net/publication/333724359
CITATIONS READS
0 370
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Sondang Martini Siregar on 09 September 2020.
Abstrak. Di Sumatera Selatan berlangsung perdagangan eksternal, yaitu perdagangan antarsamudra dan laut, dan
perdagangan internal, yaitu perdagangan antarsungai, cabang-cabang sungai dan danau. Kegiatan perdagangan tersebut
menyebabkan masuk dan berkembangnya peradaban Hindu-Buddha di Sumatera Selatan. Permasalahan yang akan
dibahas dalam artikel ini adalah bagaimana jalur perdagangan pada masa Hindu-Buddha di Sumatera Selatan? Tujuan
penelitian adalah mengetahui persebaran situs-situs Hindu-Buddha dan jalur perdagangan di Sumatera Selatan. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan penalaran induktif. Penelitian ini didasari pemahaman bahwa Sumatera Selatan
termasuk dalam jalur perdagangan internasional, kapal-kapal asing datang dari India dan Cina (Canton) bertemu di
perairan pantai timur Sumatera. Selat Bangka merupakan pintu masuk kapal-kapal asing dan selanjutnya berlayar menyusuri
perairan Sungai Musi. Situs Kota Kapur, Pulau Bangka merupakan bekas pelabuhan internasional, tempat kapal asing
transit, dan kemudian berlayar menyusuri pantai timur Sumatera atau berlayar ke pedalaman Sumatera Selatan. Bekas
dermaga ditemukan di situs Teluk Kijing, Bumiayu, dan Bingin Jungut. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga situs tersebut
pernah menjadi pelabuhan transit bagi kapal yang berlayar di perairan Sungai Musi beserta cabang-cabang Sungai Musi.
Masuknya peradaban Hindu-Buddha diperkirakan dimulai pada abad ke-8 Masehi. Peradaban Hindu-Buddha tersebar di
daerah hilir Sungai Musi sampai dengan hulu Sungai Musi.
Abstract. South Sumatra commerce was both, by external trading between ocean and sea, and internal trading between
rivers, tributaries, and lakes. The commerce has been caused the emergence and development of Hinduism-Buddhism
civilization in South Sumatera. The research discusses how was the trade routes during Hinduism-Buddhism period in
South Sumatra was. The research aims to determined the dispersal Hinduism-Budhism sites, and the trading routes in
South Sumatra. The method used is qualitative with inductive reasoning. The research is based on an assumption that
South Sumatera region was included international trading route, foreign traders came from India and China (Canton) and
met in the coast of Sumatera east. Bangka Strait was the entrance of foreign ships, then traided along Musi River. Kota
Kapur site, Bangka Island was a former international port. Foreign ships transit and then sailed down to the hinterland of
South Sumatera. Dock remains were found in Teluk Kijing, Bumiayu and Bingin Jungut. Based on these data, it showed
that the locations had ever been a transit for boads and ships whih were sailed on Musi River and its tributaries. The
emergence of Hinduism-Buddhism civilization has been estimated from the 8th century. Hinduism-Buddhism civilization
had spread along the Musi river, from downstream to upstream.
Pesebaran Situs-situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-jejak 1
Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi-Sondang Martini Siregar (1-10)
dagang antara Indonesia dengan bangsa asing, candi, arca-arca dewa Hindu-Buddha, serta
hal ini disebabkan Indonesia terletak di daerah prasasti berhuruf Pallawa dengan bahasa
yang strategis yaitu di antara dua benua yaitu Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno.
benua Asia dan Australia dan dua samudra yaitu Permasalahan yang muncul adalah bagaimana
Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. persebaran situs-situs Hindu-Buddha dan jalur
Indonesia berada di daerah persimpangan lalu- perdagangan di Sumatera Selatan? Tujuan adalah
lintas perdagangan dunia. mengetahui persebaran situs-situs Hindu-Buddha
Pada mulanya jalur perdagangan melewati dan jalur perdagangan pada masa tersebut
jalur darat (jalur sutera), mulai dari Tiongkok, Asia (pengaruh Hindu-Buddha). Sedangkan sasaran
Tengah, Turkestan sampai Laut Tengah. adalah tergambarkan jalur perdagangan di daerah
Perhubungan darat antara Tiongkok, India, dan Sumatera Selatan dan kronologi situs-situs Hindu-
Eropa sudah dikenal sejak 500 sebelum masehi. Buddha di Sumatera Selatan.
Selanjutnya jalur perdagangan melalui jalur laut, Kerangka teori adalah teori tentang proses
sehingga secara tidak langsung perdagangan masuknya agama Hindu-Buddha di Indonesia,
antara Cina dan India melewati Selat Malaka. seperti yang dikemukakan oleh F.D.K Bosh
Indonesia menjadi tempat persinggahan kapal- bahwa adanya peranan bangsa Indonesia dalam
kapal dagang dari India menuju ke Cina, begitu proses penyebaran kebudayaan Hindu dan
pula sebaliknya. Dalam perkembangannya Buddha di Indonesia. Menurutnya penyebaran
banyak pedagang India dan Cina berkunjung ke budaya India di Indonesia dilakukan oleh para
Indonesia karena memiliki banyak barang cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini
dagangan yang sangat berharga. Hubungan dalam penyebaran budayanya melakukan proses
dagang dengan India makin meluas terutama penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu
setelah mereka mengambil jalan pintas. Para tahap pertama bahwa proses penyebaran di
pedagang menyusuri pantai timur Sumatera, terus lakukan oleh golongan pendeta Buddha atau para
ke Selat Malaka berbelok menyusuri pantai utara biksu, yang menyebarkan agama Buddha ke Asia
Jawa, Bali, pantai timur Kalimantan (Muara Kaman) termasuk Indonesia melalui jalur dagang,
terus ke Cina. Ternyata jalur ini lebih tenang dan sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat
aman dibanding melalui Laut Cina Selatan. Selain Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia
itu, pulau-pulau yang dilalui memiliki komoditi yang sudah menjadi biksu berusaha belajar
dagang seperti emas, perak, gading, beras, agama Buddha di India. Sekembalinya dari India
rempah-rempah, dan kayu cendana mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta,
(Poesponegoro 2010: 2-21). kemampuan menulis serta kesan-kesan
Sumatera termasuk salah satu daerah yang mengenai kebudayaan India. Dengan demikian
dilalui jalur perdagangan dunia yaitu Selat Malaka peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya
dan pantai timur Sumatera. Pulau Bangka menjadi orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu
pintu gerbang masuknya perdagangan ke daerah para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan
Sumatera Selatan yaitu dari Selat Bangka melalui karya seni Indonesia yang sudah
selanjutnya menyusuri Sungai Musi dari hilir mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-
sampai ke hulu Sungai Musi. Daerah Sumatera ciri Indonesia. Tahap kedua bahwa proses
Selatan dialiri Sungai Musi dan anak Sungai Musi penyebaran dilakukan oleh golongan Brahmana
sampai ke daerah pedalaman. Daerah aliran terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini
Sungai Musi meliputi Sungai Ogan, Sungai seseorang yang dicalonkan untuk menduduki
Komering, Sungai Lematang, Sungai Batanghari golongan Brahmana harus mempelajari kitab
Leko, Sungai Rawas, dan anak-anak sungai agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat
lainnya. Di daerah aliran Sungai Musi ditemukan ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah
situs-situs arkeologi yang memiliki karakteristik ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva
budaya Hindu-Buddha, seperti sisa bangunan dan dapat melakukan upacara Vratyastoma/
Pesebaran Situs-situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-jejak 3
Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi-Sondang Martini Siregar (1-10)
Situs-situs Hindu-Buddha di Daerah Hilir (Siregar 2007: 1-2). Di situs Teluk Kijing ditemukan
Sungai Musi runtuhan bangunan candi yang terbuat dari batu
bata dan panil yang memiliki relief diatas
Situs-situs di Palembang permukaannya. Hasil ikonografi arca, panil yang
Di Palembang ditemukan situs-situs dari berelief memiliki hiasan posisi kaki menari yang
masa Sriwijaya. Penelitian arkeologi yang intensif dalam posisi asana, yaitu salah satu posisi kaki
dari tahun 1970-an sampai dengan tahun 1990-an dari dewa Hindu. Oleh karena itu, diperkirakan
oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan situs Teluk Kijing berlatar belakang agama Hindu.
Balai Arkeologi Sumatera Selatan memperkuat Pada tahun 2012 Balai Arkeologi Sumatera
bukti bahwa Palembang menjadi pusat kerajaan Selatan melakukan penggalian di situs Teluk
Sriwijaya. Situs-situs masa Sriwijaya meliputi situs Kijing dan berhasil menganalisis arca-arca
Talang Tuo, Sungai Tatang, Telaga Batu, Boom keramik asing yang tertua berasal dari abad ke-8
Baru, Bukit Siguntang, Karang Anyar, Lorong Masehi yang berasal dari dari Dinasti Tang
Jambu, Tanjungrawa, Talangkikim, Padang (Siregar 2006: 24).
Kapas, Lebak Kranji, Kambangunglen,
Ladangsirap, Museum Badarudin, Candi Situs Bumiayu
Angsoka, Sarangwati, Gedingsuro, Kolam Pinisi, Situs Bumiayu terletak di Desa Bumiayu,
Sungai Buah dan Samirejo. Situs Karanganyar Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Muaraenim.
diperkirakan lokasi Dapunta Hyang mendirikan Lokasi situs terletak dekat dengan Sungai
perkampungan (wanua) yang kemudian Lematang. Situs Bumiayu diteliti oleh Pusat
berkembang menjadi ibukota kerajaan. Di situs Penelitian Arkeologi Nasional (Ferdinandus 1997:
Karang Anyar dibuat kanal-kanal. Kanal-kanal 33-34) dan Balai Arkeologi Sumatera Selatan tahun
tersebut saling berhubungan yang bermuara ke 2002-2004. Situs Bumiayu memiliki luas 110 hektar
Sungai Musi (Rangkuti 2007: 33). Berdasarkan yang dikelilingi oleh Sungai Lematang dengan
data diketahui bahwa konsentrasi temuan anak-anak sungainya. Di dalam situs terdapat 12
terbanyak di pusat ibukota Sriwijaya yaitu gundukan tanah yang mengandung struktur bata
Palembang, dibandingkan di daerah pedalaman. dan hanya hanya 5 gundukan tanah yang telah
Seluruh peninggalan arkeologi di Palembang digali dan ditampakkan bangunan candinya yaitu
tersebar di sebelah utara Sungai Musi, beserta Candi Bumiayu 1,2,3,8,9 (Ferdinadus 1997: 33-
anak sungainya, yaitu Sungai Komering, Sungai 37). Permukiman Kuna di DAS Lematang (Siregar
Suakada, Sungai Sawah, Sungai Bendung, 2003: 1-20), Candi Bumiayu 1 (Siregar 2004: 1-
Sungai Sekanak, Sungai Kedukan, Sungai Buah, 15), Candi Bumiayu 3 (Siregar 2005: 1-12).
Sungai Bengkuan, dan beberapa anak sungai Gugusan Candi Bumiayu merupakan candi
yang mengalir dari arah selatan ke sungai. agama Hindu dengan ditemukannya arca-arca
(Purwanti dan Taim 1995: 65) Hindu seperti arca Siwa Mahadewa, Agastya, arca
Nandiswara dan Mahakala. Pada kompleks
Situs Teluk Kijing percandian Bumiayu 1 terdiri dari candi induk dan
Situs Teluk Kijing berada di Desa Kijing, empat candi perwara yang dikelilingi oleh pagar.
Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin, Berdasarkan denah dan bentuk perbingkaian
berada di antara pertemuan Sungai Batanghari berpelipit sisi genta (padma) dan setengah
Leko dan Sungai Musi. Keberadaan situs pertama lingkaran (kumuda) diduga didirikan abad ke-9
kali diberitakan oleh Westenenk, yang Masehi sampai dengan abad ke-13 Masehi (Satari
menggambarkan situs dikelilingi oleh parit dan 2002: 113-128). Pada situs Bumiayu ditemukan
di dalamnya terdapat struktur bata dan sisa besi. keramik dan tembikar kuno, berdasarkan hasil
Selanjutnya situs diteliti tahun 1995 oleh Pusat analisis menunjukkan keramik tertua berasal dari
Penelitian Arkeologi Nasional dan tahun 2006, abad ke-9/10 Masehi (Siregar 2003:1-5).
2007 oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan
Pesebaran Situs-situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-jejak 5
Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi-Sondang Martini Siregar (1-10)
9-12 Masehi. Oleh karena itu, diduga Candi 4000 meter persegi milik Bapak Nasution. Lokasi
Lesung Batu berasal dari abad ke-9/10 Masehi berbatasan dengan makam di sisi timur, Sungai
(Siregar 2013: 23 ) Way Perli sebelah utara dan barat, di sebelah
selatan berbatasan dengan jalan desa dan Danau
Situs Tingkip Ranau. Bapak Tambat (pengolah tanah)
Situs Tingkip terletak di Desa Sungai Jauh, menginformasikan bahwa pada saat menggali
Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas. tanah pada tahun 1996, berhasil menemukan mata
Situs ini berada di dekat Sungai Tingkip yang uang kuno seperti uang kepeng dari mata uang
bermuara di Sungai Kijang yaitu salah satu cabang VOC tahun 1790, mata uang India Batavia tahun
Sungai Lemurus Besar. Di Kota Bingin Teluk, 1821, mata uang Nederland Indie, tahun 1837 dan
Sungai Lemurus Besar bertemu dengan Sungai 5 mata uang Arab berbahan perunggu, serta
Rawas, yaitu salah satu cabang Sungai Musi wadah-wadah perunggu tanpa tutup, warna kuning
(Budisantoso 2002: 7-13) Temuan yang menarik kehijauan, cepuk dari perunggu dengan lingkaran
dari situs ini adalah arca batu berbentuk Buddha mulut 6,2 cm dan lingkaran pantat 3,5 cm, tinggi
dengan tinggi 172 cm. Arca ditemukan pada 3,5 cm, kondisi agak utuh hanya terdapat lubang
runtuhan bata candi di sekitar Sungai Tingkip pada pada salah satu sisinya, serta ditemukan juga
tahun 1981. Hardiati menafsirkan bahwa arca ini fragmen keramik asing bagian dasar berwarna
mencirikan wajah arca-arca dari seni Dwarawati putih keabuan. Pada tahun 2001 dilakukan
yang berkembang pada abad ke-6-9 Masehi penggalian di lokasi Jepara Tua dan berhasil
(Hardiati 2010: 19). Pada tahun 1998 dan 1999 menemukan tembikar dan keramik lama.
Balai Arkeologi Sumatera Selatan melakukan Kronologi tertua dari keramik adalah berasal dari
penggalian dan berhasil menampakkan kaki abad ke-9 Masehi (Siregar 2008: 8)
Candi Tingkip. Denah bangunan berbentuk bujur
sangkar (7,60 meter x 7,60 meter), dengan arah PEMBAHASAN
hadap timur. Propil candi memiliki pelipit padma.
Denah berbentuk bujur sangkar dan pelipit padma Di Indonesia berlangsung kegiatan
memiliki kesamaan candi-candi Jawa Tengah perdagangan eksternal, yaitu di perairan laut dan
berasal dari 8/9 Masehi, oleh karena itu samudra, serta perdagangan internal, yaitu di
diperkirakan Candi Tingkip berasal dari abad ke- perairan sungai beserta cabang-cabangnya dan
8/9 Masehi (Siregar 2015: 1- 20) danau. Perdagangan eksternal sudah
berlangsung sejak abad ke-1 Masehi yaitu kontak
Situs Jepara dagang dengan bangsa lain terutama di perairan
Situs Jepara berada di Desa Jepara, utara Pulau Sumatera menyusuri pantai timur
Kecamatan Buay Pematangribu, Kabupaten Ogan selanjutnya ke perairan sisi utara Pulau Jawa (Laut
Komering Ulu Selatan. Di situs Jepara ditemukan Jawa) (lihat Gambar 1). Di pantai timur Sumatera
candi berukuran panjang 9 meter dan lebar 8 ditemukan jejak-jejak permukiman lama, hal ini
meter. Pada fondasi candi terlihat pelipit sisi genta diindikasikan dengan ditemukannya tonggak-
dan padma. Di sekitarnya tampak juga panil-panil tonggak rumah lama, yang berdasarkan analisis
batu yang diduga bagian dari kaki candi, panil carbon dating berasal dari abad ke-4 Masehi.
tersebut empat persegi namun diatas panil tidak Jejak-jejak perdagangan ditemukan di situs Air
berhias (polos). Sistem penyambungan batu Sugihan dan situs Karang Agung. Pada kedua
menggunakan sistem batu takuk, arah hadap situs ini ditemukan artefak seperti tembikar dan
candi timur laut (Siregar 2008:6-7) keramik kuno, fragmen perahu yang
Berjarak 600 sebelah barat Candi Jepara mengindikasikan jejak-jejak perdagangan.
dikenal dengan nama ‘Jepara Tua’. Dahulu lokasi Selat Bangka menjadi pintu gerbang
ini adalah kampung lama masyarakat Jepara yang masuknya kapal-kapal asing dari India dan Canton
selanjutnya ditinggalkan penduduk. Luas area ke daerah aliran Sungai Musi. Di Pulau Bangka
Pesebaran Situs-situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-jejak 7
Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi-Sondang Martini Siregar (1-10)
antara Cina dan Arab yang melewati Sriwijaya.
Daerah Sumatera dan Jawa bagian Barat
merupakan jalur utama pelayaran dan
perdagangan yang menghubungkan Eropa
dengan Asia, sehingga banyak kapal dagang
yang melalui dan singgah di kedua daerah
tersebut. Jadi keberadaan keramik di Sumatera
Selatan pada umumnya merupakan hasil
hubungan dagang (Wibisono 1993: C4-1).
Hasil hutan dari daerah pedalaman Sumatera
Selatan menjadi komoditi dagang pada masa itu
seperti gaharu (lihat Gambar 2), getah damar dan
kemenyan. Barang komoditi tersebut menjadi
pemenuhan kebutuhan dalam negeri Sriwijaya
maupun barang dagangan Sriwijaya dalam skala
internasional. Sungai Musi memiliki peranan
dalam pendistribusian barang dari pedalaman ke
pusat kerajaan, selanjutnya para pedagang
menukarkan hasil bumi dengan keramik yang
kemudian dibawa pulang. Setelah Sriwijaya runtuh,
tidak mampu lagi menjadi pusat perdagangan
Internasional. Muncul perlabuhan-pelabuhan kecil
sumber: Balar Sum-Sel di sepanjang Sungai Musi dengan cabang-
Gambar 2. Pohon Gaharu, di Desa Teluk Kijing cabang Sungai. Masyarakat yang tinggal di daerah
aliran Sungai Musi dari hilir maupun hulu
bumi ke Palembang dan berdagang di ibukota diperkirakan tetap terbuka terhadap perdagangan
Kerajaan Sriwijaya (Palembang), sehingga di dari luar. Hal tersebut diindikasikan dengan
Palembang berkumpul para pedagang lokal banyaknya temuan keramik asing yang memiliki
maupun asing, yang menukarkan barang lokal kronologi sampai dengan abad ke-19 Masehi
dengan emas, perak, porselin (keramik), sutera. (Kusumohartono 1992: 28-31).
Jalur sutera pada abad X merupakan jalur yang Di daerah aliran Sungai Musi ditemukan sisa-
sangat penting untuk hubungan timbal balik baik sisa dermaga yaitu di Teluk Kijing, Bumiayu, dan
dalam segi perdagangan, kebudayaan, agama Bingin Jungut. Hal ini dibuktikan dengan
maupun pengetahuan. Di negeri Sri Vijaya ditemukannya sisa-sisa keramik dari tonggak-
dilakukan tukar menukar barang yang diperoleh tonggak kayu (tempat mengikat perahu/kapal)
dari Cina salah satunya adalah “porselin putih” atau pada ketiga situs tersebut. Hasil hutan sebagai
dalam perkeramikan dikenal sebagai barang komoditi dagang masih ditemukan hutan-hutan
Tehua dari abad kesepuluh hingga ketigabelas Teluk Kijing, Bumiayu dan Bingin Jungut yaitu
(Wibisono 1993: C4-3). kemenyan, gaharu dan getah damar. Selain itu
Dalam berita Cina tertua disebutkan adanya ditemukan sisa bangkai perahu yang terbuat dari
kerajaan bernama Gantouli diduga Sriwijaya yang kayu unglen, yang diindikasikan sebagai alat
merupakan pusat perdagangan terpenting antara transportasi air di situs Bumiayu.
Asia Tenggara dengan Cina. Pada masa itu Cina Seiring berlangsungnya aktivitas
telah mengekspor barang dagangannya, terutama perdagangan di perairan Sungai Musi, juga
keramik yang terbuat dari bahan porselin maupun mendorong masuk dan berkembangnya
bahan batuan (stoneware). Keramik merupakan peradaban Hindu-Buddha. Hal ini dibuktikan
salah satu mata dagangan yang lazim dimuat di dengan ditemukan bangunan candi dan artefak
dalam kapal-kapal Cina dalam jalur perdagangan keagamaan di daerah hilir sampai dengan hulu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Situs-situs Masa Klasik di Sumatera Ferdinandus, 1997. “Peninggalan Arsitektural dari
Selatan di Wilayah Palembang. Palembang: Situs Bumiayu Sumatera Selatan”. Amerta
Pemda Tingkat I Provinsi Sumatera Selatan. 13:1-10.
Budisantoso, T.M. 1995. “Penelitian Arkeologi di Hardiati, Endang Sri. 2010. “Hindu-Buddhist
Kota Kapur, Kabupaten Bangka, Provinsi Iconography in Sumatra”. Aspects of
Sumatera Selatan”. Laporan Penelitian Indonesian Archeology. Jakarta: Pusat
Arkeologi. Palembang: Balai Arkeologi Penelitian dan Pengembangan Arkeologi
Palembang. Nasional.
—-———.1997. “Penelitian di Situs Binginjungut, Kusomohartono, Bugie. 1992. “Potensi
Kabupaten Musirawas Propinsi Sumatera Lingkungan Regional dan Pertumbuhan
Selatan”. Laporan Penelitian Arkeologi. Peradaban Kuno di Palembang”. Hlm. 28-
Palembang: Balai Arkeologi Palembang. 31 dalam Himpunan Hasil Penelitian
—-———. 1997. Laporan Penelitian Arkeometri di Arkeologi di Palembang Tahun 1984-1992.
Candi Tingkip, Kabupaten Musi Rawas, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Propinsi Sumatera Selatan. Palembang: Nasional.
Balai Arkeologi Palembang.
Pesebaran Situs-situs Hindu-Buddha dan Jalur Perdagangan di Daerah Sumatera Selatan (Indikasi Jejak-jejak 9
Perdagangan di Daerah Aliran Sungai Musi-Sondang Martini Siregar (1-10)
Poesponegoro, Marwati Djoened (Ed.). 2010. Laporan Penelitian Arkeologi. Palembang:
Sejarah Nasional Indonesia II, 29-30. Balai Arkeologi Palembang.
Jakarta: Balai Pustaka. —-———.2007. “Permukiman Kuno di DAS Musi,
Purwanti, Retno dan Eka Asih Putrina Taim. 1995. Kecamatan Lais, Kabupaten Musi
“Situs-Situs Keagamaan di Palembang: Banyuasin”. Laporan Penelitian Arkeologi.
Suatu Tinjauan Kawasan”. Berkala Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
Arkeologi: 65-69. —-———. 2008. “Penelitian Permukiman Kuno di
Rangkuti, Nurhadi, 1989. “Struktur Kota Sriwijaya Situs Jepara, Kecamatan Buay Pematang
di Daerah Palembang”. Hlm. 161-174 dalam Ribu, Kabupaten Ogan Komering Ulu
Pertemuan Ilmiah Arkeologi V, Yogyakarta Selatan”. Laporan Penelitian Arkeologi.
4-7 Juli 1989. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
Indonesia. —-———. 2013. “Penelitian Candi Lesung Batu,
—-———. 2007. “Pola Hidup Komuniti Sriwijaya Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi
di Daerah Rawa: Studi Etnoarkeologi di Rawas Utara”. Laporan Penelitian Arkeologi.
Kecamatan Bayung Lencir, Kab. Musi Balai Arkeologi Palembang.
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan”. —-———. 2014. Laporan Penelitian Tata Ruang
Laporan Penelitian Arkeologi. Palembang: Percandian Situs Lesung Batu, Kecamatan
Balai Arkeologi Palembang. Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara.
—-———. 2007. “Peradaban Indonesia Kuna di Balai Arkeologi Palembang.
Daerah Aliran Sungai Musi”. Hlm.33 dalam —-———. 2015. “Penelitian Situs Tingkip, Lesung
Menelusrui Jejak-Jejak Peradaban di Batu dan Bingin Jungut : Tinjauan Ekologi”.
Sumatera Selatan.Palembang: Balai Laporan Penelitian Arkeologi. Palembang:
Arkeologi Palembang. Balai Arkeologi Palembang.
Satari, Sri Soejatmi, 2002. Sebuah Situs Hindu di Susanto, Haris, 2000. “Laporan Penelitian
Sumatera Selatan; Temuan Kelompok Candi Arkeologi Klasik, di Situs Nikan,
dan Arca di Bumiayu. Jakarta: Pusat Kecamatan Buay Madang, Kabupaten
Penelitian dan Ecole Francaise d’Extreme- Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera
Orient. Selatan”. Laporan Penelitian Arkeologi.
Siregar, Sondang Martini. 2003. “Penelitian Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
Pemukiman di Das Lematang, Desa Utomo, Bambang Budi, 1993. “Penelitian
Bumiayu, Kabupaten Muaraenim”. Laporan Arkeologi Situs Bukit Candi, Lesung Batu,
Penelitian Arkeologi.Palembang: Balai Kecamatan Rawas Ulu”. Laporan Penelitian
Arkeologi Palembang. Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian
—-——— 2004. “Tata Letak Bangunan Kompleks Arkeologi Nasional.
Percandian Bumiayu 1, Situs Bumiayu, Wibisono, Sony, 1993. “Keramik Asing dari Situs-
Kabupaten Muaraenim”. Laporan Penelitian Situs Sriwijaya di Palembang”. Hlm.C4-1
Arkeologi. Palembang: Balai Arkeologi dalam Sriwijaya dalam Perspektif Arkeologi
Palembang. dan Sejarah. Palembang: Pemerintah
—-——— . 2005. “Kompleks Percandian Daerah Tingkat 1 Sumatera Selatan.
Bumiayu”. Berita Penelitian Arkeologi Balai Wolters, O.W. 1967. Early Indonesian Commerce:
Arkeologi Palembangan 12: 1-5. A Study of the Origins of Srivijaya. New
—-———. 2006.”Sumber Daya Arkeologi di Situs York.
Teluk Kijing, Kabupaten Musi Banyuasin”.