Anda di halaman 1dari 168

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA


PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III
Dr. REKSODIWIRYO PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

NIA ANGRAINI PUTRI


143110258

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017

Poltekkes Kemenkes
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA


PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III
Dr. REKSODIWIRYO PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan

NIA ANGRAINI PUTRI


143110258

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017

Poltekkes Kemenkes
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang dengan Nama-Nya bumi

dihamparkan yang dengan Namanya langit ditinggikan. Segala puji bagi Allah

SWT Sang Maha Cahaya Penguak Hidayah yang semua jiwa digenggam-Nya.

kasih sayang-Mu yang mulia, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi Pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.

Reksodiwiryo Padang”.

Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti mendapatkan banyak

bantuan dan masukan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak H.Sunardi,SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI Padang.

2. Ibu Hj. Murniati Muchtar,SKM.,M.Biomed, selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang.

3. Ibu Ns. Idrawati Bahar,S.Kep,M.Kep selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.

4. Ibu Ns. Yessi Fadriyanti,S.Kep,M.Kep selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Ibu Herwati,SKM,M.Biomed selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Poltekkes Kemenkes
6. Seluruh Staf Dosen Jurusan Keperawatan yang telah membantu dalam proses

penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

7. Kepada “Mama dan Papa” tersayang yang telah memberikan dorongan,

semangat, do’a restu dan kasih sayang. Tiada kata yang dapat Ananda

utarakan selain do’a semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan

karunia-Nya kepada kita semua.

8. Teman-temanku yang senasip dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik

Kemenkes RI Padang Program Studi D-III Keperawatan Tahun 2014. Terima

kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu peneliti mengharapkan

saran dan masukannya untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhirnya kepada-Nya jualah kita berserah diri. Semoga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya profesi keperawatan.

Padang, Juni 2017

Peneliti

Poltekkes Kemenkes
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
LEMBARAN PENGESAHAN……………………………………………… ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iii
LEMBARAN ORINSINALITAS…………………………………………… v
LEMBARAN PERSETUJUAN……………………………………………… vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………................ 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Kebutuhan Dasar
1. Pengertian konsep dasar manusia………………………………. 9
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia..... 9
B. Konsep dasar gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK
1. Pengertian oksigenasi…………………………………………… 10
2. Proses oksigenasi………………………………………………… 11
3. Terapi oksigenasi………………………………………………… 13
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan…………. 16
5. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi……………………………… 19
6. Penatalaksanaan oksigenasi pada pasien PPOK
a. Pengertian PPOK……………………………………………. 21
b. Etiologi PPOK………………………………………………. 22
c. Manifestasi klinis PPOK……………………………………. 23
d. Patofisiologis PPOK………………………………………… 24
e. Klasifikasi PPOK……………………………………………. 25
f. Komplikasi PPOK…………………………………………… 25
C. Konsep asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada
pasien PPOK
1. Pengkajian……………………………………………………….. 28
2. Diagnosa Keperawatan…………………………………………... 32
3. Intervensi Keperawatan…………………………………………. 34

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain penelitian…………………………………………………….. 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….. 40
C. Populasi dan Sampel………………………………………………… 40

Poltekkes Kemenkes
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data…………………………….. 41
E. Cara Pengumpulan Data…………………………………………….. 43
F. Jenis-jenis Data……………………………………………………… 44
G. Cara Pemilihan Responden………………………………………….. 44
H. Rencana Analisa……………………………………………………... 44

BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN


A. DESKRIPSI KASUS
1. Hasil Pengkajian………………………………………………… 46
2. Rumusan Masalah Keperawatan………………………………... 50
3. Rencana 52
4. Keperawatan……………………………………………
Implementasi Keperawatan……………………………………... 54
5. Evaluasi 56
B. PEMBAHASAN
Keperawatan……………………………………………
KASUS
1. Pengkajian………………………………………………………. 58
.
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………….. 63
3. Rencana 65
Keperawatan……………………………………………
4. Implementasi 67
Keperawatan………………………………………
5. Evaluasi 68
Keperawatan……………………………………………
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………….. 71
B. Saran…………………………………………………………………. 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Gangguan Pemenuhan Oksigenasi pada PPOK ………. 27

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC ............................... 34

Tabel 4.1 Pengkajian Deskripsi Kasus .......................................................... 50

Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 53

Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 55

Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan............................................................ 57

Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................... 59

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 : Informed Consent
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 : Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 5 : Ganchart
Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 1
Lampiran 7 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 2
Lampiran 8 : Asuhan Keperawatan Pasien PPOK

Poltekkes Kemenkes
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,
keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta
kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap
ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan
aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

Kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan


oksigen. Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigenasi diperlukan
untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh
dari atmosfer melalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh
(Syaifuddin,2009)

Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan


oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter dan
Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan
untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigenasi

Poltekkes Kemenkes
diperoleh dari atmosfer melalui proses pernafasan. Pada atmosfer, gas
selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO), nitrogen (N), dan
unsure-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terganggu apibala adanya masalah


pada saluran pernafasan yaitu penyakit PPOK (penyakit paru obstruksi
kronis) adalah PPOK derajat berat menggunakan terapi oksigen di rumah
pada waktu aktivitas atau terus-menerus selama 15 jam terutama pada
waktu tidur (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2011).

Data prevalensi PPOK yang terkait dengan usia dan merokok bervariasi
pada setiap negara di seluruh dunia. Berdasarkan pada kriteria yang
ditetapkan oleh British Thoracic Society (BTS) prevalensi PPOK sebesar
7,6%, sedangkan menurut Europe Respiratory Society (ERS) dan Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) prevalensinya
berkisar antara 14% sampai 14,1%. Menurut WHO 2015, PPOK yang saat
ini merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia dan diperkirakan
akan menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020 (Murray, 2010).

World Health Organization (WHO) tahun 2015 memperkirakan, 65 juta


orang di dunia menderita PPOK. Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) menuliskan bahwa prevalensi PPOK berdasarkan
meta-analisis yang dilakukan di 28 negara mendapatkan bukti bahwa
prevalensi PPOK cukup tinggi pada perokok dan mantan perokok (3-11%)
daripada mereka yang bukan perokok. Prevalensi juga meningkat pada
usia diatas 40 tahun daripada mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. (GOLD,
2013). Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan
peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola dari
penyakit infeksi ke penyakit degeneratif serta meningkatnya kebiasaan
merokok dan polusi udara (Santoso, 2010). Prevalensi terjadinya kematian

Poltekkes Kemenkes
akibat rokok pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) pada tahun 2010
sebanyak 80-90 %. (Kasanah, 2011).

Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi, berdasarkan Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencakup informasi prevalensi
asma dan PPOK, di Indonesia tahun 2013 masing-masing 4,5 persen, 3,7
persen. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),
diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DIY (6,9%), dan Sulawesi Selatan
(6,7%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur
(10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi
Selatan masing-masing 6,7 persen. Provinsi Sumatera Barat berada pada
urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia dengan
prevalensi PPOK di Sumatera Barat adalah (3,0%).

Angka kesakitan penderita PPOK berdasarkan hasil survey penyakit tidak


menular oleh direktorat jenderal PPM & PL tahun 2004 menunjukkan
PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI,
2011). Berdasarkan jumlah kunjungan pasien dengan PPOK di RSUP DR.
M.Djamil Padang memiliki jumlah penderita PPOK cukup banyak, jumlah
kunjungan pasien PPOK rawat jalan di Poliklinik Paru non infeksi RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada bulan Juli hingga November 2015 sebanyak
226 dari 943 kunjungan (Astika, 2016).

Dampak yang terjadi dengan kekurangan oksigenasi pada pasien PPOK


menurut penelitian Kusyati 2006 mengalami batuk-batuk, sesak nafas akan
mengganggu proses oksigenasi secara kronis dan menahun diakibatkan
oleh tumpukan mucus yang kental dan mengendap menyebabkan obstruksi
jalan nafas, sehingga asupan oksigen yang tidak adekuat. Menurut
penelitian Agustina (2009) keluhan yang paling banyak yang dirasakan
pasien PPOK adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

Poltekkes Kemenkes
Pengkajian pada pasien dengan masalah PPOK ditemukan tanda dan gejala
yang timbul diantaranya dispnea, batuk kronik, meningkatnya produksi
sputum (GOLD, 2015). Pada asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa
PPOK akan muncul salah satu masalah yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas yang berhubungan dengan : Lingkungan; perokok, perokok
pasif, terpajan asap, Obstruksi jalan napas; eksudat dalam alveoli, mucus
belebihan, sekresi yang tertahan, spasme jalan napas, fisiologis; asma,
infeksi, jalan napas alergik (NANDA, 2015).

Intervensi keperawatan yang dilaksanakan pada pasien penyakit paru


obstruksi kronis untuk meningkatkan dan mempertahankan oksigenasi
tercakup dalam domain keperawatan, yaitu pemberian dan pemantauan
intervensi serta program yang terapeutik. Hal ini meliputi tindakan
keperawatan mandiri, seperti perilaku peningkatan kesehatan dan upaya
pencegahan, pengaturan posisi fowler atau semifowler, teknik batuk
efektif, dan intervensi tidak mandiri, seperti pengisapan lendir (suction),
fisioterapi dada, hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen (Potter dan Perry,
2006).

Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar


pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen
dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam
proses respirasi. Perawat harus memahami indikasi pemberian oksigen,
metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya pemberian oksigen
(Harahap, 2005). Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat
selama terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat
harus terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen
oksigen harus diberikan, tujuannya adalah untuk menghindari hiperoksia
atau hipoksia, dan fluktuasi (Solberg, 2010).

Terapi oksigen diberikan pada pasien dengan masalah PPOK dengan


indikasi terjadi perubahan frekuensi atau pola nafas, perubahan atau

Poltekkes Kemenkes
gangguan pertukaran gas, menurunnya kerja nafas. (Tarwoto dan
Wartonah, 2015). Terapi oksigen pada pasien dengan masalah PPOK
dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat. Pada
PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang
disebabkan pertambahan aktivitas, pada PPOK derajat berat yaitu terapi
oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam
terutama pada waktu tidur, dosis oksigen yang diberikan pada pasien
PPOK tidak lebih dari 2 liter (Hudoyo, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina, Dewi, dan


Dini dalam Jurnal Ilmiah Keperawatan (2009), tentang tingkat kepatuhan
perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP
oksigenasi di ruang rawat inap RSUD Dr. Ramelan Surabaya. Hasil
penelitiannya mengungkapkan bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam
pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP oksigenasi sebagian
besar tidak mematuhi protap sesuai SOP oksigenasi, dari 35 responden
(100%) didapatkan semua responden dinyatakan tidak patuh dalam
pemberian oksigen melalui nasal kanul. (Agustina Dewi dan Dini dalam
jurnal ilmiah keperawatan, 2009).

Berdasarkan hasil survey awal di ruang inap paru RSUP Dr.M.Djamil


Padang yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2017 terdapat enam orang
pasien PPOK dari sepuluh orang pasien dengan diagnosa medis PPOK,
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak ditemukan perawat memberikan
terapi oksigen sesuai dengan protapnya, misalnya dalam pemberian
oksigen melalui nasal kanul tidak sesuai konsentrasi aliran yang
ditentukan yaitu 1-6 liter/menit. Dalam memberikan terapi oksigen kepada
pasien perawat tidak menilai terlebih dahulu tingkat sesak yang dialami
pasien dan indikasinya. Setelah memberikan terapi oksigen, perawat tidak
melakukan evaluasi terhadap tingkat sesak napas pasien setelah diberikan
terapi oksigen. Dapat dilihat disini, bahwa peran perawat sebagai pemberi

Poltekkes Kemenkes
asuhan keperawatan dalam pemenuhan oksigenasi belum sepenuhnya
diterapkan.

Berdasarkan uraian diatas, semakin meningkatnya angka kesakitan dan


kematian pada penderita PPOK, dan perlunya pengobatan serta pentingnya
perawatan pemantauan terapi oksigen yang optimal, maka peneliti
melakukan studi kasus mengenai “Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan PPOK (Penyakit
Paru Obstruktif Kronis) di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan

Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan Penyakit Paru

Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo

Padang Tahun 2017”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi


pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pemenuhan


kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di

Poltekkes Kemenkes
Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2017.
c. Mampu mendeskripsikanrencanaan keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Aplikatif

a. Bagi Lahan/ Rumah Sakit

Laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pikiran bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan

terhadap “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi

pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.

Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

b. Bagi Peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk

menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan

keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan

PPOK serta dalam menulis karya tulis ilmiah.

Poltekkes Kemenkes
2. Pengembangan Keilmuan

a. Bagi Institusi

Data dan hasil yang diperoleh dari laporan karya tulis ilmiah ini

dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran di

jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan

asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien

PPOK.

c. Bagi Penelitian

Selanjutnya Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini dapat

memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah

pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.

Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Asuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien PPOK


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
a. Konsep Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan


oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki
lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan,
nutrisi, keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan
tidur, serta kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan
terhadap ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan
dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).

Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam


pemenuhan oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan
metabolism sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai
organ atau sel (Potter dan Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan
gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh
karena oksigen diperlukan untuk proses metabolism tubuh secara
terus-menerus. Oksigenasi diperoleh dari atmosfer melalui proses
pernafasan. Pada atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon
dioksida (CO), nitrogen (N), dan unsure-unsur lain seperti argon dan
helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

b. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia


Menurut Alimul Hidayat 2009 kebutuhan dasar manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor berikut:

Poltekkes Kemenkes
1) Penyakit : adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan
perubahan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis,
karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2) Hubungan keluarga : hubungan keluarga yang dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup tidak ada rasa curiga dan lai-lain.
3) Konsep diri : konsep diri manusia memiliki peran dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan
makna dan keutuhan (Wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang
sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang
merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah
mengenali kebutuhan dan mengembangan cara hidup yang sehat,
sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4) Tahap perkembangan : sejalan dengan meningkatkan usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan psikologis,
social, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh
juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

2. Konsep Oksigenasi

a. Pengertian Oksigenasi

Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup


sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses
metabolisme tubuh secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari
atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas selain oksigen juga
terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain seperti argon
dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh


adekuatnya system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system
hematologi. System pernafasan atau respirasi berperan dalam

Poltekkes Kemenkes
menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolism sel-
sel tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam
proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi
yaitu sel darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di
dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang


digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul,
2009). Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu,
sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap
kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan
oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen
berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak
secara permanen (Kozier dan Erb dalam Asmadi 2008).

b. Proses Oksigenasi

Menurut Alimul Hidayat 2009 mengatakan proses pemenuhan


kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi gas, dan transportasi gas.
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah,
demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara
semakin tinggi.

Poltekkes Kemenkes
b) Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi
dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan
dapat terjadi).
d) Refleks batuk dan muntah
e) Adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau penangkal
benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat
virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience
dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk
mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan
alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps
serta gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas,
sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik namun
recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara
maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medula oblongata dan pons,
dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2
dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan
bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2) Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler alveoli. Proses pertukaran ini

Poltekkes Kemenkes
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru,
tebal membran respirasi/ permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstitial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan
konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke
dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis masuk dalam
darah secara difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi
ke dalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan menembus dan
saling mengikat hemoglobin).

3) Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan
CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3
yang berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (cardiac
output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan
sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta
eritrosit dan kadar Hb. (Alimul Hidayat, 2009).

c. Terapi Oksigenasi

Terapi oksigen pertama kali dipakai dalam bidang kedokteran pada


tahun 1800 oleh Thomas Beddoes, kemudian dikembangkan oleh
Alvan Barach pada tahun 1920 untuk pasien dengan hipoksemia dan
penyakit paru obstrukif kronik. Terapi oksigen adalah pemberian
oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO2 > 21%. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah
asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja

Poltekkes Kemenkes
napas dan kerja otot jantung, serta memperthankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Pemberian oksigen atau terapi


oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini :
1) Sistem aliran rendah
Pemberian oksigen dengan mengggunakan system ini ditujukan
pada pasien yang membuthkan oksigen tetapi masih mampu
bernapas normal. Contih pemberian oksigen dengan aliran rendah
adalah sebagai berikut :
a) Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 24-44%.
(1) Keuntungan : toleransi klien baik, pemasangannya mudah,
klien bebas untuk makan dan minum, harga lebih murah
(Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : mudah lepas, tidak dapat memberikan
konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernapas dari mulut, mengiritasi
selaput lender, nyeri sinus (Asmadi, 2008).
b) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau
selang-seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-
60%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh lebih
tinggi dari nasal kanula, system humidifikasi dapat
ditingkatkan (Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : umumnya tidak nyaman bagi klien, membuat
rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi, aktivitas
makan dan bicara terganggu, dapat menyebabkan mual dan
muntah sehingga dapat menyebabkan aspirasi, jika aliran
rendah dapat menyebabkan penumoukan karbondioksida
(Asmadi, 2008).

Poltekkes Kemenkes
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini
memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat
inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen
masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang
masuk dalam lubang ekpirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-
12 liter/menit, dengan konsentrasi 60- 80%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup
muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender
(Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, menyebabkan
penumpukan oksigen jika aliran lebih rendah (Asmadi,
2008).
d) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkup ini
mempunyai 2 katup; 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya
mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran
10-12 liter/menit, konsentrasi oksigen 80-100%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh hampir
100% karena adanya katup satu arah antara kantong dan
sungkup sehingga kantong mengandung konsentrasi
oksigen yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara
ekspirasi, dan tidak mengeringkan selaput lender (Asmadi,
2008).
(2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, berisiko untuk
terjadinya keracunan oksigen, serta tidak nyaman bagi klien
(Asmadi, 2008).
2) Sistem Aliran Tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih


stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat
menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.

Poltekkes Kemenkes
Contoh dari system aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau
sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2-15
liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah
oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang
memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya: warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%,
merah 40%, dan hijau 60%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).

d. Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang


mempengaruhi fungsi pernafasan misalnya yang berkaitan dengan
kemampuan ekspansi paru dan diafragma, kemampuan transportasi
atau perfusi. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan
pergerakan diafragma lebih baik dari pada posisi datar atau
tengkurap sehingga pernafasan lebih mudah. Ibu hamil atau tumor
abdomen dan makan sampai kenyang akan menekan diafragma ke
atas sehingga pernafasan lebih cepat.
2. Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung
dari tempat atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang
tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar
oksigen menjadi kurang, maka tubuh akan berkompentensasi
dengan meningkatkan jumlah pernafasan. Lingkungan yang panas
juga akan meningkatkan pengeluaran oksigen.
3. Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan
bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar
oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat
merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.

Poltekkes Kemenkes
4. Zat allergen
Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan,
seperti makanan, zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian
merangsang membrane mukosa saluran pernafasan sehingga
mengakibatkan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah,
seperti pada pasien asma.
5. Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan
seperti emfisema, bronchitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.
Penggunaan alcohol dan obat-obatan mempengaruhi susunan saraf
pusat yang akan mendepresi pernafasan sehingga menyebabkan
frekwensi pernafasan menurun.
6. Nutrisi
Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan
untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Protein berperan dalam
pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk
disebarkan ke seluruh tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau
anemia, maka pernafasan akan lebih cepat sebagai kompensasi
untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
7. Peningkatan aktivitas tubuh
Aktivitas tubuh membutuhkan metabolism untuk menghasilkan
energy. Metabolism membutuhkan oksigen sehingga peningkatan
metabolism akan meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.
8. Gangguan pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap
kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang
mengakibatkan gangguan pengembangan paru di antaranya adalah
pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.
9. Obstruksi saluran pernafasan
Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat
menghambat aliran udara masuk ke paru-paru

Poltekkes Kemenkes
Menurut Alimul Hidayat (2009) mengatakan faktor – faktor yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi sebagai berikut:
1. Saraf otonomik
Rangsangan meningeal dan parasimpatik dari saraf otonomis dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstruksi. Hal ini
dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi
rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter
(untuk simpais dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh
pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan
asetikolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi). Karena pada
saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor
koligenik.
2. Hormone dan obat
Semua hormone termasuk derivate catecholamise dapat
melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
seperti sulfas atropine dan ekstrak belladonna, dapat melebarkan
saluran pernafasan. Sedangkan obat yang menghambat adregenik
tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat
beta nonselektif, dapat memepersempit saluran pernafasan
(Bronkhokontriksi).
3. Alergi pada saluran pernafasan
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernafasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor – faktor
ini menyebabkan bensin bila terdapat rangsangan di daerah nasal:
batuk bila di saluran pernafasan bagian atas, bronkhokotriksi pada
asma bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran pernafasan
bagian bawah.
4. Perkembanga
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature,

Poltekkes Kemenkes
yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan.
Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga
berkembang seiring bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku
e. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien PPOK

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan

secara rawat jalan atau rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU

(PDPI, 2009).

1) Bronkodilator : Albuaterol (proventil, ventolin), isoetarin

(bronkosol, bronkometer)

2) Terapi Oksigen : Sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.

Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.

a) Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul

sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.

b) Pada PPOK derajat berat yaitu terapi oksigen di rumah pada waktu

aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur,

dosis oksigen yang diberikan tidak lebih dari 2 liter/menit.

3) Ventilasi Mekanik

4) Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)

Menurut Alimul Aziz (2009) Fisioterapi dada merupakan tindakan

keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping,

dan vibrating pada pasien dengan gangguan system pernapasan.

Poltekkes Kemenkes
Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pola pernapasan

dan membersihkan jalan napas.

a) Postural drainase : tindakan memiringkan tubuh pasien ke arah kiri

dan ke arah kanan untuk membersihkan paru bagian kiri dan kanan.

Memiringkan tubuh pasien ke kiri dan tubuh bagian belakang

kanan disokong dengan satu bantal untuk membersihkan bagian

lobus tengah. Tindakan postural drainase dilakukan kurang lebih

10-15 menit dan observasi tanda vital selama prosedur.

b) Clapping : clapping dilakukan dengan cara kedua tangan menepuk

punggung pasien secara bergantian untuk merangsang terjadinya

batuk. Apabila pasien batuk, anjurkan untuk menampung lender

pada pot sputum, clapping dilakukan dengan hingga lendir bersih.

c) Vibrating : vibrating dilakukan dengan cara anjurkan pasien untuk

menarik napas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

Kedua tangan perawat diletakkan dibagian atas samping depan

cekungan iga, kemudian digetarkan secara perlahan, dan lakukan

berkali-kali hingga pasien terbatuk. Bila pasien terbatuk hentikan

sebentar dan anjurkan pasien mengeluarkan lendir dan

manmpungnya di pot sputum, vibrating dilakukan sampai lendir

bersih.

3. Konsep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)


a. Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK (Penyakit Paru

Poltekkes Kemenkes
Obstruksi Kronik) terdiri dari Bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya (PDPI 2011)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah


merumuskan definisi dari PPOK yaitu penyakit yang dapat diobati dan
dicegah, ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi jalan nafas
dan paru-paru akibat partikel berbahaya atau gas (GOLD, 2015).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)adalah penyakit yang ditandai


dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang tidak
sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya (KEMENKES RI No. 1022/menkes/sk/xi/2008
tentang pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi kronis, 2008).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronis saluran


pernafasan yang ditandai dengan hambatan aliran udara khusunya
ekspirasi dan bersifat progresif lambat. Semakin lambat (semakin lama
dan semakin memburuk). Disebabkan oleh pejanan resiko seperti merokok
dan polusi usdara di dalam maupun di luar ruangan.

Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK merupakan suatu istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2009).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok


penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten
dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis
(Murwani, 2011).

Poltekkes Kemenkes
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah jumlah gangguan yang

mempengaruhi pergerakan udara dan keluar paru. Gangguan yang penting

adalah bronchitis obstruktif, efisema dan asma bronchial (Arif Muttaqin,

2008).

b. Etiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Menurut GOLD (2014), Faktor resiko penyakit paru obstruktif kronis


sebagai berikut :
a. Pajanan dari Partikel
1) Merokok : merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%
kasus) di Negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif
juga menyumbang symptom saluran napas dan PPOK dengan
peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan
gas-gas berbahaya.
2) Polusi; Indoor, polutan indoor yang penting anatara lain SO2 NO2
dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan,
zat-zat organic yang menguap dari cat, karpet, bahan percetakan
dan alergi dari gas dan hewan peliharaan.
3) Polusi; Outdoor, peningkatan kendaraan sepeda motor di jalan raya
meneyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat memicu
terjadinya PPOK b. Genetik Defisiensi Alpha 1-antitrypsin, factor
resiko dari genetic memberikan konstribusi 1-3% pada pasien
PPOK. c. Riwayat infeksi saluran pernapasan berulang

c. Manifestasi Klinis PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Menurut GOLD (2015), mengatakan manifestasi klinis penyakit paru


obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Dyspnea

Poltekkes Kemenkes
Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan
dan kecemasan terkait dengan penyakit klien PPOK yang khas
menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa peningkatan usaha
bernapas, berat, kelaparan udara, atau terengah-engah.
b. Batuk
Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai
konsekuensi dari merokok atau paparan lingkungan. Awalnya, batuk
mungkin intermiten, tetapi kemudian hadir setiap hari, sering
sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat menjadi produktif.
c. Produksi Sputum
Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah
serangan batuk. Produksi reguler dari sputum selama 3 bulan atau
lebih dalam 2 tahun berturut-turut. Produksi sputum seringkali sulit
untuk mengevaluasi karena pasien mungkin menelan dahak daripada
meludahkan. Kehadiran sputum purulen mencerminkan peningkatan
mediator inflamasi, dan perkembangannya dapat mengidentifikasi
timbulnya eksaserbasi bakteri.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang mungkin
berbeda antara hari, dan selama satu hari. Mengi terdengar mungkin
timbul pada tingkat laring dan tidak perlu disertai kelainan auskultasi.
Atau, inspirasi luas atau mengi ekspirasi dapat hadir dengan
mendengarkan dada. Dada sesak sering mengikuti tenaga, berotot
dalam karakter, dan mungkin timbul dari kontraksi isometrik otot
interkostal. Tidak adanya mengi atau sesak dada tidak mengecualikan
diagnosis PPOK, juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan
diagnosis asma.
e. Fitur tambahan di Penyakit berat
Kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah
umum pada pasien dengan PPOK berat dan sangat berat.

Poltekkes Kemenkes
d. Patofisiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam


bergantung pada penyakit. Penyakit bronchitis kronis dan bronkhiolitis,
terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga
menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang
disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma jalan
napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke
dalam paru.

Penyakit paru obstruktif kronis dianggap sebagai penyakit yang


berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok,
polusi udara dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan
padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya
penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun.
Penyakit paru obstruktif kronis juga ditemukan terjadi pada individu yang
tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran
jaringan paru oleh enzim tertentu.

Penyakit paru obstruktif kronis merupakan kelainan dengan kemajuan


lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menujukkan
awitan (onset) gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. Penyakit
paru obstruktif kronis dapat dapat memperburuk perubahan fisiologi yang
berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas
misalnya pada bronchitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas)
paru misalnya pada emfisema. Oleh karena itu terdapat perubahan
tambahan dalam rasio ventilasi perfusi pada klien lansia dengan penyakit
paru obstruktif kronis (Arif Muttaqin, 2008).
e. Klasifikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


(GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut.

Poltekkes Kemenkes
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri :
Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1. Spirometri
: FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4, Eksaserbasi lebih
sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

f. Komplikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Menurut Irman (2009), komplikasi yang ditimbulkan pada klien dengan


penyakit paru obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Hipoksemia
Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul
sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda
yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan
takipnea.

Poltekkes Kemenkes
c. Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa.
Terbatasanya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
e. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespon terhadap terapi yang diberikan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan


Oksigenasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Alimul Hidayat (2009) dan Arif Muttaqin (2008) pengkajian


keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah
sebagai berikut:
a. Riwayat Pengkajian
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen pada
pasien PPOK meliputi:
1) Ada tidaknya riwayat merokok dan riwayat batok kronis.
Bertempat tinggal atau bekerja diarea dengan polusi udara berat.
2) Adanya riwayat atau factor pencetus eksaserbasi yang meliputi
allergen, stress emosional, peningkatan aktifitas fisik yang
berlebihan, serta infeksi saluran pernafasan.
3) Pada pengkajian ditemukan pasien anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi.

Poltekkes Kemenkes
4) Pada tahap pengkajian lanjut ditemukan pasien sesak nafas,
didapatkan kadar oksigen rendah (hipoksemia) dan karbon
dioksida yang tinggi (hiperkapnea). Pasien rentan terhadap reaksi
inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi. Setelah infeksi
terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi.
b. Pola Batuk dan Produksi Spontan
Pengkajian pada pola batuk dilakukan dengan cara menilai batuk
termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing.
Pengkajian juga dilakukan klien mengalami sakit pada tenggorokan
saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana klien sedang makan,
merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan,
tempat tinggal klien (berdebu, penuh asap, dan adanya kecendrungan
mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. pengkajian sputum dilakukan
dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh klien.
c. Pengkajian fisik

Menurut Arif Muttaqin (2009) mengatakan sebagai berikut :


1) Inspeksi
Menetukan tipe jalan nafas, seperti menilai nafas spontan melalui
hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan, bengkak
atau obstruksi mekanik.
a. Menentukan tipe jalan napas, seperti menilai napas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan
status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret,
perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
b. Penghitungan frekuensi pernapasan; frekuensi pernapasan
dalam waktu satu menit. Pada pasien PPOK terlihat adanya
usaha dan peningkatan frekuensi pernapasan.
c. Pemeriksaan sifat pernapasan. Pasien PPOK terlihat
penggunaan otot bantu napas (sternokleidomastoid).

Poltekkes Kemenkes
d. Pengkajian irama pernapasan. Pada pasien PPOK terlihat
bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan,
dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
e. Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pasien
PPOK ditemukan adanya dispnea terjadi saat beraktivitas
bahkan pada saat aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Palpasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri
tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat,
metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan
pada dada. Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding thoraks
pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Palpasi pada pasien
dengan PPOK yaitu ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
3) Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara
perkusi paru. Terdapat beberapa suara perkusi sebagai berikut:
a) Sonor, bunyinya seperti kata “dug-dug”.
b) Redup, dianggap sebagai suara tidak normal
c) Pekak, adalah suara yang terdengar seperti memperkusi paha,
terdapat pada rongga pleura yang berisi nanah, tumor pada
permukaan paru.
d) Hipersonor, bunyi perkusi apabila udara relative lebih padat,
ditemukan pada emfisema dan pneumonotoraks.
e) Timpani, bunyinya seperti ucapan “dang-dang”. Suara ini
menunjukkan bahwa di bawah tempat yang diperkusi terdapat
penimbunan udara, seperti pada pneumonotoraks.
Perkusi pada pasien PPOK didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma mendatar atau menurun.

Poltekkes Kemenkes
4) Auskultasi
Pengkajian ini untuk menilai adanya suara napas, di antaranya
adalah suara napas dasar dan suara napas tambahan.
1) Suara napas dasar
Merupakan suara napas pada orang dengan paru yang sehat,
seperti :
a) Vesikuler, adalah ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih
tinggi nadanya. Suara vesikuler dapat didengar pada
sebagian paru.
b) Bronkhial, suara yang didengar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara
inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak pause yang jelas.
Suara bronchial terdengar di daerah trakea dekat bronkus,
dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah
paru.
c) Bronkovaskular, suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronchial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga
hampir menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar
pada manubrium sterni. Pada keadaan tidak normal juga
terdengar pada daerah lain dari paru.
2) Suara napas tambahan
Merupakan suara yang terdengar pada dinding thoraks berasal
dari kelainan
dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara
tambahan seperti :
a) Ronkhi, yaitu suara yang terjadi dalam bronchi karena
penyempitan lumen bronkus.
b) Mengi (wheezing), yaitu ronkhi kering yang tinggi, terputus
nadanya, dan panjang, terjadi pada asma.
c) Ronkhi basah, yaitu suara berisik yang terputus akibat
aliran udara yang melewati cairan (ronkhi basah, halus,

Poltekkes Kemenkes
sedang, atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang
terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi).
d) Krepitasi, adalah suara seperti hujan rintik-rintikyang
berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang
mengandung cairan.
a) Krepitasi halus menandai adanya eksudat dalam alveoli
yang membuat alveoli saling berlekatan.
b) Krepitasi kasar, terdengar seperti suara yang timbul bila
meniup dalam air. Suara ini terdengar selama inspirasi
dan ekspirasi. Gejala ini dijumpai pada bronchitis.
Pada pasien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas
ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi pada
bronkiolus.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit
(Ht) meningkat. Jumlah eritrosit meningkat, eosinofil dan total IgE
serum meningkat. Pulse Oksimetri, SaO2 oksigenasi menurun.

e. Pemeriksaan diagnostic
1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak yang rendah dan mendatar.
2) Bronkografi
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi
kuat.
3) Pengukuran Fungsi Paru
Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada
emfisema, bronchitis, dan asma.
4) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.
Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan sekunder.

Poltekkes Kemenkes
5) Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang
keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema,
kelainan congenital.
6) Radio Isotop
Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru.
Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi,
misalnya pada emfisema.

2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan pada pasien PPOK

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan pemenuhan


kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan peyakit paru obstruktif kronis
menurut NANDA (2015) adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan :
1) Lingkungan: perokok, perokok pasif, terpajan asap.
2) Obstruksi jalan napas: adanya jalan napas buatan, benda asing
dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, mucus belebihan,
penyakit paru obstruktif kronis, sekresi yang tertahan, spasme jalan
napas.
3) Fisiologis: asma, infeksi, jalan napas alergik.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, perubahan membrane alveolar-kapiler.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi,
keletihan otot pernapasan, sindrom hipoventilas.

Poltekkes Kemenkes
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Ketidakefektifan NOC: NIC


bersihan jalan napas Respiratory status: a) Airway
Definisi: Ketidakmampuan ventilation Suctioning
membersihkan sekresi Setelah dilakukan a. Pastikan
atau obstruksi dan asuhan keperawatan kebutuhan
saluran napas untuk diapatkan oral/ trakeal
mempertahankan Kriteria Hasil: suctioning
bersihan jalan napas. a. Mendemonstrasikan b. Auskultasi suara
batuk efektif dan napas sebelum
Batasan Karakteristik: suara napas ang dan sesudah
a) Batuk yang tidak bersih, tidak ada suction
efektif sianosi dan dyspneu c. Informasikan
b) Dispnea (mampu mengeluarkan ke pasien dan
c) Gelisah sputum, mampu keluarga tentang
d) Ortopnea bernapas dengan suction
e) Penurunan bunyi mudah, tidak ada d. Gunakan
napas pursed lips) universal
f) Perubahan frekuensi b. Menunjukkan jalan precaution/
napas napas yang paten (klien prinsip steril:
g) Perubahan pola tidak merasa tercekik, sarung tangan,
napas irama napas, frekuensi kacamata dan
h) Sianosis pernapasan dalam masker
i) Sputum dalam rentang normal, tidak e. Instruksikan ke
jumlah yang ada suara napas pasien
berlebihan abnormal) beberapa napas
j) Suara napas c. Mampu dalam sebelum
tambahan mengidentifikasi dan suction
k) Tidak ada batuk mencegah faktor f. Bila terjadi
yang menghambat hiperoksigenas
Faktor yang jalan napas i sampai 100%,
Berhubungan: gunakan
a) Lingkungan ventilator atau
1) Perokok resusitasi manual
2) Perokok pasif g. Lakukan alat- alat
disposibel yang
3) Terpajan asap
steril pada saat
b) Obstruksi jalan melakukan
napas
1) Adanya jalan
napas buatan

Poltekkes Kemenkes Padang


2) Benda asing prosedur
dalam jalan napas suction
3) Mucus h. Anjurkan
berlebihan napas dalam
4) Sekresi yang dan istirahat
tertahan i. Hentikan suction
5) Spasme jalan bila
napas bradikardi,
c) Fisiologis peningkatan
1) Disfungsi saturasi
neuromuscular oksigen
2) Infeksi j. Gunakan
3) 3) Jalan napas durasi singkat
alergik pada saat
menghisap sekret
dan respon

b) Airway
Management a)
Posisikan
pasien untuk
memaksimalk an
ventilasi
b) Lakukan
fisioterapi
dada bila perlu
c) Keluarkan
sekret dengan
batuk atau
suction
d) Auskultasi suara
napas, catat bila
ada suara
tambahan
e) Berikan
bronkodilator
bila perlu
Poltekkes
Kemenkes
Padang
f) Monitor status
respirasi dan
status O2
c) Respiratory
Monitoring

Poltekkes Kemenkes Padang


a. Monitor pola
napas, irama,
kedalaman dan
usaha napas
b. Perhatikan
gerakan dan
kesimetrisan,
menggunakan
otot bantu, dan
adanya
retraksi otot
intercostals
dan
supraclavicula r
c. Monitor bunyi
napas,
misalnya
mendengkur
d. Monitor pola
napas
e. Catat lokasi
trakea
f. Auskultasi bunyi
napas, catat
peningkatan
ventilasi
g. Monitor
saturasi
oksigen
h. Monitor
kemampuan
pasien dalam
batuk efektif

2. Gangguan pertukaran NOC NIC


gas Respiratory status: gas Respiratory
Definisi: kelebihan atau exchange Monitoring
defisit oksigenasi dan/atau Setelah dilakukan a. Monitor pola
eliminasi karbondioksida asuhan keperawatan napas, irama,
pada membran alveolar- didapatkan kedalaman dan
kapiler. Kriteria Hasil: usaha napas
a. Mendemonstrasikan b. Perhatikan
Batasan Karakteristik: peningkatan gerakan dan
a. Dispnea ventilasi dan kesimetrisan,
b. Gas darah arteri oksigenasi yang menggunakan
abnormal adekuat otot bantu, dan
Respiratory status: adanya retraksi

Poltekkes Kemenkes Padang


c. Gelisah ventilation otot intercostals
d. Hiperkapnia e. Kriteria Hasil: dan
Hipoksemia f. a. Memelihara supraclavicular
Hipoksia kebersihan paru- c. Monitor bunyi
g. Napas cuping paru dan bebas napas, misalnya
hidung dari tanda-tanda mendengkur
h. Penurunan distress d. Monitor pola
karbondioksida pernapasan napas
i. pH arteri abnormal j. b. Mendemonstrasika n e. Catat lokasi
Pola pernapasan batuk efektif dan trakea
abnormal (mis; suara napas yang f. Auskultasi
kecepatan, irama, bersih, tidak ada bunyi napas,
kedalaman) sianosis dan catat peningkatan
k. Sianosis dypsneu (mampu ventilasi
l. Takikardia mengeluarkan g. Monitor
sputum, mampu saturasi oksigen
Faktor yang bernapas dengan h. Monitor
berhubungan: mudah, tidak ada kemampuan
g) Ketidakseimbanga pursed lips) pasien dalam
n ventilasi perfusi batuk efektif
h) Perubahan Vital sign status
membrane Tanda-tanda vital Oxygen Therapy
alveolar kapiler dalam normal a) Periksa mulut,
hidung, dan sekret
trakea b)
Pertahankan jalan
napas yang paten
c) Atur peralatan
oksigenasi d)
Monitor aliran
oksigen
c) Vital Sign
Monitoring
Respiratory
Monitoring
a. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
b. Monitor vital
sign saat pasien
berbaring, duduk,
dan
berdiri
c. Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan

Poltekkes Kemenkes Padang


d. Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
e. Monitor
kualitas dari
nadi
f. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan
abnormal
h. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
i. Monitor sianosis
perifer
j. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
k. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign Ketid

3. Ketidakefektifan pola NOC: NIC


napas Respiratory status: Oxygen Therapy
Definisi: inspirasi Ventilation a. Periksa mulut,
dan/atau ekspirasi yang Setelah dilakukan hidung, dan
tidak member ventilasi tindakan keperawatan sekret trakea
adekuat. didapatkan b. Pertahankan
Kriteria Hasil: jalan napas yang
Batasan karakteristik: a. Mendemonstrasikan paten
a. Bradipnea batuk efektif dan c. Atur peralatan
b. Dispnea suara napas yang oksigenasi
c. Fase ekspirasi bersih, tidak ada d. Monitor aliran
memanjang sianosis dan dyspneu oksigen
d. Ortopnea (mampu mengeluarkan e. Pertahankan
e. Penggunaan otot sputum, mampu posisi pasien
bahu pernapasan bernapas dengan f. Observasi tanda-
f. Penurunan tekanan tanda

Poltekkes Kemenkes Padang


ekspirasi mudah, tidak ada hipoventilasi
g. Penurunan tekanan pursed lips) g. Monitor adanya
inspirasi kecemasan
h. Pernapasan bibir Respiratory status: pasien terhadap
i. Pernapasan cuping Airway patency oksigenasi
hidung a. Menunjukkan jalan
j. Pola napas napas yang paten Vital Sign Status
abnormal (mis; irama, (klien tidak merasa a. Monitor TD,
frekuensi, kedalaman) tercekik, irama napas, nadi, suhu, dan
k. Takipnea frekuensi pernapasan RR
dalam rentang b. Monitor vital
faktor yang normal, tidak ada sign saat
Berhubungan: suara napas abnormal)
a. Hiperventilasi Vital Sign Status
b. Keletihan otot a. Tanda-tanda vital
pernapasan dalam rentang normal
c. Sindrom (tekanan darah, nadi,
hipoventilasi pernapasan)

Sumber : NANDA Internasional, 2015, Nurharif dan Khusuma, 2015

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Desain
penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan objektif. Metode
penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Setiadi,2007).
Desain Penelitian deskriptif dilakukan pada satu kasus yaitu penerapan asuhan
keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal
03 Juni sampai 07 Juni 2017. Penelitian akan dilakukan selama 5 hari.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau subjek yang diteliti.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien dengan PPOK di Ruang
VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses menyeleksi
porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Adapun
sampel terdiri dari dua pasien dengan kriteria sebagai berikut:
Adapun kritreria sampel dalam penelitian sebagai berikut :
1. Kriteria inklusif
a. Pasien bersedia menjadi responden

Poltekkes Kemenkes
b. Pasien dengan masalah gangguan oksigenasi
c. Pasien dengan diagnose penyakit paru obstruksi kronis
2. Kriteria ekslusif
a. Keluarga pasien tidak bersedia pasien menjadi responden
b. Pasien dirawat kurang dari 5 hari

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data


Alat atau instrument pengumpulan data yang digunakan adalah format tahapan
proses keperawatan klien mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara
pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi.
Proses keperawatan meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di fasilitas
kesehatan (rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam format
pengkajian sebagai berikut:
a. Format anamnesa
Format Tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyan yang bersifat
bersifat umum (identitas pasien seperti nama, nama orang tua,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua ataupun riwayat kesehatan
pasien seperti penyakit yang pernah di derita pasien), ataupun yang
lebih pribadi (seperti status keuangan, spiritual dan seksual orang tua).
b. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.
Data ini dapat dicatat dalam format tertentu yang disebut dengan flow
sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tanda-
tanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawatan untuk melihat apakah terdapat perubuhan
pada kondisi pasien periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian
ini dapat ditulis dalam format catatan keperawatan (Format terlampir).

Poltekkes Kemenkes
2. Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan dapat ditegakkan jiak data-data yang telah ada di
analisa. Kegiatan pendokumentasian diagnose keperawatan sebagai
berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencangkup data pasien, masalah dan
penyebabnya. Data pasein terdiri atas data subjektif yaitu data yang
didapatkan saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan
oleh pasien, dan data objektif yaitu data yang diperoleh perawat dari
hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnose
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnose adalah
PES (Problem+Etiologi+System) dan menggunakan istilah diagnose
keperawatan yang di buat dari daftar NANDA.
3. Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
a. Diagnose yang diprioritaskan
b. Tujuan dan criteria hasil
c. intervensi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnose keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi
Evaluasi ekperawatan terdiri dari beberapa komponen :
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnose keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

Poltekkes Kemenkes
E. Cara pengumpulan data
Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (Triangulasi)
artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik data dan sumber data yang telah ada. Triagulasi teknik berarti
penelitian menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda. Untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti akan menggunakan
observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumnetasi untuk sumber
data yang sama secara serompok (Sugriyono 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi darai
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga
mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien,
misalnya pasien terpasang infuse.
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metode
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksa, seperti melakukan
pengkuruan suhu, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.
3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk menukar informasi dan ide
melalui Tanya jawab, sehingga dikonsentrasikan makna dalam suatu topic
tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal respon lebih mendalam
(Sugiyono 2014).
Dalam peneliotian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan
kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Meskipun dapat unsure kebebasan, tapi ada pengaruh pembicara secara
tegas dan megarah. Jadi wawancara ini mempunyai cirri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya pewawancara diberi
kebebasan yang diharapkan dan respon secara bebas dapat memperikan
informasi selengkap mungkin. Contoh wawancara ini seperti ingin tahu

Poltekkes Kemenkes
kenapa pasien masuk rumah sakit, penyakit yang diderita sebelumnya dan
sebagian.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau kerya-karya monumental
dari seseorang. Dalam penelitian yang akan dilakukan. Contoh data
pemeriksaan labor, data pemeriksaan diagnostic dan data pengobatan.

F. Jenis-jenis data
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien meliputi : identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas pasien sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik
etrhadap pasien.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekam medic, serta dari dokumentasi di ruang Inap Paru RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang,
catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak
dipublikasikan.

G. Cara Pemilihan Responden


Pemilihan responden merujuk pada teknik non random sampling dengan
teknik purposive sampling, dimana subjek penelitian dipilih berdasarkan
pertimbangan dari peneliti itu sendiri (Nursalam, 2011).

H. Rencana Analisis
Rencana analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua teman pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep
dan teori keperawatan pada pasein dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronis). Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan keperawatan
melalui dari pengkajian, penegakan diagnose, merencakan tindakan,

Poltekkes Kemenkes
melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasi dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus Gangguan
pemenuhan oksigenasi pada pasein PPOK. Analisa yang dilakukan adalah
untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan
kondisi pasien.
Data didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode
pengumpulan data dengan teknik wawancara. Analisa data dilakukan
berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi
data subjektif dan objektif. Hasil analisa data tersebut kemudian dirumuskan
menjadi diagnosis keperawatan sesuai dengan panduan Nursing American
Diagnisis (NANDA), dilanjutkan dengan menyusun intervensi keperawatan,
melaksanakan implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Setelah
didapatkan hasil pengkajian, perumusan diagnosis dan intervensi, serta
pelaksanaan implementasi dan evaluasi, peneliti kemudian membandingkan
hasil tersebut dengan konsep asuhan keperawatan teoritis

Poltekkes Kemenkes
BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian
Tn.M (Partisipan 1) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.

Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.30 WIB melalui

IGD dengan keluhan sesak nafas(+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah

sakit, demam (+). Pasien datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan

tanda-tanda vital TD : 110/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, pernafasan: 23


0
x/menit, suhu :37,3 C. pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada

saat dilakukan pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah,

pasien tidak tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa

sesak dan sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur,

pasien juga mengatakan batuk.

Tn.S (Partisipan 2) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.

Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.35 WIB melalui

IGD rujuakan puskesmas lubuk kilangan dengan keluhan Sesak nafas

lebih kurang 2 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, bunyi menciut (+),

batuk (+) Sudah 3 hari yang lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu hati (+).Pasien

datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan tanda-tanda vital TD :


0
120/70 mmHg, nadi : 93 x/menit, pernafasan: 24 x/menit, suhu : 36,6 C.

pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada saat dilakukan

pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah, pasien tidak

tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa sesak dan

Poltekkes Kemenkes
sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur, pasien juga

mengatakan batuk dan juga berdahak. Metode penelitian ini yaitu dengan

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan melihat hasil laboratorium.

Setelah dilakukan penelitian didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 4.1
Pengkajian Deskripsi Kasus

Asuhan Partisipan 1 Partisipan 2


keperawatan
Identitas Tn. M Laki-laki berusia Tn.S laki-laki berusia 66
67 tahun datang dibawa anaknya tahun datang dibawa anaknya ke
Pasien
ke RS Reksodiwiryo Padang RS Reksodiwiryo Padang pada
pada tanggal 2 Juni 2017 pukul tanggal 2 juni 2017 pukul 17.35
17.30 WIB melalui IGD WIB melalui IGD rujukan dari
dengan keluhan sesak nafas(+), Puskesmas Lubuk Kilangan
demam (+) dengan keluhan Sesak nafas lebih
kyrang 2 jam sebelum dibawa
kerumah sakit, bunyi menciut
(+), batuk (+)Sudah 3 hari yang
lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu
hati (+).

Riwayat Pasien mengatakan bahwa Pasien mengatakan bahwa


pasien sesak nafas sebelum pasien sesak nafas sejak 3 hari
Kesehatan
masuk rumah sakit, disertai sebelum masuk rumah sakit,
Sekarang dengan bunyi menciut (+), disertai dengan bunyi menciut
disertai dengan demam (+). (+),batuk (+), nyeri di ulu
Pasien dirawat diruang VI Paru hati. Pasien dirawat diruang VI
Rumah Sakit Reksodiwiryo Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo
padang dengan diagnosa medis padang dengan diagnosa medis
PPOK. PPOK.

Saat dilakukan pengkajian pada Saat dilakukan pengkajian pada


tanggal 03 Juni 2017 pasien tanggal 03 Juni 2017 pasien
mengatakan nafasnya masih mengatakan masih sesak nafas(+)
terasa sesak (+) dan pasien disertai dengan batuk (+)dan
nyeri

Poltekkes Kemenkes
demam (+) dan juga masih dibagian ulu hati pasien.
batuk Pasien juga mengatakan pasien
juga memiliki riwayat ASMA
sebelumnya.

Riwayat Klien mengatakan pernah Klien mengatakan


dirawat sebelumnya pada tahun memiliki riwayat ASMA ±
Kesehatan
2016 dengan penyakit yang 3 Tahun yang lalu dan juga
Dahulu sama dengan pasien sekarang pernah dirawat pada tahun 2013
yaitu PPOK. dengan sakit yang sama dengaan
pasien sekarang yaitu PPOK..

Riwayat Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan tidak


tidak ada anggota keluarga klien ada anggota keluarganya yang
Kesehatan
yang menderita sakit yang sama menderita sakit yang sama
Keluarga dengan klien. tidak ada keluarga dengan klien. tidak ada keluarga
yang menderita penyakit yang menderita penyakit
keturunan seperti hipertensi, keturunan seperti hipertensi,
diabetes mellitus, jantung diabetes mellitus, jantung koroner
koroner serta tidak ada keluarga serta tidak ada keluarga yang
yang menderita penyakit menderita penyakit menular.
menular.

ADL Tn,M memiliki kebiasaan Tn,S memiliki kebiasaan


makan 3 kali sehari. Konsistensi makan 3 kali sehari. Konsistensi
makanan biasa, rata-rata menu makanan biasa, rata-rata menu
setiap harinya adalah nasi,lauk setiap harinya adalah nasi,lauk
dan sayur. Jenis minuman Jenis dan sayur. Jenis minuman Jenis
minuman air putih, frekuensi minuman air putih, frekuensi
minum dirumah lebih dari 7 minum dirumah lebih dari 7 gelas
gelas sehari. Pola tidur siang sehari. Pola tidur siang teratur
teratur dengan lama tidur lebih dengan lama tidur lebih kurang 1
kurang 2 jam, pola tidur jam, pola tidur malam teratur
malam teratur dengan jumlah dengan jumlah jam tidur 6-7 jam,
jam tidur Kebiasaan BAK lebih dari
6-7 jam, Kebiasaan BAK lebih 2 kali sehari dengan jumlah
dari 3 kali sehari dengan jumlah lebih kurang 1500-
lebih kurang 1500-2000 cc, 2000 cc, sedangkan kebiasaan
sedangkan kebiasaan BAB BAB 1 kali sehari, jumlah tidak
1 kali sehari, jumlah tidak dapat dapat ditentukan, warma normal
ditentukan, warma normal dan dan bau khas.
bau khas.

Pemeriksaan Saat dilakukan Saat dilakukan


pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik, keadaan

Poltekkes Kemenkes Padang


Fisik keadaan umum pasien umum pasien Compos
Compos Mentis (GCS : 4- Mentis (GCS : 4-5-6), suhu
0 0
5-6), suhu 37,5 C, nadi 86 kali 37,0 C, nadi 84 kali permenit,
permenit, pernafasan pernafasan 23 kali permenit,
22 kali permenit mata simetris mata simetris kiri dan kanan,
kiri dan kanan, reflek cahaya reflek cahaya positif pada mata
positif pada mata kiri dan kanan , kiri dan kanan , konjungtiva
konjungtiva negatif anemis negatif anemis pada mata kiri
pada mata kiri dan dan kanan,
kanan, sklera negatif ikterik sklera negatif ikterik pada mata
pada mata kiri dan kanan, reflek kiri dan kanan, reflek pupil
pupil positif isokor pada mata positif isokor pada mata kiri dan
kiri dan kanan, udema palpebra kanan, udema palpebra negatif,
negatif, pernafasan cupping pernafasan cupping hidung.
hidung. Pada inspeksi bibir tidak Pada inspeksi bibir tidak sianosis,
sianosis, mukosa mulut dan mukosa mulut dan bibir lembab,
bibir lembab, Pada telinga Pada telinga tampak bersih,tidak
tampak teraba
bersih,tidak teraba pembesaran pembesaran kelenjer getah bening
kelenjer getah bening dan dan kelenjer tiroid. Pemeriksaan
kelenjer tiroid. Pemeriksaan jantung ditemukan iktus kordis
jantung ditemukan iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak
tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba jelas,dan irama jantung
teraba jelas,dan irama jantung teratur. Pada pemeriksaan
teratur. Pada pemeriksaan abdomen tidak tampak perubahan
abdomen tidak tampak warna kulit, tidak tampak
perubahan warna kulit, tonjolan,
tidak tampak tonjolan, asites asites negatif ,bising usus
negatif ,bising usus 5-7 kali permenit, perkusi
5-7 kali permenit, perkusi abdomen pekak, pemeriksaan
abdomen pekak, pemeriksaan kulit turgor kembali cepat,
kulit turgor kembali cepat, lembab, warna kulit tidak pucat,
lembab, warna kulit tidak pucat, capillary refill kembali dalam dua
capillary refill kembali dalam detik, akral teraba hangat.pada
dua detik, akral teraba ekstremitas atas sebelah kiri
hangat.pada ekstremitas atas klien terpasang infuse dengan RL
sebelah
20 tts/menit.
kanan klien terpasang
infuse dengan RL 20 tts/menit.

Data Hasil pemeriksaan Hasil pemeriksaan


laboratorium tanggal 2 laboratorium tanggal 2

Poltekkes Kemenkes Padang


Penunjang juni 2017 ditemukan juni 2017 ditemukan
hemoglobin 13,2 g/dl hemoglobin 15,0 g/dl
( normal 14-16 ( normal 14-16
g/dl),leukosit 12.220 g/dl),leukosit 7060 /mm3
/mm3 (normal 5000- (normal 5000-100000
100000 /mm3).leotokrit /mm3).leotokrit 46 %
40 % (normal 40-48 %) (normal 40-48 %) Gula
Gula darah sewaktu 80 darah sewaktu 84 mg/dl
mg/dl (normal sp 180 (normal sp 180 mg/dl)
mg/dl) Obat yang diprogramkan
Obat yang diprogramkan ADS : O2 2-3 L, Drip
ADS : Nucral 3x2, aminopilin 2 amp dalam
Combiven 4x1, Cefrixone RL 8j/kolf, ceftriaxon 1 x
2x1, Ranitidine 2x1, 2 gr, ranitidine 2x1,
Ondansentron 3x1, combiven 4x1, farmavon
Metilpredinisol 2x1, PCT 3x1,
3x1 , Ambroxol 3x1,
Curcuma 3x1, Neurodex
2x, Cefedime 2x1.
Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 5
juni 2017 ditemukan
hemoglobin 10,9 g/dl
( normal 14-16
g/dl),leukosit 16,060
/mm3 (normal 5000-
100000 /mm3)

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap TN.M dan Tn.S

didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

Tabel 4.2
Diagnosa Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Berdasarkan hasil pengkajian, Berdasarkan hasil pengkajian,
masalah keperawatan yang muncul pada Tn. masalah keperawatan yang muncul pada
M diantaranya ketidak efektif besehan Tn.M diantaranya Gangguan pertukaran
jaklan nafas berhubungan dengan dengan gas berhubungan dengan perubahan
peningkatan produksi mucus yang ditandai membrane alveolar-kapiler yang
dengan a) pasien mengatakan batuk, b) ditandai dengan a) pasien mengatakan
batuk berdahak dan sulit untuk sesak nafas,

Poltekkes Kemenkes
dikeluarkan c) pasien mengeluh Diagnosa yang kedua yaitu,
sesak nafas dengan frekuensi Intoleransi aktivitas
pernafasan 24 kali permenit berhubungan dengan
(normal 16 - 20 kali permenit) d) ketidakseimbangan antara
pasien mengatakan badannya terasa suplai dengan kebutuhan
lemah. oksigen yang ditandai dengan
yang ditandai dengan a) pasien
Diagnosa yang kedua yaitu mengatakan sesak nafas dan
Gangguan pertukaran gas sesak meningkat bila
berhubungan dengan perubahan beraktifitas. b) pasien mengeluh
membrane alveolar-kapiler yang badan terasa lemas
ditandai dengan a) pasien
mengatakan sesak nafas, Diagnosa yang ketiga yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan
Diagnosa yang keempat yaitu nafas berhubungan dengan
Intoleransi aktivitas berhubungan peningkatan produksi mucus
dengan ketidakseimbangan antara yang ditandai dengan a) pasien
suplai dengan kebutuhan oksigen batuk, b) batuk berdahak dan
yang ditandai dengan a) pasien sulit untuk dikeluarkan c) sesak
mengatakan sesak nafas dan sesak nafas dengan frekuensi
meningkat bila beraktifitas. b) pernafasan 27 kali permenit
pasien mengeluh badan terasa (normal 16 - 20 kali permenit).
lemas

3. Intervensi Keperawatan

Setelah didapatkan beberapa diagnose keperawatan seperti yang ada

pada table diatas, maka peneliti dapat merumuskan tindakan yang akan

dilakukan terhadap diagnose dari Tn.M dan Tn.S sebagai berikut :

Table 4.3
Intervensi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Setelah dilakukan penegakkan Setelalah dilakukan penegakkan

Poltekkes Kemenkes
diagnosa keperawatan, intervensi diagnosa keperawatan,
yang direncanakan untuk mengatasi intervensi yang direncanakan
masalah ketidakefektifan bersihan untuk mengatasi masalah
jalan nafas mempunyai tujuan gangguan pertukaran gas
menurut Nic dan Noc yaitu dengan tujuan Respiratory
respiratory status: ventilation status: gas exchange dengan
dengan kriteria hasil menurut kriteria hasil mendemonstrasikan
mendemonstrasikan batuk efektif peningkatan ventilasi dan
dan suara nafas yang bersih, tidak oksigenasi yang adekuat.
ada sianosis dan dyspneu. Respiratory status: ventilation
Respiratory status: airway patency dengan kriteria hasil memelihara
dengan Kriteria Hasil: kebersihan paru-paru dan bebas
Menunjukkan jalan nafas yang dari tanda-tanda distress
paten. Mampu mengidentifikasi pernafasan, mendemonstrasikan
dan mencegah faktor yang batuk efektif dan suara nafas
menghambat jalan nafas. Intervensi yang bersih, tidak ada sianosis
yang dilakukan untuk dan dispnea. Vital Sign Status
ketidakefektifan bersihan jalan dengan kriteria hasil tanda-tanda
nafas yaitu airway management vital dalam rentang normal.
posisikan pasien untuk Intervensi untuk gangguan
memaksimalkan ventilasi, pertukaran gas yaitu respiratory
keluarkan sekret dengan batuk. Monitoring dengan monitor pola
Auskultasi suara nafas, catat bila nafas, irama, kedalaman dan
ada suara tambahan. Berikan usaha nafas. Perhatikan gerakan
bronkodilator, monitor status dan kesimetrisan, menggunakan
respirasi dan status O2, otot bantu, dan adanya retraksi
otot intercostals dan
Rencana tindakan keperawatan supraclavicular. Monitor bunyi
untuk diagnosa gangguan nafas, misalnya mendengkur,
pertukaran gas dengan tujuan auskultasi bunyi nafas, catat
Respiratory status: gas exchange peningkatan ventilasi, monitor
dengan kriteria hasil kemampuan pasien dalam batuk
mendemonstrasikan peningkatan efektif. Oxygen therapy dengan
ventilasi dan oksigenasi yang intervensi pertahankan jalan
adekuat. Respiratory status: nafas yang paten, atur peralatan
ventilation dengan kriteria hasil oksigenasi. Monitor aliran
memelihara kebersihan paru-paru oksigen, pertahankan posisi
dan bebas dari tanda-tanda distress pasien, observasi tanda-tanda
pernafasan, mendemonstrasikan hipoventilasi. Monitor adanya
batuk efektif dan suara nafas yang kecemasan pasien terhadap
bersih, tidak ada sianosis dan oksigenasi. Vital Sign
dispnea. Vital Sign Status dengan Monitoring dengan intervensi
kriteria hasil tanda-tanda vital monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
dalam rentang normal. Intervensi Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
untuk gangguan pertukaran gas selama, dan setelah aktivitas.
yaitu respiratory Monitoring Monitor pola pernafasan
dengan monitor pola nafas, irama, abnormal, monitor suhu, warna,
kedalaman dan usaha nafas. dan kelembaban kulit, monitor

Poltekkes Kemenkes
Perhatikan gerakan dan sianosis perifer. Identifikasi
kesimetrisan, menggunakan otot penyebab dari perubahan vital
bantu, dan adanya retraksi otot sign.
intercostals dan supraclavicular.
Monitor bunyi nafas, misalnya Rencana tindakan keperawatan
mendengkur, auskultasi bunyi untuk diagnosa intoleransi
nafas, catat peningkatan ventilasi, aktivitas dengan tujuan Energy
monitor kemampuan pasien dalam Conservation dengan kriteria
batuk efektif. Oxygen therapy hasil TTV dalam batas normal,
dengan intervensi pertahankan jalan energy kelemahan. Activity
nafas yang paten, atur peralatan tolerance dengan kriteria hasil
oksigenasi. Monitor aliran oksigen, berpatisipasi dalam aktivitas
pertahankan posisi pasien, fisik tanpa peningkatan TTV.
observasi tanda-tanda hipoventilasi. Self care dengan kriteria hasil
Monitor adanya kecemasan pasien mampu melakukan aktifitas
terhadap oksigenasi. Vital Sign sehari-hari secara mandiri,
Monitoring dengan intervensi mampu berpindah tanpa bantuan
monitor TD, nadi, suhu, dan RR. alat. Dengan intervensi
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, keperawatan bantu pasien
selama, dan setelah aktivitas. mengidentifikasi aktivitas yang
Monitor pola pernafasan abnormal, mampu dilakukan, bantu pasien
monitor suhu, warna, dan memilih aktivitas dengan
kelembaban kulit, monitor sianosis kemampuan fisik, psikologis,
perifer. Identifikasi penyebab dari sosial, bantu untuk mendapatkan
perubahan vital sign. alat bantu aktivitas, sediakan
penguatan positif bagi yang aktif
Rencana tindakan keperawatan beraktivitas, bantu pasien
untuk diagnosa intoleransi aktivitas mengembangkan motivasi diri
dengan tujuan Energy Conservation dan pengetahuan, monitor
dengan kriteria hasil TTV dalam respon fisik, emosi sosial dan
batas normal, energy kelemahan. spiritual.
Activity tolerance dengan kriteria
hasil berpatisipasi dalam aktivitas Rencana tindakan keperawatan
fisik tanpa peningkatan TTV. Self untuk diagnosa ketidakefektifan
care dengan kriteria hasil mampu bersihan jalan nafas mempunyai
melakukan aktifitas sehari-hari tujuan menurut Nic dan Noc
secara mandiri, mampu berpindah yaitu respiratory status:
tanpa bantuan alat. Dengan ventilation dengan kriteria hasil
intervensi keperawatan bantu menurut mendemonstrasikan
pasien mengidentifikasi aktivitas batuk efektif dan suara nafas
yang mampu dilakukan, bantu yang bersih, tidak ada sianosis
pasien memilih aktivitas dengan dan dyspneu. Respiratory status:
kemampuan fisik, psikologis, airway patency dengan Kriteria
sosial, bantu untuk mendapatkan Hasil: Menunjukkan jalan nafas
alat bantu aktivitas, sediakan yang paten. Mampu
penguatan positif bagi yang aktif mengidentifikasi dan mencegah
beraktivitas, bantu pasien faktor yang menghambat jalan
mengembangkan motivasi diri dan nafas. Intervensi yang dilakukan

Poltekkes Kemenkes
pengetahuan, monitor respon fisik, untuk ketidakefektifan bersihan
emosi sosial dan spiritual. jalan nafas yaitu airway
management posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi,
keluarkan sekret dengan batuk.
Auskultasi suara nafas, catat bila
ada suara tambahan. Berikan
bronkodilator, monitor status
respirasi dan status O2

4. Implementasi Keperawatan

Setelah di rumuskan rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap

Tn.M dan Tn.S, implementasi yang telah dilakukan oleh perawat

ruangan yaitu sebagai berikut :

Table 4.4
Implementasi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Implementasi keperawatan pada Implementasi keperawatan pada
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan diagnosa kedua gangguan pertukaran
nafas berhubungan dengan peningkatan gas berhubungan dengan perubahan
produksi mukus dilakukan selama 5 hari membran alveolar-kapiler dilakukan
yaitu mengukur tanda tanda vital pasien, selama 5 hari yaitu mengatur peralatan
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi oksigen dan mengatur aliran oksigen
88 x/menit, frekuensi pernafasan binasal kanul 3
23x/menit, suhu 36,8 derajat Celcius. L/menit, mempertahankan posisi pasien
Implementasi selanjutnya yaitu semi fowler, dan melihat adanya
memberikan posisi semi fowler pada kecemasan pasien terhadap oksigenasi.
pasien, posisi pasien setengah duduk. Implementasi berikutnya melihat pola
Implementasi berikutnya mengauskultasi nafas, dan irama nafas pasien,
suara nafas pasien. Tindakan keperawatan memperhatikan gerakan dan
berikutnya mendemonstrasikan pasien kesimetrisan serta menggunakan otot
mengeluarkan sputum dengan cara batuk bantu dan adanya retraksi otot
efektif. melaksanakan kolaborasi pemberian intercostals dan supraclavicular,
bronkodilator yaitu combivent nebu 4x1 mengauskultasi nafas pasien. Kemudian
pada pukul 10.00 Wib implementasi keperawatan yang
dilakukan yaitu memantau kembali
Implementasi keperawatan pada kemampuan pasien dalam batuk

Poltekkes Kemenkes
diagnosa kedua gangguan efektif, mengukur tekanan darah
pertukaran gas berhubungan pasien, melihat adanya sianosis
dengan perubahan membran perifer
alveolar-kapiler dilakukan selama
5 hari yaitu mengatur peralatan Implementasi keperawatan
oksigen dan mengatur aliran diagnosa intoleransi aktivitas
oksigen binasal kanul 3 L/menit, berhubungan dengan
mempertahankan posisi pasien ketidakseimbangan antara
semi fowler, dan melihat adanya kebutuhan dan suplai oksigen
kecemasan pasien terhadap yang dilakukan selama 5 hari
oksigenasi. Implementasi adalah mengkaji tingkat
berikutnya melihat pola nafas, dan ketergantungan pasien,
irama nafas pasien, memperhatikan selanjutnya membantu pasien
gerakan dan kesimetrisan serta mengidentifikasi aktifitas yang
menggunakan otot bantu dan mampu dilakukan, implementasi
adanya retraksi otot intercostals dan keperawatan berikutnya
supraclavicular, mengauskultasi membantu pasien untuk memilih
nafas pasien. Kemudian aktivitas dengan kemampuan
implementasi keperawatan yang fisik, psikologis, dan sosial,
dilakukan yaitu memantau kembali membantu pasien untuk
kemampuan pasien dalam batuk mengembangkan motivasi diri
efektif, mengukur tekanan darah dan penguatan. Implementasi
pasien, melihat adanya sianosis selanjutnya memperhatikan
perifer respon fisik, emosi sosial dan
spiritual
Implementasi keperawatan
diagnosa intoleransi aktivitas Implementasi keperawatan pada
berhubungan dengan diagnosa ketidakefektifan
ketidakseimbangan antara bersihan jalan nafas
kebutuhan dan suplai oksigen yang berhubungan dengan
dilakukan selama 5 hari adalah peningkatan produksi mukus
mengkaji tingkat ketergantungan dilakukan selama 5 hari yaitu
pasien, selanjutnya membantu mengukur tanda tanda vital
pasien mengidentifikasi aktifitas pasien, tekanan darah 120/70
yang mampu dilakukan, mmHg, nadi 93 x/menit,
implementasi keperawatan frekuensi pernafasan 26x/menit,
berikutnya membantu pasien untuk suhu 36,5 derajat Celcius.
memilih aktivitas dengan Implementasi selanjutnya yaitu
kemampuan fisik, psikologis, dan memberikan posisi semi fowler
sosial, membantu pasien untuk pada pasien, posisi pasien
mengembangkan motivasi diri dan setengah duduk. Implementasi
penguatan. Implementasi berikutnya mengauskultasi suara
selanjutnya memperhatikan respon nafas pasien. Tindakan
fisik, emosi sosial dan spiritual keperawatan berikutnya
mendemonstrasikan pasien
mengeluarkan sputum dengan
cara batuk efektif. melaksanakan
kolaborasi pemberian

Poltekkes Kemenkes
bronkodilator yaitu combivent
nebu 4x1 pada pukul 10.00 Wib

5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan terhadap Tn.M dan Tn.S,
didapatkan perkembangan pasien yaitu :

Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Evaluasi keperawatan pada Tn.M Evaluasi keperawatan pada Tn.M
diagnosa, hasil evaluasi yang dilakukan diagnosa, hasil evaluasi yang dilakukan
pada hari ke-5 dengan menggunakan metode pada hari ke-5 dengan menggunakan
SOAP yang dihasilkan adalah pasien metode SOAP yang dihasilkan adalah
mengatakan sesak napas, sesak berkurang pasien mengatakan sesak napas, sesak
dengan posisi duduk dan batuk berkurang dengan posisi duduk dan batuk
berdahak yang masih sulit dikeluarkan, berdahak yang masih sulit dikeluarkan,
evaluasi objektif pasien tampak sesak napas evaluasi objektif pasien tampak sesak
dan batuk, frekuensi pernapasan 25 napas dan batuk, frekuensi pernapasan 26
x/menit, posisi pasien semi fowler, sekret x/menit, posisi pasien semi fowler, sekret
tampak sulit dikeluarkan, sekret berwarna tampak sulit dikeluarkan, sekret berwarna
putih, suara napas ronkhi, dari semua putih, suara napas ronkhi, dari semua
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tindakan keperawatan yang telah
didapatkan hasil masalah keperawatan dilakukan didapatkan hasil masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas belum keperawatan ketidakefektifan bersihan
teratasi sehingga intervensi dilanjutkan jalan napas belum teratasi sehingga
untuk mempertahankan posisi pasien semi intervensi dilanjutkan untuk
fowler dan mengajarkan cara mengeluarkan mempertahankan posisi pasien semi
sekret dengan batuk efektif, pemberian fowler dan mengajarkan cara
bronkodilator. mengeluarkan sekret dengan batuk efektif,
pemberian bronkodilator.

Evaluasi diagnosa keperawatan gangguan


pertukaran gas berhubungan dengan Evaluasi pada diagnosa ketiga intoleransi
perubahan membran alveolar-kapiler pada aktivitas berhubungan dengan
hari ke-5didapatkan hasil evaluasi dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
metode SOAP yang dihasilkan adalah suplai oksigen pada hari ke-5 didapatkan
pasien mengeluh sesak napas, hasil evaluasi

Poltekkes Kemenkes
badan terasa lemah, sesak napas dengan metode SOAP adalah
meningkat saat beraktivitas, evaluasi pasien mengatakan sesak nafas saat
objektif didapatkan hasil pasien beraktivitas, pasien mengeluh
tampak sesak, tampak gelisah, irama badan terasa lemah, pasien
napas ireguler, ada retraksi dinding mengatakan aktivitas dibantu oleh
dada, vokal fremitus sama kiri dan keluarga. Evaluasi objektif
kanan, auskultasi ronkhi, tidak ada didapatkan hasil pasien tampak
sianosis perifer, tekanan darah sesak nafas saat beraktivitas,
120/70 mmHg, nadi 86 x/menit, frekuensi pernafasan 28x/menit,
frekuensi pernapasan 25 x/menit, pasien tampak berbaring di tempat
suhu 36,5 derajat celcius, Dari semua tidur, aktivitas pasien dibantu
tindakan yang telah dilakukan keluarga. Masalah belum teratasi
didapatkan hasil masalah sehingga intervensi dilanjutkan
keperawatan gangguan pertukaran yaitu membantu pasien memilih
belum teratasi sehingga intervensi aktivitas yang mampu dilakukan,
dilanjutkan yaitu memberikan terapi membantu pasien mengembangkan
teknik nafas dalam, memantau motivasi dan penguatan, melihat
keadaan pernafasan pasien, respon fisik, emosi, social dan
mengukur tanda-tanda vital pasien, spiritual pasien terhadap aktivitas
serta melihat kembali kemampuan
pasien batuk efektif.
Evaluasi diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas
Evaluasi pada diagnosa ketiga berhubungan dengan perubahan
intoleransi aktivitas berhubungan membran alveolar-kapiler pada hari
dengan ketidakseimbangan antara ke-5 didapatkan hasil evaluasi
kebutuhan dan suplai oksigen pada dengan metode SOAP yang
hari ke-5 didapatkan hasil evaluasi dihasilkan adalah pasien mengeluh
dengan metode SOAP adalah pasien sesak napas, badan terasa lemah,
mengatakan sesak nafas saat sesak napas meningkat saat
beraktivitas, pasien mengeluh badan beraktivitas, evaluasi objektif
terasa lemah, pasien mengatakan didapatkan hasil pasien tampak
aktivitas dibantu oleh keluarga. sesak, tampak gelisah, irama napas
Evaluasi objektif didapatkan hasil ireguler, ada retraksi dinding dada,
pasien tampak sesak nafas saat vokal fremitus sama kiri dan kanan,
beraktivitas, frekuensi pernafasan auskultasi ronkhi, tidak ada sianosis
28x/menit, pasien tampak berbaring perifer, tekanan darah 140/80
di tempat tidur, aktivitas pasien mmHg, nadi 91 x/menit, frekuensi
dibantu keluarga. Masalah belum pernapasan 26 x/menit, suhu 36,5
teratasi sehingga intervensi derajat celcius, pasien terpasang
dilanjutkan yaitu membantu pasien binasal kanul 3 L/menit. Dari
memilih aktivitas yang mampu semua tindakan yang telah
dilakukan, membantu pasien dilakukan didapatkan hasil masalah
mengembangkan motivasi dan keperawatan gangguan pertukaran
penguatan, melihat respon fisik, belum teratasi sehingga intervensi
emosi, social dan spiritual pasien dilanjutkan yaitu memberikan terapi
terhadap aktivitas oksigen, memantau keadaan
pernafasan pasien, mengukur tanda-

Poltekkes Kemenkes
tanda vital pasien, serta melihat
kembali kemampuan pasien batuk
efektif

B. Pembahasan Kasus
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Pada saat dilakukan pengkajian pada partisipan 1 (Tn.M), klien
mengatakan sesak nafas. Klien juga mengatakan sesak pada saat
beraktivitas. Dan klien juga mengatakan klien juga demam. Pada
partisipan 2 (Tn.S) saat dilakukan pengkajian mengatakan masih sesak
nafas(+) disertai dengan batuk (+)dan nyeri dibagian ulu hati pasien.
Pasien juga mengatakan pasien juga memiliki riwayat ASMA
sebelumnya.

Hasil penelitian Anastasia Indah Febraska tentang asuhan keperawatan


pada Tn. A dengan PPOK di bangsal Mawar RSUD Karanganyar pada
tahun 2014 memperoleh hasil pengkajian riwayat kesehatan yang sama
dengan penulis yaitu sesak nafas, batuk dengan dahak yang sulit keluar
(Brasher dalam Febraska, 2014). Sesak nafas yang dapat timbul pada
pasien PPOK diakibatkan karena kerusakan pada dinding bronkus
yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas ekspirasi baik
karena kehilangan elastisitas jalan nafas maupun peningkatan produksi
mucus, obstruksi jalan nafas meningkatkan beban kerja pernafasan dan
ventilasi tidak merata, sehingga terperangkapnya udara yang
mengakibatkan keluhan sesak nafas atau dispneu (Brasher dalam
Febraska, 2014). Batuk diakibatkan oleh iritasi membrane mukosa
dimana saja dalam saluran pernafasan. Pembentukkan sputum adalah
reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara konstan,
sputum yang dihasilkan seperti sputum berlendir, lekat, abu-abu, atau
putih menandakan adanya bronchitis kronik (Kusyati, 2006). Tanda

Poltekkes Kemenkes
dan gejala pada pasien sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa
pengkajian riwayat kesehatan pasien dengan PPOK yaitu
ditemukannya pasien dengan sesak nafas, sesak nafas meningkat saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas sehari-hari, batuk serta peningkatan
produksi sputum (Muttaqin, 2008). Keluhan yang dirasakan oleh
pasien sesuai dengan teori, dimana tanda dan gejala yang ditunjukkan
pasien adalah sesak nafas yang diakibatkan oleh obstruksi jalan nafas
karena peningkatan produksi mucus, batuk dengan dahak berwarna
putih yang menandakan adanya bronchitis kronis. Hal ini
menunjukkan tidak ada kesenjangan anatara teori dan pada kasus
pasien.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang


dijelaskan, peneliti beransumsi keluhan utama yang dirasakan pada
pasien meningitis meliputi penurunan kesadaran, demam dan kejang.
Oleh sebab itu sebagai perawat dalam pengkajian keluhan utama
pasien dengan meningitis akan menemukan data fokus seperti diatas.

Berdasarkan hasil penelitian pada riwayat kesehatan dahulu partisipan


1 Klien mengatakan pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit yang
sama dengan pasien sekarang yaitu PPOK. Klien merupakan perokok
aktif dan sudah berhenti merokok sejak 1 tahun yang lalu. Pada
riwayat kesehatan dahulu partisipan 2 klien mengatakan memiliki
riwayat ASMA ± 3 Tahun yang lalu dan juga pernah dirawat dengan
sakit yang sama dengaan pasien sekarang yaitu PPOK. Klien
merupakan perokok aktif dan sudah berhenti merokok sejak 2 tahun
yang lalu. Berdasarkan teori dijelaskan bahwa penderita PPOK
mempunyai faktor resiko yaitu pajanan dari partikel yang salah satunya
adalah merokok, merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak
(95% kasus), faktor resiko yang lainnya yaitu polusi udara yang
dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, serta alergi dari gas,
dan polusi dari kendaraan bermotor (GOLD, 2014). Maka dari itu

Poltekkes Kemenkes
menurut penulis, PPOK yang dialami pasien saat ini disebabkan oleh
gaya hidup pasien yang memiliki kebiasaan merokok, dimana perokok
aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan nafas
kronik, serta lingkungan pekerjaan pasien sebagai seorang pemadam
kebakaran yang selalu terpajan oleh asap dan gas beracun, jadi pada
kasus pasien ditemukan adanya persamaan dengan teori yaitu
penyebab dari PPOK salah satunya adalah merokok.

Berdasarkan hasil penelitian kedua partisapan dan teori yang


dijelaskan diatas, peneliti beransumsi riwayat kesehatan dahulu yang
ditemukan pada pasien dengan meningits meliputi pasien pernah
mengalmi infeksi jalan nafas bagian atas. Oleh sebab itu sebagai
perawat saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan dahulu akan
menemukan data fokus seperti diatas.
b. Pemeriksaan fisik
pasien PPOK didalam teori ditemukan hasil inspeksi adanya usaha
peningkatan frekuensi pernafasan, adanya penggunaan otot bantu
nafas, terlihat bentuk dada barrel chest, penipisan masa otot, dan
pernpasan abnormal, palpasi pada pasien PPOK ekspansi meningkat
dan taktil fremitus menurun, perkusi pada pasien PPOK didapatkan
suara normal sampai hipersonor, dan auskultasi didapatkan adanya
bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi
pada bronkiolus (Arif Muttaqin, 2008). Hasil dari pemeriksaan fisik
paru yang telah dilakukan pada pasien didapatkan bentuk dada
simetris, pengembangan paru simetris saat inspirasi, tampak
penggunaan otot bantu pernafasan, irama nafas ireguler. Saat
dilakukan palpasi fokal fremitus kiri dan kanan sama, perkusi paru
bunyi sonor, dan saat dilakukan auskultasi terdapat suara ronchi dan
ekspirasi memanjang. Hal ini juga didukung oleh penelitian farida lutfi
fauzi tentang asuhan keperawatan pasien PPOK di ruang Bougenvil
RSUD Dr.Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri didapatkan hasil
pemeriksaan fisik dada simetris kanan dan kiri, palpasi vokal fremitus

Poltekkes Kemenkes
kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi terdapat suara ronkhi
(Fauzi, 2014). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik paru dengan teori
tidak ada kesenjangan, auskultasi suara ronkhi pada pasien timbul
karena terdapat obstruksi pada bronkiolus akibat peningkatan produksi
mucus.

Untuk lebih mendukung tanda dan gejala yang muncul pada pasien
PPOK perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin,
hematokrit, jumlah darah merah, eosinofil, pulse oksimetri),
pemeriksaan sputum (Muttaqin, 2008). Pemeriksaan laboratorium pada
Tn. M didapatkan hasil kadar Hb 8,2 g/dl, leukosit 25000/mm3 ,
trombosit 314000/mm3 , hematokrit 27%, gula darah sewaktu 150
mg/dl, sputum berwarna putih, dari hasil pemeriksaan penunjang pada
pasien telah sesuai dengan teori. Pasien mendapatkan terapi IVFD RL
12 jam/kolf fungsinya untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit.
Aminophylin per drip 50 mg/8 jam fungsinya untuk obat saluran nafas.
Ranitidine 2x1 gr yang berfungsi untuk pengobatan jangka pendek
tukak lambung. Amilodipin 1x5 mg berfungsi untuk menurunkan
tekanan darah. Injeksi cefoperazone 2x1 gr, merupakan obat antibiotic
digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri, namun
tidak bekerja pada infeksi virus seperti pilek dan flu. Injeksi
methilprednisolone 2x125 mg merupakan kelompok obat
kortikosteroid. Combivent nebu 4x1, bekerja dengan cara melebarkan
saluran nafas bawah (bronkus). Sukralfat sirup 3x1, obat jangka
pendek yang bekerja dengan membentuk lapisan pelindung pada
dinding duodenum sehingga melindungi tukak dari asam lambung
(ISO dalam Febraska, 2014).

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada partisipan I dan partisipan II


memiliki perbedaan yaitu pada partisipan I (Tn.M) keadaan umum
0
pasien Compos Mentis (GCS : 4-5-6), suhu 37,5 C, nadi 86 kali
permenit, pernafasan 22 kali permenit mata simetris kiri dan kanan,

Poltekkes Kemenkes
reflek cahaya positif pada mata kiri dan kanan , konjungtiva negatif
anemis pada mata kiri dan kanan, sklera negatif ikterik pada mata kiri
dan kanan, reflek pupil positif isokor pada mata kiri dan kanan,
udema palpebra negatif, pernafasan cupping hidung. Pada inspeksi
bibir tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir lembab, Pada telinga
tampak bersih,tidak teraba pembesaran kelenjer getah bening dan
kelenjer tiroid. Pemeriksaan jantung ditemukan iktus kordis tidak
terlihat, iktus kordis tidak teraba jelas,dan irama jantung teratur. Pada
pemeriksaan abdomen tidak tampak perubahan warna kulit, tidak
tampak tonjolan, asites negatif ,bising usus 5-7 kali permenit, perkusi
abdomen pekak, pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, lembab,
warna kulit tidak pucat, capillary refill kembali dalam dua detik, akral
teraba hangat.pada ekstremitas atas sebelah kiri klien terpasang infuse
dengan RL 20 tts/menit. Pada partisipan 2 (Tn.S) keadaan umum
0
pasien Compos Mentis (GCS : 4-5-6), suhu 37,0 C, nadi 84 kali
permenit, pernafasan 23 kali permenit, mata simetris kiri dan kanan,
reflek cahaya positif pada mata kiri dan kanan , konjungtiva negatif
anemis pada mata kiri dan kanan, sklera negatif ikterik pada mata kiri
dan kanan, reflek pupil positif isokor pada mata kiri dan kanan,
udema palpebra negatif, pernafasan cupping hidung. Pada inspeksi
bibir tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir lembab, Pada telinga
tampak bersih,tidak teraba pembesaran kelenjer getah bening dan
kelenjer tiroid. Pemeriksaan jantung ditemukan iktus kordis tidak
terlihat, iktus kordis tidak teraba jelas,dan irama jantung teratur. Pada
pemeriksaan abdomen tidak tampak perubahan warna kulit, tidak
tampak tonjolan, asites negatif ,bising usus 5-7 kali permenit, perkusi
abdomen pekak, pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, lembab,
warna kulit tidak pucat, capillary refill kembali dalam dua detik, akral
teraba hangat.pada ekstremitas atas sebelah kiri klien terpasang infuse
dengan RL 20 tts/menit.(Arif Muttaqin, 2008)

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang


dijelaskan, peneliti beransumsi hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan

Poltekkes Kemenkes
pada pasien dengan PPOK akan mengalami gangguan pernafasan.
Maka apabila perawat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien
dengan PPOK akan menemukan hasil yang telah dijelaskan diatas.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada partisipan I yang didapatkan


pada pemeriksaan laboratorium tanggal 2 juni 2017 ditemukan
hemoglobin 13,2 g/dl ( normal 14-16 g/dl),leukosit 12.220 /mm3
(normal 5000-100000 /mm3).leotokrit 40 % (normal 40-48 %) Gula
darah sewaktu 80 mg/dl (normal sp 180 mg/dl). Obat yang
diprogramkan ADS : Nucral 3x2, Combiven 4x1, Cefrixone 2x1,
Ranitidine 2x1, Ondansentron 3x1, Metilpredinisol 2x1, PCT 3x1 ,
Ambroxol 3x1, Curcuma 3x1, Neurodex 2x, Cefedime 2x1. Hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 5 juni 2017 ditemukan hemoglobin
10,9 g/dl ( normal 14-16 g/dl),leukosit 16,060 /mm3 (normal 5000-
100000 /mm3)

Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium partisipan II yang didapatkan


pada pemeriksaan laboratorium tanggal 2 juni 2017 ditemukan
hemoglobin 15,0 g/dl ( normal 14-16 g/dl),leukosit 7060 /mm3
(normal 5000-100000 /mm3).leotokrit 46 % (normal 40-48 %) Gula
darah sewaktu 84 mg/dl (normal sp 180 mg/dl). Obat yang
diprogramkan ADS : O2 2-3 L, Drip aminopilin 2 amp dalam RL
8j/kolf, ceftriaxon 1 x 2 gr, ranitidine 2x1, combiven 4x1, farmavon
3x1.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang


dijelaskan, peneliti beransumsi hasil pemeriksaan penunjang yang
ditemukan pada pasien dengan PPOK meliputi albumin (-), reduksi (-),
bilirubin (-), urobilin nogen (+), sel epitel (+) dan leukosit (+).

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian pada partisipan I diagnosa pertama yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

Poltekkes Kemenkes
produksi mucus karena ditemukan data subyektif pasien mengatakan
bahwa pasien masih sesak, batuk dan berdahak sulit keluar , data objektif
yang didapat berupa adanya suara nafas tambahan terdengar suara nafas
ronkhi, frekuensi nafas meningkat 28x/menit, produksi sputum, batuk
tidak efektif, dispnea (sesak nafas), irama nafas ireguler., diagnosa kedua
yang peneliti ambil yaitu Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar-kapiler data objektif pasien yaitu tampak
sesak nafas, pasien tampak gelisah, frekuensi nafas 28x/menit, adanya
penggunaan otot bantu pernafasan, adanya ekspirasi memanjang dan suara
nafas ronkhi, adanya takikardi. Berdasarkan pengkajian penulis pada
pasien ditemukan adanya kesesuaian antara teori dengan tanda dan gejala
pada pasien. Diagnosa ketiga yang peneliti ambil yaitu Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen pasien yaitu data subjektif pasien mengatakan sesak
nafas meningkat saat beraktivitas, mengatakan aktivitas lebih banyak di
tempat tidur dan dibantu keluarga, pasien mengeluh badan letih setelah
beraktivitas. Data objektif yaitu pasien lebih banyak berbaring di tempat
tidur, aktivitas pasien dibantu keluarga, pasien tampak lemah dan letih.

Hasil penelitian pada partisipan II diagnosa pertama yaitu diagnosa


pertama yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus karena ditemukan data subyektif pasien
mengatakan bahwa pasien masih sesak, batuk dan berdahak sulit keluar ,
data objektif yang didapat berupa adanya suara nafas tambahan terdengar
suara nafas ronkhi, frekuensi nafas meningkat 28x/menit, produksi
sputum, batuk tidak efektif, dispnea (sesak nafas), irama nafas ireguler.,
diagnosa kedua yang peneliti ambil yaitu Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler data objektif
pasien yaitu tampak sesak nafas, pasien tampak gelisah, frekuensi nafas
28x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya ekspirasi
memanjang dan suara nafas ronkhi, adanya takikardi. Berdasarkan
pengkajian penulis pada pasien ditemukan adanya kesesuaian antara teori

Poltekkes Kemenkes
dengan tanda dan gejala pada pasien. Diagnosa ketiga yang peneliti ambil
yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen pasien yaitu data subjektif pasien
mengatakan sesak nafas meningkat saat beraktivitas, mengatakan aktivitas
lebih banyak di tempat tidur dan dibantu keluarga, pasien mengeluh badan
letih setelah beraktivitas. Data objektif yaitu pasien lebih banyak berbaring
di tempat tidur, aktivitas pasien dibantu keluarga, pasien tampak lemah
dan letih.

Menurut NANDA 2015 diagnosa ketidakefektifan pola nafas adalah


inspirasi dan atau ekpirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat,
dengan batasan karakteristik bradipnea, ortopnea, fase ekspirasi
memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan, penurunan tekanan
ekspirasi dan inspirasi, pernafasan bibir, pernafasan cuping hidung, dengn
faktor yang berhubungan hiperventilasi, keletihan otot pernafasan, sinfrom
hipoventilasi. Pada pasien ada ditemukan sebagian tanda-tanda tersebut
namun faktor yang berhungan diagnosa ketidakefektifan pola nafas tidak
sesuai dengan keadaan pasien sehingga penulis tidak menegakkan
diagnosa ketidakefektifan pola nafas.

Berdasarkan teori masalah keperawatan yang muncul 10 diagnosa


keperawatan pada pasien dengan meningitis, namun yang ditegakkan oleh
perawat ruangan adalah 1 buah pada partisipan I dan 1 buah diagnosa
untuk partisipan II. Masalah keperawatan yang sama antara partisipan I
dan partisipan II yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan peningkatan produksi mucus. Beberapa masalah keperawatan yang
dapat diangkat kepada kedua partisipan namun tidak diangkat oleh perawat
ruangan adalah sebagaian berikut Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membrane alveolar-kapiler dan Intoleran aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

Poltekkes Kemenkes
3. Rencana Keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien
selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan yang didalamnya
terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta rencana tindakan
yang akan dilakukan. Intervensi pada masalah utama ketidakefektifan
bersihan jalan nafas mempunyai tujuan menurut Nic dan Noc yaitu
respiratory status: ventilation dengan kriteria hasil menurut
mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu. Respiratory status: airway patency dengan Kriteria
Hasil: Menunjukkan jalan nafas yang paten. Mampu mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang menghambat jalan nafas. Intervensi yang dilakukan
untuk ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu airway management
posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, keluarkan sekret dengan
batuk. Auskultasi suara nafas, catat bila ada suara tambahan. Berikan
bronkodilator, monitor status respirasi dan status O2.

Intervensi pada masalah keperawatan kedua yaitu gangguan pertukaran


gas dengan tujuan Respiratory status: gas exchange dengan kriteria hasil
mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Respiratory status: ventilation dengan kriteria hasil memelihara kebersihan
paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan,
mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispnea. Vital Sign Status dengan kriteria hasil tanda-tanda
vital dalam rentang normal. Intervensi untuk gangguan pertukaran gas
yaitu respiratory Monitoring dengan monitor pola nafas, irama, kedalaman
dan usaha nafas. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot
bantu, dan adanya retraksi otot intercostals dan supraclavicular. Monitor
bunyi nafas, misalnya mendengkur, auskultasi bunyi nafas, catat
peningkatan ventilasi, monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif.
Oxygen therapy dengan intervensi pertahankan jalan nafas yang paten,
atur peralatan oksigenasi. Monitor aliran oksigen, pertahankan posisi
pasien, observasi tanda-tanda hipoventilasi. Monitor adanya kecemasan

Poltekkes Kemenkes
pasien terhadap oksigenasi. Vital Sign Monitoring dengan intervensi
monitor TD, nadi, suhu, dan RR. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas. Monitor pola pernafasan abnormal, monitor suhu,
warna, dan kelembaban kulit, monitor sianosis perifer. Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign.

Intervensi masalah ketiga yaitu intoleransi aktivitas dengan tujuan Energy


Conservation dengan kriteria hasil TTV dalam batas normal, energy
kelemahan. Activity tolerance dengan kriteria hasil berpatisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa peningkatan TTV. Self care dengan kriteria hasil
mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri, mampu berpindah
tanpa bantuan alat. Dengan intervensi keperawatan bantu pasien
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, bantu pasien memilih
aktivitas dengan kemampuan fisik, psikologis, sosial, bantu untuk
mendapatkan alat bantu aktivitas, sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas, bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan
pengetahuan, monitor respon fisik, emosi sosial dan spiritual.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tidakan keperawatan pada partisipan I dan II dilaksanakan


dalam waktu yang berbeda. Pada partisipan I asuhan atau pelaksanaan
tindakan keperawatan dilaksanakan mulai tanggal 03 Juni 2017 sampai
dengan tanggal 08 Juni 2017. Sedangkan untuk partisipan II pelaksanaan
tindakan keperawatan dimulai tanggal 03 Juni 2017 sampai dengan
tanggal 08 Juni 2017. Pelaksanaan tindakan keperawatan tidak dikerjakan
seluruhnya oleh peneliti karena peneliti tidak berdinas selama 24 jam.
Strategi yang dilaksanakan pada pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
dengan mendelegasikan kedua responden kepada perawat ruangan dan
kepada mahasiswa yang dinas di ruangan tersebut. Peneliti melihat semua
tindakan yang dilakukan melalui buku laporan yang berada pada ruangan.

Poltekkes Kemenkes
Implementasi yang dilakukan pada partisipan I selama 5 hari untuk
masalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus, penelitian melakukan monitor TTV, monitor
status pernafasan : frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.
Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui sesak nafas
pasien, mengajarkan teknik nonfarmakologi, dan berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat analgetik.

Pada partisipan II tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari


untuk masalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler adalah respon pasien setelah diberikan oksigen
pasien mengatakan sesak napas berkurang, implementasi selanjutnya
mempertahankan posisi pasien semi fowler, respon pasien mengatakan
nyaman dan sesak nafas berkurang, tindakan selanjutnya melihat adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi, respon pasien mengatakan tidak
cemas dengan pemasangan oksigen, pasien tampak nyaman dengan
pemberian oksigen, selanjutnya inspeksi dada pasien, respon pasien
tampak sesak nafas, irama nafas irregular, dada simetris kanan dan kiri,
serta tampak penggunaan otot bantu nafas.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan intoleransi


aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen adalah mengkaji tingkat ketergantungan pasien, respon
pasien mengatakan sesak nafas saat beraktivitas. Membantu pasien
mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan respon pasien
mengatakan dapat duduk di tempat tidur, dapat makan sendiri, pasien
belum bisa berjalan dari tempat tidur. Implementasi selanjutnya membantu
pasien untuk memilih aktivitas dengan kemampuan fisik, psikologis, dan
sosial, membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan, respon pasien mengatakan dirinya termotivasi oleh dukungan
keluarga, implementasi selanjutnya memperhatikan respon fisik, emosi
sosial dan spiritual, respon fisik pasien tampak sesak nafas saat

Poltekkes Kemenkes
beraktifitas, emosi pasien stabil, pasien sering berdoa untuk
kesembuhannya.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Hidayat (2009) evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir
dalam proses asuhan keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana keberhasilan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Evaluasi yang dilakukan selama 5 hari pada kedua partisipan tidaklah
sama. Pada partisipan I pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dengan menggunakan metode SOAP yang dihasilkan adalah pasien
mengatakan sesak nafas masih ada, sesak berkurang dengan posisi duduk,
pasien masih batuk dengan dahak yang sudah mulai mudah dikeluarkan
dengan batuk efektif, dari hasil observasi pasien tampak sesak nafas dan
batuk, frekuensi pernafasan 25x/menit, posisi pasien semi fowler, sekret
dapat dikeluarkan dengan batuk efektif, sekret berwarna putih, suara nafas
vesikuler dan ekspirasi memanjang, dari semua tindakan keperawatan
yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian sehingga intervensi
dilanjutkan untuk observasi tanda-tanda vital dan menganjurkan pasien
untuk selalu menggunakan teknik terapi batuk efektif, kolaborasi
pemberian bronkodilator. Dari hasil evaluasi tersebut pasien masih
mengeluh sesak nafas dan batuk yang disertai pengeluaran sputum. Dalam
teori terdapat kriteria hasil yaitu dapat mendemonstrasikan batuk efektif,
tidak ada sesak nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal,
mampu mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas abnormal (Nuraif dan
Khusuma, 2015). Sehingga diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan peningkatan produksi mukus teratasi sebagian karena
pasien masih terdapat tanda gejala sesak nafas, frekuensi nafas dalam
rentang tidak normal, terdapat suara nafas dengan ekspirasi memanjang.

Sementara untuk partisipan II Hasil evaluasi pada hari ke 5 pada diagnosa


keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

Poltekkes Kemenkes
membran alveolar-kapiler dari semua tindakan yang telah dilakukan pada
tanggal 3-8 Juni 2017 didapatkan hasil evaluasi pasien dengan
menggunakan metode SOAP adalah pasien masih mengeluh sesak nafas,
sesak nafas berkurang dengan diberikan oksigen, dari evaluasi objektif
didapatkan pasien tampak sesak nafas, irama nafas regular, tidak ada
retraksi dinding dada, vokal fremitus sama kiri dan kanan, auskultasi
ekspirasi memanjang, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 91x/menit,
frekuensi pernafasan 26 x/menit, suhu 36.5 derajat celcius, pasien tidak
terpasang oksigen. Dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan
hasil masalah keperawatan gangguan pertukaran gas teratasi sebagian
sehingga intervensi dilanjutkan. Menurut teori terdapat criteria hasil
gangguan pertukaran gas yaitu mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat, memelihara kebersiahn paru-paru dan bebas
dari tanda-tanda distress pernafasan, mendemonstrasikan batuk efektif,
tanda-tanda vital dalam rentang normal (Nuraif dan Khusuma, 2015).
Sehingga diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi teratasi sebagian karena pasien masih terdapat tanda gejala
sesak nafas, frekuensi nafas dalam rentang tidak normal yaitu 26x/menit,
terdapat suara nafas dengan ekspirasi memanjang, tekanan darah dalam
rentang normal, dan intervensi dihentikan. Diharapkan keluarga dapat
merawat pasien dan memberikan terapi oksigen dengan benar di rumah.

Sementara untuk partisipan II Hasil evaluasi pada hari ke 5 pada diagnosa


keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen dilakukan implementasi pada tanggal
3-8 Juni 2017 didapatkan hasil evaluasi pada, 8 Juni 2017 dengan metode
SOAP adalah pasien mengatakan masih sesak nafas saat beraktivitas yang
berat, badannya sudah tidak lemas lagi, pasien juga mengatakan sudah bisa
melakukan aktivitas dengan mandiri walaupun terkadang masih dibantu
oleh keluarga. Evaluasi objektif didapatkan pasien tampak sesak saat
beraktivitas, frekuensi pernafasan 28x/menit, pasien tampak masih banyak
berada di tempat tidur, dan aktivitas terlihat masih dibantu keluarga,

Poltekkes Kemenkes
terpasang binasal kanul 3 L/menit. Tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 85
x/menit, suhu 36.5 derajat celcius. Dari semua tindakan yang sudah
dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan intoleransi aktivitas
teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan. Dalam teori masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda-tanda vital
dalam rentang normal, energy kelemahan, berpatisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan tanda-tanda vital, mampu melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, mampu berpindah dengan atau tanpa
bantuan alat (Nuraif dan Khusuma, 2015). Maka dapat disimpulkan
masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi sebagian karena
aktivitas pasien masih dibantu keluarga dan intervensi dihentikan.
Diharapkan keluarga dapat membantu dan memberi dukungan pada pasien
dalam melakukan aktivitas sehariharinya.

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan peneliti tidak mengalami


hambatan dalam pelaksanaan tindakan mandiri hal ini karena kerja sama
yang baik dengan perawat ruangan dan mahasiswa yang sedang berdinas
di ruangan.

Poltekkes Kemenkes
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan gangguan

oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017, peneliti dapat mengambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pengkajian pada pasien didapatkan hasil bahwa terdapat tanda dan gejala

sesak napas, batuk disertai sputum yang sulit dikeluarkan, sesak napas

meningkat saat beraktivitas dan pasien mengatakan badan lemas dan letih.

Pemeriksaan paru pada pasien didapatkan hasil inspeksi simetris kanan

dan kiri, irama napas ireguler, tampat retraksi dinding dada, palpasi vokal

fremitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi ekspirasi

memanjang dan terdapat suara ronkhi.

2. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien didapatkan 3 diagnosa yang

ditemukan diantaranya yaitu ketidakefektifan jalan napas berhubungan

dengan peningkatan produksi mucus, diagnosa kedua yaitu gangguan

pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolarkapiler,

diagnosa keperawatan ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan

dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Intervensi utama pada ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah

pemberian posisi pasien semi fowler dan pemberian terapi batuk efektif

dalam mengeluarkan sputum. Intervensi utama pada diagnosa gangguan

pertukaran gas adalah monitor keadaan napas yaitu pola napas, irama,

Poltekkes Kemenkes
kedalaman dan usaha pernapasan, kesimetrisan dan adanya penggunaan

otot bantu napas, mengukur tanda-tanda vital pasien serta kolaborasi

dalam pemberian oksigen. Intervensi utama pada diagnosa intoleransi

aktivitas yaitu mengatur cara beraktivitas pasien sesuai dengan

kemampuan.

4. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 03 – 07 Juni 2017

diantaranya membantu pasien untuk posisi semi fowler,

mendemonstrasikan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sputum,

melihat pola napas, irama, kesimetrisan serta adanya retraksi otot bantu

napas, mengauskultasi suara napas, mengukur tanda-tanda vital, kolaborasi

dalam pemberian terapi oksigen, serta membantu pasien mengidentifikasi

aktivitas yang mampu dilakukan.

5. Evaluasi keperawatan dalam bentuk SOAP dari tindakan yang sudah

dilakukan didasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan yaitu pada

diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi mucus teratasi sebagian, diagnosa kedua gangguan

pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler

teratasi sebagian, dan pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan

dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen teratasi

sebagian.

B. Saran

1. Bagi Ruang VI Paru

Diharapakan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam

memberikan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada

Poltekkes Kemenkes
pasien PPOK dalam mengaplikasikan cara mengeluarkan sputum dengan

teknik batuk efektif, memberikan posisi semi fowler pada pasien sesak

napas, serta dapat memantau respon pasien terhadap oksigenasi serta

membantu pasien dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan

kemampuannya.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti dapat melakukan penerapan asuhan keperawatan

gangguan pemenuhan oksiganasi pada pasien PPOK secara tepat dan dapat

mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran untuk menghasilkan

perawat-perawat yang professional, terampil, dan bermutu yang mampu

memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh serta dapat

menerapkan asuhan keperawatan gangguan oksigenasi pada pasien PPOK

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Astika, JR Said. 2016. Hubungan Derajat PPOK terhadap Kualitas hidup pada
pasien PPOK di Poliklinik Paru RSUP Dr.M.Djamil Padang dan Rumah Sakit
Khusu Paru Sumatera Barat. Diploma thesis Universitas Andalas. Tersedia
pada scholar.unand.ac.id diakses pada tanggal 30 Maret 2017

Dini, M.W., Agustina S.P., Dewi, S. 2009. Studi Tingkat Kepatuhan Perawat
dalam Pemberian Oksigen Melalui Nasal Kanul sesuai SOP Oksigenasi di
Ruang Rawat Inap Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Ilmu Keperawatan
ISSN. 2085-3742. Tersedia Pada
https://adysetiadi.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-pdf-vol-1-stikes1.pdf.
Diakses Pada 24 Maret 2017

Fauzi, Farida Luthfi. 2014. Pemberian Batuk Efektif dalam Pengeluaran Sputum
pada asuhan Keperawatan Tn.S dengan PPOK di Ruang Bugenvil RSUD
Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Studi Kasus. Prodi DIII
Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Febraska, Anastasia Indah. 2014. Pemberian Posisi semi Fowler Terhadap Sesak
Nafas pada Asuhan Keperawatan Tn. A dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis di Bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar. Studi Kasus. Prodi DIII
Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2014. Global Strategy For
The Diagnosis Management And Prevention Of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease: USA.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease Pocket. 2015. Global
Strategy For The Diagnosis Management And Prevention Of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease: USA.

Harahap, Ikhsanuddin Ahmad. 2009. Terapi Oksigen dalam Asuhan


Keperawatan.Tersedia pada http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-
ikhsanuddin2.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2017

Hartono. 2015. Peningkatan Kapasitas Vital Paru pada Pasien PPOK


Menggunakan Metode Pernapasan Pursed Lips di RSUD Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. Tersedia pada http://
jurnal .poltekkes-solo.ac.id. Diakses pada 24 Maret 2016

Poltekkes Kemenkes
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia; Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Hudoyo, Achmad. 2014. Penatalaksanaan Asma dan PPOK Pada Orang Dewasa
Berdasar Pedoman GINA dan GOLD. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI /SMF Paru RS. Persahabatan. Jakarta Timur

Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi


Kronis Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Di RSUD Sragen. Sragen : Jurnal Keperawatan.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi


Sumatera Barat 2013

Lyndon Saputra. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa


Aksara Publisher

Murray, 2010. dikutip Rosyid, Akbar. 2015. Asuhan Keperawatan Pemenuhan


Oksigenasi Pada Tn.M di Ruang Barokah RSU PKU Muhammadiyah
Gombong. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah :
Gombong

Murwani, A. 2011. Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta:


Gosyenpublishing.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA International. 2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna Keliat, et al, Penerjemah).
Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta: Mediaction Jogja

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif


Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.

Potter, Patricia A dan Perry Anne Griffin. 2010. Buku Ajar Fudamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Price and Wilson. 2012. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Supari, S.F. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik :


Kepmenkes RI NOMOR 1022/MENKES/SK/XI/2008, Jakarta

Poltekkes Kemenkes
Solberg. 2010. Nursing Assessment During Oxsygen Administration In Ventilated
Infant

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Susanto, Agus Dwi, Prasenohadi, dan Faisal Yunus. 2010: The Year of The Lung.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran UI-RS Persahabatan Jakarta

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

WHO (2015). Global health risks: mortality and burden of disease attributable to
selected major risks. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data

Poltekkes Kemenkes
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
FORMAT DOKUMENTASI

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR

NAMA MAHASISWA : NIA ANGRAINI PUTRI


NIM : 143110258
RUANG PRAKTIK : RUANG VI

A. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA

1. Identitas klien

Nama : Tn. M

Umur : 67 Tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Belimbing Raya

Diagnose keperawatan : PPOK

2. Identitas penanggung jawab

Nama : Ny. A

Jenis kelamin : Perempuan

Hubungan : Etek

Alamat : Jl. Hidayah I No 7 Dadok Tunggul Hitam

3. Diagnose dan informasi medic yang pentng waktu masuk

Tanggal masuk : 02 JUNI 2017 / 17.30 WIB

No Medical Record : 114552

Diagnose Medik : PPOK

4. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

1) Keluhan utama :

Poltekkes Kemenkes
Tn. M datang ke IGD Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo

Padang pada tanggal 02 Juni 2017 jam 17.30 WIB dengan

keluahan Tn. M mengalami sesak nafas, batuk berdahak yang sukar

dikeluarkan dan nyeri ulu hati serta muntah.

2) Keluhan saat pengkajian :

Pengkajian dilakukan pada tanggal 03 Juni 2017 jam 10.30 WIB di

Ruang VI Paru, didapatkan data bahwa pasien mengeluh sesak

nafas dan batuk berdahak yang sukar dikeluarkan. Pasien

mengatakan sesak nafas datang tiba-tiba dipengaruhi oleh emosi,

cuaca, dan sesak meningkat apabila pasien beraktivitas. Pasien juga

mengatakan demam sejak pasien masuk dan Pasien juga

mengatakan badan terasa lemah dan letih.

b. Riwayat kesehatan dahulu :

Tn. M memiliki riwayat sesak nafas dan batuk sejak 4 tahun yang lalu.

Tn. M selama tahun 2013 sudah pernah dirawat di ruang VI paru RS

TK III Dr. Reksodiwiryo Padang. Tn. M mempunyai riwayat minum

obat OAT tahun 2013 diminum selama 9 bulan dari dokter yang

merawat Tn.M. Tn. M memiliki kebiasaan merokok 12 batang/hari

selama 40 tahun dan sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Tn. M

juga bekerja sebagai petani.

c. Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga Tn. M mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat

penyakit yang sama yaitu PPOK dengan pasien. Keluarga juga tidak

ada mempunyai penyakit keturunan seperti DM dan hipertensi.

Poltekkes Kemenkes
5. Kebutuhan dasar

a. Makan

Sehat : 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk

Sakit : Makan : 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk serta

sayur dan

buah yang disediakan oleh rumah sakit

b. Minum

Sehat : ± 1500 cc dalam sehari

Sakit : ± 1800 cc dalam sehari

c. Tidur

Sehat : Siang : 1-2 jam sehari Malam : 6-7 jam sehari

Sakit : Siang : 2-3 jam sehari (sering terbangun) Malam : 8-9 jam

sehari (sering terbangun)

d. Eliminasi :

Sehat : BAB : 1 kali sehari BAK : ± 5-6 kali sehari

Sakit : BAB : 1 kali dua hari, tekstur lembek BAK : ± 4-5 kali

dalam sehari

e. Aktifitas :

Sehat : Tn. M hanya dapat beraktifitas dengan baik, Tn.A tidak

teratur

Melakukan olahraga.

Sakit : Tn. M tidak bisa menjalankan aktivitasnya seperti biasa

karena

Poltekkes Kemenkes
sesak nafas bila beraktivitas, Tn. M hanya banyak berbaring

dan

duduk di tempat tidur.

6. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

TB / BB : 162 cm / 56 Kg

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 37,3 celcius

Pernafasan : 23 x/menit

Kepala :

Bentuk kepala meshocepal,kulit kepala tampak bersih, tidak ada lesi di

Kulit kepala.

Rambut :

rambut tampak beruban, rambut berminyak,

Mata :

Simetris kiri dan kanan, konjungtiva sub anemis, sclera tidak ikterik,

tampak palpebra bengkak, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.

Hidung :

Simetris, hidung tampak bersih, tidak ada nyeri tekan disekitar hidung,

tidak ada septum defiasi, tidak ada pernafasan cuping hidung.

Wajah : simetris, tampak meringis.

Telinga :

Poltekkes Kemenkes
Telinga simetris kiri dan kanan, membrane timpani tampak

utuh,pendengaran pasien baik, tidak menggunakan alat bantu

pendengaran, telinga tampak bersih dan tidak ada serumen.

Leher :

Tidak ada pembesaran kelenjer limfe dan tidak teraba pembesaran

kelenjer tiroid.

Thorax :

I : Simetris, pengembangan dada kanan dan kiri sama,

tampak

penggunaan otot bantu pernafasan, irama napas irregular

P : vokal fremitus raba kanan dan kiri sama

P : sonor

A : ekspirasi memanjang dan terdapat suara ronkhi

Jantung

I : dada simetris, iktus kordis tak terlihat

P : iktus teraba di linen midclavikula sinistra RIC V

P : Pekak

A : jantung I dan II regular

Abdomen :

I : Datar, terlihat tampak buncit, tidak ada lesi di permukaan

kulit

P : ising usus terdengar 15x/menit

P : ada nyeri tekan

A : timpani

Poltekkes Kemenkes
Kulit : kulit tampak kering, warna tidak pucat, turgor kembali

dengan

cepat,

Ektremitas :

ekstremitas atas bagian kanan terpasang IVFD RL 12 jam/kolf, tidak

ada udem di ekstremitas, dapat digerakkan. Ekstremitas bawah kanan

dan kiri masih utuh dan dapat digerakkan, tidak ada udema.crt < 2

detik

Kekuatan otot : 5555 5555


5555 5555

7. Data psikologis

a. Status emosional :

Stabil, pasien tampak lebih banyak diam.

b. Kecemasan :

pasien mengatakan tidak merasa cemas terhadap penyakitnya

c. Pola koping :

pasien dapat menerima penyakit yang dialaminya dan menganggap

penyakitnya merupakan ujian dari allah SWT

d. Gaya komunikasi :

pasien menggunakan bahasa minang dalam berkomunikasi.

e. Konsep diri :

pasien mengatakan bersyukur atas karunia yang diberikan allah

pada dirinya, pasien tidak merasa rendah diri dengan keadaannya

sekarang dan mengatakan dirinya sangat dihargai sebagai kepala

Poltekkes Kemenkes
keluarga dan tidak mempengaruhi peran identitasnya sebagai

seorang kepala keluarga sebagai pengambil keputusan. Ideal diri

pasien mengatakan apa yang terjadi pada dirinya adalah kehendak

allah dan pasien tetap bersemangat untuk sembuh

8. Data ekonomi social :

Pasien seorang pensiunan pemadam kebakaran dan berobat

menggunakan kartu BPJS kesehatan.

9. Data spiritual :

Pasien melaksanakan sholat sambil berbaring diatas tempat tidur

karena merasa sesak nafas bila sholat berdiri dan berdoa untuk

kesembuhan penyakitnya.

B. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS : Pasien mengatakan Ketidakefektifan Peningkatan

batuk berdahak dan sulit bersihan jalan produksi mukus

dikeluarkan. Pasien merasa ada napas

dahak di saluran napas, pasien

mengeluh sesak napas dan

pasien juga mengatakan

demam.

DO : Pasien tampak batuk,

pasien tampak sesak dengan

RR 24x/menit,

Poltekkes Kemenkes
auskultasi paru bunyi

ronkhi, irama napas

irregular.

2. DS : Pasien mengatakan Gangguan Perubahan membran

sesak napas DO : Pasien pertukaran gas alveolar-kapiler

tampak sesak napas (dispnea),

RR 24x/menit, ekspirasi

memanjang. Irama napas

irregular, retraksi dinding

dada, vokal fremitus sama

kiri dan kanan. TD : 141/79

mmHg, Takikardi HR :

106x/menit

3. DS : Pasien mengeluh Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan

sesak napas dan sesak antara suplai dan

meningkat bila beraktifitas. kebutuhan okisgen

Pasien mengatakan

aktifitasnya lebih banyak

ditempat tidur, pasien

mengeluh letih setelah

beraktifitas.

DO : Pasien tampak sesak

napas saat beraktifitas, RR:

Poltekkes Kemenkes Padang


24x/menit, pasien tampak

lebih banyak di atas tempat

tidur. Aktifitas pasien dibantu

keluarga.

Poltekkes Kemenkes Padang


C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC INTERVENSI


1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : NIC : Airway Management
napas a) Respiratory status: a) Airway a) Posisikan pasien untuk
Definisi: Ketidakmampuan ventilation Management memaksimalkan ventilasi
membersihkan sekresi untuk b) Respiratory b) Lakukan fisioterapi dada
mempertahankan bersihan jalan napas. Kriteria Hasil: Monitoring bila perlu
a) Mendemonstrasikan batuk c) Keluarkan sekret dengan
Batasan Karakteristik: efektif dan suara napas batuk
a) Batuk yang tidak efektif ang bersih, tidak ada sianosi d) Auskultasi suara napas,
b) Dispnea dan dyspneu (mampu catat bila ada suara
c) Penurunan bunyi napas mengeluarkan sputum, tambahan
d) Perubahan frekuensi napas mampu bernapas dengan e) Berikan bronkodilator
e) Perubahan pola napas mudah, tidak ada pursed f) Monitor status respirasi
f) Sputum dalam jumlah yang lips) dan status O2.
berlebihan b) Menunjukkan jalan napas
g) Suara napas tambahan yang paten (klien tidak Respiratory Monitoring
h) Tidak ada batuk merasa tercekik, irama a) Monitor pola napas,
napas, frekuensi pernapasan irama, kedalaman dan
Faktor yang Berhubungan: dalam rentang normal, tidak usaha napas
a) Obstruksi jalan napas ada suara napas abnormal) b) Perhatikan gerakan dan
b) b) Mucus berlebihan c) Mampu mengidentifikasi kesimetrisan,
dan mencegah faktor yang menggunakan otot bantu,
menghambat jalan napas dan adanya retraksi otot
intercostals dan
supraclavicular

Poltekkes Kemenkes Padang


c) Monitor bunyi napas,
misalnya mendengkur
d) Monitor kemampuan
pasien dalam batuk
efektif
2. Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC Oxygen Therapy
Respiratory status: gas a) Oxygen Therapy a) Pertahankan jalan napas
Definisi: kelebihan atau defisit exchange b) Respiratory yang paten
oksigenasi dan /atau eliminasi monitoring b) Atur peralatan oksigenasi
karbon dioksida pada membran Kriteria Hasil: c) Vital Sign c) Monitor aliran oksigen
alveolar-kapiler a) Mendemonstrasikan Monitoring d) Pertahankan posisi pasien
peningkatan ventilasi dan e) Monitor adanya
Batasan karakteristik: oksigenasi yang adekuat kecemasan pasien
a) Dispnea terhadap oksigenasi
b) Takikardia Respiratory status:
c) Gelisah ventilation Respiratory Monitoring
d) Warna kulit abnormal (mis; Kriteria Hasil: a) Monitor pola napas,
pucat, kehitaman) a) Memelihara kebersihan irama, kedalaman dan
e) Pola napas abnormal (mis; irama, paru-paru dan bebas dari usaha napas
frekuensi, kedalaman) tanda-tanda distress b) Perhatikan gerakan dan
pernapasan kesimetrisan,
Faktor yang Berhubungan: b) Mendemonstrasikan batuk menggunakan otot bantu,
a) Perubahan membran alveolar- efektif dan suara napas dan adanya retraksi otot
kapiler yang bersih, tidak ada intercostals dan
sianosis dan dypsneu supraclavicular
(mampu mengeluarkan c) Monitor bunyi napas,
sputum, mampu bernapas misalnya mendengkur
dengan mudah, tidak ada d) Auskultasi bunyi napas,

Poltekkes Kemenkes Padang


pursed lips) Vital sign catat peningkatan
status Tanda-tanda vital ventilasi
dalam rentang normal e) Monitor kemampuan
pasien dalam batuk
efektif

Vital Sign Monitoring


a) Monitor TD, nadi, suhu,
b) Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
c) Monitor pola pernapasan
abnormal
d) Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
e) Monitor sianosis perifer
f) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Intoleransi aktivitas NOC: NIC Activity Therapy
Energy conservation a) Energy a) Bantu klien untuk
Definisi: ketidakcukupan energi Kriteria hasil : conservation mengidentifikasi aktivitas
psikologis dan fisiologis untuk a) Tanda-tanda vital normal b) Activity tolerance yang mampu dilakukan
melanjutkan atau menyelesaikan b) Energy kelemahan c) Selft care : ADLs b) Bantu untuk memilih
aktifitas kehidupan sehari-hari yang c) Level kelemahan aktivitas dengan
harus atau yang ingin dilakukan. kemampuan fisik,
Activity tolerance psikologi fdan social
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : c) Bantu untuk
a) Respon tekanan darah abnormal a) Berpartisipasi dalam mendapatkan alat bantu
terhadap aktivitas aktivitas fisik tanpa aktivitas seperti kursi

Poltekkes Kemenkes Padang


b) Ketidaknyamanan setelah disertai peningkatan roda, krek
beraktivitas tekanan darah, nadi dan d) Bantu klien untuk
c) Dispnea setelah beraktivitas RR membuat jadwal latihan
d) Menyatakan merasa letih diwaktu luang
e) Menyatakan merasa lemah Selft care : ADLs e) Sediakan penguatan
Kriteria hasil : positif bagi yang aktif
Faktor yang berhubungan : a) Mampu melakukan beraktivitas
a) Ketidakseimbangann antara aktifitas sehari-hari f) Bantu pasien untuk
suplai dan kebutuhan oksigen (ADLs) secara mandiri mengembangakan motivasi
b) Mampu berpindah dengan diri dan penguatan
atau tanpa bantuan alat g) Monitor respon fisik,
emosi social dan spiritual.

Sumber : NANDA International, 2015, Nurarif dan Khusuma, 2015

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari / Diagnosa Keperawatan Jam Tindakan Keperawatan Paraf


Tanggal
03 Juni Ketidakefektifan bersihan jalan napas 9.10 a) Mengauskultasi suara napas pasien
2017 berhubungan dengan peningkatan Respon : auskultasi suara napas
produksi mukus ekspirasi memanjang dan terdapat
suara ronkhi.
b) Membantu pasien dengan posisi
9.20 semi fowler Respon subjektif pasien
mengatakan merasa nyaman dan sesak
berkurang, pasien tampak

Poltekkes Kemenkes Padang


nyaman dan sesak berkurang.
10.00 c) Mendemonstrasikan pasien
mengeluarkan sekret dengan cara
batuk efektif Respon : Pasien
tampak memperhatikan perawat dan
pasien dapat mengulang kembali cara
batuk efektif
10.40 d) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
03 Juni Gangguan pertukaran gas 9.00 a) Mengukur tanda-tanda vital Respon
2017 berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 110/80
mmHg, HR: 88x/menit, RR:
24x/menit, suhu: 37 derajat celcius. b)
Menginspeksi dada pasien Respon
9.15 subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
c) Memperhatikan suhu, warna, dan
9.45 kelembaban kulit serta melihat
adanya sianosis perifer. Respon: Suhu
pasien 37 derajat celcius,

Poltekkes Kemenkes Padang


tidak adanya sianosis perifer
11.00 d) Melihat adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi.
03 Juni Intoleransi aktivitas berhubungan 11.30 a) Membantu klien untuk
2017 dengan ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dengan kebutuhan mampu dilakukan Pasien mengatakan
bisa duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien merasa sesak
saat berjalan.
11.40 b) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya.
c) Bantu pasien untuk
mengembangakan motivasi diri dan
12.30
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya
karena didukung oleh keluarga.
d) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual

04 Juli Ketidakefektifan bersihan jalan napas 09.45 a) Membantu pasien dengan posisi

Poltekkes Kemenkes Padang


2017 berhubungan dengan peningkatan semi fowler Respon subjektif
produksi mukus pasien mengatakan merasa nyaman
dan sesak berkurang, pasien tampak
nyaman dan sesak berkurang.
09.30 b) Mengauskultasi suara napas pasien
Respon : auskultasi suara napas
ekspirasi memanjang dan terdapat
suara ronkhi.
10.10 c) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
10.40 d) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif
04 Juli Gangguan pertukaran gas 09.20 a) Mengukur tanda-tanda vital Respon
2017 berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 110/80
mmHg, HR: 88x/menit, RR:
25x/menit, suhu: 36,7 derajat
celcius.
09.25 b) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
c) Memperhatikan suhu, warna, dan
09.50 kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon: Suhu pasien
36,7 derajat celcius, tidak adanya
sianosis perifer
d) Melihat adanya kecemasan pasien
11.00 terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi.

04 Juli Intoleransi aktivitas berhubungan 11.20 a) Membantu klien untuk


2017 dengan ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dengan kebutuhan mampu dilakukan Pasien mengatakan
bisa duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien merasa sesak
saat berjalan.
11.30 b) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya.

Poltekkes Kemenkes Padang


12.00 c) Bantu pasien untuk
mengembangakan motivasi diri dan
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya
karena didukung oleh keluarga.
12.10 d) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,
pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.
05 Juli Ketidakefektifan bersihan jalan napas 10.40 a) Mempertahankan posisi pasien semi
2017 berhubungan dengan peningkatan fowler Respon subjektif pasien
produksi mukus mengatakan merasa nyaman dan
sesak berkurang, pasien tampak
nyaman dan sesak berkurang.
10.20 b) Mengauskultasi suara napas pasien
Respon : auskultasi suara napas
ekspirasi memanjang dan terdapat
suara vesikuler.
10.45 c) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
11.00 d) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
05 Juli Gangguan pertukaran gas 10.00 a) Mengukur tanda-tanda vital Respon
2017 berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 120/70
mmHg, HR: 86x/menit, RR:
24x/menit, suhu: 36,8 derajat
celcius.
10.15 b) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
c) Mempertahankan aliran oksigen
10.25 Memperhatikan suhu, warna, dan
kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon: Suhu pasien
36,8 derajat celcius, tidak adanya
sianosis perifer
d) Melihat adanya kecemasan pasien
11.30 terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi.

Poltekkes Kemenkes Padang


05 Juli Intoleransi aktivitas berhubungan 12.30 a) Membantu klien untuk
2017 dengan ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dengan kebutuhan oksigen mampu dilakukan Pasien mengatakan
bisa duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien merasa sesak
saat berjalan.
12.40 b) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya.
c) Bantu pasien untuk
12.50 mengembangakan motivasi diri dan
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya
karena didukung oleh keluarga.
d) Monitor respon fisik, emosi social
13.00 dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,
pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.

06 Juli Ketidakefektifan bersihan jalan napas 10.20 a) Mengauskultasi suara napas pasien
2017 berhubungan dengan peningkatan Respon : auskultasi suara napas
produksi mukus ekspirasi memanjang dan terdapat

Poltekkes Kemenkes Padang


suara ronkhi.
10.45 b) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
11.10 c) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
06 Juli Gangguan pertukaran gas 10.10 a) Mengukur tanda-tanda vital Respon
2017 berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 110/90
mmHg, HR: 88x/menit, RR:
24x/menit, suhu: 36,8 derajat
celcius.
10.15 b) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
c) Memperhatikan suhu, warna, dan
10.35
kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon:

Poltekkes Kemenkes Padang


Suhu pasien 36,8 derajat celcius,
tidak adanya sianosis perifer
11.30 d) Melihat adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
06 Juli Intoleransi aktivitas berhubungan 12.10 a) Membantu untuk memilih aktivitas
2017 dengan ketidakseimbangan antara dengan kemampuan Pasien bisa
suplai dengan kebutuhan oksigen duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien tampak sudah
mulai berjalan dari tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
14.30 b) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,
pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.
07 Juli Ketidakefektifan bersihan jalan napas 09.40 a) Mengauskultasi suara napas pasien
2017 berhubungan dengan peningkatan Respon : auskultasi suara napas
produksi mukus ekspirasi memanjang dan terdapat
suara vesikuler.
10.10 b) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
10.40 c) Melihat kembali cara pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
07 Juli Gangguan pertukaran gas 09.30 a) Mengukur tanda-tanda vital Respon
2017 berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 110/80
mmHg, HR: 84/menit, RR:
24x/menit, suhu: 37,2 derajat
celcius.
09.35 b) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
reguler, simetris kanan dan kiri,
serta tidak ada penggunaan otot bantu
napas
07 Juli Intoleransi aktivitas berhubungan 11.10 a) Membantu untuk memilih aktivitas
2017 dengan ketidakseimbangan antara dengan kemampuan Pasien bisa
suplai dengan kebutuhan oksigen duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien tampak sudah
mulai berjalan dari tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
11.30 b) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, tekanan darah 130/80

Poltekkes Kemenkes Padang


mmHg, nadi 85x/menit, frekuensi
pernafasan 25x/menit, suhu 36.5
derajat celcius, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan, pasien
mengatakan selalu berdoa untuk
kesembuhannya

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Hari / Diagnosa Keperawatan Jam Evaluasi Keperawatan Paraf


Tanggal
03 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13. 30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas,
jalan napas berhubungan sesak berkurang dengan posisi setengah
dengan peningkatan produksi duduk, batuk berdahak yang masih sulit
mukus dikeluarkan
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas, RR:
28 x/menit, pasien tampak sulit mengeluarkan
sputum, warna sputum putih, posisi pasien
semi fowler, suara napas ronkhi.
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan batuk efektif,
mempertahankan posisi pasien semi fowler

Poltekkes Kemenkes Padang


03 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, terdapat retraksi
kapiler dinding dada, auskultasi ekspirasi
memanjang terdapat suara ronkhi, posisi
pasien semi fowler, terpasang oksigen
binasal kanul 3 L/menit, tekanan darah:
141/79 mmHg, HR: 106x/menit, RR:
28x/menit, suhu: 36,8 derajat celcius
A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; memantau kembali
keadaan pernafasan pasien, mempertahankan
oksigenasi pasien, mempertahankan posisi
pasien
03 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.20 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas, pasien mengeluh badan terasa
ketidakseimbangan antara lemah, pasien mengatakan aktivitas dibantu
suplai dengan kebutuhan oleh keluarga
oksigen O : pasien tampak sesak napas, frekuensi
pernapasan 28 x/menit, pasien tampak
berbaring di tempat tidur, aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga
A : Masalah intoleransi aktivitas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; membantu pasien
memilih aktivitas yang mampu dilakukan
04 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.30 S : Sesak napas masih ada, sesak berkurang

Poltekkes Kemenkes Padang


jalan napas berhubungan dengan posisi duduk dan batuk berdahak
dengan penumpukan sekret; yang masih sulit dikeluarkan, pasien juga
sekresi yang tertahan mengatkan dahak lebih mudah dikeluarkan
setelah selesai fisioterapi dada
O : Pasien tampak masih batuk dan sesak napas,
frekuensi napas 26 x/menit, dilakukan
fisioterapi dada dan batuk efektif, sekret
berwarna putih, auskultasi terdapat suara
ronkhi
A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan
teknik batuk efektif untuk mengeluarkan
sputum
04 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.40 S : Pasien mengeluh masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, ada retraksi dinding
kapiler dada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ronkhi dan ekspirasi
memanjang, tidak ada sianosis perifer,
tekanan darah 140/80 mmHg, nadi
105x/menit, frekuensi pernapasan
28x/menit, suhu 36,7 derajat celcius,
pasien terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; memonitor keadaan
napas pasien, mempertahankan aliran

Poltekkes Kemenkes Padang


oksigen, dan posisi pasien semi fowler
04 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.50 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas, pasien mengeluh badan masih
ketidakseimbangan antara lemas, keluarga pasien mengatakan aktivitas
suplai dengan kebutuhan masih dibantu keluarga
oksigen O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak berbaring di
tempat tidur, ADL di bantu keluarga, pasien
tampak lemas. Pasien terpasang O2 binasal
kanul 3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; melihat
kemampuan pasien dalam aktivitas sesuai
kemampuan
05 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.15 S : Pasien mengatakan masih sesak napas dan
jalan napas berhubungan batuk, sesak berkurang dengan posisi
dengan penumpukan sekret; setengah duduk, pasien mengatakan dahak
sekresi yang tertahan lebih mudah dikeluarkan dengan batuk
efektif
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas, RR:
28 x/menit, pasien tampak mengeluarkan
sputum dengan batuk efektif, warna
sputum putih, posisi pasien semi fowler,
suara napas vesikuler
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan

Poltekkes Kemenkes Padang


teknik batuk efektif, pemberian
bronkodilator
05 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, pasien tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, ada retraksi dinding
kapiler dada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ronkhi dan ekspirasi memanjang,
tidak ada sianosis perifer, tekanan darah
130/70 mmHg, nadi
109x/menit, frekuensi pernapasan
26x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
pasien terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah ketidakefektifan pola napas
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; monitor keadaan
napas pasien, mempertahankan aliran
oksigen, posisi pasien semi fowler
05 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.40 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas sudah berkurang, pasien
ketidakseimbangan antara mengeluh badan masih lemas, pasien
suplai dengan kebutuhan mengatakan sudah bisa berjalan dari
oksigen tempat tidur
O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak sudah bisa
berdiri dari tempat tidur, ADL masih dibantu
keluarga, pasien terpasang O2 binasal kanul
3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi

Poltekkes Kemenkes Padang


sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; melihat aktivitas
yang mampu dilakukan pasien
06 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.35 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
jalan napas berhubungan dan batuk, sesak berkurang dengan posisi
dengan penumpukan sekret; setengah duduk, pasien mengatakan dahak
sekresi yang tertahan kembali sulit dikeluarkan karena tidak
melakukan batuk efektif
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas,
RR: 26 x/menit, pasien tidak
mengeluarkan sputum dengan batuk
efektif, warna sputum putih, posisi pasien
semi fowler, suara napas ronkhi.
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan batuk efektif,
pemberian bronkodilator
06 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.40 S : Pasien mengeluh masih sesak napas
berhubungan dengan namun sudah berkurang, sesak napas
perubahan membran alveolar- meningkat saat beraktivitas
kapiler O : Pasien tampak sesak, irama napas ireguler,
tidak ada retraksi dinding dada, gelisah tidak
ada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ekspirasi memanjang, tidak ada
sianosis perifer, tekanan darah
140/90 mmHg, nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 26x/menit, suhu 36,6 derajat

Poltekkes Kemenkes Padang


celcius, pasien terpasang binasal kanul 3
L/menit
A : Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; monitor keadaan
napas pasien, mempertahankan oksigenasi
pasien
06 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.50 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas sudah berkurang, pasien
ketidakseimbangan antara mengeluh badan masih lemas, pasien
suplai dengan kebutuhan mengatakan bisa berjalan dari tempat tidur
oksigen namun dibantu keluarga
O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak sudah bisa
berdiri dari tempat tidur, ADL masih dibantu
keluarga, pasien terpasang O2 binasal kanul
3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; membantu pasien
memilih aktivitas yang mampu dilakukan,
memonitor respon fisik pasien terhadap
aktivitas
07 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.20 S : Pasien mengatakan sesak napas masih ada,
jalan napas berhubungan sesak berkurang dengan posisi duduk, pasien
dengan penumpukan sekret; masih batuk dengan dahak yang sudah mulai
sekresi yang tertahan mudah dikeluarkan dengan batuk efektif

Poltekkes Kemenkes Padang


O : Observasi pasien tampak sesak napas dan
batuk, frekuensi pernapasan 26x/menit,
posisi pasien semi fowler, sekret dapat
dikeluarkan dengan batuk efektif, sekret
berwarna putih, suara napas vesikuler
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan teknik batuk
efektif
07 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien masih mengeluh sesak napas, sesak
berhubungan dengan napas berkurang dengan diberikan oksigen O
perubahan membran alveolar- : Pasien tampak sesak napas, irama napas
kapiler regular, tidak ada retraksi dinding dada,
gelisah tidak ada, vokal fremitus sama kiri
dan kanan, auskultasi ekspirasi
memanjang, tekanan darah 140/80 mmHg,
nadi 91 x/menit, frekuensi pernapasan 26
x/menit, suhu 36.5 derajat celcius, pasien
terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan
oksigenasi pasien, posisi pasien semi fowler

07 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.40 S : Pasien mengatakan masih sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas yang berat, badannya sudah
ketidakseimbangan antara tidak lemas lagi, pasien juga mengatakan
suplai dengan kebutuhan sudah bisa melakukan aktivitas dengan
oksigen mandiri walaupun terkadang masih

Poltekkes Kemenkes Padang


dibantu oleh keluarga
O : Pasien tampak sesak saat beraktivitas,
frekuensi pernapasan 28x/menit, pasien
tampak masih banyak berada di tempat tidur,
dan aktivitas terlihat masih dibantu keluarga,
terpasang binasal kanul 3
L/menit, tekanan darah 150/90 mmHg,
nadi 85 x/menit, suhu 36.5 derajat celcius
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurka
pasien melakukan aktivitas sesuai
kemampuan

Poltekkes Kemenkes Padang


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR

NAMA MAHASISWA : NIA ANGRAINI PUTRI


NIM : 143110258

RUANG PRAKTIK : RUANG VI

C. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA

10. Identitas klien

Nama : Tn. S

Umur : 66 Tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Jl. Tarantang RT 001/ RW 001

Diagnose keperawatan : PPOK

11. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki - laki

Hubungan : Anak

Alamat : Jl. Tarantang RT 001/ RW 001

12. Diagnose dan informasi medic yang pentng waktu masuk

Tanggal masuk : 02 JUNI 2017 / 17.35 WIB

No Medical Record : 13.29.50

Diagnose Medik : PPOK

13. Riwayat kesehatan

d. Riwayat kesehatan sekarang

3) Keluhan utama :

Poltekkes Kemenkes
Tn. S datang ke IGD Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo

Padang pada tanggal 02 Juni 2017 jam 18.30 WIB dengan

keluahan Tn. S mengalami sesak nafas dengan bunyi menciut,

batuk berdahak yang sukar dikeluarkan dan nyeri ulu hati serta

muntah. TD : 120/70 mmHg, Nadi : 93 x/I, suhu : 36,5 0C,

pernafasan : 33 x/i.

4) Keluhan saat pengkajian :

Pengkajian dilakukan pada tanggal 03 Juni 2017 jam 10.30 WIB di

Ruang VI Paru, didapatkan data bahwa pasien mengeluh sesak

nafas dan batuk berdahak yang sukar dikeluarkan. Pasien

mengatakan sesak nafas datang tiba-tiba dipengaruhi oleh emosi,

cuaca, dan sesak meningkat apabila pasien beraktivitas. Pasien juga

mengatakan demam sejak pasien masuk dan Pasien juga

mengatakan badan terasa lemah dan letih.

e. Riwayat kesehatan dahulu :

Tn. S memiliki riwayat sesak nafas dan batuk sejak 4 tahun yang lalu.

Tn. S mengatakan Tn. S juga mengatakan Tn. S juga memiliki riwayat

ASMA sejak 3 tahun yang lalu. Tn. S mempunyai riwayat minum obat

OAT tahun 2010 diminum selama 9 bulan dari RS TK III Dr.

Reksodiwiryo oadang. Tn. S memiliki kebiasaan merokok 11

batang/hari selama 43 tahun dan sudah berhenti sejak 3 tahun yang

lalu. Tn. S juga sudah pensiun.

f. Riwayat kesehatan keluarga :

Poltekkes Kemenkes
Keluarga Tn. S mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat

penyakit yang sama yaitu PPOK dengan pasien. Keluarga juga tidak

ada mempunyai penyakit keturunan seperti DM dan hipertensi.

14. Kebutuhan dasar

f. Makan

Sehat : 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk

Sakit : Makan : 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk serta

sayur dan

buah yang disediakan oleh rumah sakit

g. Minum

Sehat : ± 1500 cc dalam sehari

Sakit : ± 1800 cc dalam sehari

h. Tidur

Sehat : Siang : 1-2 jam sehari Malam : 6-7 jam sehari

Sakit : Siang : 2-3 jam sehari (sering terbangun) Malam : 8-9 jam

sehari (sering terbangun)

i. Eliminasi

Sehat : BAB : 1 kali sehari BAK : ± 5-6 kali sehari

Sakit : BAB : 1 kali dua hari, tekstur lembek BAK : ± 4-5 kali

dalam sehari

j. Aktifitas

Sehat : Tn. M hanya dapat beraktifitas dengan baik, Tn.A tidak

teratur

Melakukan olahraga.

Poltekkes Kemenkes
Sakit : Tn. M tidak bisa menjalankan aktivitasnya seperti biasa

karena

sesak nafas bila beraktivitas, Tn. M hanya banyak berbaring

dan

duduk di tempat tidur.

15. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

TB / BB : 164 cm / 58 Kg

Kesadaran : CMC

TD : 120 / 70 mmHg

Nadi : 93 x/i

0
Suhu : 36,5 C

Pernafasan : 33 x/i

Kepala :

Bentuk kepala meshocepal,kulit kepala tampak bersih, tidak ada lesi di

Kulit kepala.

Rambut :

rambut tampak beruban, rambut berminyak

Mata :

Simetris kiri dan kanan, konjungtiva sub anemis, sclera tidak ikterik,

tampak palpebra bengkak, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.

Hidung :

Simetris, hidung tampak bersih, tidak ada nyeri tekan disekitar hidung,

tidak ada septum defiasi, tidak ada pernafasan cuping hidung.

Poltekkes Kemenkes
Wajah :

Telinga :

Telinga simetris kiri dan kanan, membrane timpani tampak

utuh,pendengaran pasien baik, tidak menggunakan alat bantu

pendengaran, telinga tampak bersih dan tidak ada serumen.

Leher :

Tidak ada pembesaran kelenjer limfe dan tidak teraba pembesaran

kelenjer tiroid.

Thorax :

I : Simetris, pengembangan dada kanan dan kiri sama,

tampak

penggunaan otot bantu pernafasan, irama napas irregular

P : vokal fremitus raba kanan dan kiri sama

P : sonor

A : ekspirasi memanjang dan terdapat suara ronkhi

Jantung

I : dada simetris, iktus kordis tak terlihat

P : iktus teraba di linen midclavikula sinistra RIC V

P : Pekak

A : jantung I dan II regular

Abdomen :

I : Datar, terlihat tampak buncit, tidak ada lesi di permukaan kulit

P : ising usus terdengar 15x/menit

P : tidak ada nyeri tekan

Poltekkes Kemenkes
A : timpani

Kulit :

Ektremitas

ekstremitas atas bagian kanan terpasang IVFD RL 12 jam/kolf, tidak

ada udem di ekstremitas, dapat digerakkan. Ekstremitas bawah kanan

dan kiri masih utuh dan dapat digerakkan, tidak ada udema.

Kekuatan otot : 5555 5555


5555 5555

16. Data psikologis

a. Status emosional :

Stabil, pasien tampak lebih banyak diam.

b. Kecemasan :

pasien mengatakan tidak merasa cemas terhadap penyakitnya

c. Pola koping :

pasien dapat menerima penyakit yang dialaminya dan menganggap

penyakitnya merupakan ujian dari allah SWT

d. Gaya komunikasi :

pasien menggunakan bahasa minang dalam berkomunikasi.

e. Konsep diri :

pasien mengatakan bersyukur atas karunia yang diberikan allah

pada dirinya, pasien tidak merasa rendah diri dengan keadaannya

sekarang dan mengatakan dirinya sangat dihargai sebagai kepala

keluarga dan tidak mempengaruhi peran identitasnya sebagai

seorang kepala keluarga sebagai pengambil keputusan. Ideal diri

Poltekkes Kemenkes
pasien mengatakan apa yang terjadi pada dirinya adalah kehendak

allah dan pasien tetap bersemangat untuk sembuh

17. Data ekonomi social :

Pasien seorang pensiunan pemadam kebakaran dan berobat

menggunakan kartu BPJS kesehatan.

18. Data spiritual :


Pasien melaksanakan sholat sambil berbaring diatas tempat tidur

karena merasa sesak nafas bila sholat berdiri dan berdoa untuk

kesembuhan penyakitnya.

D. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS : Pasien mengatakan Ketidakefektifan Peningkatan

batuk berdahak dan sulit bersihan jalan produksi mukus

dikeluarkan. Pasien merasa ada napas

dahak di saluran napas, pasien

mengeluh sesak napas dan

pasien juga mengatakan

demam.

DO : Pasien tampak batuk,

pasien tampak sesak dengan

RR 33x/menit, auskultasi paru

bunyi ronkhi, irama

napas

Poltekkes Kemenkes
irregular.

2. DS : Pasien mengatakan Gangguan Perubahan membran

sesak napas DO : Pasien pertukaran gas alveolar-kapiler

tampak sesak napas (dispnea),

RR 33x/menit, ekspirasi

memanjang. Irama napas

irregular, retraksi dinding

dada, vokal fremitus sama

kiri dan kanan. TD : 120/70

mmHg, Takikardi HR :

93x/menit

3. DS : Pasien mengeluh Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan

sesak napas dan sesak antara suplai dan

meningkat bila beraktifitas. kebutuhan okisgen

Pasien mengatakan

aktifitasnya lebih banyak

ditempat tidur, pasien

mengeluh letih setelah

beraktifitas.

DO : Pasien tampak sesak

napas saat beraktifitas, RR:

33x/menit, pasien tampak lebih

banyak di atas tempat

Poltekkes Kemenkes Padang


tidur. Aktifitas pasien

dibantu keluarga.

Poltekkes Kemenkes Padang


F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC INTERVENSI


1. Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : NIC : Airway Management
napas b) Respiratory status: c) Airway g) Posisikan pasien untuk
Definisi: Ketidakmampuan ventilation Management memaksimalkan ventilasi
membersihkan sekresi untuk d) Respiratory h) Lakukan fisioterapi dada
mempertahankan bersihan jalan napas. Kriteria Hasil: Monitoring bila perlu
d) Mendemonstrasikan batuk i) Keluarkan sekret dengan
Batasan Karakteristik: efektif dan suara napas batuk
i) Batuk yang tidak efektif ang bersih, tidak ada sianosi j) Auskultasi suara napas,
j) Dispnea dan dyspneu (mampu catat bila ada suara
k) Penurunan bunyi napas mengeluarkan sputum, tambahan
l) Perubahan frekuensi napas mampu bernapas dengan k) Berikan bronkodilator
m) Perubahan pola napas mudah, tidak ada pursed l) Monitor status respirasi
n) Sputum dalam jumlah yang lips) dan status O2.
berlebihan e) Menunjukkan jalan napas
o) Suara napas tambahan yang paten (klien tidak Respiratory Monitoring
p) Tidak ada batuk merasa tercekik, irama e) Monitor pola napas,
napas, frekuensi pernapasan irama, kedalaman dan
Faktor yang Berhubungan: dalam rentang normal, tidak usaha napas
c) Obstruksi jalan napas ada suara napas abnormal) f) Perhatikan gerakan dan
d) b) Mucus berlebihan f) Mampu mengidentifikasi kesimetrisan, menggunakan
dan mencegah faktor yang otot bantu, dan adanya
menghambat jalan napas retraksi otot intercostals
dan supraclavicular

Poltekkes Kemenkes Padang


g) Monitor bunyi napas,
misalnya mendengkur
h) Monitor kemampuan
pasien dalam batuk efektif

2. Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC Oxygen Therapy


Respiratory status: gas d) Oxygen Therapy f) Pertahankan jalan napas
Definisi: kelebihan atau defisit exchange e) Respiratory yang paten
oksigenasi dan /atau eliminasi karbon monitoring g) Atur peralatan oksigenasi
dioksida pada membran alveolar- Kriteria Hasil: f) Vital Sign h) Monitor aliran oksigen
kapiler b) Mendemonstrasikan Monitoring i) Pertahankan posisi pasien j)
peningkatan ventilasi dan Monitor adanya
Batasan karakteristik: oksigenasi yang adekuat kecemasan pasien
f) Dispnea terhadap oksigenasi
g) Takikardia Respiratory status:
h) Gelisah ventilation Respiratory Monitoring
i) Warna kulit abnormal (mis; Kriteria Hasil: f) Monitor pola napas,
pucat, kehitaman) c) Memelihara kebersihan irama, kedalaman dan
j) Pola napas abnormal (mis; irama, paru-paru dan bebas dari usaha napas
frekuensi, kedalaman) tanda-tanda distress g) Perhatikan gerakan dan
pernapasan kesimetrisan, menggunakan
Faktor yang Berhubungan: d) Mendemonstrasikan batuk otot bantu, dan adanya
b) Perubahan membran alveolar- efektif dan suara napas yang retraksi otot intercostals
kapiler bersih, tidak ada sianosis dan supraclavicular
dan dypsneu h) Monitor bunyi napas,
(mampu mengeluarkan misalnya mendengkur
sputum, mampu bernapas i) Auskultasi bunyi napas,
dengan mudah, tidak ada

Poltekkes Kemenkes Padang


pursed lips) Vital sign catat peningkatan
status Tanda-tanda vital ventilasi
dalam rentang normal j) Monitor kemampuan
pasien dalam batuk efektif

Vital Sign Monitoring


g) Monitor TD, nadi, suhu,
h) Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
i) Monitor pola pernapasan
abnormal
j) Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
k) Monitor sianosis perifer
l) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3. Intoleransi aktivitas NOC: NIC Activity Therapy


Energy conservation d) Energy h) Bantu klien untuk
Definisi: ketidakcukupan energi Kriteria hasil : conservation mengidentifikasi aktivitas
psikologis dan fisiologis untuk d) Tanda-tanda vital normal e) Activity tolerance yang mampu dilakukan
melanjutkan atau menyelesaikan e) Energy kelemahan f) Selft care : ADLs i) Bantu untuk memilih
aktifitas kehidupan sehari-hari yang f) Level kelemahan aktivitas dengan
harus atau yang ingin dilakukan. kemampuan fisik, psikologi
Activity tolerance fdan social
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : j) Bantu untuk
f) Respon tekanan darah abnormal b) Berpartisipasi dalam mendapatkan alat bantu
terhadap aktivitas aktivitas fisik tanpa aktivitas seperti kursi

Poltekkes Kemenkes Padang


g) Ketidaknyamanan setelah disertai peningkatan roda, krek
beraktivitas tekanan darah, nadi dan k) Bantu klien untuk
h) Dispnea setelah beraktivitas RR membuat jadwal latihan
i) Menyatakan merasa letih diwaktu luang
j) Menyatakan merasa lemah Selft care : ADLs l) Sediakan penguatan
Kriteria hasil : positif bagi yang aktif
Faktor yang berhubungan : c) Mampu melakukan beraktivitas
b) Ketidakseimbangann antara aktifitas sehari-hari (ADLs) m) Bantu pasien untuk
suplai dan kebutuhan oksigen secara mandiri mengembangakan motivasi
d) Mampu berpindah dengan diri dan penguatan
atau tanpa bantuan alat n) Monitor respon fisik,
emosi social dan spiritual.

Sumber : NANDA International, 2015, Nurarif dan Khusuma, 2015

G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari / Diagnosa Keperawatan Jam Tindakan Keperawatan Paraf


Tanggal
03 Juni 2017 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 9.10 e) Membantu pasien dengan posisi
berhubungan dengan peningkatan semi fowler Respon subjektif pasien
produksi mukus mengatakan merasa nyaman dan sesak
berkurang, pasien tampak nyaman dan
sesak berkurang.
9.20 f) Mengauskultasi suara napas pasien
Respon : auskultasi suara napas
ekspirasi memanjang dan terdapat

Poltekkes Kemenkes Padang


suara ronkhi.
10.00 g) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
10.40 h) Mendemonstrasikan pasien
mengeluarkan sekret dengan cara
batuk efektif Respon : Pasien
tampak memperhatikan perawat dan
pasien dapat mengulang kembali cara
batuk efektif
03 Juni 2017 Gangguan pertukaran gas 9.00 e) Mengukur tanda-tanda vital Respon
berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 120/70
mmHg, HR: 92x/menit, RR:
28x/menit, suhu: 36,6 derajat
celcius.
9.15 f) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
g) Mengatur aliran oksigen pasien
9.45 Terpasang oksigen binasal kanul 3
L/menit

Poltekkes Kemenkes Padang


11.00 h) Memperhatikan suhu, warna, dan
kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon: Suhu pasien
36,6 derajat celcius, tidak adanya
sianosis perifer
11.15 i) Melihat adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan
pasien terhadap oksigenasi.
03 Juni 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan 11.30 e) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan ketidakseimbangan antara dengan kemampuan fisik, psikologi
suplai dengan kebutuhan dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
11.40 berdoa untuk kesembuhannya.
f) Membantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan Pasien
mengatakan bisa duduk di tempat
tidur, pasien bisa makan sendiri,
pasien merasa sesak saat berjalan.
g) Bantu pasien untuk
12.30 mengembangakan motivasi diri dan
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya

Poltekkes Kemenkes Padang


karena didukung oleh keluarga.
h) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual
04 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 09.45 e) Membantu pasien dengan posisi
berhubungan dengan peningkatan semi fowler Respon subjektif pasien
produksi mukus mengatakan merasa nyaman dan
sesak berkurang, pasien tampak
nyaman dan sesak berkurang.
09.30 f) Mengauskultasi suara napas pasien
Respon : auskultasi suara napas
ekspirasi memanjang dan terdapat
suara ronkhi.
10.10 g) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
10.40 h) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif
04 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 09.20 e) Mengukur tanda-tanda vital Respon
berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 130/80
mmHg, HR: 93x/menit, RR:
25x/menit, suhu: 36,7 derajat

Poltekkes Kemenkes Padang


celcius.
09.25 f) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
g) Mempertahankan aliran oksigen
09.50 pasien Terpasang oksigen binasal
kanul 3 L/menit
h) Memperhatikan suhu, warna, dan
11.00 kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon: Suhu pasien
36,7 derajat celcius, tidak adanya
sianosis perifer
i) Melihat adanya kecemasan pasien
11.15 terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi.

04 Juli 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan 11.20 e) Membantu klien untuk


dengan ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dengan kebutuhan mampu dilakukan Pasien mengatakan
bisa duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien merasa sesak
saat berjalan.
11.30 f) Membantu untuk memilih aktivitas

Poltekkes Kemenkes Padang


dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya.
g) Bantu pasien untuk
12.00 mengembangakan motivasi diri dan
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya
karena didukung oleh keluarga.
h) Monitor respon fisik, emosi social
12.10 dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,
pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.

05 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 10.40 e) Mempertahankan posisi pasien semi
berhubungan dengan peningkatan fowler Respon subjektif pasien
produksi mukus mengatakan merasa nyaman dan
sesak berkurang, pasien tampak
nyaman dan sesak berkurang.
10.20 f) Mengauskultasi suara napas pasien
Respon : auskultasi suara napas
ekspirasi memanjang dan terdapat
suara vesikuler.
g) Kolaborasi pemberian combivent

Poltekkes Kemenkes Padang


10.45 dengan nebulizer Pasien
mengatakan dada terasa lapang dan
sesak berkurang.
11.00 h) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
05 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 10.00 e) Mengukur tanda-tanda vital Respon
berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 130/70
mmHg, HR: 93x/menit, RR:
26x/menit, suhu: 36,5 derajat
celcius.
10.15 f) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
ada penggunaan otot bantu napas.
g) Mempertahankan aliran oksigen
10.25 pasien Terpasang oksigen binasal
kanul 3 L/menit
h) Memperhatikan suhu, warna, dan
11.30 kelembaban kulit serta melihat

Poltekkes Kemenkes Padang


adanya sianosis perifer. Respon:
Suhu pasien 36,5 derajat celcius,
tidak adanya sianosis perifer
12.00 i) Melihat adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan
pasien terhadap oksigenasi.
05 Juli 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan 12.30 e) Membantu klien untuk
dengan ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dengan kebutuhan oksigen mampu dilakukan Pasien mengatakan
bisa duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien merasa sesak
saat berjalan.
12.40 f) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social, dan spiritual pasien Pasien
sesak napas saat beraktivitas, pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya.
g) Bantu pasien untuk
12.50 mengembangakan motivasi diri dan
penguatan Pasien mengatakan
berusaha untuk kesembuhannya
karena didukung oleh keluarga.
h) Monitor respon fisik, emosi social
13.00

Poltekkes Kemenkes Padang


dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,
pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.
06 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 10.20 d) Mengauskultasi suara napas pasien
berhubungan dengan peningkatan Respon : auskultasi suara napas
produksi mukus ekspirasi memanjang dan terdapat
suara ronkhi.
10.45 e) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
11.10 f) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
06 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 10.10 e) Mengukur tanda-tanda vital Respon
berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 130/90
mmHg, HR: 93x/menit, RR:
26x/menit, suhu: 36,6 derajat
celcius.
10.15 f) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan

Poltekkes Kemenkes Padang


pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
ireguler, simetris kanan dan kiri, serta
tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
10.35 g) Mempertahankan aliran oksigen
pasien Terpasang oksigen binasal
kanul 3 L/menit
11.30 h) Memperhatikan suhu, warna, dan
kelembaban kulit serta melihat adanya
sianosis perifer. Respon: Suhu pasien
36,8 derajat celcius, tidak adanya
sianosis perifer
11.35 i) Melihat adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Pasien
mengatakan merasa nyaman dengan
oksigen, tidak ada kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
06 Juli 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan 12.10 c) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan ketidakseimbangan antara dengan kemampuan Pasien bisa
suplai dengan kebutuhan oksigen duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien tampak sudah
mulai berjalan dari tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
14.30 d) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, emosi pasien tampak
stabil dan tidak ada kecemasan,

Poltekkes Kemenkes Padang


pasien mengatakan selalu berdoa
untuk kesembuhannya.
07 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 09.40 d) Mengauskultasi suara napas pasien
berhubungan dengan peningkatan Respon : auskultasi suara napas
produksi mukus ekspirasi memanjang dan terdapat
suara vesikuler.
10.10 e) Kolaborasi pemberian combivent
dengan nebulizer Pasien mengatakan
dada terasa lapang dan sesak
berkurang.
10.40 f) Melihat kembali cara pasien
mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif Respon : Pasien tampak
memperhatikan perawat dan pasien
dapat mengulang kembali cara
batuk efektif.
07 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 09.30 c) Mengukur tanda-tanda vital Respon
berhubungan dengan perubahan subjektif pasien mengatakan
membran alveolarkapiler bersedia dilakukan pemeriksaan,
respon objektif pasien TD: 130/80
mmHg, HR: 91x/menit, RR:
26x/menit, suhu: 36,5 derajat
celcius.
09.35 d) Menginspeksi dada pasien Respon
subjektif pasien bersedia dilakukan
pemeriksaan, respon objektif pasien
tampak sesak napas, irama napas
reguler, simetris kanan dan kiri,

Poltekkes Kemenkes Padang


serta tidak ada penggunaan otot
bantu napas
10.15 e) Mempertahankan aliran oksigen
pasien Terpasang oksigen binasal
kanul 3 L/menit
07 Juli 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan 11.10 c) Membantu untuk memilih aktivitas
dengan ketidakseimbangan antara dengan kemampuan Pasien bisa
suplai dengan kebutuhan oksigen duduk di tempat tidur, pasien bisa
makan sendiri, pasien tampak sudah
mulai berjalan dari tempat tidur
dengan bantuan keluarga.
11.30 d) Monitor respon fisik, emosi social
dan spiritual Pasien sesak nafas saat
beraktivitas, tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 85x/menit, frekuensi
pernafasan 26x/menit, suhu 36.5
derajat celcius, emosi pasien
tampak stabil dan tidak ada
kecemasan, pasien mengatakan selalu
berdoa untuk kesembuhannya

Poltekkes Kemenkes Padang


H. EVALUASI KEPERAWATAN

Hari / Diagnosa Keperawatan Jam Evaluasi Keperawatan Paraf


Tanggal
03 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13. 30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas,
jalan napas berhubungan sesak berkurang dengan posisi setengah
dengan peningkatan produksi duduk, batuk berdahak yang masih sulit
mukus dikeluarkan
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas, RR:
26 x/menit, pasien tampak sulit mengeluarkan
sputum, warna sputum putih, posisi pasien
semi fowler, suara napas ronkhi.
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan batuk
efektif, mempertahankan posisi
pasien semi fowler

03 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, terdapat retraksi dinding
kapiler dada, auskultasi ekspirasi memanjang
terdapat suara ronkhi, posisi pasien semi
fowler, terpasang oksigen binasal kanul 3
L/menit, tekanan darah:
120/80 mmHg, HR: 106x/menit, RR:
28x/menit, suhu: 36,8 derajat celcius

Poltekkes Kemenkes Padang


A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; memantau kembali
keadaan pernafasan pasien, mempertahankan
oksigenasi pasien, mempertahankan posisi
pasien
03 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.20 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas, pasien mengeluh badan terasa
ketidakseimbangan antara lemah, pasien mengatakan aktivitas dibantu
suplai dengan kebutuhan oleh keluarga
oksigen O : pasien tampak sesak napas, frekuensi
pernapasan 28 x/menit, pasien tampak
berbaring di tempat tidur, aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga
A : Masalah intoleransi aktivitas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; membantu pasien
memilih aktivitas yang mampu dilakukan
04 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.30 S : Sesak napas masih ada, sesak berkurang
jalan napas berhubungan dengan posisi duduk dan batuk berdahak
dengan penumpukan sekret; yang masih sulit dikeluarkan, pasien juga
sekresi yang tertahan mengatkan dahak lebih mudah dikeluarkan
setelah selesai fisioterapi dada
O : Pasien tampak masih batuk dan sesak napas,
frekuensi napas 26 x/menit, dilakukan
fisioterapi dada dan batuk efektif, sekret
berwarna putih, auskultasi terdapat suara
ronkhi

Poltekkes Kemenkes Padang


A : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan
teknik batuk efektif untuk mengeluarkan
sputum
04 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.40 S : Pasien mengeluh masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, ada retraksi dinding
kapiler dada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ronkhi dan ekspirasi
memanjang, tidak ada sianosis perifer,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
105x/menit, frekuensi pernapasan
28x/menit, suhu 36,7 derajat celcius,
pasien terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah gangguan pertukaran gas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; memonitor keadaan
napas pasien, mempertahankan aliran
oksigen, dan posisi pasien semi fowler
04 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.50 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas, pasien mengeluh badan masih
ketidakseimbangan antara lemas, keluarga pasien mengatakan aktivitas
suplai dengan kebutuhan masih dibantu keluarga
oksigen O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak berbaring di
tempat tidur, ADL di bantu keluarga, pasien
tampak lemas. Pasien terpasang O2

Poltekkes Kemenkes Padang


binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; melihat
kemampuan pasien dalam aktivitas sesuai
kemampuan
05 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.15 S : Pasien mengatakan masih sesak napas dan
jalan napas berhubungan batuk, sesak berkurang dengan posisi
dengan penumpukan sekret; setengah duduk, pasien mengatakan dahak
sekresi yang tertahan lebih mudah dikeluarkan dengan batuk
efektif
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas, RR:
28 x/menit, pasien tampak mengeluarkan
sputum dengan batuk efektif, warna
sputum putih, posisi pasien semi fowler,
suara napas vesikuler
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan
teknik batuk efektif, pemberian
bronkodilator
05 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
berhubungan dengan O : Pasien tampak sesak, pasien tampak gelisah,
perubahan membran alveolar- irama napas ireguler, ada retraksi dinding
kapiler dada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ronkhi dan ekspirasi memanjang,
tidak ada sianosis perifer, tekanan darah
130/70 mmHg, nadi

Poltekkes Kemenkes Padang


109x/menit, frekuensi pernapasan
26x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
pasien terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah ketidakefektifan pola napas
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan; monitor keadaan
napas pasien, mempertahankan aliran
oksigen, posisi pasien semi fowler
05 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.40 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas sudah berkurang, pasien
ketidakseimbangan antara mengeluh badan masih lemas, pasien
suplai dengan kebutuhan mengatakan sudah bisa berjalan dari
oksigen tempat tidur
O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak sudah bisa
berdiri dari tempat tidur, ADL masih dibantu
keluarga, pasien terpasang O2 binasal kanul
3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; melihat aktivitas
yang mampu dilakukan pasien
06 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.35 S : Pasien mengatakan masih sesak napas
jalan napas berhubungan dan batuk, sesak berkurang dengan posisi
dengan penumpukan sekret; setengah duduk, pasien mengatakan dahak
sekresi yang tertahan kembali sulit dikeluarkan karena tidak
melakukan batuk efektif
O : Pasien tampak batuk dan sesak napas,

Poltekkes Kemenkes Padang


RR: 26 x/menit, pasien tidak
mengeluarkan sputum dengan batuk
efektif, warna sputum putih, posisi pasien
semi fowler, suara napas ronkhi.
A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan batuk efektif,
pemberian bronkodilator
06 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.40 S : Pasien mengeluh masih sesak napas
berhubungan dengan namun sudah berkurang, sesak napas
perubahan membran alveolar- meningkat saat beraktivitas
kapiler O : Pasien tampak sesak, irama napas ireguler,
tidak ada retraksi dinding dada, gelisah tidak
ada, vokal fremitus sama kiri dan kanan,
auskultasi ekspirasi memanjang, tidak ada
sianosis perifer, tekanan darah
110/90 mmHg, nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 26x/menit, suhu 36,6 derajat
celcius, pasien terpasang binasal kanul 3
L/menit
A : Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; monitor keadaan
napas pasien, mempertahankan oksigenasi
pasien
06 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.50 S : Pasien mengatakan sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas sudah berkurang, pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


ketidakseimbangan antara mengeluh badan masih lemas, pasien
suplai dengan kebutuhan mengatakan bisa berjalan dari tempat tidur
oksigen namun dibantu keluarga
O : Pasien tampak sesak napas saat
beraktivitas, pasien tampak sudah bisa
berdiri dari tempat tidur, ADL masih dibantu
keluarga, pasien terpasang O2 binasal kanul
3 L/menit
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; membantu pasien
memilih aktivitas yang mampu dilakukan,
memonitor respon fisik pasien terhadap
aktivitas
07 Juli 2017 Ketidakefektifan bersihan 13.20 S : Pasien mengatakan sesak napas masih ada,
jalan napas berhubungan sesak berkurang dengan posisi duduk, pasien
dengan penumpukan sekret; masih batuk dengan dahak yang sudah mulai
sekresi yang tertahan mudah dikeluarkan dengan batuk efektif
O : Observasi pasien tampak sesak napas dan
batuk, frekuensi pernapasan 26x/menit,
posisi pasien semi fowler, sekret dapat
dikeluarkan dengan batuk efektif, sekret
berwarna putih, suara napas vesikuler
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; menganjurkan pasien
mengeluarkan sputum dengan teknik batuk
efektif

Poltekkes Kemenkes Padang


07 Juli 2017 Gangguan pertukaran gas 13.30 S : Pasien masih mengeluh sesak napas, sesak
berhubungan dengan napas berkurang dengan diberikan oksigen O
perubahan membran alveolar- : Pasien tampak sesak napas, irama napas
kapiler regular, tidak ada retraksi dinding dada,
gelisah tidak ada, vokal fremitus sama kiri
dan kanan, auskultasi ekspirasi
memanjang, tekanan darah 110/80 mmHg,
nadi 91 x/menit, frekuensi pernapasan 26
x/menit, suhu 36.5 derajat celcius, pasien
terpasang binasal kanul 3 L/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan; mempertahankan
oksigenasi pasien, posisi pasien semi fowler

07 Juli 2017 Intoleransi aktivitas 13.40 S : Pasien mengatakan masih sesak napas saat
berhubungan dengan beraktivitas yang berat, badannya sudah
ketidakseimbangan antara tidak lemas lagi, pasien juga mengatakan
suplai dengan kebutuhan sudah bisa melakukan aktivitas dengan
oksigen mandiri walaupun terkadang masih dibantu
oleh keluarga
O : Pasien tampak sesak saat beraktivitas,
frekuensi pernapasan 28x/menit, pasien
tampak masih banyak berada di tempat tidur,
dan aktivitas terlihat masih dibantu keluarga,
terpasang binasal kanul 3
L/menit, tekanan darah 110/90 mmHg,
nadi 85 x/menit, suhu 36.5 derajat celcius
A : Masalah teratasi sebagian

Poltekkes Kemenkes Padang


P : Intervensi dilanjutkan; menganjurka
pasien melakukan aktivitas sesuai
kemampuan

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai