta kadar abu dilakukan
dengan tiga kali replikasi kemudian diambil nilai rata-rata. Hasil pengujian
parameter standar spesifik dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Pada penetapan kadar senyawa marker dalam FEDK dengan metode
Spektrofotometri UV-Vis dengan baku pembanding kuersetin didapatkan kadar
kuersetin dalam FEDK sebesar 3,35% ± 0,02. Kuersetin merupakan senyawa
aktif utama dalam daun kelor yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
Hasil standarisasi parameter non spesifik dapat dilihat pada tabel 3.

kesimpulan Secara keseluruhan proses fraksinasi daun kelor untuk telah terstandarisasi
dengan baik. Hasil penetapan parameter spesifik meliputi kadar senyawa marker
(kuersetin) sebesar 3,35% ± 0,02. Penetapan parameter non spesifik meliputi
susut pengeringan sebesar 13,12%±0,05, kadar air 12,5%±0,17, kadar abu total
4,8%± 0,21 dan tidak terdapat cemaran mikroba serta kapang khamir.
Kelebihan  Pemaparan dari jurnal cukup jelas sehingga mudah dipahami.
 Memberitahukan deskripsi secara lengkap dengan tabel.
Kekurangan  Identitas jurnal ini tidak lengkap
 Abstrak dalam jurnal ini hanya menggunakan bahasa indonesia tidak
menggunakan bahasa inggris. Menggunakan abstrak dalam bahasa Inggris
harus ada karena merupakan persyaratan dalam akreditasi jurnal ilmiah.
Riview Jurnal Ke-5
Judul Uji aktivitas penghambatan Enzim α- glucosidase serta Uji Mutu Ekstrak Etanol
Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.)
Penulis Yesi Desmiaty, Risma MarisiI Tambunan, Kartiningsih,, Lola Dyah Pithaloka
Reviewer Zahrotul Musyayadah (201710410311110)
Publikasi Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Volume 12, No.2, hal. 232-237
Tahun September 2014
Latar belakang dan tujuan Batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) diketahui memiliki aktivitas
penelitian antidiabetes dan tidak toksik. Hal ini peneliti menunjukkan penggunaan tanaman
tersebut sebagai obat herbal yang mana belum teruji khasiat, mutu dan keamanan
sediaan tersebut. Dalam upaya pengembangan sediaan jamu menjadi suatu herbal
terstandar perlu dilakukan pemeriksaan terhadap ekstrak yang dapat menjamin
khasiat, mutu dan keamanannya. Sehingga review ini bertujuan untuk
memberikan informasi terkait pengujian mutu ekstrak etanol batang Brotowali
(Tinospora crispa (L.) Miers.) dan uji aktivitas penghambatan Enzim α-
glucosidase yang mana akan digunakan sebagai bahan baku obat herbal.
Tinjauan teori Tanaman Brotowali telah dikenal dan digunakan masyarakat Indonesia sebagai
salah satu komponen jamu sejak dahulu. Rasanya yang sangat pahit dipercaya
memiliki khasiat sebagai antidiabetes, merangsang nafsu makan, anti rematik,
stomakik, tonikum, obat gatal, menghilangkan memar, mengobati demam kuning
dan penghilang nyeri. Dari hasil penelusuran pustaka diketahui batang brotowali
telah diuji klinis memiliki efek hipoglikemik dengan dosis 250 mg sehari dua kali
dan antidiabetes pada tikus percobaan. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut
secara oral pada tikus, batang brotowali termasuk golongan praktis tidak toksik.
Pada uji mutagenesis dengan metode Ames, batang brotowali tidak menunjukkan
kemampuan mutagenesis. Hal ini menunjukkan bahwa brotowali aman dan tidak
toksik.
Menurut hasil tinjauan peneliti brotowali mengandung pati, glikosida
pikroretosida, alkaloid berberin, alkaloid palmatin, zat pahit pikroretin dan harsa.
Ekstrak etanol batang brotowali memiliki senyawa marker yaitu diterpenoid
tinokrisposida tidak kurang dari 0,3% dan mengandung senyawa alkaloid
palmatin, berberin tembetarin, tinokrisposid, tinotuberid, pikroretin, dan
flavonoid apigenin. Dan untuk Persyaratan ekstrak etanol brotowali meliputi: (1)
pemerian: kental, berwarna coklat tua, bau khas, dan rasa pahit; (2) parameter
non spesifik: kadar air tidak lebih dari 15,0%, kadar abu total tidak lebih dari 12,5
% dan kadar abu tak larut asam tidak lebih dari 0,2%; (3) parameter spesifik:
senyawa identitas yaitu tinokrisposida, tidak kurang dari 0,3%. Uji mutu meliputi
penetapan kandungan kimia senyawa marker (kadar flavonoid total dan kadar
apigenin), penetapan parameter spesifik (identitas, organoleptik, senyawa terlarut
dalam pelarut).

Metode penelitian Penulis melakukan pengujian mutu ekstrak etanol batang Brotowali (Tinospora
crispa (L.) Miers.) dengan metode penetapan kandungan kimia senyawa marker
(kadar flavonoid total dan kadar apigenin), penetapan parameter spesifik
(identitas, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut). parameter non spesifik
(susut pengeringan, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, cernaran logam berat, dan
cemaran mikroba), dan penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan
pereaksi AICI secara spektrofotometri UV-Vis serta penetapan kadar apigenin
dilakukan secara densitometri, kemudian uji aktivitas penghambatan Enzim α-
glucosidase melakukan pengukuran adsorbansinya pada λ 405 nm dengan
absorbance microplate reader.

Hasil & pembahasan Berdasarkan dari hasil jurnal yang saya baca dalam penelitian tersebut pada
pemeriksaan bahan organik asing yang diperoleh persentase bahan organik
asing sebesar 0,94% dihitung terhadap 100 g simplisia rajangan, dari penetapan
tersebut dapat dinyatakan perolehan bahan organik asing yang memenuhi
persyaratan mutu menurut buku Materi Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari
2%. Kemudian Pembuatan Ekstrak Batang Brotowali yang sudah di ekstraksi
dengan maserasi kinetik diperoleh rendemen 12, 1007%. Lalu pada
Pemeriksaan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Batang Brotowali
tertera semua hasil pemeriksaan parameter tersebut memenuhi persyaratan.
Kemudian pada hasil pengukuran spektrum senyawa marker dari ekstrak etanol
batang brotowali dihitung sebagai apigenin secara KLT densitometri pada
λmaks 370 nm menunjukkan adanya flavonoid apigenin dengan kadar
0,03635%.
Adapun hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak batang brotowali
menunjukkan bahwa kandungan flavonoid total sebesar 0,52% dengan
pembanding senyawa kuersetin. Kandungan flavonoid total tersebut dapat terdiri
dari berbagai jenis flavonoid. Dan pada pengujian aktivitas penghambatan enzim
α- glucosidase peneliti menggunakan ekstrak etanol batang brotowali sebagai uji
dan akarbose sebagai standar dengan masing-masing konsentrasi yang sama serta
menggunakan p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida sebagai substratnya. Sehingga
diperoleh adanya aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak. Pada jurnal peneliti
tersebut menjelaskan enzim α-glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-
glukopiranoslda menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning
kemudian aktivitas penghambatan ekstrak batang terhadap enzim α-glukosidase
ditentukan dari serapan p-nitrofenol yang terbentuk dan diukur menggunakan
absorbance microplate reader ELC800 pada λ 405 nm yang mana didapatkan
hasil uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase oleh ekstrak etanol
brotowali (IC50 237 bpj) lebih rendah jika dibandingkan dengan aktivitas
penghambatan enzim α-glukosidase oleh akarbose sebagai pembanding (IC50
116 bpj).
kesimpulan Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut menunjukkan hasil penetapan
parameter mutu ekstrak batang brotowali telah memenuhi persyaratan parameter
mutu yang telah ditetapkan. Kadar flavonoid total dari ekstrak etanol' 96% batang
brotowali adalah sebesar 0,52% dan kadar apigenin 0,03635%. Hasil uji aktivitas
penghambatan enzim a-glukosidase dari ekstrak etanol 96% brotowali diperoleh
IC50 237,26 bpj.
Kelebihan  Pada penelitian tersebut memberikan penjelasan metode yang digunakan serta
hasil yang lebih spesifik.
 Beberitahukan deskripsi secara lengkap dengan menggunakan gambar
Kekurangan  Kurang dalam memaparkan secara lengkap latar belakang tentang pengujian
aktivitas penghambatan Enzim α- glucosidase serta Uji Mutu Ekstrak Etanol
Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.)

Anda mungkin juga menyukai