Anda di halaman 1dari 18

Pendahuluan

Epididymitis dan orchitis merupakan inflamasi dari epididimis dan testis,


dengan atau tanpa disertai infeksi. Kelainan ini bisa diklasifikasikan menjadi akut,
subakut, atau kronik berdasarkan durasi gejala dirasakan. Pada epididymitis akut,
gejala biasanya menetap kurang dari enam minggu dan ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Epididymitis kronik ditandai dengan nyeri umumnya tanpa
pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga bulan. Orchitis biasanya terjadi bila
inflamasi menyebar dari epididymis ke testis.  Sebagian besar kasus berhubungan
dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat menyebabkan
orchitis.
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria prepubertas terutama
pasien yang mengalami penyakit gondong. Bakteri yang dapat menyebabkan
orchitis antara lain Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,
Streptococcus, bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididymitis terkait dalam
seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH
Untuk menegakkan diagnosis orchitis diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu membantu untuk
menegakkan diagnosis orchitis. USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain
nya seperti torsio testis.
Penatalaksanaan dari orchitis terutama bersifat suportif karena biasanya
sebagian besar pasien orchitis akan sembuh spontan dalam 3- 10 hari, kecuali bila
penyebabnya bakteri, perlu diberikan antibiotik.
Anatomi dan Fisiologi Testis

Testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Testis akan
turun sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum melalui canalis inguinalis dibawah
pengaruh hormon testosterone dari testis. Testis sinistra biasanya terletak lebih
rendah daripada testis dextra. Masing-masing testis dikelilingi capsula fibrosa yang
kuat, disebut tunica albuginea. Dari permukaan dalam capsula terbentang banyak
septa fibrosa yang membagi bagian dalam testis menjadi lobulus-lobulus testis. Di
dalam setiap lobulus terdapat 1-3 tubuli seminiferi yang berkelok-kelok. Tubuli
seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan epididimis
Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus
dartos dan cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke
tubuh. Bila suhu testis akan diturunkan, otot cremaster akan berelaksasi dan testis
akan menjauhi tubuh. Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan
dibawah temperatur suhu tubuh 2-3 oC untuk kelangsungan spermatogenesis.
Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian dalam tubulus) melalui
darah, karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli yang disebut sawar darah
testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun.
Tubuh dapat membuat antibodi melawan spermanya sendiri, maka hal ini dicegah
dengan sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai
spermatogenesis..Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
 Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH
 Sekresi testosterone oleh sel Leydig, diatur oleh LH.
Gambar 1. Struktur anatomi testis

Gambar 2. Lapisan-lapisan pada testis

Dinding scrotum terdiri dari :


1. Cutis
2. Fascia superficialis
3. Musculus dartos
4. Fascia spermatica externa
5. Fascia cremasterica
6. Fascia spermatica interna
7. Tunica vaginalis

Definisi Epididymitis dan Orchitis


Epididymitis dan orchitis merupakan inflamasi dari epididimis dan testis,
dengan atau tanpa disertai infeksi. Kelainan ini bisa diklasifikasikan menjadi akut,
subakut, atau kronik berdasarkan durasi gejala dirasakan. Pada epididymitis akut,
gejala biasanya menetap kurang dari enam minggu dan ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Epididymitis kronik ditandai dengan nyeri umumnya tanpa
pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga bulan. Orchitis biasanya terjadi bila
inflamasi menyebar dari epididymis ke testis.  Sebagian besar kasus berhubungan
dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat menyebabkan
orchitis.

Epidemiologi
Pada 2002, epididymitis dan orchitis terjadi pada 1 dari 144 pasien rawat
jalan (0,69%) pada laki-laki dengan kelompok usia 18 sampai dengan 50 tahun.
Diperkirakan terdapat sekitar 600,000 kasus epididymitis setiap tahun di Amerika
Serikat, yang majoritasnya pada laki-laki 18-35 tahun.
Pada satu studi yang dijalankan terhadap tentara Amerika Serikat,
didapatkan insiden tertinggi pada laki-laki berusia 20 sampai dengan 29 tahun.
Epididymitis lebih sering ditemukan berbanding orchitis. Pada satu studi terhadap
pasien-pasien rawat jalan, didapatkan prevalensi orchitis sebesar 58% dari jumlah
kasus dengan epididymitis. Kasus orchitis murni jarang ditemukan dan umumnya
disertai riwayat infeksi kelenjar parotis pada anak laki-laki prepubertas (usia 13
tahun dan kebawah).
Etiologi dan Patofisiologi
Epididymitis merupakan penyebab paling sering dari inflamasi intraskrotum
dan biasanya berawal dari infeksi asendens retrograde. Epididymitis pada suatu
waktu dahulu diperkirakan terjadi akibat refluks dari urin, namun hasil satu studi
yang dipublikasi pada 1979 menunjukkan bakteri menjadi penyebab pada sebagian
besar kasus. Studi itu juga menunjukkan jenis bakteri penyebab yang berbeda beda
menurut usia pasien.
Pada laki-laki usia 14 sampai dengan 35 tahun, epididymitis paling sering
disebabkan oleh infeksi menular seksual dengan pathogen Neisseria gonorrhoeae
atau Chlamydia trachomatis. Epididymitis bakterial nonspesifik disebabkan oleh
beberapa bakteri aerob dan sering disertai dengan kelainan anatomis. Pada pasien
yang lebih muda dari 14 tahun atau lebih tua dari 35 tahun, epididymitis umumnya
disebabkan oleh infeksi saluran kemih dengan patogen tipikal seperti Escherichia
coli. Pada laki-laki yang melakukan aktivitas seksual lewat dubur, bakteri coliform
seperti Escherichia coli merupakan patogen yang biasa ditemukan, walaupun infeksi
Haemophilus influenza turut terkait. Patogen lain yang jarang menyebabkan
epididymitis termasuk Ureaplasma urealyticum, Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa. Epididymitis sekunder terhadap infeksi
Mycobacterium tuberculosis jarang terjadi namun harus diinvestigasi lebih lanjut
pada kelompok dengan risiko tinggi. Pada pasien terinfeksi human
immunodeficiency virus (HIV) atau dengan acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS), tercatat kasus epididymitis dengan patogen jamur dan virus, termasuk
cytomegalovirus.
Epididymitis dengan etiologi noninfeksi ditemukan pada beberapa kelompok
penderita. Pada satu studi, didapatkan insiden epididymitis tahunan pada anak laki-
laki usia 2 sampai dengan 13 tahun sebesar 1,2 per 1000 orang, dan kejadian
kelompok usia ini dikarenakan reaksi inflamasi postinfeksi terhadap patogen seperti
Mycoplasma pneumonia, enterovirus, dan adenovirus yang menimbulkan perubahan
jinak. Penyebab epididymitis noninfeksi yang lain termasuk vasculitides dan obatan
seperti amiodarone.
Dengan pengecualian infeksi berbasis virus, infeksi traktus genitourinarius
jarang hanya melibatkan testis. Orchitis umumnya terjadi bersamaan epididymitis,
dan agen penyebab keduanya adalah sama. Disseminasi lewat darah merupakan rute
tersering pada infeksi testis murni. Penyakit parotitis merupakan penyebab tersering
dari orchitis viral yang mana orchitis terjadi pada 20-30% pasien laki-laki dengan
infeksi kelenjar parotis. Orchitis pyogenik biasanya terjadi akibat proses inflamasi
pada epididymis.

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya epididymitis pada semua laki-laki adalah sebagai
berikut:
 Aktivitas seksual yang aktif
 Aktivitas fisik yang berat
 Pengendara sepeda atau sepeda motor
 Duduk yang lama
Faktor risiko terjadinya epididymitis pada laki-laki lebih tua dari 35 tahun atau
pada anak laki-laki prepubertas adalah sebagai berikut:
 Riwayat operasi traktus urinarius
 Obstruksi prostat pada laki-laki yang lebih tua dari 35 tahun
 Stenosis meatus atau katup urethra posterior pada anak laki-laki prepubertas.
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada saat mengevaluasi pasien dengan gejala testis akut atau nyeri dan
pembengkakan skrotum (akut skrotum), harus dicurigai terjadinya torsio testis
terlebih dahulu. Terjadi banyak kasus torsio testis yang salah didiagnosa sebagai
epididymitis. Semua pasien dengan gejala akut skrotum atau dicurigai menderita
torsio testis harus segera dirujuk ke ahli urologi untuk tindakan selanjutnya.
Pasien dengan epididymitis biasanya merasakan keluhan nyeri yang
bertambah sedikit demi sedikit, terlokalisir pada bagian posterior testis yang bisa
menjalar ke abdomen bawah. Walaupun pasien biasanya merasakan keluhan nyeri
pada satu sisi sahaja yang bermula dari epididymis, keluhan ini bisa menyebar ke
testis sisi tersebut. Gejala-gejala infeksi salur kemih bawah seperti demam,
peningkatan frekuensi berkemih, urgensi, hematuria, dan disuria bisa ditemukan
pada pasien ini. Gejala-gejala tersebut umum pada epididymitis dan orchitis tetapi
amat jarang pada torsio testis.
Keluhan nyeri yang rekuren jarang didapatkan pada epididymitis dan torsio
appendiks testis tetapi bisa terjadi pada torsio testis disebabkan torsio intermiten
dengan resolusi spontan. Ada atau tidaknya gejala mual muntah tidak membantu
dalam membedakan antara epididymitis, orchitis, dan torsio testis karena gejala
tersebut bisa terjadi pada mana mana kelainan. Orchitis virus biasanya disertai
dengan onset nyeri dan pembengkakan skrotum mendadak dan bersifat unilateral.
Bila disertai dengan riwayat infeksi kelenjar parotis, orchitis biasanya terjadi empat
sampai dengan tujuh hari setelah timbulnya parotitis.
Walaupun torsio testis bisa terjadi pada semua kelompok usia, insidens
tertinggi didapatkan pada usia diantara 12 sampai dengan 18 tahun, diikuti
kelompok neonatus. Torsio testis jarang didapatkan pada usia diatas 35 tahun dan
diantara neonatus sampai dengan 8 tahun. Torsio appendiks testis umumnya terjadi
pada usia tujuh sampai dengan 14 tahun dan jarang terjadi pada usia di atas 20
tahun.
Pasien dengan epididymitis dan orchitis selalu ditemukan takikardi dengan
atau tanpa demam. Pasien juga bisa mengeluhkan rasa tidak nyaman saat duduk,
namun keluhan ini juga sering terjadi pada kasus torsio testis. Adalah penting untuk
melakukan pemeriksaan ketok sudut costovertebra untuk mencari adakah tanda
pyelonephritis, dan juga palpasi daerah suprapubik untuk mencari adakah tanda
peradangan vesica urinaria. Daerah inguinal harus diperiksa untuk mencari tanda-
tanda hernia atau pembengkakan dan nyeri tekan kelenjar limfe regional yang
sugestif terhadap proses inflamasi atau infeksi dari epididymis atau testis. Skrotum
harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda nyeri tekan duktus spermatikus yang
sugestif terhadap epididymitis.
Pembengkakan dan nyeri testis yang biasanya terjadi pada torsio testis bisa
berlanjut menjadi hidrokel reaktif dan eritema skrotum. Pada epididymitis,
epididymis yang terletak di bagian posterolateral testis membengkak dan nyeri.
Pada fase lanjutan, keadaan ini bisa berlanjut menjadi pembengkakan testis
menandakan telah terjadi orchitis, dengan hidrokel reaktif dan eritema skrotum yang
mirip dengan torsio testis. Pembengkakan skrotum juga didapatkan pada kasus
hernia inguinal indirek, yang mana bising bisa terdengar pada auskultasi skrotum.
Pada torsio appendiks testis, hidrokel reaktif sering terjadi dengan nyeri
tekan sesuai dengan lokasi anatomis dari appendiks testis. Blue dot sign, merupakan
diskolorasi warna biru di sekitar appendiks testis bisa ditemukan pada dinding
skrotum menandakan terjadinya infark dan nekrosis. Refleks cremaster, yang
dirangsang dengar cara menggores kulit paha bagian medial harus dilakukan.
Refleks normal ditandai dengan kontraksi otot cremaster ipsilateral yang bisa
terlihat melalui elevasi testis unilateral yang biasanya positif pada epididymitis,
orchitis, dan torsio appendiks testis namun negatif pada torsio testis. Prehn sign,
yang mana berkuranganya nyeri pada saat testis dielevasi bisa ditemukan pada
pasien dengan epididymitis, namun hasil pemeriksaan ini tidak signifikan. Elevasi
testis biasanya akan memperberat keluhan nyeri pada torsio testis.
Pemeriksaan Diagnostik
Sebagai tambahan kepada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan,
pengkajian diagnostik bisa membantu mendiagnosa epididymitis dan orchitis, di
samping mengenal pasti patogen penyebab. Pemeriksaan diagnostik juga bisa
mengidentifikasi pasien dengan tumor atau torsio testis, namun rujukan kepada ahli
urologi harus secepatnya dilakukan jika torsio testis dicurigai secara klinis.
Pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur dari usap urethra direkomendasi
untuk dikerjakan untuk mendeteksi urethritis dan infeksi gonokokus. Urinalisis dan
kultur urin disaran untuk dilakukan. Adanya leukosit esterase dan sel darah putih
sugestif terhadap urethritis dan membantu membedakan epididymitis dengan torsio
testis. Jika dicurigai epididymitis, pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
terhadap Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae harus dilakukan pada
sampel usap urethra atau urin.
Jika secara klinis cenderung ke arah torsio testis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, rujukan segera ke ahli urologi harus dilakukan. Pada hampir
semua pasien yang dicurigai epididymitis, Doppler ultrasonografi warna harus
dikerjakan untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya torsio testis dengan
menilai aliran darah testis. Doppler ultrasonografi warna digunakan untuk
mengevaluasi perfusi testis dan struktur anatomi dari isi skrotum. Pada anak-anak,
Doppler ultrasonografi warna memiliki sensitivitas sebesar 70% dan spesifisitas
sebesar 88% untuk epididymitis, dan sensitivitas sebesar 82% dan spesifisitas
sebesar 100% untuk torsio testis.
Pengukuran protein fase akut seperti kadar protein C-reaktif (CRP) dan laju
endap darah, terbukti berguna dalam membedakan epididymitis dengan torsio testis
pada pasien dengan gejala akut skrotum. Pada satu studi, CRP memiliki sensitivitas
sebesar 96,2% dan spesifisitas sebesar 94,2% untuk epididymitis. Jika diagnosis
masih belum bisa ditegakkan, rujukan untuk ekplorasi bedah harus dilakukan.
Rujukan tidak boleh menunggu hasil pemeriksaan tambahan jika secara klinis
dicurigai terjadinya torsio testis.
Gambar 3. Pemeriksaan Skrotum dan Testis

Diagnosis Differensial
Torsio Testis
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang
terpelintir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau
arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk
gawat darurat dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak
segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat
menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering
terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang
dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas
(12-20 tahun). Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan
nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-
keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang dapat
berujung pada kesalahan terapi
Gambar 4. Torsio Testis
Hernia Incarserata
Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke
dalam scrotum yang muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan tekanan
intraabdominal seperti batuk atau mengejan. Benjolan dapat hilang bila berbaring.
Ukuran benjolan dapat bervariasi dari kecil sampai besar, Bila hernia sudah
mengalami inkarserta maka gejala yang timbul dapat berupa mual, nyeri kolik
abdomen, konstipasi, keerahan pada skrotum, dan bila di auskultasi dapat didengat
bunyi bising usus di daerah skrotum.

Gambar 5. Hernia Skrotalis


Tumor testis
Pembesaran testis yang tidak nyeri, biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun
dan sering disertai dengan limfadenopati.

Gambar 6. Tumor pada Testis


Penatalaksanaan
Pengobatan empirik pada epididymitis harus diberikan sesuai dengan
kemungkinan patogen penyebab, pada saat pemeriksaan laboratorium belum selesai.
Pengobatan dilakukan dengan fokus terhadap menyembuhkan infeksi, memperbaik
gejala, menghindar penularan, dan mengurangkan kemungkinan timbulnya
komplikasi.
Jika kemungkinan infeksi disebabkan oleh gonokokus atau Chlamydia (pada
pasien usia 14 sampai dengan 35 tahun), pengobatan harus terdiri dari ceftriaxone
dengan dosis tunggal 250 mg secara intramuscular, dan doksisiklin 100 mg
sebanyak 2 kali sehari selama 10 hari per oral. Azithromycin 1 gram dosis tunggal
per oral bisa digunakan untuk menggantikan doksisiklin.
Jika kemungkinan infeksi disebabkan oleh organisme enterik seperti bakteri
coliform (pada pasien usia kurang dari 14 tahun atau lebih dari 35 tahun), atau pada
pasien dengan riwayat alergi terhadap sefalosporin atau tetrasiklin, pengobatan
harus menggunakan antibiotika dari golongan floroquinolon. Ofloksasin 300 mg per
oral diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 10 hari. Levofloksasin 500 mg pula
diberikan per oral sebanyak 1 kali sehari selama 10 hari. Pasien yang dengan
immunocompromised tetap diberikan terapi seperti yang diberikan kepada pasien
immunocompetent.
Sebagai tambahan kepada pengobatan antibiotika, analgetik, elevasi
skrotum, tirah baring, dan penggunaan kompres dingin juga membantu dalam proses
pengobatan epididymitis. Pasien harus diinformed consent berkenaan komplikasi
yang berkemungkinan terjadi termasuk sepsis, abses, infertilitas, dan penularan
infeksi.
Epididymitis dan orchitis biasanya bisa diobati dengan hanya rawat jalan,
namun pasien harus sering kontrol. Rawat inap disaran dilakukan terhadap penderita
dengan nyeri hebat, mual muntah yang mana menghambat proses pengobatan per
oral, kecurigaan terjadinya abses, kegagalan rawat jalan, atau muncul tanda-tanda
sepsis.
Pengobatan orchitis pada umumnya bersifat suportif dan harus termasuk
tirah baring, dan penggunaan kompres dingin atau hangat untuk perbaikan keluhan
nyeri. Pengobatan antibakteri tidak diindikasikan terhadap orchitis virus, dan
sebagian besar kasus yang terkait dengan parotitis sembuh spontan setelah tiga
sampai dengan sepuluh hari. Pasien dengan epididymo-orchitis memerlukan
pengobatan antibiotic seperti yang diberikan pada pasien dengan epididymitis.

Beberapa contoh penggunaan antibiotika pada epididymitis dan orchitis:


1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi
lebih rendah terhadap organisme gram-positif.  Menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa IM 250
mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d

2. Doxycycline
 Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S
dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore.
 Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis
terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari

3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa
1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus.
Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari

4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. 
Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP,
PO tid / qid selama 14 hari
5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S
epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas
terhadap anaerob.  Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan
bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

Komplikasi
 Atrofi testis.
 Gangguan kesuburan
 Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
 Abscess scrotalis
 Rekurensi
 Epididymitis kronis

PRONOSIS
•  Sebagian besar kasus orchitis disertai parotitis menghilang secara spontan
dalam 3-10 hari.
•  Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis
bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.

Kesimpulan

Epididymitis dan orchitis merupakan inflamasi dari epididimis dan testis,


dengan atau tanpa disertai infeksi. Kelainan ini bisa diklasifikasikan menjadi akut,
subakut, atau kronik berdasarkan durasi gejala dirasakan. Pada epididymitis akut,
gejala biasanya menetap kurang dari enam minggu dan ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Epididymitis kronik ditandai dengan nyeri umumnya tanpa
pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga bulan. Orchitis biasanya terjadi bila
inflamasi menyebar dari epididymis ke testis.  Sebagian besar kasus berhubungan
dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat menyebabkan
orchitis.
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria prepubertas terutama
pasien yang mengalami penyakit gondong. Bakteri yang dapat menyebabkan
orchitis antara lain Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,
Streptococcus, bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididymitis terkait dalam
seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH
Insidensi orchitis karena gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki
prepubertal (lebih muda dari 10 tahun). Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus
berhubungan dengan epididimitis (epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada
laki-laki yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua
dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).
Untuk menegakkan diagnosis orchitis diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu membantu untuk
menegakkan diagnosis orchitis. USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain
nya seperti torsio testis.
Gejala klinis yang umumnya terjadi adalah nyeri dan pembengkakan testis.
Malaise, demam dan menggigil , mual, sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik tampak
pembesaran testis dan skrotum, lebih hangat, kadang pembesaran KGB inguinal.
Penatalaksanaan meliputi terapi supportif dan antibiotika yang sesuai jika
penyebabnya bakteri.
Komplikasi yang bisa terjadi adalah atrofi testis, gangguan kesuburan abses
scrotal , infark testis, dan rekurensi .
Prognosis sebagian besar baik, jika penyebabnya virus, dapat hilang 3 -10
hari, jika penyebabnya bakteri dengan pemberian antibiotik dapat sembuh tanpa
komplikasi.
Daftar Pustaka

1. R. Sjamsuhidajat. Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


EGC.
2. Mark, B. 2010. Orchitis- Department of Emergency Medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/777456. 2 December 2010
3. Thomas HT, Timothy SL, Diana H. Epididymitis and Orchitis An Overview.
American Academy of Family Physician. Vol. 79 No. 7. April 2009.
4. Street EJ, Portman MD, Kopa Z, et al. 2012 Europian Guideline on the
Management of Epididymo-Orchitis.
5. Marissa TSP, Sri RSH. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika. Sari
Pediatri Vol. 11 No. 1 Juni 2009.
6. Sarel H, Neri K. Epididymo-Orchitis in Pre-Pubertal Children. Open Journal
of Urology. 2013

Anda mungkin juga menyukai