Anda di halaman 1dari 52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2016

i
2016

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karuni-Nya. Tak lupa shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW sebagai tauladan, panutan bagi umat manusia, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Evaluasi Pengadaan Obat
Dengan Metode ABC di Puskesmas Sleman Yogyakarta. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan


bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis hingga
akhir penulisan laporan skripsi. Oleh karena itupenulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah


memberikan sarana dan prasarana kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, pengarahan, dan semangat selama
penyusunan skripsi.
3. Para dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam
penyelesaian naskah skripsi ini.
4. Bappeda Kabupaten Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Kepala
UPT POAK Kabupaten Sleman, Apoteker Pengelola Ruang Obat dan Dokter
Puskesmas Sleman Yogyakarta dan Puskesmas Tempel I Yogyakarta yang
berkenan memberikan ijin penelitian dan membantu dalam proses
pengambilan data.

vii
Keluarga Tercinta, Mamah, Papah, Iyo, Teh Ulan, Teh Fanny, dan Giri Graha
Fikri terimakasih atas doa dan dukungannya yang selalu diberikan, yang selalu m
Sahabat terkasih, Titi, Panic, Ari, Vrizka Maulida, Fitri, Resa Aditama, Ikka, Windy, Ay
Bernadetha, Rany Willem, Maria Johana, Devi , dan I Gusti Ngurah Teguh serta kerab
Akhir kata, penulis mengakui terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
peneliti-peneliti khususnya dalam bidang kefarmasian.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. iii

HALAMAN PENGESAHAN. iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. vi

PRAKATA......... vii

DAFTAR ISI.. ix

DAFTAR TABEL.. xii

DAFTAR GAMBAR. xiii

DAFTAR LAMPIRAN.. xiv

INTISARI.. xv

ABSTRACT .. xvi

BAB I PENGANTAR 1

A. Latar Belakang 1
1. Permasalahan . 3
2. Keaslian penelitian 3
3. Manfaat penelitian. 6
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum 6

ix
2. Tujuan khusus 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA. 8

A. Obat... .. 8
B. Pengelolaan Obat.. 9
C. Pengadaan Obat 10
D. Puskesmas..... 15
E. Analisis ABC.... 18
F. Analisis VEN.... 21
G. Keterangan empiris... 24

BAB III METODE PENELITIAN.. 25

A. Jenis dan rancangan penelitian.. 25


B. Variabel penelitian 25
C. Definisi operasional... 26
D. Subyek penelitian...................................................27
E. Bahan atau Materi Penelitian. 27
F. Instrument penelitian. 28
G. Tempat Penelitian.. 28
H. Tata cara penelitian 29
I. Keterbatasan Penelitian. 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 33

A. Analisis ABC..... 33
B. Analisis VEN. 36
C. Analisis Ketersediaan Obat... 38
1. Ketersediaan Obat Sesuai Dengan Pola Penyakit......
40
2. Obat Yang Dikembalikan. 41
D. Hasil Wawancara 41

x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 44

A. Kesimpulan 44
B. Saran.. 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN.. 48

BIOGRAFI PENULIS. 76

xi
DAFTAR TABEL

Tabel I. Pengelompokkan Pemakaian Obat Berdasarkan Analisis ABC Pada Tahun 2013

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahapan Pengelolaan Obat di Puskesmas17

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan Pengambilan Barang Puskesmas Sleman Periode 2013. 49

Lampiran 2. Laporan Pengambilan Barang Puskesmas Sleman Periode 2014. 53

Lampiran 3. Laporan Pengambilan Obat Puskesmas Tempel I Tahun 2013 58

Lampiran 4. Laporan Pengambilan Obat Puskesmas Tempel I Tahun 2014 61

Lampiran 5. Analisis VEN Tahun 2013 dan 2014 Oleh Dokter Umum Puskesmas
Sleman Yogyakarta... 65

Lampiran 6. Analisis VEN Tahun 2013 Oleh Kepala UPT POAK Sleman.. 66

Lampiran 7. Analisis VEN Tahun 2014 Oleh Kepala UPT POAK Sleman. 67

Lampiran 8. Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang
diterima dari Puskesmas Sleman ke UPT POAK Sleman tahun 2013 dan 2014... 68

Lampiran 9. Analisis VEN Tahun 2013 Oleh Dokter Umum Puskesmas Tempel I 69

Lampiran 10. Analisis VEN Tahun 2014 Oleh Dokter Umum Puskesmas Tempel
I.. 70

Lampiran 11. Kesesuaian jumlah permintaan obat yang diminta dan jumlah yang
diterima dari Puskesmas Tempel I ke UPT POAK Sleman tahun 2013 dan 2014... 71

Lampiran 12. Daftar 10 Penyakit Terbesar Tahun 2013 dan 2014 di Puskesmas
Sleman. 73
Lampiran 13. Contoh Form LPLPO Puskesmas Tempel 1..... 74

Lampiran 14. Panduan Pertanyaan Wawancara.. 75

xiv
INTISARI

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk


menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan efisien
untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak sesuai.Penelitian ini
dilakukan untuk evaluasi terkait pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta
menggunakan metode ABC kombinasi VEN dari data LPPO yang diperoleh dari UPT
POAKdi Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan analisis
deskriptif. Pengumpulan data menggunakan rancangan penelitian retrospektif dari
data pemakaian obat tahun 2013 dan 2014 didukung dengan wawancara terhadap
dokter di Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I serta kepala UPT POAK
Kabupaten Sleman. Analisis ABC dilakukan dengan pengambilan data pemakaian
serta harga obat yang dikumulatifkan, dipersentasekan, dan diurutkan dari persen
pemakaian terbesar sampai terkecil tiap tahunnya serta kategori Vital, Esensial, dan
Non Esensial (VEN) dilakukan dengan wawancara.
Evaluasi pengadaan 144 item obat berdasarkan metode ABC tahun 2013
diketahui sebanyak 24 item obat termasuk dalam kelompok A, 39 item obat
kelompok B, dan 81 item obat kelompok C. Sedangkan tahun 2014 sebanyak 177
item obat dengan pengelompokkan dalam kategori A sebanyak 20 item obat, 45 item
obat kategori B, dan 112 item obat kategori C. Dari hasil wawancara, dari kategori A
tahun 2013 dan 2014 dengan narasumber berbeda yang termasuk obat vital sebanyak
1 item obat yaitu Serum ATS Inj. 1500 IU/amp.

Kata kunci : Evaluasi pengadaan obat, ABC, VEN


xv
ABSTRACT

Drug inventory at Puskesmas aims to ensure the efficiency and the


effectiveness of drug management and inventory system to estimate the accurate
amount of drug needed and thus, to avoid wasting drugs that arent actually needed.
The main goal of the research is to evaluate the drug provisioning process at
Puskesmas Sleman Yogyakarta, combining the ABC and VEN method from the
LPPO data collected from UPT POAK Sleman District.
Its a non-experimental with descriptive analysis research. The data collection
is done retrospectively by taking the data from 2013 and 2014 drug consumption at
Puskesmas Tempel 1 and Puskesmas Sleman, and by interviewing medical doctors of
the Puskesmas and chief of UPT POAK Sleman. The ABC analysis method is
conducted by taking the data of drug use and each of its prices, cumulating them,
converting those data into percentage form, and sorting them; while the VEN method
is done through the interviews.
The ABC-based evaluation conducted in 2013 from 144 items of drug
resulted in 24 items belong to the group A, 39 items belong to the group B and 81
items belong to the group C. In 2014, 177 drug items are divided into 3 groups, with
group A hosts for 20 items, group B hosts for 45 items, and group C hosts for 112
items.
From the interview, it is known that the group A hosts for 1 vital drug, 19 and
16 essential drug, while the interviewees perception on those non essential drugs are
diverging.

Keyword: Evaluation drug provision, ABC, VEN


xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.128/Menkes/SK/II/2004

tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah

kecamatan. Puskesmas merupakan salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang

juga merupakan organisasi jasa pelayanan umum. Pelayanan kesehatan berkaitan

dengan pelayanan obat dan pelayanan obat tergantung dari ketersediaan obat di

Puskesmas (Dirjen POM, 1995).

Permasalahan yang sering terjadi di Puskesmas adalah ketersediaan obat

yang kurang atau berlebih dan adanya obat yang telah kadaluwarsa atau rusak

yang masih ditemukan di tempat penyimpanan obat. Masalah ini dipengaruhi oleh

pengelolaan obat yang kurang baik. Pengelolaan yang kurang baik bisa

disebabkan karena pihak Puskesmas kurang mengetahui cara pengelolaan obat

yang baik dan benar (Anshari, 2009).

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan

untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan

efisien untuk menghindari perhitungan kebutuhan obat yang tidak sesuai,

sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu,

pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang


2

peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan

keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya

kekosongan obat yang dapat menghambat proses pelayanan obat. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014, proses

pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, permintaan,

penerimaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan

dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.

Banyak cara dalam melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien

yaitu salah satunya adalah dengan metode ABC. Metode ABC dapat membantu

dalam pengendalian persediaan sehingga dapat memberikan informasi dalam

rangka memprioritaskan pengadaan. Dengan analisis ABC maka dapat membantu

menentukan pengendalian yang tepat untuk masing-masing kelompok obat dan

menentukan obat mana yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi

dan mengurangi biaya. Selanjutnya kelompok A yang harus diprioritaskan akan

dihitung jumlah yang harus dipesan, waktu pemesanan, dan keefisienan

pemesanannya (Reddy, 2008).

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman

Yogyakarta karena Puskemas ini memiliki jumlah permintaan obat paling banyak

kepada UPT POAK dibanding dengan Puskemas lainnya di Kabupaten Sleman

Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari UPT POAK bahwa Puskesmas

Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun 2013 memiliki permintaan

obat sebanyak 144 item obat dan pada tahun 2014 memiliki permintaan obat

sebanyak 177. Puskesmas ini juga memberikan pelayanan kesehatan dengan


3

cakupan yang cukup luas yaitu dengan beberapa fasilitas pendukung dalam

pelayanan kesehatan antara lain : pengobatan umum, pelayanan kesehatan ibu dan

anak/KB, pengobatan gigi, perbaikan gizi, psikologi, pelayanan poliklinik

kesehatan reproduksi remaja, poli kesehatan dan lingkungan, poliklinik infeksi

menular seksual (IMS) yang biasa berkembang menjadi HIV/AIDS, fisioterapi,

pelayanan ambulan dan pelayanan penunjang laboratorium. Dengan profil

Puskesmas yang memiliki banyak instalasi kesehatan maka diharapkan memiliki

pengelolaan obat yang baik. Oleh karena itu dilakukan evaluasi terkait pengadaan

obat dengan metode ABC yang diharapkan dapat membantu memperbaiki proses

pengendalian persediaan dan pengadaan obat di Puskesmas Sleman sehingga lebih

efisien dan efektif.

1. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang muncul pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Seperti apakah pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta?

b. Seperti apakah hasil evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman

Yogyakarta?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian mengenai

evaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta belum pernah

dilakukan. Akan tetapi penelitian serupa pernah dilakukan oleh :


4

a. Mikha, (2011) yang berjudul Evaluasi Pengelolaan Obat Dengan Metode

ABC di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2008-2010.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelolaan obat dengan

metode ABC di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2008-2010

agar pengelolaan obat dapat efektif dan efisien. Pengambilan datanya

dilakukan secara retrospektif yaitu data yang digunakan diambil dengan

melakukan penelusuran dari LPLPO 2008-2010. Dapat disimpulkan

pengelolaan obat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta dilihat dari

profil nilai pakai berdasarkan analisis ABC, ketersediaan obat sesuai

dengan pola penyakit, ketersediaan obat sesuai dengan Daftar Obat

Esensial National (DOEN), serta persentase sediaan obat yang

dikembalikan ditiap tahunnya dapat dikatakan bahwa pengelolaan obatnya

cukup baik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat dan periode

penelitian berbeda, subyek penelitian lebih dari satu, tidak melakukan

perhitungan persentase obat kadaluwarsa, tidak digunakan, serta rusak

yang dikembalikan oleh Puskesmas Induk Tegalrejo ke UPT POAK Kota,

dan tidak hanya menggunakan metode ABC melainkan VEN.

b. Nabila, (2012) yang berjudul Evaluasi Perencanaan Obat Berdasarkan

Metode ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M.

Dunda, Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui nilai

pemakaian dari obat yang ada dalam perencanaan berdasarkan metode

ABC di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda


5

Kabupaten Gorontalo Tahun 2011. Perencanaan obat dianalisis

menggunakan metode ABC dari tiga jalur yaitu Reguler, Jamkesmas, dan

Askes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dari ketiga jalur tersebut

menyerap biaya hingga 90% dari pemakaian keseluruhan, sehingga perlu

mendapat perhatian khusus pada pengendalian persediaan agar selalu

terkontrol. Ini artinya perencanaan di IFRS Dr. M. M. Dunda masih

kurang baik karena sering terjadi kekosongan dan kelebihan obat. Dengan

menggunakan analisis ABC dapatmembantu rumah sakit dalam

merencanakan pemakaian obat dengan mempertimbangkan nilai

pemakaian dari beberapa item obat, pengadaan dan pengawasan obat

dengan prioritas sesuai hasil analisis ABC yang bertujuan efisiensi

penggunaan dana dan efektivitas efek terapi obat terhadap pasien.

Perbedaan dari penelitian ini adalah tempat penelitian, subjek penelitian,

dan metode yang digunakan bukan hanya metode ABC melainkan VEN.

c. Lestari, (2010) yang berjudul Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas

Depok II Sleman Periode Tahun 2007-2009 Dengan Metode ABC Indeks

Kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengelolaan obat

di Puskesmas berdasarkan analisis ABC Indeks Kritis sehingga pengadaan

obat menjadi efektif dan efisien. Pengumpulan data menggunakan daftar

seluruh obat selama tiga tahun (2007, 2008, 2009) untuk menentukan

Vital, Esensial dan Non esensial. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

pengelolaan obat di Puskesmas dikatakan cukup baik, hal ini dilihat dari

nilai indeks kritis yaitu kelompok A dan B jumlahnya lebih banyak dari
6

kelompok C. Selain itu obat-obatan yang masuk dalam kelompok C

direkomendasikan perencanaan obatnya agar dioptimalkan pengadaannya.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat dan periode penelitian,

tidak melakukan perhitungan nilai indeks kritis dan analisis z score.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang

evaluasi pengelolaan obat agar pengadaan obat dapat efisien dan

pemakaian yang efektif di Puskesmas Sleman Yogyakartamenggunakan

metode ABC.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak

Puskesmas Sleman Yogyakarta berkaitan dengan pengelolaan obat terkait

pengadaan obat agar lebih efisien dan efektif sehingga ketersediaan obat

untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas Sleman Yogyakarta lebih

terjamin.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

pengelolaan sediaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta berdasarkan

metode ABC.
7

a. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya adalah untuk :

Mengetahui profil kelompok A selama tahun 2013-2014, termasuk dengan nilai VE


Mengetahui pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta selama tahun 2013-2
Mengevaluasi pengadaan obat di Puskesmas Sleman Yogyakarta selama tahun
8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2014,obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,

mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia

atau hewan.

Secara umum, pengertian obat adalah semua bahan tunggal atau

campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar

tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Sedangkan,

menurut undang-undang, pengertian obat adalah suatu bahan atau campuran

bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan

badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok

tubuh atau bagian tubuh manusia (Dirjen POM, 1995).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

189/MENKES/SK/III/2006, obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam


9

upaya kesehatan, mulai dariupaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis,

pengobatan danpemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat

dibutuhkan. Obat juga dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi

persyaratan atau bila digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan.

B. Pengelolaan Obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, pengelolaan

obat merupakan alah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang mencangkup

aspek perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pengadaan,

pendistribusian, dan pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan

evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan

keterjangkauan perbekalan farmasi yang efisien, efektif, dan rasional,

meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga kefarmasian, dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kegiatan pengelolaan obat meliputi

perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai. Perencanaan

merupakan proses kegiatan seleksi obat untuk menentukan jenis dan jumlah obat

dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan obat untuk

mendapatkan :

a. Perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan

b. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional

c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat


10

Proses seleksi obat merupakan salah satu proses perencanaan yang

dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode

sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi ini

harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, bidan,

dan perawat, serta pengelola Puskesmas yang berkaitan dengan pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara

berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat

dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

(LPLPO). Selanjutnya Instansi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan analisa

terhadap kebutuhan obat di Puskesmas menyesuaikan pada anggaran yang tersedia

dan memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari

stok berlebih. Pencatatan dan pelaporan dilakukan dalam rangka penatalaksanaan

secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan,

didistribusikan, dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.

C. Pengadaan Obat

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, baik secara langsung atau

tender dari distributor, produksi/pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun

non steril, maupun yang berasal dari sumbangan (Pratiwi et al., 2011).

Pengadaan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Proses


11

pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan

kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran (Seto et al.,

2012). Tujuan pengadaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di setiap

unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit di wilayah kerja Puskesmas

(Depkes, 2003).

Pengadaan obat di Puskesmas dilakukan untuk memperoleh jenis dan

jumlah obat, obat dengan mutu yang tinggi, menjamin tersedianya obat dengan

cepat dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengadaan obat harus memperhatikan dan

mempertimbangkan bahwa obat yang diminta atau diadakan sesuai dengan jenis

dan jumlah obat yang telah direncanakan (Depkes RI, 2003).

Pengadaan obat memiliki tiga syarat penting yangharus dipenuhi, antara

lain: sesuai rencana, sesuai kemampuan, sistem atau cara pengadaan sesuai

ketentuan (Seto et al., 2012).

Proses pengadaan yang efektif adalah berusaha untuk memastikan

ketersediaan obat yang tepat dalam jumlah yang tepat, pada harga yang tepat, dan

kualitas sesuai dengan standar yang diakui. Obat-obatan dapat diperoleh melalui

pembelian, sumbangan, atau produksi sendiri (Quick et al., 2012).

Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Meninjau atau memeriksa kembali tentang pemilihan obat (seleksi obat)

2. Menyesuaikan atau mencocokan kebutuhan dan dana

3. Memilih metode pengadaan

4. Mengalokasikan dan memilih calon penyedia obat (supplier)

5. Menentukan syarat-syarat atau isi kontrak


12

6. Memantau status pesanan

7. Menerima dan mengecek obat

8. Melakukan pembayaran

9. Mendistribusikan obat

10. Mengumpulkan informasi mengenai

pemakaian Sebuah proses pengadaan yang

efektif harus :

1. Mengelola hubungan antara pembeli dan penjual secara transparan dan etis

2. Pengadaan obat yang tepat dalam jumlah yang tepat

3. Mendapatkan harga pembelian terendah dari harga total

4. Memastikan bahwa semua obat-obatan yang dibeli memenuhi standar yang

berkualitas

5. Mengatur pengiriman tepat waktu untuk menghindari kekurangan dan

kehabisan stok obat

Mengatur jadwal pembelian, jumlah pesanan, dan tingkat safety stock

untuk mencapai total biaya terendah dalam pembelian (Quick et al., 2012).

Permintaan/pengadaan dimaksudkan agar obat tersedia dengan jenis dan

jumlah yang tepat. Pengadaan meliputi kegiatan pengusulan kepada

Kota/Kabupaten melalui mekanisme Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan

Obat (LPLPO). Permintaan/pengadaan obat di Puskesmas merupakan bagian dari

tugas distribusi obat oleh Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK), sehingga

ketersediaan obat di Puskesmas sangat tergantung dari kemampuan GFK dalam

melakukan distribusi berdasarkan laporan pemakaian dan permintaan obat di

semua Puskesmas (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).


13

Kegiatan utama dalam permintaan dalam pengadaan obat baik di Rumah

sakit maupun Puskesmas antara lain berupa :

a. Menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan.

b. Mengajukan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten dan GFK dengan menggunakan LPLPO.

c. Penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah

obat. Langkah-langkah pengadaan obat

meliputi:

a. Memilih metode pengadaan melalui pelelangan umum, terbatas, penunjukkan

langsung, perundingan kompetisi dan pengadaan langsung.

b. Memilih pemasok dan dokumen kontrak

c. Pemantauan status pesanan, dengan maksud untuk pengiriman, pesanan

terlambat segera ditangani

d. Penerimaan dan pemeriksaan obat melalui penyusunan rencana pemasukan

obat, pemeriksaan penerimaan obat, berita acara dan pemeriksaan obat, obat-

obat yang tidak memenuhi syarat dikembalikan serta pencatatan harian

penerimaan obat (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Ada berbagai cara yang dapat ditempuh dalam fungsi pengadaan logistik

yaitu :

a. Pembelian yaitu dengan cara membeli baik dengan cara pengadaan langsung,

pemilihan (banding) langsung atau dengan pelelangan

b. Produksi sendiri, beberapa jenis bahan farmasi dan obat sederhana dapat

dibuat oleh unit produksi dari Instalasi Farmasi


14

c. Sumbangan atau hibah. Biasanya sumbangan ini berasal dari Badan Sosisal

dan atau lembaga dari luar negeri yang tidak mengikat

d. Meminjam yaitu meminjam dari Puskesmas lain atau lembaga lain, biasanya

untuk mengatasi kedaruratan atau keadaan diluar perhitungan

e. Menukar, biasanya dilakukan terhadap barang-barang yang jarang

terpakai sehingga menumpuk dalam persediaan

Masalah yang sering dihadapi dalam pengadaan obat yakni anggaran

yang terbatas sehingga kebutuhan tidak mencukupi, pemasok yang yang kurang

baik, kualitas obat rendah dan jadwal penerimaan barang yang tidak sesuai.

Metode pengadaan pada setiap tingkat sistem kesehatan umumnya jatuh

ke dalam kategori dasar, yaitu : tender terbuka, tender terbatas, negosiasi bersaing,

dan pengadaan langsung, yang mana kesemuanya akan berpengaruh terhadap

harga dan waktu pengiriman. Pengadaan obat dapat berjalan dengan model

berbeda misalnya model pembelian tahunan, pembelian tetap atau pembelian terus

menerus (Quick, et al., 2012)

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan

yang telah direncanakan dan disetujui. Menurut Quick J., et al., ada empat metode

proses pengadaan :

1. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih

menguntungkan.
15

2. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada

rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang baik. Harga

masih bisa dikendalikan.

3. Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak urgen dan

tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk jenis tertentu.

4. Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga

tertentu relatif agak mahal.

D. Puskesmas

1. Definisi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2. Pengelolaan obat di Puskesmas

Berdasarkan pedoman teknis pengelolaan obat untuk unit pelayanan

kesehatan Kabupaten/Kota menyatakan bahwa pengadaan obat dilakukan setelah

perhitungan biaya kebutuhan obat dalam rupiah yang disesuaikan dengan dana

yang tersedia.
16

Dalam pengadaan obat, kesesuaian jumlah dan jenis obat antara yang

direncanakan dengan yang diadakan merupakan salah satu hal yang penting untuk

mencegah terjadinya kelebihan atau kekurangan obat. Penyimpanan obat harus

sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam distribusi obat. Pendistribusian

obat dari UPT POAK dilakukan secara bijaksana agar obat yang tersedia di

Kabupaten/Kota dapat tersebar secara merata memenuhi kebutuhan Puskesmas.

Pencatatan atau pelaporan obat merupakan fungsi pengendalian dan evaluasi

administratif obat mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, sampai

pendistribusian obat (Ditjen POM, 2000).

Pengelolaan obat di Puskesmas juga melakukan manajemenlogistik yang

ditandai dengan adanya pemesanan, penyimpanan, pengeluaran, dan pengawasan

atau pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu. Pemesanan yang dilakukan oleh

Puskesmas disesuaikan dengan kebutuhan pada Puskesmas tersebut dengan

memperhatikan pemakaian bulan yang lalu dan sisa stok yang ada. Setelah obat

diperoleh maka Puskesmas selanjutnya melakukan tahap penyimpanan.

Permasalahan yang sering dihadapi pada tahap penyimpanan adalah pada buku

pencatatan terutama kartu stok kadang tidak tercatat, adanya resep yang tidak

tercatat, label pada kaleng obat sering lepas, hilang atau tercecer, dan kadang tidak

memadainya tempat untuk penyimpanan (Arsad, 2008).

Tahapan pengelolaan obat di Puskesmas dapat digambarkan seperti

gambar dibawah ini :


17

Gambar 1. Tahapan Pengelolaan Obat di Puskesmas (Arsad, 2008)

3.Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman Yogyakarta

Puskesmas Sleman merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kabupaten Slem
Memberikan pelayanan yang berkualitas

Menyediakan Sumber Daya Manusia yang professional

Meningkatkan peran serta masyarakat

Mengelola lingkungan dengan baik

Pengelolaan manajemen Puskesmas secara efisien dan efektif

Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai


18

Adapun pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Sleman

Kabupaten Sleman Yogyakarta meliputi pengobatan umum, pelayanan kesehatan

ibu dan anak/KB, pengobatan gigi, perbaikan gizi, psikologi, pelayanan poliklinik

kesehatan reproduksi remaja, poli kesehatan dan lingkungan, poliklinik infeksi

menular seksual (IMS) yang biasa berkembang menjadi HIV/AIDS, fisioterapi,

pelayanan ambulan dan pelayanan penunjang laboratorium.

E. Analisis ABC

Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan

pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang

rasional. Analisis ABC juga dapat membantu untuk mengidentifikaasi biaya yang

dihabiskan untuk setiap item obat yang tidak terdapat dalam daftar obat esensial

atau untuk obat yang jarang digunakan. Metode ini dalam proses pengadaan

sesuai dengan prioritas masyarakat dan menaksir frekuensi pemesanan yang

mempengaruhi keseluruhan persediaan (Quick et al., 2012). Terkait dengan

pendapat dari penyediaan obat, analisis ABC digunakan untuk :

1. Menentukan frekuensi permintaan item obat

Memesan item obat pada kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang

lebih kecil akan mengurangi biaya inventoris

2. Mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah

Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang

paling murah atau supplier yang paling murah


19

3. Memonitor status permintaan item

Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan

keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasanya mahal

4. Memonitor prioritas penyediaan

Pola penyediaan disesuaikan dengan prioritas sistem kesehatanyang

menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering digunakan

5. Membandingkan biaya aktual dan terencana

6. Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat

di sektor publik Negara yang bersangkutan (Quick et al., 1997).

Analisis ABC juga sering disebut dengan hukum Pareto. Pareto ABC

digunakan untuk mengetahui prioritas item yang digunakan di apotek yaitu

melihat persentase kumulatif dari jumlah pemakaian (nilai pakai), persentase

kumulatif dari jumlah investasi (nilai investasi), dan skor total nilai pakai dan nilai

investasi (nilai indeks kritis). Dalam metode ini, item obat dikelompokkan

menjadi kelompok berdasarkan persentase kumulatif dari nilai pakai dan nilai

investasi, yaitu 80% untuk kelompok A, 15% untuk kelompok B, dan 5% untuk

kelompok C. Item prioritas merupakan item kelompok A yang menghabiskan

biaya sebesar 80% dari total biaya persediaan (Ancelmatini, 2013).

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama

Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo

Pareto (1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu

memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar

(80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General Electric mengembangkan
20

konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam klasifikasi barang

persediaan (Kusnadi, 2009). Dalam hal ini, pengelompokan kelas, yaitu: A, B, dan

C, di mana besaran masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut :

1. Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total nilai uang.

2. Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai uang.

3. Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65% dari

total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai uang

(Sutarman, 2003).

Metode ABC ini dalam proses pengadaan digunakan untuk memastikan

bahwa pengadaan sesuai dengan prioritas kesehatan masyarakat dan menaksir

frekuensi pemesanan yang mempengaruhi keseluruhan persediaan (Quick et al.,

2012).

Kriteria nilai kritis obat adalah :

a. Kelompok A adalah kelompok obat yang tidak boleh diganti dan harus selalu

tersedia dalam rangka proses perawatan pasien, untuk mengatasi penyakit

penyebab kematian, kekosongan obat tidak dapat ditoleransi mengingat efek

terapinya terhadap pasien.

b. Kelompok B adalah obat-obatan yang dapat diganti dengan obat lain yang

tersedia, banyak digunakan dalam pengobatan pencegahan penyakit.

Kekosongan kurang dari 48 jam masih dapat ditoleransi.


21

c. Kelompok C adalah obat-obatan yang digunakan untuk penyakit yang dapat

sembuh sendiri. Kekosongan lebih dari 48 jam dapat ditoleransi (Modeong,

2014).

Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode

lebih singkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :

1. Menghitung total pemakaian obat selama satu periode dan memasukkannya

dalam unit biaya

2. Data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian dari

pemakaian terbesar sampai terkecil

3. Menghitung persentase nilai total setiap item

4. Menyusun kembali daftar berurutan dari nilai total yang paling tinggi sampai

terkecil

5. Menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item

6. Kelompok obat A dengan pemakaian 80% dari keseluruhan pemakaian obat,

kelompok obat B dengan pemakaian 15% dari keseluruhan pemakaian obat

dan kelompok obat C dengan pemakaian 5% dari keseluruhan pemakaian

obat (Quick et al., 2012).

F. Analisis VEN

Analisis VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan

prioritas seleksi pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan

harga penjualan obat yang tepat, sering digunakan untuk memprioritaskan


22

pengadaan obat bila tidak cukup dana untuk membeli semua item yang diminta.

Analisis VEN juga membantu menentukan item mana yang harus dibeli bila

diperlukan (Quick et al., 2012).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

1121/MENKES/SK/XII/2008, analisa VEN merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan

mengelompokkan obat didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.

Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok berikut :

a. V (Vital)

Merupakan obat-obat yang harus ada, yang diperlukan untuk

menyelamatkan kehidupan (life saving drugs), obat untuk mengatasi penyakit-

penyakit penyebab kematian terbesar ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan di

Puskesmas salah satunya adalah Vaksin, Vitamin A, Salbutamol sulfat tablet.

Pada obat kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan. Contoh obat yang

termasuk jenis obat vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung.

b. E (Essensial)

Merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi rasa kesakitan,

namun sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit. Kriteria nilai kritis

obat ini adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber

penyebab penyakit dan banyak digunakan dalam pengobatan pencegahan penyakit

terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolelir kurang dari 48 jam.

Contoh obat yang termasuk jenis obat Essensial adalah antibiotik, obat
23

gastrointestinal, NSAID dan lain lain. Contoh obat yang termasuk jenis obat

Esensial di Puskesmas adalah Aminofilin tablet, Klorpromazin HCl, Vitamin B

kompleks.

c. N (Non Essensial)

Merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh

sendiri dan obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.

Kriteria nilai krisis obat ini adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan

menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan.

Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir lebih dari 48 jam. Contoh obat

yang termasuk jenis obat Non-esensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

Contoh obat yang termasuk jenis obat Non Esensial di Puskesmas adalah Aspirin

tablet, Propranolol HCl, Nystatin tablet (Quick.,2012).

Analisis VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan

prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan harga

penjualan obat (Syifa, 2011).

Langkah-langkah menentukan VEN antara lain menyusun kriteria VEN,

menyediakan data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan.

Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan sistem VEN dengan

memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat yang diadakan, obat

yang sudah dan belum diterima (Syifa, 2011).


24

G. Keterangan Empiris

Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan suatu aspek manajemen yang penting k


25

BAB III

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu berdasarkan

data sebenarnya (tanpa adanya manipulasi data). Pengambilan data dalam penel
Puskesmas Sleman tahun 2013-2014 (Pratiknya, 2001).

Variabel yang digunakan


diterima Puskesmas dari
26

C. Definisi Operasional

1. Analisis ABC merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokkan

obat berdasarkan jumlah pemakaian yang dikategorikan menjadi kelompok A,

B, dan C dilakukan dengan pengambilan data pemakaian serta harga obat dari

LPLPO yang dikumulatifkan, dipersentasekan, dan diurutkan dari persen

pemakaian terbanyak sampai terkecil tiap tahunnya.

2. Kategori ABC dikelompokkan menjadi kelompok A merupakan kelompok

obat yang menyerap biaya sebesar 80% dari total biaya persediaan, kelompok

B merupakan kelompok obat yang menyerap biaya sebesar 15% dari total

biaya persediaan, sedangkan kelompok C merupakan kelompok obat yang

menyerap biaya sebesar 5% dari total biaya persediaan.

3. Analisis VEN adalah metode yang digunakan untuk mengelompokkan obat

berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan. Untuk mengetahui alasan

kriteria VEN dilakukan wawancara terhadap Kepala Pengelola Obat

Puskesmas Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan Kepala UPT POAK

dari kelompok A hasil analisis ABC.

4. Pengadaan obat di Puskesmas adalah jumlah obat yang digunakan atau

pemakaian obat di Puskesmas yang tertulis di LPLPO.

5. Jumlah obat yang diminta dan diterima oleh Puskesmas diperoleh dari data

obat dalam LPLPO yang didapatkan dari UPT POAK Kabupaten Sleman

Yogyakarta.
27

6. Wawancara dilakukan dengan Kepala Pengelola Obat Puskesmas Sleman,

dokter umum Puskesmas Sleman dan Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman

Yogyakarta untuk mengetahui alasan kategori VEN dari kelompok A hasil

analisa ABC pada tahun 2013-2014 agar bisa diprioritaskan pengadaannya.

D. Subyek Penelitian

Data obat dalam LPLPO dari Puskesmas Sleman dan Tempel I yang

diperoleh dari UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta merupakan subjek

penelitian ini. Kriteria inklusi yang digunakan oleh peneliti adalah seluruh obat

yang digunakan di Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I selama tahun

2013-2014 dan kriteria eksklusi yang digunakan oleh peneliti adalah sediaan obat

yang tidak diketahui harga satuannya.

E. Bahan Atau Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemakaian

obat dalam LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) dari

Puskesmas ke UPT POAK dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Kepala

Pengelola Ruang Obat Puskesmas Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan

Tempel I, dan Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta.


28

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenyimpan data

berupa flash untuk memuat data daftar seluruh obat selama tahun 2013 dan

2014untuk menentukan Vital, Essensial, dan Non-Essensial. Tabel pencatatan data

yang berisi tentangdata yang diambil dari perhitungan dengan metode ABC yang

kemudian diambil data dari kategori A untuk menentukan VEN karena jumlah

penggunaannya terbanyak yaitu sebesar 80% di Puskesmas Sleman maupun di

Puskesmas Tempel I dengan cara pengisian tabel data yg diisi oleh Kepala UPT

POAK Kabupaten Sleman, dokter umum Puskesmas Sleman dan Tempel I, dan

pengelola ruang obat Puskesmas Sleman Yogyakarta yang ditunjang dengan

wawancara secara terstruktur terkait hal mengenai metode ABC dan VEN,

pengelolaan obat di Puskesmas, dan 10 penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas

Sleman dan Tempel I Kabupaten Sleman Yogyakarta.

G. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta,

Jl. Candi Jonggrang No.6 Beran Tridadi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta,

Puskesmas Sleman, Jl. Kapten Haryadi No. 6 Desa Triharjo, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta dan Puskesmas Tempel I, Jl. Magelang KM 17,5, Kecamatan Tempel,

Kabupaten Sleman, Yogyakarta.


29

H. Tata Cara Penelitian

1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan menentukan Puskesmas di Kabupaten

Sleman Yogyakarta sebagai tempat untuk diteliti. Berdasarkan observasi

ditetapkan Puskesmas Sleman sebagai lokasi penelitian dikarenakan jumlah

permintaan obatnya paling banyak dan dilakukan perbandingan terhadap data

Puskesmas Tempel I dengan jumlah permintaan obat paling sedikit di Kabupaten

Sleman Yogyakarta sebagai tolak ukur untuk melihat pengadaan obat yang

dilakukan sudah sesuai dengan yang direncanakan.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Perizinan dilakukan dengan mengusulkan atau memasukkan surat

permohonan izin penelitian ke Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I

Kabupaten Yogyakarta.

3. Pembuatan pedoman wawancara

Pembuatan pedoman wawancara dilakukan dengan cara menyusun

pertanyaan dan melampirkan data terkait kriteria VEN untuk kategori A oleh

Kepala UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta, dokter umum Puskesmas

Sleman dan Tempel I, dan kepala pengelola ruang obat Puskesmas Sleman

Kabupaten Sleman Yogyakarta.

4. Pengambilan data

Pengambilan data diambil melalui proses perizinan dari rekomendasi

Bapedda ke Dinas Kesehatan yang kemudian sampai ke UPT POAK dan


30

didapatkan data retrospektif yang meliputi data pemakaian sediaan obat serta

harga obat pada tahun 2013 dan 2014 serta data LPLPO yang diambil dari

Puskesmas Sleman dan Tempel I terkait jumlah permintaan dan jumlah yang

diterima dari UPT POAK ke Puskesmas Sleman dan Puskesmas Tempel I

Kabupaten Yogyakarta.

5. Pengolahan dan analisis data

Tahapan berikutnya adalah pengolahan data dan analisis data yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam penarikan kesimpulan dan pemberian saran yang

dapat berguna dalam pengadaan sediaan obat.

1. Analisis ABC

Proses pengumpulan data diambil berdasarkan analisis ABC.

Pengambilan data dilakukan terhadap besarnya jumlah pemakaian obat per satu

bulan kemudian dikumulatifkan menjadi satu tahun lalu diurutkan dari pemakaian

tertinggi sampai terendah, selanjutnya dibuat persentasenya dan diurutkan dari

persentase tertinggi hingga terendah, dan dikumulatifkan lalu dilakukan penetapan

klasifikasi menjadi kelompok A, B, dan C berdasarkan persentase kumulatif 80%,

15%, dan 5%. Kelompok A merupakan kelompok obat yang menyerap biaya

sebesar 80% dari total biaya persediaan, kelompok B merupakan kelompok obat

yang menyerap biaya sebesar 15% dari total biaya persediaan, sedangkan

kelompok C merupakan kelompok obat yang menyerap biaya sebesar 5% dari

total biaya persediaan. Diawali dengan cara mengidentifikasi obat dengan

mengurutkan pemakaian biaya dari yang terbesar ke yang terkecil. Cara

perhitungannya :
31

=nxh

2. Analisis VEN

Kategori VEN didapatkan dari data pengelompokkan obat dengan metode ABC yan
terutama dalam masalah obat-obatan dan menghadapi keluhan pasien.
32

I. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan obat yang diketahui harganya, dengan demikian evaluasi pengadaan


33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis ABC

Penelitian Evaluasi Pengadaan Obat Dengan Metode ABC di Puskesmas

Sleman Kabupaten Yogyakarta tahun 2013-2014 menggunakan data pemakaian

obat-obat selama periode tahun 2013-2014 yang diambil di UPT POAK

Kabupaten Sleman Yogyakarta dan data yang diambil dari Puskesmas Sleman

Kabupaten Yogyakarta kemudian dilakukan evaluasi ABC. Analisis ABC

dilakukan dengan perhitungan menggunakan metode ABC dan kemudian

dilakukan wawancara dengan dokter umum dan kepala pengelola ruang obat

Puskesmas Sleman Yogyakarta terkait pengadaan obat di Puskesmas Sleman

Yogyakarta dan penjelasan mengenai VEN (Vital, Esensial, dan Non Esensial).

Analisis ABC bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

penggunaan dana dengan pengelompokkan obat berdasarkan penggunaannya.

Pemrosesan data dimulai dengan pengambilan data obat secara retrospektif berupa

data pemakaian obat serta harga obat tahun 2013 dan 2014 di UPT POAK

Kabupaten Sleman Yogyakarta yang kemudian dipilih Puskesmas Sleman untuk

diambil datanya lalu dianalisis untuk bisa dievaluasi.

Pengambilan obat di UPT POAK Kabupaten Sleman Yogyakarta dibuat

untuk setiap bulannya. Pemesanan obat yang dilakukan ke UPT POAK Sleman

Yogyakarta dari Puskesmas Sleman dibatasi pemesanannya karena untuk


34

menghindari obat yang tersisa dari jumlah yang dipesan. Apabila jumlah obat

yang dipesan masih tersisa, maka dari pihak UPT POAK Sleman Yogyakarta

tidak bertanggung jawab untuk menampung pengembalian obat yang sudah

dipesan, karena setiap Puskesmas sudah seharusnya memperkirakan berapa

banyak obat-obatan yang ingin dipesan untuk setiap bulannya. Berikut hasil

analisis ABC yang didapatkan dari data LPLPO tahun 2013 dan 2014 :

Tabel I. Pengelompokkan Pemakaian Obat Berdasarkan Analisis


ABC Pada Tahun 2013 dan 2014 di Puskesmas Sleman

2013 2014
Jumlah item

Jumlah item

Persent Persenta
Kel Jumlah ase Jumlah se
obat

. % %
pemakaian jumlah pemakaian jumlah
(Rp) pemaka (Rp) pemaka
ian (%) ian (%)
obat

Rp Rp
A 24 16, 79,6 20 11, 79,2
317,998,075. 425,892,725.
7 3
00 Rp 00 Rp
B 39 27, 15,3 45 25, 15,7
61,153,115. 84,622,515.
1 4
00 Rp 00 Rp
C 81 56, 5,1 112 63, 5,1
20,281,180. 26,940,150.
2 3
Rp Rp
Tot 14 10 100 17 10 100
399,432,370. 537,455,390.
al 4 0 7 0
00 00
Tabel I menjelaskan analisis ABC di Puskesmas Sleman Yogyakarta pada

tahun 2013. Data yang didapatkan pada tahun 2013, jumlah total item obat

sebanyak 144. Analisis ABC dilakukan dengan mengurutkan nilai pemakaian obat

dari terbesar hingga terkecil lalu dibuat persentase dan dibuat persen kumulatif

sehingga didapatkan mana yang masuk dalam kategori A dengan persen kumulatif

mencapai 80%, kelompok B 15%, maupun C dengan persen kumulatif sebesar

5%. Pada tahun 2013 obat yang masuk dalam kelompok A sebesar 24 item atau

16,7% dari total item dengan jumlah pemakaian Rp317,998,075,00 atau 79,6%

Anda mungkin juga menyukai