Anda di halaman 1dari 107

PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


SCABIES DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK CIPAYUNG
JAKARTA TIMUR

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana keperawatan pada


Program Studi Sarjana Keperawatan

MEILINA APRILIA
NIM: 2012727054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
2014
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Program S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta


Skripsi, Februari 2014
Meilina Aprilia
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan
Anak Cipayung Jakarta Timur
XV+82; 17 tabel+ 2 skema+lampiran

ABSTRAK
Penyakit scabies merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia, terutama pada
anak yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
scabies. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan
menggunakan sampel Random Sampling. Responden yang berjumlah 76 anak di Panti
Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan kuesioner. Hasil analisa data bivariat dengan Chi-Square ditemukan
hubungan yang bermakna umur P value (0,015), pengetahuan P value (0,003), sikap P
value (0,003), fasilitas kelengkapan pribadi P value (0,014), Perilaku kebersihan P value
(0,000), dan status gizi P value (0,003) dengan kejadian scabies. Hasil yang bisa
disimpulkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pengetahuan, sikap,
fasilitas kelangkapan pribadi, perilaku dan status gizi dengan kejadian scabies di Panti
Social Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur. Rekomendasi penelitian untuk penelitian
ini sebaiknya perlu diberikan edukasi pada anak panti asuhan tentang penyakit scabies,
dan untuk pihak panti diperlukan pembinaan mengenai penyakit scabies serta melakukan
skrining penyakit scabies pada anak dipanti.
Kata Kunci : Penyakit scabies, pengetahuan, sikap, fasilitas kelengkapan pribadi,
perilaku, status gizi
Daftar Pustaka: 41,2000-2011

ii
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karuniaNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini

dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Scabies

Di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur”. Penyusunan

laporan penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan

gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta. Shalawat serta salam senantiasa pula kami limpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan laporan penelitian ini peneliti banyak mendapatkan

dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini perkenankan

peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Hadi, SKM., M.kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan juga selaku

pembimbing metodologi riset keperawatan yang telah banyak memberi

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan penelitian ini.

2. Ibu Irna Nursanti, M.Kep.,Sp.Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta.

3. Ibu Ns. Nurhayati, M.Kep., Sp.Kep.Kom sebagai pembimbing I yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan saya dalam penyusunan laporan penelitian ini.

iii
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

4. Bapak Syamsul Anwar, Skm.,M.Kep. Sp.Kep.Kom selaku penguji sidang II.

5. Bapak Drs. Dedi Muhdiana, MKes selaku penguji sidang III

6. Pimpinan Panti Sosisal Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur yang telah

memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Jakarta.

8. Ayahanda dan ibunda, terima kasih yang sebesar-besarnya atas doa dan

dukungannya kepada peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian.

9. Kakak dan adik saya yang telah memberi dukungan kepada saya dalam

menyelesaikan laporan penelitian ini.

10. Motivator saya Yogi Permadi Andriawan yang selalu memberikan dukungan

dan selalu menyempatkan waktu untuk membantu saya dalam

menyelesaikan laporan penelitian ini.

11. Sahabat tercinta Esti Handayani, Mega Evi Ekasari, Nani Hutami, Retno

Fani, Irmalia Rahmawati dan Anindya Widyacahayanie yang selalu

membantu saya dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

12. Teman-teman Jamsostek Cabang Pulogadung khususnya di bagian

Pelayanan.

13. Teman-teman angkatan 2012-2013 Program B PSIK UMJ yang saling

memberikan semangat.

Dengan segenap kerendahan hati dan keterbatasan, peneliti menyadari

sepenuhnya bahwasanya penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

iv
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

membangun dari pembaca dan pembimbing yang kiranya dapat menambah

kosakata dan keterampilan dalam laporan penelitian ini.

Akhir kata atas bantuaan, kritik dan saran dari semua pihak, peneliti

mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya.

Jakarta, Februari 2014

Peneliti

v
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………….............. i
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………... ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….... iii
ABSTRAK…………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
DAFTAR ISI………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xi
DAFTAR SKEMA…...……………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xiv
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 7
C. Tujuan…………………………………………………………... 7
D. Manfaat Penelitian……………………………………………… 8

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Scabies…………………………………………………. 10
1. Pengertian…………………………………………….….. 10
2. Etiologi…...………………………………………………. 11
3. Patogenesis Penyakit Scabies……...……………………... 13
4. Klasifikasi………………………………………………… 13
5. Tanda dan Gejala…………………………………………. 15
6. Penularan Penyakit Scabies………………………………. 16
7. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Scabies…………… 18
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi scabies…………………….... 19
1. Umur……………………………………………………… 19
2. Tingkat pengetahuan individu……………………………. 20
3. Sikap…………………………………………………….... 21

vi
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

4. Perilaku kebersihan diri…………………………………... 23


5. Fasilitas kelengkapan peralatan pribadi………….……...... 24
6. Status gizi…………………………………………………. 25
7. Kontrol dari pembimbing di panti asuhan…………..…...... 26
C. Kerangka Teori…………………………………………………… 27

BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian……..…………………………….... 28


B. Hipotesis Penelitian…………………………...…………………. 29
C. Definisi Operasional…………………………………………....... 30

BAB IV: METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian………………………………………………… 36
B. Populasi dan Sampel…………………………………………….. 37
C. Tempat Penelitian………………………………………………. 39
D. Waktu Penelitian………………………………………………... 40
E. Etika Penelitian…………………………………………………. 40
F. Alat Pengumpulan Data………………………………………… 42
G. Uji Instrumen…………………………………………………… 47
H. Pengolahan Data………………………………………………... 50
I. Analisa Data…………………………………………………..... 52

BAB V: HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat........................................................................ 54
B. Analisis Bivariat........................................................................... 60

BAB VI: PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian...................................................... 68


B. Keterbatasan Penelitian............................................................... 80

vii
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB VII: PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 81
B. Saran........................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional………………….………………………… 31

Tabel 4.1 Reabilitas berdasarkan nilai alpha………………………………. 49

Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan umur dengan kejadian

Skabies........................................................................................... 55

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dengan kejadian

skabies ........................................................................................... 55

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan sikap dengan kejadian

Skabies............................................................................................ 56

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan fasilitas kelengkapan pribadi

dengan kejadian skabies................................................................. 57

Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan perilaku kebersihan diri dengan


kejadian skabies.............................................................................. 58

Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan status gizi dengan kejadian

Skabies........................................................................................... 58

Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan kontrol pembimbing

Dengan kejadian skabies ............................................................... 59

Tabel 5.8 Distribusi responden berdasarkan kejadian penyakit skabies........ 60

Tabel 5.9 Hubungan antara umur dengan kejadian skabies........................... 61

Tabel 5.10 Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian skabies............... 62

Tabel 5.11 Hubungan antara sikap dengan kejadian skabies........................... 63

Tabel 5.12 Hubungan antara fasilitas kelengkapan pribadi

dengan kejadian skabies................................................................. 64

ix
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Tabel 5.13 Hubungan antara perilaku kebersihan diri dengan

kejadian skabies............................................................................... 65

Tabel 5.14 Hubungann anatara status gizi dengan kejadian skabies................. 66

Tabel 5.15 Hubungan antara kontrol pembimbing dengan kejadian skabies..... 67

x
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………. 27

Skema 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………. 29

xi
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Lembar Pesetujuan Responden

Lampiran 3 : Kuesioner

Lampiran 4 : Lembar Konsul

Lampiran 5 : Hasil Output

Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

xii
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai

tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak

terlantar serta melaksanakan pelayanan pengganti, atau perwalian anak dalam

memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga

memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan

kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi

penerus cita-cita bangsa, sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam

bidang pembangunan nasional” (Depsos RI, 1986:3).

Sesuai dengan tujuan panti asuhan sebagai lembaga kesejahteraan sosial, bahwa

panti sosial tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan

fisik semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup dan

tumbuh kembang anak-anak terlantar yangdiharapkan nantinya mereka dapat

hidup secara mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene

masih mempunyai orang tua serta berkecukupan (Depsos RI, 2011).

1
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Salah satu pelayanan yang diberikan dalam pelaksanaan asuhan dengan

menyediakan kebutuhan dasar untuk anak-anak dipanti asuhan seperti

pakaian, perlengkapan mandi pribadi, perlengkapan sekolah. Selain

perlengkapan dalam pelayanan dibutuhkan juga peran serta pengasuh

memantau pemeliharaan kebersihan dipanti asuhan. Anak dalam pengasuhan

cenderung mempunyai kesempatan untuk mendapatkan banyak perhatian

yang lebih terpantau dan pengetahuan yang lebih banyak dari orang tuanya

terutama dalam hal kebersihan diri. Hal tersebut berbeda jika dibandingkan

dengan anak yang diasuh dipanti asuhan, mereka tidak mendapatkan cukup

informasi tentangkebersihan diri (AgusWirawan, 2011). Kurang optimalnya

pelayanan di panti asuhan berdampak pada masalah kesehatan bagi penghuni

panti. Salah satu penyakit yang sering terjadi di panti adalah penyakit scabies.

Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi dan sensititasi

Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the

itch, seven year itch, norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau

penyakit ampera (Harahap, 2008). Menurut Sudirman (2006), bahwa penyakit

scabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti

di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, perkampungan

padat, rumah jompo dan panti asuhan.

Berdasarkan data dari Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia

(KSDAI) tahun 2001 insiden tertinggi kasus scabies terjadi pada anak usia

sekolah dan remaja. Prevalensi penyakit scabies dipanti asuhan di Jakarta

mencapai 78,70%, sedangkan prevalensi penyakit scabies dipanti asuhan di

Kabupaten Pasuruan sebesar 66,70% (Mansyur, 2007). Di Kabupaten Jember

selama tahun 2010 ditemukan kasus scabies sebanyak 6.681 kasus. Kasus
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

scabies paling besar pada tahun 2010 adalah di kecamatan Silo yaitu 846

kasus. Sebanyak 504 kasus scabies diantaranya diderita oleh para santri di

pondok pesantren (Puskesmas Silo, 2010). Menurut Departemen Kesehatan

RI prevalensi scabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2013 adalah

4,6%-12,95% dan scabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit

tersering.

Penularan scabies ini terjadi karena faktor lingkungan dan perilaku yang tidak

bersih diantaranya yaitu kebiasaan individu menggunakan pakaian secara

bergantian, menggunakan handuk dan peralatan mandi secara bergantian serta

kebiasaan tidur berhimpitan dalam satu tempat (Djuanda,2007). Pola

kebiasan yang tidak sehat disebabkan karena kurangnya pengetahuan.

Berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) Tingkat pengetahuan responden

tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan persentase 54,5% adalah

sedang. Status kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

sikap seseorang dalam merespon suatu penyakit.

Sikap anak dipanti sangat penting peranannya dalam pencegahan penyakit

scabies dilingkungan panti asuhan yang membutuhkan kebersihan perorangan

serta perilaku yang sehat. Sikap yang dimiliki oleh anak dipanti diharapkan

dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka guna mencegah terjadinya

scabies dilingkungan panti asuhan tempat mereka tinggal. Tidur bersama,

pakaian kotor yang digantung atau ditumpuk dikamar merupakan salah satu

contoh sikap yang dapat menimbulkan scabies (Azwar,2000). Berdasarkan

hasil penelitian Wijaya (2009) bahwa jumlah responden di pondok pesantren

sebanyak 69 santri, 49% dari responden menderita skabies, 12% dari


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

responden memiliki sikap negatif, 15% dari responden yang memilik

personal hygine tidak baik, dan 34% dari responden memiliki sanitasi

lingkungan yang tidak baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh anak dan sikap

positif terhadap penyakit berdampak pada perilaku seseorang.

Perilaku adalah suatu kegiatan makhluk hidup yang berhubungan dengan

berbagai aktifitas. Perilaku atau aktifitas manusia, dapat diamati baik secara

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dalam kaitannya

dengan pemeliharaan kesehatan, individu merespon perilaku lingkungan,

perilaku kesehatan untuk dirinya sendiri. Perilaku kesehatan yang berkaitan

dengan upaya kebersihan diri dalam kaitannya dengan upaya pencegahan

penyakit dilakukan dengan upaya pencegahan penyakit dilakukan dengan

berbagai cara contohnya seperti kebiasaan mandi, mencuci tangan dan kaki

serta kebersihan pakaian (Wijayanti Yuni, 2006).

Berdasarkan penelitian Ma’rufi (2005) Sebagian besar santri di Pesantren

Lamongan (63%) mempunyai hygiene perorangan yang jelek dengan

prevalensi scabies 73,70%. Perilaku yang tidak mendukung berperilaku hidup

bersih dan sehat dalam mencegah scabies diantaranya adalah sering memakai

baju atau handuk bergantian dengan teman serta tidur bersama dan

berhimpitan dalam satu tempat tidur. Dari hasil penelitian tersebut bahwa

perilaku anak didukung oleh fasilitas yang tersedia di panti asuhan.

Kebersihan tidak dilengkapi oleh fasilitas kelengkapan peralatan pribadi

(seperti sabun cair, handuk, sprei, ukena dan selimut yang harus dimiliki

lebih dari satu) maka akan mempermudah anak panti untuk saling bertukar
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

handuk, sabun, pakaian maupun perlengkapan sholat dengan begitu anak

panti dapat mudah terkena scabies.

Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2007), di Pondok Pesantren

Nihayatul Amal menunjukkan bahwa presentase responden yang terkena

scabies ada 62,9% mempunyai kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian

temannya 61,4%, mempunyai kebiasaan tidur bersama temannya yang

menderita scabies 60,0%, mempunyai kebiasaan memakai selimut bersama-

sama temannya yang menderita scabies 54,3% dan 32,8% yang mempunyai

kebiasaan berwudhu tidak menggunkan kran. Selain fasilitas kelengkapan

pribadi, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya scabies adalah status gizi

anak

Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan

antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat

dilihat dari variable pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang

badan, lingkar lengan dan panjang tungkai. Jika keseimbangan terganggu

maka akan terjadi gangguan fungsi pertumbuhan atau komposisi tubuh

(Depkes RI, 2004). Menurut Curria Walton menyatakan status gizi yang

buruk dapat menyebabkan tingkat imunitas individu menurun dan pada

akhirnya dapat meningkatkan kejadian penyakit dalam diri individu maupun

suatu komunitas.

Berdasarkan hasil penelitian Saraswati (2011) hasil penelitian didapatkan 52

(51,5%) responden yang satu bulan terakhir terdiagnosa scabies. Terdapat 87

(86,1%) responden mempunyai status gizi yang kurang dan hanya 14 (13,9%)
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

respon yang mempunyai status gizi baik. Pola kebiasaan hidup bersih dan

sehat tidak lepas dari pengawasan pembimbing.

Peran pembimbing sangat penting dalam upaya mencegah scabies di

lingkungan panti asuhan karena pembimbing merupakan pengganti fungsi

orang tua kepada anak dipanti (Depsos RI, 2011). Pembimbing memberikan

pelajaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta mengajarkan disiplin

kepada semua anak yang berada di lingkungan panti asuhan. Pembimbing

juga mengajarkan kepada anak-anak di panti bahwa kebersihan merupakan

sebagian dari iman. Dengan demikian pembimbing diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilaku anak dipanti guna mencegah terjadinya

scabies dilingkungan panti tempat mereka tinggal (Natalina,2009).

Berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) hasil penelitian bahwa peran

ustadz sebagai orang penting dengan persentase 83% adalah tinggi.

Sedangkan perilaku pencegahan penyakit scabies pada santri di Pondok

pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan persentase

47,7% adalah sedang dalam hal membiasakan diri untuk hidup bersih dan

sehat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Asuhan Anak

Cipayung Jakarata Timur, dengan melakukan hasil wawancara dengan

penghuni panti bahwa anak dipanti mempunyai kebiasaan perilaku hidup

bersih dan sehat yang masih rendah diantaranya tidak membiasakan diri

mencuci tangan sebelum makan, mengganti sprei lebih dari 3 minggu,

menggantungkan pakaian sehabis dipakai, menggunakan 1 handuk untuk 2

orang, menggunakan perlengkapan sholat bergantian. Sedangkan kondisi


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

fisik lingkungan panti terlihat kotor dilihat dari pintu masuk panti terdapat

tempat sampah yang menumpuk belum dibersihkan, tempat tidur yang

berhimpitan terdiri dalam 1 kamar 6-8 orang, kondisi kamar mandi sangat

kotor serta air yang mereka gunakan untuk mandi juga kelihatan sangat kotor

karena terlihat air berwarna coklat dan dibawah bak mandi terdapat endapan

tanah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang ingin diteliti,

yaitu fakto-faktor apa saja yang behubungan dengan kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi responden berdasrakan umur, pengetahuan,

sikap, perilaku, fasilitas, status gizi dan kontrol pembimbing terhadap

anak yang menderita scabies di Panti Asuhan Sosial Anak Cipayung

Jakarta Timur.

b. Mengetahui hubungan umur dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung.

c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan individu dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

d. Mengetahui hubungan sikap dengan kejadian scabies diPanti Sosial

Asuhan Anak Cipayung.

e. Mengetahui hubungan perilaku kebersihan diri dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung.

f. Mengetahui hubungan fasilitas kelengkapan peralatan pribadi dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung.

g. Mengetahui hubungan gizi dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung.

h. Mengetahui hubungan kontrol dari pembimbing panti asuhan dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pembuat kebijakan kesehatan

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan masukan bagi puskesmas

dan dinas kesehatan agar dapat meningkatkan kesadaran dan derajat

kesehatan masyarakat panti serta masyarakat umum. Tersedia informasi

bagi pimpinan panti asuhan tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian scabies pada anak panti sehingga bisa dilakukan

pencegahan secara dini.

2. Panti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam membuat

suatu aturan yang berkaitan dengan penularan penyakit scabies dalam

lingkungan panti asuhan.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

3. Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi

pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu masukan yang berkaitan

dengan penyakit scabies dan meningkatkan pengetahuan terhadap pola

pencegahan penyakit scabies.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Scabies

1. Pengertian

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi dan sensitisasi

tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh

(Djuanda, 2007).

Scabies tergolong penyakit kulit yang sering dijumpai. Terutama

dilingkungan yang kumuh dan kotor. Scabies adalah penyakit kulit yang

disebabkan oleh infestasi dan sensitissi terhadap sarcoptes scabiei var.

hominis dan produknya. Faktor penunjang penyakit ini antara lain sosial

ekonomi rendah, higine buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan

diagnosis, dan perkembangan demografi serta ekologik (Mansjoer, 2000).

Scabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infeksi dan

sensitisasi tungau Sarcoptes dan produknya. Sinonim atau nama lain scabies

adalah adalah kudis, the itch, gudig, dan agogo. Scabies terjadi baik pada

laki-laki maupun perempuan, pada semua kelompok usia, ras dan kelas

sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan

gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan

perekonomian yang kurang. Scabies ditularkan melalui kontak fisik langsung

10
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

11

dengan penderita (skin-to-skin) maupun tidak langsung (pakaian, handuk

dan tempat tidur yang dipakai bersama) (Binic et.al., 2010, Stone et al.,

2008).

Penyakit ini sering ditemukan di Indonesia karena Indonesia mempunyai

iklim tropis yang sangat mendukung perkembangan agen penyebab scabies.

Di Indonesia scabies sering disebutkan kudis atau orang jawa biasa

menyebut gudik (Cak mioki, 2007).

2. Etiologi

Penyebab penykit scabies adalah seekor tungau (kutu/mite) yang bernama

Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarnia,superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis

yang berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan

bagan punggung lebih lonjong dibandingkan perut, yang betina berukuran

300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron.

Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakn kaki depan

dan 2 pasang kaki belakang (Iskandar, 2000).

Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat

dipermukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan

kecepatan 0,5mm-5mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke

perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan

ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari

dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4

hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

12

masuk kulit lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar folikel

rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa

hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan

dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan

mempunyai masa hidup yang lebih pendek daripada tungau betina, dan

mempunyai peran yang kecil pada patogenisis penyakit. Biasanya hanya

hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah mambuahi tungau betina.

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih

kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab

biasanya pada lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, lipatan paha, lipatan

lengan dan selangkangan (Soeharsono, 2002).

Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit scabies dan salah satuya

adalah hygiene personal, hygiene personal berasal dari bahasa yunani yaitu

hygiene berarti sehat dan personal yang artinya perorangan. Kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto &

Wartonah, 2003). Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara

kebersihan dan kesehatan diri seorang untuk kesejahteraan fisik dan

psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang

tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit

(dilihat berdasarkan frekuensi mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau

tidak ketika mandi), tangan dan kuku, pakaian, handuk, dan tempat tidur

(Badri, 2008).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

13

3. Patogenesis Penyakit Scabies

Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada

malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta sedang

berkeringat. Gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur.

Adanya tanda-tanda yaitu papula (bintil), pustule (bintil bernanah),

ekskoriasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam

(Sudirman, 2006).

Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta

tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi. Pada saat

ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula,

vesikel, urtik, dan lain-lain. Dengan garukan dapt timbul erosi, ekskorisasi

(lecet sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh yang mongering

pada permukaan kulit) dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).

Infestasi pertama skabies akan menimbulkan gejala klinis setelah satu bulan

kemudian. Tetapi yang telah mengalami infestasi sebelumnya, gejala klinis

dalam waktu 24 jam. Hal ini terjadi karena pada infeksi ulang telah ada

sensitiasi dalam tubuh penderita terhadap tungau dan produknya yang

antigen dan mendapat respons dari system tubuh (Sudirman, 2006).

4. Klasifikasi

Menurut Sudirman (2006), Scabies dapat diklasifikasikan manjadi :

a. Scabies pada orang bersih

Terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup, Biasanya sangat

sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

14

teratur. Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan

yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

b. Scabies Inkognito

Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda

scabies, sementara infestasi tetap ada.Sebaliknya pengobatan dengan

steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat.

Hal ini disebabkan mungkin oleh karena penurunan respon imun seluler.

c. Scabies Nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus

biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,

inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas

terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan

tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama

beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti

scabies dan kortikosteroid.

d. Scabies Norwegia

Ini biasanya disebut scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan

krusta, skuama generalisasi dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat

predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku,

lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda

dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita scabies ini tidak

menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang

meninfestasi sangat banyak (ribuan). Scabies ini terjadi akibat defisiensi

imunologik sehingga system imun tubuh gagal membatasi poliferasi


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

15

tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. Scabies ini yang sering

ditemukan di panti asuhan karena scabies jenis ini sangat mudah untuk

berkembangbiak apalagi didukung dengan lingkungan yang padat

penduduk dan tingkat kebersihannya masih sangat rendah.

e. Scabies terbaring ditempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal

ditempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas.

f. Scabies yang disertai penyakit menular seksual lain

Scabies yang sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang

lain seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis, dan

lainnya.

g. Scabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh

kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi

sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang

ditemukan. Pada bayi dapat ditemukan lesi dimuka (Harahap.M, 2000).

5. Tanda dan gejala

Diagnosis dibuat dengan menentukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :

a. Pruritis noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih

tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai

seluruh anggota keluarga.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

16

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan. Rata-rata panjang 1cm, pada ujung

menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah

dengan stratu komeum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan

tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola

mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan

perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan

dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan

orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.

d. Menentukan tungau merupakan hal yang paling diagnostic.

Pada penderita yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya

sedikit sehingga diagnosis kadang sulit ditegakkan. Jika penyakit

berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo dan furunkulsis

(Harahap.M, 2000).

6. Penularan Penyakit Scabies

Penyakit scabies sangat mudah menular, karena itu bila salah satu anggota

keluarga terkena, maka biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular

juga. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan

lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan

masyarakat masih cukup rendah, keterlibatan penduduk dalam melayani

kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan

kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyedian

air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

17

sering dijumpai, akan menambah panjang permaslahan kesehatan

lingkungan yang telah ada (Harahap.M, 2000).

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau

kadang-kadang oleh larva. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan

kebersihan perorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang

tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relatif sempit. Penularan

skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang

sama dilingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan

fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang

dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara

bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika,

2008).

Di panti asuhan, penularan penyakit scabies ini terjadi ketika salah satu

santri menderita penyakit skabies kemudian bertukar pakaian, alat sholat

atau alat mandi dengan teman lain kemudian didukung dengan hygiene diri

yang jelek maka penularan scabies akan terjadi diantara teman tersebut

(Djuanda, 2007). Penyediaan air bersih yang kurang memadai juga

menyebabkan seseorang terkena penyakit scabies. Karena keterbatasan air

biasanya seseorang lebih memilih menggunakan air yang ada secara

bersama-sama tanpa memperdulikan apakah orang yang menggunakan air

yang sama tersebut sahat atau tidak. Apabila ternyata mempunyai penyakit

scabies maka sudah pasti akan tertular penyakit tersebut (Handayani, 2007).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

18

7. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Scabies

Penyakit scabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan

lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei

penderita scabies bahkan lebih baik apabila dicuci menggunakan air panas

kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju,

handuk, sprei secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan

memutuskan mata rantai penularan scabies dengan cara mengobati penderita

sampai tuntas (Rohmawati, 2010). Pengobatan terhadap penderita scabies

adalah secara menyeluruh yaitu seluruh anggota keluarga harus diobati dan

memenuhi syarat pengobatan seperti efektif membunuh pada semua stadium

tungau scabies, tidak menimbulkan iritasi atau toksisitas, tidak berbau atau

merusak pakaian dan mudah diperoleh serta harganya terjangkau. Jenis obat

yang digunakan seperti sulfur presipitatum, benzyl benzoate, permethrin,

krotamiton dan sebagainya (Khartikeyan, 2005).

Tanaman mimba (Azadiracha indica A. Juss) merupakan tanaman yang

cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman mimba merupakan

tanaman yang serba guna. Selain produk kayunya, tanaman mimba sangat

potensial sebagai penghasil obat (biofarma). Sudah lebih dari 4000 tahun

minyak mimba (MM) digunakan secara tradisional sebagai obat (Pankaj et

al., 2011). Kegunaan mimba diantaranya sebagai anti bakteri, insektisida,

anti fungal, anti malaria, anti inflamasi, anti piretik, anti histamine, anti

protozoa, untuk ulkus dan masih banyak kegunaan yang lain (Bhowmik,

dkk., 2010).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

19

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Scabies

1. Umur

Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi penyakit kulit

sekitar 6%-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak

dan remaja. Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur

muda mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja karena tingkat

keterentanannya melainkan juga pengalaman terhadap penyakit tersebut

yang biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur lebih tinggi (Noor,

2008). Dalam kaitannya dengan kejadian scabies pada seseorang,

pengalaman keterpaparan sangat berperan karena mereka yang berumur

lebih tinggi dan mempunyai pengalaman terhadap scabies tentu mereka akan

lebih tahu cara pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).

Menurut petugas kesehatan di Poskestren pada bulan Juni dan Juli tahun

2009 di pesantren ini pernah terjadi wabah penyakit scabies atau buduk yang

angka prevalensinya mencapai 55% dari jumlah keseluruhan santri yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas poskestren di tahun 2011

angka kejadian scabies pada santri termasuk ke dalam 10 besar penyakit,

yaitu 90 penderita (23,5%) dari jumlah pasien yang berobat ke poskestren

dan prevalensi terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak

94,4%, ini dikarenakan kurangnya kesadaran santri terhadap personal

hygiene sehingga mereka terkena penyakit scabies.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

20

2. Tingkat Pengetahuan individu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2003). Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sebagian besar perilaku

manusia ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Semakin intelegent dan

berpendidikan, otomatis seseorang akan semakin baik perilakunya untuk

memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam tindakan pencegahan penyakit

scabies (Notoatmojo, 2003).

Anak panti yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang perilaku hidup

bersih dan sehat serta pengetahuan tentang penyakit scabies diharapkan

dapat berpengaruh terhadap perilaku anak dipanti dalam uapaya pencegahan

penyakit scabies dipanti asuhan tersebut. Rohmawati (2010) menyatakan

bahwa sebanyak 74,74% responden dipondok pesantren Al-Muayyad

Surakarta menderita penyakit scabies yang diakibatkan karena mereka

mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap perilaku hidup bersih dan

sehta dan mereka mempunyai resiko terkena penyakit scabies 3,24 kali

dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang

perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Muzakir

(2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh Besar sebanyak 61% responden

mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat sehingga banyak santri yang terkena penyakit scabies. Ini berarti
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

21

pengetahuan seseorang dapat mendukung seseorang terhindar dari penyakit,

terutama penyakit menular.

3. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri

atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat sesorang mendekati

atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai

kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini

disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

a. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat

itu. Misalnya seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin

membawanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang

sepeser pun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau mambawa anaknya yang

sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif

terhadap rumah sakit (RS), sebab ia teringat akan anak tetangganya yang

meninggal setelah beberapa hari di Rumah sakit.

c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada

banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB

dengan alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya

sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB

dengan alat kontrasepsi apapun.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

22

d. Nilai (value)

Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang

menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup

bermasyarakat. Misalnya gotong royong adalah suatu nilai yang selalu

hidup dimasyarakat.

Status kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sikap

seseorang dalam merespon suatu penyakit. Sikap anak dipanti sangat penting

peranannya dalam pencegahan penyakit scabies dilingkungan panti asuhan

yang membutuhkan kebersihan perorangan serta perilaku yang sehat. Sikap

yang dimiliki oleh anak dipanti diharapkan dapat berpengaruh terhadap

perilaku mereka guna mencegah terjadinya scabies dilingkungan panti

asuhan tempat mereka tinggal. Tidur bersama, pakaian kotor yang digantung

atau ditumpuk dikamar merupakan salah satu contoh sikap yang dapat

menimbulkan scabies (Azwar,2000).

Berdasarkan hasil penelitian Wijaya (2009) bahwa jumlah responden di

pondok pesantren sebanyak 69 santri, 49% dari responden menderita

skabies, 25% dari responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah,

12% dari responden memiliki sikap negatif, 15% dari responden yang

memilik personal hygine tidak baik, dan 34% dari responden memiliki

sanitasi lingkungan yang tidak baik. Sedangkan menurut hasil penelitian

Fathoni (2012) bahwa kemampuan santri dalam pencegahan penularan

penyakit scabies adalah baik sebnayak 29 orang (58%), dan sikap santri

dalam pencegahan penularan penyakit scabies adalah sikap positif sebanyak

28 orang (56%).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

23

4. Perilaku Kebersihan diri

Perilaku adalah suatu kegiatan makhluk hidup yang berhubungan dengan

berbagai aktifitas. Perilaku atau aktifitas manusia, dapat diamati baik secara

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dalam kaitannya

dengan pemeliharaan kesehatan, individu merespon perilaku lingkungan,

perilaku kesehatan untuk dirinya sendiri. Perilaku kesehatan yang berkaitan

dengan upaya kebersihan diri dalam kaitannya dengan upaya pencegahan

penyakit dilakukan dengan upaya pencegahan penyakit dilakukan dengan

berbagai cara contohnya seperti kebiasaan mandi, mencuci tangan dan kaki

serta kebersihan pakaian (Wijayanti Yuni, 2006).

Menurut Ruteng (2007), Penyakit Scabies erat dengan perilaku kebersihan

diri dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah

penyebaran penyakit scabies dapat dilakukan dengan cara :

a. Mandi secara teratur dengan menggunkan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut, dan lainnya secara

teratur minimal 2 kali dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tungau scabies.

f. Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang cukup.

Berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) bahwa pada umumnya

karakteristik responden sebagian besar 13-15 tahun dan sebanyak 53,41%

berjenis kelamin perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

24

perilaku hidup bersih dan sehat dengan persentase 54,5% adalah sedang dan

peran ustadz sebagai orang penting dengan persentase 83% adalah tinggi.

Sedangkan perilaku pencegahan penyakit scabies pada santri di Pondok

pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan persentase

47,7% adalah sedang dalam hal membiasakan diri untuk hidup bersih dan

sehat.

5. Fasilitas Kelengkapan Peralatan Pribadi

Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan

diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara

fisik maupun psikologis (A. Azis & Alimul Hidayat, 2008), namun apabila

kebesihan tidak dilengkapi oleh fasilitas kelengkapan peralatan pribadi

(seperti sabun cair, handuk, sprei, ukena dan selimut yang harus dimiliki

lebih dari satu) maka akan mempermudah anak panti untuk saling bertukar

handuk, sabun, pakaian maupun perlengkapan sholat dengan begitu anak

panti dapat mudah terkena scabies.

Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2007), di Pondok Pesantren

Nihayatul Amal menunjukkan bahwa presentase responden yang terkena

scabies ada 62,9% mempunyai kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian

temannya 61,4%, mempunyai kebiasaan tidur bersama temannya yang

menderita scabies 60,0%, mempunyai kebiasaan memakai selimut bersama-

sama temannya yang menderita scabies 54,3% dan 32,8% yang mempunyai

kebiasaan berwudlu tidak menggunkan kran. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

25

mandi, kebiasaan pemkaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan

tidur bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian bersama penderita scabies

dengan kejadian scabies.

6. Status Gizi

Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan

antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat

dilihat dari variable pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang

badan, lingkar lengan dan panjang tungkai. Jika keseimbangan terganggu

maka akan terjadi gangguan fungsi pertumbuhan atau komposisi tubuh

(Depkes RI, 2004).

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang cukup baik tetapi

juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi

sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang.

Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya

(imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi,

kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga

disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi

merupakan dua hal yang saling mempengaruhi (Almatsier, 2001).

Hasil penelitian didapatkan 52 (51,5%) responden yang satu bulan terakhir

terdiagnosa scabies. Seluruh responden yang mempunyai sanitasi lingkungan

baik sebanyak 29 (25,7%) mempunyai hygiene perseorangan yang baik

sebanyak 75 (74,3%) siswa dan sisanya 26 (25,7%) mempunyai hygiene

yang cukup. Sedangkan 87 (86,1%) responden mempunyai status gizi yang


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

26

kurang dan hanya 14 (13,9%) respon yang mempunyai status gizi baik.

Menurut Curria Walton menyatakan status gizi yang buruk dapat

mnyebabkan tingkat imunitas individu menurun dan pada akhirnya dapat

meningkatkan kejadian penyakit dalam diri individu maupun suatu

komunitas.

7. Kontrol dari pembimbing Panti asuhan

Pembimbing merupakan pengganti fungsi orang tua kepada anak dipanti

asuhan (Depsos RI, 2011). Pembimbing memberikan pelajaran dan

bimbingan kepada anak-anak dipanti sehingga pembimbing dijadikan tempat

untuk bertanya tentang segala sesuatu termasuk masalah kesehatan. Seperti

halnya guru, pembimbing dianggap sebagai orang penting karena

mempunyai kelebihan dalam membimbing anak-anak dipanti, perbuatannya

diterima dan dipatuhi serta ditakuti. Pembimbing juga memberikan pelajaran

tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta mengajarkan disiplin kepada

semua anak yang berada di lingkungn panti asuhan. Pembimbing juga

mengajarkan kepada anak-anak di panti bahwa kebersihan merupakan

sebagian dari iman. Dengan demikian pembimbing diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilaku anak dipanti guna mencegah terjadinya

scabies dilingkungan panti tempat mereka tinggal (Natalina,2009).

Berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) bahwa pada umumnya

karakteristik responden sebagian besar 13-15 tahun dan sebanyak 53,41%

berjenis kelamin perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang

perilaku hidup bersih dan sehat dengan persentase 54,5% adalah sedang dan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

27

peran ustadz sebagai orang penting dengan persentase 83% adalah tinggi.

Sedangkan perilaku pencegahan penyakit scabies pada santri di Pondok

pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan persentase

47,7% adalah sedang dalam hal membiasakan diri untuk hidup bersih dan

sehat.

C. Kerangka Teori

Skema : 2.1 Kerangka Teori

- Pengetahuan

- Sikap

- Praktik

(Notoatmodjo, 2007)

- Sosial ekonomi yang rendah


Kejadian Penyakit Scabies
- Kebersihan Peserorangan

- Perilaku yang tidak

mendukung kesehatan

- Hunian yang padat

- Kebiasaan

- Status Gizi

- Fasilitas perlengkapan pribadi

(Badri, 2008).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL

BAB ini akan menguraikan tentang kerangka konsep, hipotesis dan defines

operasional yang menjadi dasar penelitian ini. Kerangka konsep dalam penelitian ini

merupakan hubungan antara variable faktor anak panti asuhan tentang kejadian

penyakit scabies dalam bagan berikut ini :

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka hubungan atau konsep – konsep yang ingin diamati atau diukur melalui

penelitian - penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo S, 2012). Kerangka

konsep akan menggambarkan variabel penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui faktor umur, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku kebersihan diri,

fasilitas kelengkapan pribadi, status gizi dan kontrol pembimbing dalam

pencegahan scabies.

28
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

29

Skema : 3.1 Kerangka Konsep

Independen Dependen

1. Umur

2. Tingkat
pengetahuan

3. Sikap
Kejadian Penyakit
4. Perilaku
Scabies
Kebersihan diri

5. Perilaku
Kebersihan diri

6. Status Gizi

7. Kontrol
Pembimbing

Berdasarkan skema diatas dapat dijelaskan bahwa variabel dependen pada

penelitian adalah kejadian penyakit scabies dan variabel independen adalah

umur, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku kebersihan diri, fasilitas kelengkapan

pribadi, status gizi dan kontrol pembimbing dipanti.

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, Patokan duga atau dalil

sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Setiadi, 2007).

1. Hipotesis Mayor

Ada Hubungan Antara : Umur, tingkat pengetahuan, sikap, fasilitas

kelengkapan peralatan pribadi, perilaku kebersihan diri, status gizi dan


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

30

kontrol dari pembimbing dengan kejadian penyakit scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

2. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan antara umur dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

b. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian scabies di

Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

c. Ada hubungan antara sikap dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

d. Ada hubungan antara fasilitas kelengkapan peralatan pribadi dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

e. Ada hubungan antara perilaku kebersihan diri kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

f. Ada hubungan antara kontrol dari pembimbing panti asuhan dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau

tentangapa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional

merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang digunakan dalam

penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam

mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007). Berikut ini penjelasan definisi

operasional dalam penelitian ini :


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

31

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variable Indepedent
No Variable Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala

Operasional

1. Umur Umur responden Kuesioner 1 = Remaja Ordinal

yang dihitung ini berupa awal 11-16

sejak tanggal lahir pertanyaan Tahun

sampai dengan tertulis 2 = Remaja

waktu penelitian dalam Akhir 17-20

yang dinyatakan bentuk Tahun

dalam tahun. pertanyaan Depkes RI

terbuka. (2009)

2. Tingkat Pengetahuan anak Kuesioner 1= Ordinal

pengetahuan panti asuhan berupa Pengetahuan

tentang penyakit pertanyaan Kurang : Jika

scabies mulai dari tertulis skor ≤

pengertian, dalam mean/median

penyebab, kuesioner 2 2=

tanda,gejala cara alternatif Pengetahuan

pencegahan dan jawaban : 2 Baik : Jika

akibat benar dan 1 skor >

salah. mean/median
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

32

3. Sikap Menilai sikap Kuesioner 1 = Sikap Ordinal

untuk mencegah berupa negatif : jika

terjadinya scabies pertanyaan skor

tertulis ≤mean/median

dalam 2 = Sikap

bentuk positif : jika

skala linkert skor

: >mean/median

4 SS

(Sangat

setuju)

3 S (Setuju)

2 KS

(Kurang

setuju)

1 TS (Tidak

setuju)

4. Fasilitas Ada atau tidaknya Kuesioner 1 = Kurang Ordinal

kelengkapan kelengkapan berupa mendukung :

peralatan peralatan pribadi pertanyaan jika skor

pribadi. yang dimiliki oleh tertulis ≤mean/median

pribadi. dalam 2 = Sangat

kuesioner 2 mendukung :
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

33

alternatif jika skor >

jawaban : 2 mean/median

ya dan 1

tidak

5. Perilaku Menilai kebiasaan Kuesioner 1 = Kurang, Ordinal

kebersihan anak panti dalam berupa jika skor ≤

diri melakukan pertanyaan mean/median

kegiatan tertulis 2 = Baik, Jika

kebersihan diri. dalam skor>mean/me

bentuk dian

skala linkert

4 SS

(Sering

Sekali)

3 S (Sering)

2 KK

(Kadang-

kadang)

1 TP (Tidak

Pernah)

6. Status Gizi Menilai asupan Kuesioner 1 = Gizi Ordinal

nutrisi yang ini berupa kurang, nilai


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

34

diperoleh anak pertanyaan skor < 18,5

dipanti. tertulis = Gizi baik,

dalam nilai skor

bentuk >18,6

pertanyaan (Rumus IMT)

terbuka

7. Kontrol dari Menilai frekuensi Kuesioner 1= Rendah, Ordinal

pembimbing pengontrolan berupa jika responden

panti asuhan. pembimbing panti pertanyaan memperoleh

asuhan terhadap tertulis skor ≤

kebersihan dalam mean/median

individu dan bentuk 2 = Tinggi,

lingkungan. skala jika responden

linkert: memperoleh

4 SS skor >

(Sering mean/median

Sekali)

3 S (Sering)

2 KK

(Kadang-

kadang)

1 TP (Tidak

Pernah)
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

35

Variable Dependen

No Variable Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala

operasional

1. Kejadian Ada atau tidaknya Kuesioner 1 = Ya, jika Nominal

Scabies kejadian scabies berupa responden

yang dialami anak kriteria memperoleh

dipanti asuhan obeservasi skor ≤

dengan tanda dan dalam bentuk mean/median

gejala : gatal- 2 alternatif 2 = Tidak,

gatal pada malam jawaban : 2 jika

hari, panas, perih, ya dan 1 responden

timbul bercak tidak memperoleh

putih, kecoklatan skor >

maupun mean/median

kehitaman.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab 4 ini akan dibahas tentang desain penelitian, populasi dan sampel, tempat,

waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, instrumen penelitian,

prosedur pengumpulan data, uji instrumen, pengolahan data dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin

timbul selama proses penelitian, hal ini penting karena desain penelitian

merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan

pengujian hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai alat

untuk mengontrol variabel yang berpengaruh dalam penelitian (Sugiyono, 2010).

Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, yaitu berbagai variable yang

termasuk faktor risiko dan berbagai variabel yang termasuk efek dengan

melakukan pengukuran sesaat (Consuelo, et al. 2006). Berdasarkan pada tujuan

penelitian maka peneliti ingin mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

Penelitian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai faktor-faktor

36
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

37

yang behubungan dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Cipayung

Jakarta Timur melalui pertanyaan dan peryataan terstruktur pada kuesioner

penelitian yang disusun oleh peneliti.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Kumpulan semua individu dalam suatu batas tertentu. Keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti disebut juga sebagai populasi penelitian

(Notoatmojo, 2010). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh anak di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur

dengan total keseluruhan anak 76 responden.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel penelitian

(Notoatmojo, 2010). Sampel dalam penelitian ini menggunakan simple

random sampling, hakikatnya adalah bahwa setiap anggota atau unit dari

populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di seleksi sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010). Dengan teknik pengambilan sampel lotre tecnicque.

Pengambilan sampel menurut (Notoatmodjo, 2010) menggunakan rumus :

n=

1+ N (d2)
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

38

Keterangan :

n : besar sampel

N : jumlah populasi

d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

untuk sampel sebagai control berjumlah 93 anak dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

n=

1+ N (d2)

93

1+ 93 (0,05)2

93

1+ 93 (0,0025)

93

1+ 0,23

93

1,23

= 75,6

n = 76 anak
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

39

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 76 anak.

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasi, maka sebelum

dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi. Kriteria

inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota

yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).

a. Kriteria inklusi :

Kriteria inklusi adalah inkriteria atau ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota yang dapat diambil sebagai sample (Notoatmojo, 2010).

1) Seluruh anak panti yang berada di Panti Asuhan dengan usia 6-20

tahun.

2) Anak panti yang dapat membaca dan menulis.

3) Anak panti tidak mengalami gangguan mental.

b. Kriteria Ekslusi

Keadaan yang menyebabkan subjek memenuhi kriteria inklusi namun

tidak dapat diikut sertakan (Notoatmojo, 2010).

1) Responden tidak berada di Panti Asuhan

2) Responden tidak dapat membaca dan menulis

3) Anak panti mengalami gangguan mental

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Asuhan Sosial Anak Cipayung Jakarta Timur,

dengan alasan karena masih tingginya angka kejadian scabies di Panti Asuhan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

40

Sosial Anak Cipayung Jakarta Timur, selain itu belum pernah dilakukan

penelitian sebelumnya.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, dan pelaksanaan dan

tahap penyusunan laporan. Tahap persiapan dilakukan pada Bulan Desember

2013 sampai Februari 2014. Tahap pelaksanaan penelitian hingga presentasi

hasil penelitian (sidang), yaitu Bulan Maret 2014 (Jadwal penelitian terlampir

dalam lampiran).

E. Etika Penelitian

Peneliti dalam melakukan penelitian sebaiknya melindungi responden dengan

memperhatikan aspek etika dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip penelitian

(Polit & Beck, 2004). Prinsip etika yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

Self determination, anonymity and confidentiality, privacy, protection from

discomfort and harm.

1. Self determination

Memberikan kebebasan responden menentukan berpartisipasi pada penelitian

atau tidak, tanpa paksaan dan sewaktu-waktu ia boleh mengundurkan diri

tanpa sanksi apapun. Pada penelitian ini responden diberikan haknya secara

bebas kesediaan sebagai responden atau tidak. Untuk mencegah terjadinya

penolakan responden pada penelitian ini sebelum diberikan kuesioner maka

peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan atau membina hubungan


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

41

saling percaya dengan responden serta menjelaskan tujuan dan manfaat

penelitian sehingga diharapkan klien bersedia sebagai responden.

2. Anonymity and confidentiality

Penelitian ini menjaga kerahasiaan atas informasi-informasi data yang

dikumpulkan dari kuesioner yang dibagikan kepada responden sebagai

implementasi prinsip anonymity. Peneliti tidak mencantumkan nama lengkap

responden namun hanya mencantumkan inisial dan confidentiality diartikan

bahwa peneliti tidak mempublikasikan keterikatan informasi yang diberikan

dengan identitas responden, sehingga dalam analisis dan penyajian data

hanya menggambarkan karakteristik responden.

3. Privacy

Peneliti menjamin privacy responden dan menjunjung tinggi harga diri

responden serta mengedepankan rasa hormat. Peneliti dalam berkomunikasi

dengan responden hanya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan

penelitian, tidak menanyakan yang berkaitan privacy responden melalui

persetujuan responden. Pada penelitian ini, peneliti menanyakan, hal yang

berhubungan dengan kejadian scabies, pengetahuan, sikap, perilaku, fasilitas

kelengkapan pribadi serta kontrol pembimbing dengan menjaga kerahasian

isi kuesioner, oleh karena itu pengisian kuesioner dilakukan di ruang lingkup

panti.

4. Protection from discomfort and harm

Penelitian dilakukan dengan tidak menimbulkan penderitaan baik fisik

maupun psikis bagi responden. Pada penelitian ini, peneliti memberikan


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

42

kesempatan bagi responden untuk menyampaikan ketidaknyamanan jika

merasa tidak dapat melanjutkan pengisian kuesioner.

5. Informed consent

Responden mendapat informasi yang adekuat terkait penelitian yang akan

dilakukan sehingga mampu memahami informasi, mempunyai kebebasan

memilih, memberikan persetujuan secara sukarela dan berpartisipasi dalam

penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menjelaskan dan memberikan

kesempatan kepada calon responden untuk bertanya dan memahami unsur

yang akan diteliti. Responden menyetujui untuk berpartisipasi maka

responden menandatangani lembar persetujuan.

F. Alat Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam suatu penelitian (Notoatmodjo S, 2012). Cara yang dilakukan

dalam pengumpulan data haruslah disesuaikan dengan maksud dan tujuan

penelitian, dan yang perlu diingat dalam mengumpulkan data yang baik

haruslah memenuhi persyaratan pokok yaitu mudah, cepat dan tepat dalam

pengumpulan data dari responden, peneliti menggunakan lembar kuesioner,

kuesioner ini dibuat sendiri dengan memodifikasi kuesioner yang telah diuji

dengan mengacu pada definisi operasional.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

43

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Dalam pengumpulan data responden, peneliti menggunakan alat

pengumpulan data berupa instrument kuesioner. Kuesioner berisi pernyataan

disusun secara checklist dan dalam menjawab kuesioner responden hanya

memberikan tanda checklist saja pada tiap pertanyaan. Kuesioner ini terdiri

dari 8 bagian yaitu data demografi yang terdiri dari pendidikan, usia dan

Jenis kelamin (bagian 1), pengetahuan (bagian 2), sikap (bagian 3), fasilitas

kelengkapan pribadi (bagian 4), perilaku kebersihan diri (bagian 5), status

gizi (bagian 6), kontrol pembimbing (bagian 7), kejadian scabies dipanti

(bagian 8).

Bagian A

Kuesioner data demografi terdiri dari pendidikan, usia dan jenis kelamin.

Responden mengisi tempat yang disediakan disampingnya.

Bagian B

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang tingkat pengetahuan dalam

kuisioner alternatif 2 jawaban, dimodifikasi dari kuisioner yang telah di

ujikan oleh (Afrilia Sari, 2013) : 2 Benar dan 1 Salah. Hasil ukur ditetapkan

sebagai berikut : 1 = Pengetahuan kurang bila nilai/skor (≤mean/median), 2 =


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

44

Pengetahuan baik, bila nilai/skor (> mean/median). Responden mengisi

salah satu jawaban yang disediakan dengan memberikan tanda cek list (√)

pada kolom yang disediakan.

Bagian C

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang sikap dalam bentuk skala

linkert, dimodifikasi dari kuisioner yang telah diujikan oleh (Muzakir, 2007):

4 Ss (sangat setuju), 3 S ( setuju), 2 KS (kurang setuju) dan 1 TS (tidak

setuju). Hasil ukur ditetapkan sebagai berikut: 1 = sikap negatif, bila skor

nilai (≤ mean/median) dan 2 = sikap positif, bila skor nilai (> mean/median).

Responden mengisi salah satu jawaban yang disediakan dengan

memberikan tanda cek list (√) pada kolom yang disediakan.

Bagian D

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang perilaku kebersihan dalam

kuisioner alternatif 2 jawaban, dimodifikasi dari kuisioner yang telah di

ujikan oleh (Afrilia Sari, 2013) : 2 Benar dan 1 Salah. Hasil ukur ditetapkan

sebagai berikut : 1 = Kurang mendukung bila nilai/skor (≤mean/median), 2 =

Sangat mandukung, bila nilai/skor (>mean/median). Responden mengisi

salah satu jawaban yang disediakan dengan memberikan tanda cek list (√)

pada kolom yang disediakan.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

45

Bagian E

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang fasilitas kelengkapan pribadi

dalam bentuk skala linkert, dimodifikasi dari kuisioner yang telah di ujikan

oleh (Afrilia Sari, 2013) : 4 Ss (sangat setuju), 3 S ( setuju), 2 KK (kadang-

kadang) dan 1 TP (tidak pernah). Hasil ukur ditetapkan sebagai berikut: 1 =

kurang, bila skor nilai (≤ mean/median) dan 2 = baik, bila skor nilai (>

mean/median). Responden mengisi salah satu jawaban yang disediakan

dengan memberikan tanda cek list (√) pada kolom yang disediakan.

Bagian F

Kuesioner berupa pertanyaan tertulis tentang status gizi dalam bentuk

pertanyaan terbuka. Hasil ukur ditetapkan sebagai berikut : 1 = Gizi kurang,

bila nilai/skor < 18,5, 2 = Gizi baik, bila nilai/skor >18,6. Responden

mengisi tempat yang disediakan disampingnya.

Bagian G

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang kontrol pembimbing dipanti

dalam kuisioner alternatif 2 jawaban, dimodifikasi dari kuisioner yang telah

di ujikan oleh (Afrilia Sari, 2013) : 2 Ya dan 1 Tidak. Hasil ukur ditetapkan

sebagai berikut : 1 = Rendah bila nilai/skor (≤mean/median), 2 = Tinggi, bila

nilai/skor (> mean/median). Responden mengisi salah satu jawaban yang


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

46

disediakan dengan memberikan tanda cek list (√) pada kolom yang

disediakan.

Bagian H

Kuisioner berupa pertanyaan tertulis tentang kejadian penyakit scabies dalam

kuisioner alternatif 2 jawaban, dimodifikasi dari kuisioner yang telah di

ujikan oleh (Afrilia Sari, 2013) : 2 Ya dan 1 Tidak. Hasil ukur ditetapkan

sebagai berikut : 1 = Ya bila nilai/skor (≤mean/median), 2 = Tidak, bila

nilai/skor (> mean/median). Responden mengisi salah satu jawaban yang

disediakan dengan memberikan tanda cek list (√) pada kolom yang

disediakan.

3. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2008). Adapun Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara

sebagai berikut yaitu :

1) Pengumpulan data dilakukan setelah mengajukan surat permohonan

izin dari institusi PSIK FIK UMJ kepada Panti Asuhan Sosial Anak

Cipayung Jakarta Timur.

2) Menyerahkan surat izin kepada pihak Panti Asuhan Sosial Anak

Cipayung Jakarta Timur.

3) Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden maka terlebih

dahulu responden diberi penjelasan mengenai penelitian yang akan


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

47

dilakukan dan diberi kesepakatan untuk membaca dan memahami

surat izin.

4) Jika disetujui, calon responden dipersilahkan untuk menandatangani

lembar persetujuan bersedia menjadi responden. Kemudian

responden diberi penjelasan mengenai cara mengisi kuesioner dan

dipersilahkan untuk bertanya jika kurang jelas.

5) Responden dapat lansung membaca dan menjawab pertanyaan sesuai

dengan petunjuk pengisian kuesioner, selama pengisian responden

akan didampingi peneliti.

Setelah pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti

mengumpulkan kuesioner dan memeriksa kelengkapan kuesioner,

kemudian diseleksi untuk diolah datanya.

G. Uji Instrumen

Instrumen terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reabilitas sebelum

digunakan. Menurut Sugiono (2010) bahwa uji instrument bertujuan agar

instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur (valid) dan jika instrument digunakan beberapa kali dengan obyek yang

sama menghasilkan data yang sama (reliable). Validitas adalah suatu indeks yang

menunjukan alat ukur ini benar-benar mengukur apa yang diukur. Reabilitas

adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

dipercaya dan diandalkan untuk menguji validitas dan reabilitas alat, peneliti

melakukan uji coba kuesioner (angket). Uji kuesioner dilakukan dengan cara
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

48

menyebarkan kuesioner pada orang yang memiliki karakteristik yang sama

dengan responden yaitu panti asuhan yang memiliki kejadian penyakit kulit. Uji

coba dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap

pertanyaan dan validitas pertanyaan dari kuesioner yang telah dibuat.

1. Uji Validitas

Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji

validitas dan reabilitas. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data

yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh

peneliti (Notoatmodjo,2005). Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan

alat ukur ini benar-benar mengukur apa yang diukur, dengan rumus:

R= N(Σxy) – (Σx Σy)

√ {NΣx² - (Σx)²} {nΣy² - (Σy)²

Keterangan :

r : koefisien item yang dicari

N : Jumlah responden

X : skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

Y : skor yang diperoleh subejk dalam setiap item

Sebelum melakukan pengumpulan data untuk menghindari kesalahan dalam

menginterpretasikan pertanyaan dalam kuesioner dan memperoleh data yang

valid, terlebih dahulu kuesioner diuji coba kepada 30 orang reponden yang
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

49

memiliki kriteria yang sama dan tidak mengikutsertakan kembali pada

sampel penelitian. Hasil uji coba kuesioner kemudian digunakan untuk

mengetahui sejauh mana kuesioner yang telah disusun memiliki validitas dan

realibilitas.

2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat

dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran ini tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama

(Notoatmodjo,2005). Untuk menguji realibilitas adalah dengan menggunakan

metode Alpha Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan relibel

atau tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah perbandingan dari

nilai r hitung diwakili dengan Alpha dengan r label pada taraf kepercayaan

95% atau tingkat significant 5%. Tingkat realibilitas dengan metode Alpha

Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha 0 – 1. Apabila skala Alpha

tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka

ukuran kemantapan Alpha dapat dipresentasikan seperti tabel berikut :

Tabel 4.1 Realibilitas Berdasarkan Nilai Alpha (Sugiyono,2005 : 216)

Alpha Tingkat Realibilitas

0,00 s.d 0,20 Kurang realiabel

0,20 s.d 0,40 Agak realiabel

0,40 s.d 0,60 Cukup realiabel


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

50

0,60 s.d 0,80 Realiabel

0,80 s.d 1,00 Sangat realiabel

H. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan

karena data yang diperoleh langsung dari peneliitian masih mentah, belum

memberikan informasi apa-apa, dan belum siap untuk dikaji. Untuk memperoleh

penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan

pengolahan data (Notoatmodjo S, 2012).

Sebelum melakukan analisa data, hasil data yang sudah ada dilakukan

pengolahan data, variabel penelitian diberikan score dengan jawaban pada tiap

pilihan jawaban dari pertanyaan yang telah disediakan. Menurut Notoatmodjo

(2010) Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut :

1. Editing

Tahap ini untuk meneliti kelengkapan dan konsistensi jawaban setiap

kuesioner yang telah diisi responden. Hasil wawancara, angket atau

pengamatan dari lapangan dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.

Secara umum editing adalah merupakankegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut :

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas

atau terbaca.

c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

51

d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban

pertanyaan yang lainnya.

Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan

perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban

tersebut.Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanaan yang jawabnya

tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data

missing”.

2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

“kodean” atau “coding”. Coding adalah mengubah data yang berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Untuk Variabel usia :

rentang usia anak, Variabel tingkat pengetahuan : 0 = pengetahuan kurang, 1

= pengetahuan baik, Variabel sikap : 0 = sikap negatif, 1 = sikap positif,

Variabel fasilitas kelangkapan pribadi : 0 = Kurang mendukung, 1 = sangat

mendukung, Variable perilaku kebersihan diri : 0 = Kurang, 1 = baik,

Variabel status gizi : 0 = Gizi kurang, 1 = Gizi baik, Variabel Kontrol

pembimbing : 0 = Rendah, 1 = Tinggi. Koding atau pemberian kode ini

sangat berguna untuk membantu dalam memasukkan data (data entry).

3. Scoring

Peneliti memberikan nilai untuk masing-masing sub variabel pertanyaan

sesuai dengan kategori data dan jumlah butir pertanyaan dari sub variabel

tersebut sehingga setiap responden mempunyai nilai tersendiri.

4. Entry Data
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

52

Semua data yang telah dikodekan kemudian dimasukkan pada sistem

pengolahan data dengan menggunakan software statistik dengan komputer.

Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan “data

entry” ini. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya

memasukkan data saja.

5. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan

data (data cleaning).

I. Analisa Penelitian

Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptik dan analitik.

1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung

dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata),

median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2010). Data yang diperoleh akan ditampilkan dalam tabel,

diagram pie dan diagram batang yang menggunakan presentase dengan

menggunakan bantuan program komputer.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

53

2. Analisis Bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat diatas, hasilnya akan diketahui

karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisis

bivariat. Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies

di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung maka akan dilakukan dengan analisa

silang menggunakan tabel silang yang dikenal dengan baris kali kolom

dengan derajat keabsahan (df) yang sesuai dan tingkat kemaknaan (α) 0,05

(95%), masing-masing variabel diuji dengan uji satistik “chi square test jenis

independensi” (χ2) dengan bantuan program komputer.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB V
HASIL PENELITIAN

Bab ini memaparkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian scabies di Panti Asuhan Anak Cipayung. Hasil penelitian meliputi distribusi

frekuensi variabel dependen dan independen, serta hubungan variabel dependen

dengan independen di Panti Asuhan Anak Cipayung. Gambaran hasil penelitian yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut :

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini melihat dari distribusi frekuensi dari

seluruh variable yang meliputi : umur, pengetahuan anak panti, sikap, fasilitas

kelengkapan pribadi, perilaku kebersihan diri, status gizi, dan kontrol

pembimbing panti asuhan sebagai variable independen. Kejadian scabies sebagai

variable dependen. Secara rinci uraian hasil analisis univariatnya adalah sebagai

berikut :

54
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

55

1. Variabel Independen

a. Umur

Table 5.1

Distribusi responden berdasarkan umur dengan kejadian scabies di

Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Umur Frekuensi Persentasi (%)

11-16 tahun 49 64,5%

17-20 tahun 27 35,5%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik umur

menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak

Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah umur 11-16 tahun

sebanyak 49 anak (64.5%), dan 17-20 tahun sebanyak 27 anak (35,5%).

b. Pengetahuan

Table 5.2

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Pengetahuan Frekuensi Persentasi (%)

Kurang 39 51,3%

Baik 37 48,7%

Total 76 100%
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

56

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik pengetahuan

menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak

Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah pengetahuan baik

sebanyak 37 anak (48,7%), dan pengetahuan kurang sebanyak 39 anak

(51,3%).

c. Sikap

Table 5.3

Distribusi responden berdasarkan sikap dengan kejadian scabies di

Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Sikap Frekuensi Persentasi (%)

Negatif 48 63,2%

Positif 28 36.8%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik sikap

menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak

Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah memiliki sikap negatif

sebanyak 48 anak (63.2%), dan sikap positif sebanyak 28 anak (36,8%).


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

57

d. Fasilitas kelengkapan pribadi

Table 5.4

Distribusi responden berdasarkan fasilitas kelengkapan pribadi

dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung

Jakarta Timur 2014

Fasilitas kelangkapan Frekuensi Persentasi (%)

pribadi

Kurang mendukung 53 69,7%

Sangat mendukung 23 30,3%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik fasilitas

kelengkapan pribadi menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah fasilitas

yang kurang mendukung sebanyak 53 anak (69,7%), dan sangat

mendukung sebanyak 23 anak (30,3%).


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

58

e. Perilaku kebersihan diri

Table 5.5

Distribusi responden berdasarkan perilaku kebersihan diri dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta

Timur 2014

Perilaku Frekuensi Persentasi (%)

Kurang 56 73,7%

Baik 20 26,3%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik perilaku

menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak

Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah perilaku yang kurang

sebanyak 56 anak (74,7%), dan perilaku baik sebanyak 20 anak (26,3%).

f. Status gizi

Table 5.6

Distribusi responden berdasarkan status gizi dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Status Gizi Frekuensi Persentasi (%)

Gizi Kurang 39 51,3%

Gizi Baik 37 48,7%

Total 76 100%
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

59

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik status gizi

menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak

Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah gizi kurang sebanyak 39

anak (74,7%), dan gizi baik sebanyak 37 anak (48,7%).

g. Kontrol pembimbing

Table 5.7

Distribusi responden berdasarkan kontrol pembimbing dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta

Timur 2014

Kontrol Pembimbing Frekuensi Persentasi (%)

Rendah 16 21,1%

Tinggi 60 78,9%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan karakteristik kontrol

pembimbing menunjukkan bahwa kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur Sebagian besar adalah kontrol

pembimbing yang tinggi sebanyak 42 anak (55,3%), dan kontrol

pembimbing rendah sebanyak 34 anak (44,7%).


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

60

2. Variabel dependen

a. Kejadian scabies

Table 5.8

Distribusi responden berdasarkan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Kejadian Scabies Frekuensi Persentasi (%)

Ya 41 53,9%

Tidak 35 46,1%

Total 76 100%

Hasil analisis distribusi responden menunjukkan bahwa penderita scabies

yang berada di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur

sebagian besar menderita scabies sebanyak 41 anak (53,9%), sedangkan

responden yang tidak menderita scabies sebanyak 35 anak (46,1%).

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat didalam penelitian ini, digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan yang signifikan atau bermakna, Antara variabel dependen yaitu kejadian

penyakit scabies pada Panti Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur dengan variabel

independen, adapun hasil analisisnya secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut :
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

61

1. Umur

Tabel 5.9

Hubungan Antara umur dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Umur Kejadian scabies Total P OR

Value (95% CI)


Menderita Tidak

scabies menderita

scabies

11-16 tahun 32 17 49 0,015 3,765

(65,3%) (34,7%) 100,0% (1,395-

17-20 tahun 9 18 27 10,163)

(33,3%) (66,7%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa umur 11-16 tahun menderita

scabies lebih tinggi dari 17-20 tahun yaitu 65,3%. Hasil uji statistik diperoleh

nilai P value = 0,015 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara kejadian scabies umur 11-16 tahun dengan 17-20 tahun. Dari

hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,765, artinya anak yang berumur 11-16

tahun mempunyai peluang 3,7 kali lebih sering terkena scabies dibanding anak

yang berumur 17-20 tahun.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

62

2. Pengetahuan

Tabel 5.10

Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Pengetahuan Kejadian scabies Total P OR

Value (95% CI)


Menderita Tidak

scabies menderita

scabies

Pengetahuan 28 11 39 0,003 4, 699

kurang (71,8%) (28,2%) 100,0% (1,780-

Pengetahuan 13 24 37 12,403)

baik (35,1%) (64,9%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.10 menggambarkan bahwa pengetahuan kurang menderita

scabies lebih tinggi dari pengetahuan baik yaitu 71,8%. Hasil uji statistik

diperoleh nilai P value = 0,003 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang bermakna antara kejadian scabies pengetahuan kurang dengan

pengetahuan baik. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,699, artinya

anak yang memiliki pengetahuan kurang mempunyai peluang 4,6 kali lebih

sering terkena scabies dibanding anak yang memiliki pengetahuan baik.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

63

3. Sikap

Tabel 5.11

Hubungan antara sikap dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Sikap Kejadian scabies Total P OR

Value (95% CI)


Menderita Tidak

scabies menderita

scabies

Negatif 33 15 48 0,002 5,500

(68,8%) (31,3%) 100,0% (1,979-

Positif 8 20 28 15,285)

(28,6%) (71,4%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.11 menggambarkan bahwa sikap negatif menderita scabies

lebih tinggi dari sikap positif yaitu 68,8%. Hasil uji statistik diperoleh nilai P

value = 0,002 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara kejadian scabies sikap negatif dengan sikap positif. Dari hasil

analisis diperoleh pula nilai OR = 5,500, artinya anak yang memiliki sikap

negatif mempunyai peluang 5,5 kali lebih sering terkena scabies dibanding anak

yang memiliki sikap positif.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

64

4. Fasilitas kelengkapan pribadi

Tabel 5.12

Hubungan Antara fasilitas kelengkapan pribadi dengan kejadian

scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Fasilitas Kejadian scabies Total P OR

kelengkapan Value (95% CI)


Menderita Tidak
pribadi
scabies menderita

scabies

Kurang 34 19 53 0,014 4,090

mendukung (64,2%) (35,8%) 100,0% (1,430-

Sangat 7 16 23 11,697)

mendukung (30,4%) (69,6%) 100,0%

Total 42 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.12 menggambarkan bahwa fasilitas kelengkapan pribadi

kurang mendukung menderita scabies lebih tinggi dari fasilitas kelengkapan

pribadi sangat mendukung yaitu 64,2%. Hasil uji statistik diperoleh nilai P value

= 0,014 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna

antara kejadian scabies fasilitas kelengkapan pribadi kurang mendukung dengan

fasilitas kelengkapan pribadi sangat mendukung. Dari hasil analisis diperoleh

pula nilai OR = 4,090, artinya anak yang memiliki fasilitas kelengkapan pribadi
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

65

kurang mendukung mempunyai peluang 4 kali lebih sering terkena scabies

dibanding anak yang memiliki fasilitas kelengkpan pribadi sangat mendukung.

5. Perilaku kebersihan diri

Tabel 5.13

Hubungan antara perilaku kebersihan diri dengan kejadian scabies

di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Perilaku Kejadian scabies Total P OR

kebersihan diri Value (95% CI)


Menderita Tidak

scabies menderita

scabies

Kurang 38 18 56 0,000 11,963

(67,9%) (32,1%) 100,0% (3,103-

Baik 3 17 20 46,120)

(15,0%) (85,0%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.13 menggambarkan bahwa perilaku kurang menderita

scabies lebih tinggi dari perilaku baik yaitu 67,9%. Hasil uji statistik diperoleh

nilai P value = 0,000 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

bermakna antara kejadian scabies perilaku kurang dengan perilaku baik. Dari

hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 11,963, artinya anak yang memiliki
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

66

perilaku kurang mempunyai peluang 11,9 kali lebih sering terkena scabies

dibanding anak yang memiliki perilaku baik.

6. Status gizi

Tabel 5.14

Hubungan antara status gizi dengan kejadian scabies di Panti Sosial

Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Status gizi Kejadian scabies Total P OR

Value (95% CI)


Menderita Menderita

scabies scabies

Gizi kurang 28 11 39 0,003 4,699

(71,8%) (28,2%) 100,0% (1,780-

Gizi baik 13 24 37 12,403)

(35,1%) (64,9%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 4,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.14 menggambarkan bahwa gizi kurang menderita scabies

lebih tinggi dari gizi baik yaitu 71,8%. Hasil uji statistik diperoleh nilai P value =

0,003 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna

antara kejadian scabies gizi kurang dengan gizi baik. Dari hasil analisis diperoleh

pula nilai OR = 4,699, artinya anak yang memiliki gizi kurang mempunyai

peluang 4,6 kali lebih sering terkena scabies dibanding anak yang memiliki gizi

baik.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

67

7. Kontrol pembimbing

Tabel 5.15

Hubungan antara kontrol pembimbing dengan kejadian scabies di

Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur 2014

Kontrol Kejadian scabies Total P

pembimbing Value
Menderita Tidak

scabies menderita

scabies

Rendah 5 8 16 0,941

(50,0%) (50,0%) 100,0%

Tinggi 33 27 60

(55,0%) (45,0%) 100,0%

Total 41 35 76

53,9% 46,1% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.15 menggambarkan bahwa anak yang mendapat kontrol

pembimbing tinggi tidak menderita scabies lebih tinggi dari pada kontrol

pembimbing rendah yaitu 55,0%. Hasil uji statistik diperoleh nilai P value =

0,941 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

bermakna antara kejadian scabies kontrol pembimbing rendah dengan kontrol

pembimbing tinggi.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian. Kegiatan yang dilakukan dalam

pembahasan adalah membandingkan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan

hasil penelitian sebelumnya. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang keterbatasan

penelitian yang telah dilaksanakan dan implikasi penelitian dalam keperawatan.

A. Pembahasan hasil penelitian

1. Hubungan Umur dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden 17-20 tahun yang tidak

menderita scabies sebanyak 27 responden, sedangkan pada responden 11-16

tahun telah menderita scabies sebanyak 49 responden. Hal ini sejalan dengan

hasil petugas kesehatan di Poskestren pada bulan Juni dan Juli tahun 2009

dipesantren ini pernah terjadi wabah penyakit scabies atau buduk yang angka

prevalensinya mencapai 55% dari jumlah keseluruhan santri yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas poskestren di tahun 2011 angka

kejadian scabies pada santri termasuk ke dalam 10 besar penyakit, yaitu 90

penderita (23,5%) dari jumlah pasien yang berobat ke poskestren dan prevalensi

terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak 94,4%, ini dikarenakan

kurangnya kesadaran santri terhadap personal hygiene sehingga mereka terkena

penyakit scabies.

68
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

69

Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi penyakit kulit sekitar

6%-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan remaja.

Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda mempunyai

resiko yang tinggi, bukan saja karena tingkat keterentanannya melainkan juga

pengalaman terhadap penyakit tersebut yang biasanya sudah dialami oleh mereka

yang berumur lebih tinggi (Noor, 2008). Dalam kaitannya dengan kejadian

scabies pada seseorang, pengalaman keterpaparan sangat berperan karena mereka

yang berumur lebih tinggi dan mempunyai pengalaman terhadap scabies tentu

mereka akan lebih tahu cara pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,015 (α < 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kejadian scabies umur 11-16 tahun

dengan 17-20 tahun. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,765, artinya

anak yang berumur 11-16 tahun mempunyai peluang 3,7 kali lebih sering terkena

scabies dibanding anak yang berumur 17-20 tahun. Berdasarkan data dari

Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 insiden

tertinggi kasus scabies dipanti asuhan di Jakarta mencapai 78,70%, sedangkan

prevalensi scabies dipanti asuhan diKabupaten Pasuruan sebesar 66,70%

(Mansyur, 2007).

Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda

mempunyai resiko yang tinggi untuk mudah terpapar. Dalam kaitannya dengan

kejadian penyakit kulit pada seseorang, pengalaman keterpaparan sangat

berperan karena mereka yang berumur lebih tinggi dan mempunyai pengalaman

keterpaparan sangat berperan karena mereka yang berumur lebih tinggi dan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

70

mempunyai pengalaman terhadap penyakit scabies tentu mereka akan lebih tahu

cara pencegahan serta penularannya.

2. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik

sebanyak 37 responden dan tidak menderita scabies, sedangkan pada responden

yang memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 39 responden dan menderita

scabies. Hal yang sama juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren

Kabupaten Aceh Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang

kurang terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang

terkena penyakit scabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukung

seseorang terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,003 (α < 0,05), maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian scabies antara yang memiliki

pengetahuan kurang dan memiliki pengetahuan baik (ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan kejadian scabies). Banyak peneliti yang

sejalan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini diantaranya hasil

penelitian Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74,74% responden

dipondok pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit scabies yang

diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap

perilaku hidup bersih dan sehta dan mereka mempunyai resiko terkena penyakit

scabies 3,24 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan

baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

71

Menurut Azizah (2011) rendahnya pengetahuan dipengaruhi antara lain oleh

pendidikan, pengalaman, dan usia. Dimana usia memepengaruhi pengetahuan

yang dimilki seseorang menuju tingkat kematangan. Responden dengan usia

yang rendah cenderung mempunyai pola pikir yang sederhana, pemahaman yang

kurang, serta pengendalian diri yang kurang terhadap penyakit scabies.

Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yaitu bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan yang kurang dan mayoritas responden berusia

< 15 tahun sehingga informasi dan pengalaman yang didapat responden juga

masih sangat kurang.

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,699, artinya anak yang memiliki

pengetahuan kurang mempunyai peluang 4,6 kali lebih sering terkena scabies

dibanding anak yang memiliki pengetahuan baik. Pengetahuan merupakan hasil

dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap

suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2003).

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh kemampuan berfikirnya.

Semakin intelegent dan berpendidikan, otomatis seseorang akan semakin baik

perilakunya untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam tindakan

pencegahan penyakit scabies (Notoatmojo, 2003).

3. Hubungan Sikap dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan sikap positif dan tidak

menderita scabies sebanyak 28 responden. Sedangkan pada responden yang


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

72

memiliki sikap negatif sebanyak 48 responden. Sejalan dengan hasil penelitian

yang diperoleh pada penelitian ini diantaranya hasil penelitian Wijaya (2009)

bahwa jumlah responden di pondok pesantren sebanyak 69 santri, 49% dari

responden menderita skabies, 25% dari responden yang memiliki tingkat

pengetahuan rendah, 12% dari responden memiliki sikap negatif, 15% dari

responden yang memilik personal hygine tidak baik, dan 34% dari responden

memiliki sanitasi lingkungan yang tidak baik.

Dari hasil analisis melalui uji statistik chi squre diperoleh p-value = 0,002 (Ho

ditolak dan Ha diterima), yang berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap

dengan kejadian scabies. Hasil ini menunjukkan bahwa sikap berhubungan

secara signifikan dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung

Jakarta Timur. Fathoni (2012) melakukan penelitian yang berhungan dengan

kemampuan santri dalam pencegahan penularan penyakit scabies adalah baik

sebanyak 29 orang (58%), dan sikap santri dalam pencegahan penularan penyakit

scabies adalah sikap positif sebanyak 28 orang.

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 5,500, artinya anak yang memiliki

sikap negatif mempunyai peluang 5,5 kali lebih sering terkena scabies dibanding

anak yang memiliki pengetahuan baik. Status kesehatan dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya adalah sikap seseorang dalam merespon suatu

penyakit. Sikap anak dipanti sangat penting peranannya dalam pencegahan

penyakit scabies dilingkungan panti asuhan yang membutuhkan kebersihan

perorangan serta perilaku yang sehat. Sikap yang dimiliki oleh anak dipanti

diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka guna mencegah

terjadinya scabies dilingkungan panti asuhan tempat mereka tinggal. Tidur


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

73

bersama, pakaian kotor yang digantung atau ditumpuk dikamar merupakan salah

satu contoh sikap yang dapat menimbulkan scabies (Azwar,2000).

4. Hubungan Fasilitas kelengkapan pribadi dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki fasilitas

kelengkapan pribadi sangat mendukung sebanyak 23 orang dan tidak menderita

scabies. Sedangkan pada responden yang memiliki fasilitas kelengkapan pribadi

kurang sebanyak 53 orang dan menderita scabies. Penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian Handayani (2007), di Pondok Pesantren Nihayatul Amal

menunjukkan bahwa presentase responden yang terkena scabies ada 62,9%

mempunyai kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian temannya 61,4%,

mempunyai kebiasaan tidur bersama temannya yang menderita scabies 60,0%,

mempunyai kebiasaan memakai selimut bersama-sama temannya yang menderita

scabies 54,3% dan 32,8% yang mempunyai kebiasaan berwudlu tidak

menggunkan kran.

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,014 (α < 0,05), maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian scabies antara yang fasilitas kurang

mendukung dan fasilitas sangat mendukung (ada hubungan yang signifikan

antara fasilitas kelengkapan pribadi dengan kejadian scabies). Banyak peneliti

yang sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini

diantaranya hasil penelitian Riris Nur Rohmawati (2010), menunjukkan bahwa

adanya hubungan kelengkapan perarlatan pribadi dengan kejadian penyakit kulit.

Dimana didapatkan nilai p value 0,019.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

74

Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri

sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik

maupun psikologis (A. Azis & Alimul Hidayat, 2008), namun apabila kebesihan

tidak dilengkapi oleh fasilitas kelengkapan peralatan pribadi (seperti sabun cair,

handuk, sprei, ukena dan selimut yang harus dimiliki lebih dari satu) maka akan

mempermudah anak panti untuk saling bertukar handuk, sabun, pakaian maupun

perlengkapan sholat dengan begitu anak panti dapat mudah terkena scabies.

Menurut hasil penelitian Afraniza (2011) bahwa lebih dari setengah responden

yaitu 44 responden dari total responden 66 memiliki kebiasaan saling menukar

peralatan pribadi, dan sisanya 22 responden memakai peralatan secara pribadi.

Dimana 44 responden memiliki peralatan pribadi yang tidak lengkap. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian dimana mayoritas responden memiliki fasilitas

kelangkapan pribadi yang kurang mendukung sebanyak 34 responden, dan

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian

sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian,

kebiasaan tidur bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian bersama penderita

scabies dengan kejadian scabies.

5. Hubungan Perilaku kebersihan diri dengan Kejadian Scabies

Hasil kebersihan diri menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebersihan

diri baik dan tidak menderita scabies sebnyak 20 responden sedangkan

responden yang memiliki kebersihan diri kurang dan menderita scabies sebanyak

56 responden. Dari hasil analisis melalui uji statistic chi square di peroleh p

value = 0,000 (Ho ditolak dan Ha diterima), yang berarti ada hubungan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

75

bermakna antara kebersihan diri dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan

Anak Cipayung Jakarta Timur.

Hal ini sejalan dengan penelitian Batari Sekar Saraswati Ardata Putri (2001),

dimana didapatkan nilai p value = 0,0001 dengan nilai OR 5,96. Maka secara

statistic terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kebersihan diri

dengan kejadian scabies.

Perilaku adalah suatu kegiatan makhluk hidup yang berhubungan dengan

berbagai aktifitas. Perilaku atau aktifitas manusia, dapat diamati baik secara

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dalam kaitannya

dengan pemeliharaan kesehatan, individu merespon perilaku lingkungan,

perilaku kesehatan untuk dirinya sendiri. Perilaku kesehatan yang berkaitan

dengan upaya kebersihan diri dalam kaitannya dengan upaya pencegahan

penyakit dilakukan dengan upaya pencegahan penyakit dilakukan dengan

berbagai cara contohnya seperti kebiasaan mandi, mencuci tangan dan kaki serta

kebersihan pakaian (Wijayanti Yuni, 2006).

Menurut Ruteng (2007), Penyakit Scabies erat dengan perilaku kebersihan diri

dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran

penyakit scabies dapat dilakukan dengan cara :

a. Mandi secara teratur dengan menggunkan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut, dan lainnya secara teratur

minimal 2 kali dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

76

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai

terinfeksi tungau scabies.

f. Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang cukup.

Berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) bahwa pada umumnya karakteristik

responden sebagian besar 13-15 tahun dan sebanyak 53,41% berjenis kelamin

perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang perilaku hidup bersih dan

sehat dengan persentase 54,5% adalah sedang dan peran ustadz sebagai orang

penting dengan persentase 83% adalah tinggi. Sedangkan perilaku pencegahan

penyakit scabies pada santri di Pondok pesantren Al-Falah Kecamatan Silo

Kabupaten Jember dengan persentase 47,7% adalah sedang dalam hal

membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat.

Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara peneliian in, kebersihan diri yang

sangat kurang pada anak panti adalah dalam mengganti pakaian, banyak anak

panti mengganti pakaian 1 kali dalam sehari, sering juga mereka saling bertukar

atau meminjam pakaian temennya. Kebersihan anak panti dalam mengganti sprei

juga dilakukan diatas 2 minggu sekali dan kebersihan kamar yang sangat kurang

terlihat dari banyaknya Kasur anak panti yang tidak menggunkan sprei,

menggantungkan baju dibelakang pintu. Perilaku kebersihan diri anak saling

meminjam handuk, perlengkapan ibadah, dan pakian juga sering dilakukan oleh

anak panti, kebersihan diri inilah yang menyebabkan anak panti lebih mudah

terkena dan tertular penyakit scabies.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

77

6. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan status gizi baik dan tidak

menderita scabies sebanyak 37 responden, sedangkan yang mengalami status gizi

kurang dan menderita scabies sebnyak 39 responden.

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,003 (α < 0,05), maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian scabies antara yang memiliki gizi

kurang dan memiliki gizi baik (ada hubungan yang signifikan antara pengethuan

dengan kejadian scabies). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,699,

artinya anak yang memiliki gizi kurang mempunyai peluang 4,6 kali lebih sering

terkena scabies dibanding anak yang memiliki pengetahuan baik. Hasil

penelitian ini sejalan dengan Saraswati (2011) dari seluruh responden (101

siawa) jumlah responden yang menjadi subyek penelitian terdiri dari siswa laki-

laki 52 siswa dan 49 siswa perempuan. Hasil penelitian didapatkan 52 (51,5%)

responden yang satu bulan terakhir terdiagnosa scabies. Seluruh responden yang

mempunyai sanitasi lingkungan baik sebanyak 29 (25,7%) mempunyai hygiene

perseorangan yang baik sebanyak 75 (74,3%) siswa dan sisanya 26 (25,7%)

mempunyai hygiene yang cukup. Sedangkan 87 (86,1%) responden mempunyai

status gizi yang kurang dan hanya 14 (13,9%) respon yang mempunyai status

gizi baik.

Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan

antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat

dari variable pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan,

lingkar lengan dan panjang tungkai. Jika keseimbangan terganggu maka akan

terjadi gangguan fungsi pertumbuhan atau komposisi tubuh (Depkes RI, 2004).
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

78

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang cukup baik tetapi juga

karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya

anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat

melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan

akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara

konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi (Almatsier, 2001). Menurut Curria Walton menyatakan status

gizi yang buruk dapat menyebabkan tingkat imunitas individu menurun dan pada

akhirnya dapat meningkatkan kejadian penyakit dalam diri individu maupun

suatu komunitas.

7. Hubungan Kontrol Pembimbing dengan Kejadian Scabies

Hasil penelitian kontrol pembimbing menunjukkan responden dengan kontrol

pembimbing yang tinggi dan tidak menderita scabies sebanyak 42 responden,

responden yang dengan kontrol pembimbing yang rendah dan menderita scabies

sebanyak 34 responden. Dari hasil analisis melalui uji statistic chi square

diperoleh p-value = 0,592 (Ho diterima dan Ha ditolak), yang berarti tidak ada

hubungan bermakna antara kontrol pembimbing dengan kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2012) bahwa pada

umumnya karakteristik responden sebagian besar 13-15 tahun dan sebanyak

53,41% berjenis kelamin perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang

perilaku hidup bersih dan sehat dengan persentase 54,5% adalah sedang dan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

79

peran ustadz sebagai orang penting dengan persentase 83% adalah tinggi.

Sedangkan perilaku pencegahan penyakit scabies pada santri di Pondok

pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan persentase 47,7%

adalah sedang dalam hal membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat.

Pembimbing merupakan pengganti fungsi orang tua kepada anak dipanti asuhan

(Depsos RI, 2011). Pembimbing memberikan pelajaran dan bimbingan kepada

anak-anak dipanti sehingga pembimbing dijadikan tempat untuk bertanya tentang

segala sesuatu termasuk masalah kesehatan. Seperti halnya guru, pembimbing

dianggap sebagai orang penting karena mempunyai kelebihan dalam

membimbing anak-anak dipanti, perbuatannya diterima dan dipatuhi serta

ditakuti. Pembimbing juga memberikan pelajaran tentang perilaku hidup bersih

dan sehat serta mengajarkan disiplin kepada semua anak yang berada di

lingkungn panti asuhan. Pembimbing juga mengajarkan kepada anak-anak di

panti bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Dengan demikian

pembimbing diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku anak dipanti guna

mencegah terjadinya scabies dilingkungan panti tempat mereka tinggal

(Natalina,2009).

Akan tetapi jumlah pembimbing yang sedikit tidak seimbang dengan jumlah

anak panti, oleh sebab itu pembimbing tidak dapat mengontrol kebersihan anak

panti secara satu persatu. Maka didalam panti ini anak panti dituntut untuk lebih

mandiri terutama dengan anak panti yang berusia < 15 tahun.

Pemilihan ketua kamar dapat dilakukan untuk membantu pembimbing dalam

mengontrol kebersihan setiap akamar anak panti. Dengan begitu pembimbing


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

80

dapat mengontrol kebersihan kamar melalui ketua dari setiap kamar anak panti

seperti pengaturan jadwal piket harian.

B. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal instrument penelitian. Instrument

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, kelemahan dari metode ini,

yaitu dimana data atau informasi-informasi yang diperoleh sangat tergantung dari

kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan. Dari pertanyaan yang didalam

kuesioner terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dimengerti oleh beberapa

responden sehingga peneliti harus mengulangi dan menjelaskan kembali maksud

dari pertanyaan yang diajukan. Kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan

juga dapat menentukan data yang diperoleh. Penelitian ini juga memiliki

keterbatasan dalam waktu untuk mengumpulkan anak panti yang berbeda waktu

jam pulang sekolah antara Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah

Menengah Atas, dan Universitas kedalam musholla karena tidak adanya ruang aula

untuk mengumpul.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari uraian bab sebelumnya terhadap

hasil dan pembahasan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat disimpulkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies di Panti

Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur adalah sebagai berikut :

1. Gambaran karakteristik responden, variabel independen dan dependen.

a. Sebagian besar anak dipanti berusia 11-16 tahun yaitu sebanyak 49 anak

(64,5%) dari 76 anak

b. Sebagian besar anak dipanti memiliki pengetahuan kurang mengenai

scabies yaitu sebanyak 39 anak (51,3%) dari 76 anak

c. Sebagian besar anak dipanti memiliki sikap negatif yaitu sebanyak 48

anak (63,2%) dari 76 anak

d. Sebagian besar anak dipanti memiliki fasilitas kelengkapan pribadi kurang

mendukung yaitu sebanyak 53 anak (69,7%) dari 76 anak

e. Sebagian besar anak dipanti memiliki perilaku kurang yaitu sebanyak 56

anak (73,7%) dari 76 anak

81
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

82

f. Sebagian besar anak dipanti dengan status gizi kurang yaitu sebanyak 39

anak (51,3%) dari 76 anak

g. Sebagian besar anak dipanti mendapatkan kontrol pembimbing tinggi

yaitu sebanyak 42 anak (55,3%) dari 76 anak

h. Sebagian besar anak yang menderita scabies yaitu sebanyak 41 anak

(53,9%) dari 76 anak

2. Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian scabies (P value

0,015 ) anak yang berumur 11-16 tahun mempunyai peluang 3,7 kali lebih

sering terkena scabies dibanding anak yang berumur 17-20 tahun.

3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan anak di panti dengan

kejadian scabies (P value 0,003 ) anak yang memiliki pengetahuan kurang

mempunyai peluang 4,6 kali sering terkena scabies dibandingkan anak yang

memiliki pengetahuan baik.

4. Ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kejadian scabies (P value

0,002) anak yang memiliki sikap negatif mempunyai peluang 5,5 kali lebih

sering terkena scabies disbanding anak yang memiliki sikap positif.

5. Ada hubungan yang signifikan antara fasilitas kelengkapan pribadi dengan

kejadian scabies (P value 0.014) anak yang memilki fasilitas kelengkapan

pribadi kurang mendukung mempunyai peluang 4 kali lebih sering terkena

dibandingkan anak yang memiliki fasilitas kelengkapan pribadi sangat

mendukung.

6. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku kebersihan diri dengan kejadian

scabies (P value 0,000) anak yang memiliki perilaku kurang mempunyai


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

83

peluang 11,9 kali lebih sering terkena scabies dibandingkan anak yang

memiliki perilaku baik.

7. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian scabies (P

value 0,003) anak yang memiliki gizi kurang mempunyai peluang 4,6 kali lebih

sering terkena scabies dibandingkan anak yang memilki gizi baik.

8. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kontrol pembimbing dengan

kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan

permasalahan kesehatan kulit anak dimasyarakat yaitu :

1. Bagi Dinas Sosial

Diharapkan perlu diadakannya pembinaan yang lebih lagi terhadap setiap Panti

Anak khususnya Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung mengenai pentingnnya

kebersihan diri dan pola hidup bersih pada anak-anak dipanti, seperti

dilakukannya pengontrolan pada setiap anak terutama anak yg berumur 11-16

tahun yang lebih rentan atau sering menderita scabies.

2. Bagi Institusi

Perlu memasukan kedalam kurikulum pembelajaran mengenai penyakit kulit

scabies agar mendapatkan pembelajaran yang lebih spesifik.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

84

3. Bagi Panti Asuhan Anak Cipayung

Diharapkan dengan adanya penelitian ini kejadian scabies ini bisa lebih dicegah

lagi salah satunya dengan penyuluhan secara rutin dan memasang poster-poster

tentang penyakit scabies disetiap asrama agar anak panti mengerti tentang

scabies, diadakanya program seperti ketua kamar untuk pengontrolan kebersihan

kamar, penggunakan perlengkapan pribadi dan mengingatkan perilaku hidup

bersih setiap harinya.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan dengan adanya penelitan ini dapat memberikan masukan bagi profesi

keperawatan dalam mengembangkan ilmu keperawatan komunitas. Perawat

komunitas dapat melakukan tindakan prevensi dalam upaya untuk menekankan

faktor kajadian scabies yang berhubungan dengan umur, pengethuan , sikap,

perilaku, fasilitas kebersihan, status gizi dan kontrol pembimbing. Perawat

komunitas perlu memberikan pendidikan kesehatan berkaitan dengan pola hidup

bersih yang sehat dan bersih untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku,

fasilitas kelengkapan, status gizi dan kontrol pembimbing.


PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Azis dan Uliyah, Musrifatul.2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC
Almatsier, Sunita.2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta:
Arikunto, S.2005. Rineka Cipta. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineke Cipta
Azwar, S.2003. Sikap Manusia Terori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Badri.2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian scabies pada santri di Pondok
Pesantren Ar-Rhaudatul Hasanah Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Bhowmik, D., Chiranjib, Yadav J., Tripathi K.K & Kumat K.P.S. 2010. Herbal
Remedies of Azadirachta indica and its medicinal application. J. Chem. Pharm.
Res. 2(1): 62-72.
Binic, I., Jankovic, A., Jovanovic, D. & Ljubenovic, M. 2010 Crusted (Norwegian)
Skabies Following Systemic and Topical corticosteroid therapy. J Korean Med
Sci. 52: 188-191
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8. Jakarta : EGC
Cak Mioki.2007.Skabies: Kulit Gatal Bikin Sebal. Diakses 10 Januari 2014.
http://www.k-sate-edu/parasitology/625tutorials/Anthropods01.html
Carruthers, R (1978). Treatment of scabies and Pediculosis. Medical Proggress 5 (12) :
25-30
Departemen Kesehatan RI. 2004. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Depkes, RI.2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Depkes.
Dinas Sosial.2011. Buku Pedoman Pelayanan Kesejahteraan Anak melalui Panti Sosial
Asuhan Anak. Jakarta : Dinas Sosial.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2010. Data Penyakit Skabies LB 1. Jember: Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember.
Djuanda. A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima, Cetakan Kedua.
Jakarta : FKUI.
Handayani. 2007. Hubungan antara Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies
di Pondok Pesantren Nihayatul Amal Waled Kabupaten Cirebon. Diaskes: 10
Januari 2014. http://fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3264.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.


Iskandar. T. 2000. Masalah Skabies pada Hewan dan Manusia serta
Penanggulangannya. Wartazoa. Vol. 10, No. 1 th 2000
Kartika. H. 2008. Skabies. Diaskes 13 Januari 2014. htpp://henykartika.wordpers.
com/2008/02/24/scabies
Khartikeyan, K. 2005 Treatment of Skabies : newer perspectives. Postgrad. Med. J. 81:
7-11.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Medan
Aesculapius.
Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies
Anak UsiaPra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 5, No. 2, Februari
2007. Hal : 63-67.
Ma’rufi. I. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan terhadap Prevalensi
Penyakit Skabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1. Juli. Hal : 11-18.
Mubarak, Wahid Iqbal dkk. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi Dalam Praktik. Gersik: EGC.
Muzakir. 2007. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kejadian Penyakit Scabies
pada Pesantren di Kabipaten Aceh Besar. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies pada
Pesantren di Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Nasir, Abd. 2011.Buku Ajar Penelitian Kesehatan : Konsep Pembuatan Karya Tulis
Ilmiah dan Thesis Untuk Mahasiswa Kesehatan. Jakarta : Nuha Medika.
Natalina, H. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan
UKGS dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah
Dasar di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. Sumatra Utara : Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nur, M. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Skabies. Sulawesi
Selatan: Dinkes Sulawesi Selatan.
Pankaj, S., Lokeshwar, T., Mukesh, B. & Vishnu, B. 2011. Review of Neem
(Azadirachta indica): Thousand problems one solution. Int. Research J. Pharmacy.
2(12): 97-102.
Pindha, S. 2004. Akne Vulgaris dalam Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja
dan Permasalahnnya. Sagung Seto : Jakarta.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Rahim. A.2006.Faktor yang berhubungan dengan Terjadinya Penyakit Scabies pada


Anak ditempat Pengungsian Waipotih Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.
Universitas Airlangga Thesis: Surabaya.
Rohmawati, R.2010. Hubungan antara Faktor Pengetahuan dan Perilaku dengan
Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.
Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1.Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Soeharsono. 2002. Zoonosiz Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudirman. T. 2006. Scabies: Masalah Diagnosis dan Pengobatan. Majalah Kesehatan
Damianus. Vol. 5, No. 3. September 2006. Hal : 177-190.
Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian Cetakan ke 7. Bandung : CV Alfa Beta.
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wijayanti Yuni.2006.Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene Perorangan dengan
Penyakit Skabies di Desa Genting Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.
Skripsi: Semarang.
Trisnanta. A.2010.Perbedaan Angka Kejadian Skabies Berdasarkan Status Gizi pada
Santri Pondok Pesantren Al-Madinah Boyolali. Universitas Sebelas Maret;
Skripsi; Surakarta.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Calon Responden
Di Jakarta

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Jakarta (Sarjana Keperawatan)

Nama : Meilina Aprilia

NIM : 2012727054

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung Jakarta Timur.
Bersamaan dengan ini saya mohon kesediaan saudari untuk menandatangani lembar
persetujuan dan menjawab semua pertanyaan dalam lembar kuesioner sesuai dengan
petunjuk yang ada . Jawaban yang diberikan oleh responden akan saya jaga
kerahasiaannya. Adapun waktu yang diberikan untuk mengisi dan menjawab pernyataan
kira-kira sepuluh sampai lima belas menit.

Atas perhatian dan peran serta responden, saya ucapkan terima kasih

Jakarta, Januari 2014

Peneliti

Meilina Aprilia
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya telah diminta kesediaannya untuk berperan serta dalam penelitian yang berjudul
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak
Cipayung Jakarta Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian scabies di Panti Sosial Asuhan Anak Cipayung
Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan:
Nama : Meilina Aprilia

Alamat : Jl.Remaja II, RT 04/03 No.16, PasarRebo, Jakarta Timur

Pembimbing : Ns. Nurhayati, MKep,. Sp.Kom

Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi sangat kecil, apabila dalam kenyataan
menimbulkan respon emosi yang tidak nyaman peneliti akan menghentikan
pengumpulan data dan saya berhak menghentikan atau mengundurkan diri tanpa resiko
apapun. Saya mengerti bahwa catatan penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas
yang mencantumkan subjek penelitian hanya akan digunakan untuk keperluan
pengolahan data.

Demikian secara sukarela dan tanpa ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia
berpartisipasi aktif dalam penelitian ini.

Jakarta, Januari 2014

(Responden)
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES di
PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK CIPAYUNG–
JAKARTA TIMUR 2014

Kode Responden
Diisi oleh peneliti :

Tanggal :
Petunjuk Pengisian Kuesioner :
1. Isilah identitas anda terlebih dahulu dengan lengkap
2. Bacalah pertanyaan dengan teliti
3. Jawab pertanyaan dengan lengkap dan sebenar – benarnya sesuai dengan kondisi
anda dengan memberi tanda √ pada jawaban yang anda pilih
4. Apabila terdapat pertanyaan yang belum dimengerti, anda dapat menanyakannya
kepada peneliti
5. Setelah semua pertanyaan selesai diisi, periksa kembali jawabannya jangan
sampai ada yang terlewat
6. Segera kumpulkan kepeneliti bila kuesioner ini telah anda isi dengan lengkap

A. Identitas anak panti

1. Nama :
2. Umur : Tahun
3. Jenis kelamin :
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

B. Pengetahuan anak terhadap penyakit Scabies


No. Pertanyaan BENAR SALAH
1. Scabies/kudis adalah penyakit yang dapat menular
2. Scabies hanya menyerang usia lanjut (> 46 tahun).
3. Penyebab penyakit Scabies adalah infeksi
4. Penyakit scabies dapat menular dengan kontak
langsung kulit penderita
5. Penyakit scabies dapat tertular melalui udara
6. Saling bertukar pakaian dengan penderita dapat
tertular penyakit scabies
7. Semua usia dapat terkena penyakit scabies
8. Jerawat termasuk dalam penyakit scabies
9. Sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku dan
depan pergelangan adalah tempat yang sering
timbul scabies
10. Mandi minimal 2 kali sehari dapat menghindari
penyakit scabies

C. Sikap
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : TidakSetuju
No Pertanyaan SS S KS TS
1. Kasur dan bantal perlu dijemur tiap minggu

2. Penyakit scabies harus diwaspadai walaupun tidak


membawa kematian
3. Penderita scabies perlu dilakukan karantina

4. Tidak saling menukarkan pakaian, handuk dan


tempat tidur
5. Penderita scabies perlu dijauhi

6. Kebersihan diri sangat perlu dijaga agar terbebeas


dari penyakit scabies
7. Menjaga jarak dengan penderita scabies sangat
perlu dilakukan
8. Penyakit scabies dapat dicegah dengan menjaga
kebersihan diri
9. Bila ditemukan kasus scabies, tidak perlu segera
mungkin dilakukan pengobatan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

10. Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi untuk


terhindar dari penyakit scabies

D. Fasilitas kelengkapan peralatan pribadi


Pertanyaan YA TIDAK
1. Panti menyediakan sprei lebih dari 1 pada setiap
anak
2. Panti menyediakan handuk lebih dari 1 pada setiap
anak
3. Panti menyediakan sabun mandi pada setiap anak
4. Panti menyediakan alat ibadah lebih dari 1 pada
setiap anak
5. Panti menyediakan selimut lebih dari 1 pada setiap
anak

E. PerilakuKebersihan diri
Keterangan :
SS : Sering Sekali
S : Sering
KK : Kadang-kadang
TP : Tidak Pernah
No. Pertanyaan TP KK S SS
1. Saya meminjam handuk teman
2. Saya meminjam perlengkapan ibadah teman
3. Saya meminjam pakaian teman
4. Saya mencuci kaki jika setelah keluar asrama
5. Saya menggunakan sandal saat keluar asrama
6. Saya memotong kuku seminggu sekali
7. Saya tidak meminjam pakaian dengan teman
8. Saya mandi sehari minimal 2 kali
9. Saya mencuci handuk seminggu 2 kali
10. Saya mencuci pakaian seminggu 1 kali
11. Saya mencuci perlengkapan ibadah seminggu 2
kali
12. Saya menjemur kasur dan bantal sebulan 1 kali
13. Saya mencuci sprei seminggu 2 kali
14. Saya mencuci sarung bantal seminggu 2 kali
15. Saya mengganti pakaian sehari 2 kali
16. Saya mencuci muka sehari lebih dari 2 kali

F. Status Gizi
Berat badan :…………Kg
Tinggi badan :…………Cm
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

G. Kontrol pembimbing
Keterangan :
SS : Sering Sekali
S : Sering
KK : Kadang-kadang
TP : Tidak Pernah
No. Pertanyaan TP KK S SS
1. Pembimbing mengontrol kamar setiap hari
2. Pembimbing mengontrol cuci baju setiap hari
3. Pembimbing mengotrol menjemur pakaian
ditemapat yang terkena matahari setiap hari
4. Pembimbing mengotrol penggantian pakaian
setiap hari
5. Pembimbing mengontrol penggantian sprei 1
minggu 1x
6. Pembimbing mengontrol penggunaan sabun
mandi setiap hari
7. Pembimbing mengontrol penggunaan handuk
setiap hari
8. Pembimbing mengontrol penggunaan
perlemgkapan ibadah setiap hari
9. Pembimbing mengontrol mencuci handuk 1
minggu 1x
10. Pembimbing mengontrol mencuci makan
sebelum makan ke setiap anak

H. Tanda dan Gejala Scabies


No Kriteria Observasi YA TIDAK
1. Adanya rasa gatal pada malam hari
2. Adanya kemerahan pada kulit
3. Adanya iritasi pada kulit
4. Kulit terlihat pucat dan kering
5. Adanya bercak putih pada kulit

Anda mungkin juga menyukai