Anda di halaman 1dari 5

Shalat tarawih merupakan salah satu praktik untuk menghidupkan malam Ramadhan

(qiyamu Ramadhan). Ibadah ini memiliki keutamaan-keutamaan yang memang ditemukan


landasannya dari hadits Rasulullah. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
‫ان إي َما ًنا َواحْ ت َِسابًا ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه‬ ;َ ‫ض‬َ ‫“ َمنْ َقا َم َر َم‬Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan
seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR al-
Bukhari, Muslim, dan lainnya). Hukum Shalat Tarawih Shalat tarawih adalah shalat khusus
pada malam bulan Ramadhan yang dilaksanakan setelah shalat Isya’ dan sebelum shalat
witir. Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan
perempuan, di antaranya berdasarkan hadits yang disebutkan di atas. Anjuran shalat
tarawih juga tertuang dalam hadits lain dengan redaksi yang berbeda: ‫ان‬ َ ‫ َك‬:‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َقا َل‬
‫ان إِي َما ًنا َواحْ ت َِسابًا ُغف َِر‬ ْ َ
َ ‫ان مِنْ غَ ي ِْر أنْ َيأم َُر ُه ْم فِي ِه ِب َع ِزي َم ٍة َف َيقُو ُل َمنْ َقا َم َر َم‬
َ ‫ض‬ َ ‫ض‬َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي َُر ِّغبُ فِي ِق َي ِام َر َم‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
َ
‫لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ ذ ْن ِب ِه‬  Artinya: “Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anh Rasulullah gemar menghidupkan
bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: ‘Barangsiapa yang
melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan
mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat”
(HR Muslim). Ulama sepakat bahwa redaksi “qâma ramadlâna” di dalam hadits tersebut
mengacu pada makna shalat tarawih. Meskipun, ulama berbeda pendapat mengenai dosa
jenis apakah yang diampuni dalam hadits tersebut. Ikhtilaf di antara mereka juga
terjadi dalam hadits-hadits serupa. Menurut al-Imam al-Haramain, yang diampuni hanya
dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar hanya bisa diampuni dengan cara bertobat.
Sementara menurut Imam Ibnu al-Mundzir, redaksi “mâ” (dosa) dalam hadits tersebut
termasuk kategori lafadh ‘âm (kata umum) yang berarti mencakup segala dosa, baik kecil
atau besar. Baca: Dalil dan Keutamaan Shalat Tarawih Sejarah Shalat Tarawih Shalat
tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadhan, dan shalat tarawih ini
dikerjakan Nabi pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriah. Rasulullah pada masa itu
mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan kadang di rumah. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadist: ‫صلَّى َذاتَ لَ ْيلَ ٍة فِي‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫هللا‬ِ ‫ أَنَّ َرسُو َل‬:‫ِين َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن َها‬ َ ‫َعنْ َعا ِئ َش َة أ ُ ِّم ْالم ُْؤ ِمن‬
‫صلَّى‬ َ ِ ‫الثالِ َث ِة أَ ْو الرَّ ِاب َع ِة َفلَ ْم َي ْخرُجْ إِلَي ِْه ْم َرسُو ُل هَّللا‬
َّ ‫صلَّى مِنْ ْال َق ِابلَ ِة َف َك ُث َر ال َّناسُ ُث َّم اجْ َت َمعُوا مِنْ اللَّ ْيلَ ِة‬َ ‫صاَل ِت ِه َناسٌ ُث َّم‬ َ ‫صلَّى ِب‬ َ ‫ْال َمسْ ِج ِد َف‬
‫ض َعلَ ْي ُك ْم َو َذل َِك فِي‬ َ ‫يت أَنْ ُت ْف َر‬ُ ِ‫ُوج إِلَ ْي ُك ْم إِاَّل أَ ِّني َخش‬ ْ
ِ ‫ص َنعْ ُت ْم َولَ ْم َيمْ َنعْ نِي مِنْ ال ُخر‬ َ ‫ْت الَّذِي‬ ُ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َفلَمَّا أَصْ َب َح َقا َل َق ْد َرأَي‬
)‫ان (رواه البخاري ومسلم‬ َ ‫ض‬
َ ‫ َر َم‬Artinya: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin radliyallahu ‘anha,
sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam shalat di masjid, lalu banyak orang shalat
mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu
Nabi) tapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi
harinya beliau bersabda, 'Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku
tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan pada kalian.”
Sayyidah ‘Aisyah berkata, 'Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HR Bukhari dan
Muslim). Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad memang pernah melaksanakan
shalat tarawih pada malam awal-awal bulan Ramadhan. Hingga akhirnya, saat melihat
antusiasme yang begitu tinggi dari sahabat-sahabat beliau, Nabi justru mengurungkan
niatnya datang ke masjid pada hari ketiga atau keempat. Pertama, bisa jadi karena beliau
khawatir, sewaktu-waktu Allah menurunkan wahyu yang mewajibkan shalat tarawih kepada
umatnya. Tentu hal tersebut bakal memberatkan umat generasi berikutnya yang belum
tentu memiliki semangat yang sama dengan para sahabat Nabi itu. Kedua, mungkin beliau
takut timbulnya salah persepsi di kalangan umat bahwa shalat tarawih wajib karena
merupakan perbuatan baik yang tak pernah ditinggalkan Rasulullah. Sebagaimana
keterangan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari: ‫ب َعلَى َشيْ ء مِنْ أَعْ َمال; ْال ِبرّ َوا ْق َتدَى ال َّناس‬ َ ‫أَ َّن ُه إِ َذا َو‬
َ ‫اظ‬
‫ ِب ِه فِي ِه أَ َّن ُه ُي ْف َرض َعلَي ِْه ْم‬Artinya: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan
diikuti umatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas umatnya.” Langkah tersebut
menunjukkan betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi kepada umatnya. Pada hadist
di atas dapat ditarik kesimpulan: (1) Nabi melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid
hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di
masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya. (2)
Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan
beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. (3) Dalam hadist di atas tidak ada
penyebutan bilangan rakaat dan ketentuan rakaat shalat tarawih secara rinci. Shalat
Tarawih pada Masa Abu Bakar dan Umar Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah
mu’akkadadah (shalat sunnah yang sangat dianjurkan). Jumlah rakaat shalat tarawih
adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Sayyidina Umar bin
Khattab dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya. Kesepakatan
itu datang dari mayoritas ulama salaf dan khalaf, mulai masa sahabat Umar sampai
sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama mazhab: Syafi’i,
Hanafi, Hanbali, dan mayoritas mazhab Maliki. Di kalangan mazhab Maliki masih ada
ikhtilaf (perbedaan pendapat), antara 20 rakaat dan 36 rakaat, berdasar hadist riwayat
Imam Malik bin Anas radliyallahu ‘anh bahwa Imam Darul Hijrah Madinah berpendapat
shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat: “Saya dapati orang-orang
melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan, yakni shalat tarawih, dengan tiga puluh
sembilan rakaat—yang tiga adalah shalat witir.” Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat tapi
mayorits Malikiyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah, dan
Hanafiyyah yang sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat, hal ini merupakan
pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’-nya. Baca: Mengapa Jumlah Rakaat Tarawih
Berbeda-beda? Ini Penjelasannya Umat Islam pada masa Khalifah Abu Bakar radliyallahu
‘anh melaksanakan shalat tarawih secara sendiri-sendiri (munfarid) atau berkelompok tiga,
empat, atau enam orang. Saat itu belum ada shalat tarawih berjamaah dengan satu imam
di masjid. Ketetapan tentang jumlah rakaat shalat tarawih pun belum tertuang secara jelas.
Para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di
rumahnya seperti pada keterangan di awal. Shalat tarawih berubah keadaannya ketika
Umar bin Khattab berinisatif untuk menggelarnya secara berjamaah, setelah menyaksikan
umat Islam shalat tarawih yang tampak tak kompak, sebagian shalat secara sendiri-sendiri,
sebagian lain berjamaah. Sebuah hadits shahih memaparkan: :‫اريِّ أَ َّن ُه َقا َل‬ ِ ‫ْن َع ْب ٍد ْال َق‬ ِ ‫َعنْ َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن ب‬
‫ُصلي‬ ِّ ْ
َ ‫ُصلي الرَّ ُج ُل لِ َنفسِ ِه َوي‬ ِّ َ ‫ون ي‬ ُ َ َّ َ
َ ‫ان إِلى ال َمسْ ِج ِد َفإِذا الناسُ أ ْو َزا ٌع ُم َت َفرِّ ق‬ ْ َ ;َ ‫ض‬ ً َ َ ْ
َ ‫ب َرضِ َي هللاُ َعن ُه ل ْيلة فِي َر َم‬ َّ
ِ ‫ْن ال َخطا‬ ْ ِ ‫ت َم َع ُع َم َر ب‬ ُ ْ‫َخ َرج‬
ٍ ْ‫ْن كع‬َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ‫اَل‬ ُ َ َ ِّ َ َ ُ ‫اَل‬ ِّ َ
‫ب‬ ِ ‫ان أمْ ث َل ث َّم َعز َم ف َج َم َع ُه ْم َعلى أ َبيِّ ب‬ ;َ ‫ئ َوا ِح ٍد لك‬ ;ٍ ‫ار‬ ِ ‫ص ِت ِه الرَّ هْ ط فقا َل ُع َم ُر إِني أ َرى ل ْو َج َمعْ ت َهؤُ ِء َعلى ق‬ َ ‫ُصلي ِب‬ َ ‫الرَّ ُج ُل في‬
‫ارئ ِِه ْم َقا َل ُع َم ُر نِعْ َم ْال ِب ْد َع ُة َه ِذ ِه‬ َ
‫ق‬ ‫ة‬
ِ َ ‫ال‬ ‫ص‬ ‫ب‬
َ ِ َ َ ‫ون‬ ُّ ‫ل‬ ‫ُص‬ ‫ي‬ ُ‫اس‬ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ى‬
َ َ ‫ر‬‫خ‬ْ ُ ‫أ‬ ً
‫ة‬ َ ‫ل‬ ْ
‫ي‬ َ ‫ل‬ ‫ه‬
ُ ‫ع‬‫م‬
ََ ‫ت‬ُ ْ‫ج‬ ‫ر‬ َ
‫خ‬
َ َّ ‫م‬ ُ
‫ث‬  Artinya: “Dari ‘Abdirrahman bin
ِ
‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu
‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat
tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah.
Lalu Sayyidina Umar berkata: ‘Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam
jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka
dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya,
kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan
berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat
tarawih dengan berjamaah),” (HR Bukhari). Hal ini juga ditopang oleh hadits lainnya:   ‫َعنْ أَ ِبي‬
‫ َهؤُ اَل ِء‬:‫ون فِي َنا ِح َي ِة ْال َمسْ ِج ِد َف َقا َل َما َهؤُ اَل ِء ؟ َفقِي َل‬ َ ُّ‫ُصل‬ َ ‫ان ي‬ َ ‫ض‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َفإِ َذا ال َّناسُ فِي َر َم‬ َ ِ ‫ َخ َر َج َرسُو ُل هَّللا‬:‫ه َُري َْر َة َقا َل‬
‫ص َنعُوا‬ َ ‫صابُوا َونِعْ َم َما‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أ‬ َ ُّ‫صاَل ِت ِه َف َقا َل ال َّن ِبي‬ َ ُّ‫ُصل‬
َ ‫ون ِب‬ َ ‫ُصلِّي َو ُه ْم ي‬ َ ‫بي‬ ٍ ْ‫ْس َم َع ُه ْم قُرْ آنٌ َوأُبَيُّ بْنُ َكع‬ َ ‫ َناسٌ لَي‬ 
Artinya: “Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh, beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan
(tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kemudian dijawab, ‘Mereka
adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal
Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’ab pun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata,
‘Mereka itu benar, dan sebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan,” (HR Abu
Dawud). Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para
sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar bin
Khattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. Jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan
dengan jumlah 20 rakaat. Sebagaimana keterangan: ‫ُون فِي َز َم ِن‬ َ ‫ان ال َّناسُ َيقُوم‬ َ ‫ َك‬:‫ان َقا َل‬َ ‫ْن رُو َم‬ ِ ‫َعنْ َي ِزيدَ ب‬
‫ين َر ْك َع ًة‬ َ ِ ‫ر‬‫ش‬ْ ِ‫ع‬‫و‬َ ٍ
‫ث‬ َ ‫ال‬ َ
‫ث‬ ‫ب‬ ‫ان‬
; ‫ض‬
ِ َ َ َ َ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫عنه‬ ‫هللا‬ ‫رضي‬ ‫ر‬ ‫م‬
َ َ ‫ع‬
ُ   “Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia
senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan
sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik). Bukti lain
dari keterangan tersebut adalah hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid: :‫ْن َي ِزيدَ َقا َل‬ ِ ‫بب‬ِ ‫َعنْ السَّا ِئ‬
َّ َ
ُّ‫صحَّ َح إِسْ نادَ هُ الن َو ِوي‬ َ ‫ين َرك َع ;ة (رواه البيهقي َو‬ ً ْ ْ
;َ ‫ان ِب ِعش ِر‬ َ ‫ض‬ َ ْ
َ ‫ب َرضِ َي هللاُ َعن ُه فِي شه ِْر َر َم‬ َّ َ
ِ ‫ْن الخطا‬ ْ َ
ِ ‫ُون َعلى َع ْه ِد ُع َم َ;ر ب‬ َ ‫َكا ُنوا َيقُوم‬
‫وغَ ْي ُرهُ) ـ‬ َ Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan shalat
(tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi,
sanadnya dishahihkan oleh Imam Nawawi dan lainnya). Dua dalil di atas cukup
menjelaskan bahwa pendapat terkuat soal jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat.
Apa yang diinisiasi Sayyidina Umar bin Khattab tak hanya disetujui tapi juga dipraktikkan
para sahabat Nabi yang lain kala itu, termasuk Sayyidah Aisyah, istri Baginda Nabi. Hal ini
mempertegas ijma’ (konsensus) sahabat karena tiada satu orang pun yang mengingkari
atau menentang. Tak heran, bila para ulama empat mazhab atau mazhab lainnya pun
mayoritas memilih pendapat ini. Inisiatif Sayyidina Umar yang kemudian diikuti para
sahabat dan ulama setelahnya adalah sangat wajar bila kita menengok sabda Nabi: ‫أَنَّ َرسُو َل‬
‫ان ُع َم َر َو َق ْل ِب ِه‬ ِ ‫هللا َج َع َل ْال َح َّق َعلَى ل َِس‬ َ َّ‫هللا َقا َل إِن‬
ِ Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan
kebenaran melalui lisan dan hati umar.” (HR. Turmudzi). Hadits tersebut menunjukkan
kredibilitas Sayyidina Umar yang mendapat “stempel” langsung dari Rasulullah, sehingga
mustahil beliau berbuat penyimpangan, apalagi dalam hal ibadah. Penjelasan yang lain
adalah hadits berikut: ‫ِّين مِنْ َبعْ دِي‬ َ ‫ِين ْال َم ْه ِدي‬َ ‫ َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء الرَّ اشِ د‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫َو َق ْد َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ْن) ـ‬ ِ ‫صحَّ َح ُه ْال َحا ِك ُم َو َقا َل َعلَى َشرْ طِ ال َّشي َْخي‬ َ ‫اجهْ َوال ِّترْ ِمذِيُّ َو‬ َ ‫ ُعضُّوا َعلَ ْي َها ِبال َّن َوا ِج ِذ (أَ ْخ َر َج ُه أَحْ َم ُد َوأَبُو دَ اوُ دَ َوابْنُ َم‬Artinya:
“Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ikutilah sunnahku
dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka
berpegang teguhlah padanya dengan erat.” Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ‫َعنْ ح َُذ ْي َف ُة‬
‫ْن مِنْ َبعْ دِي أَ ِبي َب ْك ٍر َو ُع َم َر ( أَ ْخ َر َج ُه ال ِّترْ ِمذِيُّ َو َقا َل َح َسنٌ )ـ‬ ِ ‫ ِا ْق َت ُدوا ِباَللَّ َذي‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ُول‬ ِ ‫ه َُو الَّذِي َيرْ ِوي َعنْ َرس‬ 
Artinya: “Dari Hudzaifah radliyallahu ‘anh, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR Turmudzi).
Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama ‫ض‬ ِ ْ‫ب جُمْ هُو ُر ْالفُ َق َها ِء – مِنْ ْال َح َنفِ َّي ِة َوال َّشافِ ِع َّي ِة َو ْال َح َن ِابلَ ِة َو َبع‬ َ ‫َف َذ َه‬
‫ان‬ِ ‫اس فِي َز َم‬ ِ ‫ْن َي ِزيدَ مِنْ قِ َي ِام ال َّن‬ ِ ‫بب‬ ِ ‫ان َو ْال َب ْي َهقِيُّ َعنْ السَّا ِئ‬ َ ‫ْن رُو َم‬ ِ ‫ك َعنْ َي ِزيدَ ب‬ ٌ ِ‫ُون َر ْك َع ًة لِ َما َر َواهُ َمال‬ َ ‫يح عِ ْشر‬َ ‫او‬ َ
ِ ‫ْال َمالِ ِك َّي ِ;ة إلَى أنَّ ال َّت َر‬
‫ َج َم َع ُع َم ُر‬: ُّ‫اسانِي‬ ْ
َ ‫ت َجمْ عًا مُسْ َتم ًِّرا َقا َل ال َك‬ ْ َ
;ِ ‫اس َع َلى َهذا ال َعدَ ِد مِنْ الرَّ َك َعا‬ ً
َ ‫ين َر ْك َعة َو َج َم َع ُع َم ُر ال َّن‬ َ ‫ُع َم َر رضي هللا تعالى عنه ِب ِع ْش ِر‬
َ‫ين َر ْك َع ًة َول ْم‬ ْ
َ ‫صلى ِب ِه ْم عِ ش ِر‬ َّ َ ‫ب رضي هللا تعالى عنه َف‬ ٍ ْ‫ْن َكع‬ ُ َ َ ‫هللا صلى هللا عليه وسلم فِي َشه ِْر َر َم‬ َ ‫أَصْ َح‬
ِ ‫ان َعلى أ َبيِّ ب‬ ;َ ‫ض‬ ِ ‫ُول‬ ِ ‫اب َرس‬
‫; َعلَ ْي ِه‬:‫ِين‬َ ‫ َو َقا َل ابْنُ َع ِابد‬.‫ِين‬ َ ‫ان َعلَ ْي ِه َع َم ُل الص ََّحا َب ِة َوال َّت ِابع‬ ;َ ‫ َك‬:ُ‫ َو َقا َل ال ُّدسُوقِيُّ َوغَ ْي ُره‬.‫ُي ْنكِرْ َعلَ ْي ِه أَ َح ٌد َف َي ُكونُ إجْ َما ًعا ِم ْن ُه ْم َعلَى َذل َِك‬
:‫ار َو َقا َل ْال َح َن ِابلَ ُة‬ِ ‫ص‬َ ْ‫اس َواسْ َتمَرَّ إلَى َز َما ِن َنا; فِي َسائ ِِر اأْل َم‬ ِ ‫ ه َُو الَّذِي َعلَ ْي ِه َع َم ُل ال َّن‬: ُّ‫ُوري‬ ِ ‫ َو َقا َل َعلِيٌّ ال َّس ْنه‬.‫اس َشرْ ًقا َوغَ رْ بًا‬ ِ ‫َع َم ُل ال َّن‬
‫) ـ‬١٤٢ ‫ ص‬٢٧ ‫ ج‬. ‫ (الموسوعة الفقهية‬.ٌ‫ِيرة‬ َ ‫ان إجْ َما ًعا; َوال ُّنصُوصُ فِي َذل َِك َكث‬ ;َ ‫َو َه َذا فِي مَظِ َّن ِة ال ُّشه َْر ِة ِب َحضْ َر ِة الص ََّحا َب ِة َف َك‬
Artinya: “Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan
sebagian Malikiyah), shalat tarawih adalah 20 rakaat berdasar hadist yang telah
diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqi dari Sa’ib bin Yazid tentang
shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh, yakni 20
rakaat. Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan tarawih 20 rakaat secara
berjamaah dan masih berlangsung hingga sekarang. Imam al-Kasani berkata, ‘Umar telah
mengumpulkan para sahabat Rasulullah, lantas Ubay bin Ka’ab mengimami mereka shalat
20 rakaat, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi
ijma’ (kesepakatan) mereka.’  Imam Ad-Dasukyi dan lainnya berkata, ‘Itulah yang dilakukan
para sahabat dan tabi’in.’ Imam Ibnu ‘Abidin berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang
mulai dari bumi timur sampai bumi barat.’ ‘Ali As-Sanhuri berkata, ‘Itulah yang dilakukan
orang-orang sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya.’ Para
ulama mazhab Hanbali mengatakan, ‘Hal sudah menjadi keyakinan yang masyhur di masa
para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dalil nash yang menjelaskannya.’”
(Mausû’ah Fiqhiyyah, juz 27, h. 142)  Dari keterangan yang terdapat dalam kitab Tashhih
Hadits Shalah at-Tarawih Isyrina Rak‘atan, Imam Ibnu Taimiyyah juga sepakat dan
berpendapat bahwa rakaat shalat tarawih 20 rakaat, dan beliau menfatwakan sebagaimana
berikut, “Telah terbukti bahwa sahabat Ubay bin Ka’ab mengerjakan shalat Ramadhan
bersama-sama orang lainnya pada waktu itu sebanyak 20 rakaat, lalu mengerjakan witir 3
rakaat, kemudian mayoritas ulama mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena
pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada
satu pun di antara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”. Dalam kitab
Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah diterangakan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin
Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan rakaat shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa
setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjamaah
kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka shalat yang mereka lakukan adalah 20 rakaat”.
Praktik Shalat Tarawih dan Witir Secara umum tak ada perbedaan antara shalat tarawih
dan shalat sunnah lainnya, kecuali ia harus dilakukan setelah shalat Isya’ dan pada bulan
Ramadhan. Shalat tarawih dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah, meskipun bagi yang
uzur memenuhi keutamaan ini bisa menunaikannya secara sendirian (munfarid). Tak ada
berbedaan soal rukun-rukun antara shalat tarawih, shalat witir, dan shalat fardhu.
Keharusan membaca surat-surat tertentu setelah al-Fatihah pun tidak ada. Orang yang
shalat tarawih atau witir dipersilakan memilih surat dan ayat mana saja, meskipun tentu
saja surat atau ayat yang lebih panjang lebih utama. Sebagian ulama merekomendasikan
surat-surat tertentu untuk dibaca. Baca juga: • Tata Cara Shalat Tarawih Sendiri • Bacaan
Surat Al-Qur’an dalam Shalat Tarawih • Bacaan Surat Al-Qur’an dalam Shalat Witir
Mungkin yang khas dijumpai pada malam Ramadhan adalah doa yang dipanjatkan
masyarakat Muslim Tanah Air selepas shalat tarawih. Doa tersebut biasa dikenal dengan
nama “doa kamilin”. Kata “kâmilîn” berarti orang-orang yang sempurna. Nama ini diambil
dari redaksi pertama doa tersebut yang memohon kesempurnaan iman kepada Allah. Doa
ini dipraktikkan para ulama di mana-mana melalui rantai ijazah (sanad amalan) yang jelas.
Baca: • Doa Kamilin, Dibaca Sesudah Shalat Tarawih • Susunan Wirid dan Doa Setelah
Shalat Witir • Bacaan Bilal dan Jawabannya dalam Tarawih Shalat tarawih dan witir menjadi
istimewa bukan hanya karena dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan, tapi juga lantaran
keduanya dilakukan pada malam hari. Dalam Islam, di sela Ramadhan dikenal peristiwa
lailatul qadar atau malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan. Artinya, pelaksanaan
shalat tarawih dan witir, juga ibadah-ibadah lain di malam Ramadhan, merupakan
kesempatan untuk meraup berlipat pahala, keutamaan dan keberkahan. Semoga kita
semua dapat istiqamah menjalankannya. Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/38921/sejarah-hukum-dan-praktik-tarawih

Anda mungkin juga menyukai