Anda di halaman 1dari 29

 

RESUSITASI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK AKIBAT


PERDARAHAN

Pendahuluan

Syok merupakan gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Setelah mengetahui gejala dan tanda dari syok,
Langkah selanjutnya adalah mencari penyebab dari syok. Sebagian besar penderita trauma
akan mengalami syok hipovolemik dan sebagian kecil mengalami syok kardiogenik,
neurogenik dan bahkan kadang-kadang syok septik. Perdarahan merupakan penyebab syok 
1
yang paling sering ditemukan pada penderita trauma.

Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat
mungkin dan pengganti cairan . Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber perdarahan
telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan parameter 
hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu berhenti sementara
karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan bertujuan untuk 
 pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran.2

Kompartemen Cairan Tubuh

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama antara dua kompatemen: cairan intrasel
dan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Ada
 pula kompartemen cairan lainnya yang kecil yang disebut sebagai cairan intraseluler.
Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardium dan
intraokuler serta cairan serebrospinal; cairan-cairan tersebut biasanya dianggap sebagai jenis
cairan ekstrasel khusus, walaupun dalam beberapa kasus, komposisi dapat sangat berbeda
dengan komposisi plasma atau cairan interstisial. Cairan transeluler seluruhnya berjumlah
sekitar 1-2 liter.3

Rata-rata orang dengan berat 70 kg, memiliki total cairan tubuh sebesar 60 persen
 berat badan, atau sekitar 42 liter. Presentase ini dapat berubah, tergantung pada umur, jenis
kelamin dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, presentase total cairan
tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal tersebut sebagai akibat dari penuaan
yang biasanya berhubungan dengan peningkatan presentase lemak tubuh, sehingga

1
 

mengurangi cairan dalam tubuh. Karena wanita pada normalnya memiliki lemak tubuh lebih
 banyak dari pria, wanita mempunyai lebih sedikit cairan daripada pria dengan berat badan
yang sebanding. Jadi bila kita membahas kompartemen cairan tubuh “rata-rata”, kita harus
menyadari adanya variasi umur, jenis kelamin, dan presentasi lemak tubuh. 3 

CAIRAN TUBUH
(60%)

INTRASELULER EKSTRASELULER
(40%) (20%)

INTERSTISIAL INTRAVASKULER
(15%) (5%)

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

• Cairan intraselular 

Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada dalam 75 triliun sel dan secara
keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi cairan intrasel merupakan 40% dari berat
 badan total pada orang rata-rata. Cairan masing-masing sel mengandung campurannya
tersendiri dengan berbagai zat, namun konsentrasi zat-zat mirip antara satu sel dengan
sel lainnya. Sebenarnya, komposisi cairan sel sangat mirip. Oleh sebab itu cairan
intrasel dari seluruh sel yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen
cairan yang besar.3

• Cairan ekstraselular 

Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan ekstrasel. Cairan
ini merupakan 20 persen dari berat badan, atau sekitar 14 liter pada orang dewasa
normal dengan berat badan 70kg. Dua kompartemen terbesar dari dari cairan ekstrasel
adalah cairan interstisial, yang berjumlah lebih dari tiga perempat bagian cairan
ekstrasel, dan plasma, yang berjumlah hampir seperempat cairan ekstrasel, atau

2
 

sekitar 3 liter. Plasma adalah bagian darah yang tak mengandung sel; plasma terus-
menerus menukar zat dengan cairan interstisial melalui pori-pori kapiler. Pori-pori ini
 bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstrasel
kecuali protein. Oleh karen itu, cairan ekstrasel secara konstan terus becampur,
sehingga plasma dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang hampir sama
kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma. 3

Gambar 2. Anatomi cairan tubuh 4

Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.
 Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma) dan
interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L. 3,5

Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran


selektif permeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air 
akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan
oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat
dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah
sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema. 3,5

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular 


adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K +, PO4 –  .

3
 

Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular:
 Na+ dan Cl – .3,5

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol
 per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila
dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas relatif 
suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 –300 mOsm/L. Larutan
dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 – 295
mOsm/kg. 3,5

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran selektif 


 permeabel dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai
kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan
osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui
air (pelarut), tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut. 3,5

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak 
dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam
 pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung
kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi. 3,5

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor 
 pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor 
aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP. 3,5

Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui
membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 3,5

4
 

Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia 4

Definisi Syok Hipovolemik Akibat Perdarahan (Hemoragik)


Syok hemoragik adalah kondisi dari berkurangnya perfusi ke jaringan, yang
menyebabkan ketidakmampuan pengangkutan oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk sel
akibat perdarahan. Saat kebutuhan oksigen sel lebihi suplainya, maka sel maupun organ akan
 berada pada level syok.6 
Syok hipovolemik disebabkan oleh perdarahan yang tampak maupun yang tidak 
tampak. Perdarahan yang terlihat misalnya perdarahan dari luka dan hematemesis dari tukak 
lambung. Perdarahan yang tidak tampak misalnya perdarahan dari saluran cerna seperti
 perdarahan perdarahan pada tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. 7

Patofisiologi Syok Hemoragik 


Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh
secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan
demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi
 perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang ‘baroreseptor’ di
aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf 
simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi
vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna,
dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini,
dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan
glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin,

5
 

yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas
renin, menurunkan  Mean Arterial Pressure (MAP), dan meningkatkan pelepasan aldosteron
dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat
 perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat
 pelepasan aldosteron dan  growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan
menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara
keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti
kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran
darah akan dipertahankan secara konstan melalui Mean Arterial Pressure (MAP). Ginjal juga
mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran
darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada
kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan
organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh. 1,6-8

Gambar 3.Patofiologi dari Syok Hemoragik oleh Alfred Blalock.


Sumber: Reprinted, with permission, from Davis et al., (1995, p. 145).
Copyright 1995 by Mosby-Year Book, Inc.

Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak adekuat tidak 
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
 produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian subtract untuk pembentukan ATP

6
 

tidak memadai makan membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradient elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasma merupakan tanda
structural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti oleh cedera
mitokondria. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intraseluler 
lainnya. Natrium dan air memasuki sel dan terjadi pembengkakan sel. Juga terjadi
 pemumpukan kalsium intraseluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler 
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat
dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. 1,6-8

Gejala Klinis Syok Hemoragik 

Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa mengeluh
lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya aneurisma aorta
abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama pendarahan, karena
 pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah
darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di
lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang hilang. 1,6-8 

Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari rektum
atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari saluran cerna
 bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rektum harus diduga adanya perdarahan
hebat, sampai dibuktikan sebaliknya. 1,6-8

Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga pleura,
kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah dalam jumlah
yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan trauma eksternal bisa
ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas emergensi medis. Laserasi
kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Fraktur multipel
terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar. 1,6-8

7
 

Tabel 2. Lokasi & Estimasi Perdarahan Internal 9


Lokasi Estimasi Perdarahan
Regio Brachium 0,5 L

Regio Antebrachi 250 mL

Regio thorax 2-3 L

Regio Pelvis 1,5-2 L

Regio Femoris 1,5-2 L

Regio cruris 1L

Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan


dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang
hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan
 pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara
 bersamaan. 1,6-8

Syok umumnya memberi gejala klinis ke arah turunnya tanda vital tubuh, seperti:
hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala
tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh.
Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia
dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya
dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan
dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan. 1,6-8

Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan
dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi
cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas
normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik.
Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah.
Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala
hematothoraks, dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat
 perdarahan. 1,6-8

8
 

Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang
dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan di
kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum
 pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan faring. 1,6-8

Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri


 palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang mengarah ke
 perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis mengindikasikan
adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi
atau instabilitas mengindikasikan terjadinya fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa
karena perdarahan terjadi pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis
adalah pecahnya aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis
yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran
skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan
lemahnya nadi femoralis. 1,6-8

Fraktur pada tulang pan jang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di  dekat fraktur.
Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk menceg ah perdarahan di
sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur  f emur , karena dapat  mengakibatkan

hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi
secepatnya. Tes diagnostik  lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang

mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal. 1,6-8

Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher . Bila ada
darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang curigai
 perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan
riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan lakukan tes kehamilan
untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik. 1,6-8 

Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan


 penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian
khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik. 1,6-8

9
 

Tabel 3. Perdarahan & tanda-tandanya

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV

Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml

Kehilangan Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%


darah

 Nadi < 100 > 100 > 120 > 140

Tek. sistolik Normal Normal Menurun Menurun

 Nafas 14-20 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah sisa
volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk mengangkut
oksigen ke jaringan. Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
 beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia
 jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan : 1,6-8

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan organ


 primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

 b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerob dengan


 produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

c. Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-organ


 primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata,

d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai 10%


EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan yang lebih
dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus kompartemen interstitial dan
intrasel ikut terganggu. Bila dalam terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan
 plasma volume (intravaskular), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan
syoknya irreversibel dan berakhir kematian. 1,6-8

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah:

(cardiac output x saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003)

10
 

Unsur  cardiac output  x pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka
tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada curah jantung / cardiac
output , saturasi O2 dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi
kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika eritrosit hilang, total Hb berkurang,
curah jantung harus naik agar penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Pada orang
normal dapat menaikkan curah jantung hingga 3 x normal dengan cepat, asalkan volume
sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor Hb dan saturasi O 2 jelas tidak dapat naik.
Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan kompensasi dari curah jantung. Dengan
mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja asal segera normovolemia,
maka curah jantung akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun sampai tinggal 1/3, tetapi
curah jantung dapat naik sampai 3 x, maka penyediaan oksigen ke jaringan masih tetap
normal. Pengembalian volume mutlak diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit. 6-8

Pengaruh Usia Pada Syok Hemoragik 

Tubuh akan mentoleransi syok hemoragik secara berbeda sesuai derajatnya dan pada
keadaan tertentu sesuai dengan usia pasien. Pasien bayi dan usia lanjut akan sangat rentan
terjadi gagal kompensasi saat tubuh kehilangan volume sirkulasi. 6

• Pasien anak yang memiliki volume darah yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa
sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan volum sirkulasi juga akan
 jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi ginjalnya belum sempurna, sehingga
 produksi konsentrat urin belum baik. Anak usia muda dalam mempertahankan volume
sirkulasinya belum seefektif anak besar. berhati-hatilah akan bahaya koagulopati karena
 proporsi luas permukaan tubuh akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat
mudah kehilangan air lewat panas serta terjadinya hipotermia dini. 6

• Usia lanjut memiliki penurunan kondisi fisik dan kesehatan dalam mempertahankan
kehilangan volum sirkulasi. Penyakit arterosklerosis dan penurunan elastin menyebabkan
fungsi dinding arteri menurun, yang akan menurunkan kemampuan kompensasi
kehilangan volume sirkulasi. Menurunnya aliran arteriolar pada jantung karena
vasodilatasi dan penyakit angina atau infark akan membutuhkan oksigenasi tinggi otot
 jantung. Pada usia lanjut mekanisme takikardi untuk respons peningkatan curah jantung
melemah karena turunnya rangsang beta-adrenergik dalam memacu sel miosit di nodul
sinoatrial. Penggunaan obat-obat jantung juga akan mengurangi respons normal tubuh

11
 

dalam mengkompensasi syok, terutama penggunaan obat golongan beta-blocker,


nitrogliserin, ca-blocker, dan obat anti aritmia. 6

• Penurunan fungsi ginjal juga berkorelasi dengan bertambahnya usia serta kemampuan
 bersihan kreatinin (Creatinine Clearance) turun pada usia lanjut dibanding nilai kreatin
normalnya. Kemampuan mengkonsentrat urin pun menurun karena sensitifitas terhadap
ADH menurun. Semua gangguan pada jantung, pembuluh darah dan ginjal ini secara
keseluruhan membuat tubuh gagal menjalankan mekanisme kompensasinya di saat
kehilangan darah. Faktor komorbid lainnya pun perlu dipertimbangkan saat melakukan
tatalaksana perdarahan pada usia lanjut. 6

Penatalaksanaan Syok 

Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah mengetahui tanda-
tanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis awal
didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi
 jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran
darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga
menjadi perangkat untuk diagnosis dan terapi 1,6-8

Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab
syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan
 penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik.  Dokter yang bertanggung jawab
terhadap penatalaksanaan penderita harus mulai dengan mengenal adanya syok. Terapi harus
dimulai sambil mencari kemungkinan penyebab dari keadaan syok tersebut. 1,6-8

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir semua
 penderita trauma, penanganan dilakukan seolah – olah penderita menderita syok 
hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi
yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah
menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume. 1

a. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline

12
 

recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
 penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.1

1) Airway dan Breathing 
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
 pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk 
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.1

2) Circulation (Sirkulasi – Kontrol Perdarahan)


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi
untuk dapat mengendalikan perdarahan internal. 1

3) Disability (Pemeriksaan neurologis)


Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi
ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak 
selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang
kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.1

4) Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)


Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian
dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting dilakukan tindakan
untuk mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara
 penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah
hipotermia.1

5) Dilatasi lambung – Dekompresi

13
 

Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-
anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan.
Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar,
distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya
 pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa
sudah baik, masih ada kemungkinan terjadi aspirasi. 1

6) Pemasangan kateter urin


Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. 1

b. Akses pembuluh darah


Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting
dilakuakan dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral.1

c. Terapi awal cairan


Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular 
dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraselular.
Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua.
Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti yang baik namun cair ini memiliki
 potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila
fungsi ginjalnya kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan
cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada
anak. Respons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan
 pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini. 1,6-
8

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada
evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah, dapat dilihat cara
menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita.
Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan

14
 

adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,
sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang
interstitial dan intraselular. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule). Namun
lebih penting untuk menilai respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi
dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan
 perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk 
memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui
atau penyebab lain untuk syok. 1

Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat
 badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah kira-kira 7% dari berat
 badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar 
kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan
 berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya,
hasilnya mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%
sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg). 1

Lebih dahulu dihitung  Estimated Blood Volume(EBV) penderita, 65 – 70 ml/kg berat


 badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30%
EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50%
EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi
tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar 
antara 2 – 4 x volume yang hilang. 1,6,7,8

Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Traumatic Status dari
Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan Ringer Laktat akan
meresap keluar vaskular menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru
antara Volume Plasma/ Intravascular Fluid  (IVF) dan  Interstitial Fluid  (ISF). Ekspansi ISF
ini merupakan interstitial edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak 
dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan
terjadi diuresis spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan
furosemid setelah transfusi diberikan. 1,6-8

15
 

Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah
sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup
diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan di atas 15% perlu transfusi darah karena ada
gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin
normal angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor 
 pembekuan. Cairan kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali
lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama. 1,10

Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk 
menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya
menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi
darah antara lain:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 25%. Pada orang tua, kelainan paru,
kelainan jantung Hb < 10 gr/dL atau Ht <30%.

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah. 10

Tabel 4. Traumatic status dari Giesecke

Tanda TS I TS II TS III

Sesak nafas - Ringan ++

Tekanan darah N Turun Tak teratur  

 Nadi Cepat Sangat cepat Tak teraba

Urin N Oliguria Anuria

Kesadaran N Disorientasi / Koma

Gas darah N pO2 / pCO2 pO2 / pCO2

CVP N Rendah Sangat rendah

Blood loss % EBV Sampai 10% Sampai 30% Lebih 50%

16
 

Tabel 5. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000

Kehilangan darah (% volume Sampai 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%
darah)

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi Normal / ↑ ↓ ↓ ↓

Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35

Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5

CNS/Status mental Sedikit Agak Cemas Cemas, Bingung,


Cemas Bingung Lesu

Penggantian cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid


(hukum 3:1) dan darah dan darah

1. Perdarahan Kelas I (Kehilangan volume darah sampai 15%)

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi,
akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah,
tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat,
 jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian transkapiler dan
mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun,
 bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat
mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan
 primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.

2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)

17
 

Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi.


Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam
komponen diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat inotropik ini
menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan
sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih
mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang
lain yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan
sistem syaraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan.
Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin
hanya sedikit terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang
dewasa. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis dari
 jumlah kehilangan darah ini.

3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)

Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir 
selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan
takipnue yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan
darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan
darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita
dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi darah.
Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita terhadap
resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang adekuat.

4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-


gejalanya meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup
 besar, dan tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan
kesadaran jelas menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin. Penderita ini
sering kali memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Kehilangan
lebih dari 50% volume darah penderita mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan
denyut nadi dan tekanan darah.1

18
 

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk 
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya tekanan
darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan
 bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak 
memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan
 peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar 
ditentukan.1

Tabel 6. Jenis Respons Penderita terhadap Resusitasi Cairan Awal

RESPONS RESPONS TANPA


CEPAT SEMENTARA RESPONS

Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara, Tetap abnormal


tensi dan nadi kembali
turun
Dugaan kehilangan Minimal Sedang, masih ada Berat
darah (10 - 20%) (20 - 40%) (> 40%)

Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak 


kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Specific type dan Specific type Emergensi


crossmatch

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini ahli Perlu Perlu Perlu


 bedah

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.
Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila
tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah
satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita. 1,6-8

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah
ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5

19
 

ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk 
 bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat
 jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut
ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik. 1,6-8

Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan
terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi
awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respons
 penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan melakukan observasi terhadap respons
 penderita pada resusitasi awal dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih
 besar dari yang diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian
 perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan
kontrol  langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume
intravaskular secara simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan
transfusi berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.
Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan
hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada takikardi,
takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya,
 penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan
yang kurang memadai. Pola respons yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok:
respons cepat, respons sementara, respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan. 1,6-
8

a. Respons cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal dan tetap
hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat
sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume
darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau
 pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch nya tetap dikerjakan.
Konsultasi dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena
intervensi operatif mungkin masih diperlukan.1

20
 

b. Respons sementara

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap pemberian cairan,
namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena
kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah
kehilangan darah pada kelompok ini adalah antara 20 - 40% volume darah. Pemberian
cairan pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons
terhadap pemberian darah menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera. 1

c. Respons minimal atau tanpa respons

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik pasien tetap
 buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan perlunya operasi
segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-
hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok 
non-hemoragik harus selalu diingat pada kelompok ini. 1

Jenis Cairan Intravena

Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun – tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu: 1,6-8

a. Transfusi darah

Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan
cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan
 perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan
koreksi defisit cairan ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia,
dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif)
atau Packed Red Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.

b. Plasma Expander 

Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-
ethyl  starch) sehingga mempunyai volume effect  lebih baik dan tinggal lebih lama di
intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander .
Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-
kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran
maupun gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok,

21
 

yang memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan
 baik dan tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada
crossmatch darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan
 pembekuan darah.

c. Albumin

Albumin 5% ataupun  Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi
volume effect . Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat
untuk mendapatkan volume effect yang sama.

d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus
IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan
interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan. 7

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak 
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar 
dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari
volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit.
Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit
sesudah infus dan akan keluar dalam 24 - 48 jam sebagai urin.   Secara umum kristaloid
digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume
intrasel.10

Tabel 7. Berbagai Cairan Kristaloid

Cairan Na+ K + Cl- Ca++ HCO3 Tekanan


(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik 
(mOsm/L)

Ringer  130 4 190 3 28 273
Laktat
 Ringer  130 4 109 3 28 # 273
 As
et 
at 
 NaCl 154 0 0 0 0 308

22
 

0,9%


sebagai laktat 
#
sebagai asetat 

Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi
dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 6-8

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam
 jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. 6-8

Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme
 pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan
Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. 6-8

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:6-8

1. Cairan rumatan (maintenance).


Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan
intraselular/ Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas
< 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%

2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)


Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan
melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, koloid

3. Cairan khusus

23
 

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar 
dari sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg;
misal: NaCl 3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.

Penyulit

Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantungnya sendiri, pada proses
metabolisme atau pada paru. 6-8

Dekompensasi jantung

Dekompensasi ditandai oleh kenaikan  Pulmonary Capillary Wedge Pressure


(PCWP). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada jantung
yang sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian koloid dapat mengalami kenaikan
PCWP 50% yang potensial akan mengalami dekompensasi jantung.

Edema paru

Adanya edema paru dapat dinilai antara lain dengan meningkatnya rasio
Qs/Qt. Pemberian koloid yang diharapkan tidak merembes keluar IVF ternyata
mengalami kenaikkan Qs/Qt yang sama yaitu 16 + 1%. Akibat pengenceran darah,
terjadi transient hypoalbuminemia 2,5 ± 0,1 mg% dari sebelumnya sebesar 3,5 ± 0,1
mg%. Penurunan albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik plasma dari 21 + 0,4
menjadi 13 + 1,0. Penurunan selisih tekanan COP – PCWP tidak selalu menyebabkan
edema. Giesecke memberi batasan bahwa kadar albumin terendah yang masih aman
adalah 2,5 mg%. Kalau albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 20 – 25%
dapat diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan menaikkan kadar 
0,25 -0,50 mg%.

Jika masih terjadi edema paru, berikan furosemid, 1 - 2mg/kg. Gejala sesak 
nafas akan berkurang setelah urin keluar 1000 - 2000 ml. Lakukan digitalisasi atau
 berikan dopamin drip 5 – 10 microgram/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik 
 berikan oksigen, atau bila diperlukan mendesak lakukan nafas buatan + PEEP. Insiden
dari pulmonary insufficiency post resusitasi cairan adalah 2,1%.

Asidosis asam laktat

24
 

Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat
karena syok. Asam laktat dirubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir asidosis
metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru menurunkan
laktat darah karena perbaikan transport oksigen ke jaringan, metabolisme aerobik 
 bertambah.7

Gangguan hemostasis

Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah


mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit. Pemberian
 Fresh Frozen Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit, sedangkan
faktor V dan VIII dibutuhkan dalam jumlah sedikit (5 - 30 % normal). Trombosit
dapat diberikan sebagai  fresh blood, platelet rich plasma atau thrombocyte
concentrate dengan masa simpan kurang dari 6 jam pada suhu 4 0C. Untuk hemostasis
yang baik diperlukan kadar trombosit 100.000 per mm 3. Dextran juga dapat
menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.

Menilai Kembali Repson Penderita dan Menghindari Komplikasi

Komplikasi yang paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume
yang tidak adekuat. Terapi yang segera, tepat dan agresif untuk memulihkan perfusi organ
akan memperkecil kejadian yang tidak dikehendaki ini sekecil mungkin. 1

a. Perdarahan yang Berlanjut

Perdarahan yang tidak kelihatan adalah penyebab yang paling umum dari
respon buruk penderita terhadap terapi cairan. Penderita ini pada umumnya termasuk 
dalam kategori respon sementara seperti diuraikan di atas. Mungkin diperlukan
intervensi pembedahan segera. 1

b. Kebanyakan Cairan dan Pemantauan CVP

Memantau respon terhadap resusitasi untuk beberapa penderita sebaiknya


dilakukan di senter dimana teknik-teknik pemantauan canggih dapat dilakukan. Perlu
diingat, tujuan resusitasi adalah pemulihan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang

25
 

adekuat, yang dikonfirmasi oleh produksi urin yang tepat, fungsi sistem saraf sentral
yang baik, warna kulit dan pemulihan tekanan nadi an tekanan darah normal.
Pemantauan Central Venous Pressure (CVP) merupakan prosedur yang relative
sederhana dan digunakan sebagai pedoman standar untuk menilai kemampuan standar 
untuk menilai kemampuan sisi kana jantung menerima beban cairan. Kalau dilakukan
dengan benar, respon CVP pada pemberian cairan membantu mengevaluasi
 penggantian volume. 1

c. Mengenali Masalah Lain

Kalau penderita tidak memberikan respon kepada terapi, perlu


dipertimbangkan tamponade jantung, tension pneumothorax, masalah ventilator,
kehilangan cairan yang tidak diketahui, infark miokard, asidosis diabetikum, dan syok 
neurogenik. Kunci untuk mengenal masalah sedini mungkin adalah evaluasi ulang
yang terus-menerus, khsususnya kalau penderitanya menyimpang dari pola yang
diharapkan. 1

26
 

KESIMPULAN
Syok merupakan gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Sebagian besar penderita trauma akan mengalami
syok hipovolemik.
Syok hipovolemik disebabkan oleh perdarahan yang tampak maupun yang tidak 
tampak. Perdarahan yang terlihat misalnya perdarahan dari luka dan hematemesis dari tukak 
lambung. Perdarahan yang tidak tampak misalnya perdarahan dari saluran cerna seperti
 perdarahan perdarahan pada tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat
mungkin dan pengganti cairan . Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber perdarahan
telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan parameter 
hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu berhenti sementara
karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan bertujuan untuk 
 pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran

Tabel Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah


Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (%volume Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
darah)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan Nadi Normal/↑ ↓ ↓ ↓
Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35
Produksi Urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5
CNS/Status Mental Sedikit Agak  Cemas, Bingung, Lesu
Cemas Cemas Bingung
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan
(Hukum 3:1) darah darah

27
 

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons, editor. Advanced Trauma Life Support. Diterjemahkan


oleh Komisi Trauma Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Edisi Ketujuh. 2004. hal 73-92

2. Krausz, Michael M; 2006;  Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock ; Israel:


Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel
Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari:
http://www.wjes.org/content/1/1/14

3. Guyton, Arthur, editor. Kompartemen Cairan Tubuh: cairan ekstrasel dan intrasel; cairan
interstisial dan edema. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2007. Hal 307-23

4. Tanner George, The regulation of Fluid and Electrolyte Balance. Tanner Geoge, editor.
Medical Physiology. Indiana University School of Medicine. p. 403-25

5. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro;
Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/27_177Terapicai
randandarah.pdf 

6. Undeani John, Hemorrhagic Shock.[online] feb 3, 2011, [cited Des 30 2011]. Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview

7. Sjamsuhidajat R. Syok . Dalam: Sjamsuhidajat R., Jong Wim de, editor. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edis 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 118-29

8. Andrew Pope, Geoffrey French, and David E. Longnecker, Editors. Pathophysiology of 
Acute Hemorrhagic Shock. Fluid Resuscitation: State of the Science for Treating Combat
Casualties and Civilian Injuries. US: National Academy Press. 1999. Page 19-43

9. Ahmadsyah Ibrahim. Trauma dan Bencana. Dalam: Sjamsuhidajat R., Jong Wim de,
editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.
90-129

10. Latief, Said A, dkk; 2002;  Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua: Dikutip dari:
Transfusi Darah pada Pembedahan; Jakarta, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

28
 

29

Anda mungkin juga menyukai