Anda di halaman 1dari 5

LATAR BELAKANG

Tahun 2003, Francois Bozize berhasil naik menjadi penguasa baru Afrika Tengah lewat kudeta militer
dengan bantuan Chad, negara tetangga Afrika Tengah di utara. Keberhasilan Bozize menjadi penguasa
negara bekas jajahan Perancis tersebut lewat jalur militer lantas memunculkan penolakan dari sebagian
penduduk Afrika Tengah. Penolakan tersebut semakin kuat menyusul adanya tuduhan bahwa rezim
Bozize melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) & mengeksploitasi tambang-tambang berlian
di Afrika Tengah untuk memperkaya dirinya sendiri.

Pada periode yang bersamaan, terjadi konflik bersenjata di Republik Demokratik (RD) Kongo & Darfur,
Sudan. Berkecamuknya konflik di negara-negara tetangga Afrika Tengah tersebut lantas membuat
sebagian persenjataan yang ada di sana masuk ke wilayah Afrika Tengah secara ilegal. Senjata-senjata
tersebut lantas dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Bozize untuk memulai
pemberontakan. Adapun kelompok pertama yang memulai perlawanan bersenjata adalah Union des
Forces Democratiques pour le Rassemblement (UFDR; Persatuan Pasukan Perdamaian untuk Kesatuan),
kelompok pemberontak yang anggotanya didominasi oleh etnis Ronga.

Sesudah kemunculan UFDR, muncul lagi kelompok-kelompok pemberontak yang lain. Salah satu
kelompok tersebut adalah Convention of Patriots for Justice and Peace (CPJP; Konvensi Patriot untuk
Keadilan & Perdamaian) yang komposisi anggotanya didominasi oleh etnis Goula. Bersama dengan
kelompok-kelompok pemberontak lainnya seperti APRD & MLJC, mereka pun mulai mengancam
kelangsungan rezim Bozize lewat aktivitas perlawanan bersenjata. Rezim Bozize lantas merespon
perlawanan tersebut dengan mengerahkan militer Afrika Tengah sehingga perang sipil di Afrika Tengah -
juga dikenal dengan nama "perang belukar Afrika Tengah" (Central African bush war) - menjadi tak
terelakkan.

Tahun 2007, perang belukar Afrika Tengah akhirnya berhenti setelah pemerintah Afrika Tengah &
kelompok-kelompok pemberontak menandatangani perjanjian damai di Birao, sebuah kota di Afrika
Tengah. Beberapa poin penting dari perjanjian damai tersebut adalah kelompok-kelompok pemberontak
akan membiarkan senjatanya dilucuti. Sebagai gantinya, mereka akan direkrut menjadi tentara Afrika
Tengah & kelompok-kelompok tadi berubah menjadi partai politik yang legal. Namun seiring berjalannya
waktu, rasa tidak puas mulai bermunculan karena para anggota kelompok pemberontak tidak kunjung
direkrut oleh militer Afrika Tengah & aparat Afrika Tengah melakukan penindasan pada penduduk Afrika
Tengah bagian utara.

Bulan Juli 2012, sejumlah anggota pemberontak yang tidak puas dengan pelaksanaan perjanjian damai
membentuk kelompok baru yang bernama Convention Patriotique pour le Salut du Kodro (CPSK; Rapat
Patriotik untuk Menyelamatkan Negara). Beberapa bulan kemudian, kelompok tersebut lalu membentuk
aliansi dengan kelompok CPJP & UFDR sehingga terciptalah kelompok baru yang bernama "Seleka CPSK-
CPJP-UFDR". Nama "Seleka" sendiri berasal dari kata dalam bahasa Sango - salah satu bahasa asli Afrika
Tengah - yang berarti "aliansi". Terbentuknya Seleka sekaligus menandai fase kritis baru dalam
perkembangan sosial politik Afrika Tengah karena perang sipil baru di negara tersebut ibarat hanya
masalah waktu.

TAHUN TERBENTUK

Republik Afrika Tengah. Itulah nama dari sebuah negara tanpa wilayah laut yang - sesuai
namanya - berlokasi tepat di tengah-tengah Benua Afrika. Afrika Tengah bisa dibilang sebagai
salah satu negara yang asing karena minimnya pemberitaan seputar mereka. Namun sejak akhir
tahun 2012, Afrika Tengah secara mendadak mulai mendominasi pemberitaan media-media
internasional menyusul pecahnya konflik bersenjata di negara tersebut akibat pemberontakan
yang dilakukan oleh Seleka. Siapa itu Seleka & apa penyebab mereka melakukan
pemberontakan?

Seleka atau lengkapnya Seleka CPSK-CPJP-UFDR adalah nama dari kelompok pemberontak
Afrika tengah yang aslinya merupakan persekutuan atau aliansi dari 3 kelompok pemberontak
berbeda : CPSK, CPJP, & UFDR. Pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
tersebut sebenarnya bukanlah pemberontakan baru karena selain CPSK, kelompok-kelompok
tadi sudah melakukan pemberontakan sejak tahun 2004 & sempat setuju untuk meletakkan
senjata pada tahun 2007 sebelum kembali mengangkat senjata pada tahun 2012 dengan nama
Seleka. Terhitung sejak bulan Maret 2013, Seleka menjadi penguasa baru Afrika Tengah pasca
keberhasilannya menggusur rezim pimpinan Francois Bozize.
NEGARA YANG TERLIBAT

Negara

Regional

Gabon / Chad / Kamerun / Kongo / Guinea Ekuatorial mengirim pasukan pada tahun 2013
untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian Pasukan Multinasional Uni Afrika untuk Afrika
Tengah (FOMAC) di CAR. [237] [238]

Lainnya

Brasil - Pada 25 Desember 2012, Kementerian Luar Negeri Brasil mengeluarkan pernyataan
"mendesak para pihak untuk segera menghentikan permusuhan dan tindakan kekerasan apa
pun terhadap penduduk sipil" dan menyerukan "pemulihan legalitas kelembagaan di Pusat
Republik Afrika ". Pemerintah Brasil menyatakan telah melakukan kontak dengan sejumlah kecil
warga negara Brasil yang tinggal di negara tersebut. [239]

Estonia - Pada tanggal 9 Mei 2014, mengirimkan 55 pasukan untuk bergabung dengan misi
EUFOR RCA Uni Eropa. [240]

Georgia - 140 tentara bergabung dengan misi militer Uni Eropa di Republik Afrika Tengah. [15]

Prancis - Pada 27 Desember 2012, Presiden CAR Francois Bozizé meminta bantuan
internasional untuk membantu pemberontakan, khususnya dari Prancis dan Amerika Serikat.
Presiden Prancis François Hollande menolak permohonan itu, dengan mengatakan bahwa 250
tentara Prancis yang ditempatkan di Bandara Internasional Bangui M'Poko berada di sana
"sama sekali tidak dapat campur tangan dalam urusan dalam negeri". Secara terpisah, sebuah
pernyataan Kementerian Luar Negeri mengutuk "permusuhan berkelanjutan oleh kelompok
pemberontak", menambahkan bahwa satu-satunya solusi untuk krisis tersebut adalah dialog.
[241]
Afrika Selatan - Afrika Selatan memiliki banyak pasukan di CAR sejak 2007. Satu unit Pasukan
Khusus melindungi Presiden Bozizé di bawah Operasi Morero dan kelompok kedua melatih
FACA di bawah Operasi Vimbezela. [242] Menteri Pertahanan Nosiviwe Mapisa-Nqakula pergi
ke Bangui pada tanggal 31 Desember 2012 untuk menilai situasi. [243] Pada 8 Januari 2013,
Angkatan Pertahanan Nasional Afrika Selatan mengerahkan 200 pasukan tambahan ke CAR,
setengah dari kekuatan yang disahkan oleh Presiden Jacob Zuma . [244] Pada tanggal 21 Maret
Presiden Bozizé pergi ke Pretoria untuk bertemu dengan Zuma, [245] diduga untuk membahas
ultimatum 72 jam yang diberikan pemberontak kepadanya. [246] Pasukan Afrika Selatan dari
Batalyon 1 Parasut menderita 13 tewas dan 27 luka-luka [247] saat bertahan melawan serbuan
Séléka. Pada tanggal 24 Maret 2013 tentara SANDF mulai menarik diri ke pangkalan udara
Entebbe , dengan niat dilaporkan untuk kembali ke CAR untuk merebut kembali kendali dari
Séléka. [248]

Amerika Serikat - Pada tanggal 17 Desember 2012 Dewan Penasihat Keamanan Luar Negeri
Departemen Luar Negeri menerbitkan pesan darurat yang memperingatkan warga AS tentang
kelompok bersenjata yang aktif di Mbrès dan menasihati mereka untuk menghindari perjalanan
ke luar Bangui. Personel Kedutaan Besar AS dilarang bepergian melalui jalan darat di luar ibu
kota. [249] Pada 24 Desember, Departemen Luar Negeri mengeluarkan peringatan lain. Semua
personel yang tidak penting dievakuasi, dan kedutaan dialihkan ke layanan konsuler darurat
terbatas. [250] Pada 28 Desember, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Bangui menghentikan
operasi karena serangan pemberontak yang sedang berlangsung; [251] dengan Duta Besar
Laurence D. Wohlers dan staf diplomatiknya mengevakuasi negara. [252]

Serbia - Sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan 2149, Pemerintah Serbia menyetujui
keterlibatan Angkatan Bersenjata Serbia . Pada 20 September 2014 dua pengamat militer dan
dua perwira staf dikerahkan. Kemudian, pada 11 Desember 2014, 68 personel lagi telah
dikerahkan dalam misi ini. Pada 15 Desember 2016, Serbia mengerahkan tim untuk bantuan
medis darurat dan tim medis level 1, sebagai bagian dari EUTM RCA (Misi Pelatihan Uni Eropa)

TOKOH PEMIMPIN

1. Presiden François Bozizé

Pemimpin Perang Semak Republik Afrika Tengah sebelumnya tahun (2004-2007)

2. Michael Djotodia
Orang yang mengangkat dirinya secara sepihak sebagai presiden Afrika Tengah yang baru &
berjanji bahwa pemilu nasional akan digelar 3 tahun kemudian.

3. Perdana Menteri Faustin-Archange Touadéra

sebagai perdana menteri dalam bagian dari perjanjian dengan koalisi pemberontak.

Anda mungkin juga menyukai