Laporan Akhir Mekanika Fluida - Sri Wahyuni - 201921045 - Kelompok9 PDF

Laporan Praktikum
Mekanika Fluida
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Kelas :C
Kelompok : IX
Jurusan : S1 Teknik Sipil
Asisten : Stella Nur Octaviany
Laboratorium Hidrolika
Institut Teknologi – PLN Jakarta
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA
Disusun Oleh :
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
INSTITUT TEKNOLOGI – PLN JAKARTA
Pendidikan Sarjana Strata Satu Teknik Sipil
Jakarta, 14 Desember 2020
Mengetahui,
Stella Nur Octaviany
Asisten Laboratorium Hidrolika
Menyetujui,
Devita Mayasari,S.T., M.Eng. Nuzshi Ramahayati ,S.T.

Kepala Laboratorium Hidrolika Instruktur Laboratorium Hidrolika
ii
INSTITUT TEKNOLOGI – PLN
KAMPUS DURI KOSAMBI, GEDUNG PLN TOWER
JL. LINGKAR LUAR BARAT, JAKARTA 11750
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA
KELOMPOK IX
1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

2. Hafizah Khairani Siregar (2019 – 21 – 035)
3. Rivo Aprilia Nasywa (2019 – 21 – 044)
4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
5. Yohanes Kevin Sinaga (2019 – 21 – 057)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)
7. Ernesto S. Koromat (2019 – 21 – 115)
NO. TANGGAL URAIAN PARAF
1. 06/10/2020  Lembar Asistensi OK!!

 Cover OK!!
 Teori OK!!
2. 07/10/2020 ACC MODUL I
iii
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)

 Cover OK!!
 Teori OK!!
 Tabel OK!!
 Grafik OK!!
 Perhitungan OK!!
 Analisa OK!!
 Kesimpulan OK!!
 Lampiran
2. 30/09/2020
ACC MODUL II
iv
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)

 Cover OK!!
 Teori OK!!
 Tabel OK!!
 Grafik OK!!
 Analisa OK!!
 Kesimpulan OK!!
 Lampiran OK!!
2. 08/10/2020
ACC MODUL III
v
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)

 Cover OK!!
 Teori OK!!
 Tabel OK!!
 Grafik OK!!
 Analisa OK!!
 Kesimpulan OK!!
 Lampiran OK!!
2. 14/10/2020
ACC MODUL IV
vi
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)

 Cover OK!!
 Teori OK!!
 Tabel OK!!
 Grafik OK!!
 Analisa OK!!
 Kesimpulan OK!!
 Lampiran OK!!
2. 22/10/2020
ACC MODUL V
vii
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

4. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
6. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)

 Cover OK!!
 Teori OK!!
 Tabel OK!!
 Grafik OK!!
 Analisa OK!!
 Kesimpulan OK!!
 Lampiran OK!!
2. 10/11/2020
ACC MODUL VI
viii
TELEPON (021) 5440342, 5440344. EXT 1306
LEMBAR ASISTENSI
KELOMPOK IX

11. Sri Wahyuni (2019 – 21 – 045)
13. Ari Andriani (2019 – 21 – 077)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Mekanika Fluida ini. Saya selaku Praktikan sangat menyadari bahwa
Praktikum Mekanika Fluida ini tidak cukup hanya teori untuk pemahaman semata, maka
dari itu diperlukan praktek untuk pembuktian lebih nyata.
Laporan Praktikum Mekanika Fluida ini dibuat untuk memenuhi persyaratan
kelulusan mata kuliah Mekanika Fluida pada program studi S1 Jurusan Teknik Sipil IT –
PLN.
Dalam praktikum ini tidak lupa pula peran serta Dosen maupun Asisten
Laboratorium Hidrolika, sehingga saya mampu menyelesaikan Praktikum Mekanika Fluida
ini dengan baik. Saya mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :
1. Ibu Gita Puspa Artiani,S.T., M.T. selaku Kepala Departemen Sipil IT – PLN.
2. Ibu Desi Putri,S.T., M.Eng. selaku Kepala Prodi Sipil IT – PLN.
3. Ibu Devita Mayasari,S.T., M.Eng. selaku Kepala Laboratorium Hidrolika IT – PLN.
4. Nuzshi Ramahayati ,S.T. selaku Instruktur Laboratorium Hidrolika IT – PLN.
5. Saudari Stella Nur Octaviany selaku Asisten Kelompok IX Laboratorium Hidrolika
IT – PLN.
6. Rekan – rekan Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil IT – PLN Jakarta 2019.
7. Rekan – rekan Praktikan Mekanika Fluida Kelompok IX.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Laporan Praktikum Mekanika Fluida
ini masih belum sempurna, oleh karena itu saya selaku praktikan mengharapkan kritik serta
saran yang sifatnya membangun, untuk dapat menyempurnakan laporan praktikum ini.
Semoga Laporan Praktikum Mekanika fluida ini yang telah dibuat dapat bermanfaat untuk
kita semua.
Jakarta, 14 Desember 2020

Digitally signed by Sri
Wahyuni
DN: C=ID, O=Institut
Teknologi PLN, CN=Sri
Sri Wahyuni,
E=sri1921045@itpln.ac.id
Reason: I am the author of
Wahyuni this document
Location: Jakarta
Date: 2020.12.13 04:00:
14+07'00'
Foxit Reader Version: 10.1.1
Sri Wahyuni
2019 – 21 – 045
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................. i

Lembar Pengesahan.................................................................................... ii
Lembar Asistensi ......................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................ x
Daftar Isi ..................................................................................................... xi
Daftar Lampiran .......................................................................................... xii
Modul I. Bangku Hidrolik Digital (Digital Hydraulic Bench) ........................... 1
Modul II. Kalibrasi Alat Ukur Tekanan (Calibration Of A Pressure Gauge) .. 3
Modul III. Teori Bernouli (Bernoulli’s Theorem) ............................................ 21
Modul IV. Pesawat Osborne Reynolds (Osbourne Reynolds Apparatus) .... 53
Modul V. Tumbukan Pancaran Air (Impact Of Jet) ....................................... 71
Modul VI. Aliran Dalam Saluran Terbuka (Open Channel) .......................... 109
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Modul II. Kalibrasi Alat Ukur Tekanan (Calibration Of A Pressure Gauge). 19
Lampiran Modul III. Teori Bernouli (Bernoulli’s Theorem).............................................51
Lampiran Modul IV. Pesawat Osborne Reynolds (Osbourne Reynolds Apparatus)… 68
Lampiran Modul V. Tumbukan Pancaran Air (Impact Of Jet) .......................................106
Lampiran Modul VI. Aliran Dalam Saluran Terbuka (Open Channel) ...........................157
xii
13
Laporan Praktikum
Modul No. I
BANGKU HIDROLIK DIGITAL
(Digital Hydraulic Bench)
Institut Teknologi – PLN
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019-21-045
Kelas :C
Kelompok : IX
Jurusan : S1-Teknik Sipil
Tanggal Praktikum : Sabtu, 26 September 2020
2020
Nama : ahAyuSeptiani
Nama : Sri Wahyuni
NIM :2015–21–025
NIM : 2019 – 21 - 045
MODUL I
BANGKU HIDROLIK DIGITAL
(Digital Hydraulic Bench)
A. TUJUAN
Alat ini dimaksudkan untuk memberikan aliran fluida pada peralatan lainnya, seperti
untuk alat Bernoulli’s Theorem Apparatus, Losses in Piping Systems, Fluid Friction
Apparatus dan lain-lain.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
Digital Hydraulic Bench.
Bahan :
Air 160 liter
C. DASAR TEORI
Digital Hydraulic Bench adalah alat yang digunakan sebagai tempat sumber air dan
sistem pengukuran sendiri. Tubuhnya bekerja sebagai penampung air atau 'wadah'.
Pompa submersible listrik dan katup yang dioperasikan dengan tangan menghasilkan
aliran air yang dapat dikontrol dan diresirkulasi. Flowmeter dan tampilan digital secara
akurat mengukur dan menunjukkan aliran air. Bangku hidrolik juga memiliki bagian atas
datar dengan 'pelek' kecil yang akan mendukung beberapa modul percobaan yang lebih
kecil di laboratorium dan membantu menahan tumpahan air. Modul percobaan yang
lebih besar berdiri di samping bangku hidrolik.
D. PROSEDUR PELAKSANAAN
1.1 Mengisi Tangki
1. Gunakan selang eksternal untuk menuangkan air bersih ke dalam bangku sampai
ketinggian air di pengukur terlihat mencapai indikator tingkat pengisian maksimum.
2. Tambahkan beberapa perawatan air yang disertakan dengan peralatan. Wadah
pengolahan air menunjukkan jumlah yang harus ditambahkan.
STT-PLN
IT-PLN
1
Nama : ahAyuSeptiani
Nama : Sri Wahyuni
NIM :2015–21–025
NIM : 2019 – 21 - 045
3. Hubungkan kabel listrik ke saklar.
4. Pastikan selang pasokan bangku mengarah ke lubang pusat atau lubang di
palung.
5. Tekan tombol on / off untuk memulai pompa dan memeriksa kebocoran.
6. Matikan pompa jika ketinggian air di pengukur terlihat mencapai indikator
tingkat pengisian maksimum.
1.2 Mengosongkan Tangki

1. Lepaskan kabel listrik.
2. Pindahkan bangku ke lubang pembuangan di lantai.
3. Gunakan kunci pas untuk melepas sumbat dibagianbawah bangku.
4. Biarkan semua air mengalir keluar (miringkan dengan lembut di atas bangku
untuk membantu).
5. Pasang kembali sumbat.
6. Gunakan kain bersih untuk menyelap bagian yang kotor dari bagian dalam
bangku hidraulik.
Gambar 1.1 Hydraulic Bench
STT-PLN
IT-PLN
2
Laporan Praktikum
Modul No. II
Kalibrasi Alat Ukur Tekanan
( Calibration Of A Pressure Gauge )
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019-21-045
Kelas :C
Kelompok : IX
Tanggal Praktikum : Sabtu, 26 September 2020

2020
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
MODUL II
KALIBRASI ALAT UKUR TEKANAN
( Calibration Of A Pressure Gauge )
A. TUJUAN
Untuk mengkalibrasikan alat ukur tekanan Bourdon dan untuk menentukan
kesalahan pengukuran.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Alat ukur tekanan “Bourdon”
 Massa piston, Mp = 1 kg
 Diameter piston, d = 0.02
2. Logam pemberat (4 x 1.0 kg, 2 x 0.5 kg, 1 x 0.2 kg)
Bahan :
Air secukupnya
C. DASAR TEORI
Penggunaan dari piston dan pemberat dengan silinder menghasilkan tekanan
yang dapat diukur, P,
F
P= A (1)
di mana,
F=m.g (2)
dengan
F : Adalah gaya yang diberikan pada cairan dalam silinder kalibrator
m : Adalah total massa (termasuk piston) dan
A : Adalah luasan piston
IT-PLN 3
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
Dari persamaan 1 dan 2:

mg
P=
A
Oleh karena itu, percepatan karena gravitasi (g) dan luas permukaan (A) konstan untuk
peralatan, maka kalian dapat menemukan tekanan dengan perhitungan sederhana :
P=m×k
Dimana k adalah sebuah konstanta dari g/A.
Sebagai contoh, untuk luasan piston yaitu 315 mm 2 (0.000315 m2) dan g = 9.81 m/s2,
kemudian k = 31143.
Sehingga, P (N/m2) = m (kg) x 31143 atau
P (KN/m2) = m (kg) x 31.143
1. Letakan peralatan pada permukaan yang rata dan datar yang tidak akan rusak oleh
air.
2. Pengisian silinder, piston diangkat, kemudian air dituangkan ke dalam silinder sampai
penuh ke tingkat luapan. Setiap udara yang ada didalam selang transparan dapat
dibersihkan dengan cara memiringkan dan dengan lembut menekan selang. Piston
ditempatkan lagi dalam silinder dan dibiarkan menetap. Catat tekanan yang terjadi.
3. Massa logam pemberat ditambahkan secara bertahap sekitar 7 kali hingga maksimum
5,2 kg.
4. Pembacaan pengukur tekanan harus dicatat pada setiap penambahan pemuatan
massa logam pemberat.
5. Disetiap penambahan, putar piston dengan lembut untuk mencegah piston menempel
saat setiap massa ditambahkan.
6. Catat bacaan saat massa logam pemberat dikurangi dan piston diangkat.
7. Area penampang dan massa piston di dokumentasikan.
8. Gambar grafik hubungan antara tekanan sebenarnya dengan tekanan yang terbaca
pada alat ukur. Gambarkan pula grafik hubungan antara pembacaan tekanan dengan
kesalahan absolut pengukur dan juga pembacaan tekanan dengan % kesalahan
pengukur digambar.
IT-PLN 4
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
NOMENKLATUR
Tabel 2.1 Nomenklatur

Satuan Lambang Tipe Deskripsi
Kg Mp Diukur Massa piston diberikan
Massa Piston
M D Diukur Diameter piston diberikan
Diameter Piston
2
m2 A Dihitung πD
Luasan Piston A=
4
Berat yang dikenakan pada
Kg Mw Diukur
Massa Pemberat kalibrator
Kg M Dihitung M=Mp +Mw
Total Pemberat
Pembacaan diambil dari
KNm-2 G Diukur
Pembacaan Alat Alat Tekanan Bourdon
m.g
KNm-2 P Dihitung P=
Tekanan Silinder A
KNm-2 Ea Dihitung Ea =P-G
Kesalahan Absolut
P-G
% Kesalahan Alat
% E% Dihitung E% = ×100
P
IT-PLN 5
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
Formulir Kalibrasi Alat Ukut Tekanan
Kelompok : IX
Hari/ Tgl : Sabtu/ 26 September 2020
Pukul : 13.30
Luasan Piston (A) : 315 × 10-6 m2

Total Pembacaan Alat, G (KNm -2) Kesalahan
No. Massa Tekanan %
Massa di Tekanan Tekanan Absolut
Pemberat, Silinder, P Kesalahan
Piston, M Naik Turun Total Pembacaan
Mw (kg) (KNm -2) Pembacaan
(kg) (KNm -2) (KNm -2) (KNm -2)
1 1 1 31,1428 29 30 29,5 1,6428 5,5688

2 0,2 1,2 37,3714 34 36 35 2,3714 6,7754
3 0,5 1,7 52,9428 50 51 50,5 2,4428 4,8372
4 0,5 2,2 68,5142 65 65 65 3,5142 5,4064
5 1 3,2 99,6571 95 95 95 4,6571 4,9022
6 1 4,2 130,8000 123 123 123 7,8000 6,3414
7 1 5,2 161,9428 152 152 152 9,9428 6,5413
8 1 6,2 193,0857 182 182 182 11,0857 6,0910
Jakarta, 26 September 2020
Diperiksa Penguji
(Stella Nur Octaviany) (Sri Wahyuni)
IT-PLN 6
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
Grafik Tekanan Silider Terhadap Pembacaan Naik dan Pembacaan Turun
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 50 100 150 200 250
Tekanan Naik Tekanan Turun
Dari Grafik Tekanan Silinder terhadap pembacaan naik dan pembacaan turun
dapat disimpulkan bahwa pada penambahan massa pertama 1 kg, massa kedua 0,2
kg, dan massa ketiga 0,5kg, mengalami pembelokan karena berubahnya massa setelah
ditambahkan dan dikurangkan. Pada massa 1kg mengalami kenaikan sebesar 29
KN/m2 dan saat pembacaan turun menjadi 30 KN/m2 mendapatkan seleisih sebesar 1
2 2
KN/m pada massa 1,2 kg pembacaan naik yang didapatkan sebesar 34 KN/m dan
pembacaan turun yang didapat adalah 36 KN/m2 mendapat selisih sebesar 2 KN/m2
pada massa 1,7kg mendapatkan pembacaan naik sebesar 50 KN/m2 dan pembacaan
turun yang didapat 51 KN/m2 mendapat selisih sebesar 1 KN/m2 . Penambahan massa
keempat, kelima, dan keenam tidak memliki selisih karena tekanan naik dan tekanan
turunnya konstan. Dengan hal ini bisa dikatakan bahwa alat kalibrasi tersebut berhasil
terkalibrasi dan prosedur yang dilaksanakan sesuai dengan semestinya.
IT-PLN 7
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
Grafik Tekanan Silinder Terhadap Kesalahan Absolut
12
10
0
0 50 100 150 200 250
Tekanan Silinder
Pada grafik tekanan silinder terhadap kesalahan absolut diatas dapat disimpulkan
bahwa kenik telah ditunjukkan hubungan antara tekanan silinder terhadap kesalahan
absolut. pada tekanan 31,1428 KN/m2 ke tekanan 37,3714 KN/m2 mengalami
2 2
penurunan kesalahan absolut dari 3,1428 KN/m menjadi 1,8714 𝐾𝑁/𝑚 lalu pada
2 2
saat tekanan silinder 37,3714 KN/m sampai dengan tekanan silinder 99,6571 KN/m
terjadi kenaikan kesalahan absolut secara konstan dan lonjakan yang drastis, yaitu dari
kesalahan absolut 1,8714 KN/m2 ke tekanan absolut 6,6571 KN/m2 . Kemudian pada
2 2
tekanan silinder 99,6571 KN/m ke tekanan silinder 130,8 KN/m kesalahan absolutnya
mengalami perubahan kesalahan dari lonjakan yang curam atau penaikan drastis
menjadi lonjakan yang landai atau kenaikan yang lambat dengan kesalahan absolut
6,6571 KN/m2 ke 6,8 KN/m2 . Lalu, dari tekanan silinder 130,8 KN/m2 menuju tekanan
silinder 193,0857 KN/m2 mengalami kenaikan lonjakan yang drastis dengan kesalahan
absolut dari 6,8 KN/m2 menjadi 11,0857 KN/m2 Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kesalahan praktikan ataupun pengaruh tekanan dari luar atau faktor eksternal.
IT-PLN 8
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
E. PERHITUNGAN
 Tekanan silinder
A = 315 mm2 = 315 x 10−6 m2
1. Massa 1 kg
m×g
P= A
1 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 31142,857 N/m2
= 31,1428 KN/m2
2. Massa 1,2 kg
m×g
P= A
1,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
2
= 37371,428 N/m
= 37,3714 KN/m2
3. Massa 1,7 kg
m×g
P=
A
1,7 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 52942,357 N/m2
= 52,9423 KN/m2
4. Massa 2,2 kg
m×g
P= A
2,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 68514,285 N/m2
= 68, 5142 KN/m2
5. Massa 3,2 kg
m×g
P= A
3,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 99657,142 N/m2
= 99,6571 KN/m2
6. Massa 4,2 kg
m×g
P= A
4,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 130800 N/m2
= 130,8000 KN/m2
IT-PLN 9
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
7. Massa 5,2 kg
m×g
P= A
5,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 161942,857 N/m2
= 161,9428 KN/m2
8. Massa 6,2 kg
m×g
P=
A
6,2 kg × 9,81 m/s²
=
315 × 10-6 m²
= 193085,714 N/m2
= 193,0857 KN/m2
IT-PLN 10
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
 Tekanan Total (C)

1. Massa 1 kg
2
Tekanan naik (a) = 29 KN/m
2
Tekana turun (b) = 30 KN/m
a+b
C=
2
29 KN/m2 + 30 KN/m2
=
2
2
= 29,5 KN/m
2. Massa 1,2 kg
Tekanan naik (a) = 34 KN/m2
2
a+b
C=
2
2 2
34 KN/m + 36 KN/m
=
2
2
= 35 KN/m
3. Massa 1,7 kg
Tekana turun (b) = 51 KN/m2
a+b
C=
2
50 KN/m2 + 51 KN/m2
=
2
= 50,5 KN/m2
4. Massa 2,2 kg
2
a+b
C=
2
65 KN/m2 + 65 KN/m2
=
2
= 65 KN/m2
IT-PLN 11
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
5. Massa 3,2 kg
a+b
C=
2
95 KN/m2 + 95 KN/m2
=
2
= 95 KN/m2
6. Massa 4,2 kg
2
2
a+b
C=
2
123 KN/m2 + 123 KN/m2

=
2
= 123 KN/m2
7. Massa 5,2 kg
a+b
C=
2
152 KN/m2 + 152 KN/m2

=
2
= 152 KN/m2
8. Massa 6,2 kg
2
2
a+b
C=
2
182 KN/m2 + 182 KN/m2

=
2
= 182 KN/m2
IT-PLN 12
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
 Kesalahan absolut
1. Massa 1 kg
2
Tekanan Silinder (P) = 31,1428 KN/m
2
Tekanan Total (C) = 29,5 KN/m
Kesalahan Absolut = P- C
= 31,1428 KN/m2− 29,5 KN/m2
2
= 1,6428 KN/m
2. Massa 1,2 kg
2
Tekanan Silinder (P) = 37,3714 KN/m
Tekanan Total (C) = 35 KN/m2
2 2
= 37,3714 KN/m − 35 KN/m
= 2,3714 KN/m2
3. Massa 1,7 kg
Tekanan Silinder (P) = 52,9428 KN/m2
Tekanan Total (C) = 50,5 KN/m2
2 2
= 52,9428 KN/m − 50,5 KN/m
2
= 2,4428 KN/m
4. Massa 2,2 kg
2 2
= 68,5142 KN/m − 65 KN/m
= 3,5142 KN/m2
5. Massa 3,2 kg
= 99,6571 KN/m2− 95 KN/m2
= 4,6571 KN/m2
6. Massa 4,2 kg
2
= 130,8000 KN/m − 123 KN/m2
2
= 7,8000 KN/m
IT-PLN 13
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
7. Massa 5,2 kg
= 161,9428 KN/m2 − 152 KN/m2
= 9,9428 KN/m2
8. Massa 6,2 kg
= 193,0857 KN/m2− 182 KN/m2
= 11,0857 KN/m2
IT-PLN 14
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
 % Kesalahan Pembacaan
1. Massa 1 kg
P-C
% kesalahan = C
X 100%
31,1428 KN/m2 - 29,5 KN/m2

=
29,5 KN/m2
=5,5688%
2. Massa 1,2 kg
P-C
% kesalahan = X 100%
C
37,3714 KN/m2 -35 KN/m2

=
35 KN/m2
= 6,7754%
3. Massa 1,7 kg
P-C
C
52,9428 KN/m2 -50,5 KN/m2

= 2
50,5 KN/m
= 4,8372%
4. Massa 2,2 kg
P-C
C
68,5142 KN/m2 -65 KN/m2

= 2
65 KN/m
= 5,4064%
5. Massa 3,2 kg
P-C
C
2 2
99,6571 KN/m -95 KN/m
=
95 KN/m2
= 4,9022%
IT-PLN 15
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
6. Massa 4,2 kg
P-C
% kesalahan = C
X 100%
130,8000 KN/m2 - 123 KN/m2

=
123 KN/m2
= 6,3414%
7. Massa 5,2 kg
P-C
C
2 2
161,9428 KN/m - 152 KN/m
=
152 KN/m2
= 6,5413%
8. Massa 6,2 kg
P-C
% kesalahan = C
X 100%
2 2
193,0857 KN/m - 182 KN/m
= 2
182 KN/m
= 6,0910%
IT-PLN 16
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
F. ANALISA
Pada praktikum kali ini kita membahas modul II yang berjudul Kalibrasi Alat Ukur
Tekanan yang dimana Kalibrasi adalah kegiatan untuk menetukan kebenaran konvensional
nilai penunjukkan alat ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang
mampu telusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional.
Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran pengukuran. Praktikum ini juga
memiliki tujuan yaitu,untuk mengkalibrasi alat ukur tekanan Bourdon,dan untuk menentukan
kesalahan pengukuran.
Pada praktikum Kalibrasi Alat Ukur Tekanan ini menggunakan alat ukur tekanan jenis
Bourdon C-type, Bourdon Tube adalah alat ukur tekanan nonliquid. Alat ukur ini secara luas
digunakan di dalam industri proses untuk mengukur tekanan statis pada beberapa aplikasi.
Bentuk dari Bourdon tube terdiri dari element (C-type, helical, dan spiral).
Prinsip kerjanya yaitu ketika air masuk ke Alat Ukur Tekanan Bourdon dan piston mulai
dimasukkan,air memenuhi Bourdon Tube (tabung C) sekaligus memberikan tekanan,
tekanan tersebut menyebabkan tabung C meregang (naik) perlahan Karena Bourdon Tube
tersambung ke jarum melalui gear,maka bila Bourdon Tube meregang, jarum akan naik
menunjukkan besar tekanan yang diberikan pada alat. Pada saat menambahkan air ke
dalam harus dipastikan tidak ada gelembung udara di dalam selang, karena adanya
tekanan lain selain tekanan air yaitu tekanan udara maka tekanan air akan berpengaruh
dan akan mempengaruhi pembacaan, lalu pada saat menambahkan logam pemberat ke
piston logam pemberat tersebut harus diputar agar piston tidak kesat dan terhindar dari
kerusakan alat dan juga pada saat menambahkan logam pemberat, logam pemberat
dimasukan secara berurut dari yang paling kecil sampai ke yang besar atau sebaliknya, itu
bertujuan untuk pembacaan yang tepat dan perhitungan yang tepat karena jarum tekanan
tidak langsung naik ataupun langsung turun tetapi secara bertahap. Praktikum ini juga
menggunakan alat tambahan seperti obeng dan waterpass. Guna alat obeng pada
praktikum ini adalah sebagai alat bantu untuk membuka baut yang terdapat pada alat.
Waterpass berfungsi sebagai alat bantu untuk memastikan kebenaran pada kedataran alat.
Banyak yang mempengaruhi hasil perhitungan seperti kesalahan posisi pembaca yang
tidak lurus atau agak miring posisinya,sehingga hasil bacaan tidak sesuai dengan yang
ditunjukkan oleh jarum, lalu ketelitian alat menurun karena sudah lama dan sering
digunakan, alat yang di letakkan pada bidang yang tidak rata pun dapat mempengaruhi
hasil perhitungan karena karakteristik air yang mengalir dari hulu ke hilir menyebabkan
tekanan berbeda, maka dari itu sebelum meletakkan alat dipastikan bahwa alas atau tempat
yang nantinya akan diletakkan alat dilakukan pengecekkan kedataran menggunakkan
waterpass terlebih dahulu, terdapatnya gelembung udara pada selang pun dapat
mempengaruhi karena tekanan udara yang ada di dalam selang akan mengganggu tekanan
air.
Cara penanganan pada saat terdapatnya gelembung udara pada selang transparan
adalah dengan cara menekan sedikit selang transparan secara perlahan atau dengan
memiringkan sedikit alat atau dengan cara lain sedikit memutar baut yang terdapat di
sebelah samping alat.
Dan dari hasil praktikum ini di dapat data yang akan digunakan untuk melakukan
beberapa perhitungan seperti untuk mengetahui tekanan silinder,tekanan total, kesalahan
absolut,dan % kesalahan pembaca. Dari hasil data tersebut juga bisa digunakan untuk
membuat grafik.
IT-PLN 17
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
G. KESIMPULAN
1. Praktikan dapat mengkalibrasikan alat ukur tekanan Bourdon.
2. Praktikan dapat menentukan kesalahan pengukuran.
3. Data yang diperoleh dalam praktikum diantaranya:
 Tekanan Silinder :
2
Pada Massa 1 Kg = 31,1428 KN/m
Pada Massa 1,2 Kg = 37,3714 KN/m2
2
Pada Massa 2,2 Kg = 68,5142 KN/m
2
 Besar Kesalahan Absolut :
Pada Massa 1 Kg = 1,6428 KN/m2
2
2
2
2
 Besar %Kesalahan Absolut:
Pada Massa 1 Kg = 5,5688 %
Pada Massa 1,2 Kg = 6,7754 %
Pada Massa 1,7 Kg = 4,8372 %
Pada Massa 2,2 Kg = 5,4064 %
Pada Massa 3,2 Kg = 4,9022 %
Pada Massa 4,2 Kg = 6,3414 %
Pada Massa 5,2 Kg = 6,5413 %
Pada Massa 6,2 Kg = 6,0910 %
IT-PLN 18
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
H. LAMPIRAN
2.1. Gambar Alat dan Bahan
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Keterangan:
(a). Piston
(b). Alat Ukur Teknana Bourdon
(c). Obeng
(d). Waterpass
(e). Logam Pemberat (4 buah 1 kg, 2 buah 0,5 kg dan 1 buah 0,2 kg)
(f). Air secukupnya
IT-PLN 19
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
2.2. Dokumentasi kegiatan
IT-PLN 20
Laporan Praktikum
Modul No. III
Teori Bernouli
( Bernoulli’s Theorem )
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

Kelas :C
Kelompok : IX
Tanggal Praktikum : Sabtu, 03 Oktober 2020

2020
MODUL III
TEORI BERNOULI
( Bernoulli’s Theorem )
A. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk :
a. Untuk menyelidiki validasi Persamaan Bernoulli ketika diaplikasikan ke aliran air yang
steady pada pipa yang bergradasi dimensinya.
b. Menentukan besarnya koefisien debit (Cd) pada alat venturimeter yang digunakan.
c. Mengamati pembagian tekanan sepanjang pipa konvergen-divergen.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Hydraulic Bench,
2. Peralata Bernouli.
Bahan :
Air sebanyak 160 liter.
C. DASAR TEORI
Venturimeter adalah sebuah alat untuk mengukur kelajuan cairan dalam pipa
bernama pipa venturi. Pipa venturi merupakan sebuah pipa yang memiliki penampang
bagian tengahnya lebih sempit dan diletakkan mendatar dengan dilengkapi dengan pipa
pengendali untuk mengetahui permukaan air yang ada sehingga besarnya tekanan dapat
diperhitungkan. Dalam pipa venturi ini luas penampang pipa bagian tepi memiliki
penampang yang lebih luas daripada bagian tengahnya atau diameter pipa bagian tepi
lebih besar daripada bagian tengahnya. Zat cair dialirkan melalui pipa yang
penampangnya lebih besar lalu akan mengalir melalui pipa yang memiliki penampang
yang lebih sempit, dengan demikian, maka akan terjadi perubahan kecepatan.
Manometer air dipasang secara vertikal untuk perbedaan tekanan di ujung yang lebih
besar dan tenggorokan.
3.1 Teori Persamaan Bernoulli

Asumsikan bahwa tidak ada kehilangan energi sepanjang pipa, dan bahwa
kecepatan dan tinggi piezometric konstan di seluruh penampang dari setiap bagian
yang dipertimbangkan, maka teorema bernoulli menyatakan bahwa:
𝑣12 v2 2 vn 2
2g
+ h1 = 2g
+ h2 = 2g
+ hn (1)
Dimana v1, v2 dan vn adalah kecepatan aliran melalui bagian 1, 2 dan n.

Persamaan kontinuitas mengasumsikan volume aliran konstan (bukan kecepatan)
sepanjang pipa, jadi:
V1 A1 = V2 A2 = Vn A n = Q (2)
21
Mensubstitusikan persamaan 1 untuk V1 dari persamaan 2 :
v2 2 A2 2 v2 2
( ) + h1 = + h2
2g A1 2g
dan menyelesaikan persamaan ini untuk V2 mengarah ke :
2g (h1 - h2 )
v2 = √ 2
1 - (A2 /A1 )
Sehingga tingkat debit (aliran volume), dari persamaan (2) menjadi :
2g (h - h2)
1
Q = A2 √ 2 (3)
1 - (A /A 2 1)
Aliran sebenarnya kehilangan beberapa energi antara bagian 1 dan 2, dan

kecepatannya tidak mutlak konstan di salah satu bagian ini. Sebagai hasilnya, nilai
Q yang terukur selalu sedikit kurang dari nilai yang dihitung dari teori persamaan (3).
untuk memungkinkan ini, persamaannya menjadi :
2g (h - h )
1 2
Q = CA2 √ (4)
1 - (A /A )2 2 1
di mana C adalah faktor penyesuaian yang disebut koefisien debit untuk meter,
yang dapat kalian temukan dengan percobaan. Nilainya sedikit bervariasi dari satu
meter ke yang lain dan, bahkan untuk meter tertentu mungkin sedikit berbeda dengan
debit, tetapi biasanya antara 0,92 hingga 0,99 untuk meteran konvergen-divergen
(venturi).
3.2 Menemukan Koefisien Debit (C)
Persamaan 4 dapat diatur kembali seperti :

2g
Q = CA2 √ 2 × √(h1 - h2 ) (5)
1 - (A 2 /A1 )
Karena dimensi venturi (A1 dan A2) dan gravitasi (g) tetap konstan, bagian tengah
persamaan dapat disederhanakan menjadi konstan (k), sehingga :
2g
k = A2 √
1 - (A2 /A1 )2
kemudian,
Q = C × k × √(h1 - h2 ) (6)
dan oleh karena itu :
1 Q
C= × (7)
k √h1 - h2
menunjukkan hubungan linier antara aliran, koefisien aliran dan akar kuadrat dari
tinggi yang berbeda.
22
3.3 Perhitungan Tekanan Tanpa Dimensi
Dari persamaan bernouli perbedaan tinggi antara setiap titik dan tekanan inlet
dapat ditemukan dari :
v1 2 - vn 2
hn - h1 =
2g
untuk dengan mudah membandingkan hasil aktual dengan teori, kalian harus
mengubah istilah-istilah ini menjadi perhitungan tanpa dimensi. Untuk melakukan ini,
membaginya dengan cara :
hn - h1 v1 2 - vn 2
=
(v2 2 /2g) v2 2
menggunakan persamaan kontinuitas (2) untuk mengganti rasio area di tempat rasio
kecepatan, menjadi :
hn - h1 A 2 A 2
= (A2 ) - (A2 ) (8)
(v2 2 /2g) 1 n
Oleh karena itu, menghitung rasio luas memberikan perbedaan tekanan berdimensi
teoritis atau 'ideal', atau dikenal sebagai koefisien tinggi piezometrik yang ideal :
A 2 A 2
( 2) - ( 2) (9)
A1 An
dan distribusi tekanan berdimensi sebenarnya (atau dikenal sebagai koefisien tinggi
piezometric aktual) ditemukan dari:
hn - h1
(v2 2/2g)
(10)
Tabel 3.1 Dimensi dari tabung

Posisi Tabung Diameter (mm) Jarak ke Datum (mm)
A 26,00 -54,00
B 23,20 -34,00
C 18,40 -22,00
D 16,00 -8,00
E 16,79 7,00
F 18,47 22,00
G 20,16 37,00
H 21,84 52,00
J 23,53 67,00
K 25,21 82,00
L 26,00 102,00
Gambar 2.1 Pipa Venturimeter
23
1. Letakkan peralatan diatas bangku hidrolik tecquipment (disediakan secara terpisah).
2. Hubungkan selang pasokan bangku ke sisi hulu dari venturimeter.
3. Hubungkan ujung hilir dari venturimeter ke tabung plastik yang disediakan dan
arahkan kembali ke lubang tengah besar dari bangku hidrolik digital.
4. Mengatur kedua kontrol aliran peralatan dan katup pasokan bangku ke sekitar
sepertiga posisi terbuka.
5. Periksa bahwa katup udara pada manifold atas tertutup rapat.
6. Aktifkan pasokan bangku dan biarkan air mengalir untuk membersihkan udara dari
tabung manometer, mungkin membantu sedikit memiringkan peralatan atau dengan
ringan menyentuh tabung dengan jari kalian.
7. Tutup katup aliran peralatan. Udara sekarang akan terperangkap didalam atas
manometer sistem pipa-pipa dan manifold.
8. Buka katup udara hanya cukup untuk memungkinkan air naik kira-kira setengan dari
skala manometer.
9. Tutup katup udara.
10. Amati data pada tiga macam laju aliran debit. Gunakan set pertama pembacaan pada
laju aliran debit maksimum (h1-h11 besar), laju aliran debit dikurangi untuk memberikan
perbedaan tinggi h1-h11 sekitar 50 mm. Ulang prosedur diatas untuk menghasilkan
perbedaan tinggi yang berada diantara kedua test diatas. Semua data dicatat.
11. Matikan pasokan bangku. Jika air terperangkap didalam manometer, buka katup
udara untuk membersihkannya. Tutup kembali katup udara.
24
NOMENKLATUR
Diambil dari skala pembacaan
pada hydraulic bench. Volume
Volume yang terkumpul diukur dalam
m3/s Q Diukur
terkumpul/Debit liter/detik. Konversikan ke m3/s
perhitungan (dibagi dengan
1000).
Diameter pipa pada setiap keran.
Diameter M D Diberikan
Lihat di bagian dimensi.
Tinggi Nilai terukur dari pembacaan
M ∆h Diberikan
berbeda-beda manometer dalam air. (h2-h1)
Koefisien
C Dihitung Dilihat dari rumus yang diberikan.
Aliran
Luasan pipa pada setiap keran.
Luasan pipa m2 A Diberikan
Lihat di bagian dimensi.
Nilai terukur dari pembacaan
Tinggi M H Diukur
manometer dalam air.
Kecepatan aliran dalam pipa
Kecepatan m/s V Dihitung
= Qv / A
Nilai gravitas m/s2 G Diberikan 9,81 m/s2
25
Formulir Teori Bernoulli
Kelompok : IX
Hari / Tgl : Sabtu, 03 Oktober 2020
Pukul : 16.00
Aliran Q : 1. 0.277 x10-3 (m3/s)
2. 0.185 x10-3 (m3/s)
3. 0.157 x10-3 (m3/s)
PIPA (mm)
PERCOBAAN
A B C D E F G H J K L
1 212 208 178 128 140 166 178 188 194 198 200
2 172 170 158 134 138 150 156 160 164 165 166
3 156 155 145 128 130 140 144 146 149 150 151
Jakarta, 03 Oktober 2020
Diperiksa Penguji
26
DISTRIBUSI TEKANAN TAK BERDIMENSI
Luas Permukaan di Tenggorokan (D), A 2 = 201.0619 mm2
Distribusi Tekanan Ideal

Jarak Tekanan Tanpa
Luas
Sepanjang Diameter Dimensi yang
Pipa Permukaan A2 / An ( A2 / An )2
Venturi (mm) Ideal
Area (mm2)
(mm) (A2/A1)2 - (A2/An)2
A 0 26,00 530.9292 0.3787 0.1434 0
B 20 23,20 422.7327 0.4756 0.2262 -0.0828
C 32 18,40 265.9044 0.7561 0.5717 -0.4283
D 46 16,00 201.0619 1 1 -0.8566
E 61 16,79 221.4070 0.9081 0.8247 -0.6813
F 76 18,47 267.9314 0.7504 0.5631 -0.4197
G 91 20,16 319.2059 0.6299 0.3968 -0.2534
H 106 21.84 374.6236 0.5867 0.2880 -0.1446
J 121 23.53 434.8443 0.4623 0.2138 -0.0704
K 136 25.21 499.1552 0.4028 0.1623 -0.0189
L 157 26.00 530.9292 0.3787 0.1434 0
27
Aliran Q (Nilai Maksimum) = 0.277 (l/s)
= 0.277 x10-3 (m3/s)
A2 = 201.0619 x 10-6 m²
Kecepatan V2 = 1.3777 m/s
V22 / 2g = 0.0967 x 10³ mm
Distribusikan Tekanan Aktual

Tekanan Tanpa Dimensi yang
Jarak Sepanjang hn hn – h1
Pipa Sebenarnya
Venturi (mm) (mm) (mm)
(hn – h1) / (V22/2g)
A 0 212 0 0
B 20 208 -4 -0.0413
C 32 178 -34 -0.3515
D 46 128 -84 -0.8683
E 61 140 -72 -0.7443
F 76 166 -46 -0.4755
G 91 178 -34 -0.3515
H 91 188 -24 -0.2481
J 121 194 -18 -0.1861
K 136 198 -14 -0.1447
L 157 200 -12 -0.1240
28
Aliran Q (Nilai Menengah) = 0.185 (l/s)
= 0.185 x10-3 (m3/s)
A2 = 201.0619 x 10-6 m
V22 / 2g = 0.0431 x 10³ mm

Pipa Sebenarnya
(hn – h1) / (V22/2g)
A 0 172 0 0
B 20 170 -2 -0.0322
C 32 158 -14 -0.3539
D 46 134 -38 -0.9009
E 61 138 -34 -0.8365
F 76 150 -22 -0.5148
G 91 156 -16 -0.3861
H 91 160 -12 -0.3271
J 121 164 -8 -0.2252
K 136 165 -7 -0.1930
L 157 1766 -6 -0.1690
29
Aliran Q (Nilai Minimum) = 0.157 (l/s)
= 0.157 x10-3 (m3/s)
A2 = 201.0619 x 10-6 m
V22 / 2g = 0.0311 x 10³ mm

Pipa Sebenarnya
(hn – h1) / (V22/2g)
A 0 156 0 0
B 20 155 -1 -0.0322
C 32 145 -11 -0.3539
D 46 128 -28 -0.9009
E 61 130 -26 -0.8365
F 76 140 -16 -0.5148
G 91 144 -12 -0.3861
H 106 146 -10 -0.3217
J 121 149 -7 -0.2252
K 136 150 -6 -0.1930
L 157 151 -5 -0.1609
Aliran Q h1 h2 h1 – h2
√h1 - h2 Cd
(m3/s) (m) (m) (m)
0.277 x10-3 212 x10-3 128 x10-3 0.040 0.2898 0.9934
0.185 x10-3 172 x10-3 134 x10-3 0.0380 0.1949 0.9864
0.157 x10-3 156 x10-3 128 x10-3 0.0280 0.1673 0.9752
30
Grafik tekanan ideal dan tekanan actual terhadap jarak sepanjang venturi
0
0 50 100 150 200
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4 aktual
Tekanan
-0.5 maks
-0.6 menengah
-0.7 min
-0.8
-0.9
-1
Jarak Venturi
Pada grafik diatas dapat diketahui titik pertama adalah nilai tekanan di pipa A, di titik
kedua adalah nilai tekanan di pipa B, dititik ketiga nilai dari tekanan di pipa C, dititk
keempat adalah nilai tekanan di pipa D, dititik kelima adalah nilai tekanan di pipa E,
dititik keenam nilai tekanan di pipa F, dititik ketujuh adalah nilai tekanan di pipa G, dititik
kedelapan nilai tekanan dipipa H, titik kesembilan nilai tekanan di pipa J, titik kesepuluh
adalah nilai dari tekanan di pipa K dan dititik kesebelas atau dititik terakhir adalah nilai
tekanan di pipa L. Dari grafik diatas pada titik pertama atau tekanan yang ada di pipa A
adalah tekanan maksimum, menengah dan minimum nilainya sama dengan nilai
tekanan ideal, sedangkan tekanan pada pipa B, C, D, E, F, G nilai tekanan maksimum,
menengah dan minimum hanya mendekati nilai tekanan ideal. Tekanan pada pipa H, J,
K, L, nilai tekanan maksimum, menengah dan minimumnya jauh dari nilai tekanan
idealnya. Dari grafik diatas inilah dapat diketahui bahwa nilai tekanan minimum jauh dari
nilai tekanan ideal sedangkan, nilai tekanan maksimum cenderung lebih medekati nilai
dari tekanan ideal.
31
Grafik koefisien debit ( Cd ) terhadap debit aliran
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada titik pertamanya adalah data dari
koefisien debit pada aliran debit minimum, besar nilai pada titik pertama adalah 0,9752.
Pada titik yang kedua merupakan data dari koefisien debit pada aliran debit menengah
yang nilainya sebesar 0,9864. Dan titik ketiga atau terakhir yang merupakan titik
tertinggi pada grafik ini merupakan data dari koefisien debit pada aliran maksimum
yang memiliki nilai sebesar 0,9934. Dari grafik ini dapat disimpulkan bahwa dari kofisian
debit pada aliran minimum mengalami kenaikan. Pada koefisien debit dialiran debit
minimum ke koefisien debit pada aliran debit menengah mengalami kenaikan sebesar
0,0112. Sedangkan pada koefisien debit dialiran menengah ke koefisien debit pada
aliran maksimum mengalami kenaikan sebesar 0,0070.
32
Grafik akar (h1-h2) terhadap debit aliran
Dari grafik diatas diketahu bahwa pada titik pertama yang ada digrafik merupakan data
dari ketinggia air pada aliran debit minimum yang nilainya sebesar 0,1673. Pada titik
kedua yang ada di grafik merupakan data dari ketinggian air pada aliran debit
menengah yang nilainya sebesar 0,1949. Dan pada titik terakhir atau titik yang teratas
merupakan data dari ketinggian air pada aliran debit maksimum yang nilainya sebesar
0,2898. Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa dari ketinggian air pada aliran debit
minimum ke ketinggian air pada aliran debit maksimum mengalami kenaikan. Dari
grafik diatas juga dapat diketahui bahwa dari titik pertama ke titik kedua mengalami
kenaikan sebesar 0,0276. Dan pada pada titik kedua ke titik ketiga atau terakhir
mengalami kenaikan sebesar 0,0949. Jadi kenaikan ketinggian air dari titik kedua ke
titik ketiga merupakan kenaikan tertinggi jika dibandingkan dengan kenaikan ketinggian
air pada titik pertama ke titik kedua.
33
E. PERHITUNGAN
1
 A2 = 4
× π × (d terkecil)2
1
= × π × (16 mm)2
4
= 201.0619 mm2
1
 A1 = 4
× π × (d terbesar)2
1
= × π × (26 mm)2
4
= 530.9292 mm2
A2 201.0619 mm2
 A1
= 530.9292 mm2
= 0.3786 mm2
A 2
 ( 2)
A1
= (0.3786)2
= 0.1433
 Distribusi Tekanan Ideal (c)

1. Pipa A
 Jarak Sepanjang Venturi = 0 mm
 Diameter (d) = 26.00 mm
1
 Luas Permukaan Area (Aa) = 4 × π × d2
1 2
= 4
× π × (26.00 mm)
= 53.9293 mm2
A2 201.0619 mm2
 Aa
= 530.9292 mm2
= 0.3786
A 2
2
 ( 2)
Aa
= (0.3786)
= 0.1433
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
530.9292 mm2
)
1 a
= 0.1433 - 0.1433
=0
2. Pipa B
1
 Luas Permukaan Area (Ab) = 4 × π × d2
1
= 4
× π × (23.20 mm)2
= 422.7327 mm2
A2 201.0619 mm2
 Ab
= 422.7327 mm2
= 0.4756
A 2
 ( 2)
Ab
= (0.4756)2
= 0.2262
34
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
422.7327 mm2
)
1 b
= 0.1433 - 0.2262
= -0.0828
3. Pipa C
1
 Luas Permukaan Area (Ac) = 4 × π × d2
1 2
= 4
× π × (18.40 mm)
= 265.9044 mm2
A2 201.0619 mm2
 =
Ac 265.9044 mm2
= 0.7561
A 2
2
 ( 2) = (0.7561)
Ac
= 0.5717
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = ( 2
) - ( 2
)
A1 A𝑐 530.9292 mm 265.9044 mm
= 0.1433 - 0.5717
= -0.4283
4. Pipa D
1
 Luas Permukaan Area (Ad) = × π × d2
4
1 2
= 4
× π × (16.00 mm)
= 201.0619 mm2
A2 201.0619 mm2
 =
Ad 201.0619 mm2
=1
A 2
 ( 2) = (1)2
Ad
=1
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2 ) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
201.0619 mm 2
)
1 𝑑
= 0.1433 - 1
= -0.8566
5. Pipa E
1
 Luas Permukaan Area (Ae) = × π × d2
4
1 2
= 4
× π × (16.79 mm)
= 221.4070 mm2
A2 201.0619 mm2
 Ae
= 221.4069 mm2
= 0.9081
35
A 2
 ( 2) = (0.9081)2
Ae
= 0.8246
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
221.4069 mm2
)
1 e
= 0.1433 - 0.8246
= -0.6813
6. Pipa F
1
 Luas Permukaan Area (Af) = 4 × π × d2
1
= × π × (18.47 mm)2
4
= 267.9314 mm2
A2 201.0619 mm2
 =
Af 267.9314 mm2
= 0.7504
A 2
 ( 2) = (0.7504)2
Af
= 0.5631
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = ( ) - ( )
A1 Af 530.9292 mm2 267.9314 mm2
= 0.1433 - 0.5631
= -0.4197
7. Pipa G
1
 Luas Permukaan Area (Ag) = 4 × π × d2
1 2
= 4
× π × (20.16 mm)
= 319.2059 mm2
A2 201.0619 mm2
 =
Ag 319.2059 mm2
= 0.6299
2
A
 (A2 ) = (0.6299)2
g
= 0.3967
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = ( ) - ( )
A1 Ag 530.9292 mm2 319.2059 mm2
= 0.1433 - 0.3967
= -0.2534
8. Pipa H
1
 Luas Permukaan Area (Ah) = 4 × π × d2
1
= 4
× π × (21.84 mm)2
36
= 374.6236 mm2
A2 201.0619 mm2
 Ah
= 374.6236 mm2
= 0.5367
A2 2 2
 ( )
Ah
= (0.5367)
= 0.2880
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
374.6236 mm2
)
1 h
= 0.1433 - 0.2880
= -0.1446
9. Pipa J
1
 Luas Permukaan Area (Aj) = 4 × π × d2
1
= 4
× π × (23.53 mm)2
= 434.8443 mm2
A2 201.0619 mm2
 Aj
= 434.8442 mm2
= 0.4623
2
A
 ( A2 ) = (0.4623)2
j
= 0.2137
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = ( 2
) - ( 2
)
A1 Aj 530.9292 mm 434.8442 mm
= 0.1433 - 0.2137
= -0.0704
10. Pipa K
1
 Luas Permukaan Area (Ak) = 4 × π × d2
1
= 4
× π × (25.21 mm)2
= 499.1552 mm2
A2 201.0619 mm2
 Ak
= 499.1551 mm2
= 0.4028
A 2
 ( 2)
Ak
= (0.4028)2
= 0.1622
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = ( 2
) - ( 2
)
A1 Ak 530.9292 mm 499.1551 mm
= 0.1433 - 0.1622
= -0.0189
37
11. Pipa L
1
 Luas Permukaan Area (Al) = 4 × π × d2
1
= × π × (26.00 mm)2
4
= 530.9292 mm2
A2 201.0619 mm2
 Al
= 530.9292 mm2
= 0.3786
A2 2
 ( ) = (0.3786)2
Al
= 0.1433
2 2 2 2
A A 201.0619 mm2 201.0619 mm2
 ( 2) - ( 2) = (
A A 530.9292 mm2
) - (
530.9292 mm2
)
1 l
= 0.1433 - 0.1433
=0
38
 Distribusi Tekanan Aktual
 Nilai Maksimum
Aliran Q = 0.277 l/s
= 0.277 x10-3 m3/s
A2 = 201.0619 mm2
= 201.0619 x10-6 m2
Q
Kecepatan V2 = A
2
0.277 x10-3 m3 /s
=
201.0619 x10-6 m2
= 1.3777 m/s
V2 2 (1.3777 m/s)2
2.g
= 2 × 9.81 m/s2
= 0.0967 m
= 0.0967 x103 mm
1. Pipa A
hn = 227 mm
hn – h1 = 227 mm – 227 mm
= 0 mm
(hn - h1 ) 0 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
=0
2. Pipa B
hn = 223 mm
hn – h1 = 223 mm – 227 mm
= -4 mm
(hn - h1 ) -4 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.0413
3. Pipa C
hn = 193 mm
hn – h1 = 193 mm – 227 mm
= -34 mm
(hn - h1 ) -34 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.3515
4. Pipa D
hn = 144 mm
hn – h1 = 144 mm – 227 mm
= -83 mm
(hn - h1 ) -83 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.8683
39
5. Pipa E
hn = 155 mm
hn – h1 = 155 mm – 227 mm
= -72 mm
(hn - h1 ) -72 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.7443
6. Pipa F
hn = 180 mm
hn – h1 = 180 mm – 227 mm
= -47 mm
(hn - h1 ) -47 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.4755
7. Pipa G
hn = 193 mm
hn – h1 = 193 mm – 227 mm
= -34 mm
(hn - h1 ) -83 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.3515
8. Pipa H
hn = 200 mm
hn – h1 = 200 mm – 227 mm
= -27 mm
(hn - h1 ) -27 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.2481
9. Pipa J
hn = 208 mm
hn – h1 = 208 mm – 227 mm
= -19 mm
(hn - h1 ) -19 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.1861
10. Pipa K
hn = 212 mm
hn – h1 = 212 mm – 227 mm
= -15 mm
(hn - h1 ) -15 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.1447
40
11. Pipa L
hn = 215 mm
hn – h1 = 215 mm – 227 mm
= -12 mm
(hn - h1 ) -12 mm
2 =
V2 0.0932 x103 mm
2.g
= -0.1240
41
 Nilai Menengah
= 0.185 x10-3 m3/s
A2 = 201.0619 mm2
= 201.0619 x10-6 m2
Q
Kecepatan V2 = A
2
0.185 x10-3 m3 /s
=
201.0619 x10-6 m2
= 0.9201 m/s
V2 2 (0.9201 m/s)2
2.g
= 2 × 9.81 m/s2
= 0.0431 m
= 0.0431 x103 mm
1. Pipa A
hn = 184 mm
hn – h1 = 184 mm – 184 mm
= 0 mm
(hn - h1 ) 0 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
=0
2. Pipa B
hn = 182 mm
hn – h1 = 182 mm – 184 mm
= -2 mm
(hn - h1 ) -2 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.0322
3. Pipa C
hn = 167 mm
hn – h1 = 167 mm – 184 mm
= -17 mm
(hn - h1 ) -17 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.3599
4. Pipa D
hn = 140 mm
hn – h1 = 140 mm – 184 mm
= -44 mm
(hn - h1 ) -44 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.9009
42
5. Pipa E
hn = 145 mm
hn – h1 = 145 mm – 184 mm
= -39 mm
(hn - h1 ) -39 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.8365
6. Pipa F
hn = 159 mm
hn – h1 = 159 mm – 184 mm
= -25 mm
(hn - h1 ) -25 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.5148
7. Pipa G
hn = 166 mm
hn – h1 = 166 mm – 184 mm
= -18 mm
(hn - h1 ) -18 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.3861
8. Pipa H
hn = 170 mm
hn – h1 = 170 mm – 184 mm
= -14 mm
(hn - h1 ) -14 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.3271
9. Pipa J
hn = 174 mm
hn – h1 = 174 mm – 184 mm
= -10 mm
(hn - h1 ) -10 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.2252
10. Pipa K
hn = 176 mm
hn – h1 = 176 mm – 184 mm
= -8 mm
(hn - h1 ) -8 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.1930
43
11. Pipa L
hn = 176 mm
hn – h1 = 176 mm – 184 mm
= -8 mm
(hn - h1 ) -8 mm
2 =
V2 0.0474 x103 mm
2.g
= -0.1690
44
 Nilai Minimum
= 0.157 x10-3 m3/s
A2 = 201.0619 mm2
= 201.0619 x10-6 m2
Q
Kecepatan V2 = A
2
0.157 x10-3 m3 /s
=
201.0619 x10-6 m2
= 0.7809 m/s
V2 2 (0.7809 m/s)2
2.g
= 2 × 9.81 m/s2
= 0.0311 m
= 0.0311 x103 mm
1. Pipa A
hn = 167 mm
hn – h1 = 167 mm – 167 mm
= 0 mm
(hn - h1 ) 0 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
=0
2. Pipa B
hn = 166 mm
hn – h1 = 166 mm – 167 mm
= -1 mm
(hn - h1 ) -1 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.0322
3. Pipa C
hn = 156 mm
hn – h1 = 156 mm – 167 mm
= -11 mm
(hn - h1 ) -11 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.3539
4. Pipa D
hn = 140 mm
hn – h1 = 140 mm – 167 mm
= -27 mm
(hn - h1 ) -27 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.9009
45
5. Pipa E
hn = 143 mm
hn – h1 = 143 mm – 167 mm
= -24 mm
(hn - h1 ) -24 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.8365
6. Pipa F
hn = 151 mm
hn – h1 = 151 mm – 167 mm
= -16 mm
(hn - h1 ) -16 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.5148
7. Pipa G
hn = 155 mm
hn – h1 = 155 mm – 167 mm
= -12 mm
(hn - h1 ) -12 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.3861
8. Pipa H
hn = 158 mm
hn – h1 = 158 mm – 167 mm
= -9 mm
(hn - h1 ) -9 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.3217
9. Pipa J
hn = 160 mm
hn – h1 = 160 mm – 167 mm
= -7 mm
(hn - h1 ) -7 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.2252
10. Pipa K
hn = 161 mm
hn – h1 = 161 mm – 167 mm
= -6 mm
(hn - h1 ) -6 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.1930
46
11. Pipa L
hn = 162 mm
hn – h1 = 162 mm – 167 mm
= -5 mm
(hn - h1 ) -5 mm
2 =
V2 0.0291 x103 mm
2.g
= -0.1609
47
 Koefisien Debit (c)
2×g
K = A2 × √ A2
2
1-( )
A1
2 × 9.81 m/s2
= 201.0619 mm2 × √ 201.0619 mm2
2
1-( )
530.9292 mm2
= 0.9621 x10-3
 Nilai Maksimum
Aliran Q = 0.277 x10-3 m3/s
h1 = 212 x10-3 m
h2 = 128 x10-3 m
h1 – h2 = 212 x10-3 m – 128 x10-3 m
= 84 x10-3 m
1 Q
C =K ×
√h1 - h2
1 0.277 x10-3 m3 /s
= -3 ×
0.9621 x10 √84 x10-3 m
= 0.9934
 Nilai Menengah
Aliran Q = 0.185 x10-3 m3/s
h1 = 172 x10-3 m
h2 = 134 x10-3 m
h1 – h2 = 172 x10-3 m – 134 x10-3 m
= 38 x10-3 m
1 Q
C = ×
K √h1 - h2
1 0.185 x10-3 m3 /s
= -3 ×
0.9621 x10 √38 x10-3 m
= 0.9864
 Nilai Minimum
Aliran Q = 0.157 x10-3 m3/s
h1 = 156 x10-3 m
h2 = 128 x10-3 m
h1 – h2 = 156 x10-3 m – 128 x10-3 m
= 28 x10-3 m
1 Q
C =K ×
√h1 - h2
1 0.157 x10-3 m3 /s
= -3 ×
0.9621 x10 √28 x10-3 m
= 0.9752
48
F. ANALISA
Pada praktikum kali ini membahas 2 modul yang saling berkaitan yaitu modul I dan
modul III. Dimana,modul I yang berjudul Bangku Hidrolik Digital. Tujuan dari modul I ini
adalah alat ini dimaksudkan untuk memberikan aliran fluida pada peralatan lainnya, seperti
untuk alat Bernoulli Theorem Apparatus, Losses In Piping Systems, Fluid Friction Apparatus
dan lain-lain. Kemudian pada modul III yang berjudul Teori Bernoulli. Bunyi dari hukum teori
bernoulli yang menyatakan bahwa kenaikan kecepatan aliran fluida akan menyebabkan
penurunan tekanan fluida secara bersamaan atau penurunan energi potensial fluida
tersebut. Yang artinya adalah pada saat kecepatan aliran fluida meningkat maka tekanan
dan energi potensial fluida akan menurun. Dan juga sebaliknya, saat kecepatan aliran fluida
menurun maka tekanan dan energi potensial fluida meningkat. Praktikum ini juga memiliki
tujuan yaitu untuk menyelidiki validasi persamaan bernoulli ketika diaplikasikan kealiran air
yang steady pada pipa yang bergradasi dimensinya,maksud dari aliran air yang steady
adalah kecepatan airnya sama/konstan. Tujuan yang kedua adalah menentukan besarnya
koefisien debit (Cd) pada alat venturi meter yang digunakan,artinya adalah pada praktikum
ini kita menggunakan alat venturimeter,jadi praktikan diharap agar bisa dapat menentukan
berapa besarnya koefisein debit yang dihasilkan pada saat menggunakan alat venturimeter.
Dan tujuan yang terakhir adalah mengamati pembagian tekanan sepanjang pipa
konvergen-divergen.
Dilihat dari tujuan modul III yang terakhir terdapat istilah Pipa konvergen dan Pipa
Divergen. Pipa konvergen adalah pipa yang aliran fluidanya menuju pada satu titik
pertemuan (dari pipa yang bercabang menuju satu pipa). Pipa divergen adalah pipa yang
aliran fluidanya dari satu titik menuju pipa yang bercabang. Contoh pipa konvergen yang
dapat kita lihat dari praktikum ini adalah selang pasokan, yaitu pada saat air mulai
dimasukan melalui selang pasokan kemudian disebarkan ke seluruh selang yang ada di
alat venturimeter. Yang artinya air ini berasal dari satu titik, kemudian di sebarkan keseluruh
selang yang ada di alat.
Pada modul teori bernoulli ini, kita juga menggunakan alat bangku hidrolik digital,
dimana fungsi dari alat ini adalah sebagai wadah/tempat air dan sekaligus untuk
mengalirkan fluida ke alat lainnya. Yang dimana, bangku hidrolik ini juga merupakan bentuk
dari simulasi bendung yang berguna untuk membuktikan teori bernoulli ini berlaku pada
praktikum ini.
Setelah melakukan praktikum ini, kita dapat mengetahui bahwa alat bangku hidrolik
digital dan alat venturimeter dapat menyelidiki validasi teori bernoulli, kemudian kita juga
dapat menetukan besarnya koefisien debit pada alat venturimeter, dan bisa mengamati
pembagian tekanan yang terjadi di sepanjang pipa.
Pada hukum bernoulli diameter sangat berpengaruh, karena diameter akan
mempengaruhi luas penampang da akan berbanding terbalik dengan tekanan. Apabila luas
penampangnyan besar dan tekanan kecil, maka air akan turun. Begitu sebaliknya, apabila
luas penampangnya kecil dan tekanan besar, maka air akan naik.
Pada praktikum Modul III Teori Bernoulli ini terdapat beberapa kesalahan, yaitu;
pertama, kurang teliti saat pembacaan ketinggian air yang sudah diukur menggunakan
penggaris. Kedua, terdapat gelembung udara pada pipa venturi dan selang yang dapat
mempengaruhi tekanan dan dapat mempengaruhi ketinggian air yang akan diamati. Ketiga,
katup udara yang tidak tertutup rapat sehingga air masuk kedalam dan dapat merusak alat.
Keempat, pengisian air pada bangku hidrolik digital yang melebihi batas maksimum atau
kurang dari batas minimum menyebabkan kerusakan pada alat. Dan yang paling fatal pada
kesalahan ini ada salah faktor pembacaan, karena itu akan mempengaruhi data yang di
dapat dari hasil praktikum.
49
G. KESIMPULAN
1. Praktikan dapat menyelidiki validasi Persamaan Bernoulli pada aliran air yang masuk
melalui pipa.
2. Praktikan mampu menentukan besarnya koefisien debit (C d).
50
H. LAMPIRAN
2.1 Gambar Alat dan Bahan
(a) (b)
(c)
(d)
Keterangan :
(a). Digital Hydraulic Bench
(b). Venturi meter
(c). Penggaris
(d). Air
51
2.2 Dokumentasi Kegiatan
52
Laporan Praktikum
Modul No. IV
Pesawat Osborne Reynolds
( Osbourne Reynolds Apparatus )
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

Kelas :C
Kelompok : IX

2020
MODUL IV
PESAWAT OSBORNE REYNOLDS
( Osbourne Reynolds Apparatus )
A. TUJUAN
1. Untuk mengamati jenis-jenis aliran fluida.
2. Untuk menentukan bilangan Reynolds berdasarkan debit.
3. Untuk mencari hubungan antara bilangan Reynolds dengan jenis aliran.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Hydraulic Bench,
2. Osborne Reynolds,
3. Tangki pasokan dengan batang dan tabung pendukung,
4. Tangki suplai pewarna,
5. Klip control pewarna.
Bahan :
1. Botol pewarna,
2. Air sebanyak 140.5 liter.
C. DASAR TEORI
4.1. Laminer dan Aliran Turbulen
Profesor Osborne Reynolds (1842-1912) pertama kali menyadari bahwa
ada 'kecepatan kritis' di mana hukum yang berkaitan dengan hilangnya energi
tekanan dan kecepatan dalam aliran pipa berubah. Dia pertama kali menunjukkan
ini dengan eksperimen yang dikenal dengan 'Colour Band' (atau garis pewarna).
Eksperimen dilakukan dengan menyuntikkan jet pewarna ke dalam aliran air yang
terlihat melalui pipa transparan. Pada kecepatan rendah garis pewarna tidak
terputus, tetapi karena kecepatan aliran melalui pipa meningkat, garis pewarna
putus dan pusaran terlihat terbentuk. Dari ini dan percobaan lebih lanjut ia sampai
pada kesimpulan bahwa ada dua jenis aliran:
a) Aliran laminar (Latin lamina = lapisan atau lembaran tipis). Cairan bergerak
dalam lapisan tanpa fluktuasi kecepatan yang tidak teratur. Aliran laminar
terjadi pada Angka Reynolds yang rendah.
b) Aliran Turbulen. Ini menghasilkan partikel fluida yang bergerak dalam pola
yang tidak teratur, membawa sebuah pertukaran momentum dari satu bagian
cairan ke yang lain.
Reynolds menyelidiki kedua jenis gerakan ini dan menyimpulkan bahwa

parameter yang terlibat dalam karakteristik aliran adalah
ρ : massa jenis fluida kg/m3

vs : kecepatan aliran fluida m/det
d : diameter internal pipa m
μ : viskositas absolut fluida dinamis Ns/m2
v : viskositas kinematik fluida, v = μ/ρ m2/s
Ia tiba pada konstanta tanpa dimensi (Angka Reynolds)
53
vs ρdvs
Re = =
μ/ρd μ
atau
vs d
Re =
v
nilai yang terhubung dengan gerakan fluida. Gerak fluida ditemukan menjadi
laminar untuk bilangan Re di bawah 2000 dan turbulen untuk Re lebih besar dari
4000.
Tabel 4.1 Tabel Viskositas kinematik air pada tekanan atmosfer

Viskositas Viskositas
Temperatur Kinematik Temperatur Kinematik
(˚C) v (˚C) v
-6 2
(10 m /det) (10 m2/det)
-6
0 1.793 25 0.893
1 1.732 26 0.873
2 1.674 27 0.854
3 1.619 28 0.836
4 1.568 29 0.818
5 1.520 30 0.802
6 1.474 31 0.785
7 1.429 32 0.769
8 1.386 33 0.753
9 1.346 34 0.738
10 1.307 35 0.724
11 1.270 36 0.711
12 1.235 37 0.697
13 1.201 38 0.684
14 1.169 39 0.671
15 1.138 40 0.658
16 1.108 45 0.602
17 1.080 50 0.554
18 1.053 55 0.511
19 1.027 60 0.476
20 1.002 65 0.443
21 0.978 70 0.413
22 0.955 75 0.386
23 0.933 80 0.363
24 0.911 85 0.342
4.2. Kecepatan Kritis dan Angka Reynolds

Reynolds memperoleh kehilangan tekanan puncak dalam pipa pada laju
aliran yang berbeda dengan mengukur kehilangan puncak (h f) di atas panjang pipa
(I) yang diketahui, dari sini kemiringan gradien hidrolik (i) diperoleh.
hf
i=
l
54
Ketika Reynolds merencanakan hasil penyelidikannya tentang bagaimana
kehilangan energi puncak bervariasi dengan kecepatan aliran, ia memperoleh dua
wilayah berbeda yang dipisahkan oleh zona transisi. Di wilayah laminar,
kehilangan energi per satuan panjang pipa berbanding lurus dengan kecepatan
rata-rata. Di wilayah aliran turbulen, kehilangan energi per satuan panjang pipa
sebanding dengan kecepatan rata-rata yang dinaikkan ke beberapa daya η nilai
hf
dipengaruhi oleh kekasaran dinding pipa. l
∝ v1.7 untuk pipa halus di wilayah ini
hf 2 hf
tetapi untuk pipa yang sangat kasar, l
∝ v , yaitu l
∝ v1.7-2 unit tak berdimensi,
ρvs d
bilangan Reynolds Re = μ
dan memiliki nilai di bawah 2000 untuk aliran
laminar dan di atas 4000 untuk aliran turbulen (ketika setiap set unit yang
konsisten digunakan) - zona transisi terletak di wilayah 2000-4000 (yaitu
‘kecepatan kritis yang lebih rendah' LCV pada bilangan Reynolds 2000 dan
'kecepatan kritis atas' UCV pada bilangan Reynolds 4000).
Perhatikan bahwa nilai Re yang diperoleh dalam percobaan yang dibuat

dengan laju aliran 'meningkat' akan tergantung pada tingkat perawatan, yang telah
dilakukan untuk menghilangkan gangguan pada pasokan dan sepanjang pipa. Di
sisi lain, percobaan yang dilakukan dengan laju aliran 'menurun' akan
menunjukkan nilai Re yang sangat tergantung pada gangguan awal.
1. Alat distabilkan, lalu perhatikan nivo. (oleh instuktur)
2. Pastikan saluran-saluran pemasukan air dan pelimpah terpasang.
3. Hubungkan pasokan air dari hydraulic bench ke tangki atas dan bejana injeksi
pewarna dipasang dan diisi.
4. Sebuah katup kecil disediakan di ujung tabung luar untuk mengeluarkan udara yang
terperangkap.
5. Hidupkan / alirkan suplai air.
6. Pastikan tinggi air yang konstan dengan terbuangnya aliran yang berlebihan pada
saluran pelimpah.
7. Biarkan kondisi demikian hingga 5 menit, lalu ukur suhu airnya dengan termometer.
8. Bukalah katup pengontrol aliran sedikit demi sedikit dan atur katup jarum pengontrol
zat warna sampai tercapai aliran laminer dengan zat warna terlihat jelas. Amati tetesan
zat warna tersebut.
9. Tentukan besar debit yang lewat secara akurat dengan menggunakan tangki ukur
volumetric.
10. Ulangi prosedur diatas untuk debit (Q) yang berubah-ubah dari kecil (keadaan
laminer) ke besar hingga tercapai aliran kritis dan turbulen.
11. Kerjakan kebalikan dari proses di atas untuk debit yang berubah-ubah dari besar ke
kecil hingga tercapai kembali kondisi transisi dan laminer.
12. Pada setiap akhir percobaan temperatur diukur kembali.
13. Bersihkan seluruh peralatan dari jejak air yang mengandung pewarna sebelum
mengembalikan peralatan yang akan disimpan.
14. Catat semua hasilnya pada salinan lembar hasil yang disediakan.
15. Gambarkan grafik hubungan antara kecepatan aliran (V) dan bilangan Reynold.
55
NOMENKLATUR
Diameter pada pipa percobaan.
Diameter pipa Diameter diukur dalam mm.
m D Diberikan
percobaan Diameter dikonversikan ke
meter untuk perhitungan.
Temperatur air yang
Temperatur air ˚C Diukur meninggalkan session
percobaan.
Viskositas μ
m2/s V Diukur Dilihat dari data tabel. v = ρ
kinematik fluida
Luas 1
m2 A Dihitung A= πd2
permukaan 4
Waktu dikonversikan ke detik
Waktu Detik T Dihitung
untuk perhitungan.
Diambil dari skala pembacaan
pada hydraulic bench. Volume
yang terkumpul diukur dalam
Debit m3/s Q Diukur
liter/menit. Konversikan ke m3/s
perhitungan (dibagi dengan
60000).
Kecepatan fluida melalui pipa
Kecepatan m/s V Dihitung Debit Q
v= Luasan pipa
= A
vs d
Angka Reynolds Re Dihitung Re=
v
56
Formulir Pesawat Osborne Reynolds
Kelompok : IX
Hari / Tgl : Sabtu, 10 Oktober 2020
Pukul : 16.00
Volume Waktu (detik) Debit
Percobaan Jenis Aliran trata-rata
(m3) t1 t2 (m3/s)
1 Laminer (―) 0,785X10-3 0 47,25 47,25 1,6614X10-5
2 Kritis (-----) 0,900X10-3 0 22,04 22,04 4,0835 X10-5

3 Turbulen (~~~) 0,885X10-3 0 13,98 13,98 6,8305 X10-5
4 Kritis (-----) 0,395X10-3 0 11,45 11,45 3,4498 X10-5
5 Laminer (―) 0,190X10-3 0 9,63 9,63 19,7300 X10-6
Diperiksa Penguji
57
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Tabel Hasil Perhitungan Percobaan Osborne Reynolds
Volume Waktu Luas Kecepatan Kekentalan Jenis Aliran

Debit (Q)
Percobaan (V) t rata- (m3/det) Permukaan (v) kinematis Re
(m3) (det) (m/det) (v)
rata (A)
t1 t2 (m2) Visual Re
1
0,785 x 10-3 0 47,25 47,25 1,6614 x 10-5 2,0106 x 10-4 82,6321 x 10-3 0,873 x 10-6 1514,4486 Laminer Laminer
2
0,900 x 10-3 0 22,04 22,04 4,0835 x 10-5 2,0106 x 10-4 20,3099 x 10-2 0,873 x 10-6 3722,3184 Kritis Kritis
3
0,885 x 10-3 0 13,98 13,98 6,3305x 10-5 2,0106 x 10-4 314,8563 x 10-3 0,873 x 10-6 5770,5622 Turbulen Turbulen
4
0,395 x 10-3 0 11,45 11,45 3,4498 x 10-5 2,0106 x 10-4 171,5806 x 10-3 0,873 x 10-6 3144,6616 Kritis Kritis
5
0,190 x 10-3 0 9,63 9,63 19,7300 x 10-6 2,0106 x 10-4 98,1299 x 10-3 0,873 x 10-6 1798,4861 Laminer Laminer
IT-PLN
58
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik kecepatan aliran (v) terhadap bilangan reynolds (Re)
kecepatan aliran (v) terhadap bilangan reynolds

0.0035
0.003
Kecepatan Aliran (v)
0.0025
0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Bilangan Reynolds (Re)
Grafik kecepatan aliran (v) terhadap bilangan Reynolds (Re) menunjukkan

besarnya nilai kecepatan aliran dan bilangan Reynolds yang berbanding lurus,
sehingga besar kecilnya kecepatan aliran pada suatu fluida menentukan nilai bilangan
Reynolds. Pada aliran laminer, nilai v = 82,6321X10 -6 dan Re = 1514,4486. Pada aliran
kritis nilai v = 20,3099X10-2 dan Re = 3722,3184. Pada aliran turbulen nilai v =
314,8563X10-6 dan Re = 5770,5622. Pada aliran kritis nilai v = 171,5608X10 -6 dan Re
= 3144,6616. Pada aliran laminer, nilai v = 98,1299X10 -6 dan Re = 1798,4861
IT-PLN
59
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
E. PERHITUNGAN
a. Aliran Laminer
1. Waktu (t)
t1 = 0 det
t2 = 47,25 det
t = 47,25 det – 0 det
= 47,25 det
2. Volume
V = 0,785 L
= 0,785 X 10-3 m3
3. Debit ( Q)
V
Q=
t
0,785 X 10-3 m3
= 47,25 det
= 1,6614 x 10-5 m3/det

4. Kecepatan
1 2
A = 4 πd
1 2
= 4
π (0,016 m)
= 2,0106 x 10-4 m3
Q
Vs =
A
1,6614 X 10-5 m3/det

=
2,0106x 10-4 m3
= 82,6321 X 10-3 m/det
5. Angka Reynolds
T = 26°C
v = 0,873 x 10-6 m3/det
Vs x d
Re=
v
82,6321X10-3m/ det x 0,016 m

=
0,873 x 10-6 m/det
= 1514,4486
IT-PLN
60
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
b. Aliran Kritis
1. Waktu (t)
t1 = 0 det
t2 = 22,04 det
t = 22,04 det – 0 det
= 22,04 det
2. Volume
V = 0,900 L
= 0,900 X 10-3 m3
3. Debit ( Q)
V
Q=
t
0,900 X 10-3 m3
= 22,04 det
= 4,0835 x 10-5 m3/det

4. Kecepatan
1
A = πd2
4
1
= π (0,016 m)2
4
= 2,0106 x 10-4 m3
Q
Vs =
A
4,0835 X 10-5 m3/det

=
2,0106x 10-4 m3
= 20,3099 X 10-2 m/det
5. Angka Reynolds
T = 26°C
v = 0,873 x 10-6 m3/det
Vs x d
Re=
v
20,3099X10-2m/ det x 0,016 m

=
0,873 x 10-6 m/det
= 3722,3184
IT-PLN
61
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
c. Aliran Turbulen
1. Waktu (t)
t1 = 0 det
t2 = 13,98 det
t = 13,98 det – 0 det
= 13,98 det
2. Volume
V = 0,885 L
= 0,885 X 10-3 m3
3. Debit ( Q)
V
Q=
t
0,885 X 10-3 m3
= 13,98 det
= 6,3305 x 10-5 m3/det

4. Kecepatan
1
A = πd2
4
1
= π (0,016 m)2
4
= 2,0106 x 10-4 m3
Q
Vs =
A
6,3305 X 10-5 m3/det

=
2,0106x 10-4 m3
= 314,8563 X10-3 m/det
5. Angka Reynolds
T = 26°C
v = 0,873 x 10-6 m3/det
Vs x d
Re=
v
314,8563 X10-3 m/ det x 0,016 m

=
0,873 x 10-6 m/det
= 5770,5622
IT-PLN
62
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
d. Aliran Kritis
1. Waktu (t)
t1 = 0 det
t2 = 11,45 det
t = 11,45 det – 0 det
= 11,45 det
2. Volume
V = 0,395 L
= 0,395 X 10-3 m3
3. Debit ( Q)
V
Q= t
0,395 X 10-3 m3
= 11,45 det
= 3,4498 x 10-5 m3/det

4. Kecepatan
1
A = πd2
4
1
= 4
π (0,016 m)2
= 2,0106 x 10-4 m3
Q
Vs = A
3,4498 X 10-5 m3/det

=
2,0106x 10-4 m3
= 171,5806 x10-3m/det
5. Angka Reynolds
T = 26°C
v = 0,873 x 10-6 m3/det
Vs x d
Re=
v
171,5806 x10-3 m/ det x 0,016 m

=
0,873 x 10-6 m/det
= 3144,6616
IT-PLN
63
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
e. Aliran Laminer
1. Waktu (t)
t1 = 0 det
t2 = 9,63 det
t = 9,63 det – 0 det
= 9,63 det
2. Volume
V = 0,190 L
= 0,190 X 10-3 m3
3. Debit ( Q)
V
Q= t
0,190 X 10-3 m3
= 9,63 det
= 19,7300 x 10-6 m3/det

4. Kecepatan
1
A = πd2
4
1
= 4
π (0,016 m)2
= 2,0106 x 10-4 m3
Q
Vs = A
19,7300 x 10-6m3/det
=
2,0106x 10-4 m3
= 98,1299 X10-3 m/det
5. Angka Reynolds
T = 26°C
v = 0,873 x 10-6 m3/det
Vs x d
Re=
v
98,1299 X10-3 m/ det x 0,016 m

=
0,873 x 10-6 m/det
= 1798,4861
IT-PLN
64
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
F. ANALISA
Pada pratikum kali ini membahas modul IV yang berjudul Pesawat Osborne
Reynolds. Pesawat osborne ini pertama kali ditemukan oleh Profesor Osborne Reynolds
yang awalnya diciptakan untuk mempelajari kondisi dimana aliran fluida dalam pipa
dialihkan dari aliran laminer ke aliran turbulen. Modul IV ini juga memiliki tujuan yaitu
pertama, untuk mengamati jenis-jenis aliran fluida,yang di mana terdapat 3 jenis aliran
fluida yaitu aliran laminer,aliran turbulen dan aliran transisi. Kedua, untuk menentukan
bilangan Reynolds berdasarkan debit, seperti yang kita tau untuk setiap jenis aliran
bilangan reynolds nya berbeda,pada aliran laminer bilangan reynolds nya di bawah 2000
dan untuk aliran turbulen bilangan reynolds nya lebih besar dari 4000. Ketiga, untuk
mencari hubungan antara bilangan reynolds dengan jenis aliran.
Pada praktikum pesawat osaborne reynolds ini suhu berpengaruh pada viskositas.
Apabila suhu nya berubah maka viskositas nya juga berubah. Viskositas merupakan
ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Dan
angka bilangan reynolds juga mempengaruhi aliran, karena angka reynolds yang
menentukan jenis aliran suatu fluida,apabila angka reynolds kurang dari 2000 maka
aliran tersebut termasuk jenis aliran leminer, dan apabila angka reynolds lebih dari 2000
maka aliran tersebut termasuk jenis aliran turbulen. Bisa dikatakan bahwa semakin
rendah angka reynolds nya maka dapat dikatakan bahwa aliran tersebut adalah aliran
laminer. Dan semakin tinggi angka reynolds nya maka aliran tersebut adalah aliran
turbulen.
Seperti yang sudah di sebutkan pada tujuan modul IV yang pertama adalah kita
diminta untuk mengamati jenis-jenis aliran fluida. Terdapat tiga jenis aliran fluida yaitu,
aliran laminer, aliran turbulen, dan aliran transisi. Aliran laminar adalah aliran dimana
gaya kekentalan lebih besar dari pada gaya kelembaman sehingga aliran dipengaruhi
oleh kekentalan,dimana aliran partikel-partikel fluida bergerak secara teratur menurut
lintasan-lintasan arusnya dan berlapis-lapis seolah-olah lapisan yang satu menggelincir
di atas lapisan lainnya. Pada aliran laminar bila kecepatan aliran dipercepat dengan
memperbesar debit aiar yang mengalir, maka aliran akan berangsur bersifat turbulen.
Distribusi kecepatan akan mengikuti bentuk parabolic dengan kecepatan maksimum
terjadi pada sumbu pipa yang besarnya dua kali lebih besar dari kecapatan rata-rata.
Bilangan Re yang didapatkan aliran laminar ini kurang dari 2000. Aliran turbulen adalah
aliran dimana gaya kelembaman relative lebih besar dari pada gaya kekentalan
sehingga aliran dipengaruhi oleh gaya inersia (pengaruh kelembaman). Pada aliran ini,
partikel-partikel cairan bergerak pada lintasan yang tidak teratur atau pada lintasan
sembarang. Pada aliran turbulen ini terjadi pusaran-pusaran sehingga aliran
mendapatkan hambatan dari Gerakan dan tumbukan antar partikel cairan itu sendiri,
distribusi kecepatannya lebih uniform dari pada aliran laminar. Tegangan geser pada
aliran turbulen dipengaruhi ole viskositas dan gerak turbulensinya. Bilangan Re yang
didapatkan aliran turbulen ini lebih dari 4000,aliran turbulen membawa sebuah
pertukaran momentum dari satu bagian cairan ke yang lain, maksud dari pertukaran
momentum yaitu kecenderungan benda yang bergerak untuk melanjutan gerakannya
pada kelajuan yang konstan. Aliran transisi adalah aliran diantar aliran laminar dan aliran
turbulen yang merupakan satu aliran peralihan yang biasanya sulit untuk diamati
kelakuannya. Bilangan Re yang didapatkan aliran transisi ini berada diantar 2000-4000.
Bentuk-bentuk visualisasi dari ketiga aliran tersebut berbeda-beda, seperti aliran
laminer terjadi apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur dengan kondisi aliran
dengan garis-garis aliran mengikuti jalur yang sejajar sehingga tidak terjadi
percampuran antar bidang-bidang geser fluida. Aliran laminer terjadi apabila kecepatan
IT-PLN
65
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
aliran rendah, ukuran saluran sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan besar.
Pada aliran turbulen, kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang saling bersilangan
sehingga terjadi percampuran antara bidang-bidang geser di dalam fluida. aliran
turbulen terjadi apabila kecepatan aliran besar,saluran besar dan zat cair mempunyai
kekentalan kecil. aliran di sungai, saluran irigasi atau drainase dan di laut adalah contoh
dari aliran turbulen. aliran dimana pergerakan dari partikel-partikel fluida sangat tidak
menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian
fluida yang lain dalam skala yang besar. sedangkan aliran transisi yaitu kondisi aliran
peralihan dari aliran laminer menjadi aliran turbulen (atau dari turbulen menjadi laminer)
secara visual dapat digambarkan seperti garis (strip) titik garis lalu titik kembali.
Dalam melakukan percobaan pada modul ini juga tedapapat beberapa kesalahan
yaitu, penampungan debit, kesalahan pada waktu, kesalahan pembacaan, terlalu cepat
atau lambat dalam memainkan katup, dan hasil visual tidak sama dengan Re.
IT-PLN
66
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
G. KESIMPULAN
a. Praktikan dapat mengamati jenis aliran fluida
b. Praktikan dapat menentukan bilangan Reynolds berdasarkan debit.
c. Praktikan dapat mencari hubungan antara bilangan Reynolds dengan jenis aliran.
d. Dari hasil perhitungan, didapat :
 Jenis aliran laminar dengan kecepatan aliran 82,6321X10-3 mendpatkan nilai
angka Reynolds sebesar 1514,4486.
 Jenis aliran kritis dengan kecepatan aliran 20,3099 X 10-2 m/det mendaptkan nilai
 Jenis aliran turbulen dengan kecepatan aliran 314,8563 X10-3 m/det mendaptkan
nilai angka Reynolds sebesar 5770,5622.
 Jenis aliran kritis dengan kecepatan aliran 171,5806 x10-3m/det mendapatkan nilai
 Jenis aliran laminar dengan kecepatan aliran 98,1299 X10-3 m/det mendaptkan
nilai angka Reynolds sebesar 1798,4861.
IT-PLN
67
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
H. LAMPIRAN
(a)
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g)
IT-PLN
68
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Keterangan :
(a) Hydraulic Bench
(b) Osborne reynolds
(c) Tangki pasokan dengan batang dan tabung pendukung
(d) Tangki suplai pewarna
(e) Klip kontrol pewarna
(f) Botol pewarna
(g) Air 140,5 Liter
IT-PLN
69
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
IT-PLN
70
Laporan Praktikum
Modul No. V
Tumbukan Pancaran Air
(Impact Of Jet)
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 − 21 − 045
Kelas :C
Kelompok : IX
2020
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
MODUL V
TUMBUKAN PANCARAN AIR
(Impact Of Jet)
A. TUJUAN
Untuk mencari reaksi gaya yang dihasilkan dari perubahan momentum aliran air,
dengan pengukuran gaya yang dihasilkan oleh jet yang menumbuk permukaan padat
yang menghasilkan derajat defleksi aliran yang berbeda.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Hydraulic Bench,
2. Impact Of Jets,
3. Logam Pemberat (2 x 500 g, 2 x 200 g, 1 x 100 g, 1 x 50 g, 2 x 20 g, 1 x 10 g, 1 x 5 g),
4. Nozzel ukuran 5 mm dan 8 mm,
5. Permukaan Bidang yaitu Bidang Datar, Kerucut, dan Setengah Bola.pewarna.
Bahan :
1. Air sebanyak 140,5 liter
C. DASAR TEORI
5.1 Analisis Umum
Saat jet mengalir dengan kecepatan yang stabil menghantam permukaan

yang padat, air berbelok berhamburan di sepanjang permukaan. Jika gesekan
diabaikan dengan mengasumsikan cairan tidak terlihat dan juga diasumsikan bahwa
tidak ada kerugian akibat guncangan maka besarnya kecepatan air tidak berubah.
Tekanan yang diberikan oleh air pada permukaan padat dimana akan menjadi sudut
siku pada permukaan.
Gambar 5.1 Impact Of Jet
Mengingat jet menumbuk pada permukaan padat menyebabkan arah jet

berubah melalui sudut θ seperti ditunjukkan pada Gambar 1 di atas. Dengan tidak
adanya gesekan, besarnya kecepatan melintasi permukaan sama dengan kecepatan
tumbukan v1. Gaya impuls yang diberikan pada permukaan akan sama dan
Laboratorium Hidraulika
IT – PLN 71
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
berlawanan dengan gaya yang bekerja pada air untuk memberikan perubahan arah.
Menerapkan Hukum Kedua Newton saat arah jet tumbukan,
Gaya = Massa x Percepatan
= Massa laju aliran x Perubahan kecepatan
F = M∆v = M ( v1 – v1 cosθ )
Tetapi M = ρQ, , oleh karena itu
F = ρQv1 ( 1 - cosθ )
dan membaginya dengan ρQv1 yang merupakan momentum tumbukan,
F
= 1 − cos θ
ρQv1
5.2 Penerapan Cussons Tumbukan Pancaran Air

Dalam setiap kasus diasumsikan bahwa tidak ada percikan atau pantulan
fluida dari permukaan sehingga sudut keluar sejajar dengan sudut keluar permukaan.
a) Pengaruh ketinggian
Kecepatan jet dapat dihitung dari laju aliran yang diukur dari area keluar nozzle.
𝑄
𝑉𝑛 =
𝐴
Namun karena nosel berada di bawah permukaan, kecepatan tumbukan akan
lebih kecil dari kecepatan nosel karena adanya pertukaran antara energi
potensial dan energi kinetik sehingga:
v12 =vn2 – 2gh
di mana, h adalah ketinggian permukaan di atas keluar nosel.
b) Tumbukan terhadap Permukaan Bidang Datar

Untuk permukaan bidang datar θ=90°
Oleh karena itu,
Cos θ = 0
F
= 1 − cos θ = 1
ρQv1
c) Tumbukan terhadap Permukaan Kerucut

Kerucut semi- sudut θ = 450
Cos θ = 0,7071
F
= 1 − cos θ = 0,2929
ρQv1
d) Tumbukan terhadap Permukaan Semi-Bola

Sudut keluar permukaan adalah 1350
Cos θ = -0,7071
IT – PLN 72
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
F
= 1 − cos θ = 1,7071
ρQv1
Dimensi-dimensi dari peralatan berikut digunakan untuk perhitungan yang benar.
Jika dibutuhkan, nilai-nilai ini bisa diperiksa kembali sebagai bagian dari prosedur
percobaan dan diganti dengan pengukuran anda sendiri.
Diameter : nosel I D = 0.008 m
: nosel II D = 0.005 m
Luasan potongan melintang : nosel I A = 5.0265 x10-5m2
: nosel II A = 1.9635 x 10-5 m2
1. Atur peralatan di atas Hydraulic Bench.
2. Hubungkan tube dari hydraulic bench ke pipa bagian belakang dasar impact of jet.
3. Pasang nosel 5 mm dan permukaan bidang datar.
4. Posisikan pembawa berat pada dudukan berat dan tambahkan beban sampai bagian
atas permukaan jelas berenti dan dudukan berat mengambang di posisi tengah.
Catat nilai beban pada pembawa berat.
5. Nyalakan pompa dan terlihat aliran air dengan terus membuka katup pengatur
bangku hingga 2/3 penuh.
6. Permukaan bidang datar sekarang akan berbelok dari impact of jet. Tempatkan
beban tambahan ke atas pembawa berat sampai dudukan berat kembali
mengambang di posisi tengah. Ukur laju aliran dan catat hasilnya pada lembar uji,
bersama dengan nilai beban yang sesuai pada dudukan. Amati bentuk jet yang
berbelok dan catat bentuknya.
7. Kurangi beban pada pembawa berat secara bertahap dan pertahankan
keseimbangan dudukan berat dengan mengatur laju aliran sekitar 1/2 dan 1/3 penuh,
setiap kali catat nilai laju aliran dan beban pada pembawa berat.
8. Tutup katup kontrol dan matikan pompa. Biarkan alat mengering.
9. Ganti nosel 5mm dengan nosel berdiameter 8mm dan ulangi percobaan.
10. Ganti permukaan bidang datar dengan permukaan kerucut 45° dan ulangi percobaan
dengan nosel 5mm dan 8mm.
11. Ganti permukaan kerucut 45° dengan permukaan setengah bola dan ulangi
percobaan dengan nozel 5mm dan 8mm. 12.
12. Catat semua hasilnya pada salinan lembar hasil yang disediakan.
13. Hitung untuk setiap hasil laju aliran dan kecepatan keluar nosel. Periksa kecepatan
nosel untuk ketinggian permukaan di atas nosel untuk mendapatkan kecepatan
tumbukan.
14. Hitung momentum tumbukan ρQv1, dan plot grafik gaya tumbukan F terhadap
momentum tumbukan dan tentukan kemiringan dari grafik untuk setiap permukaan.
Bandingkan dengan nilai-nilai teoritis 1, 0,2929 dan 1,7071 untuk permukaan bidang
datar, permukaan kerucut dan permukaan setengah bola masing-masing.
IT – PLN 73
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
NOMENKLATUR :

Diameter diberikan dalam mm.

Diameter Konversikan ke meter untuk
nozzel M D Diberikan perhitungan.
Tipe permukaan yang

Tipe Permukaan Derajat Diukur
digunakan.
Volume terkumpul m3/s Q Diukur Diambil dari skala pembacaan

/Debit pada hydraulic bench. Volume
yang terkumpul diukur dalam
liter/menit. Konversikan ke m 3
/s perhitungan (dibagidengan
60000).
Massa yang dibebankan ke
Massa yang kg Diukur
pembawa berat untuk membantu
dibebankan
mencapai posisi seimbang
𝑄
𝑉 = 𝐴, kecepatan fluida yang
Kecepatan m/s Vn Dihitung
Nozzle meninggalkan nozzle.
Digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara debit dan
massa yang dibebankan untuk
Kecepatan Vi 2 Dihitung
(m/s)2 keseimbangangaya.
dikuadratkan Vi2 =vn2 – 2gh
Gaya yang dihasilkan oleh

Gayayang N F Dihitung permukaan pada fluida. F=M.a
dibebankan
Massa Jenis Air Ρ Diberikan

Kg/m3 1000 Kg/m3
Nilai gravitasi m/s2 G Diberikan 9,81 m/s2
IT – PLN 74
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Kelompok : IX
Hari/ Tgl : Sabtu,17 Oktober 2020
Pukul : 14.00
Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Datar
Total Massa Jumlah Air Waktu Laju Alir
Nozzle Bukaan yang yang mengumpulkan Volumetrik Q
dibebankan dikumpulkan air (detik) (m3/det)
(kg) (m3)
2/3 0,92 0,1405 565,7794 2,4833 x 10-4
5 mm 1/2 0,72 0,1405 1124 1,25 x 10-4
1/3 0,7 0,1405 1686,0067 8,3333 x 10-5
Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Cekung

(kg) (m3)
2/3 0,7 0,1405 520,3704 2,7 x 10-4
5 mm 1/2 0,6 0,1405 1003,5714 1,4 x 10-4
1/3 0,6 0,1405 1478,9474 9,5 x 10-5

Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Setengah Bola
(kg) (m3)
2/3 1 0,1405 540,3846 2,6 x 10-4

5 mm 1/2 0,7 0,1405 1080,7692 1,3 x 10-4
1/3 0,7 0,1405 1453,4433 9,6667 x 10-5
Jakarta , 17 Oktober 2020

Diperiksa Penguji
IT – PLN 75
Nama : Sri Wahyuni
: 2019 – 21 – 045 Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – 025
NIM : 2019 – 21 – 045
Tabel Hasil Perhitungan Percobaan dengan Permukaan Bidang
Ukuran Diameter Nozzle yang digunakan : 5 mm
Kemiringan
Bidang Bukaan Q ( m/s3) Vn (m/s) V1 (m/s) F (N) ρQv1
F
ρQv1
2/3 2,4833 x 10-4 12,6473 12,6007 4,5312 3,1291 1,4481
Datar ½ 1,25 x 10-4 6,3662 6,2730 1,1354 0,7841 1,4481
1/3 8,3333 x 10-5 4,2441 4,1031 0,4951 0,3419 1,4481
2/3 2,7 x 10-4 13,7510 13,7153 1,7578 3,7031 0,4747
Cekung ½ 1,4 x 10-4 7,1301 7,0610 0,4692 0,9885 0,4747
1/3 9,5 x 10-5 4,8383 4,7358 0,2136 0,4499 0,4747
2/3 2,6 x 10-4 13,2417 13,2046 6,8530 3,4332 1,9961
½ Bola ½ 1,3 x 10-4 6,6208 6,5463 1,6987 0,8510 1,9961
1/3 9,6667 x 10-5 4,9232 4,8225 0,9306 0,4662 1,9961
IT – PLN 76
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Kelompok : IX
Hari/ Tgl : Sabtu,17 Oktober 2020
Pukul : 14.00
Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Datar
(kg) (m3)
2/3 0,87 0,1405 392,0967 3,5833 x 10-4
8 mm 1/2 0,7 0,1405 780,5556 1,8 x 10-4
1/3 0,62 0,1405 1170,8333 1,2 x 10-4
Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Cekung

(kg) (m3)
2/3 0,7 0,1405 355,6962 3,95 x 10-4
8 mm 1/2 0,6 0,1405 514,0307 2,7333 x 10-4
1/3 0,75 0,1405 1124 1,25 x 10-4
Hasil Perhitungan Data Percobaan Impact of Jet untuk Bidang Setengah Bola

(kg) (m3)
2/3 1 0,1405 358,7204 3,9167 x 10-4

8 mm 1/2 0,7 0,1405 720,5128 1,95 x 10-4
1/3 0,65 0,1405 1067,0616 1,3167 x 10-4
Jakarta , 17 Oktober 2020

Diperiksa Penguji
IT – PLN 77
Nama : Sri Wahyuni
: 2019 – 21 – 045 Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – 025
NIM : 2019 – 21 – 045
Tabel Hasil Perhitungan Percobaan dengan Permukaan Bidang
Ukuran Diameter Nozzle yang digunakan : 8 mm
Kemiringan
Bidang Bukaan Q ( m/s3) Vn (m/s) V1 (m/s) F (N) ρQv1
F
ρQv1
2/3 3,5833 x 10-4 7,1288 7,0457 3,6560 2,5247 1,4481
Datar ½ 1,8 x 10-4 3,5810 3,4127 0,8896 0,6143 1,4481
1/3 1,2 x 10-4 2,3873 2,1265 0,3695 0,2552 1,4481
2/3 3,95 x 10-4 7,8584 7,7957 1,4617 3,0793 0,4747
Cekung ½ 2,7333 x 10-4 5,4378 5,3468 0,6937 1,4614 0,4747
1/3 1,25 x 10-4 2,4868 2,2810 0,1353 0,2851 0,4747
2/3 3,9167 x 10-4 7,7921 7,7289 6,0426 3,0272 1,9961
½ Bola ½ 1,95 x 10-4 3,8794 3,7508 1,4599 0,7314 1,9961
1/3 1,3167 x 10-4 2,6195 4,8225 0,9306 0,4662 1,9961
IT – PLN 78
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Grafik gaya tumbukan F ( N ) terhadap momentum tumbukan ρQv1 ( N )
Permukaan bidang datar ( Nozzle 5 mm )
Grafik
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
F
Slope =
ρQV1
4,5312 1,1354 0,4951
= 3,1291
= 0,7841 = 0,3419
= 1,4481
∆y
Kemiringan grafik =
∆x
4,5312 - 1,1354
= 3,1291 - 0,7841
= 1,4481
IT – PLN 79
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Permukaan bidang cekung / kerucut ( Nozzle 5 mm )
Grafik
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
F
Slope =
ρQV1
1,7578 0,4692 0,2136
= 3,7031
= 0,9885 = 0,4499
= 0,4747
∆y
Kemiringan grafik = ∆x
1,7578 - 0,4692
=
3,7031 - 0,9885
= 0,4747
IT – PLN 80
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Permukaan bidang ½ bola ( Nozzle 5 mm )
Grafik
8
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
F
Slope =
ρQV1
6,8530 1,6987 0,9306
= 3,4332
= 0,8510 = 0,4662
= 1,9961
∆y
Kemiringan grafik =
∆x
6,8530 - 1,6987
= 3,4332 - 0,8510
= 1,9961
IT – PLN 81
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Permukaan bidang datar ( Nozzle 8 mm )
Grafik
4
3.5
2.5
1.5
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
F
Slope = ρQV
1
3,6560 0,8896 0,3695
= 2,5247
= 0,6143 = 0,2552
= 1,4481
∆y
Kemiringan grafik =
∆x
3,6560 - 0,8896
= 2,5247 - 0,6143
= 1,4481
IT – PLN 82
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Permukaan bidang cekung / kerucut ( Nozzle 8 mm )
Grafik
1.6
1.4
1.2
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
F
Slope = ρQV
1
1,4617 0,6937 0,1353
= 3,0793
= 1,4614 = 0,2851
= 0,4747
∆y
Kemiringan grafik =
∆x
1,4617 - 0,6937
= 3,0793 - 1,4614
= 0,4747
IT – PLN 83
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
Permukaan bidang ½ bola ( Nozzle 8 mm )
Grafik
7
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
F
Slope = ρQV
1
6,0426 1,4599 0,9306
= 3,0272
= 0,7314 = 0,4662
= 1,9961
∆y
Kemiringan grafik =
∆x
3,6560 - 0,8896
= 2,5247 - 0,6143
= 1,9961
IT – PLN 84
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
E. PERHITUNGAN
1. Nozzle 5 mm
1
A = 4
πd2
1
= 4 π (5 x 10-3 m)2
= 1,9635 x 10-5 m2
a. Permukaan bidang datar

h = 6 cm
= 0,06 m
2
 Bukaan
3
Q = 14,9 l/menit
14,9
= 1000 x 60 m3/det
= 2,4833 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 920 gr
= 0,92 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
2,4833 x 10-4 m3/det
= 565,7794 detik
Q
Vn =
A
2,4833 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 12,6473 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(12,6473 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 12,6007 m/det
ρQv1 = 1000 kg/m3 x 2,4833 x 10-4 m3/det x 12,6007 m/det

= 3,1291 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 3,1291 N ( 1 – cos 90° )
= 4,5312 N
IT – PLN 85
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 7,5 l/menit
7,5
= 1000 x 60 m3/det
= 1,25 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 720 gr
= 0,72 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,25 x 10-4 m3/det
= 1124 detik
Q
Vn =
A
1,25 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 6,3662 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(6,3662 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 6,2730 m/det

= 0,7841 N
F = ρQv1 ( 1 - cos θ )
= 0,7841 N ( 1 – cos 90° )
= 1,1354 N
IT – PLN 86
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 5 l/menit
5
= 1000 x 60 m3/det
= 8,3333 x 10-5 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
8,3333 x 10-5 m3/det
= 1686,0067 detik
Q
Vn =
A
8,3333 x 10-5 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 4,2441 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(4,2441 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 4,1031 m/det

= 0,3419 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,3419 N ( 1 – cos 90° )
= 0,4951 N
IT – PLN 87
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
b. Permukaan bidang cekung / kerucut

h = 5 cm
= 0,05 m
2
 Bukaan
3
Q = 16,2 l/menit
16,2
= 1000 x 60 m3/det
= 2,7 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
2,7 x 10-4 m3/det
= 520,3704 detik
Q
Vn =
A
2,7 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 13,7510 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(13,7510 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 13,7153 m/det

= 3,7031 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 3,7031 N ( 1 – cos 45° )
= 1.7578 N
IT – PLN 88
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 8,4 l/menit
8,4
= 1000 x 60 m3/det
= 1,4 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 600 gr
= 0,6 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,4 x 10-4 m3/det
= 1003,5714 detik
Q
Vn =
A
1,4 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 7,1301 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(7,1301 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 7,0610 m/det

= 0,9885 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,9885 N ( 1 – cos 45° )
= 0,4692 N
IT – PLN 89
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 5,7 l/menit
5,7
= 1000 x 60 m3/det
= 9,5 x 10-5 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 600 gr
= 0,6 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
9,5 x 10-5 m3/det
= 1478,9474 detik
Q
Vn =
A
9,5 x 10-5 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 4,8383 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(4,8383 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 4,7358 m/det

= 0,4499 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,4499 N ( 1 – cos 45° )
= 0,2136 N
IT – PLN 90
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
c. Permukaan bidang ½ bola

h = 5 cm
= 0,05 m
2
 Bukaan 3
Q = 15,6 l/menit
15,6
= 1000 x 60 m3/det
= 2,6 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 1000 gr
=1g
V
t =
Q
0,1405 m3
=
2,6 x 10-4 m3/det
= 540,3846 detik
Q
Vn =
A
2,6 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 13,2417 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(13,2417 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 13,2046 m/det

= 3,4332 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 3,4332 N ( 1 – cos 135° )
= 6,8530 N
IT – PLN 91
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 7,8 l/menit
7,8
= 1000 x 60 m3/det
= 1,3 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,3 x 10-4 m3/det
= 1080,7692 detik
Q
Vn =
A
1,3 x 10-4 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 6,6208 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(6,6208 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 6,5463 m/det

= 0,8510 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,8510 N ( 1 – cos 135° )
= 1,6987 N
IT – PLN 92
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 5,8 l/menit
5,8
= m3/det
1000 x 60
= 9,6667 x 10-5 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
9,6667 x 10-5 m3/det
= 1453,4433 detik
Q
Vn =
A
9,6667 x 10-5 m3/det

=
1,9635 x 10-5
= 4,9232 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(4,9232 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 4,8225 m/det

= 0,4662 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,4662 N ( 1 – cos 135° )
= 0,9306 N
IT – PLN 93
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
2. Nozzle 8 mm
1
A = 4
πd2
1
= 4 π (8 x 10-3 m)2
= 5,0265 x 10-5 m2
a. Permukaan bidang datar

h = 6 cm
= 0,06 m
2
 Bukaan 3
Q = 21,5 l/menit
21,5
= m3/det
1000 x 60
= 3,5833 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 870 gr
= 0,87 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
3,5833 x 10-4 m3/det
= 392,097 detik
Q
Vn =
A
3,5833 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 7,1288 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(7,1288 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 7,0457 m/det

= 2,5247 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 2,5247 N ( 1 – cos 90° )
= 3,6560 N
IT – PLN 94
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 10,8 l/menit
10,8
= 1000 x 60 m3/det
= 1,8 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,8x 10-4 m3/det
= 780,5556 detik
Q
Vn =
A
1,8 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 3,5810 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(3,5810 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 3,4127 m/det

= 0,6143 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,6143 N ( 1 – cos 90° )
= 0,8896 N
IT – PLN 95
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 7,2 l/menit
7,2
= m3/det
1000 x 60
= 1,2 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 620 gr
= 0,62 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,2 x 10-4 m3/det
= 1170,8333 detik
Q
Vn =
A
1,2 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 2,3873 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(2,3873 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,06 m

= 2,1265 m/det
ρQv1 = 1000 kg/m3 x 1,2x 10-4 m3/det x 2,1265 m/det

= 0,2552 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,2552 N ( 1 – cos 90° )
= 0,3695 N
IT – PLN 96
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
b. Permukaan bidang cekung / kerucut

h = 5 cm
= 0,05 m
2
 Bukaan 3
Q = 23,7 l/menit
23,7
= 1000 x 60 m3/det
= 3,95 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
3,95 x 10-4 m3/det
= 355,6962 detik
Q
Vn =
A
3,95 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 7,8584 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(7,8584 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 7,7957 m/det

= 3,0793 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 3,0793 N ( 1 – cos 45° )
= 1,4617 N
IT – PLN 97
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 16,4 l/menit
16,4
= 1000 x 60 m3/det
= 2,7333 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 600 gr
= 0,6 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
2,7333 x 10-4 m3/det
= 514,0307 detik
Q
Vn =
A
2,7333 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 5,4378m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(5,4378 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 5,3468 m/det

= 1,4614 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 1,4614 N ( 1 – cos 45° )
= 0,6937 N
IT – PLN 98
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 7,5 l/menit
7,5
= 1000 x 60 m3/det
= 1,25 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 750 gr
= 0,75 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,25 x 10-4 m3/det
= 1124 detik
Q
Vn =
A
1.25 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 2,4868 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(2,4868 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 2,2810 m/det
ρQv1 = 1000 kg/m3 x 1,25 x 10-4 m3/det x 2,2810m/det

= 0,2851 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,2851 N ( 1 – cos 45° )
= 0,1353 N
IT – PLN 99
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
c. Permukaan bidang ½ bola

h = 5 cm
= 0,05 m
2
 Bukaan 3
Q = 23,5 l/menit
23,5
= 1000 x 60 m3/det
= 3,9167 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 1000 gr
=1g
V
t =
Q
0,1405 m3
=
3,9167 x 10-4 m3/det
= 358,7204 detik
Q
Vn =
A
3,9167 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 7,7921 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(7,7921 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 7,7289 m/det

= 3,0272
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 3,0272 N ( 1 – cos 135° )
= 6,0426 N
IT – PLN 100
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan 2
Q = 11,7 l/menit
11,7
= 1000 x 60 m3/det
= 1,95 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 700 gr
= 0,7 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,95 x 10-4 m3/det
= 720,5128 detik
Q
Vn =
A
1,95 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 3,8794 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(3,8794 m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 3,7508 m/det

= 0,7314 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,7314 N ( 1 – cos 135° )
= 1,0591 N
IT – PLN 101
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
1
 Bukaan
3
Q = 7,9 l/menit
7,9
= m3/det
1000 x 60
= 1,3167 x 10-4 m3/det
V = 0,1405 m3
Beban = 650 gr
= 0,65 kg
V
t =
Q
0,1405 m3
=
1,3167 x 10-4 m3/det
= 1067,0616 detik
Q
Vn =
A
1,3167 x 10-4 m3/det

=
5,0265 x 10-5
= 2,6195 m/det
V12 = Vn2 – 2gh
V1 =√(2, m/det)2 − 2 x 9,81 m/s2 x 0,05 m

= 4,8225 m/det

= 0,4662 N
F = ρQv1 ( 1- cos θ )
= 0,4662 N ( 1 – cos 135° )
= 0,9306 N
IT – PLN 102
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
F. ANALISA
Pada praktikum modul V yang berjudul Tumbukan Pancaran Air atau dengan
istilah Impact Of Jet. Dimana praktikum ini adalah salah satu bentuk pengamatan aliran.
Impact of jet ini merupakan alat yang digunakan untuk menguji atau melihat bentuk
tumbukan dari fluida terhadap permukaan bidang. Modul ini juga memiliki tujuan yaitu,
untuk mencari reaksi gaya yang dihasilkan dari perubahan momentum aliran air dengan
pengukuran gaya yang dihasilkan oleh jet yang menumbuk permukaan padat yang
menghasilkan defleksi aliran yang berbeda. Tumbukan adalah peristiwa pertemuan
diantara dua benda yang bergerak dan saling bertumbuk. Momentum adalah
kecenderungan suatu benda untuk meneruskan kecepatan sebelumnya. Lalu pada
praktikum ini kita menggunakan tiga jenis permukaan bidang yang berbeda, karena agar
praktikan dapat membandingkan reaksi gaya yang dihasilkan dari pancaran aliran air.
Bentuk dari permukaan bidangnya yaitu, bentuk bidang datar yang memiliki sudut
sebesar 90 derajat dan akan membentuk pancaran aliran sesuai dengan bidangnya,
kemudian bentuk bidang setengah bulat yang memiliki sudut sebesar 135 derajat dan
akan membentuk pancaran aliran seperti bentuk payung, dan bentuk bidang kerucut yang
memiliki sudut sebesar 45 derajat dan akan membentuk pancaran aliran V.
Pada praktikum ini praktikan diminta untuk mengamati dan membandingkan aliran
yang menumbuk pada bidang datar, bidang setengah bola, dan bidang kerucut. Setiap
terjadinya tumbukan antara pancaran aliran air dengan permukaan bidang akan memiliki
perbedaan. Ketika aliran air menumbuk pada permukaan bidang datar maka aliran yang
dihasilkan akan simetris dan bagus, jika aliran menumbuk pada permukaan bidang
setengah bola maka aliran yang dihasilkan akan simetris dan aliran akan membentuk
seperti payung, lalu jika aliran menumbuk pada permukaan kerucut maka aliran yang
dihasilkan akan menyebar dan simetris.
Dalam melakukan praktikum, praktikan menggunakan nozzel 5 mm dan 8 mm.
Nozzel juga memiliki ragam jenis yang tergantung pada penggunaannya. Adapun nozzel
tersebut yakni, nozzel konvergen, nozzel divergen, dan nozzel konvergen-divergen.
Nozzel konvergen ialah aliran air yang dipancarkan ke atas, nozzel divergen adalah aliran
air yang dipancarkan ke bawah, dan nozzel divergen konvergen adalah aliran air yang
dipancarkan melalui dua arah yang biasanya memiliki bentuk tengah yang sempit namun
lebar pada bentuk ujungnya. Pada praktikum ini, kita menggunakan nozzel konvergen
karena aliran air yang dipancarkan ke atas. Nozzel dalam praktikum ini juda sangat
berpengaruh, karena fluida yang mengalir dengan menggunakan nozzel akan mempunyai
kecepatan yang lebih tinggi dibanding sebelum menggunakan nozzel. Perubahan
kecepatan ini akan menimbulkan perubahan mometum, karena kecepatan berbading
lurus terhadap momentum.
Bentuk kesalahan yang mungkin terjadi dalam melakukan praktikum modul V ini
diantaranya adalah, pembacaan penggaris sebelum melakukan praktikum tidak sesuai,
pin yang biasa digunakan untuk mengatur kedataran alat tersenggol sehingga
menyebabkan perubahan, pada saaat melakukan pembacaan letak titik mata pembaca
tidak sesuai, dan yang terakhir adalah tidak seimbangnya logam pemberat dan bisa
menyebabkan per yang bersifat pegas lama kelamaan akan rusak dan mengurangi
tingkat keakuratan dari alat tesebut.
Tumbukan pancaran air atau impact of jet ini sering diaplikasikan dalam
pembuatan turbin air. Tubin air sering digunakan dalam PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga
Air). Setiap fluida yang dipancarkan mempunyai gaya atau kerja yang menyebabkan
tumbukan. Gaya ini dapat bermanfaat untuk menggerakkan benda atau peralatan lain
IT – PLN 103
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
yang membutuhkan gaya penggerak. Jika penerapannya pada bidang teknik sipil adalah
pembuatan air mancur
IT – PLN 104
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
G. KESIMPULAN
1. Praktikan dapat mencari reaksi gaya yang dihasilkan dari perubahan momentum
aliran air, dengan melakukan pengukuran gaya yang dihasilkan oleh jet yang
menumbuk permukaan padat yang menghasilkan derajat defleksi aliran yang
berbeda.
2. Praktikum kali ini berlaku Hukum Newton II
3. Praktikan dapat menentukan jenis aliran tersebut termasuk jenis aliran simetris atau
asimetris
4. Data yang didapat sebagai berikut
a. Nozzel 5 mm
 Datar 2/3 F = 4,5312 N
 Datar ½ F = 1,1354 N
 Datar 1/3 F = 0,4951 N
 Cekung 2/3 F = 1,7578 N
 Cekung ½ F = 0,4692 N
 Cekung 1/3 F = 0,2136 N
 ½ Bola 2/3 F = 6,8530 N
 ½ Bola ½ F = 1,6987 N
 ½ Bola 1/3 F = 0,9306 N
b. Nozzel 8 mm
 Datar 2/3 F = 3,6560 N
 Datar ½ F = 0,8896 N
 Datar 1/3 F = 0,3695 N
 Cekung 2/3 F = 1,4617 N
 Cekung ½ F = 0,6937 N
 Cekung 1/3 F = 0,1353 N
 ½ Bola 2/3 F = 6,0426 N
 ½ Bola ½ F = 1,4599 N
 ½ Bola 1/3 F = 0,9306 N
IT – PLN 105
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
H. LAMPIRAN
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
IT – PLN 106
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
(ii) (j)
Keterangan :
a) Hydraullic Bench
b) Impact Of Jet
c) Logam Pemberat
d) Nozzel ukuran 5 mm
e) Nozzel ukuran 8 mm
f) Permukaan bidang datar
g) Permukaan bidang kerucut
h) Permukaan bidang setengah bola
i) Air
j) Penggaris
IT – PLN 107
Nama : Sri Wahyuni
NIM : – 21
2015NIM – : 2019 – 21 – 045
025
IT – PLN 108
Laporan Praktikum
MODUL NO. VI
SALURAN DALAM ALIRAN TERBUKA
(Open Channel)
Nama : Sri Wahyuni

NIM : 2019 – 21 – 045
Kelas :C
Kelompok : IX

Tanggal Praktikum : Sabtu, Oktober 2020
2020
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
MODUL VI
SALURAN DALAM ALIRAN TERBUKA
( Open Channel )
A. TUJUAN
Untuk menghitung debit air yang melimpas pada saluran terbuka persegi panjang
dengan menggunakan alat ukur seperti bendung ambang lebar, bendung segitiga, venturi
flume, serta sluice gate.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Rectangular Flow Channel Apparatus
2. Venturi Flume
3. Bendung Segitiga
4. Pengukur kedalaman
5. Alat pengambil bending
Bahan :
Air sebanayak 140,5 liter
C. DASAR TEORI
Cairan yang mengalir di saluran terbuka memiliki permukaan bebas yang terkena
tekanan atmosfer. Oleh karena itu, sepanjang saluran, tekanan pada permukaan konstan
dan alirannya tidak dapat dihasilkan oleh tekanan eksternal tetapi hanya oleh perbedaan
energi potensial karena kemiringan permukaan. Memperhitungkan saluran terbuka dengan
lebar yang sama (B) dan dengan alas datar tetapi miring seperti diilustrasikan di bawah ini,
di mana cairan mengalir dari kiri ke kanan.
Gambar 4.1 Rectangular Open Channel
Pada bidang X :
Tinggi dasar saluran di atas datum = Z
Kedalaman cairan dalam saluran = D
Lebar saluran = B
Perimeter basah = P = B + 2D
Kecepatan rata-rata cairan = v.
Kedalaman Rata-Rata Hidrolik, DHM didefinisikan sebagai:

A B.D
𝐷𝐻 = P = B + 2D
IT-PLN
109
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Menerapkan persamaan Bernoulli untuk cairan pada bidang X maka total energi
puncak di atas datum adalah:
V2
H=Z+D
2g
Seringkali menguntungkan untuk menggunakan dasar saluran sebagai datum. Total
energi puncak di atas dasar saluran dikenal sebagai energi spesifik, E adalah:
V2
E = D + 2g
Penataan ulang untuk mendapatkan kecepatan rata-rata:
V = √2g (E-D)
Tergantung pada kemiringan saluran kedalaman cairan di sepanjang saluran
mungkin konstan atau mungkin menurun atau meningkat. Pertimbangan kontinuitas laju
aliran antara dua bidang X1 dan X2 mensyaratkan bahwa laju aliran Q adalah sama di
masing-masing bidang sehingga:
Q = V1 . A1 = V2 . A2
dan untuk saluran persegi panjang lebar yang sama, B:
Q
q= B
= V1 . D1 = V2 . D2
Untuk aliran yang seragam atau stabil dalam saluran lebar konstan, kedalaman
cairan akan konstan sepanjang saluran D1 = D2 dan oleh karena itu kemiringan permukaan
θS harus sejajar dengan kemiringan dasar θB sehingga θS = θB.
Jika kecepatan di sepanjang dasar meningkat maka kedalaman berkurang ke arah
aliran D1>D2 dan kemiringan permukaan lebih besar dari kemiringan dasar saluran θS>θB
atau jika kecepatan berkurang maka kedalaman meningkat D1<Θb.
6.1 Rumus Chezy

Mempertimbangkan kasus aliran konstan pada kecepatan rata-rata, V dalam
saluran persegi panjang sehingga sepanjang saluran:
𝐷1 = 𝐷2 dan θS = θB
Gambar 4.2 Uniform Flow in a Rectangular Channel
Untuk aliran air pada kecepatan konstan sepanjang saluran harus ada
keseimbangan antara gaya yang menyebabkan aliran dan gaya gesekan yang menentang
aliran.
Gaya yang menghasilkan gerakan di garis dasar saluran disebabkan oleh gravitasi
dan untuk setiap bagian saluran dengan panjang L adalah:
= W. SinθB = ρ. g. A. δL. SinθB
Jika kemiringannya kecil m aka : sinθ ≈ θB sehingga gerakan yang menghasilkan gaya
adalah:
= ρ. g. A. δL.θB
IT-PLN
110
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Gerakan penahan gaya adalah karena tahanan gesek pada perimeter dibasahi, jika
tahanan gesekan per satuan luas pada kecepatan satuan adalah f maka tahanan untuk
bagian saluran panjang L adalah:
= f. V2. P. δL
Untuk kecepatan konstan menyamakan dua gaya yang berlawanan ini:
f. V2. P. δL = ρ. g. A. δL. θB
V2 = ρ. g f . A P . θB
Mengganti DHM kedalaman rata-rata hidrolik untuk A/P kecepatan diberikan oleh:
ρ.g
V=√
f
√DH . θB
= C √DH . θB
Persamaan ini dikenal sebagai rumus Chezy dan C = √ρ . g/f adalah Koefisien
Chezy untuk saluran. Koefisien chezy adalah dimensi dan karenanya nilai numeriknya
akan bergantung pada unit yang digunakan. Ini memiliki dimensi: 𝐿1/2 . 𝑇 −1
6.2 Rumus Manning

Ada sejumlah rumus aliran empiris untuk saluran terbuka yang berupaya mewakili
koefisien chezy sebagai fungsi dari ukuran saluran dan kekasaran permukaan saluran yang
dibasahi. Rumus Manning digunakan secara khusus untuk saluran terbuka dan biasanya
digunakan dalam aplikasi teknik sipil yang luas. Sedangkan rumus dari Darcy-Weisbach
dan Colebrook_White yang diterapkan pada saluran berasal dari aliran dalam pipa bulat
dan tidak bulat yang lebih cocok untuk masalah teknik mesin.
Dari studi gaya gesek pada pipa, faktor gesekan ditemukan tergantung pada angka
Reynolds dan kekasaran relatif dari dinding pipa, namun untuk pipa yang sangat kasar
faktor gesekan menjadi bebas dari angka Reynolds dan hanya bergantung pada kekasaran
dinding pipa. Untuk banyak saluran terbuka yang ditemukan dalam masalah teknik sipil,
dinding saluran sangat kasar dan dalam mempelajari saluran-saluran teknik sipil ini Robert
Manning menemukan dari percobaan bahwa Koefisien Chezy bervariasi sebagai akar
keenam dari radius rata-rata hidrolik dan berbanding terbalik dengan kekasaran saluran.
DH ?
C=
n
dimana n adalah factor kekasaran Manning.
Kecepatan dalam saluran terbuka diberikan oleh rumus Manning:
DH ? DH 2⁄3 . θB 1⁄2
V = C √𝐷𝐻 . θB = C = n
√𝐷𝐻 . θB = n
1⁄
Tabel 6.1 Nilai khas faktor kekasaran Manning dengan satuan 𝑚 2 dan detik-1 adalah:
Irregular rock channels 0.035 – 0.045

Rough earth channels 0.025 – 0.040
Smooth earth channels 0.017 – 0.025
Rubble masonry 0.017 – 0.030
Clean Smooth brick or wood channels 0.010 – 0.017
Smooth metal channels 0.008 – 0.010
IT-PLN
111
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
6.3 Energi Spesifik dan kedalaman kritis

Dengan menerapkan persamaan Bernoulli pada aliran dalam saluran, bahwa energi
spesifik yang diukur dari dasar saluran pada bidang apa pun diberikan oleh:
2
V2 Q
E=D =D+
2.g 2.g.A2
Kecepatan rata-rata adalah:
V = √2.g(E - D)
Debitnya adalah:
Q = √2.g(E - D)
substitusi B.D ke A dalam persamaan energi spesifik dan mendefinisikan q sebagai

aliran volume per unit lebar saluran sehingga q = Q / B atau q / D = Q / A.
Q2 q2
E = D 2.g.A = D+
2.g.D2
Sekarang membedakan hubungan dengan kedalaman dan menyamakan dengan

nol untuk menentukan kondisi untuk nilai minimum energi spesifik Ec:
dE q2
=1- =0
dD g.D3
Oleh karena itu:
q2 3 q2
DC3 = atau DC = √
g g
Jadi energi spesifik minimum, yang dikenal sebagai energi spesifik kritis, 𝐸𝐶
diberikan oleh:
q2 DC2. g 3
EC = DC 2.g.D = DC + 2 . g. D 2
= 2 DC
2
C C
Kedalaman kritis yang berhubungan dengan energi spesifik minimum adalah:
2
DC = EC
3
dan kecepatan pada kondisi kritis ini adalah:
2
VC = √2g(E-D) = √2g(EC - 3 EC
2
= √3 g.EC = √g . DC
Untuk nilai debit q tertentu akan ada dua kedalaman yang mungkin untuk nilai energi
spesifik yang diberikan seperti yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Untuk kedalaman
yang lebih besar dari kedalaman kritis, aliran dikatakan subkritis atau tenang dan untuk
kedalaman kurang dari kedalaman kritis, aliran digambarkan sebagai superkritis atau
shooting.
IT-PLN
112
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Gambar 4.3 Specific Energy – Depth Curve
Pada kondisi kritis kecepatan kritis diberikan oleh:

VC = √g . DC
Mengkuadratkan dan mengatur ulang memberikan:

V2
= 1 = Nomor Froude 𝑁𝐹
g.D
Pernyataan umum untuk Nomor Froude adalah:

V2 2(E - D)
g. D
= D
Ketika D>Dc, Nomor Froude NF kurang dari satu maka alirannya adalah subkritis,
dan ketika D <DC Nomor Froude lebih besar dari satu maka alirannya superkritis. Nomor
Froude NF dianalogikan dengan Nomor Mach 𝑁𝑀 untuk aliran udara atau gas, aliran cairan
subkritis analog dengan aliran udara subsonik dan aliran air superkritis analog dengan
aliran udara supersonik.
6.4 Lompatan Hidrolik

Jika aliran dalam saluran bersifat superkritis dan tidak ada kemiringan yang
memadai untuk gaya gravitasi untuk mengatasi gaya gesekan maka aliran tersebut akan
tiba-tiba berubah menjadi aliran subkritis dengan menggunakan Lompatan Hidrolik yang
diilustrasikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Hydraulic Jump

Kedalaman air sebelum lompatan kurang dari kedalaman kritis dan kedalaman
setelah lompatan hidrolik lebih besar dari kedalaman kritis. Energi spesifik sebelum dan
sesudah lompatan hidrolik harus lebih tinggi dari nilai energi kritis. Lompatan hidrolik adalah
proses yang sangat ireversibel, ada kerugian dalam energi kinetik, dan meskipun ada
IT-PLN
113
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
keuntungan dalam energi potensial, irreversibilitas proses mensyaratkan bahwa energi

spesifik di hilir lompatan hidraulik lebih kecil daripada energi spesifik di hulu dari lompatan
hidrolik. Hidrolik akan terjadi dalam aliran superkritis jika permukaan air hilir dinaikkan di
atas kedalaman kritis oleh suatu halangan.
a) Kontinuitas
Untuk kontinuitas aliran melalui lompatan hidrolik:
Q = B . D1 . V1 = B . D2 . V2
D1
V2 = V1
D2
b) Tingkat Perubahan Momentum

Dalam lompatan hidrolik perubahan kecepatan dari V1 ke V2 dan karenanya ada
perubahan momentum melalui lompatan. Gaya yang menghasilkan perubahan
momentum ini adalah karena perbedaan tekanan hidrostatik yang dihasilkan dari
perubahan kedalaman.
Gaya resultan yang timbul dari perbedaan tekanan hidrostatik adalah:
1 1 1
2
ρ g B D22 - 2 ρ g B D12 = 2
ρ g B ( D22 - D12 )
Sekarang laju perubahan momentum adalah:

D1
ρ Q (V1 - V2 ) = ρ B D1 V1 (V1 - V2 ) = ρ B D1 V1 (V1 - V1 D2
)
Oleh karena itu menyamakan gaya hidrostatik yang dihasilkan dengan laju
perubahan momentum:
1 D1
2
ρ g B ( D22 - D12 ) = ρ B D1 V1 (V1 - V1 D2
)
Yang dapat disusun kembali sebagai kuadrat di D2:

D
g(D2 - D1 )(D2 + D1 ) = 2V12 D1 (D1 - D2 )
2
V 2 D1
1
D22 + D2 D1 - 2 g
=0
D1 2V 2 D1 D 2
1 1
D2 = - 2
+√ g
+ 4
c) Hilangnya Energi Spesifik

Dengan nilai V2 dan D2 dievaluasi seperti di atas maka hilangnya energi spesifik
karena irreversibilitas dalam lompatan hidrolik dapat dihitung dari:
V2 V2 V2 V2
E1 - E2 = (D1 - 1 ) - (D2 - 2 ) = (D2 + D1 ) + ( 1 - 2 )
2g 2g 2g 2g
6.5 Bendungan Punuk Segitiga

Aliran di atas bending berbentuk segitiga ditunjukkan pada Gambar 6.5 di bawah
ini. Ketika air mengalir di atas punuk, puncak energi spesifik yang ada berkurang dengan
jumlah yang sama dengan ketinggian punuk:
E = E1 – Z
Dengan dasar saluran horisontal, puncak energi total diberikan oleh:
Q2
H=E+Z=Y+ +z
2gY
IT-PLN
114
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Dengan asumsi bahwa aliran pendekatan tenang atau subkritis dan bahwa hilir
bendung tidak dibatasi daripada aliran di atas puncak dan kemiringan hilir akan meningkat
karena puncak yang ada dan aliran akan menjadi shooting atau superkritis. Kondisi aliran
kritis terjadi ketika puncak energi spesifik E adalah nilai minimum dan ini terjadi di puncak
di mana:
3 2
Q
YC = √ g
Gambar 4.5 Flow Over Triangular Hump Weir
Hilir dari puncak aliran akan mempercepat.
6.6 Bendungan Ambang Lebar

Aliran di atas bendung ambang lebar ditunjukkan pada Gambar 4.6. Saat air
mengalir di atas bendung, puncak energi spesifik yang tersedia berkurang dengan jumlah
yang sama dengan ketinggian bendung.
E = E1 – Z
Dengan dasar saluran horisontal, puncak energi total diberikan oleh
Q2
H=E+Z=Y+ +z
2gY
Asumsi bahwa aliran mendekati tenang atau subkritis dan bahwa hilir bendung tidak
dibatasi dari aliran atas bendung akan dipercepat karena puncak yang tersedia dan aliran
akan menjadi shooting atau superkritis. Kondisi aliran kritis terjadi ketika puncak energi
spesifik E adalah nilai minimum dan karena gesekan pada permukaan bendung bagian
atas, ini harus terjadi pada ujung hilir bendung di mana:
3 2
Q
DC = √
g
Gambar 4.6 Flow Over a Broad Crested Weir

Bendung ambang lebar sering digunakan sebagai alat pengukur aliran di saluran
terbuka. Asalkan ada kondisi kritis di tepi hilir bendung, satu-satunya pengukuran yang
diperlukan untuk menentukan laju aliran adalah kedalaman hulu di atas puncak bendung.
Laju aliran diberikan oleh:
2 2g
Q= B√ C C E1.5
3 3 V D
Di mana CV adalah Koefisien Kecepatan dan CD adalah Koefisien Pengaliran.
IT-PLN
115
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
6.7 Venturi Flume

Kecepatan air melalui tenggorokan flume lebih tinggi daripada kecepatan di saluran
hulu venturi. Ketika laju aliran melalui venturi flume meningkat maka energi spesifik
meningkat dan asalkan energi spesifiknya cukup tinggi, maka aliran melalui tenggorokan
venturi akan mencapai kondisi kritis.
Gambar 4.7 Flow Through a Venturi Flume
Dengan asumsi tidak ada kehilangan energi spesifik:

V2 V2
D1 + 1 = D2 + 2
2g 2g
Untuk kesinambungan aliran:
Q = B1 . D1 . V1 = B2 . D2 . V2
B2 D2
V1 = V2
B1 D1
Substitusi
V 2 B 2D 2
2 2 2
D1 - D2 = 2g
(1 - B 2D 2
)
1 1
Penataan Ulang
2g(D1 - D2
Q = B2 . D2 . V2 = B2 . D2 B D
√1 - ( 22 22 )
B 2D 2
1 1
Oleh karena itu laju aliran melalui venturi dapat dihitung dari pengukuran kedalaman
air di pintu masuk dan tenggorokan venturi. Aliran maksimum akan terjadi ketika aliran di
tenggorokan kritis ketika kedalaman di tenggorokan adalah 2/3 dari energi spesifik.
2
DC = 3
H
x 2
y
H= 2g
+ D2
Debit kemudian diberikan oleh
Q = B2 . D2 √2g(H - D2
2 2
= B2 . H √2g(H - H)
3 3
2
= 1.706 B2 H3
Asalkan venturi dioperasikan dengan tenggorokan pada kondisi kritis laju aliran
dapat ditentukan dari pengukuran puncak hulu H ditambah geometri venturi. Dalam
praktiknya, Koefisien Pengaliran dan Koefisien Kecepatan dimasukkan untuk
IT-PLN
116
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
memungkinkan puncak diukur di pintu masuk venturi, koefisien ini memungkinkan

kecepatan aliran pendekatan dan untuk vena contractor yang berada di hilir tenggorokan.
6.8 Gerbang Pintu Air

Aliran di bawah pintu air tergantung pada puncak hulu dan ketinggian di bawah pintu
air. Asumsikan kondisi tenang aliran hulu di bawah pintu air mungkin tenang atau
superkritis, jika superkritis maka lompatan hidrolik di hilir dapat terjadi jika kemiringan tidak
cukup untuk mempertahankan aliran superkritis atau jika ada batasan di hilir.
a) Free Discharge – Unrestricted Downstream b) Flooded Discharge – Downstream

Gambar 4.8 Flow Under a Suite Gate
6.9 Bendung Tajam

Lekuk persegi panjang besar juga disebut bendung ambang tajam dan lembaran
cairan mengalir di atas lekuk atau bendung dikenal sebagai "nappe". Jika tekanan di bawah
nappe adalah atmosfer, nappe dalam banyak kasus akan menjauh dari pelat lekuk. Untuk
lekuk penuh, udara atmosfer mungkin tidak dapat masuk ke bawah nappe dan cairan akan
menempel di sisi hilir pelat lekuk yang membuat prediksi debit sulit. Hanya dengan
membuat asumsi penyederhanaan tertentu dan memperkenalkan koefisien yang
ditentukan secara eksperimen, hubungan antara laju aliran dan kedalaman pada lekuk
ditentukan. Asumsinya adalah sebagai berikut:
a) Hulu bendung alirannya seragam dan tekanannya bervariasi dengan kedalaman, mis.
ρ = ρgh
b) Permukaan bebas tetap horisontal seperti untuk bidang bendung dan semua partikel
yang melewati bendung bergerak secara horizontal.
c) Tekanan di seluruh lembar cairan atau nappe, yang melewati puncak bendung, adalah
atmosfer.
d) Efek viskositas dan tegangan permukaan dapat diabaikan.
Menerapkan Teorema Bernoulli ke 1 dan 2 pada garis streamline
ρ1 V 2 ρ2 V 2
1 2
Z1 + ρ
+ 2g
= Z2 + ρ
+ 2g
ρ2 ρ1
Namun, = 0 dan Z1 + =h
ρ ρ
V 2 V 2
1 2
h+ 2g
= Z2 + 2g
1⁄
V 2 2
1
V2 = [2g (2g(h - Z2 + 2g
)]
Debit pada bidang q = V2 b
h
Q = b ∫c V2 d
1⁄
b h V 2 2
1
Q = √2g ∫c (h - Z2 + ) d
2g
IT-PLN
117
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
3⁄ h
2 b V 2 2
1
= − √2g [(h - Z2 + ) ]
3 2g
c
3 3⁄
2 b
V 2 ⁄2 V 2 2
1 1
= √2g [(h+ ) - ( ) ]
3 2g 2g
Jika kecepatan pendekatan V1 sangat kecil, maka persamaan berkurang menjadi:

2 b 3⁄ 3⁄
Menurut Teori : Q = 3
√2g (h) 2 = 2.953 b h 2 m3 ⁄s
2 b 3⁄ 3⁄
Yang sebenarnya : Q = Ca 3
√2g (h) 2 = 2.953 Ca b h 2 m3 ⁄s
Jika bendung persegi panjang memanjang melintasi lebar penuh dari saluran
pendekatan maka tidak ada kontraksi ujung dimasukkan ke dalam aliran dan "bendung
h
persegi panjang tertekan" memiliki koefisien buangan Cd = 0,602 + 0,083 (rumus
ρ
Rehbock) di mana h dan p adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1. Jika dasar
dan dinding saluran cukup jauh dari bendung sehingga tidak memiliki pengaruh
signifikan pada aliran di bendung maka "bendung yang sepenuhnya dikontrak" memiliki
h
koefisien debit Cd = 0.616 (1 - 0.1 b) (Rumus Hamilton-Smith), di mana h adalah
seperti gambar 1 dan b adalah lebar bending.
4.1 Prosuder Praktikum Umum
1. Posisikan Saluran Aliran ke sisi kiri Bangku Hidrolik sehingga pelepasan dari
Saluran Aliran akan memasuki saluran bendung Bangku Hidrolik.
2. Sesuaikan kaki frame pendukung saluran aliran sehingga tidak bergoyang.
3. Lepaskan "Clamping Stud" dari penyangga sisi kiri. Ini untuk memungkinkan
penyesuaian kemiringan saluran aliran.
Penting : Jangan menyesuaikan kemiringan saluran aliran dengan clamping
stud pada posisinya.
4. Hubungkan selang bawaan dari Bangku Hidrolik ke sambungan inlet dari saluran
aliran.
5. Turunkan pintu air di ujung keluar terowongan untuk menutup pintu keluar dari
terowongan.
6. Mulai pompa bangku hidrolik dan biarkan air masuk ke saluran sampai terisi sekitar
20 mm.
7. Ukur jarak ketinggian air dari tepi atas dinding saluran di setiap ujungnya dan
dengan menggunakan tombol penyesuaian kemiringan memperoleh pengukuran
sama.
8. Atur putaran jam ke nol dan catat pembacaan alat penghitung putaran.
9. Periksa bahwa kedalaman air pada saluran adalah konstan di sepanjang saluran.
ini adalah keadaan untuk kemiringan nol.
4.2 Praktikum Aliran pada Saluran Terbuka

1. Mengatur bangku hidrolik menggunakan prosedur umum yang dijelaskan pada
paragraf 4.1.
2. Angkat penuh pintu air di ujung saluran sehingga tidak membatasi aliran.
3. Atur kemiringan saluran aliran lereng kebawah dari kiri kekanan 1.25 dalam 1500
1⁄
yaitu 1 4 putaran dari putaran jam dari titik nol.
IT-PLN
118
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
4. Mulai pompa bangku hidrolik dan sesuaikan laju aliran menjadi sekitar 1.5
liter/detik.
5. Ketika kondisi aliran menjadi stabil, ukur laju aliran menggunakan tangki volumetrik
dari bangku hidrolik dan ukur kedalaman air di saluran aliran pada jarak 50cm dari
ujung kiri.
6. Menjaga laju aliran konstan, ulangi pengukuran di atas untuk lereng kebawah yang
berbeda berikut ini.
Kemiringan Saluran Putaran pada dial dari kemiringan nol
1.7/1500 7
1 ⁄10
1.8/1500 8⁄
2 10
2.5/1500 1⁄2
2
3.0/1500 3
4.0/1500 4
5.5/1500 1⁄2
5
7. Catat hasilnya pada salinan lembar hasil.

8. Untuk setiap nilai kemiringan saluran, hitung:
 Laju aliran air, Q.
 Luas permukaan aliran, A = B * D.
 Kecepatan rata-rata, V = Q/A .
 Kedalaman rata-rata hidrolik, DHM = A / (2D + B).
 Kemiringan dasar saluran, θB .
 Akar kuadrat dari hasil kali kedalaman rata-rata hidrolik dan kemiringan
√DH . θB .
 The Expression DH 3⁄2 √θB .
9. Plot grafik kecepatan rata-rata V terhadap √DH . θB dan tentukan koefisien Chezy
dari kemiringan grafik.
10. Plot grafik dengan kecepatan rata-rata V terhadap DH 3⁄2 √θB dan tentukan nilai
kekasaran Manning dari kemiringan grafik.
11. Mengomentari nilai koefisien kekasaran Manning n dan membandingkannya
dengan nilai-nilai yang dikutip dalam buku pelajaran.
4.3 Praktikum Aliran pada Bendung Segitiga

1. Siapkan Bangku Hidrolik menggunakan prosedur umum yang dijelaskan dalam
paragraf 4.1.
2. Mempersiapkan saluran aliran mengikuti prosedur paragraf 4.1.
3. Posisikan bendung segitiga di saluran sekitar 500 mm dari titik masuk aliran air.
4. Tetapkan posisi titik pengukuran yang dinomori dari 1 hingga 12 dan ditunjukkan
pada gambar dibawah ini.
6. Nyalakan Bangku Hidrolik dan sesuaikan aliran air hingga sekitar 1.5 liter/detik.
7. Ketika kondisi stabil telah ditetapkan pada laju aliran ini:
 Ukur ketinggian pengukuran permukaan air pada lembar hasil. Posisi
pengukuran 1 hingga 12 dan catat pengukuran ini pada lembar hasil.
 Secara akurat menentukan laju aliran menggunakan tangki ukur volumetrik
dari Bangku Hidrolik.
IT-PLN
119
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
8. Kemudian sesuaikan laju aliran menjadi sekitar 0,5 liter/detik dan sekali lagi secara
akurat mengukur laju aliran dan posisi permukaan air.
9. Catat hasilnya pada salinan kosong lembar hasil.

10. Hitung laju aliran air, Q.
11. Hitung energi spesifik untuk masing-masing dari dua titik pengukuran dari :
2
Q
E=D+
2gA2
12. Plot grafik kedalaman D terhadap energi spesifik E untuk kedua tes data uji.
13. Tempatkan pada grafik sebuah garis untuk D=E dan D=2/3 E.
14. Menghasilkan gambar skala yang menunjukkan bentuk permukaan air dalam
hubungannya dengan saluran aliran dan bendung punuk segitiga.
15. Mengomentari bentuk profil permukaan dibandingkan dengan posisi bendung.
16. Mengomentari hilangnya energi melintasi bendung.
4.4 Praktikum Aliran melalui Venturi Flume

1. Siapkan Bangku Hidrolik menggunakan prosedur umum yang dijelaskan dalam
paragraf 4.1.
2. Sesuaikan saluran aliran sehingga dasar saluran horisontal.
3. Pasang Venturi Flume di saluran aliran yang diposisikan sekitar 50 cm dari masuk
aliran air dengan menempatkan dua bagian Venturi Flume di kedua sisi saluran.
Ini paling baik dilakukan dengan permukaan sisi saluran basah dan kemudian
menggunakan blok penjepit untuk memperbaiki bagian dari atas. Kancing pada
blok penjepit harus pada ujung hilir blok.
4. Gunakan jangka lengkung dalam (tidak disediakan) untuk mengukur lebar rata-
rata saluran aliran dan lebar rata-rata tenggorokan venturi flume.
6. Mulai pompa Bangku Hidraulik dan sesuaikan laju aliran air dari bangku menjadi
sekitar 1,5 liter/detik.
7. Ketika aliran stabil, ukur laju aliran secara akurat menggunakan tangki ukur
volumetrik dari Bangku Hidrolik.
8. Ukur ketinggian air di titik masuk pada Venturi flume.

9. Kurangi laju aliran kira-kira sekitar 0.2 liter/detik hingga aliran hanya menjadi 0.2
liter/detik pada setiap tahap pengukuran aliran air dan ketinggian air masuk.
10. Catat hasilnya pada salinan kosong lembar hasil.
11. Hitung laju aliran air, Q.
IT-PLN
120
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
12. Hitung energi spesifik (Total Puncak) yang masuk ke venturi untuk setiap laju
aliran menggunakan:
2
Q
E=D+
2gA2
13. Hitung E1.5 dan D1 1.5 untuk setiap laju aliran.
14. Plot grafik E1.5 dan D1 1.5 terhadap laju aliran Q.
15. Tempatkan pada grafik garis untuk D=E dan D=2/3 E dan tentukan kemiringan
garis lurus yang melewati titik asal untuk setiap parameter.
16. Menghasilkan gambar skala yang menunjukkan bentuk permukaan air dalam
hubungannya dengan saluran aliran dan venturi untuk laju aliran tertinggi dan
terendah.
17. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan persamaan empiris yang diharapkan
untuk venturi:
2
Q = 1.706 B2 H3
IT-PLN
121
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
NOMENKLATUR

satuan
Simbol Makna Unit
Dimensi
A Luas permukaan = B.D m L
B Lebar saluran m L
1⁄2⁄
L1 2 ⁄T-1
C Koefisien chezy ⁄
m s
CD Koefisien pengaliran
CV Koefisien kecepatan
D Kedalaman aliran m L
Kedalaman sesuai dengan energi
𝐷𝐶 m L
spesifik minimum
DHM Kedalaman rata-rata hidrolik m L
E Energi spesifik m L
F Gaya gesek N -2
MLS
Tahanan gesekan per unit daerah -2
F N⁄m2 ML-1 S
yang dibasahi
G Percepatan gravitasi 9,81 m⁄s2 LT-2
H Total di puncak m L
1⁄2 1⁄2
N Koefisien manning m ⁄s L ⁄T-1
LC Energi spesifik kritis m L
NF Nomor Froude
P Daerah yang dibasahi m L
3
Q Jumlah total aliran m3 ⁄s L ⁄T
Q Kuantitas aliran per satuan lebar m3 ⁄s m L2 T-1
V Kecepatan m⁄s LT-1
VC Kecepatan kritis m⁄s -1
LT
Z Ketinggian diatas permukaan datum m L
-3
Ρ Massa jenis kg⁄m3 ML
θB Sudut dasar aliran
θS Sudut permukaan aliran
IT-PLN
122
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Formulir Aliran pada Saluran Terbuka
Kelompok : IX
Hari/tgl : Sabtu, 31 Oktober 2020
Pukul : 13.30
Lebar Saluran = 5,3 cm = 0,053 m

Kedalaman Kemiringan Laju aliran air
(m) (𝑚 3⁄𝑑𝑒𝑡)
0,014 0,000833 6,33 x 10-5
0,014 0,001133 6,33 x 10-5
0,014 0,001200 6,33 x 10-5
0,014 0,001667 6,33 x 10-5
0,013 0,002000 6,33 x 10-5
0,012 0,002667 6,33 x 10-5
0,011 0,003667 6,33 x 10-5
Diperiksa Penguji
IT-PLN
123
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Tabel Hasil Perhitungan Percobaan Aliran pada Saluran Terbuka
Kedal Kemiring Laju Luas Kecepatan 𝐷𝐻𝑀 √DH . θB DH 3⁄2

aman an Aliran Permukaan (𝑚⁄𝑠) (m)
√θB
(m) Saluran Air (𝑚 2 )
3
(𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡)
0,015 0,000833 6,33 x 10-5 7,42 x10-4 8,53 x10-2 9,16 x10-3 2,76 x10-3 1,26 x10-3
0,014 0,001133 6,33 x 10-5 7,42 x10-4 8,53 x10-2 9,16 x10-3 3,22 x10-3 1,47 x10-3
0,014 0,001200 6,33 x 10-5 7,42 x10-4 8,53 x10-2 9,16 x10-3 3,32 x10-3 1,52 x10-3
0,014 0,001667 6,33 x 10-5 6,89 x10-4 9,19 x10-2 8,72 x10-3 3,81 x10-3 1,73 x10-3
0,014 0,002000 6,33 x 10-5 6,89 x10-4 9,19 x10-2 8,72 x10-3 4,18 x10-3 1,89 x10-3
0,013 0,002667 6,33 x 10-5 6,36 x10-4 9,95 x10-2 5 x10-1 3,65 x10-2 3,25 x10-2
0,013 0,003667 6,33 x 10-5 5,83 x10-4 1,09 x10-2 7,77 x10-3 5,34 x10-3 2,38 x10-3
IT-PLN
124
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Formulir Aliran pada Saluran Terbuka
Kelompok : VI
Pukul : 13.30
Lebar Saluran = 5,3 cm = 0,053 m

Kedalaman Kemiringan Laju aliran air
(m) (𝑚 3⁄𝑑𝑒𝑡 )
0,015 0,000833 9,67 x 10-5
0,014 0,001133 9,67 x 10-5
0,014 0,001200 9,67 x 10-5
0,014 0,001667 9,67 x 10-5
0,014 0,002000 9,67 x 10-5
0,013 0,002667 9,67 x 10-5
0,013 0,003667 9,67 x 10-5
Diperiksa Penguji
(Stella Nur Octaviany) (Sri Wahyuni )
IT-PLN
125
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Tabel Hasil Perhitungan Percobaan Aliran pada Saluran Terbuka
Kedal Kemiring Laju Luas Kecepatan 𝐷𝐻𝑀 √DH . θB DH 3⁄2

aman an Aliran Permukaan (𝑚⁄𝑠) (m)
√θB
(m) Saluran Air (𝑚 2 )
3
(𝑚 ⁄𝑑𝑒𝑡)
0,014 0,000833 9,67 x 10-5 7,95 x 10-4 1,2 x 10-1 9,58 x 10-3 2,82 x 10-3 1,30 x10-3
0,014 0,001133 9,67 x 10-5 7,42 x 10-4 1,3 x 10-1 9,16 x 10-3 2,38x 10-2 1,47 x10-3
0,014 0,001200 9,67 x 10-5 7,42 x 10-4 1,3 x 10-1 9,16 x 10-3 2,45 x 10-2 1,51 x10-3
0,014 0,001667 9,67 x 10-5 7,42 x 10-4 1,3 x 10-1 9,16 x 10-3 2,89 x 10-2 1,78 x10-3
0,013 0,002000 9,67 x 10-5 7,42 x 10-4 1,3 x 10-1 9,16 x 10-3 3,16 x 10-2 1,95 x10-3
0,012 0,002667 9,67 x 10-5 6,89 x 10-4 1,4 x 10-1 8,72 x 10-3 4,82 x 10-3 2,18 x10-2
0,011 0,003667 9,67 x 10-5 6,89 x 10-4 1,4 x 10-1 8,72 x 10-3 5,65 x 10-3 2,56 x10-3
IT-PLN
126
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Formulir Aliran di Bendung Segitiga
Kelompok : IX
Pukul : 13.30
Tes 1, Laju Aliran = 9 x 10-5 m3 ⁄det

Titik Kedalaman, Ketinggian Profil Energi Spesifik,
D Punuk, Permukaan, E
(m) Z D+Z (m)
(m) (m)
1 0,0595 0 0,595 5,95 x 10-2
2 0,0595 0 0,595 5,95 x 10-2
3 0,06 0 0,6 6 x 10-2
4 0,046 0,01 0,0560 4,61 x 10-2
5 0,0345 0,022 0,0565 3,46 x 10-2
6 0,022 0,036 0,058 2,23 x 10-2
7 0,01 0,05 0,06 1,15 x 10-2
8 0,006 0,041 0,047 1,01 x 10-2
9 0,006 0,0325 0,0385 1,01 x 10-2
10 0,005 0,022 0,0270 1,09 x 10-2
11 0,004 0,013 0,0170 1,32 x 10-2
12 0,003 0 0,003 1,93 x 10-2
13 0,003 0 0,003 1,93 x 10-2
Diperiksa Penguji
IT-PLN
127
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Formulir Aliran di Bendung Segitiga
Kelompok : VI
Pukul : 13.30
Tes 2, Laju Aliran = 1,25 x 10-4 m3 ⁄det

Titik Kedalaman, Ketinggian Profil Energi Spesifik,
D Punuk, Permukaan, E
(m) Z D+Z (m)
(m) (m)
1 0,062 0 0,062 6,21 x 10-2
2 0,062 0 0,062 6,21 x 10-2
3 0,062 0 0,062 6,21 x 10-2
4 0,049 0,01 0,0590 4,91 x 10-2
5 0,037 0,022 0,0590 3,72 x 10-2
6 0,035 0,036 0,0610 2,55 x 10-2
7 0,011 0,05 0,0610 1,33 x 10-2
8 0,005 0,041 0,0460 1,63 x 10-2
9 0,004 0,0325 0,0365 2,17 x 10-2
10 0,003 0,022 0,0250 3,45 x 10-2
11 0,003 0,013 0,0160 3,45 x 10-2
12 0,0029 0 0,0029 3,66 x 10-2
13 0,002 0 0,002 7,29 x 10-2
Diperiksa Penguji
IT-PLN
128
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Formulir Aliran melalui Venturi Flume
Kelompok : VI
Pukul : 13.30
Lebar Aliran di Saluran, B1 = 5,3 cm = 0,053 m

Lebar Venturi di tenggorokan, B2 = 1,3 cm = 0,013 m
Keda Luas
Laju Kecep Energi
lama Permuka
Airan, atan Spesifik,
n, an, 𝐷11.5 𝐸11.5
Q V1 E
D1 A1
(𝑚 3⁄𝑑𝑒𝑡 ) (𝑚⁄𝑠) (m)
(m) (𝑚 2 )
1 x 10-3 0,03 1,59 x 10-3 0,6289 5,02 x 10-2 5,2 x 10-3 1,12 x 10-2
9,67 x 10-4 0,03 1,59 x 10-3 0,6082 4,88 x 10-2 5,2 x 10-3 1,08 x 10-2
9,33 x 10-4 0,03 1,59 x 10-3 0,5868 4,76 x 10-2 5,2 x 10-3 1,04 x 10-2
9 x 10-4 0,03 1,59 x 10-3 0,5660 4,63 x 10-2 5,2 x 10-3 9,94 x 10-3
8,67 x 10-4 0,029 1,54 x 10-3 0,5453 4,52 x 10-2 4,94 x 10-3 9,61 x 10-3
8,33 x 10-4 0,028 1,48 x 10-3 0,5239 4,41 x 10-2 4,69 x 10-3 9,26 x 10-3
8 x 10-4 0,027 1,43 x 10-3 0,5031 4,29 x 10-2 4,44 x 10-3 8,89 x 10-3
7,67 x 10-4 0,027 1,43 x 10-3 0,5364 4,16 x 10-2 4,44 x 10-3 8,84 x 10-3
7,33 x 10-4 0,027 1,43 x 10-3 0,4953 4,04 x 10-2 4,44 x 10-3 8,12 x 10-3
7 x 10-4 0,026 1,38 x 10-3 0,4730 3,92 x 10-2 4,19 x 10-3 7,8 x 10-3
Kemiringan= - -
Diperiksa Penguji
IT-PLN
129
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik V Terhadap √(DHM.θB) Pada Debit 6,33 X10-5 M3/Det
0.12
0.1
0.08
V (m/s)
0.06
0.04
0.02
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04
DHM.B
Pada grafik diatas, Grafik kecepatan aliran (V) terhadap √DHM . θB dapat diketahui bahwa
nilai kecepatan aliran (V) pada titik pertama sebesar 8,53 x10-2 m/s dengan menghasilkan nilai
√DHM . θB 2,76 x 10-3 , pada titik kedua memiliki nilai kecepatan aliran yang sama besarnya
dengannn titik pertama sebesar 8,53 x10-2 m/s dengan menghasilkan nilai √DHM . θB yang
berbeda sebesar 3,22 x 10 -3, pada titik ketiga memiliki nillai kecepatan aliran yang sama besar
juga dari titik sebelumnya yaitu sebesar 8,53 x10-2 m/s dengan menghasilkan nilai √DHM . θB
yang berbeda sebesar 3,32 x 10-3, pada titik keempat sebesar 9,19 x10-2 m/s dengan
menghasilkan nilai √DHM . θB sebesar 3,81 x 10-3, pada titik kelima sama nilainya dengan titik
keempat sebesar 9,19 x10-2 m/s dengan menghasilkan nilai √DHM . θB yang berbeda sebesar
4,18 x 10-3, pada titik keenam sebesar 9,95 x10-2 m/s dengan menghasilkan nilai √DHM . θB
sebesar 3,65 x 10-3 dan pada titik yang terakhir sebesar 1,09 x10-2 m/s dengan menghasilkan
nilai √DHM . θB sebesar 5,34 x 10-3. Berdasarkan grafik dan data dapat diketahui bahwa
kecepatan dan √DHM .θB berbanding lurus yang berarti semakin tinggi nilai kecepatan maka
semakin tinggi pula nilai √DHM .θB. dari grafik diatas dapat dilihat bahwa hanya satu titik yang
mendekati garis grafik yaitu pad titik keenam.
IT-PLN
130
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik V Terhadap √(DHM.θB Pada Debit 9,67 X10 -5 M3/Det
0.142
0.14
0.138
0.136
0.134
V (m/s)
0.132
0.13
0.128
0.126
0.124
0.122
0.12
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
√(DHM.θB
Pada grafik diatas, Grafik kecepatan aliran (V) terhadap √DHM . θB dapat diketahui bahwa
√DHM .θB sebesar 2,82 x 10-3, pada titik kedua sebesaar 1,3 x10-1 m/s dengan menghasilkan
nilai √DHM .θB sebesar 2,38 x 10-2, pada titik ketiga sebesar 1,3 x10-1 m/s dengan
mengahsilkan nilai √DHM .θB sebesar 2,45 x 10-2, pada titik keempat = 1,3 x10 -1 m/s dengan
menghasilkan nilai √DHM .θB sebesar 2,89 x 10-2,pada titik kelima sebesar 1,3 x10-1 m/s
dengan menghasilkan nilai √DHM .θB sebesar 3,16 x 10-2, pada titik keenam sebesar 1,4 x 10-
1
m/s dengan menghasilkan nilai √DHM .θB sebesar 4,82 x 10-3, dan pada titik yang terakhir
sebesar 1,4 x10-1 m/s dengan menghasilkan nilai √DHM .θB sebesar 5,65 x 10-3. Dari grafik
diatas dapat dilihat bahwa tidak ada titik yang mengenai garis grafik.
IT-PLN
131
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik V Terhadap D2/3 √("θB" ) Pada Debit 9,67 X10-5 M3/Det
0.145
0.14
0.135
V (m/s)
0.13
0.125
0.12
0.115
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003
D2/3 √(θB )
Pada grafik diatas, Grafik kecepatan aliran (V) terhadap D2/3 √θB dapat diketahui bahwa
DHM3/2√θB sebesar 1,302 x 10-3 , pada titik kedua sebesar 1,3 x10-1 m/s sengan menghasilkan
nilai DHM3/2√θB sebesar 1,473 x 10-3, pada titik ketiga sebesar 1,3 x10-1 m/s dengan
menghasilkan nilai DHM3/2√θB sebesar 1,517 x 10 , pada titik keempat sebesar 1,3 x10-1 m/s
-3
sengan menghasilkan nilai DHM3/2√θB sebesar 1,787 x 10-3, pada titik kelima sebesar 1,3 x10-
1
m/s dengan menghasilkan nilai DHM3/2√θB sebesar 1,957 x 10-3, pada titik keenam sebesar
1,4 x10-1 m/s dengan menghasilkan nilai DHM3/2√θB sebesar 2,188 x 10-3 dan pada titik yang
terakhir sebesar 1,4 x10-1 m/s dengan menghasilkan nilai DHM3/2√θB sebesar 2,566 x 10-3.
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa hanya ada 2 titik yang mendekati garis grafik yaitu titik
keempat dan titik ketujuh dan titik keempat tepat mengenai garis grafik.
IT-PLN
132
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik D terhadap E
Pada grafik diatas, grafik kedalaman aliran (D) terhadap energi spesifik (E) bahwa pada
debit 9 x 10-5 m3/det pada titik pertama dan kedua terdapat kesamaan nilai kedalaman yang
merupakan kedalaman maksimum sebesar 0,0595 m dengan menghasilkan energi spesifiknya
sebesar 5,95 x 10-2 m. pada debit 1,25 x 10-4 m3/det bahwa kedalam maksimumnya terdapat
pada titik pertama,kedua,ketiga dengan nilai kedalaman 0,062 dan menghasilkan nilai energi
spesifik sebesar 6,21 x 10-2 m. pada debit 9 x 10-5 m3/det energi spesifik yang terbesar terdapat
pada titik pertama dan kedua, dan pada debit 1,25 x 10-4 m3/det senergi spesifik yang terbesar
terdapat pada titik pertama,kedua dan ketiga.
IT-PLN
133
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik D1,5 terhadap Q
0.006
0.005
0.004
0.003
D1,5
0.002
0.001
0
0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012
Q
Pada grafik diatas, Grafik D1,5 terhadap laju aliran (Q) terdapat sepuluh nilai D1,5 yaitu pada
titik pertama memiliki nilai sebesar 5,2 x10-3 m, pada titik kedua sebesar 5,2 x10-3 m, pada titik
ketiga = 5,2 x10-3 m, pada titik keempat 5,2 x10-3 m, pada titik kelima = 4,94 x10 -3 m, pada titik
keenam sebesar 4,69 x10-3 m, pada titik ketujuh sebesar 4,44 x10-3 m, pada titik kedelapan
sebesar 4,44 x10-3 m, pada titik kesembilan sebesar 4,44 x10-3 m,dan pada titik kesepuluh =
4,19 x10-3 m. Pada grafik ini dapat dilihat bahwa dari kesepuluh titik ini terdapat delapan titik
yang mengenai garis yaitu titik pertama, titik kedua, titik ketiga, titik kelima, titik keenam, titik
kedelapan, titik kesembilan dan titik kesepuluh. Dari kedelapan titik yang mengenai garis
terdapat tiga titik yang tepat mengenai garis yaitu titik pertama, titik ketiga dan titik kesembilan.
Lalu titik yang terjauh atau belum mengenai garis adalah titik keempat dan titik ketujuh.
IT-PLN
134
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Grafik E1,5 terhadap Q
0.012
0.01
0.008
E1,5
0.006
0.004
0.002
0
0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012
Q
Pada grafik diatas, Grafik E1,5 terhadap laju aliran (Q). dapat diketahui nilai E1,5 pada titik
pertama memiliki nilai sebesar 1,2 x10-2 m, pada titik kedua sebesar 1,08 x10-2 m, pada titik
ketiga sebesar 1,04 x10-2 m, pada titik keempat sebesar 9,94 x10-2 m, pada titik kelima sebesar
9,61 x10-2 m, pada titik keenam sebesar 9,26 x10-2 m, pada titik ketujuh sebesar 8,89 x10-2 m,
pada titik kedelapan sebesar 8,84 x10-2 m, pada titik kesembilan sebesar 8,12 x10-2 m, dan
pada titik kesepuluh sebesar 7,8 x10-2 m. Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa tidak semua
titik mengenai garis grafik. Titik yang tepat mengenai garis ada sembilan titik yaitu titik pertama,
titik kedua, titik keempat, titik kelima, titik keenam, titik ketujuh, titik kedelapan, titik kesembilan
dan titik kesepuluh. Titik yang belum mengenai garis atau mendekati adalah titik ketiga.
IT-PLN
135
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
E. PERHITUNGAN
Lebar saluran B = 5,3 cm

= 0,053 m
1) Aliran pada saluran terbuka
Q = 3,798 l/mm
= 6,33 x 10-5 m3/det
 Kemiringan dasar saluran (θB) = 0,000833
Kedalaman (D) = 14 mm
= 0,014 m
Luas permukaan aliran (A) = B x D
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
6,33×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 8,53 x 10-2 m/det
A
Kedalaman Hidrolik (DHM) =
2 D+B
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16 × 10−3 𝑚 × 0,000833
= 2,76 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,000833
= 1,26 x 10-3
= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
6,33×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 8,53 x 10-2 m/det
A
2 D+B
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001133

= 3,22 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,001133
= 1,47 x 10-3
IT-PLN
136
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
6,33×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 8,53 x 10-2 m/det
A
2 D+B
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001200

= 3,31 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,001200
= 1,51 x 10-3

= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
6,33×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 8,53 x 10-2 m/det
A
Kedalaman Hidrolik (DHM) = 2 D+B
2
7,42×10-4 m
=
2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001667

= 3,91 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,001667
= 1,78 x 10-3
IT-PLN
137
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 kemiringan dasar saluran (θB) = 0,002000

= 0,013 m
= 0,053 m x 0,013 m
= 6,89 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
6,33×10-5 m /det
=
6,89×10-4 m2
= 9,18 x 10-2 m/det
A
2 D+B
2
6,89×10-4 m
= 2 (0,013 m)+0,053 m
= 8,72 x 10-3 m
√DHM ×θB = √8,72×10-3 m×0,002000

= 4,17 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,002000
= 4,09 x 10-4

= 0,012 m
= 0,053 m x 0,012 m
= 6,36 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
6,33×10-5 m /det
=
6,36×10-4 m2
= 9,95 x 10-2 m/det
A
2
6,36×10-4 m
=
2 (0,012 m)+0,053 m
= 8,26 x 10-3 m
√DHM ×θB = √8,26×10-3 m×0,002667

= 4,69 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (8,26×10-3 m) ×√0,002667
= 2,11 x 10-3
IT-PLN
138
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

= 0,011 m
= 0,053 m x 0,011 m
= 5,83 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
6,33×10-5 m /det
=
5,83×10-4 m2
= 1,08 x 10-1 m/det
A
2 D+B
2
5,83×10-4 m
= 2 (0,011 m)+0,053 m
= 7,77 x 10-3 m
√DHM ×θB = √7,77×10-3 m×0,003667

= 4,62 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (7,77×10-3 m) ×√0,003667
= 2,37 x 10-3
IT-PLN
139
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Q = 5,802 l/mm
= 9,67 x 10-5 m3/det
= 0,015 m
= 0,053 m x 0,015 m
= 7,95 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
9,67×10-5 m /det
=
7,95×10-4 m2
= 1,22 x 10-1 m/det
A
2
7,95×10-4 m
=
2 (0,015 m)+0,053 m
= 9,58 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,58 × 10−3 𝑚 × 0,000833
= 2,83 x 10-3
-3 2/3
DHM2/3 x √θB = (9,58×10 m) ×√0,000833
= 1,31 x 10-3
= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
9,67×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 1,30 x 10-1 m/det
A
2 D+B
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001133

= 3,22 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,001133
= 1,47 x 10-3
IT-PLN
140
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
9,67×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 1,13 x 10-1 m/det
A
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001200

= 3,31 x 10-3
-3 2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10 m) ×√0,001200
= 1,51 x 10-3

= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
9,67×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 1,13 x 10-1 m/det
A
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,001667

= 3,91 x 10-3
-3 2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10 m) ×√0,001667
= 1,78 x 10-3
IT-PLN
141
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

= 0,014 m
= 0,053 m x 0,014 m
= 7,42 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
9,67×10-5 m /det
=
7,42×10-4 m2
= 1,13 x 10-1 m/det
A
2 D+B
2
7,42×10-4 m
= 2 (0,014 m)+0,053 m
= 9,16 x 10-3 m
√DHM ×θB = √9,16×10-3 m×0,002000

= 4,28 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (9,16×10-3 m) ×√0,002000
= 1,96 x 10-3

= 0,013 m
= 0,053 m x 0,013 m
= 6,89 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) =
A
3
9,67×10-5 m /det
=
6,89×10-4 m2
= 1,41 x 10-1 m/det
A
2
6,89×10-4 m
=
2 (0,013 m)+0,053 m
= 8,72 x 10-3 m
√DHM ×θB = √8,72×10-3 m×0,002667

= 4,82 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (8,72×10-3 m) ×√0,002667
= 2,19 x 10-3
IT-PLN
142
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045

= 0,013 m
= 0,053 m x 0,013 m
= 6,89 x 10-4 m2
Q
Kecepatan (v) = A
3
9,67×10-5 m /det
=
6,89×10-4 m2
= 1,41 x 10-1 m/det
A
2 D+B
2
6,89×10-4 m
= 2 (0,013 m)+0,053 m
= 8,72 x 10-3 m
√DHM ×θB = √8,72×10-3 m×0,003667

= 5,66 x 10-3
2/3
DHM2/3 x √θB = (8,72×10-3 m) ×√0,003667
= 2,56 x 10-3
IT-PLN
143
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
2) Aliran pada bendung segitiga

Q = 5,4 l/m
5,4
= 1000×60 m3 /det
= 9 x 10-5
 Titik 1
Kedalaman (D) = 5,95 cm
= 0,0595 m
Ketinggian punuk (Z) =0m
D+Z = 0,0595 m + 0 m
= 0,0595 m
Luas permukaan aliran (A) =BxD
= 0,053 m x 0,0595 m
= 5,15 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,0595 m+ 2
2×9,81 m/det2 ×(5,15×10-3 m2 )
= 5,95 x 10-2
 Titik 2
= 0,0595 m
D+Z = 0,0595 m + 0 m
= 0,0595 m
= 0,053 m x 0,0595 m
= 5,15 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,0595 m+ 2
2×9,81 m/det2 ×(5,15×10-3 m2 )
= 5,95 x 10-2
 Titik 3
Kedalaman (D) = 6 cm
= 0,06 m
D+Z = 0,06 m + 0 m
= 0,0600 m
= 0,053 m x 0,06 m
= 3,18 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,06 m+ 2
2×9,81 m/det2 ×(3,18×10-3 m2 )
= 6 x 10-2
IT-PLN
144
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 4
= 0,046 m
Ketinggian punuk (Z) = 0,01 m
D+Z = 0,046 m + 0,01 m
= 0,056 m
= 0,053 m x 0,046 m
= 2,44 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,046 m+ 2
2×9,81 m/det2 ×(2,44×10-3 m2 )
= 4,61 x 10-2
 Titik 5
= 0,0345 m
D+Z = 0,0345 m + 0,022 m
= 0,0565 m
= 0,053 m x 0,0345 m
= 1,83 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,0345 m+ m -3 2 2
2×9,81 2 ×(1,83×10 m )
det
= 3,46 x 10-2
 Titik 6
= 0,022 m
D+Z = 0,022 m + 0,036 m
= 0,058 m
= 0,053 m x 0,022 m
= 1,17 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,022 m+ 2
m -3 2
2×9,81 2 ×(1,17×10 m )
det
= 2,23 x 10-2
IT-PLN
145
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 7
Kedalaman (D) = 1 cm
= 0,01 m
D+Z = 0,01 m + 0,05 m
= 0,06 m
= 0,053 m x 0,01 m
= 5,3 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,01 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(1,17×10 m )
det
= 1,15 x 10-2
 Titik 8
= 0,006 m
D+Z = 0,006 m + 0,041 m
= 0,047 m
= 0,053 m x 0,006 m
= 3,18 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,006 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(3,18×10 m )
det
= 1,01 x 10-2
 Titik 9
= 0,006 m
D+Z = 0,006 m + 0,0325 m
= 0,0385 m
= 0,053 m x 0,006 m
= 3,18 x 10-3 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,006 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(3,18×10 m )
det
= 1,01 x 10-2
IT-PLN
146
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 10
= 0,005 m
D+Z = 0,005 m + 0,022 m
= 0,027 m
= 0,053 m x 0,005 m
= 2,65 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,005 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(2,65×10 m )
det
= 1,09 x 10-2
 Titik 11
= 0,004 m
D+Z = 0,004 m + 0,013 m
= 0,017 m
= 0,053 m x 0,004 m
= 2,12 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,004 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(2,12×10 m )
det
= 1,32 x 10-2
 Titik 12
= 0,003 m
D+Z = 0,003 m + 0 m
= 0,003 m
= 0,053 m x 0,003 m
= 1,59 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,003 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(1,59×10 m )
det
= 1,93 x 10-2
IT-PLN
147
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 13
= 0,003 m
D+Z = 0,003 m + 0 m
= 0,003 m
= 0,053 m x 0,003 m
= 1,59 x 10-4 m2
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(9×10-5 m3 /det)
= 0,003 m+ 2
m -4 2
2×9,81 2 ×(1,59×10 m )
det
= 1,93 x 10-2
IT-PLN
148
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
Q = 7,5 l/m
7,5
= m3 /det
1000×60
-4
= 1,25 × 10
 Titik 1
= 0,062 m
D+Z = 0,062 m + 0 m
= 0,062 m
Luas permukaan aliran(A) =BxD
= 0,053 m x 0,062 m
= 3,286 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,062 m+ 2
2×9,81 m/s2×(3,286 x 10-3 )
-2
= 6,21 ×10 m
 Titik 2
= 0,062 m
D+Z = 0,062 m + 0 m
= 0,062 m
= 0,053 m x 0,062 m
= 3,286 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,062 m+ 2
2×9,81 m/s2×(3,286 x 10-3 )
= 6,21 ×10-2 m
 Titik 3
= 0,062 m
D+Z = 0,062 m + 0 m
= 0,062 m
= 0,053 m x 0,062 m
= 3,286 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,062 m+ 2
2×9,81 m/s2×(3,286 x 10-3 )
= 6,21 ×10-2 m
IT-PLN
149
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 4
= 0,049 m
D+Z = 0,049 m + 0,01 m
= 0,0590 m
= 0,053 m x 0,049 m
= 2,597 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,049 m+ 2
2×9,81 m/s2×(2,597 x 10-3 )
-2
= 4,91 ×10 m
 Titik 5
= 0,037 m
D+Z = 0,037 m + 0,022 m
= 0,0590 m
= 0,053 m x 0,037 m
= 1,961 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,037 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,961 x 10-3 )
-2
= 3,72×10 m
 Titik 6
= 0,035 m
D+Z = 0,035 m + 0,036 m
= 0,0710 m
= 0,053 m x 0,035 m
= 1,855 x 10-3 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,035 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,855 x 10-3 )
= 3,52×10-2 m
IT-PLN
150
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 7
= 0,011 m
D+Z = 0,011 m + 0,05 m
= 0,0610 m
= 0,053 m x 0,011 m
= 5,83 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,011 m+ 2
2×9,81 m/s2×(5,83 x 10-4 )
= 1,33×10-2 m
 Titik 8
= 0,005 m
D+Z = 0,005 m + 0,041 m
= 0,0460 m
= 0,053 m x 0,005 m
= 2,65 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,005 m+ 2
2×9,81 m/s2×(2,65 x 10-4 )
= 1,63×10-2 m
 Titik 9
= 0,004 m
D+Z = 0,004 m + 0,0325 m
= 0,0365 m
= 0,053 m x 0,004 m
= 2,12 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,004 m+ 2
2×9,81 m/s2×(2,12 x 10-4 )
= 2,17×10-2 m
IT-PLN
151
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 10
= 0,003 m
D+Z = 0,003 m + 0,022 m
= 0,025 m
= 0,053 m x 0,003 m
= 1,59 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,003 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,59 x 10-4 )
= 3,45×10-2 m
 Titik 11
= 0,003 m
D+Z = 0,003 m + 0,013 m
= 0,0160 m
= 0,053 m x 0,003 m
= 1,59 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,003 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,59 x 10-4 )
= 3,45×10-2 m
 Titik 12
= 0,0029 m
D+Z = 0,0029 m + 0 m
= 0,0029 m
= 0,053 m x 0,0029 m
= 1,537 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,0029 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,537 x 10-4 )
= 3,66×10-2 m
IT-PLN
152
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
 Titik 13
= 0,002 m
D+Z = 0,002 m + 0 m
= 0,002 m
= 0,053 m x 0,002 m
= 1,06 x 10-4 m
Q2
E = D+
2.g.A2
2
(1,25 ×10-4 m3 /det )
= 0,002 m+ 2
2×9,81 m/s2×(1,06 x 10-4 )
= 7,29×10-2 m
IT-PLN
153
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
3) Aliran pada venture flume

B1 = cm
=m
B2 = cm
=m
 Q = 5 l/menit
= 8.333 × 10-5 m3/s
D1 = 2.7 cm
= 0.0270 m
A1 = B1 × D1
= 0.053 m × 0.027 m
= 1.4310 × 10-3 m2
Q2
E =D+
2 gA2
2
(8.333 × 10-5 m3 /s)
= 0.027 m + 2
2 × 9.81 m/s2 × (1.4310 × 10-3 m2 )
= 2.7173 × 10-2 m
D1.5 = (0.0270 m)1.5
= 4.4366 × 10-3 m
E1.5 = (2.7173 × 10-2)1.5
= 4.4793 × 10-3 m
 Q = 4.8 l/menit
= 8 × 10-5 m3/s
D1 = 2.6 cm
= 0.0260 m
A1 = B1 × D1
= 0.053 m × 0.0260 m
= 1.3780 × 10-3 m2
Q2
E =D+
2 gA2
2
(8 × 10-5 m3 /s)
= 0.0260 m + 2
2 × 9.81 m/s2 × (1.3780 × 10-3 m2 )
= 2.6172 × 10-2 m
D1.5 = (0.0260 m)1.5
= 4.1924 × 10-3 m
E1.5 = (2.6172 × 10-2)1.5
= 4.2340 × 10-3 m
IT-PLN
154
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
F. ANALISA
Pada praktikum kali ini adalah praktikum modul 6 dengan judul modul aliran dalam
saluran terbuka atau open channel. Pada judul terdapat kata “Saluran terbuka”,Saluran
terbuka adalah saluran yang dimana permukaan airnya itu terpengaruh oleh udara luar
dan pada salurannya tidak terdapat penutup sehingga tidak membatasi air yang mengalir
pada saluran. Sedangkan , untuk saluran tertutup adalah saluran yang di mana
permukaan airnya itu tidak terpengaruh oleh udara. Praktikum ini memiliki beberapa
tujuan yaitu untuk menghitungdebit air yang melimpas pada saluran terbuka persegi
panjang dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur yang di gunakan pada praktikum
modul aliran dalam saluran terbuka adalah bendung segitiga dan juga venturi flume.
Air memiliki beberapa sifat yakni rapat massa, kekentalan, dapat dipengaruhi
oleh tekanan dan tidak dapat dipengaruhi oleh tekanan. Terdapat beberapa jenis aliran
dalam saluran terbuka secara umum yakni aliran tetap dan aliran tidak tetap (steady and
unsteady flow). Saluran terbuka yang alirannya dikatakan tetap ketika kedalaman aliran
tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.Saluran terbuka yang alirannya dapat
dikatakan tidak tetap jika kedalamannya berubah tidak sesuai dengan waktu atau dapat
berubah ubah. Lalu di dalam saluran aliran terbuka ini terdapat 3 jenis aliran lagi yakni
aliran kritis, aliran sub-kritis, dan aliran super kritis. Aliran kritis ini tidak dapat dilihat,
tetapi dapat dihitung menggunakan bilangan Froude. Aliran sub-kritis yakni ketika
kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis atau terdapat hambatan yang
terjadi pada suatu titik pada aliran yang dapat mengalir ke arah hulu. Aliran super kritis
yakni ketika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis atau ketika
gangguan terjadi maka tidak mengalirr ke hulu. Bilangan Froude adalah bilangan yang
tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur resistensi dari sebuah objek yang
bergerak melalui air dan digunakan untuk membandingkan benda-benda dengan ukuran
yang berbeda. Tujuan dari penggunaan bilangan froude ini yakni untuk menentukan
jenis aliran karena tiap aliran memiliki interval bilangan froude yang berbeda dimana
aliran kritis memiliki nilaibilangan froudenya adalah 1, aliran sub kritis kurang dari 1 dan
aliran super kritis lebih dari 1.
Kesalahan kesalahan yang dapat terjadi pada praktikum modul aliran saluran
terbuka atau open channel adalah terjadinya kesalahan pada pembacaan tingginya
muka air pada saat mengukur ketinggian air menggunakan penggaris atau ruller .
Kemudian, kesalahan berikutnya adalah alat saluran terbuka atau open channel yang
tidak datar dan mempunyai kemiringan sehingga dapat menyebabkan aliran tersebut
terganggu, dan sebaiknya datar kan alat dengan menggunakan waterpass. Kemudian,
Pada saat membaca alat ukur yang mempunyai skala di haruskan agar membaca
dengan mata sejajar dengan skala atau angka yang akan di baca karna kalau tidak
sejajar maka nilai dapat berubah karena salahnya pembacaan.
Penerapan saluran aliran terbuka pada kehidupan sehari hari yakni seperti
waduk, sungai dan bendungan. Aliran air yang masuk melalui sistem saluran terbuka
dibuat untuk mengalir secara gravitasi yang artinya air mengalir dari hulu ke hilir
berdasarkan kedudukan tinggi rendahnya tempat aliran air tersebut.
IT-PLN
155
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
G. KESIMPULAN
1. Praktikan dapat mengetahui kedalaman maksimum pada masing – masing hambatan
yang digunakan pada saat praktikum.
2. Praktikan dapat mengetahui besar energi spesifik pada bendung segitiga dengan laju
aliran yang bebeda.
3. Prakitkan dapat menerapkan aliran kritis, subkritis dan super kritis dalam teknik sipil
adalah pada pintu gerak atau pintu sorong pada saluran irigasi
IT-PLN
156
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
H. LAMPIRAN
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
IT-PLN
157
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
(g) (h)
(i) (j)
Keterangan:
(a) Alat Rectangular Flow Channel Apparatus
(b) Pintu air
(c) Clamping Stud
(d) Hydraulic Bench
(e) Waterpass
(f) Bendung Segitiga
(g) Alat pengambil bendung
(h) Venturi Flume
(i) Penggaris
(j) Air
IT-PLN
158
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 – 21 – 045
IT-PLN
159
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 2019 –21–045
KELOMPOK IX
A. Foto Praktikan Praktikum Mekanika Fluida Kelompok 6,7,9
B. Foto dengan Asisten Laboratorium Hidrolika
160

Laporan Akhir Mekanika Fluida - Sri Wahyuni - 201921045 - Kelompok9 PDF

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Deskripsi Asli:

Judul Asli

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Laporan Akhir Mekanika Fluida - Sri Wahyuni - 201921045 - Kelompok9 PDF

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

Laporan Praktikum

Nama : Sri Wahyuni

NIM : 2019 – 21 – 045

Jurusan : S1 Teknik Sipil

Asisten : Stella Nur Octaviany

Nama : Sri Wahyuni

NIM : 2019 – 21 – 045

INSTITUT TEKNOLOGI – PLN JAKARTA

Pendidikan Sarjana Strata Satu Teknik Sipil

Jakarta, 14 Desember 2020

Stella Nur Octaviany

Asisten Laboratorium Hidrolika

Devita Mayasari,S.T., M.Eng. Nuzshi Ramahayati ,S.T.

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 06/10/2020  Lembar Asistensi OK!!

2. 07/10/2020 ACC MODUL I

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 29/09/2020  Lembar Asistensi OK!!

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 07/10/2020  Lembar Asistensi OK!!

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 13/10/2020  Lembar Asistensi OK!!

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 21/10/2020  Lembar Asistensi OK!!

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

1. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

1. 09/11/2020  Lembar Asistensi OK!!

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

8. Mulki Agung Fadilah (2019 – 21 – 032)

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

Jakarta, 14 Desember 2020

Halaman Judul ............................................................................................. i

Institut Teknologi – PLN

Nama : Sri Wahyuni

Jurusan : S1-Teknik Sipil

Tanggal Praktikum : Sabtu, 26 September 2020

Asisten : Stella Nur Octaviany

BANGKU HIDROLIK DIGITAL

(Digital Hydraulic Bench)

B. ALAT DAN BAHAN

1.2 Mengosongkan Tangki

Gambar 1.1 Hydraulic Bench

Institut Teknologi – PLN

Nama : Sri Wahyuni

Tanggal Praktikum : Sabtu, 26 September 2020

KALIBRASI ALAT UKUR TEKANAN

( Calibration Of A Pressure Gauge )

B. ALAT DAN BAHAN

F : Adalah gaya yang diberikan pada cairan dalam silinder kalibrator

m : Adalah total massa (termasuk piston) dan

A : Adalah luasan piston