Anda di halaman 1dari 176

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 MUARO


JAMBI MELALUI MODEL PROBLEM BASED
LEARNING BERBASIS KEARIFAN LOKAL
(ETNOMATIKA) DAN SELF EFFICACY DENGAN
PEMBELAJARAN DARING

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Magister


Pendidikan Matematika

Diajukan oleh:
Megawati
NIM: P2A919001

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2020
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah ......................................................................... 11
1.3. Rumusan Masalah ............................................................................ 11
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 13


2.1. Kajian Teori……………………………………………………… 13
2.1.1. Kemampuan Berpikir Kritis ..................................................... 13
2.1.2. Model Pembelajaran Problem Based Learning........................ 19
2.1.3. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Matematika..... 24
2.1.4. Self Efficacy dalam Pembelajaran Matematika …………….... 26
2.1.5. Pembelajaran Matematika di SMA ………………………… 30
2.1.6. Pembelajaran Dalam Jaringan (Daring)/Pembelajaran Jarak 35
Jauh …………………………………………………………
2.2. Penelitian Terdahulu ………………………………………… 39
2.3. Kerangka Pikir ........................................................................ 41
2.4. Rumusan Hipotesis Penelitian ................................................ 42

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 43


3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 43
3.2. Desain Penelitian ............................................................................. 43
3.3.Tempat dan Waktu penelitian ........................................................... 45
3.3.1. Tempat Penelitian ......................................................................... 45
3.3.2. Waktu Penelitian ………………………………………………. 45
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ................... 45
3.4.1. Variabel penelitian ....................................................................... 45
3.4.2. Definisi Operasional Variabel …………………………………. 45
3.4.2.1. Model pembelajaran PBL Berkearifan Lokal ............................ 45
3.4.2.2.Self efficacy ................................................................................ 46
3.4.2.2. Kemampuan Berpikir kritis....................................................... 46
3.5. Populasi dan Sampel....................................................................... 47
3.5.1. Populasi Penelitian ...…............................................................ 47
3.5.2. Sampel Penelitian ……............................................................ 47
3.6. Instrumen Penilaian........................................................................ 48
3.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen……...…............................. 52
3.8. Teknik Analisis Data.................................................................... 53
3.8.1. Uji Normalitas …….................................................................. 53
3.8.2. Uji Homogenitas........................................................................ 54
3.8.3. Uji Hipotesis ............................................................................. 55
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN............................................... 57
4.1. Data Penelitian ......................................................................... 57
4.1.1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...................... 57
4.1.2. Data Self Efficacy Siswa............................................................... 59
4.1.2.1. Pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis pada 61
Siswa kelas XI ...........................................................................
4.1.2.2. Uji serentak (Uji F) ............................................................... 62
4.2. Pembahasan ……………………………………………………... 64
4.2.1. Peran model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam 64
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI ..
4.2.2. Pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis pada 68
Siswa kelas XI ........................................................................
4.2.3. Uji Serentak (Uji F) ................................................................ 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 77


5.1. Kesimpulan....................................................................................... 77
5.2. Saran ................................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 79


LAMPIRAN ........................................................................................... 90
DAFTAR TABEL

Halaman
3.2. Kisi-kisi instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ………………….. 49
3.3. Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ….. 49
3.4. indikator kemampuan efikasi diri ……………………...................... 51
3.5. Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy Siswa …………………………... 52
3.6. Hasil Validitas Instrumen Penelitian ……………………………… 53
3.7. Nilai Skor N-gain dan Kategorinya ................................................... 56
4.1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ....................................... 57
4.2. Rekap Data Kemampuan Berpikir Kritis …………………………. 58
4.3. Rekapitulasi Data Self Efficacy Siswa …………………………….. 60
4.4a. Uji Korelasi antara Self Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir 61
Kritis ………………………………………………………………
4.4b. Uji Korelasi antara Self Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir 62
Kritis pada Unstandardized Coefficients ………………………….
4.5a. Uji Korelasi Serentak (Uji F) ............................................................ 63
4.5b. Uji Serentak Analisis of Covarian (Uji F) ……………………….. 63
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian …………………………........... 42
Gambar 3.1. Rancangan Satu Kelompok Praperlakuan dan 44
Pascaperlakuan ………….......................................................
Gambar 4.1. Prosentanse Kemampuan Berpikir Siswa Setelah 59
Pembelajaran PBL Berkearifan Lokal Secara Daring ………
Gambar 4.2. Kemampuan Self-Efficacy pada Pembelajaran Pendekatan 61
PBL Berkearifan Lokal Daring ……………………………..
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Silabus Mata Pelajaran Matematika Kelas XI T.A. 2020/2021…... 90
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran 93
Matematika Kelas XI T.A. 2020/2021 ……………………………..
3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ……………………………… 117
4. Kisi-Kisi dan Soal Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis 134
Matematis Siswa…………………………………………………..
5. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dan Pedoman Penskoran 140
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa …………………….
6. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ……………………. 143
7. Kisi-Kisi Angket Self-Efficacy ……………………………………. 144
8. Data Skor Hasil Self Efficacy Siswa …………………………….... 148
9. Lembar Persetujuan Validitas Instrumen Penelitian ……………… 149
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia adalah
pendidikan. Pendidikan selalu memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Hampir disetiap sisi dan tahapan kehidupan manusia
senantiasa membutuhkan atau melibatkan proses pendidikan. Oleh karena itu
untuk menciptakan kehidupan yang bermutu dan berkualitas. Melalui pendidikan
yang bermutu, kualitas kehidupan manusia akan membaik. Dengan demikian,
pendidikan menjadi suatu proses yang harus diikuti oleh setiap individu untuk
menjamin kehidupan yang lebih baik. Karena perannya yang sangat penting dan
stragetis tersebut, maka berbagai upaya guna meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan terus dilakukan.
Secara umum, kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia masih relatif
tertinggal dengan negara-negara maju di Dunia. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan daya saing SDM Indonesia yang masih relatif rendah
dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Di Asia Tenggara saja,
daya saing Indonesia masih kalah dengan Thailand, Malaysia dan Singapura
(Supardi, 2012). Dengan demikian, harus ada upaya nyata guna meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia.
Merujuk pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual/keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Merujuk pada UU di atas, jelas bahwa “usaha sadar” sangat
dibutuhkan guna meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Oleh karena itu,
kesadaran seluruh elemen bangsa merupakan modal dasar guna meningkatkan
mutu pendidikan yang dimaksud.
Salah satu upaya perbaikan mutu pendidikan yang paling tepat, cepat dan
1
akurat adalah perbaikan pada “jantung” pendidikan, yakni proses belajar mengajar
di level sekolah. Di dalam proses belajar mengajar tersebut terjadinya proses
transformasi pendidikan, tranformasi nilai, pengetahuan, karakter dan sebagainya.
Oleh karena itu proses belajar-mengajar hendaknya mendapat perhatian yang
lebih serius dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa di dalam proses pembelajaran tersebut, mutu pandidikan
dipertaruhkan.
Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia dapat
dilakukan dengan cara mengubah sistem pembelajaran sebagai intisari dari
proses pendidikan. Proses pembelajaran yang selama ini dilaksanakan
utamanya proses pembelajaran di dalam kelas, masih cenderung bersifat
teacher centered, yaitu sebuah proses pembelajaran yang kegiatannya masih
didominasi oleh guru. Karena proses pembelajaran yang masih didominasi oleh guru
tersebut, maka siswa sebagai subyek pendidikan justeru cenderung bersifat pasif dan minim
aktivitas. Minimnya aktivitas tersebut justeru bertolak belakang dengan konsep pendidikan
yang bersifat learning by doing.
Pembelajaran ideal yang harus diterapkan di dalam kelas hendak
berorientasi pada aktivitas belajar siswa. Siswa sebagai subyek pembelajaran
hendaknya diberikan ruang dan waktu untuk mengeksplorasi dan
mengelaborasi seluruh potensi yang ia miliki selama proses pembelajaran
tersebut. Proses pembelajaran hendaknya berorientasi penuh pada kegiatan
siswa. Sehingga sifat pembelajaran seharusnya bersifat students centered. Pola
pembelajaran yang demikian ini (student centre) diharapkan mampu memicu
dan menumbuh kembangkan potensi bagi peserta didik, baik potensi fisik
maupun non fisik. Berbagai potensi tersebut termasuk dalam hal kemampuan
bertindak, bersikap dan berpikir. Hal ini dipertegas oleh Muhfahroyin (2009)
yang menyatakan bahwa paradigma student centered lebih tepat digunakan
untuk mengembangkan pembelajar yang mandiri (self-regulated learner) yang
mampu memberdayakan kemampuan berpikir kritis.

2
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu bentuk hasil belajar
yang sangat penting. Menurut Susilowati, Sajidan, dan Ramli (2017)
Keterampilan berpikir kritis merupakan suatu kompetensi yang harus dilatihkan
pada peserta didik karena keterampilan ini sangat diperlukan untuk bersaing
dalam kehidupan diabad 21. Hal ini juga sejalan dengan tujuan pembelajaran
Matematika Abad 21 yaitu untuk mancapai karakteristik 4C, yaitu;
Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving,
Creativity and Innovation (Z. Arifin, 2017). Kemampuan berpikir kritis
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sebuah analisis
berdasarkan pada penalaran kritis (Susanti, 2019). Zubaidah (2010)
mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah proses dan kemampuan yang
dapat digunakan untuk memahami sebuah konsep, mengimplementasikan,
mensintesis dan menilai sebuah informasi yang diperoleh serta informasi yang
dihasilkan. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu
kemampuan yang sangat penting dan harus dimiliki oleh para peserta didik
(Prihartini, Lestari, dan Saputri, 2016).
Sehubungan dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang intelektual dan berpikir kritis melalui pendidikan, maka perlu
dilakukan peningkatan penguasaan pengetahuan pada berbagai mata pelajaran
disetiap jenjang pendidikan. Salah bidang studi yang sangat strategis dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah bidang studi matematika.
Hal ini telah dibuktikan dengan berbagai penelitian sebelumnya. Misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Istianah (2013) yang menyatakan bahwa
pembelajaran matematika dengan Model-Eliciting Activities (MEAs) dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis para peserta didik. Selain itu,
Rasiman (2013) juga menemukan bahwa pembelajaran matematika dengan
pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Dengan demikian, jelas, bahwa matematika memiliki peran penting dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik.
Sehubungan dengan adanya upaya peningkatan kemampuan berpikir
kritis para peserta didik, maka proses pembelajaran perlu mendapat perhatian.

3
Hal ini sejalan dengan saran Kt Maha, Md Suarjana, dan Kusmariyatni (2016)
Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika sangat
diperlukan untuk memahami dan memecahkan suatu permasalahan yang
dihadapinya dengan mampu menganalisis, mengevaluasi, dan
menginterpretasikan pemikirannya menjadi lebih baik sehingga memungkinkan
terjadinya kesalahan dalam mengerjakan permasalahan matematika bisa
diminimalisir.
Menurut Sanjaya (2007) bahwa salah satu kelemahan proses
pembelajaran yang dilaksanakan para guru adalah kurang adanya usaha
pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap proses pembelajaran
pada mata pelajaran apapun, seringkali guru lebih banyak mendorong agar
siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, sehingga kemampuan-
kemampuan lainnya (misalnya kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif dan
keterampilan berpikir lainnya) masih cenderung terabaikan.
Selain itu, masalah yang sering muncul di sekolah adalah lemahnya
proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai. Hal
ini dikarenakan proses pembelajaran di kelas diarahkan pada kemampuan anak
untuk menghafal dan menimbun informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Guru selalu menuntut siswa untuk belajar, tetapi tidak
mengajarkan bagaimana siswa seharusnya belajar dan menyelesaikan masalah
(Julaikha, 2010).
Berdasarkan hasil observasi di sekolah (SMA Negeri 6 Muaro Jambi),
dalam kegiatan pembelajaran guru belum menggunakan model pembelajaran
yang menarik bagi para siswa dan hasilnya belum sesuai dengan apa yang
diharapkan khususnya pada kemampuan berpikir kritis siswa. Secara umum
kegiatan pembelajaran masih relatif didominasi guru. Dalam proses
pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, penggunaan metode ceramah masih
dominan sehingga siswa cenderung terlihat pasif mendengarkan guru
menjelaskan. Kegiatan pembelajaran ini juga membuat siswa terlihat tidak
dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran.

4
Siswa seringkali dituntut untuk mampu menjelaskan konsep-konsep
yang telah diajarkan guru, akan tetapi guru tidak membimbing siswa untuk
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan konsep
tersebut. Hal ini menyebabkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran
masih kurang. Kurangnya perhatian siswa terhadap materi pelajaran dalam
proses pembelajaran menjadikan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa
masih rendah.
Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran awal kemampuan berpikir kritis
siswa SMA Negeri 6 Muaro Jambi dengan melibatkan enam indikator sebagai
dijelaskan oleh Facione yang dikutip oleh Hidayanti dan As’ari, (2016) yaitu:
interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, selfregulation.
Melalui tes awal tersebut diperoleh data bahwa kemampuan berpikir awal siswa
masih perlu untuk dikembangkan lebih lanjut. Berikut hasil pengolahan data
kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan data yang diperoleh dari guru:
Tabel 1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Mata Pelajaran
Matematika SMA Negeri 6 Muaro Jambi
No Skor Kriteria Kelas XI MIA1 Kelas XI MIA3
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1 3,50˂Skor≤4,00 SB (Sangat 5 13,88% 7 19,44%
Baik)
2 2,50˂Skor≤3,50 B (Baik) 22 61,11% 15 41,66%
3 1,50˂Skor≤2,50 C (Cukup) 5 13,88% 10 27,77%
4 1,00≤Skor≤1,50 K (Kurang) 4 11,11% 4 11,11%
Jumlah 36 100% 36 100%
Sumber: hasil pengolahan data sekunder yang dimiliki oleh guru
Berdasarkan Tabel 1 tersebut, maka dapat diketahui bahwa jumlah siswa
yang mempunyai nilai kemampuan berpikir kritis masuk kriteria sangat baik
pada kelas XIMIA1 sebesar 13,88% dan 19,44% pada kelas XIMIA3. Jumlah
siswa yang mempunyai nilai kemampuan berpikir kritis masuk kriteria baik
pada kelas XIMIA1 sebesar 61,11% dan 41,66 % pada kelas XIMIA3. Jumlah
siswa yang mempunyai nilai kemampuan berpikir kritis masuk kriteria cukup

5
pada kelas XIMIA1 sebesar 13,88% dan 27,77% pada kelas XIMIA3.
Sedangkan siswa yang mempunyai nilai kemampuan berpikir kritis masuk
kriteria kurang pada kelas XIMIA1 dan XIMIA3 sama yaitu 11,11% .Nilai
ketuntasan kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran matematika ini
mengacu dari permendikbud. No. 14 tahun 2014 tentang penilaian hasil
belajar oleh pendidik, yaitu sebesar 2,51 atau masuk dalam kategori baik.
Persentase ketuntasan nilai kemampuan berpikir kritis pada kelas XIMIA1
adalah 75% sedangkan pada kelas XIMIA3 sebesar 61,11%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran
matematika di kelas XIMIA3 masih rendah dibandingkan dengan kelas
XIMIA1, sehingga dipilih kelas XI MIA3 sebagai subyek penelitian.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa di atas disebabkan karena
siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika.
Sulitnya siswa memahami konsep dikarenakan proses pembelajaran yang
dilakukan tidak melibatkan aktivitas siswa secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga konsep-konsep yang telah dipelajari tidak begitu
dipahami dan sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah bagaimana
menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai.
Seorang guru harus mampu menggunakan berbagai macam model
pembelajaran dalam mengorganisasi sebuah proses pembelajaran. Penggunaan
beragam model pembelajaran ini dimaksudkan agar siswa tidak jenuh dan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam memahami materi yang
diajarkan. Maka dapat ditegaskan bahwa usaha perbaikan proses pembelajaran
melalui upaya pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam
pembelajaran matematika di sekolah menengah atas maupun sekolah
menengah kejuruan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dan
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran matematika.
Ada banyak model pembelajaran efektif, diantaranya adalah model

6
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau sering juga disebut sebagai
pembelajaran berbasis masalah (PBM). PBM merupakan model pembelajaran
dengan menjadikan masalah sebagai orientasi pembelajaran. Bahkan
disebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah merupakan tujuan
utama dalam proses pendidikan (Sumartini, 2018).
Selain itu, model pembelajaran PBL juga secara teori memiliki banyak
manfaat. Salah satu manfaat PBL adalah mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kritis pada peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nafiah dan Suyanto, (2014) bahwa model PBL
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan hasil belajar
siswa. Selanjutnya PBL juga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah (Gunantara, Suarjana, dan Riastini, 2014). Hasil riset yang lain juga
membuktikan bahwa PBL mampu meningkatkan kemampuan scientific
reasoning atau kemampuan bernalar ilmiah (Shofiyah dan Wulandari, 2018).
Pembelajaran berbasis PBL yang digunakan dalam proses pembelajaran
di sekolah, seringkali masih beroriantasi pada penyelesaian masalah yang
terkait dengan pokok bahasan matematika semata. Dengan demikian, ketika
peserta didik dihadapkan pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari
mereka belum dapat menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah tersebut secara tepat. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis PBL
hendaknya dirancang tidak hanya mampu meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dalam konteks pembelajaran di sekolah akan tetapi
juga dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dalam
kehidupan nyata di masyarakat. Dengan demikian, PBL modifikasi
berkearifan lokal diyakini dapat menyelesaikan pesoalan di atas. Sebagaimana
dikatakan oleh Ariasih, Suarjana, dan Bayu (2019) bahwa memanfaatkan
sumber belajar berkearifan lokal pada pembelajaran matematika dakan dapat
mengkaitkan antara materi pembelajaran di sekolah dengan kehidupan nyata
serta mampu memperdekat antara teori dan kenyataan.
Mengapa PBL modifikasi berkearifan lokal menjadi sesuatu yang
penting? Menurut Iswatiningsih (2019) bahwa kearifan lokal suatu daerah

7
dikembangkan dan bangun yang bersumber dari filosofi atau pandangan hidup
masyrakat terhadap suatu nilai yang diyakini kebenarannya sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat tersebut. Urgensi
pengkaitan antara kearifan lokal dengan proses pembelajaran juga disarankan
oleh Oktavianti, Zuliana, dan Ratnasari (2017) bahwa kearifan lokal
seharusnya dikembangkan pada proses pembelajaran di sekolah. Hal ini agar
kearifan lokal dapat dipahami dan teruskan bahkan dikembangkan oleh
generasi berikutnya sebagi pembentuk identitas diri bangsa.
Perlu disadari bahwa keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah
tidak terlepas dari profesionalisme guru yang mengampu mata pelajaran tersebut
(Chrissanti, 2019). Berbagai penelitian terkait dengan pembelajaran bermuatan
kearifan lokal telah dilakukan oleh peneliti sebelumya. Hal ini membuktikan
bahwa kearifan lokal sangat berpontensi sebagai salah satu sumber belajar
para peserta didik. Dalam salah satu penelitian disebutkan bahwa
pembelajaran dengan berbasis kearifan lokal dapar meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi matematis (Noor dan Ranti,
2018). Demikian pula hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Soraya,
Jampel, dan Diputra (2019) di propinsi Bali bahwa model pembelajaran PBL
kerkearifan lokal mampu meningkatkan sikap sosial dan kemampuan berpikir
kristis para peserta didik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya
yang dilakukan oleh Yunita dan Tristiantari (2019) bahwa ada pengaruh yang
kuat antara penerapan model pembelajaran tertentu (kooperatif tipe TGT)
dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Demikian pula hasil penelitian
Yuniari, Putra, dan Manuaba (2014), menunjukkan bahwa pembelajaran
berbasis pada kearifan lokal jugan berpontensi meningkatkan hasil belajar
para peserta didik. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Ariasih, Suarjana,
dan Bayu (2019) bahwa pembelajaran bermuatan kearifan lokal dapat
meningkatkan hasil belajar matematika. Selain itu Aditya, Sumantri, dan
Astawan (2019) juga telah membuktikan bahwa pembelajaran berkearifan
lokal juga berdampak positif bagi hasil belajartermasuk sikap disiplin.
Selain berkearifan lokal, saat ini Indonesia bahkan dunia sedang dilanda

8
pandemi Covid-19. Penyakit Coronavirus (COVID-19) disebabkan oleh
SARS-COV2 dan merupakan agen penyebab dari penyakit yang berpotensi
fatal yang menjadi perhatian besar kesehatan masyarakat global (Rothan &
Byrareddy, 2020). Sebagai dampak dari penyakit tersebut maka palaksanaan
pembelajaran hampir diseluruh level pendidikan dilakukan secara daring
(dalam jaringan)/ online (Syah, 2020). Menurut beberapa penelitian,
pelaksanaan pembelajarn secara daring ada yang sudah berjalan secara efektif
(Darmalaksana, at.al., 2020) dan (W. Dewi, 2020), namun demikian ternyata
juga masih menyimpan beberapa hambatan dan permasalah yang harus segera
diselesaikan (Jamaluddin, et.al, 2020) utanya terkait dengan karakteristik
matapelajaran tertentu.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki tantangan
tersendiri dalam pembelajaran daring. Untuk itu, guru harus lebih kreatif
dalam menyiapkan materi pembelajaran secara daring. Hal ini sebagaimana
yang disampaikan oleh Wahyono, et.al., (2020) bahwa dalam pembelajaran
guru tidak boleh semata-mata memberikan tugas, tetapi harus memperhitungkan
secara matang. Dengan demikian, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil
belajar harus dilakukan secara kreatif dengan memanfaatkan teknologi yang ada,
termasuk dalam hal pelaksanaan pembelajaran PBL berbasis kearifan lokal.
Berkenaan dengan pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan
kearifan lokal, National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000)
mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah,
guru harus memperhatikan lima kemampuan matematika yaitu: koneksi
(conections), penalaran (reasoning), komunikasi (communications),
pemecahan masalah (problem solving), dan representasi (representations).
Oleh karena itu, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam
menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah matematis dalam diri siswa
baik dalam bentuk metode pembelajaran yang dipakai, maupun dalam
evaluasi berupa pembuatan soal yang mendukung.
Sebagaimana diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan
salah satu hasil belajar. Sedangkan disisi lain juga diketahui bahwa ada

9
beberapa hal atau faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil belajar atau prestasi siswa adalah kepercayaan diri
atau yang dikenal dengan istilah self efficacy. Self efficacy merupakan salah
satu syarat yang sangat penting bagi seseorang untuk mengembangkan
kreatifitas dalam beraktivitas termasuk dalam hal belajar guna mencapai
tujuan yaitu berupa hasil belajar (Syam, 2017).
Merujuk pada penjelasan di atas dapat dipahami bahwa self efficacy
sangat penting dalam proses belajar siswa. Kemampuan siswa dalam berpikir
dan beraktivitas selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh self
efficacy. Hal ini sebagaimana sebagaimana disebutkan oleh Subaidi (2016),
bahwa self efficacy berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
berpikir, bertindak, bersikap dan memotivasi dirinya sendiri. Hal ini
sebagaimana hasil penelitian Komara, (2016) bahwa self efficacy mampu
mempengaruhi prestasi belajar. Pernyataan ini juga diperkuat oleh hasil
penelitian lainnya yaitu bahwa self efficacy mampu mempengeruhi hasil
belajar siswa (Pertiwi, 2015). Selain itu self efficacy juga berpengaruh
terhadap kebiasaan belajar atau bekerja seseorang (Rosyida, Utaya, dan
Budijanto, 2016).
Dalam konteks pembelajaran matematika, self efficacy sangat berperan
dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematika (Subaidi, 2016). Hasil
penelitian juga menyebutkan bahwa self efficacy mampu mempengaruhi
kemampuan siswa (SMP) dalam hal memecahkan masalah secara matematis
(Jatisunda, 2017). Selain itu, Arifin, Trisna, dan Atsnan (2018) juga
menuliskan bahwa self efficacy dapat dikembangkan melalui pembelajaran
matematika dengan menggunakan empat cara atau sumber yaitu: 1)
pengalaman kerja (learning by doing), 2) pengalaman dari orang lain, 3)
situasi sosial (lingkungan) yang mendukung, dan 4) situasi psikis yang
bersangkutan.
Merujuk pada deskripsi di atas dapat dipahami bahwa antara PBL
berkearifan lokal, self efficacy dan kemampuan berpikir kritis saling terkait.
Ketiga komponen di atas memiliki hubungan saling menguatkan. Oleh karena

10
itu, berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas XI SMA 6 Negeri
Muaro Jambi Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Berkearifan Lokal
dan Self Efficacy dengan Pembelajaran Daring.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang diterapkan guru kurang melibatkan siswa secara
aktif.
2. Proses pembelajaran yang ada di sekolah masih didominasi oleh guru.
3. Proses pembelajaran belum mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa.
4. Guru selalu menuntut siswa untuk belajar, tetapi tidak mengajarkan
bagaimana siswa seharusnya belajar dan menyelesaikan masalah.
5. Sebagian besar siswa kemampuan berpikir kritisnya masih rendah

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran Problem Base Learning (PBL) Daring
berkearifan lokal pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi?
2. Apakah terdapat pengaruh self efficacy pada pembelajaran matematika
secara daring terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri
6 Muaro Jambi?
3. Apakah model pembelajaran PBL berkearifan lokal secara daring dan self
efficacy siswa secara bersama-sama (integral) mempengaruhi kemampuan
berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi?

11
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah:
1. Terdapat model pembelajaran Problem Base Learning (PBL) berkearifan
lokal pada pembelajaran matematika secara daring dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi?
2. Terdapat pengaruh self efficacy pada pembelajaran matematika secara
daring terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro
Jambi?
3. Terdapat integralitas antara model pembelajaran PBL berkearifan lokal
secara daring dan self efficacy terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI
SMA Negeri 6 Muaro Jambi?

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai model Problem Based Learning berkearifan lokal dan
self efficacy peningkatan kemampuan berpikir kritis para peserta didik.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa, membiasakan belajar dalam kelompok dan berdiskusi untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan saling membantu
dalam memahami suatu materi pembelajaran.
b. Bagi guru, menjadi salah satu acuan guru dalam menerapkan model
pembelajaran dalam rangka dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika.
c. Bagi peneliti, memberikan pengalaman langsung dalam melaksanakan
penelitian.

12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


2.1.1.Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam dunia
pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Para pendidik menjadi lebih
tertarik untuk mengajarkan keterampilan berpikir dengan berbagai corak.
Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah
banjir kejadian dan informasi yang mengelilingi. Kemampuan berpikir kritis
menurut Hidayanti et al., (2016) berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir logis
dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan yang akan dipercayai.
Adapun menurut S. Wahyuni (2015) adalah proses mental untuk menganalisis
atau mengevaluasi informasi, dimana informasi tersebut didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat Cahyono (2016) berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
yang dicikan dengan adanya kemampuan dalam hal: (1) menyelesaikan suatu
masalah dengan tujuan tertentu, (2) menganalisis, menggeneralisasikan,
mengorganisasikan ide berdasarkan fakta/informasi yang ada, dan (3) menarik
kesimpulan dalam menyelesaikan masalah tersebut secara sistematik dengan
argumen yang benar.
Definisi lain dari kemampuan berpikir kritis di ungkapkan oleh Sisworo,
(2016) kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa dalam menganalisis
dan mengevaluasi informasi untuk memutuskan apakah informasi tersebut dapat
dipercaya sehingga dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang valid.
Adapun Susilowati et al., (2017) berpikir kritis sebagai cara berpikir rasional dan
reflektif dalam membuat keputusan tentang hal yang harus dipercayai atau
dilakukan. Rasional berarti mempunyai keyakinan dan pandangan yang disertai
oleh bukti yang standar, aktual, cukup dan relevan; reflekif berarti harus
mempertimbangkan secara aktif, hati-hati dan tekun segala alternatif solusi
pemecahan masalah sebelum mengambil keputusan.

13
Berpikir kritis adalah salah satu sisi menjadi orang kritis yang mana
pikiran harus terbuka, jelas, dan berdasarkan fakta. Seorang pemikir harus
mampu memberi alasan atas pilihan keputusan yang diambilnya dan harus
terbuka terhadap perbedaan keputusan dan pendapat orang lain serta sanggup
menyimak alasan-alasan mengapa orang lain memiliki pendapat/keputusan
yang berbeda (Z. Arifin, 2017). Adapun menurut (Kt Maha Putri Widiantari,
Md Suarjana, dan Kusmariyatni, 2016) kemampuan berpikir kritis merupakan
kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dan pengambilan
kesimpulan dari berbagai aspek dan sudut pandang yang dihadapinya. Safrida,
Ambarwati, Adawiyah, dan Albirri (2018) berpikir kritis adalah proses analisis
dan evaluasi kognitif yang memuat analisis argumen untuk konsistensi logis guna
mengenali bias dan pemikiran yang salah. Berpikir kritis memuat keterampilan
menganalisis, mensintesis argumen, mengevaluasi informasi, menarik kesimpulan
menggunakan penalaran deduktif dan induktif, dan menyelesaikan permasalahan
Menurut Z. Arifin (2017) berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan
dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan. Adapun Ramalisa (2013) menyebutkan
bahwa berpikir kritis merupakan suatu jenis berpikir yang penting dalam
memecahkan masalah matematika. kemampuan berpikir kritis seseorang dapat
dilihat dari beberapa indikator aktivitas yang ia lakukan. Adapun indikator
kemampuan berpikir kritis menurut Susilawati, et.al., (2020) adalah
mengidentifikasi pertanyaan, mengajukan hipotesis, menentukan tindakan,
mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat, mencatat hasil
observasi, menafsirkan pertanyaan, mengidentifikasi dan menangani hal yang
tidak relevan, dan memberikan definisi. Adapun menurut Nurazizah, Sinaga,
& Jauhari (2017) indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam hal: (a) memberikan penjelasan sederhana, yang
terdiri atas memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan serta bertanya
dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan; (b). membangun
keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak serta mengobservasi dan mempertimbangkan suatu

14
laporan hasil observasi; (c). menyimpulkan, yang terdiri atas mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil
induksi, serta membuat dan menentukan hasil pertimbangan; (d). memberikan
penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi; (e). mengatur strategi dan taktik, yang terdiri atas menentukan
tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat diartikan bahwa
kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir secara beralasan,
reflektif, terbuka, jelas, dan berdasarkan fakta dengan menekankan pembuatan
keputusan. Kemampuan berpikir kritis ini juga merupakan standar lulusan bagi
siswa SMA. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Firdaus, Nisa, dan Nadhifah (2019)
bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi lulusan dari
pembelajaran matematika pada jenjang SMA. Dengan demikian jelas bahwa
kemampuan berpikir kritis ini sangat penting untuk diajarkan terhadap siswa pada
jenjang SMA.
Indikator kemampuan berpikir kritis menurut pendapat Ennis yang
dipaparkan oleh Zubaidah dan Corebima (2011) adalah terdapat 6 unsur dasar
dalam berpikir kritis yang disingkat menjadi FRISCO:
a. F (Focus): memfokuskan pertanyaan atau isu yang ada untuk membuat
keputusan tentang apa yang diyakini.
b. R (Reason): mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau menolak putusan-
putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan.
c. I (Inference): membuat kesimpulan yang beralasan atau meyakinkan. Bagian
penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan
mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi terhadap situasi dan bukti.
d. S (Situation): memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir
untuk membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti
istilah-istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung.
e. C (Clarity): menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan.
f. O (Overview): meninjau kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan

15
yang diambil.
Dalam salah satu tulisannya Fatmawati (2014) menyebutkan bahwa
indikator kemampuan berpikir kritis yang meliputi:
1) Kemampuan siswa mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
Pada indikator ini, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari
pengamatan/observasi, yaitu siswa mampu merumuskan pokok-pokok
permasalahan. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi siswa dalam diskusi
kelompoknya.
2) Kemampuan siswa mencari alasan. Pada indikator ini, kemampuan berpikir
kritis siswa dapat dilihat dari pengamatan/observasi, yaitu siswa menjawab
pertanyaan ataupun memberikan tanggapan kelompok lain. Hal ini dapat
dilihat dari keaktifan siswa yang mau menjawab pertanyaan yang diberikan
kelompok lain ataupun memberikan tanggapan kepada kelompok lain.
3) Siswa berusaha mengetahui informasi dengan baik. Pada indikator ini,
kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari pengamatan/observasi,
yaitu siswa menggunakan buku dan sumber lain dalam melakukan diskusi.
4) Siswa memakai sumber yang memiliki kredibilitas. Pada indikator ini,
kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari jawaban soal tes yang
diberikan.
5) Siswa memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. Pada
indikator ini, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari
pengamatan/observasi, yaitu siswa memperhatikan guru dan siswa lain
yang sedang mengajukan pertanyaan ataupun menjawab pertanyaan.
6) Siswa berusaha tetap relevan dengan ide utama, siswa mengingat
kepentingan yang asli dan mendasar. Pada indikator ini, kemampuan
berpikir kritis siswa dapat dilihat dari jawaban soal tes yang diberikan.
7) Siswa mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. Pada indikator ini,
kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari jawaban soal tes yang
diberikan.
8) Siswa mencari alternatif. Pada indikator ini, kemampuan berpikir kritis
siswa dapat dilihat dari jawaban soal tes yang diberikan.

16
9) Siswa bersikap dan berpikir terbuka. Pada indikator ini, kemampuan
berpikir kritis siswa dapat dilihat dari pengamatan/observasi, yaitu
mengerjakan tugas yang diberikan guru.
10) Siswa mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan
sesuatu. Pada indikator ini, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat
dari pengamatan, yaitu memberikan alternatif jawaban antara dua teman
yang mengajukan pendapat dan menanggapi pendapat.
11) Siswa mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
Pada indikator ini, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari
pengamatan/observasi, yaitu siswa mengajukan pertanyaan secara
berkelanjutan.
12) Siswa bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari
keseluruhan masalah. Pada indikator ini, kemampuan berpikir kritis siswa
dapat dilihat dari pengamatan, yaitu siswa mengikuti proses pembelajaran
dari awal sampai akhir dengan melakukan aktivitas sesuai langkah-langkah
pembelajaran, yang meliputi diskusi kelompok dan presentasi kelompok.
Menurut Sisworo (2016) dan (Susilowati et al., 2017) pengukuran
kemampuan berpikir krtitis harus melibatkan indikator kemamuan berpikir kritis,
yaitu: Interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, serta self
regulation. Interpretation adalah kemampuan dapat memahami dan
mengekspresikan makna/arti dari permasalahan. Analysis adalah kemampuan
dapat mengidentifikasi dan menyimpulkan hubungan antar pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lainnya. Evaluation adalah kemampuan
dapat mengakses kredibilitas pernyataan/representasi serta mampu mengakses
secara logika hubungan antar pernyataan, deskripsi, pertanyaan, maupun konsep.
Inference adalah kemampuan dapat mengidentifikasi dan mendapatkan unsur-
unsur yang dibutuhkan dalam menarik kesimpulan. Explanation adalah
kemampuan dapat menetapkan dan memberikan alasan secara secara logis
berdasarkan hasil yang diperoleh. Sedangkan indikator yang terakhir self
regulation adalah kemampuan untuk memonitoring aktivitas kognitif seseorang,
unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas menyelesaikan permasalahan,

17
khususnya dalam menerapkan kemampuan dalam menganalisi dan mengevaluasi.
Mengingat bahwa berpikir kritis matematis merupakan salah satu
kemampuan yang sangat penting bagi setiap peserta didik, maka harus mendapat
perhatian yang serius untuk mengembangkan dan meningkatkannya. Berbagai
riset telah dilakukan oleh penelitia sebelum sebagai upaya meningkatkan
kemampuan tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan guna meningkatkan
kemampuan berpikir krtitis antara lain: melalui pendekatan pembelajaran tertentu,
yaitu, pendekatan induktif-deduktif disertai dengan strategi Think-Pair-Square-
Share (Sumaryati, 2013), yang telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dengan kategori sedang. Kemampuan berpikir kritis juga dapat
dilakukan dengan pendekatan Metacognitive Instruction. Menurut Noordyana,
(2018), dengan pembelajaran berpendekatan ini menunjukan bahwa kemampuan
berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan
Metacognitive Instruction lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. Pendekatan pembelajaran selanjutnya yang sudah
terbukti mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah pendekatan open
ended. Pendektan pembelajaran ini menurut riset Novtiar dan Aripin (2017)
kemampuan berpikir kritis dan pencapaian kepercayaan diri dalam belajar
matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan open-ended
lebih baik daripada pendekatan konvensional.
Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis masalah juga telah dibutkikan
oleh para ahli (periset) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Fachrurazi, 2011) terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi
matematis antara siswa yang belajar matematika menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional ditinjau dari faktor pembelajaran dan level sekolah. Winarti,
Rahmini, dan Almubarak (2019) bahwa pendekatan pembelajaran ini mampu
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, kecerdasan logis matematis dan
penguasaan konsep. Temuan yang sejalan dengan itu adalah hasil penelitian dari

18
Rika, Mustika, (2019) bahwa penerapan model pembelajaran Creative Problem
Solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa.
Selain itu terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran Creative Problem Solving.

2.1.2. Model Pembelajaran Problem Based Learning


Dalam proses belajar mengajar, pengunaan model yang tepat merupakan
salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Nurdyansyah dan Fahyuni (2016) model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.
Afandi (2013) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran tutorial. Dengan demikian dapat dipahami bahwa model
pembelajaran merupakan acuan pelaksanaan pembelajaran, sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran, model pembelajaran ini memiliki
peran yang sangat penting.
Salah satu tujuan utama dalam proses pembelajaran adalah untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah bagi peserta didik. Kemampuan
pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh setiap siswa karena: (a)
pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, (b)
pemecahan masalah yang meliputi metoda, prosedur dan strategi merupakan
proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (c) pemecahan masalah
merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika (Sumartini, 2018).
Sejalan dengan hal tersebut, Mawaddah dan Anisah (2015) menyatakan bahwa
salah satu tujuan mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama
menurut Badan Standar Nasional Pendidikan ialah siswa memiliki kemampuan
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Demikian pula Eviliyanida (2010) juga mengatakan bahwa pemecahan masalah
merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh

19
pengalaman. Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus
dikuasai siswa setelah belajar matematika (Mulyati, 2016).
Selain itu, Mulyati (2016) juga mengatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah sangat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang
dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga
bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini juga diperkuat oleh Hadi dan Radiyatul (2014)
bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran matematika yang
sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan yang sudah
dimiliki. Oleh karena itu wajar jika Ulya (2016) menyarankan agar kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah matematika perlu dikaji guru.
Menurut Mawaddah dan Anisah (2015) indikator kemampuan pemecahan
masalah matematis adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi
unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
2. Mampu membuat atau menyusun model matematika, meliputi kemampuan
merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam matematika.
3. Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi
kemampuan memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara
penyelesaian rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat digunakan
dalam pemecahan masalah tersebut.
4. Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh,
meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan perhitungan,
kesalahan penggunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah
ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelaskan kebenaran
jawaban tersebut.
Untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, hal
yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan menyangkut berbagai teknik dan
strategi pemecahan masalah (Eviliyanida, 2010). Diperlukan pembelajaran yang
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan pemikiran yang kreatif serta

20
lebih menekankan pada pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam
pemecahan masalah (Mulyati, 2016).
Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah
(Sumartini, 2018). Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah, 2009). Menurut
Arends (2008) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.
Adapun karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) adalah (1) ketergantungan pada masalah, masalahnya tidak mengetes
kemampuan, dan masalah tersebut membantu pengembangan kemampuan itu
sendiri, (2) masalahnya benar-benar ill-structured, tidak setuju pada sebuah solusi,
dan ketika informasi baru muncul dalam proses, presepsi akan masalah dan solusi
pun dapat berubah, (3) siswa menyelesaikan masalah, guru bertindak sebagai
pelatih dan fasilitator, (4) siswa hanya diberikan petunjuk bagaimana mendekati
masalah dan tidak ada suatu formula bagi siswa untuk mendekati masalah, dan (5)
keaslian dan penampilan (Sumartini, 2018).
Pelaksanaan PBL memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah
pembelajarannya. Adapun langkah-langkah pelaksanaan PBL sebagai berikut
(Lidinillah, 2013):
1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa)
2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut:
a. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
b. Mendefinisikan masalah
c. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki
d. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

21
e. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah
3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang
harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber
di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi
4. Siswa kembali kepada kelompok PBL semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan
masalah.
5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
6. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan
pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh
oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok.
Barret (2005) menyebutkan beberapa hal yang harus dikuasai atau dilakukan
oleh tutor atau guru agar kegiatan PBL dapat berjalan dengan baik, yaitu: (a)
Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias, (b) Tidak memberikan penjelasan
saat siswa bekerja, (c) Diam saat siswa bekerja, (d) Menyarankan siswa untuk
berbicara dengan siswa lain bukan dengan dirinya, (e) Meyakinkan siswa untuk
menyepakati terlebih dahulu tentang pemahaman terhadap permasalahan secara
kelompok sebelum siswa bekerja individual (f) Memberikan saran pada siswa
tentang sumber informasi yang dapat diakses berkaitan dengan permasalahan, (g)
Selalu mengingat hasil pembelajaran yang ingin dicapai, (h) Mengkondisikan
lingkungan atau suasana belajar yang baik untuk kegiatan kelompok, (i) Menjadi
diri sendiri atau tampil sesuai dengan gaya sendiri sehingga tidak menampilkan
sikap di luar kebiasaan dirinya.
Dalam pelaksanaannya, PBL tentunya memiliki kelebihan dan
kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBL (Lidinillah,
2013).
1. Kelebihan PBL
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar

22
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching
2. Kekurangan PBL
a. PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah
b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas PBL kurang cocok untuk
diterapkan di Sekolah Dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam
kelompok. PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau
paling tidak sekolah menengah
c. PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walaupun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi
d. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa
dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik
e. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap
Model pembelajaran berbasis masalah kerkearifan lokal

23
2.1.3. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Matematika
Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai
kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat (Alam &
Lingkungan, 2007). Asriati (2012) dalam tulisannya juga menyebutkan bahwa
kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dalam struktur
sosial masyarakat dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-
rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi dalam kehidupan. Dengan
demikian, salah satu cara yang dapat ditempuh guru di sekolah adalah dengan cara
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses pembelajaran di sekolah
(Bash, 2015).
Dilaksanakannya pembelajaran berbasis kearifan lokal dikarenakan hal
tersebut menjadi isu strategis dalam dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini
yang termuat dalam kurikulum (Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014;
Kemendikbud, 2012). Gobyah (Soraya et al., 2019) mengemukakan kearifan lokal
adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan
lokal merupakan perpaduan antara nilai–nilai suci Tuhan dan berbagai nilai
budaya yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya
dianggap sangat universal.
Selain itu, kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai bagian dari
kebudayaan yang sudah mentradisi, menjadi milik kolektif dan bersifat fungsional
untuk memecahkan masalah, setelah melewati pengalaman dalam dimensi ruang
dan waktu secara berkelanjutan (Aditya et al., 2019). Kearifan lokal merupakan
upaya untuk membudayakan nilai-nilai lokal di daerah tempat tinggal siswa. Nilai
kearifan lokal tersebut nantinya agar dapat diaplikasikan oleh siswa. Dengan
demikian, diharapkan nantinya siswa dapat menjadi anggota masyarakat yang
aktif, berbudaya dan mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Fajarini (2014) bahwa kearifan lokal hanya akan abadi kalau
kearifan lokal terimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga

24
mampu merespons dan menjawab arus zaman yang telah berubah.
Perpaduan nilai kearifan lokal dalam proses pembelajaran memberikan
pembelajaran yang bermuatan pendidikan etika untuk berpikir, berbicara dan
berperilaku yang baik sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa
dan berdampak positif (Aditya et al., 2019). Selain itu, Bash, (2015) juga
menyebutkan bahwa dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam
pembelajaran diharapkan nasionalisme siswa akan tetap kukuh terjaga di tengah-
tengah derasnya arus globalisasi.
Pendidikan dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh
yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan pendidikan merupakan kebutuhan
mendasar bagi setiap inidividu dalam masyarakat. Pendidikan dan budaya
memilki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangakan
nilai luhur bangsa kita, yang berdampak pada pembentukan karakter yang
didasarkan pada nilai budaya yang luhur.
Secara umum, etnomatematika dapat dipandang sebagai suatu konsep
pembelajaran matematika dalam kerangka budaya dan antropologi. Dalam
etnomatematika, siswa bukan hanya diajak untuk mengembangkan kemampuan
matematisnya melainkan juga mempertahankan budaya yang merupakan karakter
asli bangsanya. Oleh sebab itu, etnomatematika dipandang relevan tidak hanya
untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, namun juga memperkuat
nilai-nilai kearifan lokal dalam diri siswa tersebut (Chrissanti, 2019).
Etnomatemtika merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan kearifan budaya lokal dalam pembelajaran matematika. Melalui
etnomatematika konsep-konsep matematika dapat dikaji dalam praktek-praktek
budaya. Dengan etnomatematika peserta didik akan lebih memahami bagaimana
budaya mereka terkait dengan matematika, dan para pendidik dapat menanamkan
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang berdampak pada pendidikan karakter (A.
Wahyuni, Aji, Tias, & Sani, 2013). .
Pendidikan dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal juga
merupakan bagian dari proses membangun pendidikan yang multikultural

25
(Amirin, 2013). Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang dianggap
cocok dan sesuai bagi bangsa Indonesia mengingat bangsa ini terdiri atas berbagai
macam suku, agama, ras dan budaya. Selain itu, pendidikan multikultural
dipandang sebagai salah satu upaya nyata guna mempersiapakan eksistenasi
peserta didik di era globalisasi.
Matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan
siswa dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi.
Materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia. Namun,
konsep-konsep matematika yang diajarkan, dirasakan jauh dari kehidupan siswa
sehari-hari (Ikhwanudin, 2018). Berkaitan dengan pendidikan berbasis kearifan
lokal, pendidik matematika diharapkan dapat melaksanakan tugasnya dalam upaya
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat dan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia melalui penguasaan teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Kompetensi tersebut dapat
dilakukan guru melalui kegiatan pembelajaran dari penyusunan RPP, praktik,
hingga evaluasi.

2.1.4. Self Efficacy dalam Pembelajaran Matematika


Self efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya
dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu. Self efficacy yang kuat dalam diri individu akan mendasari pola pikir,
perasaan dan dorongan dalam dirinya untuk merefleksikan segenap kemampuan
yang individu miliki (Syahrina dan Ester, 2016). Jatisunda (2017) menyatakan
bahwa self-Efficacy merupakan kemampuan menilai dirinya secara akurat
merupakan hal yang sangat penting dalam mengerjakan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan yang di ajukan oleh guru,dengan kepercayaan diri atau keyakinan
dirinya dapat memudahkan siswa dalam menyelesaikan tugas tersebut, bahkan
lebih dari itu mampu meningkatkan prestasinya.
Damri, Engkizar, dan Anwar (2017) menyatakan bahwa secara garis besar,
self efficacy terbagi atas dua bentuk yaitu self efficacy yang tinggi dan self efficacy

26
yang rendah. Seseorang yang memiliki self efficacy tinggi dapat menurunkan rasa
takut akan kegagalan dan meningkatkan kemampuan kognitifnya, sehingga
semakin tinggi self efficacy yang dipersepsikan seseorang, maka semakin besar
usaha yang akan dikeluarkan untuk menghadapi tantangan yang ada. Hal ini
didukung penelitian Usher dan Pajares (2009) dan Kurniawati dan Siswono,
(2014) yang mengungkapkan bahwa self efficacy terhadap matematika pada siswa
memberikan kontribusi dalam memprediksi kinerja mereka saat memecahkan
permasalahan matematika.
Self-Efficacy adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya
dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk
mencapai hasil tertentu. Oleh karena itu, self efficacy mempengaruhi bagaimana
individu berpikir, merasa, memotivasi diri, dan bertindak. Dimensi-dimensi Self-
Efficacy yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy
individu adalah magnitude, strength, dan generality. Self-Efficacy yang kuat atau
tinggi sangat dibutuhkan siswa dalam pemecahan masalah matematika tersebut
sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut. Siswa
dengan Self-Efficacy yang tinggi akan lebih mampu bertahan menghadapi masalah
matematika tersebut, mudah memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut,
dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena
kurangnya usaha atau belajar. Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy yang lemah
atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi masalah
matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan masalah
matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut
dianggap karena kurangnya kemampuan matematikanya (Subaidi, 2016)
Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri,
apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau
tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi tidak sama
dengan aspirasi (cita-cita) karena aspirasi menggambarkan sesuatu yang ideal
yang seharusnya dapat dicapai sedangkan efikasi menggambarkan penilaian
tentang kemampuan diri (Widyaninggar, 2015)

27
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah dalam
pembelajaran matematika antara lain masih banyaknya siswa beranggapan bahwa
pelajaran matematika adalah pelajaran yang sukar dan biasanya belajar
matematika memerlukan konsentrasi tinggi. Mereka menganggap matematika
suatu pelajaran yang menakutkan, membosankan, dan menjadi beban bagi siswa
karena bersifat abstrak, penuh dengan angka dan rumus. Selain itu, masih adanya
sistem belajar yang menyamaratakan kemampuan siswa. Saat siswa belum
menguasai materi dasar, sudah ditambah dengan materi lain. Para siswa pun
cenderung tidak menyukai matematika karena dianggap sulit terutama dalam
menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru matematika (Yuliyani,
Handayani, dan Somawati, 2017).
Hasil pengujian hipotesis pada sutau penelitian yang dilakukan oleh
Yuliyani et al., (2017) menunjukan bahwa: 1) Terdapat pengaruh langsung yang
signifikan efikasi diri (self efficacy) terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika. 2) Terdapat pengaruh langsung yang signifikan kemampuan berpikir
positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. 3) Terdapat
pengaruh langsung yang signifikan efikasi diri (self efficacy) terhadap kemampuan
berpikir positif. 4) Terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan efikasi diri
(self efficacy) terhadap kemampuan pemecahan masalah melalui berpikir positf.
Hal ini menunjukkan bahwa self efficacy sangat penting dan berperan dalam
pembelajaran matematika.
Subaidi, (2016) menyatakan bahwa pengembangan self efficacy dalam
kurikulum matematika tersebut antara lain disebutkan bahwa pelajaran
matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan. Penanaman sikap tersebut, yakni merasa ingin mengetahui, perhatian,
minat dalam mempelajari matematika, bersikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Pentingnya pengembangan Self-Efficacy siswa dalam
pemecahan masalah matematika dikarenakan: (1) proses pembelajaran
matematika dikelas sangat dipengaruhi oleh Self-Efficacy siswa terhadap pelajaran
matematika (Shadiq, 2007), (2) Self-Efficacy siswa membentuk kemampuan
matematika siswa dalam pemecahan masalah matematika (Bandura, 2006), (3)

28
pelajaran matematika diasumsikan oleh kebanyakan siswa sebagai pelajaran yang
sulit, membuat stress, dan membosankan, dimana dengan Self-Efficacy yang
tinggi permasalahan tersebut bisa direduksi bahkan dapat dieliminir siswa
(Leonard & Supriyati, 2015).
Self-Efficacy atau sering juga disebut sebagai Self-confidence sangat
penting bagi siswa agar berhasil dalam belajar matematika (Mintzes, Marcum,
Messerschmidt-Yates, dan Mark, 2013). Dengan adanya rasa percaya diri, maka
siswa akan lebih termotivasi dan lebih menyukai untuk belajar matematika,
sehingga pada akhirnya diharapkan prestasi belajar matematika yang dicapai juga
lebih optimal. Hal ini di dukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang
mengungkapkan bahwa terdapat assosiasi positif antara self-confidence dalam
belajar matematika dengan hasil belajar matematika (Hannula, 2019). Artinya
hasil belajar matematika tinggi untuk setiap siswa yang memiliki indeks self-
confidence yang tinggi pula. Oleh sebab itu, rasa percaya diri perlu dimiliki dan
dikembangkan pada setiap siswa (Martyanti, 2013)
Menurut Bandura (2006), self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan
kemam- puannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang
diperlukan untuk menghasilkan pencapaian tertentu. Keyakinan seseorang dapat
mempengaruhi tindakan mereka untuk memilih, seberapa besar usaha yang
mereka lakukan dalam mencapai apa yang diinginkan, dan berapa lama mereka
akan bertahan dalam menghadapi rintangan atau kegagalan dalam menentukan
dan menjalani pilihan masa depannya. Seseorang yang yakin akan kemampuannya
dapat optimis menghadapi tantangan baru, dan menetapkan tujuan yang tinggi
bagi diri mereka sendiri (Resnick, 2011).
Adapun terkait dengan level self efficacy, Bandura (2006) mengemukakan
bahwa self-efficacy terdiri dari tiga dimensi yaitu: level, generality, dan strength.
Level berkaitan dengan keyakinan individu dalam memilih suatu tugas
berdasarkan tingkat kesukaran dan kemampuannya. Generality merupakan
penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Strength merupakan
tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Hasil
penelitian Warsito (2009) dan Gloria A. Tangkeallo, Rijanto Purbojo, dan Kartika

29
S. Sitorus (2014) mengemukakan bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy
tinggi akan memberikan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk dapat mencapai
sesuatu yang diharapkan
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan
dari efikasi diri dan manajemen diri terhadap motivasi berprestasi pada mahasiswa
dengan kategori cukup. Hal ini berarti bahwa ada berpengaruh yang signifikan
dan linier secara parsial ataupun secara bersama sama dari aspek efikasi diri dan
manajemen diri, terhadap motivasi berprestasi mahasiswa, dengan aspek
manajemen diri memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan aspek efikasi
diri terhadap motivasi berprestasi yang dimiliki oleh mahasiswa. Ketiga aspek
saling terkait erat dan saling mempengaruhi satu sama lain (Amir, 2016). Hasil
penelitian yaitu, terdapat hubungan yang positif antara kemampuan pemecahan
masalah matematis dan self-efficacy matematis siswa (Jatisunda, 2017)

2.1.5. Pembelajaran Matematika di SMA


Menurut Hamalik (2011) belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan,
dan bukan suatu hasil/tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, tetapi lebih luas
yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan tetapi
perubahan kelakuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan
tenaga lainnya misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku,
papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas
dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga
komputer.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Rahman, Munawar, dan Berman,
(2016) menyatakan bahwa proses pembelajaran adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, proses pembelajaran

30
merupakan subset khusus dari pendidikan. Sedangkan menurut Khikmiyah dan
Midjan (2017), proses pembelajaran adalah suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang memadukan secara sistematis dan berkesinambungan
kegiatan pendidikan di dalam lingkungan sekolah dengan kegiatan pendidikan
yang dilakukan diluar lingkungan sekolah dalam wujud penyediaan beragam
pengalaman belajar untuk semua siswa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran
adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sistematis dan
berkesinambungan dengan mengkombinasikan manusia, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu, proses pembelajaran juga dapat dikatakan
sebagai inti dari proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan Matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang
memegang peranan penting dalam perkembangan IPTEK dan dalam setiap aspek
kehidupan. Matematika merupakan materi pokok dari lembaga pendidikan formal
di Indonesia bahkan di seluruh dunia, yaitu dikarenakan matematika merupakan
ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber dari ilmu
yang lain. Pentingnya mata pelajaran matematika sangat jelas dirasakan hal ini
dibuktikan sejak sekolah dasar pelajaran matematika sudah menjadi mata
pelajaran pokok bahkan dijadikan salah satu penentu kelulusan dalam ujian
nasional (Yusup, 2017).
Secara umum, menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
(2006), mata pelajaran matematika SMA bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: a) memahami konsep matematika, b) menggunakan
penalaran, c) memecahkan masalah, d) Mengomunikasikan gagasan, e) memiliki
sikap menghargai matematika yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika.
Pembelajaran matematika memfasilitasi siswa untuk memahami,
mempelajari, merekonstruksi, atau menguasai materi matematika. Pembelajaran
matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak
dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar (Hendriana, 2012). Dengan

31
demikian, pembelajaran matematika tidak hanya memperhatikan tujuan dan
materi pembelajaran tetapi juga karakteristik peserta didik. Mengajar matematika
bukan sekedar penyampaian ilmu matematika, melainkan mengandung makna
yang lebih luas dan komplek yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi antara
siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru.
Pembelajaran matematika di sekolah diarahkan pada pencapaian standar
kompetensi dasar oleh siswa (Nasaruddin, 2018). Kegiatan pembelajaran
matematika tidak berorientasi pada penguasaan materi matematika semata, tetapi
materi matematika diposisikan sebagai alat dan sarana siswa untuk mencapai
kompetensi. Oleh karena itu, ruang lingkup mata pelajaran matematika yang
dipelajari di sekolah disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa
Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika
yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajarnya dalam
mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam kompetensi dasar, indikator,
dan materi pokok, untuk setiap aspeknya. Pengorganisasian dan pengelompokan
materi pada aspek tersebut didasarkan menurut kemahiran atau kecakapan yang
hendak ingin di capai.
Merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai
siswa maka ruang lingkup materi matematika adalah aljabar, pengukuran dan
geomerti, peluang dan statistik, trigonometri, serta kalkulus. Kompetensi aljabar
ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan operasi hitung pada
persamaan, pertidaksamaan dan fungsi. Pengukuran dan geometri ditekankan pada
kemampuan menggunakan sifat dan aturan dalam menentukan porsi, jarak, sudut,
volum, dan tranfrormasi. Peluang dan statistika ditekankan pada menyajikan dan
meringkas data dengan berbagai cara. Trigonometri ditekankan pada
menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri.
Kalkulus ditekankan pada mengunakam konsep limit laju perubahan fungsi.
Standar Kompetensi Bahan Kajian Matematika Sekolah Kecakapan atau
kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika
mulai SD dan MI sampai SMA dan MA, adalah sebagai berikut (Nasaruddin,
2018):

32
a. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
c. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
d. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Kecakapan di atas diharapkan dapat dicapai siswa dengan memilih materi
matematika melalui aspek berikut:
1. Bilangan:
a. Melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam
pemecahan masalah
b. Menafsirkan hasil operasi hitung
c. Pengukuran dan Geometri
2. Mengidentifikasi bangun datar dan ruang menurut sifat, unsur, atau
kesebangunan
a. Melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan
satuan pengukuran
b. Menaksir ukuran (misal: panjang, luas, volume) dari benda atau
bangun geometri
c. Mengaplikasian konsep geometri dalam menentukan posisi, jarak,
sudut, dan transformasi, dalam pemecaham masalah
3. Peluang dan Statistika
a. Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data
b. Menentukan dan menafsirkan peuang suatu kejadian dan
ketidakpastian

33
4. Trigonometri
Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas
trigonometri dalam pemecahan masalah
5. Aljabar
Melakukan operasi hitung dan manipulasi aljabar pada persamaan,
pertidaksamaan, dan fungsi, yang meliputi: bentuk linear, kuadrat,
suku banyak, eksponen dan logaritma, barisan dan deret, matriks, dan
vektor, dalam pemecahan masalah.
6. Kalkulus
Menggunakan konsep laju limit perubahan fungsi (diferensial dan integral)
dalam pemecahan masalah Standar Kompetensi Matematika Sekolah
Standar kompetensi dirancang secara berdiversifikasi, untuk melayani
semua kelompok siswa (normal, sedang, tinggi). Dalam hal ini, guru perlu
mengenal dan mengidentifikasi kelompok-kelompok tersebut. Kelompok
normal adalah kelompok yang memerlukan waktu belajar relatif lebih
lama dari kelompok sedang, sehingga perlu diberikan pelayanan dalam
bentuk menambah waktu belajar atau memberikan remidiasi. Sedangkan
kelompok tinggi adalah kelompok yang memiliki kecepatan belajar lebih
cepat dari kelompok sedang, sehingga guru dapat memberikan layanan
dalam bentuk akselerasi (percepatan) belajar atau memberikan materi
pengayaan.
Kemampuan matematika yang dipilih dalam standar kompetensi dirancang
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa agar dapat berkembang secara
optimal, serta memperhatikan pula perkembangan pendidikan matematika di
dunia sekarang ini. Untuk mencapai standar kompetensi tersebut dipilih materi-
materi matematika dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman
materi, serta sifat-sifat esensial materi dan keterpakaiannya dalam kehidupan
sehari-hari
Ruang lingkup mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Atas
dan Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut (Nasaruddin, 2018):
1. Pengukuran dan geometri

34
Menggunakan sifat dan aturan dalam menentukan posisi, jarak, sudut,
volum, dan transformasi dalam pemecahan masalah
2. Peluang dan Statistika
a. Menyusun dan menggunakan kaidah pencacahan dalam menentukan
banyak kemungkinan
b. Menentukan dan menafsirkan peluang kejadian majemuk
c. Menyajikan dan meringkas data dengan berbagai cara dan memberi
tafsiran
3. Trigonometri
a. Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas
trigonometri dalam pemecahan masalah
b. Menggunakan manipulasi aljabar untuk merancang/menyusun bukti
4. Aljabar
a. Menggunakan operasi dan manipulasi aljabar dalam pemecahan
masalah yang beraitan dengan: bentuk pangkat, akar, logaritma,
persamaan dan fungsi komposisi dan fungsi invers
b. Menyusun/menggunakan persamaan lingkaran dan garis singgungnya
c. Menggunakan algoritma pembagian, teorema sisa, dan teorema faktor
dalam pemecahan masalah
d. Merancang dan menggunakan model matematika program linear
e. Menggunakan sifat dan aturan yang berkaitan dengan barisan, deret,
matriks, vektor, transformasi, fungsi eksponen, dan logaritma dalam
pemecahan masalah
5. Kalkulus
Menggunakan konsep limit fungsi, turunan, dan integral dalam pemecahan
masalah
2.1.6. Pembelajaran Dalam Jaringan (Daring)/Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran adalah kegiatan inti dalam suatu proses pendidikan.
Pembelajaran dapat dilaksanakan di dalam kelas ataupun jarak jauh bila
diperlukan apabila terdapat kendala untuk bertemu dalam suatu kelas dikarenakan
situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan (W. Sari, Rifki, & Karmila, 2020).

35
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa proses pembelajaran tetap bida
dilaksanakan dalam situasi apapun juga untuk menjamin terbentuknya generasi
bangsa yang bermutu.
Salah satu sistem pembelajaran yang berkembang saat ini adalah
pembelajaran jarak jauh atau yang biasa disebut dengan e-learning. Sistem
pembelajaran jarak jauh atau e-learning banyak dikembangkan oleh kalangan
akademik, namun apa yang diinginkan agar sistem pendidikan bisa berjalan lebih
efektif dan efisien tanpa mengurangi kualitas output yang dihasilkan masih sangat
jauh dari apa yang diharapkan (Himawan, 2011). Dengan demikian dapat
dipahami bahwa penerapan e-learning/ daring atau pembelajaran online tidak
semata-mata karena adanya pandemi COVID-19, akan tetapi justeru karena
adanya kebutuhan di era revolusi industri 4.0 ini. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa penerapan e-learning/ daring atau pembelajaran online merupakan sebuah
keniscayaan. Bahkan Suryadi (2007) bahwa penggunaan TIK dalam proses
pembelajaran merupakan alternatif dalam reformasi pendidikan. Munawaroh,
(2005) menyatakan bahwa penerapan konsep Virtual Learning dalam sistem
Pembelajaran Jarak Jauh akan menjadi trend teknologi pembelajaran masa depan.
Menurut Firman dan Rahayu (2020) pembelajaran online merupakan
pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas,
konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis
interaksi pembelajaran. Prawiyogi, et al., (2020) berpendapat bahwa pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) adalah pembelajaran dengan menggunakan suatu media yang
memungkinkan terjadi interaksi antar guru, siswa dan sumber belajar. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Pakpahan dan Fitriani (2020) menguraikan bahwa
pembelajaran Daring, online atau PJJ sendiri bertujuan untuk memenuhi standar
pendidikan dengan pemanfaatan teknologi informasi dengan menggunakan
perangkat komputer atau gadget yang saling terhubung antara siswa dan guru
maupun antara mahasiswa (pelajar) dengan dosen (guru) sehingga melalui
pemanfaatan teknologi tersebut proses belajar mengajar bisa tetap dilaksanakan
dengan baik.

36
Merujuk pada penjelasan di atas, jelas bahwa pembelajaran Daring, online
atau PJJ merupakan salah satu bentuk inovasi dalam pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi komputer dan internet. Hal ini diperkuat dengan
penjelasan Waryanto (2006) bahwa salah satu pemanfaatan internet dalam dunia
pendidikan adalah pembelajaran jarak jauh atau distance learning. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Nabila dan Yenny (2020) bahwa pembelajaran atau
perkuliahan online atau yang biasa disebut daring merupakan salah satu bentuk
pemanfaatan internet yang dapat meningkatkan peran siswa dan mahasiswa dalam
proses pembelajaran. Pemanfaatan internet sebagai sarana dalam pelaksanaan
pembelajaran onlie juga disampaikan oleh Sumarno (2020) bahwa internet
merupakan paduan antara teknologi komputer, teknologi komunikasi, teknologi
audio visual dan teknologi pembelajaran itu sendiri yang sifatnya hampir
menyerupai model pembelajaran secara langsung dan dapat melayani banyak
pengguna dalam waktu bersamaan namun tetap melayani murid dalam kerangka
pelaksanaan pembelajaran individual. Penjelasan ini juga diperkuat oleh pendapat
Firman dan Rahayu (2020) bahwa pembelajaran online pada pelaksanaannya
membutuhkan dukungan perangkat-perangkat mobile seperti telepon pintar, tablet
dan laptop yang dapat digunakan untuk mengakses informasi dimana saja dan
kapan saja.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (pasal 118 ayat 1)
menyatakan bahwa pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan perluasan dan
pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
Senada dengan itu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 24 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh
pada Pendidikan Tinggi, pada pasal 2 dinyatakan bahwa pendidikan jarak jauh
bertujuan untuk meningkatkan perluasan dan pemerataan akses terhadap
pendidikan yang bermutu dan relevan sesuai kebutuhan (Indonesia/Ristekdikti),
2016).
Dalam pelaksanaan PJJ ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
menjamin tercapainya kompetensi lulusan. Menurut Cucus dan Aprilinda (2016)

37
konten pembelajaran merupakan hal yang paling utama dalam proses belajar
mengajar, dalam pembelajaran jarak jauh, konten harus mendapatkan perhatian
penting, karena dalam pembelajaran jarak jauh, peserta belajar mendapatkan
materi dengan proporsi lebih besar dari membaca konten secara mandiri
ketimbang bertatap muka secara langsung denganerbuk pengajar, penerapan
multimedia pada konten pembelajaran jarak jauh akan lebih membantu peserta
didik untuk menyerap lebih banyak materi pembelajaran, hal ini terbukti dengan
peningkatan hasil belajar mahasiswa yang belajar dengan menggunakan konsep
blended learning menggunakan multimedia ketimbang mereka yang belajar
mandiri.
Selain konten, pembelajaran secara daring atau online juga harus
memperhatikan proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Sumarno (2020)
sebagaimana pembelajaran yang dilakukan tatap muka, pembelajaran jarak jauh
harus melibatkan 3 aktivitas utama yang saling berkaitan antara satu sama lain
yaitu (1) aktivitas presentasi yakni pemaparan atau penyajian bahan pembelajaran
(2) aktivitas interaksi yakni aktivitas komunikasi timbal balik antara pembelajar
dengan fasilitator maupun antar pembelajar dan (3) aktivitas evaluasi yakni
kegiatan yang dilakukan dalam mengukur kemajuan dan keberhasilan proses
pembelajaran yang telah dilakukan
Menurut Setiawan (2020), pembelajaran jarak jauh (daring) memiliki
beberapa kelabihan antara lain: dapat memperluas akses pendidikan untuk
masyarakat umum dan bisnis karena struktur penjadwalan yang fleksibel
mengurangi efek dari banyak kendala waktu dan tempat, penyerahan beberapa
kegiatan di luar lokasi mengurangi kendala kapasitas kelembagaan yang timbul
dari kebutuhan bangunan infrastruktur, serta terdapat potensi untuk meningkatkan
akses ke lebih banyak pakar dari beragam latar belakang geografis, sosial, budaya,
ekonomi, dan pengalaman. Waryanto (2006) menyebutkan bahwa keuntungan
dari modal pembelajaran online adalah dapat digunakan untuk menyampaikan
pembelajaran tanpa dibatasi ruang dan waktu,dapat menggunakan berbagai
sumber yang sudah tersedia di internet, bahkan ajar relatif mudah untuk
diperbarui, serta lebih meningkatkan kemandirian siswa dalam melakukan proses

38
pembelajaran.

Kelebihan lainnya dari pembelajaran secara daring atau online adalah


sebagaimana disebutkan oleh Indonesia/Ristekdikti (2016) yaitu bahwa sebagai
inovasi abad 21, sistem pendidikan jarak jauh merupakan sistem pendidikan yang
memiliki daya jangkau luas lintas ruang, waktu, dan sosioekonomi yang mampu
membuka akses terhadap pendi-dikan bagi siapa saja, di mana saja, dan kapan
saja.
Namun demikian, Setiawan (2020) juga menyatakan bahwa pembelajaran
jarak jauh juga memiliki kekurangan antara lain: hambatan untuk pembelajaran
efektif seperti gangguan rumah tangga dan teknologi yang tidak dapat diandalkan,
interaksi yang tidak memadai antara siswa dan pengajar, serta kebutuhan untuk
pengalaman yang lebih banyak. Munawaroh (2005) mengatakan bahwa virtual
learning dalam proses pembelajaran jarak jauh terdapat beberapa kelemahan
diantaranya mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, Darmayanti,
Setiani, dan Oetojo (2007) juga mengatakan bahwa penggunaan dan implementasi
e-learning dipendidikan formal tidak sesederhana yang dikatakan. Pasalnya,
mengubah paradigma belajar mengajar merupakan proses rumit yang melibatkan
banyak pihak.

2.2. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Jatisunda (2017). Penelitian ini mengkaji hubungan antara
self-efficacy matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik analisis korelasional.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri di Kabupaten Majalengka
Tahun Pelajaran 2015/2016. Adapun untuk sampel penelitiannya adalah siswa
SMP kelas VIIIA, menggunakan teknik purposive random sampling.
Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner. Data di analisis secara
kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi pearson. Hasil penelitian yaitu,
terdapat hubungan yang positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis

39
dan self-efficacy matematis siswa.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh P. Arifin et al., (2018). Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
Mengetahui self-efficacy siswa terhadap matematika sebelum dan sesudah
pembelajaran melalui Pendekatan Matematika Realistik. (2) Mengetahui
perkembangan self-efficacy siswa terhadap matematika sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik. Jenis penelitian
ekperimen dengan desain penelitian one group pretest and posttes design. sampel
penelitian dipilih dengan teknik purpossive sampling, sebanyak 30 orang siswa.
Teknis analisis data yang digunakan teknik analisis deskriptif dan data analisis
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan self-efficacy siswa terhadap matematika
sebelum perlakuan dengan persentase kategori rendah 40%, kategori sedang
47%, dan 13% termasuk kategori tinggi. Sedangkan self-efficacy siswa terhadap
matematika setelah pembelajaran melalui PMR, diperoleh persentase self-efficacy
siswa terhadap matematika 3% yang termasuk kategori rendah, 73% untuk
kategori sedang, dan 23% untuk kategori tinggi. Melalui uji Wilcoxon pada taraf
signifikan 5% memperlihatkan nilai Sig. Sebesar 0,000 lebih kecil dari =0,005.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perkembangan self-efficacy siswa terhadap
matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik lebih baik dibandingkan
pembelajaran sebelumnya. Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini sebagai
alternatif untuk mengembangkan self-efficacy siswa terhadap matematika
hendaknya guru menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan
matematika realistik.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Jumroh, Mulbasari, dan Fitriasari


(2018). Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran self efficacy siswa dengan
strategy inquiry based learning. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif. Teknik pengumpulan data berupa observasi dan angket. Observasi
digunakan untuk mengetahui self efficacy siswa sejak awal proses pembelajaran
dengan cara memberi tanda centang untuk setiap indikator yang tampak. Angket
disajikan dalam bentuk skala Likert, dimana pernyataan yang diajukan berupa

40
pernyataan positif dan negatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara
menjumlahkan skor yang diperoleh dan menentukan letak dari jumlah skor yang
diperolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Self-Efficacy siswa dalam
pembelajaran matematika sebesar 90,62% termasuk dalam kategori baik. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata skor observasi sebesar 59,38% dan skor angket sebesar
90,62%.
Adapun terkait dengan pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir kritis
juga pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Beberapa penelitian
tersebut antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Qomariyah (2016)
yang menyatakan bahwa PBL mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa pada mata pelajaran IPA dengan model penelitian quasi
eksperimen. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wahyuni (2006). Penelitian
tersebut menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan
melalui model pembelajaran PBL. Penelitian terkait dengan PBL dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis juga pernah dilakukan oleh Farisi,
Hamid, dan Melvina (2017) bahwa model pembelajaran PBL mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian tersebut
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan model eksperiment.

2.3. Kerangka Pikir


Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah bagaimana
menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa serta sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan
dicapai. Proses pendidikan yang berlangsung selama ini diduga belum berhasil
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Peningkatkan kemampaun
berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan berbagai model pembelajaran,
salah satunya adalah melalui penerapan model pembelajaran PBL dalam
pembelajaran matematika.
Model pembelajaran ini menekankan pada pemecahan masalah.

41
Berikut merupakan gambar kerangka pemikiran dalam penelitian ini:

Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan


diungkap dari pengalaman siswa), 2) Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil terkait dengan
permasalah yang ada, 3). Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang
harus diselesaikan, 4. Siswa kembali kepada kelompok PBL semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, 5). Siswa
menyajikan solusi yang mereka temukan, dan 6). Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi
berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang
sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

2.4. Rumusan Hipotesis Penelitian


Dalam penelitian ini rumusan hipotesis yang menjadi fokus penelitian
adalah sebagai berikut:
1. H1 : Terdapat pengaruh self efficacy pada pembelajaran matematika
daring terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6
Muaro Jambi.
2. H1 : PBL daring dan self-efficacy secara integral berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi.

42
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan
menggunakan paradigma positivistik. Paradigma positivistik, atau yang lebih
dikenal dengan penelitian kuantitatif merupakan pendekatan yang paling banyak
dikenal dalam penelitian berbagai bidang ilmu, termasuk pendidikan (Jaedun,
2011). Menurut Hastjarjo (2019) dan Cresswel (2013) menyatakan bahwa
penelitian quasi eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan. Hal yang paling esensial dari metoda ini adalah
bagaimana peneliti memanipulasi variabel independen dan mengobservasi
dampaknya terhadap variabel dependen sambil mengendalikan faktor-faktor
lainnya. Untuk memastikan dan menjaga kekuatan metoda ini, peneliti
membutuhkan landasan teori yang kuat sekaligus keseriusan dan atensi yang besar
terhadap desain dan beberapa persyaratnya (Nahartyo, 2012). Metode quasi
eksprimen merupakan suatu bentuk eksprimen yang ciri utama validisinya tidak
dilakukan secara random, melainkan menggunakan kelompok atau kelas yang
sudah ada (Hamdani, Eva dan Indra, 2012).

3.2. Desain Penelitian


Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental
Design, dengan rancangan penelitian sesuai dengan pendapat Hastjarjo (2019)
menggunakan rancangan satu kelompok praperlakuan dan pascaperlakuan (One-
group pretest -posttest design). Pengukuran praperlakuan memberikan informasi
mengenai prinsip kontra faktual (meski agak lemah) berkaitan dengan apa yang
mungkin terjadi pada subjek seandainya perlakuan tidak ada, namun perbedaan
antara O1 dengan O2 kemungkinan disebabkan oleh pengaruh faktor selain
perlakuan. Misalnya, maturasi, sejarah, pengetesan serta ancaman lain terhadap
validitas internal. Rancangan satu kelompok praperlakuan dan pascaperlakuan

43
(Onegroup pretest -posttest design) dapat dilihat pada gambar berikut:

O1 X O2

Gambar. Rancangan satu kelompok praperlakuan dan pascaperlakuan (One-


group pretest -posttest design)

Dimana
O1 = nilai pretest kelompok yang diberi perlakuan (eksperimen-PBL
berkearifan lokal)
O2 = nilai posttest kelompok yang diberi perlakuan (eksperimen- PBL
berkearifan lokal)
X = perlakuan model pembelajaran PBL berkearifan lokal

Langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian ini sebagai berikut:


1. Memilih subjek untuk dijadikan kelompok eksperimen
2. Menyusun instrumen penelitian.
3. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
4. Memberikan pretest kepada kelompok eksperimen.
5. Memberikan perlakuan pada kelas eksperimen dengan menerapkan model
pembelajaran PBL berkearifan lokal dengan pembelajaran yang dilakukan secara
daring/pembelajaran jarak jauh melalui kombinasi antara aplikasi Google
Clasroom dan WhatApps Grup.
6. Setelah melakukan langkah kelima kemudian memberikan posttest pada
kelompok tersebut.
7. Menggunakan statistik mencari pengaruh hasil langkah ketujuh, sehingga dapat
diketahui penerapan model pembelajaran PBL berkearifan lokal dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

44
3.3. Tempat dan Waktu penelitian
3.3.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Muaro Jambi yang beralamat di
Jl.K.H.Muh.Agus Desa Mudung Darat Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi
3.3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2020 hingga Desember 2020.

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


3.4.1. Variabel penelitian
Sugiyono (2016) menyatakan variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat
atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bebas (variabel
independen) dan variabel terikat (variabel dependen). Variabel independen
disebut juga sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut variabel bebas. Sugiyono (2014) menyatakan variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe PBL berkearifan lokal.
Variabel dependen sering disebut sebagai output, kriteria, konsekuen, atau disebut
sebagai variabel terikat. Sugiyono (2014) menyatakan variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar siswa.

3.4.2. Definisi Operasional Variabel


3.4.2.1. Model pembelajaran PBL Berkearifan Lokal
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berkearifan lokal
adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata dari lokasi di
sekitar sekolah/masyarakat setempat sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

45
pembelajaran (Nurhasanah, 2009). Adapun karakteristik dari pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) adalah: (1) proses pembelajaran
ketergantungan pada masalah, masalahnya tidak menguji kemampuan, dan
masalah tersebut membantu pengembangan kemampuan itu sendiri, (2) presepsi
akan masalah dan solusipun dapat berubah, (3) siswa menyelesaikan masalah,
guru bertindak sebagai pelatih dan fasilitator, (4) siswa hanya diberikan petunjuk
bagaimana mendekati masalah dan tidak ada suatu formula bagi siswa untuk
mendekati masalah, dan (5) keaslian dan penampilan.

3.4.2.2. Self efficacy


Self Efficacy akademik mengacu pada keyakinan individu bahwa ia mampu
melakukan tindakan tertentu. Tingkat efikasi diri didefinisikan sebagai jumlah
langkah peningkatan kesulitan yang dirasakan seseorang mampu melakukan tugas
dari yang bersifat sederhana sampai pada hal-hal yang sulit. Dengan demikian,
efikasi diri seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat atau besarnya tuntutan
tugas yang mewakili berbagai tingkat tantangan atau hambatan untuk mencapai
sukses.
3.4.2.3. Kemampuan Berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus
dipercayai atau dilakukan. Kemampuan ini diindikatorkan dengan: (1)
mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan, (2) mencari alasan, (3)
berusaha mengetahui informasi dengan baik, (4) memakai sumber yang
memiliki kredibilitas, (5) memperhatikan situasi dan kondisi secara
keseluruhan, (6) berusaha tetap relevan dengan ide utama, (7) mengingat
kepentingan yang asli dan mendasar, (8) mencari alternatif, (9) bersikap dan
berpikir terbuka, (10) mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk
melakukan, (l1) mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila
memungkinkan, dan (12) sikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-
bagian dari keseluruhan masalah.

46
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi Penelitian
Gunawan (2013) menyatakan populasi adalah keseluruhan objek
penelitian, baik hasil menghitung ataupun pengukuran (kuantitatif ataupun
kualitatif) dari karakteristik tertentu yang akan dikenai generalisasi. Menurut
penjelasan Budijanto (2013) populasi merupakan keseluruhan dari kumpulan
elemen yang memiliki sejumlah karakteristik umum, yang terdiri dari bidang-
bidang untuk di teliti. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Amirullah (2015)
bahwa obyek yang diamati itu dapat dilihat secara keseluruhan (populasi) atau
secara parsial (sampel).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi yang terdiri atas 6 kelas.

3.5.2. Sampel Penelitian


Pada suatu penelitian kuantitatif, penenentuan sampel yang tepat merupakan
suatu keharusan. Gunawan (2013) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari
populasi yang memiliki karakteristik atau keadaan tertentu yang akan diteliti.
Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster sampling
yaitu pemilihan sampel yang terdiri atas kelompok individu dan bukan
perindividu (Lumley, 2010). Menurut Budijanto (2013) sampel merupakan suatu
sub kelompok dari populasi yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian.
Kelompok sampel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berbentuk kelas.
Dengan demikian, sampel yang dipilih dalam penelitian adalah sebanyak satu
kelas yang diberi perlakuan yaitu dengan model pembelajaran PBL berkearifan
lokal.
Menurut Amirullah (2015), syarat utama yang menjadikan sampel itu
dikatakan baik apabila sampel itu memiliki sifat representatif. Untuk memenuhi
syarat tersebut maka diperlukan cara pengambilan sampel yang baik pula.
Pengambilan sampel dalam penelitian dapat dilakukan dengan berbagai teknik
(sampling techniques). Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan random,
setelah seluruh kelas dilakukan uji homogenitas.
Uji homogenitas merupakan uji perbedan antara dua atau lebih populasi.

47
Semua karakteristik populasi dapat bervariasi antara satu populasi dengan yang
lain. Dua di antaranya adalah mean dan varian (selain itu masih ada bentuk
distribusi, median, modus, range, dan lain-lain). Menurut Hidayat (2013) uji
homogenitas adalah pengujian sama tidaknya variansi 2 buah distribusi atau lebih.
Untuk uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil
data dari nilai lapor kelas X semester genap tahun ajaran 2019/2020. Selanjutnya
hasil tersebut dianalisis dengan menggunakan sofware SPSS untuk menetukan
tingkat homogenitasnya. Setelah seluruh kelas dinyatakan homogen, selanjutnya
dilakukan pemilihan kelas sampel.

3.6. Instrumen Penilaian


Instrumen penilaian merupakan bagian integral dari suatu proses penilaian
dalam pembelajaran. Penilaian berperan sebagai program penilaian proses,
kemajuan belajar, dan hasil belajar siswa (Amalia dan Susilaningsih, 2014). Pada
penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa tes dengan tujuan
untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran PBL berkearifan lokal yang
dilaksanakan secara online.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupas soal tes. Kasmadi,
Gani, dan Yusrizal (2016) menyatakan bahwa tes merupakan rangkaian
pertanyaan yang memerlukan jawaban testi sebagai alat ukur dalam proses
asesmen maupun evaluasi dan mempunyai peran penting untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, kecerdasan, bakat atau kemampuan yang dimiliki
individu atau kelompok. Dalam proses pembelajaran, tes digunakan untuk
mengukur tingkat pencapaian keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan
belajar.
Instrumen pengukuran kemampuan berpikir kritis matematis didasarkan
pada empat aspek kemampuan berpikir kritis matematis, yaitu: interpretasi,
analisis, evaluasi dan inferensi (Facion dalam Pertiwi, 2018). Jumlah soal yang
digunakan sebanyak 2 butir dalam bentuk soal essay. Adapun kisi-kisi instrumen
tes kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:

48
Tabel 3.2. Kisi-kisi instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
No. Aspek yang Diukur Indikator
1. Menginterpretasi Memahami masalah yang ditunjukkan dengan
menulis diketahui maupun yang ditanyakan soal
dengan tepat
2. Menganalisis Mengidentifikasi hubungan-hubungan antara
pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan,
dan konsep-konsep yang diberikan dalam soal
yang ditunjukkan dengan membuat model
matematika dengan tepat dan memberi
penjelasan dengan tepat.
3. Mengevaluasi Menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam
melakukan perhitungan.
4 Menginferensi Membuat kesimpulan dengan tepat.

Merujuk pada Tabel 3.2, yaitu berkenaan yang indikator setiap aspek
kemampuan berpikir kritis matematis, maka selanjutnya disusun rubrik penilaian
untuk menentukan skor kemampuan tersebut. Adapun rubrik penilaian
kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini:
Tabel 3.3. Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No Aspek yang Diukur Deskripsi Skor
1. Interpretasi Tidak menulis yang diketahui dan 0
yang ditanyakan
Menulis yang diketahui dan yang 1
ditanyakan dengan tidak tepat
Menulis yang diketahui saja dengan 2
tepat atau yang ditanyakan saja
dengan tepat
Menulis yang diketahui dan yang 3
ditanyakan dari soal dengan tepat
tetapi kurang lengkap
Menulis yang diketahui dan yang 4
ditanyakan dari soal dengan tepat dan
lengkap

49
2. Analisis Tidak membuat model matematika 0
dari soal yang diberikan
Membuat model matematika dari soal 1
yang diberikan tetapi tidak tepat
Membuat model matematika dari soal 2
diberikan dengan tepat tanpa memberi
penjelasan
Membuat model matematika dari soal 3
diberikan dengan tepat tetapi ada
kesalahan dalam penjelasan
Membuat model matematika dari soal 4
diberikan dengan tepat dan
memberikan penjelasan yang benar
dan lengkap
3. Evaluasi Tidak menggunakan strategi dalam 0
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tidak tepat 1
dan tidak lengkap dalam
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tepat 2
dalam menyelesaikan soal, tetapi tidak
lengkap atau menggunakan strategi
yang tidak tepat tetapi lengkap dalam
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tepat 3
dalam menyelesaikan soal, lengkap
tetapi melakukan kesalahan dalam
perhitungan atau penjelasan
Menggunakan strategi yang tepat 4
dalam menyelesaikan soal, lengkap
dan benar dalam melakukan
perhitungan dan penjelasan.
4. Inferensi Tidak membuat kesimpulan 0
Membuat kesimpulan yang tidak tepat 1
dan tidak sesuai dengan konteks soal.
Membuat kesimpulan yang tidak tepat 2
meskipun disesuaikan dengan konteks
soal
Membuat kesimpulan dengan tepat, 3
sesuai dengan konteks tetapi tidak
lengkap
Membuat kesimpulan dengan tepat, 4
sesuai dengan konteks soal dan
lengkap.

50
Pada penelitian ini digunakan standar mutlak (Standart Absolute) untuk
menentukan nilai yang diperoleh peserta didik, yaitu dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
Nilai = (skor yang diperoleh/ Skor ideal) x 100%
Dengan demikian, skor maksimum kemampuan berpikir kritis matematis
yang akan diperoleh oleh peserta didik adalah 32 (dengan dua buah soal
matematika yang digunakan) Adapun skor minimum yang akan diperoleh siswa
adalah 0 (jika siswa tidak menjawab soal). Adapun soal tes kemampuan berpikir
kritis matematis yang digunakan dalam penelitian ini. Terlampir.
Adapun instrumen untuk mengukur self efficacy berupa pernyataan yang
harus dijawab dengan sangat sering (SS), sering (S), Kurang setuju (KS) dan tidak
setuju (TS). Masing-masing pernyataan diberikan skor 4 (SS), 3 (S), 2 (KS) dan 1
(TS). Dengan demikian tingkat self efficacy peserta didik dapat dilihat dan
ditentukan dari skor yang diperoleh. Adapun jumlah pernyataan yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 10 pernyataan. Dengan demikian skor maksimum
yang diperoleh siswa adalah 40 dan skor minimumnya adalah 10. Selanjutnya
berdasarkan skor yang diperoleh, tingkat self efficacy diklasifikasikan menjadi
tiga kategori yaitu: tinggi (31-40), sedang (21-30), dan rendah (10-20).
Adapun indikator kemampuan efikasi diri adalah sebagaimana di
tampilkan pada Tabel 3.4. berikut ini:
Aspek Efikasi Indikator
Magnitude (tingkat Mengerjakan tugas yang sulit
kesulitan tugas) Mengerjakan tugas sesuai kemampuannya
Pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan
Strength (kekuatan Kerja keras atau usaha maksimal
keyakinan) Tetap bertahan pada situasi yang sulit
Optimisme
Menambah waktu belajar
Generality (generalitas) Mampu mengerjakan semua pekerjaan dalam
waktu yang bersamaan

51
Mengerjakan tugas pada bidang yang Berbeda

Adapun kisi-kisi dari angket self-efficacy adalah sebagaimana di tampilkan


pada Tabel 3.5. berikut ini:
Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy Siswa
Indikator No Item Jumlah
1. Mampu melaksanakan tugas dengan baik 1-3 3
2. Merasa optimis bahwa besarnya usaha yang 4-6 3
dilakukan dapat mencapai tujuan
3. Tenang dalam menghadapi tugas atau situasi 7-10 4
yang sulit.
Jumlah 10

3.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Nilai validitas dan reliabilitas suatu instrumen dipengaruhi oleh subjek
yang diukur, pengguna instrumen, dan instrumen itu sendiri. Sehinggga,
validitas dan reliabilitas harus selalu diuji sebelum instrumen digunakan (D.
A. N. N. Dewi, 2018). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi. Validitas isi merupakan derajat dimana sebuah tes mengukur
cakupan substansi yang ingin diukur. Untuk menguji validitas isi dapat
digunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Setelah butir instrumen
disusun kemudian peneliti mengkonsultasikan dengan penilaian ahli, yaitu
guru mata pelajaran matematika kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi dan
dosen pembimbing. Kemudian meminta pertimbangan (judgement expert) dari
para ahli untuk diperiksa dan dievaluasi secara sistematis apakah butir-butir
instrumen tersebut telah mewakili apa yang hendak diukur. Para ahli diminta
pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Instrumen yang digunakan
yang terdiri dari lembar penilaian tes dan lembar observasi pembelajaran.
Instrumen dapat digunakan dalam penelitian jika hasil pertimbangan
dinyatakan valid oleh guru mata pelajaran matematika kelas XI SMA Negeri 6

52
Muaro Jambi dan dosen pembimbing. Penilaian ahli menunjukkan bahwa
instrumen pada penelitian ini layak digunakan dalam penelitian. lampiran
Setelah melakukan uji validitas instrumen, maka selanjutnya untuk
mengetahui keajekan instrumen yang akan digunakan maka dilakukan uji
reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas instrumen dilakukan untuk memperoleh
instrumen yang benar-benar dapat dipercaya keajegkannya atau ketetapannya.
Pada penelitian ini, uji reliabilitas dan validitas instrumen dilakukan dengan
menggunakan aplikasi anates. Aplikasi anates, selain dapat digunakan untuk
menguji validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran pada soal
pilihan ganda (Arif, 2014), juga dapat digunakan untuk menguji soal essay (A.
Sari dan Herawati, 2014). Atas dasar itu, maka aplikasi anates ini digunakan
untuk menguji kualitas soal tes kemampuan berpikir kritis dalam penelitian
ini. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh data pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Hasil Validitas Instrumen Penelitian
Soal DP (%) T. Kesukaran Korelasi Sign. Korelasi
No
1 43,33 Sedang 0,954 Sangat Signifikan
2 41,11 Sedang 0,943 Sangat Signifikan
3 33,33 Sedang 0,933 Sangat Signifikan

3.8. Teknik Analisis Data


3.8.1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi
data.Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis
statistik parametrik.Karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat
dilakukannya tes parametrik.Sedangkan untuk data yang tidak mempunyai
distribusi normal, maka analisisnya menggunakan tes non parametric. Uji
normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa cara yang digunakan untuk
menguji normalitas data, antara lain: dengan kertas peluang normal, uji Chi
Kuadrat, uji Liliefors, teknik Kolmogorov-Smirnov, dan SPSS. Penelitian ini,
pengujian normalitas data menggunakan program SPSS 24.

53
Menurut Gunawan dan Sukartha (2016) pengujian normalitas data
menggunakan program SPSS 24 dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Buka program SPSS.
b. Entry data atau buka file data yang akan akan dianalisis.
c. Pilih menu berikut: Analyze Descriptives Statistics Explore, Ok.
d. Setelah muncul kotak dialog uji normalitas, selanjutnya pilih y sebagai
dependent list: pilih x sebagai factor list, jika ada lebih dari 1 kelompok data,
klik Plots, pilih normality test with plots.
e. klik continue, lalu ok. Untuk menetapkan kenormalan, kriteria yang berlaku
sebagai berikut:
1) Tetapkan taraf signifikansi, α = 0,05.
2) Bandingkan p dengan taraf signifikansi yang diperoleh.
3) Jika signifikansi yang diperoleh > α, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.
4) Jika signifikansi yang diperoleh < α, maka sampel bukan berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.

3.8.2. Uji Homogenitas


Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih
kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi sama. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui
apakah varians skor yang diukur pada kedua sampel memiliki varians yang sama
atau tidak. Populasi-populasi dengan varians yang sama besar dinamakan populasi
dengan varians yang homogen, sedangkan populasi-populasi dengan varians yang
tidak sama besar dinamakan populasi dengan varians yang heterogen.
Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS
24. Adapun langkah-langkah pengujiannya seperti yang dijelaskan oleh Gunawan
Sukartha (2016) sebagai berikut:
a. Buka file data yang akan dianalisis.
b. Pilih menu berikut ini: Analyze Descriptives Statisticts Explore.

54
c. Pilih y sebagai dependent list dan x sebagai factor list.
d. Klik tombol plots.
e. Pilih lavene test, untuk untransformed.
f. Klik continue lalu ok.
Untuk keperluan penelitian hanya keluaran test of homogenity of varience
yang digunakan, sementara keluaran data yang lain tidak digunakan. Selanjutnya
data keluaran tersebut ditafsirkan dengan memilih salah satu statistik, yaitu
statistik yang didasarkan pada rata-rata (Based of Mean). Hipotesis yang diuji
adalah
H0 : variansi pada tiap kelompok sama (homogen)
H1 : variansi pada tiap kelompok tidak sama (tidak homogen).
Untuk menetapkan homogenitas digunakan pedoman sebagai berikut:
a. Tetapkan taraf signifikansi uji, α = 0,05
b. Bandingkan p dengan taraf signifikansi yang diproleh
c. Jika signifikansi yang diperoleh > α, maka variansi setiap sampel sama
(homogen)
d. Jika variansi yang diperoleh < α, maka variansi setiap sampel tidak
sama (tidak homogen).
3.8.3.Uji Hipotesis
Jika sampel atau data dari populasi yang berdistribusi normal maka
pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran
PBL berkearifan lokal dan self efficacy terhadap kemampuan berpikir siswa maka
diadakan uji kesamaan rata-rata. Pengujian hipotesis ini dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan desain sebagaimana yang disarankan oleh Hastjarjo
(2019) yaitu dengan menggunakan satu kelompok praperlakuan dan
pascaperlakuan dengan dua pengukuran praperlakuan (One-group pretest-posttest
design using a double pretest).
Untuk menjawab pertanyaan pertama dalam penelitian ini yaitu: apakah
model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis pada siswa kelas XI SMA 6 Muaro Jambi? Dilakukan uji analisis
data tes (pretes dan postes). Analisis data tersebut dilakukan dengan menggunakan

55
n-gain. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Warda (2018) bahwa untuk
mengetahui adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis kepada siswa setelah
diberikan soal pretest dan posttest dapat dilakukan dengan Uji N-gain digunakan.
Adapun rumus yang digunakan dalam uji tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan:
N-gain = skor gain hasil perhitungan
Npost = Nilai Postes yang diperoleh siswa
Nmaks = Nilai maksimum yang bisa diperoleh siswa (nilai ideal)
Npre = nilai pretes yang diperoleh siswa.

Adapun ketentuan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah


sebagaimana ditampilkan pada tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6. Nilai Skor N-gain dan Kategorinya
No Rentang skor Kategori
1 g≥0,70 Tinggi
2 0,30≤ g ˂0,70 Sedang
3 ˂ 0,30 Rendah

Selanjutnya pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis pada


siswa kelas XI dilakukan dengan menggunakan dengan program statistik SPSS
24 yang dilihat adalah nilai p (probabilitas) yang ditunjukkan oleh nilai sig(2-
tailed). Dengan aturan keputusan, jika nilai sig. > 0.05, maka Ho diterima,
sebaliknya jika nilai sig. < 0,05 maka Ho ditolak.

56
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penelitian


Berdasarkan uji kemampuan berpikir kritis dan self efficacy terhadap
siswa kelas XI SMA Negeri 6 Muaro Jambi setelah mengikuti pembelajaran
matematika dengan pendekatan Problem Base Learning (PBL) berkearifan
lokal maka selanjutnya dipaparkan data sebagai berikut:
4.1.1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh dengan menguji kemampuan
berpikir kritis siswa sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran pendekatan
Problem Base Learning (PBL) berkearifan lokal. Uji kemampuan tersebut
dilakuakan dengan menggunakan instrumen yang telah divalidasi oleh ahli
sebelumnya. Adapun data kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat
sebagaimana Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
No urut Kategori
Pretest Postest N-Gain
Siswa
1 28,12 87,5 0,83 Tinggi
2 12,5 65,63 0,61 Sedang
3 34,37 87,5 0,81 Tinggi
4 50 81,25 0,63 Sedang
5 6,25 65,63 0,63 Sedang
6 0 56,25 0,56 Sedang
7 9,38 81,25 0,79 Tinggi
8 0 56,25 0,56 Sedang
9 9,38 62,5 0,59 Sedang
10 6,25 75 0,73 Tinggi
11 28,13 65,63 0,52 Sedang
12 9,38 75 0,72 Tinggi
13 18,75 62,5 0,54 Sedang
14 15,63 59,38 0,52 Sedang
15 12,5 56,25 0,50 Sedang
16 28,13 71,88 0,61 Sedang

57
17 25 31,25 0,08 Rendah
18 12,5 65,63 0,61 Sedang
19 18,75 78,13 0,73 Tinggi
20 40,63 68,75 0,47 Sedang
21 9,38 65,63 0,62 Sedang
22 15,63 81,25 0,78 Tinggi
23 9,38 50 0,45 Sedang
24 6,25 59,38 0,57 Sedang
25 40,63 84,38 0,74 Tinggi
26 6,25 53,13 0,50 Sedang
27 40,62 78,12 0,63 Sedang
28 12,5 59,38 0,54 Sedang
29 18,75 68,75 0,62 Sedang
30 9,38 40,625 0,34 Rendah
31 9,38 31,25 0,24 Rendah
32 18,75 65,63 0,58 Sedang
33 12,5 40,63 0,32 Rendah
34 12,5 65,63 0,61 Sedang
35 40,62 46,87 0,11 Rendah
Rata-rata 17,95 64.11 0,56 Sedang

Tabel 4.2. Rekap Data Kemampuan Berpikir Kritis


No Kategori Jumlah siswa Prosentase N-Gain
1 Tinggi 8 22,86
2 Sedang 22 62,86
3 Rendah 5 14,28
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dipahami bahwa secara umum


kemampuan berpikir siswa setelah mengikuti pembelajaran Problem Base
Learning (PBL) berkearifan lokal secara daring meningkat. Namun demikian
peningkatan masing-masing siswa berbeda-beda. Merujuk pada tabel tersebut,
siswa yang mengalami peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan
kategori tinggi sebanyak 8 orang atau sekitar 22,86%, selanjutnya siswa yang
mengalami kenaikan kemampuan berpikir kritis dengan kategori sedang

58
sebanyak 22 orang siswa atau sekitar 62,86%, sedangkan siswa yang
mengalami kenaikan kemampuan berpikir kritis dengan kategori rendah
sebanyak 5 orang atau sekitar 14,28%. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa
pendelatan Problem Base Learning (PBL) berkearifan lokal dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan rata-rata peningkatan
sebesar 56% dengan kategori sedang.
Untuk memahami data secara lebih akurat, maka data pelru disajikan
dalam bentuk yang lainnya. Dalam hal ini data dapat disajikan dalam bentuk
diagram batang. Secara lebih lengkap, data tesebut tergambar 4.1 seperti
berikut ini:

100
100
90
80
70 62.86

60
50
40
30 22.86
14.28
20
10
0
Tinggi Sedang Rendah Total

Gambar 4.1. Prosentase kemampuan berpikir siswa setelah mengikuti


pembelajaran Problem Base Learning (PBL) berkearifan lokal secara daring

4.1.2. Data Self Efficacy Siswa


Data kemampuan self efficacy siswa diperoleh dengan menggunakan
instrumen self efficacy yang telah divalidasi oleh ahli sebelumnya. Adapun
data self efficacy siswa dapat dilihat sebagaimana Tabel 4.3 berikut ini:

59
Tabel 4.3. Rakapitulasi Data Self Efficacy Siswa
No Kategori Jumlah siswa Prosentase Rank Nilai
1 Tinggi 12 34,28 31 – 40
2 Sedang 23 65,72 21 – 30
3 Rendah 0 0 10 – 20
Total 35 100

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat dipahami bahwa secara umum self
efficacy siswa setelah mengikuti pembelajaran Problem Base Learning (PBL)
berkearifan lokal berada pada tingkat sedang. Merujuk pada tabel tersebut,
siswa yang memiliki self efficacy dengan kategori tinggi sebanyak 12 orang
atau sekitar 34,28%, selanjutnya siswa yang memiliki self efficacy dengan
kategori sedang sebanyak 23 orang siswa atau sekitar 65,72%. Dengan
demikian tidak ada satu orangpun atau 0% yang memiliki self efficacy dengan
kategori rendah. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa pendelatan Problem
Base Learning (PBL) berkearifan lokal berdampak positif bagi self efficacy
siswa.
Untuk memahami data secara lebih akurat, maka data pelru disajikan
dalam bentuk yang lainnya. Dalam hal ini data dapat disajikan dalam bentuk
diagram batang. Secara lebih lengkap kemampuan self efficacy data tersebut
tergambar 4.2. seperti berikut ini:

60
100
100
90
80
65.72
70
60
50
34.28
40
30
20
10 0
0
Tinggi Sedang Rendah Total

Gambar 4.2. Kemampuan Self-Efficacy pada pembelajaran pendekatan


Problem Base Learning (PBL) berkearifan lokal Daring

4.1.2.1. Pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis pada


siswa kelas XI
Adapun untuk melihat besarnya pengaruh self efficacy terhadap
kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI dilakukan dengan uji korelasi
produk moment uji korelasi dilakukan terhadap skor self efficacy dan skor postes
keterampilan berpikir kritis. Uji tersebut dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 24, hasil uji korelasi tersebut adalah seperti pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4a. Uji Korelasi antara Self Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .482 .002 -.027 2.95206

a. Predictors: (Constant), Self Efficacy

Berdasarkan Tabel 4.4a di atas, hasil uji korelasi antar variable sebesar
0,482 dengan kategori sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa model PBL berbasis

61
kearifan lokal (etnomatika) terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas
XI memiliki pengaruh dengan kategori sedang.
Tabel 4.4.b. Uji Korelasi antara Self Efficacy Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis pada Unstandardized Coefficients
a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 49.382 2.179 13.486 .000

Self Efficacy .009 .034 .048 .278 .782

a. Dependent Variable: Critical Thinking

Berdasarkan nilai Unstandardized Coefficients (Tabel 4.4.b) diperoleh


nilai sebesar 49,382. Hal ini menunjukkan bahwa jika peserta didik tidak memiliki
self efficacy dalam pembelajaran dengan model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) maka nilai kemampuan berpikir kritis siswa adalah 49,382. Merujuk
pada ketentuan di atas bahwa nilai tersebut berada pada range dengan kategori
sedang. Hal ini membuktikan bahwa ada kesesuaian antara uji korelasi product
moment dan nilai Unstandardized Coefficients dengan kategori sedang.

4.1.2.2. Uji serentak (Uji F)


Untuk mengetahui pengaruh besarnya pengaruh model PBL berbasis
kearifan lokal (etnomatika) dan self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis
pada siswa kelas XI dilakukan dengan uji korelasi bivariat. Uji ini dilakukan
dengan cara mengkorelasiokan antara nilai N-gain yang diperoleh setiap siswa,
skor test self efficacy dan skor postes keterampilan berpikir kritis. Adapun hasil
uji tersebut adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.5 berikut ini:

62
Tabel 4.5a Uji Korelasi Serentak (Uji F)

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .892 .795 .783 6.91497

a. Predictors: (Constant), Self Efficacy, N-gain

Merujuk pada hasil analisis korelasi (Tabel 4.5a) di atas, diperoleh nilai R
sebesar 0,892. Nilai ini menunjukkan bahwa model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) dan self efficay secara bersama-sama mempengaruhi kemampuan
berpikir kritis pada siswa kelas XI dengan tingkat korelasi berkategori tinggi.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) dan self efficay berdampak positif terhadap perkembangan
keterampilan berpikir peserta didik, khususnya keterampilan berpikir kritis.
Uji selanjutnya adalah uji Analisis Covarian (ANOVA) atau uji F. Uji ini
dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah model PBL berbasis kearifan
lokal (etnomatika) dan self efficay secara bersama-sama dalam mempengaruhi
kemampuan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Dengan demikian uji ini
juga dimaksudkan untuk memperkuat uji sebelumnya, yaitu uji korleasi. Adapun
hasil uji F adalah sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4.5b berikut ini:
Tabel 4.5b. Uji Serentak Analisis of Covarian (Uji F)
b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 6127.602 2 3063.801 64.074 .000

Residual 1577.953 33 47.817

Total 7705.556 35

a. Predictors: (Constant), Self Efficacy, N-gain

b. Dependent Variable: Critical Thinking

Berdasarkan hasil uji F di atas, terlihat bahwa nilai Fhitung yang diperoleh
adalah 64.074, sedangkan nilai Ftabel dengan N=35 pada 0,05 adalah 3.27, dengan
demikian nilai Fhitung>Ftabel . Selain itu, berdasarkan nilai signifikansi yang telah

63
diperoleh yaitu sig.0.000< 0,05 yang berarti adalah bahwa kemampuan model
PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dan self efficay dalam mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah berbeda.

4.2. Pembahasan
4.2.1. Peran model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI
Sebagai hasil analisis data (Tabel 4.1) di atas, hasil uji N-gain pada data
dengan nilai 0,56, yaitu berkategori sedang. Hal ini berarti bahwa model PBL
berbasis kearifan lokal (etnomatika) dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis pada siswa kelas XI dengan kategori sedang. Hal itu berarti bahwa dampak
atau pengaruh model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik berada pada level moderat.
Oleh karena itu model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dapat
direkomendasikan sebagai alternatif dalam meningkatkan atau mengembangkan
keterampilan berpikir kritis tersebut.
Temuan atau hasil dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan sebelumnya oleh para ahli, misalnya penelitian yang dilakukan
oleh Nafiah dan Suyanto (2014) bahwa model PBL dapat meningkatkan
keterampilan beripikir kritis sebesar rata-rata 24,2%. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Farisi et al., (2017) dan juga menyebutkan bahwa model PBL
berpengarah terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik. Sianturi, dkk.
(2018) juga menemukan bahwa model PBL berdampak positif terhadap
keterampilan berpikir kritis. Di akhir penelitian Adiwiguna, Dantes, dan
Gunamantha (2019) juga menyebutkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal
keterampilan beripikir kritis antara peserta didik yang belajar dengan
menggunakan model PBL berbasis dan model belajar lainnya. Hasil-hasil
penelitian di atas membuktikan bahwa model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) layak digunakan dalam upaya mengembangkan keterampilan
berpikir kritis para peserta didik.

64
Mengapa model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) mampu
meningkatkan kemempuan berpikir kritis peserta didik? Secara ilmiah dapat
dijelaskan model PBL, merupakan model pembelajaran yang beroriantasi pada
pemecahan masalah. Hal ini juga disebutkan oleh Shofiyah dan Wulandari (2018)
bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menginisiasi siswa dengan
menghadirkan sebuah masalah agar diselesaikan oleh siswa. Selain itu, menurut
penjelasan dari Sofyan dan Komariah (2016) pembelajaran berbasis masalah
(Problem-based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang
cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Dalam proses penyelesaian masalah tersebut, siswa akan di dorong untuk
menggunakan kemampuan berpikirnya guna menyelesaikan masalah yang
dihadirkan tersebut. Penggunaan pemikiran dalam rangka pemecahan masalah
tersebut yang pada akhirnya memicu tumbuh kembangkan kemampuan berpikir
kritis. Hal ini juga diungkapkan oleh Shofiyah dan Wulandari (2018) bahwa
selama proses pemecahan masalah, siswa membangun pengetahuan serta
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan keterampilan self-
regulated learner.
Alasan lain, mengapa model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika)
mampu meningkatkan kemempuan berpikir kritis peserta didik adalah terkait
dengan kelebihan model PBL itu sendiri. Menurut Lidinillah (2013), kelebihan
PBL sebagai sebuah model pembelajaran adalah: (a) siswa didorong untuk
memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, (b) siswa
memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas
belajar, (c) pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa, hal ini mengurangi beban
siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi, (d) terjadi aktivitas ilmiah
pada siswa melalui kerja kelompok, (e) siswa terbiasa menggunakan sumber-
sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi,
(f) siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri, (g) siswa

65
memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi
atau presentasi hasil pekerjaan mereka, dan (h) kesulitan belajar siswa secara
individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
Dengan segala kelebihannya tersebut model pembelajaran ini telah secara
langsung maupun tidak langsung berperan dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis para peserta didik.
Dalam beberapa penelitian juga telah dibuktikan bahwa kemampuan
penyelesaian masalah erat kaitannya dengan keterampilan berpikir kritis. Haryani,
2011) dalam sebuah penelitiannya menyebutkan bahwa latihan pemecahan
masalah dalam proses pembelajaran dapat menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kritis. Cahyono (2016) dalam penelitian analisisnya juga menguraikan
bahwa ada korelasi antara pemecahan masalah dengan indikator kemampuan
berpikir kritis. Penelitian-penelitian tersebut telah membuktikan bahwa
penggunaan model pembelajaran PBL berkearifal lokal dalam penelitian ini secara
ilmiah telah memperkuat hasil penelitian sebelumnya.
Penggunaan masalah berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL merupakan bagian
dari upaya mengkonkretkan dan mendekatkan konsep-konsep matematika dalam
dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang yang tercantum dalam kurikulum
(KI, KD dan tujuan pembelajaran matematika). Dengan demikian penggunaan
masalah berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam pembelajaran matematika
(dalam konteks penelitian ini) selain untuk memenuhi unsur-unsur tersebut juga
diyakini berperan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis para
peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Primayanti, Suarjana, dan Astawan,
(2019) bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang
belajar dengan PBL bermuatan lokal dengan model belajar lainnya. Nadlir (2016)
dalam salam satu artikelnya menyebutkan bahwa pembelajaran berkearifan lokal
dapat mendorong kreativitas dan pemecahan masalah dalam konteks nyata pada
lingkungan sekitar. Dengan demikian penggunaan kearifan lokal dalam penelitian
ini diyakini juga berperan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis para
peserta didik.

66
Merujuk pada pendapat Asriati (2012) bahwa kearifan lokal dibangun dari
nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dalam struktur sosial masyarakat dan
memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk
berperilaku dalam berbagai dimensi dalam kehidupan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran PBL kerarifan lokal melalui daring
telah secara nyata mampu mendorong peserta didik untuk memiliki kemampuan
dalam hal menjujung tinggi dalam struktur sosial masyarakat dan berperilaku
dalam berbagai dimensi dalam kehidupan. Oleh karena itu pelaksanaan
pembelajaran PBL kerarifan lokal melalui daring juga merupakan bagian dari
upaya mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Bash (2015) bahwa salah satu cara yang dapat
ditempuh guru di sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai
kearifan lokal dalam proses pembelajaran di sekolah.
Dari sudut pada teori pembelajaran, sebagaimana disebutkan oleh
Rahman, Munawar, dan Berman (2016) bahwa proses pembelajaran adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, proses
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan, maupun pernyataan
yang disampaikan oleh Khikmiyah dan Midjan (2017) bahwa proses
pembelajaran adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
memadukan secara sistematis dan berkesinambungan kegiatan pendidikan di
dalam lingkungan sekolah dengan kegiatan pendidikan yang dilakukan diluar
lingkungan sekolah dalam wujud penyediaan beragam pengalaman belajar
untuk semua siswa. Dengan adanya peningkatakan kemampuan berpikir kritis
peserta didik setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model PBL
berkearifan lokal melalui daring ini, maka dapat dikatakan bahwa proses
pembelajaran tersebut telah berjalan dengan dengan teori yag ada.
Kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu perubahan hasil prilaku, secara
nyata dapat dilihat melalui hasil penelitian ini.

67
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya oleh Zubaidah dan
Corebima (2011) bahwa terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir kritis yang
disingkat menjadi FRISCO. Dengan hasil penelitian ini sebagaimana dipaparkan
di atas bahwa PBL berkearifan lokal dengan pembelajaran daring telah mampu
mendorong peserta didika untuk mampu dalam hal: (a) memfokuskan pertanyaan
atau isu yang ada untuk membuat keputusan tentang apa yang diyakini, (b)
mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau menolak putusan-putusan yang
dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan, (c) membuat kesimpulan yang
beralasan atau meyakinkan. Bagian penting dari langkah penyimpulan ini adalah
mengidentifikasi asumsi dan mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi
terhadap situasi dan bukti, (d) memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam
berpikir untuk membantu memperjelas pertanyaan dan mengetahui arti istilah-
(istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung, (e) menjelaskan
arti atau istilah-istilah yang digunakan, dan (f) meninjau kembali dan meneliti
secara menyeluruh keputusan yang diambil.
Merujuk pada hasil penelitian ini pula, dapat dikataan bahwa secara
umum, pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL berkearifan
lokal dengan daring telah secara nyata mampu mencapai tujuan pendidikan
matematika itu sendiri. Hal ini sebagaimana sebutkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BNSP) (2006), mata pelajaran matematika SMA bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) memahami konsep
matematika, b) menggunakan penalaran, c) memecahkan masalah, d)
Mengomunikasikan gagasan, e) memiliki sikap menghargai matematika yaitu rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika. Dengan
demikian model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif dalam mencapai
tujuan pendidikan matematika pada level SMA.

4.2.2.Pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa


kelas XI
Terkait dengan pengaruh self efficay terhadap kemampuan berpikir kritis

68
pada siswa kelas XI dapat di jelaskan secara ilmiah dan deskriptif. Berdasarkan
Tabel 4.4a dan Tabel 4.4b di atas, hasil uji korelasi antar variable sebesar 0,482
dengan kategori sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa model PBL berbasis
kearifan lokal (etnomatika) terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas
XI memiliki pengaruh dengan kategori sedang. Temuan tersebut juga diperkuat
oleh nilai Unstandardized Coefficients diperoleh nilai sebesar 49,382. Hal ini
menunjukkan bahwa jika peserta didik tidak memiliki self efficacy dalam
pembelajaran dengan model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) maka nilai
kemampuan berpikir kritis siswa adalah 49,382. Hal ini membuktikan bahwa ada
kesesuaian antara uji korelasi product moment dan nilai Unstandardized
Coefficients dengan kategori sedang.
Hasil penelitian dan analisis sebagaimana dipaparkan di atas, telah
membuktikan bahwa secara teoritis dan praktis self efficay berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Dimana penelitian-
penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa self efficay berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa. Misalnya, penelitian yang
dilakukan oleh Nurkholifah, Toheri, dan Winarso (2018) yang menemukan bahwa
terdapat korelasi positif (0,75) antara self efficay berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis pada siswa khususnya dalam belajar matematika.
selain itu, dalam penelitiannya Nuraeni, Feronika, dan Yunita (2019) juga
menyebutkan bahwa self-efficacy memberikan sebuah hubungan yang positif
dengan berpikir kritis pada pembelajaran kimia. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung telah
memperkuat hasil penelitian sebelumnya
Adanya korelasi positif antara self efficay berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis pada siswa juga menunjukan bahwa kedua variabel
saling mempengaruhi. Hal ini dapat dipahami secara ilmiah, mengingat baik self
efficacy maupun kemampuan berpikir kritis kedua bersumber satu orang individu.
Self efficacy merujuk pada kemanjuran diri, keyakinan orang tentang kemampuan
mereka sendiri, adalah konsep yang mendapat banyak perhatian selama empat

69
dekade terakhir (Li, 2020) dan berpikir kritis didefinisikan sebagai kemampuan
yang dibutuhkan untuk menganalisis, mengambil keputusan, memecahkan
masalah dan membuat argumen (Juanengsih, Ramadhani, dan Mardiati, 2017).
Oleh karena dapat dikatan bahwa beorientasi pada kecerdasan emosional
sedangkan keterampilan berpikir kritis merupakan bagian dari kecerdasan
intelektual. Dengan demikian, hasil penelitian juga dapat dikatakan bahwa
terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Purnama (2016) bahwa terdapat pengaruh tidak
langsung yang signifikan kecerdasan emosional (self efficacy) terhadap prestasi
belajar matematika (berpikir kritis) melalui minat belajar matematika.
Dengan merujuk pada pendapat Syahrina dan Ester (2016) bahwa Self
efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.
Self efficacy yang kuat dalam diri individu akan mendasari pola pikir, perasaan
dan dorongan dalam dirinya untuk merefleksikan segenap kemampuan yang
individu miliki dan pendapat Jatisunda (2017) bahwa self-Efficacy merupakan
kemampuan menilai dirinya secara akurat merupakan hal yang sangat penting
dalam mengerjakan tugas dan pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh guru,
dengan kepercayaan diri atau keyakinan dirinya dapat memudahkan siswa dalam
menyelesaikan tugas tersebut, bahkan lebih dari itu mampu meningkatkan
prestasinya. Dari sudut pandang ini dapat dikatakan bahwa keyakinan yang
dimiliki oleh peserta didik di SMA 6 Muaro Jambi individu terhadap kemampuan
dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan selama proses pembelajaran telah
berdampak pada kemampuan berpikir kritisnya.
Berdasarkan pada pendapat Subaidi (2016) sebagaimana telah dijelaskan
pada bab sebelumnya bahwa self-efficacy yang kuat atau tinggi sangat dibutuhkan
siswa dalam pemecahan masalah matematika tersebut sehingga dapat mencapai
keberhasilan dalam pembelajaran tersebut. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi
akan lebih mampu bertahan menghadapi masalah matematika tersebut, mudah
memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan
masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya usaha atau belajar.

70
Dengan dapat dikatakan bahwa self-efficacy peserta didik di SMA 6 Muaro Jambi
sebagaimana ditampilkan dalam hasil penelitian ini telah berperan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis para peserta didik.
Terkait dengan salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika
memfasilitasi siswa untuk memahami, mempelajari, merekonstruksi, atau
menguasai materi matematika. Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa
terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan
intelektual siswa yang diajar (Hendriana, 2012). Dengan demikian, merujuk pada
hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa self-efficacy para peserta didik telah
berperan dalah hal merangsang peserta didik untuk memahami, mempelajari,
merekonstruksi, atau menguasai materi matematika serta kemampuan berpikir
kritis selama proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian, pembelajaran
matematika dalam penelitian ini telah mendorong terjadinya komunikasi dan
interaksi antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru.
Sebagaimana telah disebutkan di atas (Tabel 4.4.b) diperoleh nilai sebesar
49,382. Hal ini menunjukkan bahwa jika peserta didik tidak memiliki self efficacy
dalam pembelajaran dengan model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika)
maka nilai kemampuan berpikir kritis siswa adalah 49,382. Merujuk pada
ketentuan di atas bahwa nilai tersebut berada pada range dengan kategori sedang.
Hal ini membuktikan bahwa ada kesesuaian antara uji korelasi product moment
dan nilai Unstandardized Coefficients dengan kategori sedang. Hasil ini
menunjukkan bahwa pembelajaran dalam penelitian ini telah berkontribusi
posisitif dalam pengembangan self-efficacy siswa khususnya dalam pemecahan
masalah matematika. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Shadiq (2007) bahwa
proses pembelajaran matematika dikelas sangat dipengaruhi oleh self-efficacy
siswa terhadap pelajaran matematika, dan pendapat Bandura (2006) bahwa self-
efficacy siswa membentuk kemampuan matematika siswa dalam pemecahan
masalah matematika.
Jika hasil penelitian ini dikaitkan dengan hasil pengujian hipotesis pada
sutau penelitian yang dilakukan oleh Yuliyani et al., (2017) yang menyatakan
bahwa: 1) terdapat pengaruh langsung yang signifikan efikasi diri (self efficacy)

71
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, dan 2) terdapat pengaruh
langsung yang signifikan kemampuan berpikir positif terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika. Hal ini menunjukkan bahwa self efficacy sangat
penting dan berperan dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa hasil penelitin telah mendukung atau memperkuat hasil
penelitian sebelumnya.
Selain itu, dengan merujuk pada ppendapat Damri, Engkizar, dan Anwar
(2017) menyatakan bahwa secara garis besar, self efficacy terbagi atas dua bentuk
yaitu self efficacy yang tinggi dan self efficacy yang rendah. Seseorang yang
memiliki self efficacy tinggi dapat menurunkan rasa takut akan kegagalan dan
meningkatkan kemampuan kognitifnya, sehingga semakin tinggi self efficacy yang
dipersepsikan seseorang, maka semakin besar usaha yang akan dikeluarkan untuk
menghadapi tantangan yang ada. Namun demikian, dalam penelitian disebutkan
bahwa secara umum kemampuan self efficacy peserta didik di SMA 6 Muaro
Jambi berada pada kategori “sedang”. Hal ini sama sekali tidak bertentangan
dengan pendapat tersebut, akan tetapi hal ini semata-mata karena adanya
perbedaan dalam hal kategorisasi atau pengelompokan semata.
Sebelumnya telah disampaikan oleh Nurazizah, Sinaga, dan Jauhari
(2017) bahwa indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam hal: (a) memberikan penjelasan sederhana, yang
terdiri atas memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan serta bertanya
dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan; (b). membangun
keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak serta mengobservasi dan mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi; (c). menyimpulkan, yang terdiri atas mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil
induksi, serta membuat dan menentukan hasil pertimbangan; (d). memberikan
penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi; (e). mengatur strategi dan taktik, yang terdiri atas menentukan
tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan hasil penelitian ini

72
berarti bahwa self efficacy peserta didik di SMA 6 Muaro Jambi telah mendorong
mereka utuk memiliki indikator-indikator di atas secara lebih baik.
Adapun jika merujuk pada pendapat Safrida, Ambarwati, Adawiyah, dan
Albirri (2018) bahwa berpikir kritis adalah proses analisis dan evaluasi kognitif
yang memuat analisis argumen untuk konsistensi logis guna mengenali bias dan
pemikiran yang salah. Berpikir kritis memuat keterampilan menganalisis,
mensintesis argumen, mengevaluasi informasi, menarik kesimpulan menggunakan
penalaran deduktif dan induktif, dan menyelesaikan permasalahan. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa proses dan keterampilan tersebut sangat dipengaruhi
oleh keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas
atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.

4.2.3.Uji Serentak (Uji F)

Berdasarkan pada hasil analisis korelasi (Tabel 4.5a) di atas, diperoleh


nilai R sebesar 0,892. Nilai ini menunjukkan bahwa model PBL berbasis kearifan
lokal (etnomatika) dan self efficay secara bersama-sama mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI dengan tingkat korelasi
berkategori tinggi. Selanjutnya berdasarkan hasil uji F di atas, terlihat bahwa nilai
Fhitung yang diperoleh adalah 64.074, sedangkan nilai Ftabel dengan N=36 pada 0,05
adalah 3.27, dengan demikian nilai Fhitung>Ftabel . Selain itu, berdasarkan nilai
signifikansi yang telah diperoleh yaitu sig.0.000< 0,05 yang berarti adalah bahwa
kemampuan model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dan self efficay
dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah berbeda.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) dan self efficay berdampak positif terhadap perkembangan
keterampilan berpikir peserta didik, khususnya keterampilan berpikir kritis.
Jika hasil uji di atas dibandingkan dengan hasil korelasi mandiri (uji
korelasi parsial) maka terdapat perbedaan. Pada kedua uji parsial sebelumnya
menunjukkan bahwa korelasi antara model PBL berbasis kearifan lokal
(etnomatika) dan self efficay terhaap keterampilan berpikir kritis masing-masing
berada pada kategori sedang, adapun pada uji serentak, pengaruh keduanya berada

73
pada kategori tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel (model
PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dan self efficay) masing-masing
berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Oleh
karena itu dalam upaya mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta
didik, maka penggunaan model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) perlu
dilakukan oleh guru dan peningkatkan kemampuan self efficay juga perlu dilatih
dan dikembangkan. Hal ini mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis itu
sendiri, sebagaimana disebutkan oleh Kurniasih (2010) bahwa berpikir kritis
merupakan suatu jenis berpikir yang penting dalam menyelesaikan masalah
matematika, sementara itu PBL adalah pembelajaran yang berorientasi pada
penyelesaian masalah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, misalnya
penelitian yang dilakukan oleh P. Arifin et al., (2018) bahwa perkembangan
self-efficacy siswa terhadap matematika melalui Pendekatan Matematik sehingga
selanjutnya disarankan hendaknya guru menggunakan model pembelajaran
dengan pendekatan matematika realistik. Walaupun pendekatan atau model
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika berbeda, akan
tetapi kedua pendekatan atau model tersebut memiliki karakteristik yang hampir
sama, sehingga hasil yang diperoleh juga tidak jauh berbeda.
Sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan berpikir kritis, maka pelaksanaan pembelajaran model PBL berbasis
kearifan lokal (etnomatika) perlu didukung oleh LKPD yang sesuai. Penggunaan
LKPD dalam pembelajaran sangat penting. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Umbaryati (2018) bahwa LKPD merupakan salah satu sarana penting dalam
membantu serta mempermudah aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan interaksi yang efektif dan efisien antara guru, siswa dan bahan
ajar, LKPD juga dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan atau aktivitas serta
hasil belajar siswa. Hal ini juga dijelaskan oleh Basuki dan Wijaya (2018) bahwa
lembar kerja siswa yang baik dapat memudahkan guru dalam melaksanakan
pembelajaran dan juga membantu siswa dalam belajar dan menyelesaikan suatu
masalah secara mandiri. Oleh karena itu implementasi pembelajaran model PBL

74
berbasis kearifan lokal (etnomatika) perlu didukung oleh LKPD yang baik dan
sesuai agar prestasi belajar peserta didik lebih optimal.
Kaitannya dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik, LKPD perlu dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
model pembelajaran model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) itu sendiri.
Menurut Astuti, Danial, dan Anwar (2018) LKPD berbasis PBL dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Hal juga sejalan dengan
pendapat Choo, Rotgans, Yew, dan Schmidt (2011) bahwa LKPD dapat didesain
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
pemeccaha masalah. Hal itu berarti bahwa LKP yang dikembangkan hendaknya
berorientasi pada pemecahan masalah dengan basisnya atau konteksnya adalah
lokal. Dengan dikembangkannya LKPD berbasi masalah dan berkerifan lokal
diyakini dapat berkontribusi positif dalam mengembangkan kemampuan berpikir
kritis para peserta didik.
Selain itu, LKPD yang dikembangkan sebagai sarana dalam upaya
meningkatkan kemampuan berpikir kritis juga perlu mempertimbangkan
kemampuan self efficay. Hal ini sebagaimana hasil dalam penelitian bahwa self-
efficacy juga berkonstribusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir peserta
didik. Oleh karena LKPD yang dikembangkan juga setidaknya berorientasi atau
mempertimbangkan self efficacy para peserta didik. Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Peranginangin, Saragih, dan Siagian (2019) bahwa pengembangan
bahan ajar beroriantasi pemecahan masalah (PBL) guna meningkatkan self
efficacy dan kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan. Oleh karen itu, perlu
dilakukan pengembangan bahan ajar yang dimaksud guna mendukung
pelaksanaan PBL agar self efficacy dan kemampuan berpikir kritis peserta secara
bersama-sama dapat meningkat.
Sebagaimana dikatakan oleh Schunk (1991), Pajares (1996) dan Schunk &
DiBenedetto (2015) bahw aself efficacy erat kaitannya rasa percaya diri, motivasi
diri untuk melakukan suatu tindakan dan berpengaruh terhadap prestasi
melakukan kerja. Oleh karena itu LKPD yang dikembangkan dengan berorientasi
pada PBL dan self efficacy diyakini akan mampu meningkatkan produktivitas

75
belajar siswa, yang selanjutkan juga akan berdampak positif dalam meningkatkan
hasil belajar peserta didik, yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis.
Dengan meningkatnya kemampuan berpikir kritis para peserta didik akan
memiliki kemampuan dalam berpikir yang lebih terbuka serta siap menerima ide-
ide baru sehingga mendukung keberhasilan dalam proses belajar. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh Delawati (2019) bahwa bila berpikir kritis
dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir
divergen (terbuka dan toleran ide-ide baru), dapat menganalisis masalah dengan
baik. Selain itu, Zubaidah (2010) juga menyebutkan bahwa dengan meningkatnya
kemampuan berpikir kritis, maka kemampuan dalam hal memahami konsep,
menerapkan konsep, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh atau
informasi yang dihasilkan juga akan semakin baik. Singkat kata, kemampuan
berpikir kritis akan membawa dampak positif bagi peserta didik dimasa sekarang
maupun masa depan.

76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data, hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan
sebagaimana dideskripsikan di atas, maka diakhir penelitian ini dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Peran model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI dengan kategori sedang. Hal
itu berarti bahwa peran model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik berada pada level
moderat. Oleh karena itu model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dapat
direkomendasikan sebagai alternatif dalam meningkatkan atau
mengembangkan keterampilan berpikir kritis tersebut.
2. Terdapat pengaruh self efficacy terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa
kelas XI dengan kategori sedang (hasil uji korelasi antar variable sebesar
0,482). Temuan tersebut juga diperkuat oleh nilai Unstandardized Coefficients
diperoleh nilai sebesar 49,382. Hal ini membuktikan bahwa ada kesesuaian
antara uji korelasi product moment dan nilai Unstandardized Coefficients
dengan kategori sedang.
3. Secara bersama-sama model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dan self
efficay berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan pada
hasil analisis korelasi (Tabel 4.5a) di atas, diperoleh nilai R sebesar 0,892.
Nilai ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas XI dengan tingkat korelasi
berkategori tinggi. Selanjutnya berdasarkan hasil uji F di atas, terlihat bahwa
nilai Fhitung yang diperoleh adalah 64.074, sedangkan nilai Ftabel dengan N=36
pada 0,05 adalah 3.27, dengan demikian nilai Fhitung>Ftabel. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dan
self efficay berdampak positif terhadap perkembangan keterampilan berpikir
peserta didik, khususnya keterampilan berpikir kritis.
77
5.2. Saran
Berdasarkan data, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian, maka
perlu diberikan saran guna meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan,
khususnya pendidikan matematika dimasa depan. Adapun beberapa saran
yang dapat diajukan diakhir penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam belajar matematika,
model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) dapat dijadikan alternatif yang
menyakinkan. Dalam pelaksanaannya, perlu didukung oleh LKPD yang
berorientasi pada pemecahan masalah dan self efficacy. Hal ini mengingat
keduanya secara signifikan berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis
peserta didik.
2. Pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika) sebagai alternatif dalam
meningkatkan kemempuan berpikri kritis perlu dikembangkan secara lebih
lanjut pada topik dan pokok bahasan yang lainnya. Hal ini dimaksudkan selain
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, juga untuk
melihat apakah penggunaan model PBL berbasis kearifan lokal (etnomatika)
dipengaruhi oleh topik (materi yang dibahas). Dengan demikian, ke depan,
guru dan peneliti pendidikan matematika dapat mempelajari dan
mengembangkan ke arah yang lebih baik.

78
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, I. K. D., Sumantri, M., & Astawan, I. G. (2019). Pengaruh Model


Pembelajaran Learning Cycle (5e) Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Sikap
Disiplin Belajar Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD GUGUS V
Kecamatan Sukasada. Jurnal Pendidikan Multikultural Indonesia.
https://doi.org/10.23887/jpmu.v2i1.20792
Adiwiguna, P. S., Dantes, N., & Gunamantha, I. M. (2019). Pengaruh Model
Problem Based Learning (PBL) Berorientasi Stem Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Literasi Sains Siswa Kelas V Sd Di Gugus I Gusti Ketut
Pudja. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia.
Afandi, M. (2013). Model dan Motode Pembelajaran. In Unissula press.
Alam, S., & Lingkungan, D. A. N. (2007). Kajian Kearifan Lokal Masyarakat
Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Amalia, N. F., & Susilaningsih, E. (2014). Pengembangan Instrumen Penilaian
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Asam Basa. Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia.
Amir, H. (2016). Korelasi Pengaruh Faktor Efikasi Diri Dan Manajemen Diri
Terhadap Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Pendidikan Kimia
Unversitas Bengkulu. Manajer Pendidikan.
Amirin, T. M. (2013). implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural
Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Jurnal Pembangunan
Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi. https://doi.org/10.21831/jppfa.v1i1.1047
Amirullah, SE., M. . (2015). Populasi Dan Sampel (pemahaman, jenis dan teknik).
Bayumedia Publishing Malang.
Ariasih, G. A. N., Suarjana, I. M., & Bayu, G. W. (2019). Pengaruh Model
Pembelajaran Inside Outside Circle Berorientasi Kearifan Lokal Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Pendidikan Multikultural
Indonesia. https://doi.org/10.23887/jpmu.v1i1.20765
Arif, M. (2014). Penerapan Aplikasi Anates Bentuk Soal Pilihan Ganda. Jurnal
Ilmiah Edutic.
Arifin, P., Trisna, B. N., & Atsnan, M. F. (2018). Mengembangkan self-efficacy
matematika melalui pembelajaran pendekatan matematika realistik pada
siswa kelas VII D SMP Negeri 27 Banjarmasin tahun pelajaran 2016-2017.
Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika.
https://doi.org/10.33654/math.v3i2.59
Arifin, Z. (2017). Mengembangkan Instrumen Pengukur Critical Thinking Skills

79
Siswa pada Pembelajaran Matematika Abad 21. Jurnal THEOREMS (The
Original Research of Mathematics).
Asriati, N. (2012). Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan
Lokal Melalui Pembelajaran di Sekolah. Jurnal Pedidikan Sosiologi Dan
Humaniora.
Astuti, S., Danial, M., & Anwar, M. (2018). Pengembangan LKPD Berbasis PBL
(Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Peserta Didik Pada Materi Kesetimbangan Kimia. Chemistry
Education Review (CER). https://doi.org/10.26858/cer.v0i1.5614
Bandura, A. (2006). Guide for constructing self-efficacy scales. Self-Efficacy
Beliefs of Adolescents. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Bash, E. (2015). Integrasi Nilai-Nilai Kearifan. PhD Proposal.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Basuki, W. A., & Wijaya, A. (2018). The Development of Student Worksheet
Based on Realistic Mathematics Education. Journal of Physics: Conference
Series. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1097/1/012112
Budijanto, D. (2013). Populasi, Sampling, dan Besar Sampel. Kementerian
Kesehatan RI.
Cahyono, B. (2016). Korelasi Pemecahan Masalah dan Indikator Berfikir Kritis.
Phenomenon : Jurnal Pendidikan MIPA.
https://doi.org/10.21580/phen.2015.5.1.87
Choo, S. S. Y., Rotgans, J. I., Yew, E. H. J., & Schmidt, H. G. (2011). Effect of
worksheet scaffolds on student learning in problem-based learning. Advances
in Health Sciences Education. https://doi.org/10.1007/s10459-011-9288-1
Chrissanti, M. I. (2019). Etnomatematika sebagai salah satu upaya penguatan
kearifan lokal dalam pembelajaran matematika. Math Didactic: Jurnal
Pendidikan Matematika. https://doi.org/10.33654/math.v4i0.191
Cresswel, J. (2013). Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. In
Research design. https://doi.org/10.2307/3152153
Cucus, A., & Aprilinda, Y. (2016). Pengembangan E-Learning Berbasis
Multimedia untuk Efektivitas Pembelajaran Jarak Jauh. Explore: Jurnal
Sistem Informasi Dan Telematika. https://doi.org/10.36448/jsit.v7i1.765
Damri, D., Engkizar, E., & Anwar, F. (2017). Hubungan Self-Efficacy Dan
Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Tugas
Perkuliahan. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling.
https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1415
Darmalaksana, W., Hambali, R. Y. A., Masrur, A., & Muhlas. (2020). Analisis
Pembelajaran Online Masa WFH Pandemic Covid-19 sebagai Tantangan
Pemimpin Digital Abad 21. Karya Tulis Ilmiah (KTI) Masa Work From
Home (WFH) Covid-19 UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2020.

80
Darmayanti, T., Setiani, M. Y., & Oetojo, B. (2007). E-Learning Pada Pendidikan
Jarak Jauh: Konsep Yang Mengubah Metode Pembelajaran Di Perguruan
Tinggi Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh.
Delawati, D. (2019). Keterampilan Berpikir Kritis: Model Brain-Based Learning
Dan Dan Model Whole Brain Teaching. Jurnal Bidang Pendidikan Dasar.
https://doi.org/10.21067/jbpd.v3i2.3356
Dewi, D. A. N. N. (2018). Uji Validitas Dan Reliabilitas. Jurnal Tarbiyah: Jurnal
Ilmiah Kependidikan.
Dewi, W. A. F. (2020). Dampak COVID-19 terhadap Implementasi Pembelajaran
Daring di Sekolah Dasar. EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.89
Eviliyanida. (2010). Pemecahan Masalah Matematika. Visipena Journal.
https://doi.org/10.46244/visipena.v1i2.26
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan UPI.
Fajarini, U. (2014). Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter. SOSIO
DIDAKTIKA: Social Science Education Journal.
https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225
Farisi, A., Hamid, A., & Melvina. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Problem
Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Ssiswa pada Konsep Suhu dan Kalor. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa.
Fatmawati, H. (2014). Analisis Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah
Matematika Berdasarkan Polya pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat.
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika.
Firdaus, A., Nisa, L. C., & Nadhifah, N. (2019). Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa pada Materi Barisan dan Deret Berdasarkan Gaya Berpikir. Kreano,
Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif.
https://doi.org/10.15294/kreano.v10i1.17822
Firman, F., & Rahayu, S. (2020). Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-
19. Indonesian Journal of Educational Science (IJES).
https://doi.org/10.31605/ijes.v2i2.659
Gloria A. Tangkeallo, Rijanto Purbojo, & Kartika S. Sitorus. (2014). Hubungan
Antara Self-Efficacy Dengan Orientasi Masa Depan Mahasiswa Tingkat
Akhir. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau.
Gunantara, Suarjana, & Riastini, N. (2014). Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha.

81
Gunawan, A., & Sukartha, I. (2016). Pengaruh Persepsi Tax Amnesty,
Pertumbuhan Ekonomi Dan Transformasi Kelembagaan Direktorat Jenderal
Pajak Pada Penerimaan Pajak. E-Jurnal Akuntansi.
Hadi, S., & Radiyatul, R. (2014). Metode Pemecahan Masalah Menurut Polya
untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah
Matematis di Sekolah Menengah Pertama. EDU-MAT: Jurnal Pendidikan
Matematika. https://doi.org/10.20527/edumat.v2i1.603
Hamalik, O. (2011). Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. In Proses Belajar Mengajar.
Hamdani, D., Eva, K., & Indra, S. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran
Generatif Dengan Menggunakan Alat Peraga Terhadap Pemahaman Konsep
Cahaya Kelas VIII DI SMP Negeri 7 Kota Bengkulu. EXACTA.
Hannula, M. S. (2019). Affect in Mathematical Thinking and Learning. In New
Mathematics Education Research and Practice.
https://doi.org/10.1163/9789087903510_019
Haryani, D. (2011). Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah
Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Hastjarjo, T. D. (2019). Rancangan Eksperimen-Kuasi. Buletin Psikologi.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.38619
Hendriana, H. (2012). Pembelajaran Matematika Humanis Dengan Metaphorical
Thinking Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa. Infinity Journal.
https://doi.org/10.22460/infinity.v1i1.9
Hidayanti, D., As’ari, A. R., & C, T. D. (2016). Analisis kemampuan berpikir
kritis siswa smp kelas ix pada materi kesebangunan. Konferensi Nasional
Penelitian Matematika Dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016.
Hidayat, A. (2013). Penjelasan Lengkap Uji Homogenitas. Statistikian.
Himawan, H. (2011). Analisa dan perancangan sistem pembelajaran. Telematika.
Ikhwanudin, T. (2018). Pembelajaran Matematika Berbasis Kearifan Lokal Untuk
Membangun Karakter Bangsa. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika. https://doi.org/10.30738/.v6i1.1560
Indonesia/Ristekdikti. (2016). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh 2016.
Direktoran Jenderal Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi.
Istianah, E. (2013). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif
Matematik Dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (Meas) Pada
Siswa SMA. Infinity Journal. https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.23
Iswatiningsih, D. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis NilaiNilai

82
Kearifan Lokal di Sekolah. Satwika (Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan
Sosial).
Jaedun, A. (2011). Metode Penelitian Eksperimen. Metodologi Penelitian
Eksperimen.
Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran
Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan
Proyeksi. Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung.
Jatisunda, M. G. (2017). Hubungan Self-Efficacy Siswa SMP dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal THEOREMS (The
Original Research of Mathematics).
Juanengsih, N., Ramadhani, D. P., & Mardiati, Y. (2017). Analysis f Chritical
Thinking Skill f Students n The Concept f Human Movement System
Using Concept Map. EDUSAINS. https://doi.org/10.15408/es.v9i2.5407
Jumroh, J., Mulbasari, A. S., & Fitriasari, P. (2018). Self-Efficacy Siswa Dalam
Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Inquiry Based Learning Di Kelas
VII SMP Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika RAFA.
https://doi.org/10.19109/jpmrafa.v4i1.2480
Kasmadi, K., Gani, A., & Yusrizal, Y. (2016). Model Pembelajaran Learning
Cycle 7E Berbantu ICT Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan
Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Larutan Penyangga. Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education).
Khikmiyah, F., & Midjan, M. (2017). Pengembangan Buku Ajar Literasi
Matematika Untuk Pembelajaran Di SMP. JURNAL SILOGISME : Kajian
Ilmu Matematika Dan Pembelajarannya.
https://doi.org/10.24269/js.v1i2.275
Komara, I. B. (2016). Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Prestasi Belajar
dan Perencanaan Karir Siswa SMP. PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan
Dan Konseling. https://doi.org/10.12928/psikopedagogia.v5i1.4474
Kt Maha Putri Widiantari, N., Md Suarjana, I., & Kusmariyatni, N. (2016).
Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Iv Dalam Pembelajaran
Matematika. Journal PGSD Pendidikan Ganesha.
Kurniasih, A. W. (2010). Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Identifikasi Tahap Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika
FMIPA UNNES dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Seminar
Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika.
Kurniawati, A. D., & Siswono, T. Y. E. (2014). Pengaruh Kecemasan dan Self
Efficacy Siswa terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Segiempat
Siswa Kelas VII MTs Negeri Ponorogo. MATHEdunesa, Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika.
Leonard, L., & Supriyati, S. K. (2015). Peran Belajar Matematika Terhadap
Konsistensi Diri Siswa (Survei Terhadap Siswa-siswi Sekolah Menengah

83
Atas di Kabupaten Karawang Tahun 2010/2011). Formatif: Jurnal Ilmiah
Pendidikan MIPA. https://doi.org/10.30998/formatif.v1i2.70
Li, C. (2020). Self-efficacy theory. In Routledge Handbook of Adapted Physical
Education. https://doi.org/10.4324/9780429052675-24
Lidinillah, D. A. M. (2013). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning). Jurnal Pendidikan Inovatif.
Lumley, T. (2010). Cluster Sampling. In Complex Surveys.
https://doi.org/10.1002/9780470580066.ch3
Martyanti, A. (2013). Membangun Self-Confidence Siswa dalam Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Problem Solving. Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan FMIPA UNY.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.jhydrol.2013.11.062
Mawaddah, S., & Anisah, H. (2015). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakag) di SMPn
Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) di SMP. EDU-MAT:
Jurnal Pendidikan Matematika. https://doi.org/10.20527/edumat.v3i2.644
Mintzes, J. J., Marcum, B., Messerschmidt-Yates, C., & Mark, A. (2013).
Enhancing Self-Efficacy in Elementary Science Teaching With Professional
Learning Communities. Journal of Science Teacher Education.
https://doi.org/10.1007/s10972-012-9320-1
Muhfahroyin, M. (2009). Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Melalui Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran (JPP).
Mulyati, T. (2016). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah
Dasar. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru.
https://doi.org/10.17509/eh.v3i2.2807
Munawaroh, I. (2005). Virtual Learning Dalam Pembelajaran Jarak Jauh.
MAJALAH ILMIAH PEMBELAJARAN.
Nabila Hilmy Zhafira, Yenny Ertika, C. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh di masa
Pandemi. Jurnal l Bisnis Dan Kajian Strategi Manajemen.
Nadlir, M. (2016). Urgensi Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal
Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies).
https://doi.org/10.15642/jpai.2014.2.2.299-330
Nafiah, Y. N., & Suyanto, W. (2014). Penerapan model problem-based learning
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa.
Jurnal Pendidikan Vokasi. https://doi.org/10.21831/jpv.v4i1.2540
Nahartyo, E. (2012). Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. In Workshop
Metode Riset Eksperiment.
Nasaruddin, N. (2018). Karakterisik Dan Ruang Lingkup Pembelajaran
Matematika Di Sekolah. Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan Matematika Dan

84
Ilmu Pengetahuan Alam. https://doi.org/10.24256/jpmipa.v1i2.93
Noor, F., & Ranti, M. G. (2018). Kemampuan berpikir kritis dan komunikasi
matematis siswa SMP dalam pembelajaran problem posing berbasis kearifan
lokal Kalimantan Selatan. Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika.
https://doi.org/10.33654/math.v4i3.116
Noordyana, M. A. (2018). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa melalui Pendekatan Metacognitive Instruction. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i2.267
Novtiar, C., & Aripin, U. (2017). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Melalui Pendekatan Open
Ended. PRISMA. https://doi.org/10.35194/jp.v6i2.122
Nuraeni, S., Feronika, T., & Yunita, L. (2019). Implementasi Self-Efficacy dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Kimia di Abad 21.
Jambura Journal of Educational Chemistry.
https://doi.org/10.34312/jjec.v1i2.2553
Nurazizah, S., Sinaga, P., & Jauhari, A. (2017). Profil Kemampuan Kognitif dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Materi Usaha dan Energi.
Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika.
https://doi.org/10.21009/1.03211
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model. In Nizmania Learning
Center.
Nurkholifah, S., Toheri, & Winarso, W. (2018). Hubungan Antara Self
Confidence Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika. Pendidikan Matematika.
Oktavianti., I., Zuliana., E., & Ratnasari., Y. (2017). Menggagas Kajian Kearifan
Budaya Lokal di Sekolah Dasar Melalui Gerakan Literasi Sekolah. Prosiding
Seminar Nasional.
Pajares, F. (1996). Self-efficacy beliefs in academic settings. Review of
Educational Research. https://doi.org/10.3102/00346543066004543
Pakpahan, R., & Fitriani, Y. (2020). Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi
Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19.
JISAMAR (Journal of Information System, Applied, Management,
Accounting and Researh).
Peranginangin, S. A., Saragih, S., & Siagian, P. (2019). Development of Learning
Materials through PBL with Karo Culture Context to Improve Students’
Problem Solving Ability and Self-Efficacy. International Electronic Journal
of Mathematics Education. https://doi.org/10.29333/iejme/5713
Pertiwi, N. G. (2015). Pengaruh Self Efficacy Terhadap Hasil Belajar Pada Siswa
Kelas V Sekolah Dasar Daerah Binaan IV Kecamatan Cilacap Selatan
Kabupaten Cilacap. Skripsi.

85
Prawiyogi, A. G., Purwanugraha, A., Fakhry, G., & Firmansyah, M. (2020).
Efektifitas Pembelajaran Jarak Jauh Terhadap Pembelajaran Siswa di SDIT
Cendekia Purwakarta. Jurnal Pendidikan Dasar.
Prihartini, E., Lestari, P., & Saputri, S. A. (2016). Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Menggunakan Pendekatan Open Ended. Prosiding
Seminar Nasional Matematika IX 2015.
Primayanti, P. E., Suarjana, I. M., & Astawan, I. G. (2019). Pengaruh Model Pbl
Bermuatan Kearifan Lokal terhadap Sikap Sosial dan Kemampuan Berpikir
Kritis Matematika Siswa Kelas V di Gugus V Kecamatan Sukasada.
Thinking Skills and Creativity Journal.
https://doi.org/10.23887/tscj.v1i2.20417
Purnama, I. M. (2016). Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar
Terhadap Prestasi Belajar Matematika di SMAN Jakarta Selatan. Formatif:
Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA. https://doi.org/10.30998/formatif.v6i3.995
Qomariyah, E. N. (2016). Pengaruh Problem Based Learning terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis IPS. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran.
Rahman, S., Munawar, W., & Berman, E. T. (2016). Pemanfaatan Media
Pembelajaran Berbasis Website Pada Proses Pembelajaran Produktif DI
SMK. Journal of Mechanical Engineering Education.
https://doi.org/10.17509/jmee.v1i1.3746
Ramalisa, Y. (2013). Proses Berpikir Kritis Siswa Sma Tipe Kepribadian
Thinking Dalam Memecahkan Masalah Matematika. Edumatica.
Rasiman. (2013). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui
Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Matematika Realistik.
AKSIOMA : Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika.
https://doi.org/10.26877/aks.v4i2/septembe.544
Resnick, B. (2011). Self-efficacy. In Middle Range Theories: Application to
Nursing Research: Third Edition. https://doi.org/10.4324/9781315652535-5
Rika Mulyati Mustika Sari. (2019). Penerapan Pendekatan Creative Problem
Solving Dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fkip Unsika. Talenta
Conference Series: Science and Technology (ST).
https://doi.org/10.32734/st.v2i2.542
Rosyida, F., Utaya, S., & Budijanto, B. (2016). Pengaruh Kebiasaan Belajar dan
Self-Efficacy terhadap Hasil Belajar Geografi Di SMA. Jurnal Pendidikan
Geografi. https://doi.org/10.17977/um017v21i22016p017
Rothan, H. A., & Byrareddy, S. N. (2020). The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. Journal of Autoimmunity.
https://doi.org/10.1016/j.jaut.2020.102433
Safrida, L. N., Ambarwati, R., Adawiyah, R., & Albirri, E. R. (2018). Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Program Studi Pendidikan

86
Matematika. EDU-MAT: Jurnal Pendidikan Matematika.
https://doi.org/10.20527/edumat.v6i1.5095
Sari, A. I. C., & Herawati, M. (2014). Aplikasi ANATES Versi 4 dalam
Menganalisis Butir Soal. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan.
Sari, W., Rifki, A. M., & Karmila, M. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh Pada
Masa Darurat Covid 19. Jurnal MAPPESONA.
Schunk, D. H. (1991). Self-Efficacy and Academic Motivation. Educational
Psychologist. https://doi.org/10.1080/00461520.1991.9653133
Schunk, D. H., & DiBenedetto, M. K. (2015). Academic Self-Efficacy. In
Handbook of Positive Psychology in Schools.
https://doi.org/10.4324/9780203106525.ch8
Setiawan, A. R. (2020). Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran
Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19). EDUKATIF :
JURNAL ILMU PENDIDIKAN. https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.80
Shofiyah, N., & Wulandari, F. E. (2018). Model Problem Based Learning (PBL)
Dalam Melatih Scientific Reasoning Siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan
IPA. https://doi.org/10.26740/jppipa.v3n1.p33-38
Sianturi, A., Sipayung, T. N., & Simorangkir, F. M. A. (2018). Pengaruh Model
Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Siswa SMPN 5 Sumbul. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika. https://doi.org/10.30738/.v6i1.2082
Sisworo, & Dkk. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis. Prosiding
Konferensi Nasional Penelitian Matematika Dan Pembelajarannya.
https://doi.org/10.23971/eds.v5i2.732
Sofyan, H., & Komariah, K. (2016). Pembelajaran Problem Based Learning
Dalam Implementasi Kurikulum 2013 DI SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi.
https://doi.org/10.21831/jpv.v6i3.11275
Soraya, D., Jampel, I. N., & Diputra, K. S. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Sikap
Sosial Dan Berfikir Kritis Pada Mata Pelajaran Matematika. Thinking Skills
and Creativity Journal. https://doi.org/10.23887/tscj.v1i2.20409
Sri Wahyuni. (2006). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
melalui Pembelajaran IPA Berbasis Problem-Based Learning. Program Studi
Pendidikan Kimia PMIPA FKIP-UT.
Subaidi, A. (2016). Self-Efficacy Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika.
Jurnal ∑igma. Universitas Madura. https://doi.org/10.0324/SIGMA.V1I2.68
Sumarno. (2020). Adaptasi Sekolah Dalam Mengimplementasikan Pembelajaran
Jarak Jauh Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Smp Muhammadiyah
Karanggeneng Kabupaten Lamongan). Jurnal Tarbiyah & Ilmu Keguruan
(JTIK) Borneo.

87
Sumartini, T. S. (2018). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika. https://doi.org/10.31980/mosharafa.v5i2.270
Sumaryati, E. (2013). Pendekatan Induktif-Deduktif Disertai Strategi Think-Pair-
Square-Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Berpikir
Kritis Serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Infinity Journal.
https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.22
Supardi. (2012). Arah Pendidikan Di Indonesia. Arah Pendidikan Di Indonesia
Dalam Tataran Kebijakan Dan Implementasi.
Suryadi, A. (2007). Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran. Pendidikan Terbuka
Dan Jarak Jauh.
Susanti, E. (2019). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sdn Margorejo VI
Surabaya melalui Model Jigsaw. Bioedusiana.
https://doi.org/10.34289/285232
Susilawati, E., Agustinasari, A., Samsudin, A., & Siahaan, P. (2020). Analisis
Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika
Dan Teknologi. https://doi.org/10.29303/jpft.v6i1.1453
Susilowati, Sajidan, & Ramli, M. (2017). Analisis keterampilan berpikir kritis
siswa madrasah aliyah negeri di Kabupaten Magetan. Seminar Nasional
Pendidikan Sains 2017 Dengan Tema "Strategi Pengembangan
Pembelajaran Dan Penelitian Sains Untuk Mengasah Keterampilan Abad 21
(Creativity and Innovation, Critical Thinking and Problem Solving,
Communication, Collaboration/4C)”.
Syah, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah,
Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya
Syar-I. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i5.15314
Syahrina, I. A., & Ester. (2016). Self Efficacy Dengan Academic Dishonesty Pada
Mahasiswa Universitas Putra Indonesia “ Yptk ” Padang. Jurnal RAP UNP.
Syam, A. (2017). Teori kepercayaan diri. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi Dan Aplikasi.
Ulya, H. (2016). Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Bermotivasi
Belajar Tinggi Berdasarkan Ideal Problem Solving. JURNAL KONSELING
GUSJIGANG. https://doi.org/10.24176/jkg.v2i1.561
Umbaryati. (2018). Pentingnya LKPD pada Pendekatan Scientific Pembelajaran
Matematika. Universitas Lampung.
Usher, E. L., & Pajares, F. (2009). Sources of self-efficacy in mathematics: A
validation study. Contemporary Educational Psychology.
https://doi.org/10.1016/j.cedpsych.2008.09.002
Wahyono, P., Husamah, H., & Budi, A. S. (2020). Guru profesional di masa
pandemi COVID-19: Review implementasi, tantangan, dan solusi

88
pembelajaran daring. Jurnal Pendidikan Profesi Guru.
Wahyuni, A., Aji, A., Tias, W., & Sani, B. (2013). Peran Etnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa: Penguatan Peran Matematika Dan
Pendidikan Matematika Untuk Indonesia Yang Lebih Baik.
Wahyuni, S. (2015). Pengembangan Petunjuk Praktikum IPA Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Jurnal Pengajaran
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
https://doi.org/10.18269/jpmipa.v20i2.585
Warda, A. (2018). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Implementasi Model
DIiscovery Learning pada Sub Materi Pemanasan Global. E-Journal Pensa.
Warsito, H. (2009). Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Penyesuaian
Akademik Dan Prestasi Akademik. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan.
Waryanto, N. H. (2006). Online Learning Sebagai Salah Satu Inovasi
Pembelajaran. Pythagoras.
Widyaninggar, A. A. (2015). Pengaruh Efikasi Diri dan Lokus Kendali (Locus of
Control) Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah
Pendidikan MIPA. https://doi.org/10.30998/formatif.v4i2.143
Winarti, A., Rahmini, A., & Almubarak, A. (2019). The Effectiveness Of Multiple
Intelligences Based Collaborative Problem Solving To Improve Critical
Thinking. Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran.
https://doi.org/10.21831/jk.v3i2.24714
Yuliyani, R., Handayani, S. D., & Somawati, S. (2017). Peran Efikasi Diri (Self-
Efficacy) dan Kemampuan Berpikir Positif terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA.
https://doi.org/10.30998/formatif.v7i2.2228
Yuniari, N. M. D., Putra, M., & Manuaba, I. B. S. (2014). Pengaruh Penerapan
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal Terhadap
Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V SD Gugus Viabiansemal.
Yunita, N. K. D., & Tristiantari, N. K. D. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Tgt Berbasis Kearifan Lokal Tri Hita Karana Terhadap Hasil
Belajar. Jurnal Pendidikan Multikultural Indonesia.
https://doi.org/10.23887/jpmu.v1i2.20778
Yusup, A. A. (2017). Meningkatkan hasil belajar matematika. Formatif : Jurnal
Ilmiah Pendidikan MIPA. https://doi.org/10.26877/mpp.v3i2.294
Zubaidah, S. (2010). Berpikir Kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang
dapat Dikembangkan Melalui Pembelajaran Sains. Artikel Seminar Nasional
Sains Dengan Tema “Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan Manusia.”
Zubaidah, S., & Corebima, A. D. (2011). Asesmen Berpikir Kritis Terintegrasi
Tes Essay. Symbion: Symposium on Biology Education.

89
LAMPIRAN 1
SILABUS
Satuan Pendidikan : SMA N 6 MUARO JAMBI
Kelas : XI (Sebelas)
Mata Pelajaran : Matematika Wajib
Tahun Palajaran : 2020/2021
Kompetensi Inti :
 KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,
disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam
berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam
sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional”.
 KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
 KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan
Kompetensi Dasar Materi Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber
Pokok Waktu Belajar
3.3 Menjelaskan matriks dan Matriks  Mengamati dan mengidentifikasi fakta Sikap: 8 x 45 menit Buku teks
kesamaan matriks pada matriks, dan kesamaan matriks Observasi Mtematika
 Pengerti Pengetahuan: Wajib kelas
dengan menggunakan dengan masalah kontekstual
an Penugasan XI
Matriks  Mengumpulkan dan mengolah
masalah kontekstual dan
melakukan operasi pada Individu Kemendikbud
informasi untuk membuat kesimpulan,
 Operasi Tes tertulis . Buku Teks
matriks yang meliputi serta menggunakan prosedur untuk
Matriks Ketrampilan: Matematika:
penjumlahan, melakukan operasi pada matriks.
pengurangan, perkalian  Determi Presentasi Matematika

90
skalar, dan perkalian, nan dan  Mengumpulkan dan mengolah Kelompok Jilid 2
serta transpose invers informasi untuk membuat kesimpulan, untuk
matriks serta menggunakan prosedur untuk SMA/MA
4.3 Menyelesaikan masalah berordo menyelesaikan masalah kontekstual Kelas XI
kontekstual yang 2×2 dan Kelompok
yang berkaitan dengan matriks dan
Wajib, Drs.
berkaitan dengan matriks 3×3 operasinya B.K.
dan operasinya  Mengamati dan mengidentifikasi fakta Noormandiri,
3.4 Menganalisis sifat-sifat pada sifat-sifat determinan dan invers M.Pd,
determinan dan invers matriks berordo 2×2 dan 3×3 Jakarta:
matriks berordo 2×2 dan  Mengumpulkan dan mengolah Erlangga,
3×3 informasi untuk membuat kesimpulan, 2017.
4.4 Menyelesaikan masalah serta menggunakan prosedur untuk Internet dan
yang berkaitan dengan menyelesaikan masalah kontekstual sumber lain
determinan dan invers yang relevan.
yang berkaitan dengan matriks
matriks berordo 2×2 dan determinan dan invers matriks
3×3 berordo 2×2 dan 3×3

91
Mudung Darat, 2020
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 6 Muaro Jambi Peneliti

Sutrisno, S.Pd, M.Pd Megawati


NIP.196701151998021002

92
LAMPIRAN 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi

Mata Pelajaran : Matematika Wajib

Kelas : XI MIA

Materi Pokok : Matriks

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit ( 1 pertemuan )

A. Kompetensi Inti

KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi
secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan
internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan menggunakan masalah
kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang meliputi penjumlahan,
pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta transpose.

93
C. Indikator
1. Menjelaskan pengertian matriks, notasi, elemen-elemen, dan ordo suatu matriks
2. Mengidentifikasi macam-macam matriks
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat :
1. Menjelaskan pengertian matriks, notasi, elemen-elemen, dan ordo suatu matriks
2. Mengidentifikasi macam-macam matriks
E. Materi Ajar
1. Pengertian, notasi dan ordo suatu matriks
2. Jenis-jenis matriks
F. Metode Pembelajaran
Model : Problem Based Learning (PBL)
Metode : Daring
G. Media, Alat dan Sumber Belajar
Media : - File materi pembelajaran
- Google Classroom
- WhatApps Grup

Alat : - Laptop

- Handponne
- Kuota Internet

Sumber : - Buku Matematika SMA kelas XI Kemendikbud

- Sumber lain yang relevan


H. Langkah – langkah Pembelajaran
Melalui Google Classroom dan WhatApps
No Kegiatan Pembelajaran Hubungan dengan Alokasi
PBL Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan 10 menit
1. Melalui forum diskusi online pembelajaran
dimulai dengan salam dan do’a
2. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan

94
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
3. Melalui WhatApas Grup menyampaikan
tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai dan memberi motivasi
belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi pembelajaran matriks
dalam kehidupan sehari-hari dengan
mengirimkan beberapa gambar terkait dengan
konsep matriks yang terdapat pada budaya 1. Orientasi siswa
lokal, yaitu hasil produksi pembuatan gulo pada masalah
eno.
4. Menyampaikan gambaran masalah yang
akan dijadikan bahan diskusi kelompok.
2. Kegiatan Inti 70 menit
1. Siswa menyiapkan kesiapan kelompok 2. Mengorganisasi
masing-masing melalui WA kelompok kan siswa untuk
masing-masing yang sudah ditentukan guru. belajar
2. Siswa membuka file LKPD yang sudah di
kirimkan melalui google classroom berupa
masalah yang akan didiskusikan oleh
kelompok masing-masing mengenai
pengertian, notasi, ordo matriks dan jenis-
jenis matriks.
3. Melalui forum online guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
4. Melalui diskusi online guru memberikan 3. Membimbing
kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal- penyelidikan
hal yang belum dimengerti terkait dengan individual
permasalahan yang diberikan. maupun
5. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan kelompok
informasi dari diskusi yang berlangsung.

95
6. Dalam diskusi online secara berkelompok
siswa mencoba menyelesaikan permasalahan
pada LKPD.
7. Siswa menuliskan penyelesaian pemecahan
masalahnya masing-masing.
8. Guru membantu siswa dalam merencanakan 4. Mengembangka
dan menyiapkan karya berupa hasil n dan
pemecahan masalah masing-masing. menyajikan
9. Satu kelompok ditentukan secara acak akan hasil karya.
mempresentasikan hasil diskusi mengenai
pemecahan masalah pada LKPD dengan cara
mengirimkan foto hasil diskusinya dan
menjelaskannya melalui pesan suara pada
WhatApps grup.
10. Siswa menyimak apa yang disampaikan
oleh kelompok penyaji.
11. Melakukan refleksi atau evaluasi terhadap 5. Menganalisis
penyelidikan mereka dalam proses yang dan
mereka lakukan secara berkelompok. mengevaluasi
12. Siswa lain dipersilahkan untuk bertanya proses
kepada kelompok yang presentasi melalui pemecahan
WhatApps. masalah.
13. Dalam diskusi online guru dan siswa
membahas hasil penyelesaian masalah pada
LKPD
3. Penutup 10 menit
1. Guru meminta siswa untuk membuat
kesimpulan materi yang dipelajari dan
menyampaikannya melalui forum diskusi
online.
2. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan
LKPD dengan cara mengirimkan fotonya
melalui WhatApps Grup.

96
3. Guru memberikan tugas rumah dan
dikumpulkan melalui WhatsApp.
4. Guru menyampaikan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya.
5. Pembelajaran ditutup dengan hamdalah dan
salam.

I. Penilaian
a. Teknik penilaian
Penilaian sikap : Penilaian diri dan penilaian rekan sebaya
Penilaian pengetahuan : Tes tertulis
b. Prosedur penilaian
No Aspek yang dinilai Teknik penilaian Waktu penilaian
1. Sikap pengamatan Selama kegiatan
a. Terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan
pembelajaran
b. Bekerjasama dalam kegiatan saat diskusi
kelompok
c. Toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang
berbeda dan kreatif
2. Pengetahuan Pengamatan dan Kegiatan inti
a. Menganalisis materi
tes
pembelajaran dan soal yang
diberikan
b. Mengevaluasi Materi yg
telah dipelajari dan soal yang
diberikan
c. Menciptkan ide baru pada
materi yang telah diajarkan
dan menciptakan rumus
untuk menyelesaikan soal
yang diberikan
3. Keterampilan Pengamatan Kegiatan penutup
a. Terampil menerapkan
konsep/prinsip dan strategi
pemeahan masalah yang
relevan

97
Mudung Darat, 2020
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 6 Muaro Jambi Peneliti

Sutrisno, S.Pd, M.Pd Megawati


NIP.196701151998021002

98
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi

Mata Pelajaran : Matematika Wajib

Kelas : XI MIA

Materi Pokok : Matriks

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit ( 1 pertemuan )

A. Kompetensi Inti

KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi
secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan
internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan menggunakan masalah
kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang meliputi penjumlahan,
pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta transpose.

99
C. Indikator
1. Mengidentifikasi dua matriks yang sama.
2. Menentukan transpose suatu matriks.
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat :
1. Mengidentifikasi dua matriks yang sama.
2. Menentukan transpose matriks.
E. Materi Ajar
1. Kesamaan Dua Matriks
2. Transpose Matriks
F. Metode Pembelajaran
Model : Problem Based Learning (PBL)
Metode : Daring
G. Media, Alat dan Sumber Belajar
Media : - File materi pembelajaran
- Google Classroom
- WhatApps Grup

Alat : - Laptop

- Handponne
- Kuota Internet

Sumber : - Buku Matematika SMA kelas XI Kemendikbud

- Sumber lain yang relevan


H. Langkah – langkah Pembelajaran
Melalui Google Classroom dan WhatApps
No Kegiatan Pembelajaran Hubungan dengan Alokasi
PBL Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan 10 menit
1. Melalui forum diskusi online pembelajaran
dimulai dengan salam dan do’a
2. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

100
3. Melalui WhatApps Grup menyampaikan
tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai dan memberi motivasi
belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi pembelajaran matriks
dalam kehidupan sehari-hari dengan
mengirimkan beberapa gambar terkait dengan
kesamaan dua matriks dan transpose matriks 1. Orientasi siswa
yang terdapat pada budaya lokal, yaitu hasil pada masalah
produksi pembuatan gulo eno.
4. Menyampaikan gambaran masalah yang
akan dijadikan bahan diskusi kelompok.
2. Kegiatan Inti 70 menit
1. Siswa menyiapkan kesiapan kelompok 2. Mengorganisasi
masing-masing melalui WA kelompok kan siswa untuk
masing-masing yang sudah ditentukan guru. belajar
2. Siswa membuka file KLPD yang sudah
dikirimkan guru pada google classroom
berupa masalah yang akan didiskusikan oleh
kelompok masing-masing mengenai
kesamaan dua matriks dan transpose matriks.
3. Melalui forum online membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
4. Melalui diskusi online guru memberikan 3. Membimbing
kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal- penyelidikan
hal yang belum dimengerti terkait dengan individual
permasalahan yang diberikan. maupun
5. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan kelompok
informasi dari diskusi yang berlangsung.
6. Dalam diskusi online secara berkelompok
siswa mencoba menyelesaikan permasalahan

101
pada LKPD.
7. Siswa menuliskan penyelesaian pemecahan
masalahnya masing-masing.
8. Guru membantu siswa dalam merencanakan 4. Mengembangka
dan menyiapkan karya berupa hasil n dan
pemecahan masalah masing-masing. menyajikan
9. Satu kelompok ditentukan secara acak akan hasil karya.
mempresentasikan hasil diskusi mengenai
pemecahan masalah pada LKPD dengan cara
mengirimkan foto hasil diskusinya dan
menjelaskannya melalui pesan suara pada
WhatApps grup.
10. Siswa menyimak apa yang disampaikan
oleh kelompok penyaji.
11. Melakukan refleksi atau evaluasi terhadap 5. Menganalisis
penyelidikan mereka dalam proses yang dan
mereka lakukan secara berkelompok. mengevaluasi
12. Siswa lain dipersilahkan untuk bertanya proses
kepada kelompok yang presentasi melalui pemecahan
WhatApps grup. masalah.
13. Dalam diskusi online guru dan siswa
membahas hasil penyelesaian masalah pada
LKPD
3. Penutup 10 menit
1. Guru meminta siswa untuk membuat
kesimpulan materi yang dipelajari dan
menyampaikannya melalui forum diskusi
online.
2. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan
LKPD dengan cara mengirimkan fotonya
melalui Whats App.
3. Guru memberikan tugas latihan individu
dikumpulkan WhatsApp.

102
4. Guru menyampaikan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya.
5. Pembelajaran ditutup dengan hamdalah dan
salam.

I. Penilaian
a. Teknik penilaian
Penilaian sikap : Penilaian diri dan penilaian rekan sebaya
Penilaian pengetahuan : Tes tertulis
b. Prosedur penilaian
No Aspek yang dinilai Teknik penilaian Waktu penilaian
1. Sikap pengamatan Selama kegiatan
a. Terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan
pembelajaran
b. Bekerjasama dalam kegiatan saat diskusi
kelompok
c. Toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang
berbeda dan kreatif
2. Pengetahuan Pengamatan dan Kegiatan inti
a. Menganalisis materi
tes
pembelajaran dan soal yang
diberikan
b. Mengevaluasi Materi yg
telah dipelajari dan soal yang
diberikan
c. Menciptkan ide baru pada
materi yang telah diajarkan
dan menciptakan rumus
untuk menyelesaikan soal
yang diberikan
3. Keterampilan Pengamatan Kegiatan penutup
a. Terampil menerapkan
konsep/prinsip dan strategi
pemeahan masalah yang
relevan

103
Mudung Darat, 2020
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 6 Muaro Jambi Peneliti

Sutrisno, S.Pd, M.Pd Megawati


NIP.196701151998021002

104
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi

Mata Pelajaran : Matematika Wajib

Kelas : XI MIA

Materi Pokok : Matriks

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit ( 1 pertemuan )

A. Kompetensi Inti

KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi
secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan
internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan menggunakan masalah
kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang meliputi penjumlahan,
pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta transpose.

105
C. Indikator
1. Menyelesaiakan operasi penjumlahan matriks.
2. Menyelesaikan operasi pengurangan matriks.
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat :
1. Menyelesaikan penjumlahan matriks.
2. Menyelesaikan pengurangan matriks.
E. Materi Ajar
1. Penjumlahan Matriks
2. Pengurangan Matriks
F. Metode Pembelajaran
Model : Problem Based Learning (PBL)
Metode : Daring
G. Media, Alat dan Sumber Belajar
Media : - File materi pembelajaran
- Google Classroom
- WhatApps Grup

Alat : - Laptop

- Handponne
- Kuota Internet

Sumber : - Buku Matematika SMA kelas XI Kemendikbud

- Sumber lain yang relevan


H. Langkah – langkah Pembelajaran
Melalui Google Classroom dan WhatApps
No Kegiatan Pembelajaran Hubungan dengan Alokasi
PBL Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan 10 menit
1. Melalui forum diskusi online pembelajaran
dimulai dengan salam dan do’a
2. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

106
3. Melalui WhatApps Grup guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai dan memberi motivasi
belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi pembelajaran matriks
dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan
operasi penjumlahan dan pengurangan
matriks yang terdapat pada budaya lokal, 1. Orientasi siswa
yaitu hasil produksi kue matsuba, engkak dan pada masalah
putri kandis.
4. Menyampaikan gambaran masalah yang
akan dijadikan bahan diskusi kelompok.
2. Kegiatan Inti 70 menit
1. Siswa menyiapkan kesiapan kelompok 2. Mengorganisasi
masing-masing melalui WA kelompok kan siswa untuk
masing-masing yang sudah ditentukan guru. belajar
2. Siswa membuka file LKPD yang sudah
dikirimkan guru pada google classroom
berupa masalah yang akan didiskusikan oleh
kelompok masing-masing mengenai operasi
penjumlahan dan pengurangan matriks.
3. Melalui forum online membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
4. Melalui diskusi online guru memberikan 3. Membimbing
kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal- penyelidikan
hal yang belum dimengerti terkait dengan individual
permasalahan yang diberikan. maupun
5. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan kelompok
informasi dari diskusi yang berlangsung.
6. Dalam diskusi online secara berkelompok
siswa mencoba menyelesaikan permasalahan

107
pada LKPD.
7. Siswa menuliskan penyelesaian pemecahan
masalahnya masing-masing.
8. Guru membantu siswa dalam merencanakan 4. Mengembangka
dan menyiapkan karya berupa hasil n dan
pemecahan masalah masing-masing. menyajikan
9. Satu kelompok ditentukan secara acak akan hasil karya.
mempresentasikan hasil diskusi mengenai
pemecahan masalah pada LKPD dengan cara
mengirimkan foto hasil diskusinya dan
menjelaskannya melalui pesan suara pada
WhatApps grup.
10. Siswa menyimak apa yang disampaikan
oleh kelompok penyaji.
11. Melakukan refleksi atau evaluasi terhadap 5. Menganalisis
penyelidikan mereka dalam proses yang dan
mereka lakukan secara berkelompok. mengevaluasi
12. Siswa lain dipersilahkan untuk bertanya proses
kepada kelompok yang presentasi melalui pemecahan
WhatApps. masalah.
13. Dalam diskusi online guru dan siswa
membahas hasil penyelesaian masalah pada
LKPD
3. Penutup 10 menit
1. Guru meminta siswa untuk membuat
kesimpulan materi yang dipelajari dan
menyampaikannya melalui forum diskusi
online.
2. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan
LKPD dengan cara mengirimkan fotonya
melalui Whats App.
3. Guru memberikan tugas rumah dikumpulkan
melalui Google Classroom/WhatsApp.

108
4. Guru menyampaikan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya.
5. Pembelajaran ditutup dengan hamdalah dan
salam.

I. Penilaian
a. Teknik penilaian
Penilaian sikap : Penilaian diri dan penilaian rekan sebaya
Penilaian pengetahuan : Tes tertulis
b. Prosedur penilaian
No Aspek yang dinilai Teknik penilaian Waktu penilaian
1. Sikap Pengamatan Selama kegiatan
a. Terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan
pembelajaran
b. Bekerjasama dalam kegiatan saat diskusi
kelompok
c. Toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang
berbeda dan kreatif
2. Pengetahuan Pengamatan dan Kegiatan inti
a. Menganalisis materi
tes
pembelajaran dan soal yang
diberikan
b. Mengevaluasi Materi yg
telah dipelajari dan soal yang
diberikan
c. Menciptkan ide baru pada
materi yang telah diajarkan
dan menciptakan rumus
untuk menyelesaikan soal
yang diberikan
3. Keterampilan Pengamatan Kegiatan penutup
a. Terampil menerapkan
konsep/prinsip dan strategi
pemeahan masalah yang
relevan

109
Mudung Darat, 2020
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 6 Muaro Jambi Peneliti

Sutrisno, S.Pd, M.Pd Megawati


NIP.196701151998021002

110
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi

Mata Pelajaran : Matematika Wajib

Kelas : XI MIA

Materi Pokok : Matriks

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit ( 1 pertemuan )

A. Kompetensi Inti

KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.


Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi
secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan
internasional”.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara
efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar
3.3 Menjelaskan matriks dan kesamaan matriks dengan menggunakan masalah
kontekstual dan melakukan operasi pada matriks yang meliputi penjumlahan,
pengurangan, perkalian skalar, dan perkalian, serta transpose.

111
C. Indikator
1. Menyelesaikan perkalian matriks dengan skalar.
2. Menyelesaikan perkalian matriks dengan matriks.
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat :
1. Menyelesaikan perkalian matriks dengan skalar.
2. Menyelesaikan perkalian matriks dengan matriks.
E. Materi Ajar
1. Perkalian Skalar dengan Matriks
2. Perkalian matriks dengan Matriks
F. Metode Pembelajaran
Model : Problem Based Learning (PBL)
Metode : Daring
G. Media, Alat dan Sumber Belajar
Media : - File materi pembelajaran
- Google Classroom
- WhatApps Grup

Alat : - Laptop

- Handponne
- Kuota Internet

Sumber : - Buku Matematika SMA kelas XI Kemendikbud

- Sumber lain yang relevan


H. Langkah – langkah Pembelajaran
Melalui Google Classroom dan WhatApps
No Kegiatan Pembelajaran Hubungan dengan Alokasi
PBL Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan 10 menit
1. Melalui forum diskusi online pembelajaran
dimulai dengan salam dan do’a
2. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

112
3. Melalui WhatApps Grup menyampaikan
tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar
yang akan dicapai dan memberi motivasi
belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi pembelajaran matriks
dalam kehidupan sehari-hari dengan
mengirimkan beberapa gambar terkait dengan
operasi perkalian scalar dengan matriks dan 1. Orientasi siswa
perkalian matriks dengan matriks yang pada masalah
terdapat pada budaya lokal, yaitu hasil
produksi kue matsuba, engkak dan putri
kandis.
4. Menyampaikan gambaran masalah yang
akan dijadikan bahan diskusi kelompok.
2. Kegiatan Inti 70 menit
1. Siswa menyiapkan kesiapan kelompok 2. Mengorganisasi
masing-masing melalui WA kelompok kan siswa untuk
masing-masing yang sudah ditentukan guru. belajar
2. Siswa membuka file LKPD yang sudah
dikirim oleh guru pada google classroom
berupa masalah yang akan didiskusikan oleh
kelompok masing-masing mengenai
perkalian skalar dengan matriks dan perkalian
matriks dengan matriks.
3. Melalui forum online membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
4. Melalui diskusi online guru memberikan 3. Membimbing
kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal- penyelidikan
hal yang belum dimengerti terkait dengan individual
permasalahan yang diberikan. maupun
5. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan kelompok

113
informasi dari diskusi yang berlangsung.
6. Dalam diskusi online secara berkelompok
siswa mencoba menyelesaikan permasalahan
pada LKPD.
7. Siswa menuliskan penyelesaian pemecahan
masalahnya masing-masing.
8. Guru membantu siswa dalam merencanakan 4. Mengembangka
dan menyiapkan karya berupa hasil n dan
pemecahan masalah masing-masing. menyajikan
9. Satu kelompok ditentukan secara acak akan hasil karya.
mempresentasikan hasil diskusi mengenai
pemecahan masalah pada LKPD dengan cara
mengirimkan foto hasil diskusinya dan
menjelaskannya melalui pesan suara pada
WhatApps grup.
10. Siswa menyimak apa yang disampaikan
oleh kelompok penyaji.
11. Melakukan refleksi atau evaluasi terhadap 5. Menganalisis
penyelidikan mereka dalam proses yang dan
mereka lakukan secara berkelompok. mengevaluasi
12. Siswa lain dipersilahkan untuk bertanya proses
kepada kelompok yang presentasi melalui pemecahan
WhatApps. masalah.
13. Dalam diskusi online guru dan siswa
membahas hasil penyelesaian masalah pada
LKPD
3. Penutup 10 menit
1. Guru meminta siswa untuk membuat
kesimpulan materi yang dipelajari dan
menyampaikannya melalui forum diskusi
online.
2. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan
LKPD dengan cara mengirimkan fotonya

114
melalui Whats App.
3. Guru memberikan tugas latihan individu
dikumpulkan melalui Google
Classroom/WhatsApp.
4. Guru menyampaikan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya.
5. Pembelajaran ditutup dengan hamdalah dan
salam.

I. Penilaian
a. Teknik penilaian
Penilaian sikap : Penilaian diri dan penilaian rekan sebaya
Penilaian pengetahuan : Tes tertulis
b. Prosedur penilaian

No Aspek yang dinilai Teknik penilaian Waktu penilaian


1. Sikap pengamatan Selama kegiatan
a. Terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan
pembelajaran
b. Bekerjasama dalam kegiatan saat diskusi
kelompok
c. Toleran terhadap proses
pemecahan masalah yang
berbeda dan kreatif
2. Pengetahuan Pengamatan dan Kegiatan inti
a. Menganalisis materi
tes
pembelajaran dan soal yang
diberikan
b. Mengevaluasi Materi yg
telah dipelajari dan soal yang
diberikan
c. Menciptkan ide baru pada
materi yang telah diajarkan
dan menciptakan rumus
untuk menyelesaikan soal
yang diberikan
3. Keterampilan Pengamatan Kegiatan penutup
a. Terampil menerapkan

115
konsep/prinsip dan strategi
pemeahan masalah yang
relevan

Mudung Darat, 2020


Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 6 Muaro Jambi Peneliti

Sutrisno, S.Pd, M.Pd Megawati


NIP.196701151998021002

116
LAMPIRAN 3
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK
(LKPD) 1

Nama Anggota : 1. ……………………………..


2. ……………………………..
3. ……………………………..
4. ……………………………..
5. ……………………………..
6. ……………………………..

Petunjuk Pengerjaan :

1. Baca dan pahami LKPD yang diberikan, kemudian kerjakan dan lengkapi LKPD dengan
teliti.
2. Perhatikan arahan yang diberikan oleh guru, jika ada hal-hal yang kurang jelas silakan
tanyakan kepada guru.

Kegiatan 1

Indikator : Menjelaskan pengertian matriks

A. Pengertian , Notasi, dan Ordo Matriks

Perhatikan uraian berikut ini !


Membuat “gulo eno “merupakan salah satu mata pencarian masyarakat di Kelurahan
Jambi Kecil, membuat golu eno tersebut merupakan tradisi yang turun temurun
dilakukan oleh masyarakat Jambi Kecil. Untuk membuat gulo eno tersebut tidak
sembarang orang dapat melakukannya karena dibutuhkan keahlian khusus mulai dari
proses pengambilan air niranya sampai pada proses pembuatannya. Oleh karena itu
ada beberapa orang pembuat gulo eno di Kelurahan Jambi Kecil, yaitu Esan, Rodi,

117
Ramli dan Pelit. Dalam waktu satu minggu setiap orang tersebut dapat menghasilkan
gulo eno sebagai berikut:
Esan : 7, 7, 7, 6, 8, 8, 7
Rodi : 7, 7, 10, 9, 10, 10
Ramli : 5, 7, 9, 9, 10, 8, 10
Pelit : 10, 12, 12, 11, 8, 9, 10
Data di atas dapat disajikan dalam bentuk tabel.
Bagaimana sajian yang menarik dalam bentuk tabel? Dapatkah kalian
menyajikannya?
Banyaknya hasil gulo eno tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut.
Coba kalian lengkapi !

Tabel. Hasil Gulo Eno


Pembuat Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII
Esan 7 … … … … … …
Rodi … 7 … … … … …
Ramli 5 … … … … … …
Pelit … … 12 … … … …
Coba perhatikan adakah cara yang lebih sederhana dalam menyajikan data sehingga
proses pengolahan data lebih mudah? Coba kalian tulis data tersebut dalam bentuk
angka-angkanya saja sesuai dengan urutannya! Jangan lupa data tersebut berada di
dalam kurung buka dan kurung tutup.
………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
Maka berdasarkan masalah dan proses pembuatan susunan bilangan tersebut
dinamakan matriks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matriks merupakan
susunan angka-angka yang terdiri dari baris dan kolom berbentuk segi empat dan
dituliskan di dalam tanda kurung.
Secara umum matriks dapat disajikan sebagai berikut:

( )
Huruf M merupakan nama suatu matriks (notasi matriks) yang dinyatakan
dengan huruf capital. Seperti A, B, C, dan sebagainya. Buatlah notasi beserta matriks
pada tabel diatas!
………………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………………

118
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
Setelah kalian menamakan suatu matriks. Penamaan angka-angka yang terdapat
dalam suatu matriks dinamakan elemen. Elemen suatu matriks dinotasikan
menggunakan huruf kecil dan disertai dengan menyatakan baris dan kolom, misalnya
a12 menunjukkan bahwa elemen pada matriks A terdapat pada baris ke-1 kolom ke-2.
Selanjutnya coba kalian isi tabel dibawah ini berdasarkan matriks di atas!
Tabel 2. Menentukan elemen-elemen
Notasi Letak Elemen
Baris Kolom
a11 1 1 7
a12 … 2 …
… 1 3 …
a21 2 … …
… … 3 10
a31 … 1 …
… 3 2 …
Banyaknya baris dan kolom dari suatu matriks dinamakan ordo. Sebagai contoh
jika suatu matriks terdiri dari satu baris dan tiga kolom, maka dapat dikatakan
matriks itu berordo 1 x 3 yang dituliskan A1x3. Pada matriks yang telah dibuat di atas
berapakah ordo dari matriks itu? Jelaskan!
……………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………

Kegiatan 2
Indikator : Mengidentifikasi jenis-jenis matriks

B. Jenis – jenis Matriks


Selama tiga hari 3 orang pembuat gulo eno di Kelurahan Jambi Kecil yaitu Esan, Rodi
dan Ramli mengalami musibah, yaitu air nira yang akan diolah menjadi gulo eno
tidak mereka dapatkan. Hal ini dikarenakan ada musang yang mencuri dan
menumpahkan air nira tersebut, sehingga mereka tidak dapat menghasilkan gulo eno
selama tiga hari tersebut.
Berdasarkan cerita di atas, coba kalian buatkan data tersebut ke dalam bentuk
matriks!
………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….

119
Semua elemen pada matriks di atas adalah ….. jika jawaban kalian tepat, maka
matriks yang memiliki ciri khusus tersebut memiliki nama dan istilah sendiri.
1. Matriks Baris
Matriks baris adalah matriks yang hanya terdiri atas satu baris meskipun
mempunyai lebih dari 1 kolom. Coba kalian berikan beberapa contohnya!
…………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
2. Matriks Kolom
Matriks kolom adalah matriks yang hanya memiliki satu kolom meskipun
memiliki lebih dari satu baris. Coba kalian berikan beberapa contohnya !
…………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
3. Matriks Persegi
Matriks persegi adalah matriks yang banyak baris sama dengan banyaknya
kolom. Berikan contoh matriks persegi !
………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………….

4. Matriks Nol
Matriks nol adalah matriks yang semua elemennya adalah nol. Matriks nol
dinotasikan dengan 0. Berikan contoh matriks nol!
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
5. Matriks Diagonal
Matriks diagonal adalah matriks persegi yang elemen-elemen di atas dan di
bawah diagonal utama bernilai 0. Berikan contoh matriks diagonal !
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….

120
6. Matriks Identitas
Matriks identitas adalah matriks persegi yang semua elemen pada diagonal
utamanya adalah satu, sedangkan elemen lainnya adalah nol. Matriks identitas
disimbolkan dengan I. Berikan contoh matriks identitas !
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
7. Matriks Segitiga Atas
Matriks Segitiga Atas adalah matriks persegi yang semua elemen di bawah
diagonal utamanya bernilai nol. Pada matriks segitiga ataselemen diagonal
utamanya dan elemen diatas diagonal utama tidak boleh semuanya nol. Berikan
contoh matriks segitiga atas !
…………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
8. Matriks Segitiga Bawah
Matriks segitiga bawah adalah matriks persegi yang semua elemen di atas
diagonal utama bernilai nol. Pada matriks segitiga bawah, elemen diagonal
utama dan elemen di bawah diagonal utama tidak boleh semuanya nol. Berikan
contoh matriks segitiga bawah !
………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………..

GOOD LUCK

121
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

(LKPD) 2

Nama Anggota : 1. ……………………………..


2. ……………………………..
3. ……………………………..
4. ……………………………..
5. ……………………………..
6. ……………………………..

Petunjuk Pengerjaan :

1. Baca dan pahami LKPD yang diberikan, kemudian kerjakan dan lengkapi LKPD dengan
teliti.
2. Perhatikan arahan yang diberikan oleh guru, jika ada hal-hal yang kurang jelas silakan
tanyakan kepada guru.

Kegiatan 1

Indikator : Mengidentifikasi kesamaan matriks

A. Kesamaan Matriks
Untuk mengetahui pengertian dan syarat kesamaan dua matriks. Perhatikan masalah
berikut ini !
Selain di kelurahan Jambi Kecil pembuat gulo eno juga ada di desa Jambi Tulo yang
lokasinya bersebelahan dengan kelurahan Jambi Kecil. Berikut merupakan tabel hasil
produksi gulo eno dari masing-masing petani di dua tempat tersebut.

Tabel 1. Hasil Gulo Eno di Kelurahan Jambi Kecil


Hari I Hari II Hari III
Esan 10 13 11
Rodi 6 5 9
Ramli 8 9 7

Tabel 2. Hasil Gulo Eno di Desa Jambi Tulo


Hari I Hari II Hari III
Saman 10 13 11
Toni 6 5 9
Mamat 8 9 7

Buatlah kedua tabel di atas dalam bentuk matriks beserta notasinya!


…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..

122
Tentukan ordo dari masing-masing matriks tersebut !
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………..
Tentukan elemen-elemen dari kedua matriks tersebut !
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
Dari dua tabel diatas terlihat bahwa matriks yang terbentuk adalah sama. Apa yang
dapat kalian simpulkan dan jelaskan!
…………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
Coba kalian perhatika matriks-matriks berikut !

( ), ( ), ( ), ( )

Tentukan dan jelaskan matriks manakah yang mempunyai kesamaan matriks !


………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………..

Kegiatan 2
Indikator : Menentukan transpose suatu matriks

B. Transpose Matriks
Suatu matriks terdiri atas baris dan kolom. Apabila elemen-elemen pada baris
matriks A dijadikan elemen-elemen pada kolom matriks yang baru maka matriks
baru yang dihasilkan dari pertukaran elemen-elemen pada baris menjadi kolom
dinamakan transpose matriks. Transpose matriks A dinotasikan AT (dibaca: A
transpose).
Tiga orang pembuat gulo eno, yaitu Esan, Pelit dan Ramli dalam tiga hari berturut-
turut menghasilkan gulo eno seperti pada tabel berikut:

Tabel . hasil gulo eno tiga hari pertama


Hari I Hari II Hari III
Esan 15 14 13
Pelit 8 10 9
Ramli 9 10 8

123
Buatlah data pada tabel diatas ke dalam bentuk matriks !
…………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………….
Dalam tiga hari berikutnya gulo eno yang dihasilkan oleh ketiga petani tersebut
mengalami perubahan sebagai berikut:
Tabel . hasil gulo eno tiga hari kedua
Hari I Hari II Hari III
Esan 15 8 9
Pelit 14 10 10
Ramli 13 9 8
Buatlah data pada tabel diatas ke dalam bentuk matriks !
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………….

Coba kalian perhatikan ! Apa perubahan yang terjadi pada matriks yang disusun
berdasarkan hasil gulo eno pada tiga hari pertama dengan matriks yang disusun
berdasarkan hasil gulo eno pada tiga hari ke dua?
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
Selanjutnya, coba kalian tentukan transpose dari matriks ( )

…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………

124
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

(LKPD) 3

Nama Anggota : 1. ……………………………..


2. ……………………………..
3. ……………………………..
4. ……………………………..
5. ……………………………..
6. …………………………….

Petunjuk Pengerjaan :

1. Baca dan pahami LKPD yang diberikan, kemudian kerjakan dan lengkapi LKPD dengan
teliti.
2. Perhatikan arahan yang diberikan oleh guru, jika ada hal-hal yang kurang jelas silakan
tanyakan kepada guru.

Kegiatan 1

Indikator : Menyelesaikan operasi penjumlahan matriks

Perhatikan permasalahan berikut!

Bu Siti mempunyai toko kue, kue yang dijualnya bervariasi. Kue yang terkenal adalah
Matsuba, Engkak dan Putri Kandis yang merupakan kue khas daerah Seberang Kota Jambi.
Untuk hari-hari tertentu permintaan akan ke tiga kue tersebut meningkat oleh karenanya

125
Bu Siti memperkerjakan 2 orang karyawan untuk membantu membuat kue-kue tersebut.
Ketiga kue tersebut di buat dalam dua ukuran, yaitu ukuran kecil dan ukuran besar.
Karyawan I dalam 1 hari dapat membuat 4 kue Matsuba ukuran kecil dan 3 ukuran besar, 5
kue Engkak ukuran kecil dan 3 ukuran besar, 3 kue Putri kandis ukuran kecil dan 2 ukuran
besar. Sedangkan Karyawan II dalam 1 hari dapat membuat 6 kue Matsuba ukuran kecil
dan 4 ukuran besar, 7 kue Engkak ukuran kecil dan 4 ukuran besar dan 5 kue Putri Kandis
ukuran kecil dan 3 ukuran besar. Berapa total kue yang dapat dibuat oleh dua karyawan
tersebut!

Untuk menjawab pertanyaan ini, coba lengkapi tabel berikut!

Tabel . Karyawan I (A)


Matsuba Engkak Putri Kandis
Kecil … … …
Besar … … …
Kemudian buatlah ke dalam bentuk matriks !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Tabel . Karyawan II (B)


Matsuba Engkak Putri Kandis
Kecil … … …
Besar … … …
Kemudian buatlah ke dalam bentuk matriks !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Matriks total banyaknya kue yang dapat dibuat toko kue Bu Siti oleh kedua Karyawan untuk
ketiga macam kue tersebut dapat disusun seperti berikut:
Tabel. Karyawan I dan II ( A + B )

Matsuba Engkak Putri Kandis


Kecil …+… …+… …+…
Besar …+… …+… …+…

Diperoleh bentuk matriks : ( )


Maka tuliskan hasilnya !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………

126
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
Kesimpulan apa yang dapat kalian ungkapkan terkait dengan penjumlahan matriks !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………….

Sifat- sifat penjumlahan matriks

1. A+B=B+A (sifat komutatif)


2. (A+B) + C = A + (B + C) (sifat asosiatif)
3. A (B + C) = AB + AC ( sifat distributive)
4. A+0=0+A ( sifat identitas pada matriks)
5. A + (-A) = (-A) + A = 0
6. (A + B)T = AT + BT

Kegiatan 2

Indikator : Menyelesaikan Operasi Pengurangan Matriks


B. Pengurangan Matriks

Perhatikan permasalahan berikut!


Persediaan kue Matsuba, Engkak dan Putri Kandis di toko Bu Siti dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel . Persediaan Kue
Matsuba Engkak Putri Kandis
Kecil 12 15 13
Besar 8 10 9
Dalam satu hari jumlah kue yang terjual seperti tabel berikut:
Tabel . Kue yang Terjual
Matsuba Engkak Putri Kandis
Kecil 6 9 7
Besar 3 5 4
Dari dua tabel di atas, buatlah dalam bentuk matriks

127
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Berapa jumlah kue yang masih tersedia di toko Bu Siti ?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………….
Setelah melakukan pengurangan matriks, menurut kalian adakah hubungan antara
penjumlahan dan pengurangan matriks ?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………….

128
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

(LKPD) 4

Nama Anggota : 1. ……………………………..


2. ……………………………..
3. ……………………………..
4. ……………………………..
5. ……………………………..
6. ……………………………..

Petunjuk Pengerjaan :

1. Baca dan pahami LKPD yang diberikan, kemudian kerjakan dan lengkapi
LKPD dengan teliti.
2. Perhatikan arahan yang diberikan oleh guru, jika ada hal-hal yang kurang jelas
silakan tanyakan kepada guru.

Kegiatan 1
Indikator : Menyelesaikan perkalian skalar dengan matriks
Permasalahan

Bu Mira merupakan pembuat dan penjual kue khas daerah Seberang Kota Jambi
yaitu kue Matsuba, Engkak dan Putri Kandis. Bu Mira memiliki toko kue yang
menjual kue-kue tersebut. Berikut merupakan tabel penjualan kue di toko Bu
Mira.

129
Tabel . Jumlah kue yang terjual
Matsuba Engkak Putri Kandis
Kecil 5 4 3
Besar 3 2 3
Karena mendekati hari raya Idul Fitri, maka semakin banyak masyarakat yang
membeli kue di toko bu Mira, sehingga keesokan harinya kue yang terjual
menjadi tiga kali lipat. Berapa banyaknya jumlah kue yang terjual ?
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan konsep matriks,
seperti berikut:
Nyatakan tabel di atas ke dalam bentuk matriks
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Perhitungan untuk mengetahui jumlah kue yang terjual di toko bu Mira dapat
dinyatakan dalam bentuk perkalian skalar dengan matriks, yaitu bilangan yang
menyatakan banyaknya penjualan dikali dengan matriks yang menyatakan harga
kue.

5 … …
3𝑥 = 3𝑥5 3𝑥… 3𝑥…
… 2 … 3𝑥… 3𝑥2 3𝑥 …
… … …
= … … …

130
Berdasarkan uraian di atas, Apa kesimpulan perkalian matriks dengan scalar ?
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Kegiatan 2
Indikator : Menyelesaikan perkalian matriks dengan matriks
B. Perkalian Matriks dengan Matriks
Permasalahan
Bu Ima dan Bu Mina membeli kue Matsuba dan Engkak di toko kue Bu Mira. Bu
Ima membeli 2 kue Matsuba dan 3 kue Engkak, sedangkan Bu Mina membeli 4
kue Matsuba dan 2 kue Engkak. Harga kue Matsuba dan Engkak di toko kue
tersebut adalah Rp250.000,00 dan Rp200.000,00 per buah. Berapa uang yang
dibayar oleh bu Ima dan Bu Mina?
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan konsep matriks,


seperti berikut:
Jumlah kue Matsuba dan Engkak yang dibeli Bu Ima dan Bu Mina di toko kue
tersebut dapat dituangkan dalam bentuk tabel seperti berikut sehingga lebih
mudah dibaca.

131
Matsuba Engkak
Bu Ima 2 3
Bu Mina 4 2
Nyatakan dalam bentuk matriks !
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Selanjutnya, harga kedua macam kue yang dibeli Bu Ima dan Bu Mina dapat
disajikan ke dalam bentuk tabel berikut:
Nama Kue Harga
Matsuba Rp250.000,00
Engkak Rp200.000,00
Nyatakan dalam bentuk matriks !
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Perhitungan untuk mengetahui jumlah uang yang harus dibayar Bu Ima dan Bu
Mina dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks, yaitu matriks yang
menyatakan banyaknya kue yang dibeli dikali dengan matriks yang menyatakan
harga kue.

2 … 250.000 2𝑥… +⋯𝑥…


𝑥 =
4 … … 4𝑥… +⋯ 𝑥…

= …

132
Buatlah kesimpulan tentang langkah-langkah perhitungan perkalian matriks
dengan Buatlah kesimpulan tentang langkah-langkah perhitungan perkalian
matriks di atas sehingga dua buah matriks dapat dikalikan!
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

133
LAMPIRAN 4
KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS SISWA

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : XI / Ganjil
Bentuk Soal : Uraian (Essay)
Materi Pokok : Matriks

Kompetensi Dasar Indikator No. Butir


Soal
3.3 Menjelaskan matriks Diberikan permasalahan kontekstual. Peserta 1
dan kesamaan matriks didik mampu menggunakan konsep
dengan menggunakan penjumlahan matriks dan memberikan
masalah kontekstual dan kesimpulan dari permasalahan tersebut.
melakukan operasi pada Diberikan permasalahan kontekstual. Peserta 2
matriks yang meliputi didik mampu menggunakan konsep perkalian
penjumlahan, matriks dan memberikan kesimpulan dari
pengurangan, perkalian permasalahan tersebut.
skalar, dan perkalian, serta
transpose.

134
SOAL TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA

Nama Sekolah : SMA Negeri 6 Muaro Jambi


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : XI / Ganjil
Pokok Bahasan : Matriks
Alokasi Waktu : 90 menit

1. Bu Mira mengelola bisnis roti tawar dan roti isi. Ia memiliki dua toko ditempat yang
berbeda untuk menjual barang dagangannya itu. Dalam satu hari ia mengantarkan kedua
produk itu sebanyak dua kali dengan jumlah yang berbeda. Banyaknya dagangan yang
disetorkan pada pagi hari adalah sebagai berikut:
Pagi Hari Roti Tawar Roti Isi
Toko 1 20 25
Toko 2 15 20
Selanjutnya, jumlah dagangan yang disetorkan pada sore hari adalah sebagai berikut:
Sore Hari Roti Tawar Roti Isi
Toko 1 15 20
Toko 2 10 15
Dari informasi diatas, jawablah pertanyaan berikut:
a. Berapa jumlah roti tawar yang diproduksi Bu Mira setiap hari?
b. Berapa roti isi yang dijual di toko 2 setiap hari?
2. Seorang agen perjalanan menawarkan paket perjalanan ke Danau Toba. Peket I terdiri atas
3 malam menginap, 2 tempat wisata dan 4 kali makan. Peket II dengan 4 malam
menginap, 5 tempat wisata dan 8 kali makan. Paket III dengan 3 malam menginap, 2
tempat wisata dan 1 kali makan. Sewa hotel Rp250.000,00 per malam, biaya
pengangkutan ke tiap tempat wisata Rp 35.000,00,dan makan di restoran yang ditunjuk
Rp75.000,00.
a. Dengan menggunakan perkalian matriks, tentukan biaya untuk tiap paket.
b. Paket mana yang menawarkan biaya termurah?

135
KUNCI JAWABAN SOAL TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS SISWA
No Jawaban Soal Skor Aspek Berpikir Kritis
1. Diketahui : 50 Interpretasi:
 Banyaknya dagangan yang disetorkan pada Memahami masalah
pagi hari adalah yang ditunjukkan
Pagi Hari Roti Tawar Roti Isi dengan menulis
Toko 1 20 25 diketahui maupun
Toko 2 15 20 yang ditanyakan soal
 Banyaknya dagangan yang disetorkan pada dengan tepat
sore hari adalah
Sore Hari Roti Tawar Roti Isi
Toko 1 15 20
Toko 2 10 16
Ditanya :
a. Jumlah roti tawar yang diproduksi Bu
Mira setiap hari?
b. Roti isi yang dijual di took 2 setiap hari?
Penyelesaian : Analisis:
Kita ubah tabel di atas kedalam bentuk matriks. Mengidentifikasi
Tabel pertama misalnya kita namakan matriks A hubungan-hubungan
sebagai berikut antara pernyataan-

( ) pernyataan,
pertanyaan-
Tabel kedua misalnya kita namakan matriks B
pertanyaan, dan
sebagai berikut
konsep-konsep yang
( ) diberikan dalam soal
yang ditunjukkan
dengan membuat
model matematika
dengan tepat dan
memberi penjelasan

136
dengan tepat.
Untuk menjawab poin a kita bisa menggunakan Evaluasi:
konsep penjumlahan matriks sebagai berikut: Menggunakan

( ) ( ) strategi yang tepat


dalam menyelesaikan
( ) soal, lengkap dan
benar dalam
( )
melakukan
perhitungan.
Jadi diperoleh hasil penjumalahan kedua matriks Inferensi:

tersebut adalah ( ) Membuat kesimpulan


dengan tepat.
Sehingga diperoleh :
 Jumlah roti tawar yang diproduksi Bu
Mira setiap hari di toko 1 adalah 35 roti
 Jumlah roti tawar yang diproduksi Bu
Mira setiap hari di toko 2 adalah 25 roti
Untuk menjawab poin b kita bisa menggunakan
hasil penjumlahan pada poin a, jadi diperoleh
banyaknya roti isi yang dijual Bu Mira setiap
hari di toko 2 adalah 36 roti

2 Diketahui : 50 Interpretasi:
Paket I : 3 malam menginap, 2 tempat wisata Memahami masalah
yang ditunjukkan
dan 4 kali makan
dengan menulis
Paket II : 4 malam menginap, 5 tempat wisata diketahui maupun
yang ditanyakan soal
dan 8 kali makan
dengan tepat
Paket III : 3 malam menginap, 2 tempat wisata
dan 1 kali makan
Sewa hotel : Rp250.000,00
Biaya pengangkutan ke tiap tempat wisata : Rp
35.000,00
Biaya makan : Rp75.000,00

137
Ditanya :
a. Biaya untuk tiap paket?
b. Paket yang menawarkan biaya termurah?
Penyelesaian : Analisis:
Untuk menyelesaikan permasalahan ini terlebih Mengidentifikasi
dahulu kita buat kedalam bentuk tabel seperti hubungan-hubungan
berikut: antara pernyataan-
pernyataan,
Tabel 1. Rincian setiap paket pertanyaan-
Mengin Tempat Makan pertanyaan, dan
ap Wisata konsep-konsep yang
Paket I 3 2 4 diberikan dalam soal
Paket II 4 5 8 yang ditunjukkan
Paket III 3 2 1 dengan membuat
model matematika
dengan tepat dan
memberi penjelasan
dengan tepat.
Tabel 2. Harga yang ditawarkan Analisis:
Harga Mengidentifikasi
Sewa Hotel 250.000 hubungan-hubungan
Biaya Tempat wisata 35.000 antara pernyataan-
Biaya Makan 75.000 pernyataan,
Setelah dibuat tabel seperti diatas, selanjutnya pertanyaan-
kita ubah ke dalam bentuk matriks sebagai pertanyaan, dan
berikut: konsep-konsep yang
 Tabel 1 kita misalkan dengan matriks P diberikan dalam soal
yang ditunjukkan
( ) dengan membuat
model matematika
 Tabel 2 kita misalkan dengan matriks Q
dengan tepat dan
( ) memberi penjelasan
dengan tepat.

138
 Selanjutnya untuk menjawab poin a kita Evaluasi:
gunakan konsep perkalian matriks sebagai Menggunakan
berikut: strategi yang tepat
dalam menyelesaikan
( ) ( )
soal, lengkap dan
benar dalam
( ) melakukan
perhitungan.
( )

( )

Jadi diperoleh biaya untuk tiap paket sebagai Inferensi:


berikut: Membuat kesimpulan
 Paket I = Rp1.120.000,00 dengan tepat.
 Paket II = Rp1.775.000,00
 Paket III = Rp895.000,00
Untuk menjawab poin b, kita dapat mencermati Inferensi :
dari biaya setiap paket pada poin a. Jadi dapat Membuat kesimpulan
disimpulkan paket yang menawarkan biaya dengan tepat.
termurah adalah Paket III dengan biaya
Rp895.000,00
Jumlah 100

139
LAMPIRAN 6

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

No. Aspek yang Diukur Indikator


1. Menginterpretasi Memahami masalah yang ditunjukkan
dengan menulis diketahui maupun yang
ditanyakan soal dengan tepat
2. Menganalisis Mengidentifikasi hubungan-hubungan
antara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-
pertanyaan, dan konsep-konsep yang
diberikan dalam soal yang ditunjukkan
dengan membuat model matematika dengan
tepat dan memberi penjelasan dengan tepat.
3. Mengevaluasi Menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan soal, lengkap dan benar
dalam melakukan perhitungan.
4 Menginferensi Membuat kesimpulan dengan tepat.

140
PEDOMAN PENSKORAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS SISWA

No Aspek yang Diukur Deskripsi Skor


1. Interpretasi Tidak menulis yang diketahui dan 0
yang ditanyakan
Menulis yang diketahui dan yang 1
ditanyakan dengan tidak tepat
Menulis yang diketahui saja dengan 2
tepat atau yang ditanyakan saja
dengan tepat
Menulis yang diketahui dan yang 3
ditanyakan dari soal dengan tepat
tetapi kurang lengkap
Menulis yang diketahui dan yang 4
ditanyakan dari soal dengan tepat dan
lengkap
2. Analisis Tidak membuat model matematika 0
dari soal yang diberikan
Membuat model matematika dari soal 1
yang diberikan tetapi tidak tepat
Membuat model matematika dari soal 2
yang diberikan dengan tepat tanpa
memberi penjelasan
Membuat model matematika dari soal 3
yang diberikan dengan tepat tetapi ada
kesalahan dalam penjelasan
Membuat model matematika dari soal 4
yang diberikan dengan tepat dan

141
memberikan penjelasan yang benar
dan lengkap
3. Evaluasi Tidak menggunakan strategi dalam 0
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tidak tepat 1
dan tidak lengkap dalam
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tepat 2
dalam menyelesaikan soal, tetapi tidak
lengkap atau menggunakan strategi
yang tidak tepat tetapi lengkap dalam
menyelesaikan soal
Menggunakan strategi yang tepat 3
dalam menyelesaikan soal, lengkap
tetapi melakukan kesalahan dalam
perhitungan atau penjelasan
Menggunakan strategi yang tepat 4
dalam menyelesaikan soal, lengkap
dan benar dalam melakukan
perhitungan dan penjelasan.
4. Inferensi Tidak membuat kesimpulan 0
Membuat kesimpulan yang tidak tepat 1
dan tidak sesuai dengan konteks soal.
Membuat kesimpulan yang tidak tepat 2
meskipun disesuaikan dengan konteks
soal
Membuat kesimpulan dengan tepat, 3
sesuai dengan konteks tetapi tidak
lengkap
Membuat kesimpulan dengan tepat, 4

142
sesuai dengan konteks soal dan
lengkap.

143
LAMPIRAN 6
DATA HASIL KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

NO KODE SISWA PRETEST POSTEST


1 1 28,12 87,5
2 2 12,5 65,63
3 3 34,37 87,5
4 4 50,0 81,25
5 5 6,25 65,63
6 6 0 56,25
7 7 9,38 81,25
8 8 0 56,25
9 9 9,38 62,5
10 10 6,25 75,0
11 11 28,13 65,63
12 12 9,38 75,0
13 13 18,75 62,5
14 14 15,63 59,38
15 15 12,5 56,25
16 16 28,13 71,88
17 17 25,0 31,25
18 18 12,5 65,63
19 19 18,75 78,13
20 20 40,63 68,75
21 21 9,38 65,63
22 22 15,63 81,25
23 23 9,38 50,0
24 24 6,25 59,38
25 25 40,63 84,38
26 26 6,25 53,13
27 27 40,62 78,12
28 28 12,5 59,38
29 29 18,75 68,75
30 30 9,38 40,625
31 31 9,38 31,25
32 32 18,75 65,63
33 33 12,5 40,63
34 34 12,5 65,63
35 35 40,62 46,87

143
LAMPIRAN 7

Kisi-Kisi Angket Self-Efficacy

A. Definisi Konseptual

Self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya

sendiri untuk mencapai tujuan dan hasil tertentu yang diinginkan.

B. Definisi Operasional

Self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya

sendiri untuk mencapai tujuan dan hasil tertentu yang dinginkan. Untuk

melihat tingkat self-efficacy pada individu dapat melalui beberapa indikator.

Indikator self-efficacy siswa diantaranya adalah mampu melaksanakan tugas

dengan baik, merasa optimis bahwa besarnya usaha yang dilakukan dapat

mencapai tujuan, dan tenang dalam menghadapi tugas atau situasi yang sulit.

C. Kisi-kisi Angket
Variabel Indikator Pernyataan Jumlah
1. Mampu a. Saya tidak mempunyai kesulitan 3
melaksanakan untuk melaksanakan niat dan
tugas dengan tujuan saya.
baik b. Dalam situasi yang tidak
terduga saya selalu tahu
bagaimana saya harus
bertingkah laku.
c. Apapun yang terjadi, saya akan
siap menanganinya
Self- 2. Merasa optimis a. Pemecahan soal yang sulit 3
efficacy bahwa besarnya selalu berhasil bagi saya, kalau
usaha yang saya berusaha

144
dilakukan dapat b. Untuk setiap problem saya
mencapai tujuan mempunyai pemecahan.
c. Kalau saya menghadapi
kesulitan, biasanya saya
mempunyai banyak ide untuk
mengatasinya.
3. Tenang dalam a. Jika seseorang menghambat 4
menghadapi tujuan saya,saya akan mencari
Self- tugas atau situasi cara dan jalan untuk
efficacy yang sulit. meneruskannya.
b. Kalau saya akan berkonfrontasi
dengan sesuatu yang baru, saya
tahu bagaimana saya dapat
menanggulanginya.
c. Saya dapat menghadapi
kesulitan dengan tenang, karena
saya selalu dapat mengandalkan
kemampuan saya
d. Juga dalam kejadian yang tidak
terduga saya kira, bahwa saya
akan dapat menanganinya
dengan baik.

145
Angket Self Efficacy

Identitas Responden

Nama :

Kelas/ Semester :

Hari/ Tanggal :

Petunjuk

1. Pemberian angket ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang self-

efficacy siswa pada mata pelajaran matematika dan hasil pengisian ini tidak

mempengaruhi nilai siswa.

2. Pada angket ini terdapat 10 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap

pernyataan dalam kaitannya adalam pembelajaran yang baru selesai kamu

pelajari, dan tentukan kebenarannya. Berilah jawaban yang benar-benar sesuai

dengan pilihanmu.

3. Berilah tanda (√ ) pada salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai.

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = setuju

4 = sangat setuju

No Pernyataan Pilihan Jawaban


1 2 3 4
1. Pemecahan soal yang sulit selalu berhasil bagi saya,
kalau saya berusaha
2. Jika seseorang menghambat tujuan saya,saya akan
mencari cara dan jalan untuk meneruskannya.

146
3. Saya tidak mempunyai kesulitan untuk
melaksanakan niat dan tujuan saya.
4. Dalam situasi yang tidak terduga saya selalu tahu
bagaimana saya harus bertingkah laku.
5. Kalau saya akan berkonfrontasi dengan sesuatu
yang baru, saya tahu bagaimana saya dapat
menanggulanginya.
6. Untuk setiap problem saya mempunyai pemecahan.
7. Saya dapat menghadapi kesulitan dengan tenang,
karena saya selalu dapat mengandalkan kemampuan
saya.
8. Kalau saya menghadapi kesulitan, biasanya saya
mempunyai banyak ide untuk mengatasinya.
9. Juga dalam kejadian yang tidak terduga saya kira,
bahwa saya akan dapat menanganinya dengan baik.
10. Apapun yang terjadi, saya akan siap menanganinya.

147
LAMPIRAN 8

Hasil Skor Angket Self-Efficacy


No. Nama Siswa Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Skor Total Kategori
1 1 3 4 2 4 4 3 3 4 3 3 33
2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 23
4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 33
5 5 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 25
3 2 4 3 3 2 3 3 2 2 27
6 6
3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 33
7 7
2 3 4 3 3 2 2 3 3 2 27
8 8
9 9 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 33
10 10 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 34
11 11 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29
12 12 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 29
13 13 3 4 4 3 3 4 3 3 2 4 33
14 14 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 31
15 15 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
16 16 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29
17 17 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 32
18 18 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
19 19 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
20 20 3 4 1 3 3 1 4 3 3 3 28
21 21 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29

148
22 22 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 34
23 23 2 2 4 4 2 4 2 4 2 2 28
24 24 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 34
25 25 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
26 26 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
27 27 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 26
28 28 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 27
29 29 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 34
30 30 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
31 31 2 2 4 4 2 4 2 4 2 2 28
32 32 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 30
33 33 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29
34 34 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 35
35 35 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 29

149
LAMPIRAN 9

149
LAMPIRAN 10

150
151
152
LAMPIRAN 11

153
154
155
LAMPIRAN 12

156
LAMPIRAN 13

157
LAMPIRAN 14

158
LAMPIRAN 15

SCRENSHOOT KEGIATAN PEMBELAJARAN

159
160
161
162
163
164
165
166
167
168

Anda mungkin juga menyukai