Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat
bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok
neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).1

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi


jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau
cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok
hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan
karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang
paling banyak dibandingkan syok lainnya.1

Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada negara dengan mobilitas penduduk
yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah kehilangan darah karena kecelakaan
kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik pada wanita karena khasus
perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan 99% terjadi pada negara berkembang.
Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi perdarahan karena tidak
mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat.1

Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat terjadinya


kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari cedera lebih lanjut vertebra
servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi,
memaksimalkan sirkulasi dan pasien segera dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan
saat pemindahan pasien ke rumah sakit sangat berbahaya.
Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok hipovolemik adalah terapi
cairan yang akan berdampak pada penurunan angka mortalitas pasien. Akan tetapi terapi
cairan yang tidak tepat akan menyebabkan pasien mengalami edema paru dan gangguan
elektrolit.
1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang syok hemoragik.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai

syok hemoragik.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan

pengetahuan tentang syok hemoragik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh


Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair 60% berat
badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan cairan ekstraselular 20 %
berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan intravaskular 5 % berat badan
dan cairan interstisial 15 % berat badan.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh


Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan ekstraselular.
Cairan transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lain-
lain. Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh membran semipermeabel.2
 Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.3

 Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan
ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan
sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.3

Gambar 2. Susunan Kimia Cairan Ekstraselular dan Intraselular4


Cairan ekstraselular dibagi menjadi:3
 Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang
dewasa.3

 Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana 3 liter merupakan
plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, serta platelet.3
 Cairan Transselular
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transselular.3
Gambar 3. Anatomi cairan tubuh5
Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.
Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma) dan
interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.
Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran
semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air
akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan
oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat
dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah
sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema.

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular


adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K +, PO4– .
Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular:
Na+ dan Cl–.
Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol
per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila
dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas relatif
suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 –300 mOsm/L. Larutan
dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 – 295
mOsm/kg.
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya sama.
Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan
tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui air (pelarut),
tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut.
Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak
dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam
pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung
kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi.
Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor
pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor
aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP.
Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui
membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Gambar 4. Pompa Natrium-Kalium


Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari:
Dewasa:
• Air 30 – 35 ml/kg
Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %
• K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )
• Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )
Bayi dan Anak:
• Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )
10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
> 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
• K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)
• Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)2

Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia3

Tabel 2. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

2.2 Definisi Syok Hemoragik


Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang menyebabkan
suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya hantaran
oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya
oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.6

2.1 Epidemiologi

Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan


terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap
mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami
syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai
mencapai 36%.1

Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Yamaguchi dan


Hopper (1964), dari 10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok
yang disebabkan oleh komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri,
angka kematian penderita hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan
ranjatan (dengue shock syndrome) yang disertai dengan perdarahan yaitu
berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun 2014.3

2.2 Etiologi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya


volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan
hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan
(ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh
berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok
hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan
sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan
hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh
atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.2

2.3 Patofisiologi Syok Hemoragik


Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi.
Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital
dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah.
Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat
rangsang ‘baroreseptor’ di aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang
mengakibatkan teraktivasinya saraf simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya,
denyut jantung meningkat, terjadi vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-
organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem
hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini, dimana akan terjadi pelepasan
hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan beta-
endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin, yang akan
meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas renin,
menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron
dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat
perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat
akibat pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi
yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat.
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik
mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana
pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean Arterial
Pressure). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu
yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme
vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi
awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat
kompensasinya dalam pertahanan tubuh.6
2.4 Gejala Klinis Syok Hemoragik
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa
mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya
aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan
lama pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana
selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila
pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang
hilang.
Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari
rektum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari
saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rektum harus diduga
adanya perdarahan hebat, sampai dibuktikan sebaliknya.
Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga
pleura, kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah
dalam jumlah yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan
trauma eksternal bisa ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas
emergensi medis. Laserasi kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam
jumlah besar. Fraktur multipel terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah
yang cukup besar.
Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan
Lokasi Estimasi Perdarahan
Fr. Femur tertutup 1.5-2 liter
Fr.Tibia tertutup 0.5 liter
Fr. Pelvis 3 liter
Hemothorax 2 liter
Fr. Iga (tiap satu) 150 ml
Luka sekepal tangan 500 ml
Bekuan darah sekepal 500 ml
Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan
dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah
yang hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit
dalam dan pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan
ditangani secara bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh,
seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari
gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme
kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang
dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh
karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya
harus tetap dilakukan.
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat
dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase
awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja
masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang
terdapat pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat
kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk
mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks, dimana suara nafas akan turun,
serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.
Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki,
yang dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah
perdarahan di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi
bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan
faring.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri
palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang
mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan
ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula
kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi atau instabilitas mengindikasikan terjadinya
fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa karena perdarahan terjadi pada rongga
retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya aneurisma aorta
yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa mengarahkan kita
adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran skrotum karena
terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan lemahnya
nadi femoralis.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat
fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk
mencegah perdarahan di sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur femur,
karena dapat mengakibatkan hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus
segera diimobilisasi dan ditraksi secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan
untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal, intra-
abdominal,atau retroperitoneal.6
Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher. Bila
ada darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang
curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal.
Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan
lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan
penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat
perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti
syok neurogenik.
Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya
Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml

CRT Normal memanjang memanjang memanjang

Nadi < 100 > 100 > 120 > 140

Tek. sistolik Normal Normal Menurun Menurun


Nafas Normal 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu


berapakah sisa volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia
untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia
jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan


organ primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.
b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerob
dengan produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.
c. Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada
organ-organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan
merata,
d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai
10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan
yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus
kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu. Bila dalam terapi hanya
diberikan sejumlah kehilangan plasma volume (intravaskular), penderita masih
mengalami defisit yang menyebabkan syoknya irreversibel dan berakhir
kematian.7

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah:
(cardiac output x saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003)
Unsur cardiac output x pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka
tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada curah jantung /
cardiac output, saturasi O2 dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak
dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika eritrosit
hilang, total Hb berkurang, curah jantung harus naik agar penyediaan oksigen jaringan
tidak terganggu. Pada orang normal dapat menaikkan curah jantung hingga 3 x
normal dengan cepat, asalkan volume sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor Hb dan
saturasi O2 jelas tidak dapat naik. Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan
kompensasi dari curah jantung. Dengan mengembalikan volume darah yang telah
hilang dengan apa saja asal segera normovolemia, maka curah jantung akan mampu
berkompensasi. Jika Hb turun sampai tinggal 1/3, tetapi curah jantung dapat naik
sampai 3 x, maka penyediaan oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian
volume mutlak diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit.

Anda mungkin juga menyukai