BAHASA
INDONESIA
BAB I
SEJARAH, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
BAHASA INDONESIA
“Bahasa menunjukan bangsa”, demikian peribahasa yang sering kita dengar atau
baca. Secara harfiah kalimat ini berarti bahasa yang dipergunakan menunjukan dari
mana orang itu berasal. Berbahasa Indonesia, menunjukan bahwa orang tersebut
berasal dari Indonesia, berbahasa Jepang menendakan orang tersebut dari Jepang,
begitu seterusnya.
Selanjutnya, peribahasa ini juga dapat diartikan bahwa bahasa menunjukan jati
diri seseorang. Maksudnya, bahasa menampakkan pola pikir, kebiasaan, sifat khusus,
atau kecerdasan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan hanya dari cara orang
menggunakan bahasa, kita dapat mengetahui tingkat berpikir, kepribadian atau bahkan
karakternya.
Bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia. Sebagai Jati diri bangsa
Indonesia, sudah selayaknya jika kita menjaga, melestarikan, membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia. Ini perlu kita lakukan agar bahasa Indonesia tetap
dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi modern yang mampu
membedakan bangsa kita dari bangsa-bangsa lain di dunia. Selain itu, jati diri suatu
bangsa menjadi suatu hal yang amat penting untuk dipertahankan agar bangsa kita
tetap dapat menunjukkan keberadaannya di antara bangsa lain di dunia.
Mengembangkan dan melestarikan keberadaaan bahasa Indonesia memang
merupakan tugas kita. Namun mempelajari sejarah bahasa Indonesia adalah hal lain
yang tak kalah pentingnya. Dengan mempelajari sejarah bahasa Indonesia, kita dapat
menghargai jasa para pahlawan pendiri bangsa, mengenal kepribadian atau karater
bangsa ini dan pada akhirnya dapat mengantarkan kita untuk menggunakan bahasa
Indonesia sesuai fungsi dan kedudukannya.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada
dasarnya, bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca (bahasa
pengantar dalampergaulan) di Nusantara. Pada zaman kerajaan Sriwijaya bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa penghubung antar suku di plosok nusantara. Selain
itu bahasa Melayu juga di gunakan sebagai bahasa perdagangan antara pedagang
dalam nusantara maupun dari luar nusantara. Trasaksi antarpedagang, baik yang
berasal dari pulau-pulau di wilayah nusantara maupun orang asing, menggunakan
bahasa pengantar bahasa Melayu. Bahasa melayu kala itu adalah lingua franca buan
hanya antarwarga nusantara tetapi juga dengan pendatang dari manca negara.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua franca bagi suku-suku di wilayah
nusantara dan orang-orang asing yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan dalam
berbagai temuan prasasti dan sumber-sumber dokumen. Sejarah perkembangan
bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo
(684 M), Kota Kapur (686 M), Karah Barahi (686 M), dan tulisan yang terdapat pada
batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu
Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka,
yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung
Malaya. Seorang pedagang asal Portugis, Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa
yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatra dan Jawa. Pada masa ini,
mulai digunakan kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat
dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa
Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini.
Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Pada masa selanjutnya, para pedagang dari Portugis, Belanda, Spanyol, dan
Inggris mulai berdatangan. Mereka kemudian banyak mempengaruhi perkembangan
bahasa Melayu. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian
lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai
pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun
bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan
timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di
Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula
bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai
bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir
abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh
para peneliti bahasa.
Pada dasarnya ada empat faktor yang membuat bahasa Melayu diangkat menjadi
bahasa Indonesia, yaitu:
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu
Di antara ketiga ikrar tersebut, ada sedikit pebedaan ikrar antara ikrar pertama
dan kedua dengan ikrar yang ketiga. Pada ikrar pertama dan kedua sama-sama memiliki
bunyi “mengaku yang satu”, yaitu ”mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku
berbangsa yang satu”. Hal ini mengandung pengertian bahwa pada masa itu para tokoh
pemuda Indonesia mengakui bahwa mereka memiliki tanah air dan bangsa yang satu,
yaitu Indonesia. Sementara, untuk ikrar yang ketiga berbunyi “menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang digunakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Selain itu dapat juga diartikan
bahwa tidak ada penghapusan bahasa daerah. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan
dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa.
Pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu diangkat
sebagai bahasa nasional disampaikan oleh Muhammad Yamin, seorang politikus,
sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta,
Muhammad Yamin mengatakan: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang
ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan
menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.”
Selanjutnya, pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara dan
bahasa persatuan bangsa secara yuridis-formal terjadi satu hari setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945. Pengukuhan ini
tertuang dalam UUD 1945 pasal 36 yang berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia”
2) Alat komunikasi, Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti memiliki tujuan agar
para pembaca atau pendengar dapat memahami maksud dan perasaan penulis atau
pembicara.
3) Alat berintegrasi dan beradaptasi sosial. Fungsi ini menyatakan bahwa pada saat
beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan
tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa
non-standar pada saat berbicara dengan teman-teman, dan menggunakan bahasa
standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan
menguasai bahasa, seseorang akan mudah untuk berbaur dan menyesuaikan diri
dengan orang lain, kelompok masyarakat, atau bahkan bangsa lain.
4) Alat kontrol sosial. Sebagai alat kontrol sosial, bahasa mempengaruhi sikap,
tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol
sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah.
Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa
marah kita.
kehidupan sehari-hari tanpa ada rasa malu dan rendah diri. Dengan demikian kita harus
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai perwujudan rasa bangga kita
terhadap bahasa nasional kita ini.
2) Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan
lambang bangsa Indonesia. Seperti yang telah dikemukakan di awal bab ini bahwa
seseorang dapat dikenali dari bahasa yang digunakannya. Artinya orang lain akan
mengetahui kita berasal dari Indonesia karena menggunakan bahasa Indonesia. Jadi,
agar bahasa Indonesia tetap memiliki indentitas sebagai bahasa nasional, pemakainya
terutama kaum muda dan pelajar harus membina dan mengembangkanya sedemikian
rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain.
3) Alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda
Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia berperan menyatukan
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam latar belakang sosial, budaya,
agama dan berbeda-beda suku untuk bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa
nasib yang sama, tanpa harus menghilangkan indentitas kesukuan dan kesetiaan
kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.
Selain itu, melalui fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu, diharapkan
masyarakat dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentinggan daerah
atau golongan.
4) Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat
penting untuk masyarakat umum dan nasional. Dengan adanya bahasa Indonesia
masyarakat dapat berhubungan satu dengan yang lain sehingga kesalahpahaman akibat
perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikawatirkan.
Masyarakat dapat berpergian ke seluruh plosok tanah air dengan hanya memanfaatkan
bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.