Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Roda Gigi

Roda gigi adalah elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan putaran

dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan dengan

memperkecil atau memperbesar putaran dari poros ke penggerak. Roda gigi

dapat diklasifikasikan berdasarkan letak poros, arah putaran dan bentuk alur

roda gigi ( Sularso, 1997 ).

.1.1. Prinsip roda gigi

1. Untuk mendapatkan putaran yang lebih besar, maka dibuat perbandingan

reduksi roda gigi, yaitu roda gigi yang berdiameter besar digerakkan oleh

roda gigi yang lebih kecil.

2. Untuk memperoleh putaran yang lebih kecil maka roda gigi penggerak

berdiameter kecil dan yang digerakkan berdiameter lebih besar dari roda

gigi penggerak.

2.1.2. Bagian-bagian utama roda gigi

Bagian-bagian utama roda gigi diberikan dan dijelaskan dalam

gambar. Tentang ukurannya dinyatakan dalam diameter lingkaran jarak

bagi. Yaitu lingkaran khayal yang mengelinding tanpa adanya slip.

Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak bagi lingkaran yaitu jarak

sepanjang lingkaran jarak bagi antara profil dua roda gigi yang

berdekatan.
Gambar 2.1 Bagian utama roda gigi
(Sumber : Sularso,1997).

2.1.3. Macam roda gigi menurut letak porosnya

1. Roda gigi dengan poros sejajar

Roda gigi jenis ini dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Roda gigi lurus

Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya akan

berjajar pada dua bidang silinder (bidang jarak bagi), kedua bidang

silindris tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada

yang lain dengan sumbu tetap sejajar.

b. Roda gigi miring

Roda gigi yang mempunyai jalur gigi yang berbentuk ulir silinder jarak

bagi. Pada roda gigi ini jumlah pasangan gigi yang saling membuat

alur serentak lebih besar daripada roda gigi lurus, sehingga

pemindahan putaran dengan roda gigi dapat berlangsung halus. Sifat

ini sangat baik untuk pemindahan putaran tinggi dan beban besar.

Namun roda gigi miring memerlukan bantalan aksial, karena roda gigi

yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar

dengan poros.
c. Roda gigi miring ganda

Gaya aksial pada roda gigi ini akan saling meniadakan karena

mempunyai bentuk gigi berbentuk V. Dengan roda gigi ini

perbandingan reduksi kecepatan keliling dan gaya yang dipindahkan

dapat diperbesar, akan tetapi pembuatan roda gigi ini sangat sulit.

d. Roda gigi alur luar

Roda gigi akan memungkinkan putaran yang berlawanan antara poros

yang digerakkan dan poros yang menggerakkan.

e. Roda gigi dalam dan Pinyon

Roda gigi dalam dipakai jika diinginkan alat transmisi ukuran kecil

dengan perbandingan reduksi besar, karena pinyon terletak dalam roda

gigi itu.

f. Batang gigi dan pinyon

Batang gigi merupakan profil pembuat gigi. Pasangan antara batang

gigi dan pinyon dipergunakan untuk merubah gerakan putar menjadi

lurus atau sebaliknya.

2. Roda gigi dengan poros berpotongan (Roda gigi kerucut)

Roda gigi kerucut bentuk dasarnya adalah dua buah kerucut dengan

puncak gabungan yang saling menyinggung menurut sebuah garis lurus.

Roda gigi ini dapat dibedakan menjadi:

a. Roda gigi kerucut lurus

Roda gigi ini adalah roda gigi yang paling mudah dibuat dan paling

sering dipakai akan tetapi roda gigi ini mempunyai bunyi yang berisik,

karena mempunyai perbandingan kontak yang kecil. Juga


konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada ujung

porosnya.

b. Roda gigi kerucut spiral

Roda gigi ini mempunyai kontak yang lebih besar, dapat meneruskan

putaran tinggi dan beban yang besar. Sudut poros pasangan roda gigi

ini biasanya 20°.

c. Roda gigi permukaan dengan poros berpasangan

3. Roda gigi dengan poros silang

Roda gigi dengan poros silang dapat dibedakan menjadi:

a. Roda gigi miring silang

Roda gigi miring silang mempunyai perbandingan reduksi yang besar

b. Roda gigi cacing silindris

Ciri yang menonjol pada roda gigi cacing silindris adalah kerjanya

halus, hampir tidak berbunyi serta memungkinkan meneruskan putaran

dengan perbandingan reduksi besar. Untuk pemakaian daya kecil, roda

gigi cacing silindris lebih sering dipakai.

c. Roda gigi cacing selubung ganda (globoid)

Untuk meneruskan daya yang besar, biasanya roda gigi ini sering

dipakai.

d. Roda gigi hipoid

Roda gigi hipoid adalah seperti pada roda gigi diferential mobil. Roda

gigi ini mempunyai alur gigi yang berbentuk spiral pada bidang

permukaan gigi dan pemindahan gaya pada permukaan gigi

berlangsung secara meluncur dan menggelinding.


Gambar 2.2 Macam-macam roda gigi
( Sumber : Heri Sonawan,2019 ).

2.1.4. Cara kerja perpindahan roda gigi

Cara kerja dari suatu unit transmisi roda gigi akan di jelaskan dengan

berpedoman pada gambar. Pada gambar akan terlihat berbagai posisi dari

roda gigi yang menghasilkan kombinasi yang berlainan sesuai dengan

yang di inginkan.

Cara pergantian kombinasi roda gigi adalah dengan menggerakkan

roda gigi yang diinginkan secara aksial terhadap spline pada poros output

hingga terjadi hubungan antara roda gigi. Berikut penjabaran mekanisme

kerja masing-masing dari roda gigi:

1) Gigi Pertama (1st Speed)

Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan

menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat

1, pada posisi gigi 1 akan menghasilkan putaran output dengan torsi

yang besar namun dengan rpm yang rendah. Cara kerja roda gigi

pertama dapat di lihat pada gambar 2.3:


Gambar 2.3 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Pertama.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)

Posisi 1 :

Aliran tenaga : Poros Input roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (1)

roda gigi tingkat 1 unit sincromesh Poros Output

2) Gigi Kedua (2nd Speed)

Tuas didorong ke depan menggerakan gear selector fork sehingga

unit sincromesh terhubung dengan roda gigi tingkat 2, posisi gigi 2

putaran poros output lebih besar dibandingkan posisi roda ggi tingkat

1, dengan momen lebih kecil dan rpm lebih besar dari posisi roda gigi

pertama, seperti terlihat pada gambar 2.4:

Gambar 2.4 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Kedua.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)
Posisi 2 :

Aliran tenaga : Poros Input roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (2)

roda gigi tingkat 2 unit sincromesh Poros Output

3) Gigi Ketiga (3rd Speed)

Jika tuas ditarik ke belakang menggerakan gear selection fork akan

mendorong sincromesh terhubung dengan roda gigi tingkat 3, pada

posisi roda gigi tingkat 3 akan menghasilkan putaran output lebih

besar dari roda gigi tingkat 3, dengan torsi lebih kecil dan rpm lebih

besar daripada roda gigi tingkat 2, seperti terlihat pada gambar 2.5:

Gambar 2.5 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Ketiga.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)

Posisi 3 :

Aliran tenaga : Poros input roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (3)

roda gigi tingkat 3 unit sincromesh Poros Output


4) Gigi Keempat (4th Speed)

Tuas didorong ke depan menggerakan gear selector fork sehingga

mendorong sincromesh terhubung dengan roda gigi tingkat 4, pada

roda gigi tingkat 4 akan menghasilkan putaran output lebih besar dari

putaran roda gigi posisi 3, dengan torsi lebih kecil dan rpm lebih

besar, Seperti terlihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Keempat.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)

Posisi 4 :

Aliran tenaga : Poros Input roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (4)

roda gigi tingkat 4 unit sincromesh Poros Output

5) Gigi Kelima (5th Speed)

Tuas ditarik ke belakang menggerakan gear selector fork sehingga

mendorong sincromesh terhubung dengan roda gigi tingkat 5, pada

roda gigi tingkat 5 akan menghasilkan putaran output lebih besar dari

posisi roda gigi 4, dengan torsi lebih kecil dan rpm lebih besar, roda
gigi posisi 5 ini memiliki putaran paling besar dibandingkan dengan

posisi roda gigi yang lain, seperti terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Kelima.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)

Posisi 5 :

Aliran tenaga : Poros Input roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (5)

roda gigi tingkat 5 unit sincromesh Poros Output

6) Gigi Mundur (Reverse)

Tuas didorong ke depan menggerakan gear selector fork sehingga

mendorong sincromesh terhubung dengan roda gigi R, pada roda gigi

mundur antara roda gigi R dan roda gigi pembanding dipasang roda

gigi idel (idler gear) yang menyebabkan putaran poros output

berlawanan dari putaran poros input, seperti pada gambar 2.8.


Gambar 2.8 : Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pada Gigi Mundur.
(Sumber : Muhkamad Wahid,2011)

Posisi R :
Poros Input
Aliran tenaga : roda gigi pembanding utama

roda gigi counter roda gigi pembanding (R)

roda gigi tingkat (R) unit sincromesh Poros Output

2.1.5. Hal-hal penting dalam perencanaan roda gigi

1. Perbandingan reduksi (i)

n1
i=
n2

Dimana :

i = perbandingan reduksi atau rasio kecepatan

n1 = putaran masuk ( rpm)

n2 = putaran keluar ( rpm)

2. Putaran output masing – masing tingkat kecepatan

nm
i=
n

nm
n1 =
i1

Dimana :

n1 = putaran tingkat kecepatan 1


nm = putaran maksimal

i = perbandingan reduksi

3. Daya rencana ( Pd)

Pd = fc x P

Dimana :

fc = faktor koreksi

P = Daya maksimum

Dimana untuk nilai modul yang akan digunakan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini berdasarkan daya dan putaran.

Gambar 2.9 : Diagram Pemilihan Modul Pada Roda Gigi Lurus


(Sumber :Sularso, 1997)
Tabel 2.1 Faktor Koreksi Daya Yang Akan Ditransmisikan

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata – rata yang diperlukan 1,2 – 2,0

Daya maksimum yang diperlukan 1,0 – 1,2

Daya normal 1,0 – 1,5


(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga,1997 )
Dalam melakukan perhitungan perencanaan, terlebih dahulu

direncanakan jarak sumbu poros antara roda gigi, setelah itu dapat

ditentukan diameter jarak bagi dengan persamaan berikut :

4. Diameter lingkaran jarak bagi D1 dan D2 :

2.a
D1= 1+i

2.a.i
D2= 1+i

Dimana :

a = jarak sumbu poros yang direncanakan (mm)

D1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 (mm)

D2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 (mm)

i = nilai perbandingan reduksi

5. Tebal gigi pada roda gigi (Q)

π ×m
⇒( mm)
2
Q=

Dimana :
m = modul

6.
Jarak kebebasan (Ck)

Ck = 0,25 xm (mm)

7.
Jarak bagi lingkar (t)

t = π x m (mm)

8.
Lebar ruang (U)

U= 0,5 x t

9.
Tinggi kepala gigi (hk)

Hk = k x m  (mm)

Dimana : k = 1

10.
Tinggi kaki gigi (hf)

Hf = hk + Ck  (mm)

11.
Tinggi gigi (h)

h = hk + hf  (mm)

12. Jumlah gigi pada roda gigi (Z)

D
Z = m

Di mana :
Z = Jumlah gigi pada roda gigi (buah).

D = Diameter jarak bagi (mm).

m = Modul gigi (mm)

13. Diameter lingkaran kepala (Dk)

Dk = (Z + 2) x m  (mm)

14. Diameter jarak bagi sebenarnya (Dk)

D = Z x m  (mm)

15. Diameter lingkaran kaki (Df)

Df = D – (2 x hf)

16. Kecepatan keliling (V)

π×D×n
V= 60×1000

17. Gaya tengensial (Ft)

102×Pd
Ft = V

18. Faktor dinamis (Fv)

Untuk nilai harga faktor dinamis , dapat dilihat pada tabel dibawah ini

dengan melihat nilai kecepatan keliling.

Tabel 2.2 Faktor Dinamis (fv) Yang Digunakan

Kecepatan V (m/s) fv
3
Kecepatan rendah 0,5 – 10
3 +v
6
Kecepatan sedang 5 – 20
6+v
5,5
Kecepatan tinggi 20 – 50
5,5 + √ v
(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga,1997 )
19. Beban permukaan yang diizinkan (FH’)

2×Z
FV ×K H ×D×
FH = Z 1 +Z 2

Untuk mendapatkan nilai KH’ dari roda gigi yang direncanakan, dapat

dilihat pada tabel dibawah ini dengan melihat nilai HB atau kekerasan.

Tabel 2.3 : Jenis – Jenis Bahan Roda Gigi.

Tegangan
Bahan Lambang Kekuatan Kekerasan lentur yang
tarik (Brinell) di izinkan
σB (kg/ mm2) HB σA (kg/ mm2)
FC 15 15 140 – 160 7
FC 20 20 160 – 180 9
Besi cor FC 25 25 180 – 240 11
FC 30 30 190 – 240 13

SC 42 42 140 12
Baja cor SC 46 46 160 19
SC 49 49 190 20

Baja karbon S 25 C 45 123 – 183 21


untuk S 35 C 52 149 – 207 26
konstruksi S 45 C 58 167 – 229 30
mesin
400
S 15 K 50 (di celup dingin 30
Baja paduan dalamminyak)
dengan
pengerasankuli SNC 21 80 600 (di celup 34 – 40
t SNC 22 100 dingin 40 – 55
dalamminyak)
(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga, 1997)
Kemudian untuk nilai KH atau faktor tegangan kontak dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Faktor Tegangan Kontak Pada Bahan Roda Gigi


KH
Bahan roda gigi Bahan roda gigi (kekerasan
KH (kg/
(kekerasan HB) HB)
(kg/mm2) mm2 )
Roda gigi Roda gigi
Pinyon pinyon
besar besar
Baja (400) Baja (400)
Baja Baja
0,027 ,, (500) ,, (400)
(150) (150)
0,039 ,, (600) ,, (400)
,, (200) ,, (150)
0,053 ,, (500) ,, (500)
,, (250) ,, (150) 0,311
0,053 ,, (600) ,, (600) 0,329
,, (200) ,, (200) 0,348
0,069 ,, (150) Besi cor
,, (250) ,, (200) 0,389
0,086 ,, (200) ,, 0,569
,, (300) ,, (200) 0,039
0,086 ,, (250) ,,
,, (250) ,, (250) 0,079
0,107 ,, (300) ,, 0,130
,, (300) ,, (250) 0,139
0,130 ,, (150) Perunggu
,, (350) ,, (250) 0,041
0,130 ,, (200) fosfor 0,082
,, (300) ,, (300) 0,135
0,154 ,, (250) ,,
,, (350) ,, (300) 0,188
0,168 Besi cor ,, 0,186
,, (400) ,, (300) 0,155
0,182 Besi Besi cor
,, (350) ,, (350)
0,210 cornikel Besi cor nikel
,, (400) ,, (350)
0,226 Besi Perunggu
,, (500) ,, (350)
cornikel fosfor
(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga, 1997)

20. Lebar gigi (b)


Ft
b= F H'

2.2 Poros

Dalam pengertian umum poros dimaksudkan sebagai batang logam

berpenampang lingkaran yang berfungsi untuk memindahkan perputaran atau

mendukung sesuatu beban dengan atau tanpa meneruskan daya pada transmisi

roda gigi. Peranan poros sangat penting dalam transmisi daya, jadi poros

merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir

semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan

utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

.2.1. Macam-macam poros

Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya

sebagai berikut : ( Sularso, 1997 )

1. Poros transmisi

Poros semacam ini mendapatkan beban puntir murni atau puntir

dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling,

roda gigi, puli sabuk dan sproket rantai, dan lain-lain.

Gambar 2.10: Poros transmisi


(Sumber : Sularso,1997).

2. Spindel

Merupakan poros transmisi yang relatif pendek seperti poros utama

mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut

spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya

harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

Gambar 2.11: Spindel


(Sumber : Sularso,1997).

3. Gandar

Poros seperti ini dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana

tidak mendapatkan beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh

berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur,

kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami

beban puntir juga. Menurut bentuknya poros dapat digolongkan atas

poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin

torak, dan lain-lain.Poros luwes untuk transmisi daya kecil agar

terdapat kebebasan bagi perubahan arah dan lainlain.


Gambar 2.12: Penampang Gandar
(Sumber : Sularso,1997).

2.2.2. Hal-hal penting dalam perencanaan poros

A. Poros

Dalam merencanakan sebuah poros pada rancangan roda gigi, bahan

poros yang direncanakan harus disesuaikan dengan kebutuhan kecepatan

putaran poros, agar daya dan putaran dapat diterukan dengan baik.

1. Daya rencana ( P ).

Jika daya ditransimisikan pada putaran poros N, rpm maka daya

yang besar mungkin dapat diperlukan pada saat start, atau beban

yang besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian seringkali

dilakukan koreksi pada daya rata-rata yang sering digunakan faktor

koreksi pada daya perencanaan. Oleh karena itu faktor koreksinya

pada satuan internasional (SI) dan (Kw).

Pd = P x Fc

Dimana:

Pd = Daya Rencana ( Kw )
Fc = Faktor Koreksi

P = Daya Nominal ( Kw )

2. Tegangan geser yang terjadi pada poros (a)

Tegangan ini dihitung atas dasar batas kelelahan puntir, besarnya

40% dan batas kelelahan tariknya ± 45% dari kekuatan tarik 𝜏b

(Kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan

tarik 𝜏b sesuai standar ASME.

σB
a= Sf 1 + Sf 2

Dimana :

Sfi = faktor keamanaan untuk baja karbon SC : 6,0

Sf2 = faktor keamanaan untuk pengaruh kekerasan : 1,3 – 3,0

σB = nilai kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

3. Momen putir rencana (T):

Pd
9 , 74×105 ×
T = n

Dimana :

T = Momen puntir/ torsi (kg.mm)

n = Putaran poros (rpm)

4. Diameter poros (Ds):

5,1×Kt ×Cb×T
Ds = √
3
τa

Dimana :

Ds= diameter poros (mm)


Kt= faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5)

Cb= faktor koreksi akibat beban lentur (1,2 – 2,3)

Tabel 2.5 : Baja Karbon Untuk Konstruksi Mesin dan Baja Batang Yang

Difinis Dingin Untuk Poros.

Kekuatan
Standar dan macam Lambang Perlakuanpanas tarik Keterangan
(kg/ mm2)

S30C Penormalan 48
S35C Penormalan 52
Bajakarbonkontruks
S40C Penormalan 55
i mesin
S45C Penormalan 58
(JIS G 4501)
S50C Penormalan 62
S55C Penormalan 66

Ditarik
dingin,
digerinda,
S35C-D - 53 dibubut,
Batang baja yang di
S45C-D - 60 atau
finis dingin
S55C-D - 72 gabungan
antara hal-
hal
tersebut
(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga,1997)
Tabel 2.6 : Baja Paduan Untuk Poros

Standar dan Kekuatan tarik


Lambang Perlakuanpanas
macam (kg/ mm2)
SNC 2 - 85
Baja khrom SNC 3 - 95
nikel
(JIS G 4502) SNC 21 Pengerasan kulit 80
SNC 22 ,, 100

SNMC 1 - 85
SNMC 2 - 95
SNMC 7 - 100
Baja khrom
nikel SNMC 8 - 105
(JIS G 4502) Pengerasan kulit
SNMC 22 90
SNMC 23 ,, 100
SNMC 25 ,, 120

-
SCr 3 90
-
SCr 4 95
Baja khrom -
nikel SCr 5 100
(JIS G 4502) Pengerasan kulit
SCr 21 80
,,
SCr 22 85
- 85
SCM 2
- 95
SCM 3
- 100
SCM 4
Baja khrom - 105
nikel SCM 5
(JIS G 4502) Pengerasan kulit 85
SCM 21
,, 95
SCM 22
,, 100
SCM 23

(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga,1997)

Tabel 2.7 Diameter Poros

4 10 *22,4 40 100 *224 400


24 (105) 240
11 25 42 110 250 420
260 440
4,5 *11,2 28 45 *112 280 450
12 30 120 300 460
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 32 50 125 320 500
130 340 530
35 55
*5,6 14 *35,5 56 140 *355 560
(15) 150 360
6 16 38 60 160 380 600
(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 65 200
22 70 220
7 71
*7,1 75
80
8 85
90
9 95

Keterangan :
1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih
daribilangan standar.
2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana
akandipasang bantalan gelinding.
(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga,1997)

B. Spline

Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu

meneruskan daya dan putaran dari poros keporos komponen – komponen

lain yang terhubung dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya

adalah spline menyatu atau menjadi bagian dari poros sedangkan pasak

merupakan komponen yang terpisah dari poros dan memerlukan alur luar

pada poros untuk pemasangannya. Selain itu juga jumlah spline pada

suatu konstruksi telah ditentukan berdasarkan standar SAE, sedangkan

jumlah pasak ditentukan sendiri oleh perancangnya, hal ini menyebabkan

pemakaian spline lebih menguntungkan dilihat dari segi penggunaannya

karena sambungan lebih kuat dan beban puntirnya merata diseluruh

bagian poros dibandingkan dengan pasak yang akan menimbulkan

konsentrasi tegangan pada daerah dimana pasah dipasang.

Gambar 2.13 : Poros Spline


(Sumber : Sularso. Kiyokatsu Suga, 1997)

Tabel 2.8 Spesifikasi Spline Untuk Kondisi Operasi (Standar SAE)


( Sumber : William Kent,1938 )

Karena spline menyatu dengan poros, maka bahan spline sama dengan

bahan poros. Perencanaan spline dipilih spline jenis“permanent fit”,

dengan jumlah spline 6 buah.

1. Diameter Spline (D)

ds
D= 0,9

2. Tinggi Spile (h)

H = 0,050× D

3. Lebar spline (w)

W = 0,250× D

2.3 Pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-

bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, pulley, kopling dan poros. Fungsi

yang serupa dengan pasak adalah seplain (spline) dan gerigi.

Menurut leteknya pada poros dapat dibedakan antara poros pelana, pasak

rata, pasak benam, dan pasak singgung yang pada umumnya berpenampang
segi enam. Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatic atau berbentuk

tirus. Pasak benam prismatic ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur.

Disamping macam diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum.

Pasak luntur memungkinkan pergeseran aksial roda gigi pada porosnya,

seperti pada spline, yang paling umum dipakai adalah pasak benam yang

dapat meneruskan momen yang besar. Untuk momen dengan tumbukan,

dapat dipakai pasak singgung.

Gambar 2.14: Gaya Geser pada Pasak


( Sumber : Robert L.Mott,2009 ).

2.4 Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga

putaran/gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung sacara halus, aman, dan

panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta

elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. (Sularso, 1997).

.4.1. Klasifikasi bantalan

1. Atas dasar gerakan terhadap porosnya

a. Bantalan luncur, pada bantalan ini terjadi luncur antara poros dan

bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh poros dan bantalan

dengan perantara lapisan pelumas.

b. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi geseran gelinding antara

bagian yang berputar dengan melalui elemen gelinding seperti bola

peluru, rol atau rol jarum dan perantara lapisan pelumas. Bantalan ini
disusun dari benda-benda guling antara cincin bergerak tinggal diam.

Benda-benda yang mengguling terdapat masing-masing dalam

sebuah sangkar atau kurungan untuk menjaga jarak-jaraknya.

Berbagai macam bagian bantalan guling harus tahan terhadap

timbulnya kejenuhan beban. Untuk itu bagian cincin luar dan dalam

dipilih baja khrom bernilai tinggi, dengan kandungan carbon (c) 1%

khrom (Cr) 1,5% dan juga ditambah silisium dan mangan. Benda-

benda gelinding (peluru, rol, jarum) juga dibuat dari khrom. Benda-

benda gelinding ini mempunyai kekerasan 60 s/d 66 HRC. Bahan

sangkar ialah baja, dalam beberapa hal perunggu atau besi tuang

tempa. Sangkar yang terbuat dari bahan sintesis mendaptkan

peningkatan.

2. Atas dasar arah bebas terhadap poros

a. Bantalan aksial, arah yang ditempuh bantalan ini adalah tegak lurus

sumbu poros.

b. Bantalan radial, arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros

c. Bantalan gelinding khusus, bantalan ini dapat penumpu ban yang

arahnya sejajar dan tegak lurus tarhadap sumbu poros. Tetapi pada

laporan ini, hanya membahas tentang bantalan gelinding yang sesuai

dengan perencanaan roda gigi yang dibuat.

Anda mungkin juga menyukai