Nama Kelompok :
Siti Syafina R.P
Nurul Qomariah
Reni Jusiyanti
Siti Fatimatus S.
Wardiatus Zaqia N.
MAN BONDOWOSO
BAB 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Dalam perang merebut wilayah timur Zaire, negara-negara seperti Angola, Burundi,
& Uganda mulai melibatkan diri. Angola yang memiliki pemerintahan berhaluan komunis
ingin menumbangkan rezim Mobutu yang menyokong kelompok pemberontakan anti
komunis di negaranya.Burundi yang letaknya bersebelahan dengan Rwanda memang
memiliki pemerintahan yang didominasi oleh etnis Tutsi. Dan Uganda? Mereka melakukan
itu sebagai semacam bentuk balas budi di mana ketika terjadi perang sipil di Uganda pada
dekade 1980-an, banyak dari anggota perantauan Tutsi di Uganda yang membantu pasukan
pimpinan Yoweri Museveni untuk menggulingkan rezim berkuasa di Uganda saat itu.
Sebagai konsekuensinya, Zaire pun kini harus bertempur melawan 4 negara sekaligus
angola,burundi,rwanda,dan unganda.
Menuju Kinshasa
Kabila yang terkejut akan aksi pemberontakan tersebut lalu membentuk kelompok
milisi baru bernama Mai-Mai & meminta bantuan milisi-milisi etnis Hutu yang masih
bermukim di RDK untuk membantunya. Lebih lanjut, melalui stasiun radio di Bunia, RDK
timur, Kabila menyuruh penduduk setempat mempersenjatai diri mereka dengan semua
benda tajam yang mereka miliki untuk membunuh etnis Tutsi Rwanda.
Alur perang yang terjadi kembali meniru alur Perang Kongo Pertama. Pasukan gabungan
anti-pemerintah RDK bergerak perlahan tapi pasti ke arah Kinshasa, sementara pasukan RDK
berusaha menghentikan pergerakan mereka dengan susah payah. Namun bedanya, jika di
Perang Kongo Pertama penduduk lokal membantu pasukan anti-pemerintah, kali ini mereka
bahu membahu untuk menahan laju pasukan anti-pemerintah.
Situasi perang yang semakin runyam membuat Kabila pergi keluar RDK untuk
meminta bantuan negara-negara asing. Diplomasinya membuahkan hasil di mana 4 negara
Afrika setuju untuk mengirimkan pasukan bantuan ke RDK : Angola, Chad, Namibia, &
Zimbabwe. Selain keempat negara tersebut Libiya juga membantu menyediakan pesawat
untuk mengangkut pasukan dari negara Afrika lain ke RDK. Sudan juga menyatakan
dukungannya kepada RDK, namun dukungan yang mereka berikan berupa bantuan kepada
kelompok milisi anti pemerintahan Uganda Di luar Afrika, negara-negara seperti AS &
Jepang juga memberikan dukungan kepada Kabila untuk mempertahankan pemerintahannya,
namun enggan mengirimkan bantuan pasukan ke sana.
Masuknya negara-negara Afrika lain ke medan perang RDK erat kaitannya dengan
kepentingan masing-masing negara di RDK. Namibia & Zimbabwe memiliki motivasi yang
kurang lebih serupa : mengamankan lahan kaya mineral & logam mulia di wilayah RDK.
Chad menerjunkan pasukan atas tekanan Perancis - mantan penjajah Chad - karena RDK
adalah salah satu negara berbahasa Perancis terbesar di dunia, namun Chad juga menjadi
negara pertama yang mundur dari medan perang karena aksi-aksi kejahatan kemanusiaan &
perampasan yang dilakukan oleh tentaranya sehingga memicu kecaman internasional.
Angola sendiri sejak perang kongo I memiliki kepentingan untuk memberangus milisi
anti-pemerintah UNITA yang sejak permulaan perang sipil memakai wilayah RDK sebagai
markasnya. Saat Mobutu masih menjadi pemimpin RDK alias Zaire, Mobutu memang
sengaja memberi izin bagi UNITA untuk memakai wilayah negaranya sebagai markas karena
Mobutu tidak menyukai rezim komunis yang berkuasa di Angola. Pasca tumbangnya rezim
Mobutu, Angola tidak yakin dengan kapasitas pemerintah baru RDK untuk menghentikan
aktivitas UNITA sehingga Angola kembali mengirim pasukan ke RDK untuk membantu
pemerintah setempat. Selama Perang Kongo Kedua, pasukan Angola yang memiliki
pengalaman tempur puluhan tahun sebagai akibat dari perang sipil di negaranya terbukti
menjadi pasukan sekutu RDK yang paling tangguh & paling dominan dalam menentukan alur
peperangan.
Buntunya Peperangan
pada bulan Juni 1999, keenam negara yang terlibat dalam konflik (RDK, Angola,
Namibia, Zimbabwe, Rwanda, & Uganda) sepakat untuk mengakhiri konflik bersenjata.
Kendati demikian, perang dalam skala kecil masih terus terjadi antara milisi pro-Kabila
melawan milisi anti-Kabila di mana masing-masing milisi didukung oleh negara-negara yang
terlibat dalam perang. Di sisi lain, Kabila juga dikritik oleh dunia internasional karena
tindakannya dalam membatasi penerjunan pasukan PBB & menghambat proses pembicaraan
untuk membentuk pemerintahan transisi di RDK
Bulan Agustus 1999, terjadi konflik di Kisangani antara pasukan Rwanda dengan
pasukan Uganda yang selama ini bersekutu. Konflik tersebut konon dilatar belakangi oleh
perebutan wilayah kaya mineral & logam mulia di wilayah timur RDK. Konflik antara
keduanya berakhir setelah keduanya sepakat untuk berdamai melalui perundingan yang
difasilitasi oleh PBB & keduanya pun menarik mundur pasukannya dari Kisangani pada
pertengahan tahun 2000. Secara umum, konflik yang terjadi sepanjang Perang Kongo Kedua
jarang berupa pertempuran-pertempuran besar & lebih didominasi pertempuran-pertempuran
gerilya karena masing-masing negara tidak mau mengorbankan personil maupun alutsista
berharganya untuk gugur di RDK. Sebagai gantinya, mereka menyokong kelompok-
kelompok milisi untuk bertempur melawan kelompok milisi yang disokong lawan.
Tahun 2002, kondisi kubu anti-Kabila semakin melemah setelah sejumlah besar
tentara Rwanda melakukan desersi atau membelot ke kubu pro-Kabila. Milisi-milisi dari etnis
Banyamulenge yang selama ini menjadi milisi anti-Kabila yang paling dominan juga mulai
menghentikan aktivitas perangnya karena lelah akan konflik yang tidak jelas kapan akan
berakhirnya. Di lain pihak, kondisi RDK di bawah pemerintahan Joseph Kabila juga semakin
mantap menyusul keberhasilannya menstabilkan kondisi wilayah RDK barat & keberadaan
pasukan perdamaian internasional di sana sejak tahun 2001.
Setelah melalui perundingan damai yang alot & panjang, Joseph Kabila akhirnya
setuju untuk berbagi kekuasaan dengan kelompok pemberontak dalam pemerintahan (power-
shared government) pada akhir tahun 2002 melalui apa yang dikenal sebagai Persetujuan
Pretoria (Pretoria Accord). Hasil dari perundingan itu kemudian dilaksanakan pada bulan Juni
2003 melalui pembentukan pemerintahan transisi RDK di mana pemerintahan tersebut
bertanggung jawab atas segala urusan nasional RDK hingga diadakan pemilu untuk
mendapatkan pemimpin baru RDK. Pembentukan pemerintahan transisi tersebut lalu diikuti
dengan penarikan mundur semua pasukan negara-negara Afrika yang terlibat perang, kecuali
Rwanda. Sejak itu, bisa dikatakan Perang Kongo Kedua secara resmi sudah berakhir
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kongo adalah adalah sebuah Negara di Afrika bagian Tengah. Negara ini berbatasan
dengan Republik Afrika Tengah dan Sudan di sebelah utara; Uganda, Rwanda, Burundi,
dan Tanzania di timur;Zambia dan Angola di selatan; dan Republik Kongo di Barat. Potensi
kekayaan yang sangat luas, khususnya suberdaya alam Mayoritas penduduk berkulit hitam
(negro)Agama Katholik (50%), Protestan (25%), Kimbanguist (10%) dan Islam (10%).
Budaya di Afriaka bagian tengah dan selatan pada umumnya masih jauh ketinggalan
dibandingkan Afrika bagian utara. Zaire yang terletak di Afriak tengah, dalam bidang budaya
masih tertinggal. Oleh karena itu, pemerintah Zaire bersama-sama dengan pihak gereja telah
berusaha meningkatkan budaya negeri mereka, terutama disektor pendidikan.