Anda di halaman 1dari 16

MUSYAWARAH PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG ENDE

1. PROFIL KEUSKUPAN AGUNG ENDE


Keuskupan Agung Ende sebagai sebuah Gereja Partikular dalam kepenuhan hierarkis
didirikan pada 3 Januari 1961, melalui Konstitusi Apostolik Christus Quod Adorandus dari Paus
Yohanes XXIII, bersamaan dengan pembentukan penuh hierarki gereja katolik di Indonesia.
Sebagai suatu Keuskupan Metropolitan, (setelah terbentuknya Keuskupan Agung Kupang), KAE
membawahi 6 Keuskupan sufragan di Wilayah Nusa Tenggara Utara yakni Keuskupan
Larantuka, Keuskupan Maumere, Keuskupan Ruteng dan Keuskupan Denpasar. Pembagian
wilayah Gerejawi ini berlatarbelakangkan konteks historis sejak abad 16 ketika para pastor Jesuit
dan Dominikan bersama para pedagang Portugis datang mencari cendana di Pulau Timor dan
Nusa Tenggara pada umumnya. Kegiatan para misionaris yang memboncengi para pedagang ini
didasarkan pada Ius Patronatus yang disepakati oleh Vatikan dengan Kerajaan Spanyol dan
Kerajaan Portugis. Sejak awal berdirinya hingga saat ini, tercatat sejumlah imam yang menjadi
Uskup di wilayah Keuskupan Agung Ende yakni:
1. Mgr. Petrus Noyen, SVD, sejak 8 Oktober 1913 hingga wafat pada tahun 1921
2. Mgr. Arnold Vestraelen, SVD, sejak 14 Maret 1922 hingga wafat pada 15 Maret 1932
3. Mgr. Henrich Leven, SVD, sejak 25 April 1932 hingga mengundurkan diri pada 1950
4. Mgr. Antoine Hubert Thijssen, SVD, sejak 8 Maret 1951 hingga diangkat menjadi Uskup
Larantuka pada 3 Januari 1961
5. Mgr. Gabriel Wilhelmus Manek, SVD, sejak 3 Januari 1961 hingga mengundurkan diri
pada 19 Desember 1968
6. Mgr. Donatus Djagom, SVD sejak 19 Desember 1968 hingga pensiun pada 23 Februari
1996
7. Mgr. Abdon Longinus da Cunha, Pr sejak 23 Februari 1996 hingga wafat pada 6 April
2006
8. Mgr. Vincentius Sensi Potokota sejak 14 April 2007 hingga saat ini.
Keuskupan Agung Ende terletak di bagian tengah Pulau Flores dengan luas ±5.084,50
km2. Secara administratif kepemerintahan saat ini, KAE meliputi tiga Kabupaten yakni: Kab.
Ende, Kab. Ngada dan Kab. Nagekeo. Secara administratif Gerejani KAE terdiri atas 2
Kevikepan yakni Kev. Ende dan Kev. Bajawa dengan 62 Paroki dan 399 Stasi. Secara geografis
nampaknya wilayah KAE tidak terlalu luas kalau dibandingkan dengan Keuskupan lain di
Indonesia. Akan tetapi secara topografis, sebagian wilayah KAE terdiri atas bukit dan gunung.
Secara demografis, lebih dari tiga perempat penduduk yang mendiami tiga wilayah
pemerintahan Kabupaten di atas beragama Katolik (sekitar 84% dari jumlah penduduk). Menurut
data statistik tahun 2014, umat KAE berjumlah ±384,606 jiwa. Data dalam tabel berikut adalah
data sementara dari hasil Katekese umat persiapan Muspas 2015 (catatan: beberapa Paroki tidak
memasukan laporan hasil Katekese).

1
Tabel. Profil Sementara Umat KAE (menurut hasil katekese umat 2015)
No Kevikepan
Jenis Data Total KAE %
. Ende Bajawa
1. Jumlah Paroki/ Persiapan 27 35 62
2. Jumlah Stasi 140 259 399
3. Jumlah Lingkungan 628 683 1.311
4. Jumlah KUB 1.729 2.436 4.165
5. Jumlah Kepala Keluarga 35.472 43.124 78.596
6. Jumlah Rumah Umat 32.505 38.634 71.139
7. Jumlah Umat Laki-Laki 72.143 97.085 169.228 48,34
Jumlah Umat Perempuan 78.783 102.024 180.807 51,66
Jumlah Umat KAE 150.926 199.109 350.035

2. KILAS BALIK KARYA PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG ENDE


a. Awal Mula MUSPAS (Musyawarah Pastoral):
Awal perjalanan MUSPAS adalah rasa tidak puas umat sekeuskupan dan gembalanya, bahwa
arah pastoral di Keuskupan Agung Ende rasanya tidak jelas, yang merupakan akibat dari1:
- Kurang jelasnya kebijakan dan strategi
- Tidak adanya prioritas
- Tidak didukung oleh perangkat pastoral yang memadai
Karena itu timbul kebutuhan yang mendesak akan pembenahan. Mgr. Donatus Djagom, SVD
selaku Uskup Agung Ende membentuk panitia yang bertugas merancang dan mempersiapkan
MUSPAS yang melibatkan seluruh umat. Sampai sekarang, Gereja KAE sudah menjalankan 7
kali Muspas.
Muspas diselenggarakan lima tahun sekali sejak tahun 1987/1988. Sebagai suatu gerakan
Gereja KAE Muspas terus berupaya memetakan permasalahan-permasalahan pastoral dalam
kurun waktu tertentu dan memutakhirkan pendekatan serta strategi mengatasi pelbagai tantangan
dan masalah. Dua Muspas perdana yang diselenggarakan berturut-turut tahun 1987 dan 1988
mencermati dualisme penghayatan iman dalam perkawinan dan hidup keluarga, dalam pola
kepemimpinan pastoral dan dalam pandangan tentang karya pengembangan sosial ekonomi.
Muspas III (1994) mengarahkan perhatian pada persoalan pastoral di tengah badai zaman.
Muspas IV (2000) dan V (2005) menempatkan KUB sebagai subjek, focus dan locus karya
pastoral2. Muspas VI (2010) berupaya memberdayakan KUB menjadi komunitas perjuangan.
Bertolak dari berbagai masalah yang meliliti kehidupan umat, Muspas VI merumuskan enam
keprihatinan pastoral atau issu seputar peran Kitab Suci (KS) dan Sakramen, kinerja
Fungsionaris Pastoral (FP), penghayatan nilai-nilai kristiani oleh Kelompok-kelompok Strategis,
kehidupan dan peran KUB sebagai cara baru hidup bergereja, keterlibatan dalam pastoral Tata
Dunia serta issu seputar Sumber Daya dan Asset pastoral. Berdasarkan kondisi bidang-bidang ini
telah dirumuskan sasaran akhir seluruh perjuangan atau Visi KAE yaitu terwujudnya Gereja
KAE sebagai persekutuan Komunitas Umat Basis yang injili, mandiri, solider dan missioner.
a. Kerangka Konseptual Evaluasi Muspas

Pastoral Pembebasan dan Pemberdayaan Keuskupan Agung Ende (Ende: Puspas KAE, 2001), p. 7.
1

Laporan Evaluasi MUSPAS VI Berdasarkan Hasil Survey, Katekese Umat dan Studi Dokumentasi (Ende:
2

Puspas KAE, 2015), p. 3.

2
Muspas VI difokuskan pada pemberdayaan KUB menjadi komunitas perjuangan. Bertolak
dari berbagai tantangan dan masalah yang meliliti kehidupan umat KUB, maka Muspas VI
merumuskan enam bidang pokok atau dalam gaya Muspas disebut issu, yakni:
 Peran Kitab Suci dan Sakramen belum menjiwai kehidupan dan karya umat (Issu Kitab Suci
dan Sakramen).
 KUB belum menampilkan diri sebagai organisme dan komunitas perjuangan (Issu KUB).
 Banyak Fungsionaris Pastoral (FP) belum melaksanakan tugas secara optimal (Issu
Fungsionaris Pastoral).
 Adanya sikap dikotomi (dualisme) warga Gereja dalam Tata Dunia (Issu Tata Dunia).
 Minimnya penghayatan nilai-nilai kristiani di kalangan Kelompok-kelompok Strategis (anak-
anak, OMK, dan para pasutri muda) (Issu Kelompok Strategis).
 Sumber Daya serta aset pastoral belum mampu mendukung pembiayaan karya pastoral (Issu
Sumber Daya).
Ke enam Issu di atas kemudian dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Karya Pastoral
KAE Tahun 2011-2015. Renstra tersebut diharapkan menjadi “rujukan” bagi semua yang terlibat
dalam karya pastoral demi mewujudkan “mimpi” besar (Visi) menjadikan Gereja KAE sebagai
persekutuan Komunitas-komunitas Umat Basis yang injili, mandiri, solider dan misioner.
Dituntun oleh RENSTRA, sejak tahun 2011 umat KAE giat berusaha mencari kiat untuk:
 Menjadikan KS dan Sakramen sebagai sumber hidup dan karya umat
 Mewujudkan KUB sebagai suatu organisme yang peduli dan tanggap terhadap setiap
masalah yang dihadapi anggota KUB.
 Memampukan FP untuk mau, mampu, dan mempunyai waktu melaksanakan karya pastoral.
 Meniadakan sikap dikotomi semua anggota Gereja yang terlibat dalam pastoral Tata Dunia.
 Mendampingi Kelompok-kelompok Strategis (Anak-anak, OMK dan pasutri muda) untuk
semakin menghidupi nilai-nilai kristiani.
 Secara professional menata Sumber Daya dan aset pastoral untuk mendukung karya pastoral.
Renstra tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai macam kegiatan yang disesuaikan
dengan ke enam Issu di atas dan selanjutnya diterjemahkan setiap tahun oleh semua
Komisi/Lembaga/Divisi dan Paroki-Paroki dalam Rencana Taktis (program kerja) yang biasanya
disusun pada waktu Pleno DPP dan Sidang Lintas Perangkat Pastoral.
Hasil kegiatan tersebut kemudian dievaluasi secara bersama melalui Survey dan kegiatan
Katekese Umat (KU) yang dilakukan dalam setiap KUB.
b. Metode Evaluasi
 Jenis Evaluasi dan Unit Analisis
Sebagaimana KUB menjadi focus dan locus karya pastoral, demikianpun kegiatan evaluasi
kali ini menjadikan KUB sebagai focus. Dalam term riset ilmiah KUB diperlakukan sebagai unit
analisis, yang mana mau mengukur sejauh mana kegiatan pastoral yang dilakukan tingkat
Lembaga/Komisi/Tim (tingkat keuskupan) dan Paroki memengaruhi kehidupan umat KUB?
Atau sejauh mana kegiatan-kegiatan yang dilakukan berdampak pada kehidupan umat KUB?
Karena itu evaluasi bersifat deskriptif (hanya menggambarkan situasi) dan tidak mencari
hubungan saling pengaruh.
 Metode Evaluasi, Populasi, Sampling dan Jumlah Peserta Katekese Umat.
3
Ada dua metode yang digunakan dalam evaluasi yakni metode Survey (dengan mengambil
sampel 234 KUB) dan Sensus (melakukan Katekese Umat di semua KUB). Dari 4384 KUB,
jumlah sampel yang diambil sebanyak 234 KUB (123 KUB di Kev. Bajawa dan 111 KUB di
Kev. Ende). Metode sampling yang digunakan ialah stratified random sampling dengan split
80/20 dan sampling error 5%.
Sedangkan evaluasi lewat Katekese Umat (KU) hanya berhasil merekapitulasi laporan dari
2845 KUB atau dari 47 Paroki yang memasukan laporannya, dengan perincian:
Kev. Ende 22 Paroki yang memasukan lengkap; 5 Paroki yang terlambat memasukan sehingga
data tidak diolah. Sedangkan Kev. Bajawa 25 paroki yang memasukan lengkap, 2 paroki yang
laporannya belum lengkap, dan 8 paroki yang terlambat memasukan.
c. Hasil Studi Evaluasi: Survey dan Katekese Umat (KU)
Melalui hasil studi Survey dan Katekese Umat (KU) akan gambaran tentang perkembangan
ke enam issu di atas, kemudian ditemukan beberapa hal penting yang cukup menggembirakan
dan juga yang perlu mendapat perhatian bagi perkembangan kemajuan pastoral KAE di
kemudian hari yang dibahas secara serius dalam MUSPAS VII, yakni:
1. Beberapa hal yang cukup menggembirakan;
 Sebagian besar keluarga sudah memiliki KS dan mayoritas KUB mulai terbiasa membaca
KS dalam doa/ibadat KUB
 Mayoritas KUB dan FP KUB melaksanakan pertemuan rutin mingguan atau bulanan
 Peran Paskel cukup positif oleh umat KUB dalam mendampingi keluarga-keluarga muda
meskipun masalah perkawinan tetap marak
 Jumlah keterlibatan orang muda dalam kegiatan gerejawi cukup menggembirakan
 Umat KUB terlibat aktif dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi kegiatan-
kegiatan bersama
 Partisipasi umat terbaptis dalam berbagai organisasi rohani dan sosial gerejawi cukup
tinggi
 Tanggung jawab umat dalam pembiayaan pastoral terbukti sangat tinggi
2. Beberapa hal yang masih perlu diperhatikan:
 Beberapa kegiatan pastoral KS yakni lomba KS, kursus KS, kegiatan pendalaman bulan
KS, pembentukan kelompok pendalaman KS, menyiapkan bahan renungan tentang KS dan
kebiasaan membawakan renungan berdasarkan KS di KUB tampak belum mendapat
perhatian serius
 Partisipasi umat khususnya kelompok bapak-bapak dan kaum muda dalam perayaan
ekaristi dan tobat: masih cukup rendah (sama dengan hasil evaluasi Muspas sebelumnya)
 Jumlah kegiatan pelatihan/pembekalan bagi FP KUB masih cukup rendah padahal
mereka diandalkan sebagai ujung tombak karya pastoral
 Pendampingan pasutri (pasutri muda) belum memadai
 Kegiatan kaderisasi dan pembinaan rohani bagi OMK sebagai salah satu kelompok
strategis tampaknya masih amat kurang
 Menjadi perhatian bagi sebagian besar FP karena masih kurangnya kegiatan pelatihan
Komsos dan pemanfaatan media seperti papan publikanda, jurnal, dll

4
 Kegiatan KUB dalam mengatasi masalah bersama: menolong sesama yang menderita,
perantauan, perdagangan manusia, konflik hidup bersama, dll masih kurang dilakukan
 Pengembangan sosek berupa kegiatan pelatihan wirausaha, mendirikan pusat-pusat
pelatihan, pendampingan berlanjut usaha dan sejumlah kegiatan yang dianjurkan dalam
Muspas VI belum mendapat perhatian serius
 Usaha untuk pengembangan asset paroki/keuskupan secara professional belum mendapat
perhatian serius
d. Refleksi Kritis Terhadap Penanganan Issu Muspas VI
 Issu Kitab Suci dan Sakramen
Pencapaian dalam KS dan Sakramen dinilai sangat dipengaruhi oleh peran pemimpin.
Selain berbagai hal positif, seperti hampir semua keluarga memiliki KS, adanya program
paroki untuk mengadakan dan mendistribusikan KS, mayoritas KUB mulai terbiasa
membaca KS dalam doa/ibadat KUB, namun ditemukan bahwa beberapa pencapaian yang
masih kurang di bidang ini disebabkan antara lain lemahnya kepemimpinan yang menggejala
pada beberapa hal seperti pemahaman terhadap peran KS dan Sakramen masih rendah, aura
keteladanan dari para pemimpin kurang tampak, dan para pemimpin kurang menyiapkan
waktu untuk pelayanan maupun untuk berada bersama umat.3
Dalam hal penghayatan hidup sakramental ditengarai kesadaran umat akan pentingnya
penerimaan Sakramen Tobat semakin kurang. Mengenai banyaknya jumlah pasangan yang
belum menikah Gereja (kumpul kebo) diduga disebabkan oleh umat yang bersikap masa
bodoh, tuntutan adat yang ketat dan kurangnya perhatian pastoral dari paroki. Ada juga
pasangan yang tidak menikah Gereja karena terhambat oleh hukum gereja dan hukum adat.
Sementara itu hal lain yang cukup memprihatinkan yakni jumlah pasangan yang pisah
ranjang cukup mencolok, dan mulai menggejala pula kasus cerai sipil dan perkawinan
campur (beda agama) di kalangan umat.
 Issu Fungsionaris Pastoral
Kendati di satu pihak Fungsionaris Pastoral tidak cukup setia dalam melaksanakan
Renstra, namun di lain pihak FP juga sudah bekerja keras mewujudkan Visi KAE. 4 Hal ini
didukung oleh berbagai faktor seperti: kemampuan (SDM) FP yang rata-rata baik, kesediaan dan
kerelaan FP untuk menerima tugas, rela berkorban dan memiliki keteladanan, mekanisme kerja
yang baik (koordinasi dan pola pengambilan keputusan yang partisipatif) dan penerapan sistem
kontrol lewat monitoring dan evaluasi (monev).
Selain hal-hal positif, ditemukan pula kinerja sebagian FP kurang memuaskan dan tidak
konsisten dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Keadaan ini dipengaruhi oleh keterampilan
yang kurang memadai, perangkapan tugas yang menyebabkan tidak fokus dalam pelaksanaan
tugas pastoral, dan FP belum melihat tugas sebagai panggilan.

 Issu Kelompok Strategis

3
Rangkuman Akhir Musyawarah Pastoral (MUSPAS) VII Keuskupan Agung Ende, Mbay 7-11 September
2015 (Ende: Puspas, 2015), p. 10.
4
Pernyataan Pastoral Musyawarah Pastoral (MUSPAS) Keuskupan Agung Ende, Mbay 7-11 September
2015 (Ende: Puspas, 2015), p. 7.

5
Pencapaian Issu Kelompok Strategis cenderung rendah. Salah satu temuan penting adalah
rendahnya partisipasi kaum muda dalam kegiatan rohani. Orang muda lebih tertarik pada hal-hal
yang bersifat aksi daripada yang reflektif. Lemahnya partisipasi kaum muda ini diduga
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkesan ada dalam diri FP yang menangani kaum muda,
seperti: komitmen dan motivasi kerja rendah, jumlah personel kurang dan tidak ada kaderisasi
terencana. Penghayatan iman dan pemahaman tentang tugas fungsi juga masih rendah sehingga
kurang fokus dalam pelayanan. Pada umumnya perencanaan dilakukan dengan mantap namun
lemah dalam pelaksanaan. Penerapan sistem monitoring dan evaluasi (monev) juga kurang
berjalan. Pola pendekatan yang digunakan pun kurang menyentuh kelompok sasar. Sementara itu
dana juga tidak mendukung.
Karena kelompok ini akan sangat berperan bagi Gereja masa depan, maka dirasa perlu
adanya satu revolusi dalam hal pola pendekatan dan strategi pendampingan kaum muda.
 Issu Komunitas Umat Basis
Kendati pencapaian dalam upaya membangun KUB sebagai fokus, lokus dan subjek pastoral
pembebasan dan pemberdayaan dinilai masih kurang memuaskan, terdapat banyak faktor positif
dalam diri para FP dari tingkat paroki sampai ke KUB, maupun dalam diri para anggota KUB
sebagai organisme. Di kalangan umat KUB tampak ada kemauan untuk berubah menjadi lebih
baik. Semangat berkorban dan bersatu sebagai satu komunio semakin subur. Umat juga semakin
sadar untuk berpartisipasi dan berkontribusi (khususnya dalam hal dana), dan kemauan untuk
bekerja sama serta memiliki komitmen untuk setia. Semangat itu dalam diri orangtua dan FP
KUB tampak ada aura keteladanan. Mereka semakin sadar akan pentingnya bekerja berdasarkan
perencanaan. Umat juga menilai baik tentang pengelolaan keuangan oleh FP yang bertanggung
jawab dan transparan.
Selain hal-hal yang baik, tercatat pula gejala-gejala yang menghalang cita-cita KUB sebagai
komunio yang injili, mandiri, solider dan missioner. Banyak anggota KUB yang mampu untuk
memimpin atau melakukan sesuatu, tetapi tidak mau. Selain itu mental yang masih bergantung
pada figur tertentu. Ada juga umat yang enggan melibatkan diri dengan urusan orang lain,
cenderung menghindar dan tidak mau repot karena takut di cap sok hebat. Masih adapula sikap
saling curiga serta adanya rasa jenuh dan bosan di kalangan pemimpin KUB dalam menjalankan
tugasnya.
 Issu Pastoral Tata Dunia
Fungsionaris Pastoral terbaptis (kaum awam) tampak cukup pro aktif secara kuantitatif
banyak yang berkiprah dalam organisasi sosial kemasyarakatan dalam berbagai bidang (politik,
sosial, ekonomi, dll). Namun belum terlalu nampak nilai keimanannya dalam keterlibatan
tersebut. Manakala harus bersinggungan dengan persoalan yang berhubungan dengan
mempertahankan dan menghidupi spirit serta nilai-nilai kekatolikan, tampak militansi
keimanannya lemah dan cenderung kalah. Masih banyak orang beriman yang mudah terjebak
dalam urusan mamon untuk kepentingan pribadi, tanggung jawab rendah, dan citra serta
spiritualitas kekatolikan belum memuaskan.
Sementara itu pembekalan berlanjut dari komisi atau seksi kerawam tentang spiritualitas
keterpanggilan masih kurang. Jaringan kemitraan di antara Gereja dengan pihak-pihak yang

6
berkehendak baik belum dibangun dan berjalan dengan semestinya. Gereja KAE belum terlalu
jauh meninggalkan pola kerja lama yang mengutamakan urusan kultis-liturgis.
 Issu Asset dan Sumber Daya
Mengenai Sumber Daya, hasil refleksi mengungkapkan bahwa Sumber Daya dan Asset
terbesar yang dimiliki Gereja KAE adalah umat (SDM). Selain umat, Gereja KAE juga memiliki
Sumber Daya lain seperti perkebunan, rumah-rumah bina, yayasan-yayasan, tanah dan
sebagainya. Para mitra kerja pun dilihat sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber
daya yang potensial. Terungkap juga bahwa rasa memiliki (sense of belonging) terhadap Gereja
semakin meningkat. Hal ini juga dilihat sebagai sumber kekuatan.
Namun demikian, masih terlihat juga hal-hal yang memprihatinkan dibalik kepemilikan
berbagai Sumber Daya, yaitu bahwa asset-asset yang dimiliki belum dikelola secara baik.
Tentang berbagai kegiatan yang dilakukan, masih banyak yang baru sebatas pemberian motivasi
dan animasi dan belum sampai pada aksi nyata. Selain itu, keterampilan dalam pengelolaan
keuangan masih kurang dan perhatian terhadap potensi usaha bidang tertentu seperti perikanan
masih sebatas wacana.

3. ARAH PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG ENDE TAHUN 2016-2020


Sidang Lintas Perangkat Pastoral XVI/2015 yang menghadirkan segenap anggota perangkat
pastoral Keuskupan Agung Ende periode 2016-2020, dengan agenda utama menyusun arah
pastoral Keuskupan Agung Ende tahun 2016-2020 telah berlangsung pada akhir bulan November
2015. Agenda tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti hasil MUSPAS VII. Berikut ini hasil
SLPP XVI/2015:
A. Issu Strategis
No Bidang Issu Strategis Argumentasi
Keprihatinan
1. Anak dan Bagaimana mengusahakan 1. Kurangnya keterlibatan anak dan remaja
Remaja supaya anak dan remaja dalam perayaan ekaristi, membaca Kitab Suci
KAE mencintai ekaristi, dan doa bersama.
Kitab Suci, dan doa serta 2. Menurunnya pengetahuan tentang dan
berbudi pekerti luhur, penghayatan diri anak dan remaja KAE
terdidik, berbudaya, 3. Angka drop out SD dan SMP cukup tinggi.
berjiwa solider dan 4. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan
missioner, sehat, bebas dari budaya lokal.
kekerasan dan perlakuan 5. Perhatian dan penghargaan terhadap anak dan
yang diskriminatif, melalui remaja, khusus terhadap anak difabel kurang.
wadah-wadah pembinaan 6. Penghayatan “children helping children” dan
yang sesuai, dalam suatu semangat 2D2K belum optimal.
sistem pembinaan / 7. Banyak anak derajat kesehatannya rendah.
pendampingan yang 8. Merebaknya penyalahgunaan IT (Informasi
berjenjang dan Teknologi) di kalangan anak dan remaja

7
berkelanjutan.
2. Orang Muda Bagaimana mengusahakan 1. Kurangnya pendampingan OMK yang
Katolik supaya OMK menjadi berjenjang dan berkelanjutan dalam berbagai
(OMK) militant, partisipatif, kreatif bidang keprihatinan berdasarkan Pedoman
dan terampil, sehat, cerdas, Pastoral Kaum Muda.
sosial, dan beriman, terlibat 2. OMK kurang aktif dalam kegiatan-kegiatan
dalam; Ekaristi, kegiatan rohani yang kontemplatif, meditatif dan
Kitab Suci, katekese, reflektif dan sebaliknya lebih berminat
kegiatan KUB, sakramen terhadap kegiatan rekreatif.
tobat, ormas, parpol dan 3. OMK kurang diberi peran dan kurang berani
pendidikan wirausaha tampil menjadi pemimpin di pelbagai bidang
melalui pendampingan (ormas, parpol).
yang berjenjang dan 4. Banyak OMK kurang berinisiatif dan kreatif
berkelanjutan. menciptakan kerja.
5. Banyak orang muda terlibat dalam penyakit
sosial dan tindakan kriminal.
6. Banyak orang muda kurang telibat dalam
ekaristi, katekese, KUB, sakramen tobat dan
Kitab Suci.
3. Keluarga Bagaimana mengusahakan 1. Masih adanya KDRT dan berbagai masalah
Muda terciptanya keluarga muda perkawinan dan hidup berkeluarga lainnya
katolik yang beriman, dalam keluarga Katolik.
hidup sehat-sejahtera, 2. Masih ada keluarga yang tidak aktif dalam
damai dan harmonis, kehidupan menggereja.
terlibat aktif dalam doa, 3. Selama ini karya pendampingan bagi keluarga
perayaan sabda dan lebih berfokus pada persiapan nikah.
sakramen serta kegiatan 4. Sering terjadi konflik
menggereja lainnya, 5. Lemahnya pemahaman tentang hakekat
melalui pendampingan perkawinan Katolik dan lemahnya kesadaran
pranikah dan pasca nikah akan rasa bersalah (dosa).
yang teratur dan 6. Belum semua paroki memiliki wadah
berkelanjutan dengan pendampingan keluarga seperti ME, CFC
mengoptimalkan peran (Couple for Christ)
berbagai elemen 7. Banyak keluarga muda belum mampu
Fungsionaris Pastoral, mengelola ekonomi rumah tangga.
Komisi Keluarga dalam 8. Belum semua FP Pastoral Keluarga bekerja
kerja sama dengan optimal.
berbagai pihak.
4. Fungsionaris 1. Bagaimana 1. Kerelaan dan kesediaan FP untuk menerima
Pastoral mengusahakan agar tugas sebagai panggilan belum maksimal.
tersedia FP yang terampil, 2. Rata-rata FP di KUB berpendidikan rendah
konsisten, bertanggung dan tidak memiliki keterampilan.

8
jawab dan rela berkorban, 3. Pembekalan tentang tupoksi FP KUB masih
memiliki pengetahuan kurang.
teologis-biblis-pastoral, 4. Pengetahuan teologis-biblis dan pastoral
berkemampuan mengelola (SDM) kurang memadai.
konflik serta 5. FP kurang terampil dan belum menyadari arti
memberdayakan para dan makna kerja.
katekis yang tersedia
melalui kursus, loka karya,
diklat dan berbagai bentuk
pembinaan rohani.
2. Bagaimana 1. Sekretariat belum maksimal berfungsi sebagai
mengusahakan tersedianya dapur dari seluruh karya pastoral.
sekretaris yang terampil, 2. Banyak sekretaris tidak memiliki skill dan
mampu dan mau bekerja keahlian, kurang pendidikan dan pengalaman.
purna waktu bagi paroki 3. Semangat berkorban masih rendah
dan lembaga lainnya yang 4. Belum ada sekretaris paroki yang professional
strategis. 5. Belum ada FP yang bekerja purna waktu di
sekretariat paroki.
3. Bagaimana 1. Lemahnya kerja sama dan koordinasi
menyediakan dan menata 2. Kurang sosialisasi/penjelasan yang memadai
tata laksana karya pastoral tentang tugas-tugas FP dengan bahasa mereka
yang menopang efektivitas 3. Evaluasi dan monitoring masih kurang
dan efisiensi pelayanan 4. Tugas rangkap menjadi kendala dalam
Fungsionaris Pastoral pelaksanaan karya pastoral
5. FP yang memiliki tugas rangkap kurang fokus
dalam menjalankan tugas
6. Kinerja FP yang kurang optimal memengaruhi
partisipasi umat dan pelaksanaan program
pastoral
7. FP kurang memahami tugas dan fungsinya
5. Komunitas Bagaimana membangun 1. Banyak anggota KUB yang tertutup
Perjuangan KUB sebagai komunitas 2. Banyak anggota KUB yang enggan untuk
perjuangan yang injili, memberi dan melakukan sesuatu demi sesama
mandiri, solider, dan anggota KUB
misioner, memperhatikan 3. Banyak anggota KUB tidak bisa bekerja sama
kaum miskin, menderita, dengan anggota KUB yang lain
terpinggirkan dan tertindas, 4. Kegiatan yang dilakukan tidak direncanakan
dijiwai semangat dengan baik
berkorban dan berbela rasa 5. Banyak FP KUB yang mulai bosan dan jenuh
serta rasa persaudaraan dan dengan tugas
kekeluargaan dalam suatu 6. Belum ada transparansi dalam
kepemimpinan dan tata pertanggungjawaban kegiatan

9
kelola yang baik. 7. Belum ada kegiatan penggalangan dana yang
teratur
6. Sistem dan Bagaimana menciptakan, 1. Koordinasi antar komisi/lembaga lemah
Mekanisme menata, dan 2. Program-program terlalu lebat dan tumpang
Kerja mengoptimalkan sistem tindih sehingga sulit dilaksanakan
dan mekanisme kerja 3. Pola rekrutmen FP tidak dipikirkan dengan
pelayanan pastoral yang baik
efektif dan efisien pada 4. Inkonsistensi antara perencanaan strategis
setiap jenjang pelayanan (Renstra) dengan pelaksanaannya
pastoral KAE yang 5. Pastoral berbasis data belum dirasa penting
ditopang oleh kaderisasi 6. Organisasi belum tertata baik
dan rekruitmen tenaga 7. Komunikasi belum efektif
yang terencana untuk 8. Lemahnya pola kaderisasi
mewujudkan Arah Dasar 9. Iklim kerja yang kurang kondusif
Pastoral Keuskupan Agung
Ende
7. Asset dan 1. Bagaimana menyiapkan 1. FP jarang memberi motivasi dan animasi bagi
Sumber FP yang dapat umat tentang rasa memiliki, partisipasi, nilai
Daya diandalkan dan memberi dan kemandirian
dipercaya dalam 2. Belum ada data asset, kajian ekonomis atas
mengelola dan asset dan pengelolaan asset secara
mempertanggungjawab- professional
kan asset dan keuangan 3. Tidak tampak adanya semangat solidaritas
secara akuntabel dan antar paroki dan keuskupan
transparan pada semua
jenjang pelayanan
pastoral KAE
2. Bagaimana membentuk 1. Umat sebagai subyek yang bertanggung jawab
sistem tata kelola atas keberlangsungan kehidupan menggereja
keuangan dan asset jarang mendapat laporan pertanggungjawaban
keuskupan secara keuangan secara transparan dan akuntabel
terintegrasi dalam suatu 2. Umat tidak mengetahui bahwa keuangan yang
semangat solidaritas mereka kumpulkan digunakan secara efektif
serta jaringan kerja sama dan efisien oleh keuskupan
dengan berbagai 3. Manajemen dan tata kelola keuangan mulai
lembaga Katolik, dari tingkat keuskupan sampai ke paroki-
pemerintah dan pihak- paroki belum dibenah secara professional
pihak lain 4. Banyak asset masih tercecer dan belum
produktif.
3. Bagaimana membangun 1. Keuskupan belum mampu membiayai sendiri
dan mengembangkan seluruh aspek karya pastoral (kaderisasi,
jiwa kewirausahaan di kesehatan dan kehidupan imam, on going
kalangan umat dalam information, studi dan lainnya)

10
suatu kerja yang 2. Tidak ada tim khusus untuk mendata dan
terorganisir dan mengkaji keberadaan Yayasan dan Lembaga
sistematis. Katolik yang berkarya dalam wilayah KAE
bagi pengembangan dan penataan sumber
daya pastoral KAE.
3. Belum ada Tim Pengembangan Pusdiklat dan
Tim Kajian Ekonomi tentang peluang usaha
produktif dan pengembangan potensi yang
ada pada umat.

B. Arah Pastoral KAE Tahun 2016-2020


Bapak Uskup dan para peserta Sidang Lintas Perangkat Pastoral XXVI yang
diselenggarakan di Kemah Tabor, Mataloko tanggal 23-27 November 2015 memutuskan tetap
memberlakukan Arah Pastoral KAE Tahun 2010-2015 (yang dihasilkan MUSPAS VI tahun
2010) menjadi Arah Pastoral KAE lima tahun ke depan (2016-2020), dengan beberapa
perubahan redaksional dan tambahan sesuai situasi dan kondisi pastoral terakhir.
1. Visi Keuskupan Agung Ende
“Gereja KAE sebagai persekutuan Komunitas Umat Basis yang injili, mandiri, solider, dan
misioner.5”
a. Pengertian Komunitas Umat Basis (KUB)
Komunitas Umat Basis adalah suatu persekutuan umat beriman. Persekutuan ini
merupakan suatu cara baru hidup menggereja yang merupakan suatu panggilan dan bukan
pilihan. Semua dipanggil untuk bersekutu dengan Tuhan, sesama dan dengan alam. Karena itu,
cara baru hidup menggereja adalah suatu ungkapan iman dan kasih, dan tidaklah semata-mata
sebagai suatu metode atau cara berada Gereja saja.
Setiap KUB terbentuk sebagai suatu persekutuan umat beriman kristiani yang bertetangga
(10-20 KK) yang saling mengenal. Mereka berkumpul secara berkala untuk mendengarkan
firman Allah, berbagi masalah hidup harian dan bersama mencari pemecahannya dalam terang
Kitab Suci. Semua orang dan semua keluarga dalam komunitas itu, meskipun berbeda ras,
golongan ataupun asal budaya, hidup bersama sebagai saudara satu sama lain, meneladani
kehidupan Jemaat Perdana (Kis 2:41-47). Setiap KUB tidak terpisahkan dari kesatuannya
(bersekutu) dengan KUB-KUB dalam Lingkungan/Stasi, Paroki, Kevikepan dan Keuskupan, dan
tetap bersatu dengan Gereja sejagat.
Sifat-sifat KUB:
1) Injili
Berarti setiap orang dalam KUB secara pribadi dan bersama-sama mendasarkan dan
menyinari hidupnya dengan injil. Dengan ini, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
mereka mendasarkan seluruh aktivitas, interaksi/relasi, rasa kebersamaan dan persaudaraannya
pada Kitab Suci. Semua kegiatan, relasi antar anggota dan rasa persaudaraan dalam KUB harus
dijiwai oleh Sabda dan Kehendak Tuhan, atau harus menjadi tindakan dan kesaksian tentang

5
Mengenang Amanat Musyawarah Pastoral Tahun 2010 Keuskupan Agung Ende (Ende: Puspas, 2015), p.
8.

11
Tuhan. Oleh karena itu, Kitab Suci harus menjadi “sahabat” yang selalu hadir dalam suka dan
duka hidupnya. karena “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:16).
2) Mandiri
Kemandirian adalah ungkapan hakekat kemerdekaan yaitu hak setiap orang untuk
menentukan apa yang terbaik bagi lingkungannya (dalam hal ini bagi KAE). Sebagaimana
tersirat dalam semangat Muspas, segala program pastoral adalah upaya untuk membangun
kemandirian dalam iman (spiritual), dalam tenaga-tenaga pelayan umat (personalia), dalam
ekonomi (finansial) dan dalam tata kelola pastoral. Kemandirian yang dibangun itu bukanlah
kemandirian dalam keisolasian, melainkan kemandirian dalam kebersamaan dan kebersamaan
dalam kemandirian.
Kemandirian adalah paham yang proaktif, bukannya reaktif atau defensif. Kemandirian
mencerminkan sikap seseorang mengenai dirinya, komunitasnya, masyarakatnya, paroki dan
keuskupan, serta semangat seseorang menghadapi tantangan dan kehidupannya. Dengan
demikian kemandirian adalah masalah sikap yang tercermin dalam semua aspek hidup
menggereja. Sikap ini merupakan ungkapan harga diri seseorang sesuai dengan martabat sebagai
citra Allah yang telah dilengkapi pula oleh Allah dengan berbagai talenta (Mat. 25:15).
3) Solider
Solidaritas adalah ungkapan kemajuan iman dan kasih, suatu prestasi etika dan moral.
Dengan semangat solidaritas umat berupaya membagi nilai dan visi alternatif. Karena itu
solidaritas adalah kekuatan dan bersama para warga untuk mengorganisir diri menjadi daya
gerak melawan ketidakadilan, keterbelakangan, kemelaratan, penderitaan, kemiskinan dan dosa
dalam segala bentuknya dalam semangat setia kawan dan kebersamaan dari berbagai elemen
masyarakat. Dalam semangat solider semua orang tergerak untuk menolong. Tidak ada orang
yang merasa dirinya terlalu kaya sampai tidak perlu dibantu dan tidak ada orang yang begitu
miskin sampai tak dapat menyumbang lagi bagi orang lain.
4) Misioner
Setiap orang diundang datang ke “perhelatan” yang disiapkan oleh Allah (Mat 22:15-22).
Dalam artian yang praktis, undangan Allah ini adalah suatu ajakan kepada seseorang untuk
merasa wajib melakukan sesuatu demi agama, misalnya untuk memberikan kesaksian tentang
Kabar Gembira Kerajaan Allah. Inilah panggilan misioner. Bagi pengembangan Kerajaan Allah,
panggilan missioner merupakan panggilan untuk membaharui masyarakat dalam tata kehidupan
bersama dengan meresapkan semangat Injil dan nilai-nilai Kerajaan Allah ke dalamnya. Gereja
dipanggil untuk menjadi garam dan terang di dalam (ad intra) dan di luar (ad extra) persekutuan
setempat (koinonia), melayani (diakonia) dan member kesaksian yang benar (martyria). Gereja
dipanggil untuk membantu mereka yang mengalami kemiskinan, penderitaan, kemelaratan,
penyakit, dan ketidakadilan.
2. Misi Keuskupan Agung Ende
a) Menjadikan KUB sebagai organisme dan komunitas perjuangan
b) Meningkatkan spiritualitas, pengetahuan dan wawasan serta keterampilan FP dan kelompok
strategis/kelompok kategorial
c) Menjadikan KS dan Sakramen sebagai sumber dan pedoman hidup Komunitas Umat Basis
12
d) Meningkatkan peran dan fungsi gereja KAE dalam pemberdayaan ekonomi dan dalam
kerasulan tata dunia
e) Mengembangkan dan mengoptimalkan semua sember daya pastoral KAE
f) Meningkatkan pelayanan pastoral dalam suatu tata kelola yang professional berbasis data
C. Nilai-Nilai Utama dan Prinsip-Prinsip Karya Pastoral
1. Nilai-Nilai Utama: Semartabat, Keadilan Sosial, Damai, Kasih, Pengorbanan,
2. Prinsip-Prinsip: Bersama-sama dan Terpadu, Sederhana dan Mandiri, Dinamis dan
Relasional, Dedikasi, Transparansi dan Akuntabilitas, Konsistensi, Suportif-partisipatif.
D. Tujuan Karya Pastoral
No. Bidang Keprihatinan Tujuan
1. Anak dan Remaja Semakin banyak anak dan remaja yang terlibat dan
mencintai kegiatan rohani, berbudi pekerti luhur,
terdidik, berbudaya, berjiwa solider dan misioner, sehat
serta bebas dari kekerasan dan perlakuan diskriminatif
2. Orang Muda Katolik Semakin bertambahnya Orang Muda Katolik (OMK)
yang menjadi militan, sehat, cerdas, berjiwa sosial,
beriman, terampil, partisipatif, mandiri dan kreatif
3. Keluarga Muda Semakin banyak keluarga muda katolik yang beriman,
hidup sehat dan sejahtera, damai dan harmonis, terlibat
aktif dalam doa, perayaan Sabda dan Sakramen serta
kegiatan menggereja lainnya.
4. Fungsionaris Pastoral Tersedianya Fungsionaris Pastoral (FP) yang terampil,
mampu, konsisten, bertanggung jawab dan rela
berkorban, memiliki pengetahuan dan wawasan teologis,
biblis dan pastoral yang memadai, berkemampuan
mengelola konflik serta memiliki jiwa kepemimpinan dan
kemampuan managerial yang diandalkan pada semua
jenjang pelayanan.
5. Komunitas Perjuangan Terciptanya Komunitas Umat Basis (KUB) sebagai
komunitas perjuangan yang injili, mandiri, solider,
misioner serta memperhatikan kaum miskin, menderita,
terpinggirkan dan tertindas yang dijiwai semangat
berkorban, rasa persaudaraan, kekeluargaan dan berbela
rasa dalam suatu kepemimpinan dan tata kelola yang baik
dan dapat diandalkan.
6. Asset dan Sumber Daya Tersedianya asset dan sumber daya yang memadai untuk
kelanjutan karya pastoral Keuskupan Agung Ende, yang
dikelola secara profesional dan produktif oleh tenaga-
tenaga yang handal dan terpercaya dalam jaringan kerja
sama kemitraan dengan berbagai pihak.
7. Sistem dan Mekanisme Tersedianya system dan mekanisme kerja pelayanan
Kerja pastoral yang efektif dan efisien pada semua jenjang
pelayanan pastoral Keuskupan Agung Ende, yang
ditopang oleh kaderisasi dan rekrutmen Fungsionaris

13
Pastoral secara terencana untuk mewujudkan Arah
Pastoral Keuskupan Agung Ende.

4. REFLEKSI PASTORAL GEREJA KAE SEBAGAI PERSEKUTUAN


KOMUNITAS UMAT BASIS YANG INJILI, MANDIRI, SOLIDER DAN MISIONER.”
Tema MUSPAS VII KAE tahun 2015 bernaung di bawah tema “Tuhan Semoga aku dapat
melihat, Tinggallah dalam Aku”. Tema ini berangkat dari refleksi biblis akan kisah buta
Bartimeus yang berseru memohon kesembuhan kepada Yesus (Bdk. Mrk. 10:51). Melalui seruan
ini Bartimeus hendak menegaskan bahwa ia beriman, ia mencari kesembuhan dari kebutaan
matanya dengan mencari Yesus. Seruannya ini tidak sia-sia, Yesus menyembuhkan dirinya dari
kebutaan. Melalui Yesus, Bartimeus yang tadinya buta kini mengalami penglihatan.
Gereja lokal KAE menyadari diri seperti Bartimeus yang buta. Gereja KAE bergerak dan
mencari Yesus untuk mencelikan matanya agar dapat melihat kembali sejauh mana arah pastoral
KAE berjalan. Melalui MUSPAS VII Gereja KAE hendak berusaha melihat, mengevaluasi serta
menata kembali arah pastoral lima tahun ke depan. Seperti Bartimeus, Gereja KAE mencari
Tuhan agar Tuhan sendirilah yang menuntun sehingga Gereja KAE sungguh mampu melihat
kehendak Tuhan yang mesti dijalankan. Gereja KAE hendak merefleksikan kembali beragam
karya pastoral yang telah dilaksanakannya sembari menentukan arah kebijakan pastoral di masa
mendatang agar misi kerajaan Allah yang diwartakan Gereja KAE sungguh-sungguh mendarat di
hati segenap lapisan umat sehingga kehendak Allah terejawantahkan secara utuh.
Dalam menjalankan program pastoralnya Gereja KAE memperjuangkan terwujudnya
Gereja KAE sebagai persekutuan Komunitas Umat Basis yang injili. Mandiri, solider dan
misioner. Melalui perjuangan ini Gereja KAE hendak menjadikan dirinya sendiri sebagai
pelaksana sabda Tuhan melalui semangat hidup menurut injil, kemandirian Gereja lokal,
solidaritas kepada sesama dan semangat misi yang menyala-nyala.
Oleh karena itu, Gereja KAE merumuskan enam issu pastoral warisan MUSPAS VI
antara lain: pertama, issu kitab suci dan sakramen, melalui issu ini Gereja KAE meletakan dasar
refleksinya pada sabda Allah dalam Kitab Suci dan karya keselamatan Allah yang terlaksana
melalui perayaan Sakramen. Gereja KAE hendak menumbuhkan kesadaran umat untuk sungguh
menemukan sabda kehendak Tuhan serta menyadari besarnya kemurahan Tuhan dalam tanda
sakramen yang nampak. Melalui hal ini Gereja KAE sungguh menempatkan Allah sebagai Dia
yang menghantar manusia pada keselamatan.
Kedua, Issu Fungsionaris Pastoral. Melalui hal ini Gereja KAE hendak melibatkan para
fungsionaris pastoralnya terlibat aktif dalam karya pastoral dan menjadikan karya pastoral
sebagai sarana efektif untuk mengantar sesama menemukan Allah dan kehendak-Nya. Ketiga,
issu Kelompok Strategis. Dalam issu ini Gereja KAE hendak menjatuhkan arah pastoralnya pada
kelompok-kelompok khusus agar kehendak Allah menjadi nyata dalam segenap lapisan umat.
Keempat, issu Komunitas Umat Basis. Gereja KAE menyadari bahwa kehendak Allah mesti
meresap hingga ke tingkat “akar rumput”, oleh karenanya Gereja KAE menuntun KUB-KUB
untuk semakin menyadari eksistensinya sebagai basis pertama menumbuhkembangkan kehendak
Tuhan. Kelima, issu Pastoral Tata Dunia. Gereja KAE menyadari keberadaannya di tengah
dunia, oleh karena itu Gereja KAE menempatkan program pastoralnya sesuai dengan kondisi

14
dunia sebagai locus pastoralnya. Gereja KAE hendak mewartakan kebaikan Allah di tengah
dunia tempat dirinya berada dan bereksistensi. Keenam, issu Aset dan Sumber daya. Gereja KAE
menyadari bahwa semua aset dan sumber daya yang dimilikinya merupakan berkat Tuhan. Oleh
karena itu, Gereja KAE merasa terpanggil untuk menggunakan semua aset dan sumber dayanya
sebagai sarana efektif dalam melaksanakan karya keselamatan yang Allah amanatkan kepadanya.
Melalui karya pastoralnya Gereja KAE ingin mengantar segenap umat beriman di
wilayahnya mampu berseru kepada Tuhan agar sembuh dari kebutaan hati yang selama ini
kurang melihat kehendak Tuhan. Gereja KAE pun hendak memperlihatkan Tuhan yang
diwartakannya ke hadapan umat dan menjadikan pewartaannya sebagai sarana keselamatan.
Gereja KAE tetap memohon kepada Tuhan agar membuatnya mampu melihat sejauh mana
program pastoral sungguh menghadirkan wajah Tuhan. Pada akhirnya, Gereja KAE meletakan
dasar pijaknya sendiri pada Tuhan. Gereja KAE meyakini bahwa Dia yang mengutus Gereja
KAE untuk misi keselamatan akan senantiasa bersabda: “Tinggalah di dalam Aku” (Yoh. 15: 4).
Gereja KAE harus tinggal dan berdiam di dalam Tuhan agar makin kuat dalam menjalankan misi
keselamatan Allah di tengah komunitas Gereja lokal Keuskupan Agung Ende.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pastoral Pembebasan dan Pemberdayaan Keuskupan Agung Ende


(Ende: Puspas KAE, 2001)

15
2. Laporan Evaluasi MUSPAS VI Berdasarkan Hasil Survey,
Katekese Umat dan Studi Dokumentasi (Ende: Puspas KAE, 2015)

3. Rangkuman Akhir Musyawarah Pastoral (MUSPAS) VII


Keuskupan Agung Ende, Mbay 7-11 September 2015 (Ende:
Puspas, 2015

4. Pernyataan Pastoral Musyawarah Pastoral (MUSPAS) Keuskupan


Agung Ende, Mbay 7-11 September 2015 (Ende: Puspas, 2015)

5. Mengenang Amanat Musyawarah Pastoral Tahun 2010 Keuskupan


Agung Ende (Ende: Puspas, 2015)

16

Anda mungkin juga menyukai