Anda di halaman 1dari 11

ABSORPSI GAS

—Prinsip kelarutan gas dalam liquid—

DAFTAR ISI

Mengapa Mempelajari Proses Absorpsi Gas ............................................................................................. 1

Kelarutan Gas dalam Liquid........................................................................................................................ 2

Pengaruh tekanan parsial terhadap kelarutan gas dalam liquid ............................................................. 6

Pengaruh temperatur terhadap kelarutan gas dalam cairan ................................................................... 8

Drills .............................................................................................................................................................. 9

Mengapa Mempelajari Proses Absorpsi Gas

Kita, para chemical engineer, juga peduli dengan lingkungan. Concern kita bukan hanya pada
bagaimana merancang proses kimia dan unit-unit operasi untuk menghasilkan suatu produk. Kita
juga memikirkan bagaimana agar limbah yang dihasilkan dari proses produksi dapat diolah dengan
baik sehingga tidak mencemari udara, air, dan tanah ketika dilepas ke lingkungan. Salah satu limbah
terbanyak yang dihasilkan dari industri kimia, apapun jenisnya, adalah gas-gas rumah kaca.

1
Gambar 1. Proses absorpsi gas pada liquid (diwakili oleh acid gas removal unit) merupakan salah satu
bagian dari teknologi Carbon Capture and Storage (CCS)

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 13 tahun 2009 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak Dan Gas Bumi, mengatur
batas maksimum konsentrasi gas-gas rumah kaca pada emisi gas buang untuk sektor industri.
Artinya, sebelum emisi gas dari proses produksi dibuang ke udara, kita harus mengukur konsentrasi
gas-gas rumah kaca pada emisi tersebut. Jika konsentrasinya melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan maka emisi gas tersebut harus ‘dibersihkan’ terlebih dahulu.

Absorpsi gas pada liquid adalah proses pembersihan emisi gas yang umum diterapkan di industri.
Proses ini merupakan salah satu bagian krusial pada teknologi Carbon Capture and Storage (CCS)
yang sudah umum diaplikasikan untuk mengurangi emisi CO2 di atmosfer. Pada modul ke-10 ini kita
akan mengulas kembali konsep kelarutan gas di dalam liquid yang merupakan prinsip dasar dan
utama proses absorpsi gas pada liquid.

Kelarutan Gas dalam Liquid

Misalkan ke dalam sebuah kontainer yang temperaturnya dijaga pada 30 0C dimasukkan air dengan
volume 1 L. Kontainer ini kemudian ditutup rapat dan di atas permukaan air diletakkan sebuah
penyekat yang dapat ditarik-dorong keluar-masuk kontainer. Kontainer lalu dihubungkan dengan
sebuah pompa vakum untuk menghisap keluar udara yang terperangkap di dalam kontainer. Misalkan
volume ruang di atas penyekat adalah 1 L dan karena udara telah dihisap keluar dari kontainer maka
ruang ini menjadi kosong.

2
Setelah itu 1 mol gas ammonia (NH3) diinjeksikan ke dalam ruang kosong tersebut hingga tekanan
kontainer menjadi 25 atm. Lalu sekat yang membatasi air dan gas NH3 ditarik keluar. Seperti biasa,
karena kita bukan manusia super, kita tidak melihat ada apapun yang terjadi pada sistem air-NH3 di
kontainer tersebut. Namun ada ‘kericuhan’ yang terjadi pada sistem air-NH3 itu.

Di awal, ketika gas NH3 baru bertemu dengan air, molekul-molekul gas NH3 ‘berebutan’ dan
‘berhamburan’ pindah (melarut) ke dalam air. Atau jika dibahasakan dengan lebih ilmiah, pada saat
NH3 baru dikontakkan dengan air, NH3 melarut ke dalam air dengan laju kelarutan yang cepat.
Pengertian laju kelarutan yang dimaksud di sini adalah jumlah molekul NH3 yang melarut per satuan
waktu. Pada proses perpindahan ini, molekul NH3 bergerak melewati semacam lapisan tak terlihat
yang memisahkan permukaan fasa cair dan fasa gas. Molekul gas NH3 yang telah pindah dari fasa
gas ke fasa cair disebut sebagai zat terlarut, fasa cair dinamakan sebagai pelarut, sementara
peristiwa perpindahannya dinamakan sebagai peristiwa absorpsi gas pada liquid.

Mengapa mereka ‘berebutan’ dan ‘berhamburan’ melarut ke dalam air? Pertama, karena gas NH3
‘menyukai’ air. Prinsip kelarutan gas dalam cairan adalah “like dissolve like” yang berarti zat pelarut

3
dan terlarut saling melarutkan, apabila mempunyai kemiripan kepolaran. Kepolaran dalam ikatan
kimia adalah suatu keadaan dimana distribusi penyebaran elektron tidak merata atau elektron lebih
cenderung terikat pada salah satu atom. Dengan kata lain terdapat perbedaan keelektronegatifan
pada senyawa tersebut. NH3 tersusun atas N— dan H+ dan H2O tersusun atas O2— dan H+. Atom-atom
pada kedua senyawa tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga menyebabkan ada perbedaan
keelektronegatifan antara atom N dan H di NH3 dan atom O dan H di H2O, akibatnya NH3 dan H2O
menjadi senyawa polar. Karena NH3 dan H2O sama-sama senyawa polar, maka keduanya saling
melarutkan.

Kesukaan NH3 pada air adalah penyebab utama perpindahan tersebut. Kemudian mengapa mesti
‘berebutan’ dan ‘berhamburan’? Ada tiga hal penyebabnya, temperatur, tekanan, dan konsentrasi.

Pada kondisi awal, yaitu saat gas NH3 baru diinjeksikan, di dalam air belum ada molekul NH3.
Sehingga pada saat itu terdapat perbedaan konsentrasi molekul NH3 antara fasa gas dan fasa cair.
Di fasa gas tentu konsentrasi NH3 adalah 100% sementara di fasa cair konsentrasinya adalah 0%.
Perbedaan konsentrasi NH3 yang besar ini menjadi driving force melarutnya molekul NH3 ke dalam air
secara ‘berhamburan’ (dalam jumlah banyak).

Sistem air di dalam kontainer, ketika udara telah dihisap keluar, memiliki tekanan di bawah 1 atm.
Sementara gas NH3 diinjeksikan sebanyak 1 mol pada 30 0C pada volume ruang sebesar 1 L sehingga
tekanannya 25 atm. Molekul gas NH3 mirip dengan manusia, mereka juga butuh ‘space’ seperti kita.
Dalam kondisi tekanan setinggi 25 atm, tiap molekul NH3 di ruangan 1 L tersebut, dalam imajinasi
saya, jika mereka adalah makhluk hidup, pasti merasa sesak napas karena berada di ruangan yang
sangat sempit. Maka ketika sekat dibuka dan bertemu dengan air yang tekanannya lebih rendah,
maka molekul-molekul NH3 kemudian ‘berebutan’ ingin pindah ke tempat yang lebih ‘longgar’.

Molekul gas NH3 akan terus ‘berebutan’ dan ‘berhamburan’ pindah ke air atau fasa liquid hingga air
sudah cukup banyak diisi oleh molekul gas NH3 sehingga ‘space’ di air sudah tidak lagi ‘longgar’. Pada
kondisi tersebut sistem air-NH3 sudah berada pada kondisi setimbang. Sama halnya dengan
pengertian kondisi setimbang di bahasan tentang distilasi, pada sistem air-NH3 ini tetap akan ada
molekul NH3 yang memasuki fasa liquid, namun setiap kali ada satu molekul NH3 yang memasuki air
(fasa liquid), pada saat yang sama ada satu molekul NH3 yang keluar dari air dan kembali ke fasa gas.
sama dengan jumlah molekul NH3 yang kembali ke fasa gas.

Jika kemudian ke dalam kontainer diinjeksikan tambahan gas NH3 sehingga tekanan gas kembali
naik, apakah molekul-molekul NH3 akan lagi-lagi ‘berebutan’ dan ‘berhamburan’ pindah ke air? No,
not anymore. Meskipun setelah terisi dengan molekul NH3 masih ada ‘space’ longgar di air,
penambahan gas NH3 tidak akan meningkatkan laju melarutnya molekul NH3 ke dalam air. Mengapa

4
demikian? Karena perbedaan antara konsentrasi NH3 di fasa gas dengan di fasa liquid sudah tidak
sebesar sebelumnya, sehingga driving force melarutnya NH3 ke dalam air menjadi lebih rendah dari
sebelumnya. Tetap akan ada penambahan jumlah molekul NH3 yang melarut ke air namun laju
melarutnya (jumlah per satuan waktu) tidak akan setinggi kondisi ketika gas NH3 baru dikontakkan
dengan air.

Melarutkan gas ke dalam liquid TIDAK SAMA dengan mengkondensasikan gas tersebut menjadi
liquid. Gas yang telah melarut dalam liquid tetap berada dalam fasa gas, terperangkap di dalam liquid
dalam bentuk gelembung. Pernah minum Coca-Cola, Sprite atau Fanta? Pernah memperhatikan
gelembung-gelembung gas yang bergerak naik ketika tutup botol minuman ringan itu dibuka?
Gelembung-gelembung tersebut adalah gas CO2 yang dilarutkan ke dalam minuman ringan yang tetap
berada dalam fasa gas. Jika botol Sprite yang telah dibuka kita biarkan di meja makan pada siang
hari yang bertemperatur 33 0C, 2 jam kemudian minuman itu bukan lagi Sprite melainkan sudah
berubah menjadi sirup biasa. Gelembung-gelembung gas CO2 telah terlepas dari Sprite karena
tekanan dan temperatur sistem Sprite tidak lagi ‘pas’ untuk menjaga CO 2 tetap terlarut di dalam
minuman itu. Dan ini adalah bahasan selanjutnya, yaitu tentang faktor-faktor yang menentukan
kelarutan gas di dalam liquid.

Take away points:

1. Gas akan melarut ke dalam suatu liquid jika gas tersebut ‘menyukai’ liquid. Dalam terminologi
absorpsi biasa disebut dengan like-dissolve-like. Gas polar dapat larut dalam pelarut polar dan
gas non-polar dapat larut dalam pelarut non-polar.
2. Laju kelarutan gas ke dalam liquid akan tinggi jika,
a. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara konsentrasi molekul gas di fasa gas dengan
konsentrasi gas tersebut di fasa liquid.
b. Gas berada pada tekanan dan temperatur yang ‘pas’ sehingga memicu terjadinya
perpindahan molekul gas ke liquid.
3. Melarutkan gas ke dalam liquid TIDAK SAMA dengan mengkondensasikan gas tersebut menjadi
liquid.
4. Sistem gas-liquid harus berada pada tekanan dan temperatur yang ‘pas’ sehingga dapat menjaga
gas tetap melarut di dalam liquid.

5
Pengaruh tekanan parsial terhadap kelarutan gas dalam liquid

Kelarutan gas dalam liquid meningkat dengan bertambahnya tekanan parsial gas tersebut. Ada dua
cara untuk menaikkan tekanan parsial suatu komponen gas di dalam campuran gas, yaitu dengan
1) menaikkan tekanan sistem, atau 2) memperbesar fraksi mol komponen gas yang ingin dilarutkan
ke dalam liquid.

CARA 1. MENAIKKAN TEKANAN SISTEM

Mari kita ambil contoh sistem H2-CO2-air pada kontainer tertutup, seperti terlihat pada Gambar 2. CO2
adalah gas yang dapat larut di dalam air namun H2 sangat-sangat sedikit dapat larut dalam air
sehingga dianggap tidak dapat larut dalam air. Fraksi mol H2 dan CO2 masing-masing adalah 0.5. Pada
kondisi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2(a), misalkan temperatur dan tekanan sistem adalah
75 0C dan 20 atm. Di kondisi ini, tekanan parsial CO2 adalah 10 atm (ingat hukum Dalton) dan
diketahui tingkat kelarutan gas CO2 dalam air pada 10 atm adalah 0.14 mol CO2/kg H2O.

Gambar 2. Kenaikan tekanan sistem akan menaikkan tekanan parsial gas CO 2 dan akibatnya tingkat
kelarutannya di dalam air juga meningkat

Anggap tutup kontainer tersebut dapat dinaik-turunkan. Pada Gambar 2(b) tutup diturunkan sehingga
volume ruang kontainer di atas permukaan air berkurang setengah kali. Jika temperatur kontainer
tetap 75 0C maka tekanan sistem untuk kondisi di Gambar 2(b) menjadi 2 kali tekanan sebelumnya,
yaitu 40 atm. Karena tekanan meningkat dua kali lipat maka tekanan parsial CO2 juga meningkat dua
kali lipat menjadi 20 atm, dan kelarutan CO2 dalam air juga bertambah besar menjadi 0.28 mol
CO2/kg H2O.

6
Informasi tentang kelarutan CO2 dalam air, atau gas tertentu dalam suatu cairan harus merujuk pada
literatur ilmiah karena data tersebut merupakan hasil eksperimen. Gambar 3 di bawah ini
menunjukkan contoh kurva kelarutan gas CO2 pada air, dibandingkan dengan kelarutannya pada air
yang mengandung garam CaCl2.

Gambar 3. Kurva kelarutan gas CO2 pada air di 75 0C dengan berbagai konsentrasi CaCl2. Lihat garis solid
untuk mengetahui kelarutan CO2 pada air murni pada 75 0C (White et al., 2005)1.

Lalu apa hubungannya kenaikan tekanan parsial suatu komponen gas dengan meningkatnya
kelarutan gas tersebut pada suatu cairan? Prinsipnya sama saja seperti yang telah dijelaskan pada
kasus NH3 di atas.

Molekul-molekul gas, ketika mereka terkumpul di suatu tempat tertutup, akan selalu berusaha
menemukan ‘posisi yang nyaman’ atau kesetimbangan dalam bahasa kimia fisika. Ketika tekanan
sistem meningkat, terjadi ‘kesesakan’ pada fasa gas yang terdapat di atas permukaan liquid. Demi
tetap berada pada kondisi yang nyaman (setimbang) maka—karena memang dapat larut di dalam
air— sebagian dari molekul CO2 melarutkan diri ke dalam air. Jika tutup kontainer semakin diturunkan,
yang artinya tekanan semakin besar, maka akan ada sejumlah molekul CO2 lagi yang melarut ke
dalam air sampai akhirnya air menjadi jenuh dengan molekul CO2. H2 juga merasakan dampak ‘sesak’
akibat tekanan sistem yang meningkat. Namun karena H2 relatif insoluble di dalam air maka
kelarutannya dalam air tidak akan bertambah. Kesesakan yang dialami molekul gas akibat kompresi

1 https://www.researchgate.net/publication/231181280_Sequestration_of_Carbon_Dioxide_in_Coal_with_Enhanced_Coalbed_Methane_RecoveryA_Review

7
adalah bahasa sederhana (yang memang sangat tidak ilmiah karena yang terpenting kita paham)
yang mendeskripsikan kenaikan tekanan parsial komponen yang ada di fasa gas.

Kesimpulannya, tekanan sistem yang naik mengakibatkan kenaikan tekanan parsial komponen-
komponen di fasa gas. Tekanan parsial gas yang naik mengakibatkan kelarutan gas dalam liquid juga
meningkat. Prinsip ini menjadi landasan dalam penentuan tekanan operasi proses absorbsi gas ke
dalam cairan. Karena tekanan akan mempengaruhi kelarutan gas dalam liquid, maka penentuan
tekanan operasi kolom absorpsi harus disesuaikan dengan karakter komponen gas yang akan
diabsorb dan absorbent yang digunakan.

CARA 2. MENAIKKAN JUMLAH MOLEKUL GAS

Masih dengan sistem yang sama dengan sebelumnya, namun kali ini jumlah molekul gas CO2 di dalam
kontainer dinaikkan sehingga fraksi mol CO2 dan H2 masing-masing adalah 0.6 dan 0.4. Temperatur
dan tekanan kontainer dijaga tetap 75 0C dan 20 atm. Karena sekarang fraksi mol CO2 adalah 0.6,
maka tekanan parsialnya pun meningkat menjadi 12 atm, sehingga jumlah CO2 yang dapat larut di
dalam air juga menjadi lebih besar yaitu ~0.22 mol CO2/kg air.

Gambar 4. Kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus dengan fraksi molnya di dalam campuran gas

Pengaruh temperatur terhadap kelarutan gas dalam cairan

Efek temperatur terhadap kelarutan gas pada liquid bertolak belakang dengan efek tekanan.
Umumnya kelarutan gas pada liquid menurun dengan meningkatnya temperatur. Mengapa demikian?
Mari mengingat kembali efek temperatur pada pergerakan molekul gas. Semakin tinggi temperatur
suatu sistem gas, semakin besar energi kinetik yang dibawa tiap molekul gas. Artinya semakin tinggi
temperatur maka kecepatan gerak molekul gas juga semakin tinggi. Dengan kecepatan gerak yang

8
tinggi ini maka akan sulit untuk ‘menahan’ molekul gas tetap berada di fasa liquid. Akibatnya jika
molekul gas yang sudah melarut ke dalam fasa liquid dinaikkan temperaturnya sehingga memiliki
energi kinetik yang cukup besar, maka molekul tersebut akan melepaskan diri dari liquid dan kembali
ke fasa gas. Inilah alasannya mengapa jika kita telah membuka kaleng minuman bersoda namun
tidak dapat langsung menghabiskannya, sisa minuman itu harus disimpan di lemari es untuk
menahan gas CO2 tetap di dalam minuman.

Gambar 5 di bawah ini menunjukkan hubungan antara kelarutan CO2 di dalam air sebagai fungsi
temperatur. Jika kita menyimpan sisa Sprite atau Coca-Cola di meja makan dengan temperatur ruang
30 0C, gas CO2 yang dapat ditahan di dalam minuman tersebut adalah sekitar 1.25 g/kg H2O.

Gambar 5. Kelarutan CO2 di dalam air sebagai fungsi temperatur

Drills

1. Perhatikan gambar di bawah ini. Volume ruangan di atas penyekat adalah 1 L. Jika diasumsikan
kelarutan gas H2S di air pada 30 0C, 25 atm adalah 3 gr/kg H2O, berapa jumlah mol H2S yang
bersisa di fasa gas dan berapa tekanan fasa gas?

9
2. Pepsi terdiri dari dua bahan utama yaitu sirup karamel dan gas CO2. Volume sirup di dalam
sekaleng Pepsi adalah 335 ml dan pada proses pembuatannya estimasi massa gas CO2 yang
diinjeksikan ke dalam sirup adalah 2.2 gr. Jika kemudian kamu membeli Pepsi ini dan
menyimpannya pada temperatur 18 0C, berapakah tekanan gas CO2 di dalam kaleng Pepsi
tersebut? Jika tekanan uap air di 18 0C juga diperhitungkan, berapa tekanan total di dalam kaleng
Pepsi? Asumsi di dalam kaleng Pepsi hanya ada gas CO2, tidak ada udara.
3. Ikan membutuhkan oksigen yang terlarut di dalam perairan untuk dapat bertahan hidup. Berapa
kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan bergantung pada jenis ikan. Temukan informasi
kebutuhan kadar oksigen terlarut untuk lima jenis ikan yang berbeda, lalu tentukan batas
maksimum temperatur perairan tempat ikan itu berada dimana ikan masih mendapatkan asupan
O2 sesuai yang dibutuhkannya. Gunakan grafik di bawah ini untuk mengetahui tingkat kelarutan
O2 di dalam air pada berbagai temperatur di tekanan atmosferik.

10
4. Menurut kamu, apakah minuman bersoda yang sudah kehilangan semua gas CO2 (flat soda) dapat
kembali menjadi minuman bersoda jika kita tiup sekencang-kencangnya? Jelaskan jawaban
kamu.

11

Anda mungkin juga menyukai