Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SEJARAH PEMINATAN

“KONFLIK KONGO 1 DAN 2”

Kelas X11 IPS 2

Nama Kelompok :
 Siti Syafina R.P
 Nurul Qomariah
 Reni Jusiyanti
 Siti Fatimatus S.
 Wardiatus Zaqia N.

TAHUN AJARAN 2018/2019

MAN BONDOWOSO
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Konflik di Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) telah mengalami dinamika konflik
dalam kurun waktu yang panjang. Bahkan selama konflik terjadi dua kali perperangan besar
yang melibatkan negara-negara Afrika lainnya. Dua perang tersebut adalah Perang Kongo I
yang terjadi pada tahun 1996-1997 dan Perang Kongo II pada tahun 1998-2003.1Konflik ini
telah dimulai sejak tahun 1990an ketika terjadi perselisihan antar etnis Tutsi dan Hutu untuk
memperebutkan kekuasaan wilayah. Di RD Kongo sendiri ada kelompok pemberontakan
yang ingin menggulingkan Presiden RD Kongo saat itu, Mobutu Sese Seko, karena
pemerintahannya dianggap terlalu pro-Amerika. Kelompok pemberontakan yang dipimpim
Laurent Desire Kabila mengambil kesempatan dalam konflik etnis Tutsi dan Hutu dengan
menggalang dukungan dari etnis Tutsi. Pada 4 Oktober 1996, kelompok pemberontak dari
Banyamulenge melakukan serangan langsung ke desa Lamera, wilayah timur RD Kongo
yang menjadi tempat pengungsian etnis Hutu.
Konflik kemudian menjadi perang terbuka dengan adanya campur tangan negara tetangga
yaitu Angola, Burundi, Rwanda dan Uganda dan dikenal dengan Perang Kongo I.
Keterlibatan negara ini dikarenakan adanya kepentingan sumber daya alam, dukungan
terhadap etnis Tutsi, dan ketidaksukaan negara-negara tersebut terhadap rezim pro-Amerika
Mobutu. Mobutu yang pada saat itu kehilangan dukungan Amerika Serikat karena perang
dingin telah berakhir akhirnya menyerah dan melarikan diri ke luar RD Kongo. Perang ini
berakhir dengan kemenangan kelompok pemberontakan anti-Mobutu pada tahun 1997 dan
Laurent Desire Kabila kemudian diangkat menjadi Presiden RD Kongo.3
Pada tahun 1998, keadaan politik di RD Kongo kembali memanas. Laurent Desire Kabila
gagal membagi kekuasaannya terhadap kelompok-kelompok pendukungnya sehingga yang
awalnya mendukung Kebila berbalik melawan dengan memberontak kembali.4 Kabila
kemudian menggalang dukungan dari etnis Hutu untuk melawan kelompok pemberontak
yang didukung etnis Tutsi. Selain itu, Kabila juga menggalang bantuan negara-negara
tetangga yaitu Angola, Chad, Namibia dan Zimbabwe. Adanya bantuan luar negeri tersebut
perang kembali berkobar antara RD Kongo, Angola, Chad, Namibia dan Zimbabwe melawan
Rwanda, Uganda dan Burundi. Perang ini dikenal dengan Perang Kongo II atau Great
African War
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perang Kongo I (1996-1997).


Dimulainya Peperangan

Tanggal 4 Oktober 1996, kelompok pemberontak dari etnis Banyamulenge - etnis


lokal yang masih memiliki hubungan dekat dengan etnis Tutsi - melakukan serangan ke desa
Lamera, Zaire timur. Pemerintah pusat Zaire yang merasa terkejut dengan serangan tersebut
kemudian menyatakan bahwa mereka akan mendeportasi etnis Banyamulenge keluar dari
wilayah Zaire secara besar-besaran. Lebih lanjut, pemerintah Zaire menambahkan bahwa
etnis Banyamulenge yang tidak meninggalkan Zaire dalam waktu 2 minggu akan dieksekusi
di tempat. Keputusan pemerintah tersebut ternyata menjadi blunder karena semakin
memperkeruh keadaan & meningkatkan tensi pemberontakan.

Awal Oktober 1996, kelompok gabungan pemberontak anti-Mobutu & tentara


nasional Rwanda melakukan serangan ke wilayah Zaire timur melalui Burundi. Hanya dalam
waktu relatif singkat, kota-kota penting di kawasan itu seperti Uvira & Bukavu berhasil
mereka kuasai.Pasukan gabungan tersebut kemudian melaju lebih jauh & menyerang kota
penting Pasukan Zaire yang ditempatkan di kawasan tersebut akhirnya dipaksa mundur pada
awal November. Pemerintah Zaire lantas meresponnya dengan mengirim pasukan yang
dilengkapi dengan senjata berat ke wilayah Zaire timur, namun keberadaan mereka di sana
ternyata malah memperburuk keadaan. Sebabnya adalah karena para tentara yang dikirim ke
sana tidak bisa membedakan penduduk lokal dengan anggota pemberontak, mereka kerap
melakukan pendobrakan paksa & perampasan di rumah-rumah penduduk setempat.
Melihat kondisi Zaire timur yang semakin memburuk & bisa mengancam nyawa pengungsi-
pengungsi Hutu di sana, PBB menyusun rencana untuk segera mengirim pasukan
multinasional. Mendengar berita tersebut, pasukan AFDL lantas melakukan serangan kilat ke
kompleks pengungsi Hutu di Kimbumba dengan tujuan mengarahkan para pengungsi untuk
kembali ke Rwanda tanpa melukai mereka & mencegah campur tangan asing. Pasukan Zaire
& milisi Hutu yang menjaga kompleks pengungsian tersebut berusaha melawan sekuat
tenaga, namun mereka gagal mencegah para pengungsi melarikan diri ke arah Rwanda &
sekitarnya. Hilangnya kompleks pengungsian tersebut karena para pengungsinya pergi
melarikan diri pada gilirannya menyebabkan PBB mengurungkan niatnya untuk mengirim
pasukan multinasional. Di lain pihak, banyak dari anggota milisi Hutu yang melarikan diri.
Hilangnya Wilayah Zaire Satu Demi Satu

Setelah berhasil mengembalikan para pengungsi Hutu ke wilayah Rwanda, pasukan


anti-Mobutu & pemerintah Rwanda kini memfokuskan diri pada tujuan utama mereka :
menggulingkan rezim Mobutu. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menyusun rencana
untuk menguasai seluruh wilayah timur Zaire. Ada indikasi bahwa rencana menguasai Zaire
timur tersebut berlatar belakang ekonomi karena wilayah timur Zaire memang banyak
mengandung mineral-mineral berharga mahal seperti kobalt, emas, & seng.

Dalam perang merebut wilayah timur Zaire, negara-negara seperti Angola, Burundi,
& Uganda mulai melibatkan diri. Angola yang memiliki pemerintahan berhaluan komunis
ingin menumbangkan rezim Mobutu yang menyokong kelompok pemberontakan anti
komunis di negaranya.Burundi yang letaknya bersebelahan dengan Rwanda memang
memiliki pemerintahan yang didominasi oleh etnis Tutsi. Dan Uganda? Mereka melakukan
itu sebagai semacam bentuk balas budi di mana ketika terjadi perang sipil di Uganda pada
dekade 1980-an, banyak dari anggota perantauan Tutsi di Uganda yang membantu pasukan
pimpinan Yoweri Museveni untuk menggulingkan rezim berkuasa di Uganda saat itu.
Sebagai konsekuensinya, Zaire pun kini harus bertempur melawan 4 negara sekaligus
angola,burundi,rwanda,dan unganda.

Menuju Kinshasa

Jatuhnya Kisangani ke tangan pasukan anti-Mobutu sekaligus meruntuhkan reputasi


Mobutu karena pertempuran di Kisangani menunjukkan bagaimana opini masyarakat Zaire
terhadap rezim Mobutu. Perlahan tapi pasti, pasukan gabungan anti-Mobutu pun mulai
bergerak ke arah ibukota Zaire, Kinshasa, & merebut kota-kota di rute yang mereka lewati.
Namun, pergerakan pasukan gabungan anti-Mobutu tersebut sempat tertahan ketika mereka
mendapatkan perlawanan sengit dari pasukan gabungan Zaire & milisi anti-komunis Angola
di kota Kenge yang hanya berjarak 120 mil dari Kinshasa. Selama perang ini, pasukan anti-
Mobutu sempat dipaksa mundur kembali ke Zaire timur sebelum akhirnya berhasil memukul
balik pasukan pro-Mobutu. Korban jiwa yang timbul akibat pertempuran di Kengen mencapai
300 orang lebih & menjadikan pertempuran tersebut sebagai salah satu peristiwa pertempuran
paling berdarah selama Perang Kongo Pertama.
2.2 Perang Kongo II (1998-2003)
Timbulnya Pemberontakan

Tanggal 2 Agustus 1998, komunitas Banyamulenge membentuk kelompok


pemberontak anti-Kabila yang bernama Rassemblement Congolais pour la Democratie
(RCD; Pekumpulan untuk Demokrasi Kongo) & melakukan pemberontakan di kota Goma,
RDK timur. Dalam aksi pemberontakan tersebut, pemerintah Rwanda & Uganda juga
mengirimkan pasukannya untuk membantu pasukan RCD. Pasukan gabungan baru yang anti-
Kabila tersebut dalam waktu relatif singkat berhasil merebut kota-kota penting di RDK timur
seperti Bukavu & Uvira.

Kabila yang terkejut akan aksi pemberontakan tersebut lalu membentuk kelompok
milisi baru bernama Mai-Mai & meminta bantuan milisi-milisi etnis Hutu yang masih
bermukim di RDK untuk membantunya. Lebih lanjut, melalui stasiun radio di Bunia, RDK
timur, Kabila menyuruh penduduk setempat mempersenjatai diri mereka dengan semua
benda tajam yang mereka miliki untuk membunuh etnis Tutsi Rwanda.

Alur perang yang terjadi kembali meniru alur Perang Kongo Pertama. Pasukan gabungan
anti-pemerintah RDK bergerak perlahan tapi pasti ke arah Kinshasa, sementara pasukan RDK
berusaha menghentikan pergerakan mereka dengan susah payah. Namun bedanya, jika di
Perang Kongo Pertama penduduk lokal membantu pasukan anti-pemerintah, kali ini mereka
bahu membahu untuk menahan laju pasukan anti-pemerintah.

Dimulainya "Perang Dunia Versi Afrika"

Situasi perang yang semakin runyam membuat Kabila pergi keluar RDK untuk
meminta bantuan negara-negara asing. Diplomasinya membuahkan hasil di mana 4 negara
Afrika setuju untuk mengirimkan pasukan bantuan ke RDK : Angola, Chad, Namibia, &
Zimbabwe. Selain keempat negara tersebut Libiya juga membantu menyediakan pesawat
untuk mengangkut pasukan dari negara Afrika lain ke RDK. Sudan juga menyatakan
dukungannya kepada RDK, namun dukungan yang mereka berikan berupa bantuan kepada
kelompok milisi anti pemerintahan Uganda Di luar Afrika, negara-negara seperti AS &
Jepang juga memberikan dukungan kepada Kabila untuk mempertahankan pemerintahannya,
namun enggan mengirimkan bantuan pasukan ke sana.

Masuknya negara-negara Afrika lain ke medan perang RDK erat kaitannya dengan
kepentingan masing-masing negara di RDK. Namibia & Zimbabwe memiliki motivasi yang
kurang lebih serupa : mengamankan lahan kaya mineral & logam mulia di wilayah RDK.
Chad menerjunkan pasukan atas tekanan Perancis - mantan penjajah Chad - karena RDK
adalah salah satu negara berbahasa Perancis terbesar di dunia, namun Chad juga menjadi
negara pertama yang mundur dari medan perang karena aksi-aksi kejahatan kemanusiaan &
perampasan yang dilakukan oleh tentaranya sehingga memicu kecaman internasional.

Angola sendiri sejak perang kongo I memiliki kepentingan untuk memberangus milisi
anti-pemerintah UNITA yang sejak permulaan perang sipil memakai wilayah RDK sebagai
markasnya. Saat Mobutu masih menjadi pemimpin RDK alias Zaire, Mobutu memang
sengaja memberi izin bagi UNITA untuk memakai wilayah negaranya sebagai markas karena
Mobutu tidak menyukai rezim komunis yang berkuasa di Angola. Pasca tumbangnya rezim
Mobutu, Angola tidak yakin dengan kapasitas pemerintah baru RDK untuk menghentikan
aktivitas UNITA sehingga Angola kembali mengirim pasukan ke RDK untuk membantu
pemerintah setempat. Selama Perang Kongo Kedua, pasukan Angola yang memiliki
pengalaman tempur puluhan tahun sebagai akibat dari perang sipil di negaranya terbukti
menjadi pasukan sekutu RDK yang paling tangguh & paling dominan dalam menentukan alur
peperangan.

Buntunya Peperangan

pada bulan Juni 1999, keenam negara yang terlibat dalam konflik (RDK, Angola,
Namibia, Zimbabwe, Rwanda, & Uganda) sepakat untuk mengakhiri konflik bersenjata.
Kendati demikian, perang dalam skala kecil masih terus terjadi antara milisi pro-Kabila
melawan milisi anti-Kabila di mana masing-masing milisi didukung oleh negara-negara yang
terlibat dalam perang. Di sisi lain, Kabila juga dikritik oleh dunia internasional karena
tindakannya dalam membatasi penerjunan pasukan PBB & menghambat proses pembicaraan
untuk membentuk pemerintahan transisi di RDK

Bulan Agustus 1999, terjadi konflik di Kisangani antara pasukan Rwanda dengan
pasukan Uganda yang selama ini bersekutu. Konflik tersebut konon dilatar belakangi oleh
perebutan wilayah kaya mineral & logam mulia di wilayah timur RDK. Konflik antara
keduanya berakhir setelah keduanya sepakat untuk berdamai melalui perundingan yang
difasilitasi oleh PBB & keduanya pun menarik mundur pasukannya dari Kisangani pada
pertengahan tahun 2000. Secara umum, konflik yang terjadi sepanjang Perang Kongo Kedua
jarang berupa pertempuran-pertempuran besar & lebih didominasi pertempuran-pertempuran
gerilya karena masing-masing negara tidak mau mengorbankan personil maupun alutsista
berharganya untuk gugur di RDK. Sebagai gantinya, mereka menyokong kelompok-
kelompok milisi untuk bertempur melawan kelompok milisi yang disokong lawan.

Upaya Penyelesaian Perang kongo

Tahun 2002, kondisi kubu anti-Kabila semakin melemah setelah sejumlah besar
tentara Rwanda melakukan desersi atau membelot ke kubu pro-Kabila. Milisi-milisi dari etnis
Banyamulenge yang selama ini menjadi milisi anti-Kabila yang paling dominan juga mulai
menghentikan aktivitas perangnya karena lelah akan konflik yang tidak jelas kapan akan
berakhirnya. Di lain pihak, kondisi RDK di bawah pemerintahan Joseph Kabila juga semakin
mantap menyusul keberhasilannya menstabilkan kondisi wilayah RDK barat & keberadaan
pasukan perdamaian internasional di sana sejak tahun 2001.

Setelah melalui perundingan damai yang alot & panjang, Joseph Kabila akhirnya
setuju untuk berbagi kekuasaan dengan kelompok pemberontak dalam pemerintahan (power-
shared government) pada akhir tahun 2002 melalui apa yang dikenal sebagai Persetujuan
Pretoria (Pretoria Accord). Hasil dari perundingan itu kemudian dilaksanakan pada bulan Juni
2003 melalui pembentukan pemerintahan transisi RDK di mana pemerintahan tersebut
bertanggung jawab atas segala urusan nasional RDK hingga diadakan pemilu untuk
mendapatkan pemimpin baru RDK. Pembentukan pemerintahan transisi tersebut lalu diikuti
dengan penarikan mundur semua pasukan negara-negara Afrika yang terlibat perang, kecuali
Rwanda. Sejak itu, bisa dikatakan Perang Kongo Kedua secara resmi sudah berakhir
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kongo adalah adalah sebuah Negara di Afrika bagian Tengah. Negara ini berbatasan
dengan Republik Afrika Tengah dan Sudan di sebelah utara; Uganda, Rwanda, Burundi,
dan Tanzania di timur;Zambia dan Angola di selatan; dan Republik Kongo di Barat. Potensi
kekayaan yang sangat luas, khususnya suberdaya alam Mayoritas penduduk berkulit hitam
(negro)Agama Katholik (50%), Protestan (25%), Kimbanguist (10%) dan Islam (10%).
Budaya di Afriaka bagian tengah dan selatan pada umumnya masih jauh ketinggalan
dibandingkan Afrika bagian utara. Zaire yang terletak di Afriak tengah, dalam bidang budaya
masih tertinggal. Oleh karena itu, pemerintah Zaire bersama-sama dengan pihak gereja telah
berusaha meningkatkan budaya negeri mereka, terutama disektor pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai