Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

STUDY WISATA DAN ZIARAH JAWA TIMUR

Disusun oleh :

Nama : 1. Adinda 6. M. Tahrirul Hamdani


2. Agnes 7. M. Rizki Nur A.
3. Dona Bela 8. Nastiti Afriana
4. Fanny Indra 9. Sekar Ayu P.
5. Fikri Rossan

Kelas : VIII B

SMP NURUL ULUM SEMARANG


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Jl. KH. Zainudin No. 53 Kelurahan Karangroto
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini telah dibaca dan disahkan


Hari :
Tanggal :
Di : Semarang

Wali Kelas, Guru Pendamping,

Mustofa Hasan, S.Pd Mustofa Hasan, S.Pd

Kepala Sekolah,

H. Ahmad Syafi’i, M.H

ii
HALAMAN MOTTO

 Gapailah cita-citamu setinggi langit, walau kita berpijak di Bumi


 Kesuksesan tidak akan bertahan jika dicapai dengan jalan pintas
 Ilmu adalah harta yang tak akan pernah habis
 Rahasia keberhasilan adalah kerja keras dan belajar dari kegagalan

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Laporan ini saya persembahkan untuk:


1. Ayah dan ibunda yang telah memberi semangat dan dukungan kepada kami
2. Kepala SMP Nurul Ulum Semarang, Bapak H. Ahmad Syafi’i, M.H
3. Bapak Mustofa Hasan, S.Pd selaku wali kelas VIII B
4. Bapak dan Ibu guru yang tercinta

iv
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
HasilStudy Tour dan Ziarah
Laporan Perjalanan Ziarah Wisata ini menyajikan berbagaikan penjelasan tentang objek
yang telah kami kunjungi yaitu Makam Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Ampel, KH.
Cholil Bangkalan Madura serta Wahana Bahari Lamongan. Agar pembaca dapat lebih jelas
mengenai keterangan objek – objek tersebut..
            Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada :
1.     Bapak H. Ahmad Syafi’I selaku Kepala SMP Nurul Ulum Semarang
2.     Bapak/Ibu wali kelas SMP Nurul Ulum Semarang
3.     Bapak dan Ibu guru pendamping yang telah memberikan bimbingan selama Perjalanan dan
penyusunan laporan Studi Wisata
Mengingat keterbatasan kemampuan kami, maka sekiranya dapat dimaklumi apabila
nantinya di dalam laporan ini banyak terdapat kesalahan. Kami menyadari akan hal tersebut,
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demikian yang dapat
kami sampaikan, apabila banyak kesalahan dalam penulisan ini mohon dimaafkan.

Semarang,   Februari 2019


                                                                                                      Penyusun

v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….... i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………….. ii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………………........ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………………….... iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... v
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
vi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………………………… 1
2. Tujuan ……………………………………………………………………….. 1
BAB II ISI
A. Persiapan Pemberangkatan…………………………………………………… 2
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan………………………………………… 2
2. Perjalanan………………………………………………………………….. 2
B. Obyek Wisata dan Ziarah
1. Makam Sunan Kalijaga ……………………………………………………. 3
2. Masjid 1001 Malam dan Makam SunanBonang………………………….. 4
3. Makam Syekh Kholil Bangkalan Madura…………………………………. 4
4. Makam Sunan Ampel……………………………………………………… 7
5. Wahana Bahari Lamongan………………………………………………… 8
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………………………. 10
2. Saran ………………………………………………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………… 11

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kelas VIII SMP Nurul Ulum Semarang mengadakanStudi Wisata dan Ziarah ke Jawa
Timur untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta mempelajari alam secara nyata.
Dengan ini siswa dapat membuktikan sejarah yang diberikan guru dengan melihat secara
langsung dan menambah wawasan yang lebih banyak.
2.     Tujuan Laporan Perjalanan
Untuk menambah wawasan, membuktikan pelajaran dan pengetahuan siswa mengenai
daerah Jawa Timur dan sejarah Walisongo yang ada di Jawa Timur, serta Wisata Bahari
Lamongan.

1
BAB II
ISI

A. Persiapan Pemberangkatan
1. Waktu Dan Tempat Perjalanan
Studi Wisata dan Ziarah Makam Wali dilaksanakan pada tanggal 3-5 Februari
2019 di Jawa Timur
2. Perjalanan
Pertama kami mengunjungi tempat ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu
Demak, kedua kami berziarah ke Sunan Bonang, ketiga kami berziarah ke makam
Syaikhona Kholil Bangkalan Madura, keempat kami melanjutkan ziarah ke makam Sunan
Ampel dan yang ke lima ini adalah tujuan wisata kami yaitu Wisata Bahari Lamongan
atau WBL.

B. Obyek wisata dan ziarah


1. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta
atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid
Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana
untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk
lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu
riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq,
menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja
Kediri.
Ada salah satu cerita yang meriwayatkan asal-usul nama Sunan Kalijaga.
Diceritakan sebelum mendapatkan nama Sunan Kalijaga atau Gelar Walisongo, Raden
Said merupakan seorang yang sudah mengenal Islam sejak kecil, yakni melalui guru
agama di Tuban.Raden Said merupakan putra Adipati yang dekat dan peduli dengan
rakyat jelata, hal ini dibuktikan dengan masa muda Beliau yang pernah membela rakyat
jelata di masa yang sulit.Pada masa itu, terjadi musim kemarau panjang yang membuat
2
para rakyat jelata gagal panen. Namun, dalam waktu yang bersamaan, pemerintahan
pusat sedang membutuhkan dana yang besar untuk mengatasi pembangunan atau roda
pemerintahan. Akhirnya mau tidak mau rakyat jelata harus mau untuk membayar pajak
yang tinggi.
Melihat keadaan yang semakin kontradiksi antara pemerintahan dengan rakyat
jelata, Raden Said yang dekat dengan rakyat jelata merasa harus membantu rakyat jelata.
Akhirnya Raden Said tanpa pikir panjang melakukan perbuatan yang tidak terpuji demi
menolong rakyat jelata.Beliau mencuri hasil bumi yang tersimpan di gudang
penyimpanan istana ayahnya.Hasil bumi tersebut merupakan hasil dari upeti rakyat jelata
yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat. Biasanya malam-malam Raden Said
membaca Al-Quran di kamarnya, kini Beliau keluar dan melakukan aksinya lalu
langsung membagikan hasil aksinya tersebut secara tersembunyi-tersembunyi tanpa
sepengetahuan rakyat jelata sekalipun.
Suatu ketika lewatlah seorang berpakaian serba putih dengan membawa tongkat
yang gagangnya berkilau seperti emas. Beliau pun bermaksud melakukan aksi untuk
merampas tongkat tersebut, namun kejadian tersebut malah membuat Raden Said
tersentuh dan tersentak hatinya.Ketika Raden Said merebut tongkat dari orang berbaju
putih secara paksa menyebabkan orang tersebut tersungkur jatuh. Sambil mengeluarkan
air mata dan tanpa suara orang itu pun bangun dengan susah payah. Sedangkan, Raden
Said saat itu mengamati tongkat itu, sadar bahwa tongkat itu tidak terbuat dari
emas.Heran melihat orang berbaju putih itu menangis, akhirnya Raden Said pun
mengembalikan tongkatnya. Namun orang itu berkata “Bukan, tongkat itu yang aku
tangisi” sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya. “Perhatikanlah Aku sudah
berbuat dosa, melakukan perbuatan sia-sia. Rumput ini tercabut saat aku jatuh
tadi.”.“Cuma beberapa helai rumput saja. Kamu merasa berdosa?” tanya Raden Said
heran.“Ya , memang berdosa! Karena kamu mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan.
Apabila untuk makanan ternak itu tidak apa. Namun apabila untuk sebuah kesia-siaan
sungguh sebuah dosa!” jawab orang itu.Kemudian Raden Said tentang apa yang sedang
ia perbuat di tengah hutan seperti ini. Setelah mengetahui perbuatan Raden Said, orang
itu mengatakan sebuah perumpamaan terhadap perbuatan Raden Said.
3
Setelah bangun dari pingsan, Raden Said pun sadar bahwa orang berbaju putih itu
bukan orang biasa. Sehingga timbul keinginan untuk belajar kepadanya. Akhirnya
dikejarnya orang berbaju putih itu sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya ia pun
menyampaikan keinginannya untuk berguru kepada orang berbaju putih itu.Kemudian
diberikan sebuah syarat yaitu Raden Said diperintahkan untuk menjaga tongkat yang
dibawa dan tidak boleh beranjak sebelum orang itu kembali menemuinya. Tiga tahun
kemudian datanglah orang itu menemui Raden Said yang ternyata masih menjaga tongkat
yang ditancapkan di pinggir kali (sungai).Orang berbaju putih itu ternyata adalah Sunan
Bonang. Kemudian Raden Said diajak pergi ke Tuban untuk diberi pelajaran agama.
Sebagian orang percaya bahwa dari kisah inilah nama Sunan Kalijaga diberikan kepada
Raden Said. Karena kata Kalijaga terdiri dari “kali” berarti sungai dan “jaga” berarti
menjaga.
Dalam berdakwah atau menyebarkan ajaran agama Islam, Sunan Kalijaga juga
berbeda dengan para Wali lainnya. Beliau cenderung lebih halus atau pelan-pelan dalam
memasukan ajaran Islam ke dalam kebiasaan atau tradisi Jawa. Sampai akhirnya Islam
bisa masuk ke Pulau Jawa seperti sekarang ini

2. Sunan Bonang
Sunan Bonang – Raden Makhdum Ibrahim atau yang dikenal sebagai Sunan
Bonang, merupakan salah satu dari sembilan wali yang berperan dalam menyiarkan Islam
di Indonesia. Sunan Bonang sendiri merupakan putra pertama dari Sunan Ampel
(Surabaya). Beliau juga merupakan seorang guru sekaligus imam besar yang sangat
terkenal dan dihormati di pulau Jawa. Dan sebagai waliyullah, sunan Bonang banyak
dianugerahi dengan ilmu yang sangat tinggi.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sunan Bonang lahir sekitar 1465 M.
Beliau merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati, atau yang biasa disebut
Nyai Ageng Manila. Maka dari itu, Sunan Bonang juga merupakan cucu dari Syekh
Maulana Malik Ibrahim, yang jika diteruskan akan bertemu dengan silsilah Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan ibunya, merupakan putri dari seorang adipati Tuban yakni
Aryo Tejo.
4
Nama asli Sunan Bonang yaitu Syekh Maulana Makdum Ibrahim atau Raden
Makdum Ibrahim. Beliau juga merupakan kakak dari Raden Qosim atau yang dikenal
sebagai Sunan Drajad. Sejak kecil Sunan Bonang telah dibekali dengan ajaran agama
Islam oleh ayahnya dengan tekun dan disiplin. Bahkan Sunan Bonang yang masih muda
pernah melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan latihan atau riyadhoh sebagai
seorang wali.
Saat masih remaja, Sunan Bonang pernah menyeberang hingga ke daerah Pasai,
Aceh untuk mendapatkan ajaran agama Islam dari Syekh Maulana Ishak bersama dengan
Raden Paku (Sunan Giri). Setelah kembali ke tanah Jawa, beliau menetap di daerah
Bonang atau pantai utara. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Beliau tidak menikah
dan tidak memiliki keturunan, karena lebih memilih mengabdikan hidup untuk
menyebarkan agama Islam.Sepulangnya Sunan Bonang dari riyadhoh, beliau kemudian
diperintahkan oleh Sunan Ampel untuk melakukan dakwah di daerah Tuban, Jawa Timur.
Beliau kemudian mendirikan pondok pesantren sebagai pusat dakwah dan menyebarkan
agama Islam melalui penyesuaian adat Jawa. Sementara itu, murid-murid atau santri
beliau berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Ada yang asli dari Tuban, dari pulau
Madura, pulau Bawean, dan juga Jawa Tengah

3. Syaikh Kholil Bangkalan Madura


Mbah Kholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif,
mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai
Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kyai
Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid
Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau KH. Abdul Lathif
mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang
dia masih terhitung keturunannya.
Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Mbah Kholil kecil memang
menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan
nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik
(seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga
5
kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Mbah Kholil
kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.
Belajar ke Pesantren
Mengawali pengembaraannya, sekitar tahun 1850-an, ketika usianya menjelang
tiga puluh, Mbah Kholil muda belajar kepada Kyai Muhammad Nur di Pondok Pesantren
Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren
Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi.
Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kyai Nur Hasan yang
menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, sesungguhnya,
masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri
sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk mendapatkan ilmu, Mbah Kholil muda rela melakoni
perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari
Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin. Ini dilakukannya
hingga ia -dalam perjalanannya itu- khatam berkali-kali.
Sewaktu menjadi Santri Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti
Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Disamping itu beliau juga seorang Hafidz
Al-Quran. Beliau mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara
membaca Al-Quran).Pada tahun 1276 H/1859 M, Mbah Kholil Belajar di Mekkah. Di
Mekkah Mbah Kholil belajar dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia
dari Banten). Diantara gurunya di Mekkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi,
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki,
Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal
diterima dari Syeikh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail Al-
Bimawi (Bima, Sumbawa).Sebagai pemuda Jawa (sebutan yang digunakan orang Arab
waktu itu untuk menyebut orang Indonesia) pada umumnya, Mbah Kholil belajar pada
para Syeikh dari berbagai madzhab yang mengajar di Masjid Al-Haram. Namun
kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi’i tak dapat disembunyikan. Karena
itu, tak heran kalau kemudian dia lebih banyak mengaji kepada para Syeikh yang
bermadzhab Syafi’i.

6
Teman seangkatan Mbah Kholil antara lain: Syeikh Nawawi Al-Bantani, Syeikh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadani. Mereka
semua tak habis pikir dengan kebiasaan dan sikap keprihatinan temannya itu.Mbah Kholil
sewaktu belajar di Mekkah seangkatan dengan KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Chasbullah dan KH. Muhammad Dahlan. Namum Ulama-ulama dahulu punya kebiasaan
memanggil Guru sesama rekannya, dan Mbah Kholil yang dituakan dan dimuliakan di
antara mereka.

4. Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan
ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi
Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah
satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa
Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut sebagian riwayat, orang
tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu
Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Riwayat lain yang lebih kuat menisbahkan beliau,
Sunan Ampel, sebagai putra Ibrahim Asmarakandi yang dimakamkan di Tuban. Ibrahhim
Asmarakandi merupakan putrah Syekh Jumadil Kubro.
Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong
Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa
Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden
Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke
Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang
menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf.
Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya
karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli
Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit
menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit
saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak
7
Brawijaya VII) .Dipati Hangrok (alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI) telah
memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa
sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan
jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya
akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh
anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai.
Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di
wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan
raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri
Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena
dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu
Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan
dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-
hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di
Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada
Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu
kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit
berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah
Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada
Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri
dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua
seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus
senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja
Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.

5.   Wisata Bahari Lamongan


Terletak di pesisir utara Pantai Jawa, tepatnya di kecamatan Paciran, Kabupaten
Lamongan – Jawa Timur, Wisata Bahari Lamongan (WBL) menawarkan oase tersendiri
bagi wisatawan. Berdiri sejak tahun 2004 sebagai hasil pengembangan objek wisata yang
telah ada sebelumnya, yaitu Pantai Tanjung Kodok.
8
Memadukan konsep wisata bahari dan dunia wisata dalam areal seluas 11 hektare,
WBL siap memanjakan pengunjung dengan konsep one stop service mulai jam 08.30-
16.30 WIB setiap harinya. Didukung pula dengan hadirnya 3 wahana baru setiap
tahunnya. Selain itu tersedia pula fasilitas pendukung seperti Pasar Hidangan, Pasar
Wisata, Pasar Buah dan Ikan serta fasilitas umum lain seperti Masjid, Klinik, ATM,
Tempat Menyusui Ibu & Bayi, Toilet, Free WIFI, Tempat Parkir dan lain sebagainya.

9
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pengalaman tadi dapat disimpulkan
1.      Dengan ziarah wisata peserta dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pembuktian
pelajaran
2.      Siswa dapat mempelajari langsung objek dengan pendekatan kontekstual.

B.     Saran
Adapun saran-saran yang disampaikan penulis :
1.      Dengan ziarah wisata dilakukan dua semester sekali agar peserta dapat memaksimalkan
belajar
2.      Sebelum berangkat persiapan baik-baik apa yang dibutuhkan dalam perjalanan.

10
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Doc. Masjid 1001 Malam Tuban

Doc. Makam Sunan Ampel


Doc. Wisata Bahari Lamongan

Anda mungkin juga menyukai