Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder terhadap
infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong,
namun virus lain dan bakteri dapat menyebabkan orchitis.
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria prepubertas terutama
pasien yang mengalami penyakit gondong. Bakteri yang
menyebabkan orchitis antara lain Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus, Sterptococcus, bakteri tersebut biasanya
menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki
dengan BPH (Benigna Prostat Hipertrofi).
Untuk menegakkan diagnosis orchitis diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu membantu
untuk menegakkan diagnosis orchitis. USG dapat membantu menyingkirkan
diagnosis lainnya seperti torsio testis.
Penatalaksanaan dari orchitis terutama bersifat suportif karena biasanya
sebagian besar pasien orchitis akan kambuh spontan dalam 3-10 hari, kecuali
bila penyebabnya bakteri perlu diberikan antibiotik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi testis?
2. Apa definisi dari Orchitis?
3. Bagaimana klasifikasi dari Orchitis?
4. Bagaimana epidemiologi dari Orchitis?
5. Apa faktor resiko dari Orchitis?
6. Apa etiologi dari Orchitis?
7. Bagimana patofisiologi dari Orchitis?
8.  Apa tanda dan gejala dari Orchitis?
9. Apa komplikasi dari Orchitis?
10.  Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Orchitis?
11. Bagaimana manajemen asuhan keperawatan dari Orchitis?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan klien dengan Orchitis?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
 Setelah disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
konsep asuhan keperawatan klien dengan Orchitis.
2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi dari testis
b.  Mahasiswa dapat memahami definisi dari Orchitis
c. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari  Orchitis
d. Mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari Orchitis
e. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor resiko dari Orchitis
f. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi dari Orchitis
g. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi dari Orchitis
h.  Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala dari Orchitis
i. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Orchitis
j. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Orchitis
k. Mahasiswa dapat menjelaskan manajemen asuhan
keperawatan  dari Orchitis
l.  Mahasiswa dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien
dengan  Orchitis
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Anatomi Dan Fisiologi Testis
Menurut Snell, 2000 testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam
scrotum. Testis akan turun sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum
melalui canalis inguinalis dibawah pengaruh hormon testosterone dari testis.
Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah daripada testis dextra.
Masing-masing testis dikelilingi capsula fibrosa yang kuat disebut tunica
albuginea. Dari permukaan dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa
yang membagi bagian dalam testis menjadi lobules-lobulus testis. Didalam
setiap lobules terdapat 1-3 tubuli seminiferi yang berkelok-kelok. Tubuli
seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan epididimis.
Pengaturan suhu testis didalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus
dartos dan cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis
mendekat ke tubuh. Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan
dibawah temperature suhu tubuh 2-3 ⁰C untuk kelangsungan
spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian
dalam tubulus) melalui darah, karenaadanya ikatan yang kuat antar sel sertoli
yang disebut sawar darah testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah untuk
mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi melawan
spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk  memulai
spermatogenesis. Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
 Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH
  Sekresi testosterone oleh sel leydig, diatur oleh LH
B.  Definisi
Orchitis adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis,
kimia atau faktor yag tidak diketahui ( Smeltzer, 2002).
Orchitis adalah peradangan testis yang jika bersama
dengan epididimitis  menjadi epididimoorkitis dan merupakan komplikasi
yang serius dari epididimitis (Price, 2005).
Orchitis merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai dengan
pembengkakan dan nyeri. Keadaan ini sering disebabkan oleh parotitis,
sifilis, atau tuberculosis (Hartanto, 2008).
C. Klasifikasi
Menurut Price, 2005 infeksi testis diklasifikasikan sebagai:
 Orchitis viral
 Orchitis bacterial piogenik atau orchitis granulomatosa
D. Epidemiologi
Epidimologi menurut Ulfiyah, 2012 adalah:
1) Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki
2) Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki
prepubertal (lebih muda dari 10 tahun).
3)  Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan
dengan epididimitis (epididimo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-
laki yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pada pria
lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH)
4) Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan
gondong berkembang orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki
postpubertal dengan gondong.
E. Faktor Resiko
Menurut Ulfiyah, 2012 faktor resiko pada orchitis ada dua yaitu:
1) Faktor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah :
 Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
 Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
 Infeksi saluran berkemih berulang
  Kelainan saluran kemih
2) Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
 Berganti-ganti pasangan
 Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
 Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
F. Etiologi
Penyebab orchitis bisa piogenik bakteria, gonokokokus, basil tuberkal,
atau virus seperti paramiksovirus, penyebab dari gondongan (parotitis).
Sekitar 20% dari orchitis timbul sebagai komplikasi dari gondongan
(parotitis) setelah pubertas (Baradero, 2006).
Menurut Price, 2005 virus adalah penyebab orchitis yang paling
sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi virus yang paling sering terlihat,
walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada masa anak-anak telah
menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa terjadi
bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria
dengan orkitis parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya
terdapat kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada
beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang mengakibatkan
hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis jarang terjadi pada
laki-laki prapubertas, namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan yang
sempurna tanpa disfungsi testiskular sesudahnya. Virus lain yang dapat
menyababkan orchitis dan memberikan gambaran klinis yang sama
adalah : virus Coxsakie B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik
(malaria, filariasis, skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi
riketsia yang ditularkan pada epididimitis. Seseorang dengan orchitis
parotiditis terlihat sakit akut dengan demam tinggi, edema, peradangan
hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke kanalisis
inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit
mikrobakterial, aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis,
dan mycobacterium leprae. Infeksi dapat menyebar melalui funikulus
spermatikus menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididimis dan
testis, kandung kemih, dan ginjal.
G. Patofisiologi
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah
gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak
dalam 3 sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus
parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15 % – 20% pria 
menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra
pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa
disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi
kerusakan tubulus seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel
leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada
resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis
parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui darah biasanya
berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-
nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat
menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih
lanjut terjadi pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan
ginjal. (Price, 2005).
H. Tanda dan gejala
Menurut Price, 2005 tanda dan gejala orchitis berkisar dari
ketidaknyamanan ringan pada testikular dan edema hingga nyeri testicular
yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4 hingga 6 hari
setelah awitan penyakit dengan demam tinggi, mual, dan muntah.
Gejala yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha,
pembengkakan dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat
bilateral atau unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri
saat hubungan seksual, darah pada semen. Keadaan ini dapat berakibat steril
atau impotensi. Terapi terhadap inflamasi ini dengan istirahat di tempat tidur,
kompres panas atau hangat, dan antibiotik (bila perlu).
I. Komplikasi
Menurut Price, 2005 komplikasi dari orchitis dapat berupa:
1) Testis yang mengecil (Atrofi)
2) Abses (Nanah) pada kantong testis
3)  Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada
kedua testis.
Menurut Ulfiyah, 2012 komplikasi dari orchitis adalah:
1) Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa
derajat  atrofi testis.
2) Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
3) Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
4) Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah
untuk mengurangi tekanan dari tunika.
5) Abscess scrotalis
6) Infark testis
7) Rekurensi
8) Epididimitis kronis
9) Impotensi tidak umum setelah epididimitis akut, walaupun kejadian
sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam
kualitas sperma biasanya hanya sementara.
10) Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum,
yang disebabkan oleh gangguan saluran epididimal yang diamati pada
laki-laki penderita epididimitis yang tidak diobati dan yang diobati tidak
tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
J. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ulfiyah, 2012 pemeriksaan diagnostic pada pasien orchitis:
1) Pemeriksaan urin kultur.
2) Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe)
3)  Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)
4) Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan
diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum
5) Testicular scan
6) Analisa air kemih
7) Pemeriksaan kimia darah
K. Manajemen asuhan keperawatan.
Menurut Baradero, 2006 manajemen asuhan keperawatan pada orchitis ada
dua:
1) Kolaboratif
Pria dewasa atau anak pasca-pubertas perlu diberi gamma globulin
apabila ada kemungkinan kontak dengan penderita gondongan kecuali
apabila ia pernah mengalami gondongan atau sudah menerima vaksin
untuk gondongan. Apabila ada keraguan, gamma globulin harus
diberikan. Gamma globulin tidak akan mencegah gondongan tetapi bisa
membuat serangan gondongan menjadi lebih ringan dan komplikasi
dapat dicegah.
Apabila ada hidrokel, cairan bisa diaspirasi untuk mengurangi
tekanan pada testis. Antibiotika spektrum luas dapat diberikan. Obat anti-
inflamasi nonsteroid dapat diberikan untuk mengurangi pembengkaakan
dan rasa nyeri.
2)  Mandiri
Penyuluhan pasien, fokus dari pendidikan kesehatan adalah
mengurangi rasa nyeri, pembengkakan, dan gejala sistemis. Selama ada
pembengkakan scrotum, pasien diberi tirah baring, dan scrotum dapat
ditinggikan dengan handuk.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1) Identitas
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, no.
MRS, diagnose medis.
2) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Biasanya pasien orchitis mengeluh testis mengalami
pembengkakan disertai nyeri dan warna kemerahan pada daerah testis
yang terkena, selain itu testis terasa berat dan penuh.
2) Riwayat penyakit sekarang: Biasanya pasien mengalami demam, rasa
lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman, mual, dan sakit kepala
3) Riwayat penyakit dahulu: Perlu dikaji imunisasi gondongan yang tidak
adekuat,   infeksi saluran berkemih berulang, kelainan saluran kemih,
riwayat penyakit menular seksual pada pasangan,  riwayat gonore atau
penyakit menular seksual lainnya. Biasanya pasien mempunyai riwayat
gondongan.
4) Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah keluarga juga pernah
mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
5) Riwayat lingkungan: Biasannya klien tinggal di lingkungan yang
kurang bersih atau kumuh yang dapat menyebabkan infeksi.
3) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: biasanya  composmentis
b. TTV:
 TD: biasanya meningkat (N:120/80 mmHg)
 Nadi: biasanya meningkat (N: 100x/menit)
 RR:biasanya normal (N: 16-20x/menit)
 S: biasanya meningkat (N: 36,5-37.5oC)
c. Review of system
 B1 (Breath)
Biasanya pasien dengan orchitis tidak di temukan masalah pada sistem
pernafaan. Kecuali jika ada penyakit yang menyertai atau
kemungkinan komplikasi.
 B2 (Blood)
Biasanya pasien dengan orchitis didapatkan peningkatan tekanan
darah dan nadi.
 B3 (Brain)
Biasanya pasien dengan orchitis GCS composmentis dan terdapat
sakit kepala.
 B4 (Bladder)
Biasanya pada pemeriksaan nampak testis yang membesar,
konsistensinya kenyal, namun dapat juga mengeras, tampak merah,
epididimis membesar, dan kulit skrotum meregang, nyeri pada testis
hingga ke pangkal paha, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan
nyeri saat hubungan seksual, darah pada semen
 B5 (Bowel)
Biasanya pasien dengan orchitis mengalami mual dan muntah.
 B6 (Bone)
Biasanya pasien dengan orchitis mengalami rasa lemah, nyeri otot,
tubuh terasa tidak nyaman.
d. Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual,
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali.
 Pola eliminasi
Eliminasi alvi klien tidak mengalami konstipasi atau diare.Sedangkan
eliminasi urine mengalami gangguan yaitu nyeri waktu berkemih.
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting,
jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat.
 Pola aktifitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien akan terganggu karena adanya rasa nyeri yang
diderita.
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan nyeri.
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien. Pada konsep diri pasien
mengalami harga diri rendah karena komplikasi yang diderita seperti
infertil.
 Pola persepsi sensori dan kognitif
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam persepsi.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien mengalami gangguan pada reproduksi seksual.
 Pola hubungan dan peran
Biasanya hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan dengan
klien dirawat di rumah sakit dan klien harus bedrest total.
 Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total
tapi pasien yakin akan cepat sembuh dan menganggap ini merupakan
cobaan dari Allah SWT.
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita orkhitis antara
lain:
a. Pemeriksaan urin
b.  Pemeriksaan discharge uretra untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab
c. Sistoskopi, pielografi intravena, dan sistografi dapat dilakukan jika
dicurigai adanya patologi pada kandung kemih.
5) Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b.d proses inflamasi
b. Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
c. Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
d. Gg pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat hubungan seksual
e. Gg harga diri rendah b.d infertilita
6) Rencana asuhan keperawatan
a. Diagnosa 1
1. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan suhu tubuh klien kembali normal
Kriteria Hasil:
 Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 C-37,5 C)
  Klien tidak tampak menggigil,
 Klien melaporkan panas badannya turun,
 Tidak tampak pembengkakan pada skrotum
 Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien
 Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Intervensi Rasional
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, 1. Suhu diatas 37,5C menunjukkan
dan respirasi secara berkala (minimal tiap proses penyakit infeksius akut.
2 jam) Menggigil sering mendahului
2.  Pantau suhu lingkungan, batasi puncak suhu.
penggunaan selimut. 2. Suhu ruangan/jumlah selimut
3.  Berikan kompres hangat harus diubah untuk
4. Anjurkan klien untuk mempertahankan mempertahankan suhu
asupan cairan adekuat mendekati normal.
5. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai 3.  Membuat vasodilatasi pembuluh
indikasi. darah sehingga dapat membantu
mengurangi demam.
4. Untuk mencegah dehidrasi
akibat penguapan cairan karena
suhu tubuh yang tinggi
5. Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus

b. Diagnosa 2
Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil:
 Klien tampak rileks
 Klien dapat beristirahat
 Skala nyeri 0-3
  TTV dalam rentang normal
  Pasien mengetahui penyebab nyeri

Intervensi Rasional
1. Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 1. Membantu mengevaluasi tempat
0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda dan kemajuan gerakan kalkulus.
non verbal, contoh peninggian TD dan Nyeri panggul sering menyebar ke
nadi, gelisah, merintih, menggelepar. punggung , lipat paha, genitelia,
2.  Observasi TTV sehubungan dengan proksimitas
3. Jelaskan penyebab nyeri dan saraf  pleksus dan pembuluh darah
pentingnya melaporkan ke perawat yang mencetuskan ketakutan,
terhadap perubahan kejadian/ gelisah, ansietas berat
karakteristik nyeri. 2. engetahui perkembangan lebih
4. Berikan tindakan nyaman lanjut
5. Bantu atau dorong penggunaan 3. Memberikan kesempatan untuk
distraksi  dan aktivitas terapeutik. pemberian analgesic sesuai waktu
6. Kolaborasi dalam pemberian analgesik (membantu dalam peningkatan
kemampuan koping pasien dan
dapat menurunkan ansietas) dan
mewaspadakan perawat akan
kemungkinan terjadi komplikasi.
4. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot, dan
meningkatkan koping.
5. Mengarahkan kembali perhatian
dan membantu dalam relaksasi
otot.
6. Untuk mengurangi nyeri dan rasa
tidak nyaman.

c. Diagnosa 3
Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan maslah teratasi
Kriteria Hasil:
 Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa
 Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung
kemih.
  Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
Intervensi Rasional
1. Kaji kebiasaan pola eliminasi 1. Merupakan nilai dasar untuk perbandingan
urine klien dan menetapkan tujuan lebih lanjut
2. Kaji terhadap tanda dan gejala 2. Berkemih 20-30cc dengan teratur dan
retensi urine: jumlah dan haluaran kurang dari masukan adalah tanda
frekuensi urine, distensi supra retensi urine
pubis, keluhan tentang 3. Menetapkan jumlah urine yang tersisa
dorongan untuk berkemih dan 4. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
ketidak nyamanan dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan
3. Lakukan kateterisasi pada perdarahan
pasien untuk menunjukan 5. Perdarahan dapat  mengindikasikan
jumlah urine residu peningkatan obstruksi / iritasi ureter
4. Awasi pemasukan, 6. Menentukan adanya ISK, dari gejala
pengeluaran dan karakteristik komplikasi.
urine.
5. Kolaborasi ambil urine untuk
kultur urine dan sensitivitas.
  

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Fungsi
testis: Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH dan
sekresi testosterone oleh sel leydig, diatur oleh LH (Menurut Snell, 2000).
Orchitis adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis,
kimia atau faktor yag tidak diketahui ( Smeltzer, 2002).
Klasifikasi dari orchitis adalah: Orchitis viral danOrchitis bacterial
piogenik atau orchitis granulomatosa.
Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal
(lebih muda dari 10 tahun).
Faktor resiko dari orchitis ada 2: faktor resiko untuk orchitis yang tidak
berhubungan dengan penyakit menular seksual dan faktor resiko untuk orkitis
yang berhubungan dengan penyakit menular seksual.
Penyebab dari orchitis dapat terjadi karena bakteri dan virus. Gejala yang
dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha, pembengkakan
dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat bilateral atau
unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan
seksual, darah pada semen.
Komplikasi dari Orchitis adalah testis yang mengecil
(Atrofi), abses (Nanah) pada kantong testis, infertilitas.
Pemeriksaan diagnostik dari Orchitis adalah pemeriksaan urin kultur,
urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe), pemeriksaan
darah CBC (complete blood count), dopller ultrasound, untuk mengetahui
kondisi testis, menentukan diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada
skrotum, testicular scan, analisa air kemih, pemeriksaan kimia darah.
Manajemen asuhan keperawatan dalam orchitis ada dua, yaitu kolaboratif
dan mandiri.

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Orchitis adalah:


a. Hipertermi b.d proses inflamasi
b. Nyeri b.d infeksi pada saluran kemih
c. Perubahan pola eliminasi urin b.d gangguan pada sistem urinaria
d. Gg pemenuhan kebutuhan seksual b.d nyeri pada saat hubungan seksual
e. Gg harga diri rendah b.d infertilitas
B. Saran
Penulis memberi saran agar dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Orchitis, perawat bisa lebih berhati-hati supaya tidak komplikasi
dengan memahami tentang konsep medis dari kelainan ini, sehingga dapat
melakukan asuhan keperawatan secara maksimal.
 

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary Dkk. 2006. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.  Jakarta: EGC.
Hartanto, Huriawati. 2008. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan &
Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Vol
2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Snell, R. A. 2000. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
Ulfiyah, Hamidatu. 2012. Askep orchitis. http://ulphi09.blogspot.com/2012/10/askep-
orchitis_8890.html. Diakses: 18 oktober 2012, jam 14.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai