Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JOURNAL NASIONAL dan INTERNASIONAL

KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)

Oleh Kelompok II :
Angelina Maga
Ather Gamis
Eunike Dareho
Inggrid S. Musa
Jiffy J. Atuy
Selviana Kolopita
Oantin Lahiwu
Oktaviani Anggai

Dosen:
Dr. Muksin Pasambuna, S.Pd, SST, M.Si

PROGRAM STUDI S1 GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN GIZI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
Februari 2021
1. Judul
Riwayat Asupan Energi dan Protein yang Kurang bukan Faktor Risiko Stunting pada
Anak Usia 6-23 Bulan.
1. Penulis
Emy Huriyati, Winda Irwanti
2. Sumber
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia , Volume 2 , No 3, September 2014 , Hal 150-158
3. Latar Belakang
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang masih menjadi perhatian di negara
berkembang termasuk Indonesia. Penyebab langsung stunting adalah penyakit
infeksi dan asupan makanan yang tidak memadai seperti kurang energi dan
protein. Di Indonesia pada tahun 2010 prevalensi stunting sebanyak 35,7%, di
Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 22,5%, di Kabupaten Bantul tahun 2012
sebesar 18,08% dan Kecamatan Sedayu 30,51%.
4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui riwayat asupan energi dan protein sebagai faktor risiko stunting pada
anak usia 6-23 bulan.
5. Pendahuluan
Kurang energi dan protein berpengaruh besar terhadap status gizi anak (7). Hasil
penelitian di Afrika Utara menyatakan bahwa tingginya persentase stunting menunjukkan
terjadinya defisiensi asupan gizi anak berupa energi dan beberapa asupan zat gizi mikro
(8). Kepatuhan waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP- ASI) juga berpengaruh
terhadap stunting. Anak yang diberi MP-ASI sebelum 6 bulan mengalami berisiko lebih
besar stunting (9). Keragaman makanan juga diperlukan agar asupan energi dan nutrisi
meningkat. Keragaman makanan secara bermakna dikaitkan dengan berat badan menurut
umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U) dan berat badan menurut panjang
badan (BB/PB)
6. Metode Penelitian
Jenis penelitian observasional dengan rancangan case-control. Populasinya seluruh anak
usia 6-23 bulan yang ada di wilayah Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul. Pengukuran
asupan energi dan protein dengan menggunakan semi-quantitative food frequency
questionnaire dan penentuan stunting dengan menggunakan baku standar WHO anthro
2005. Cara pengambilan sampel adalah dengan total sampling. Analisis data
menggunakan uji chi-square dan regresi logistik.
7. Hasil Penelitian dan Pemabahasan
Berat bayi lahir dan tinggi badan ibu menunjukkan hubungan signifi kan dengan kejadian
stunting (p0,05). Secara multivariat, tinggi badan ibu merupakan variabel yang dominan
berpengaruh terhadap stunting (OR=2,06).
Meskipun tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan protein, terdapat
kecenderungan bahwa anak yang kekurangan energi dan protein lebih berisiko terhadap
stunting (OR=1,09 dan OR=1,31).
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifi kan antara riwayat
asupan energi dan protein dengan kejadian stunting (p>0,05). Hal ini karena rata-rata
asupan energi dan protein anak sudah tercukupi (energi >70% AKG dan protein >80%
AKG dan diduga pula disebabkan anak kekurangan zat gizi mikro yang juga berperan
dalam proses pertumbuhan, seperti zink dan vitamin A.
8. Kesimpulan
Riwayat asupan energi dan protein yang kurang bukan merupakan faktor risiko stunting
pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. Faktor risiko stunting adalah berat bayi
lahir dan tinggi badan ibu, sehingga disarankan bagi petugas kesehatan agar dapat
mengoptimalkan perannya dalam melakukan pelayanan gizi berupa pemberian tablet Fe,
pemberian makanan tambahan (PMT) ibu hamil, dan edukasi gizi terhadap pasangan usia
subur (PUS) agar dapat mempersiapkan diri saat pranatal yang pada akhirnya akan
mengurangi risiko kejadian berat lahir rendah. Bagi peneliti yang tertarik dengan
penelitian serupa, disarankan meneliti asupan gizi mikro. Hal ini karena status gizi tidak
hanya dipengaruhi oleh gizi makro tetapi terdapat beberapa jenis gizi mikro yang turut
berperan dalam proses pertumbuhan anak.
Lampiran

Emy Huriyati, Winda Irwanti, 2014, Riwayat Asupan Energi dan Protein yang Kurang bukan
Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan, Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia ,
Volume 2 , No 3, September 2014 , Hal 150-158
https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/view/297/269
JOURNAL INTERNASIONAL

Judul : Investigation on nutritional potential of soursop (Annona muricata L.)


from Benin for its use as food supplement against protein-energy
deficiency.
Nama jurnal : International Journal of Biosciences
Vol dan halaman : Vol. 3, No. 6, p. 135-144
Penulis : René G. Degnon*, Euloge S. Adjou, Jean-Pierre Noudogbessi, Grâce
Metome,Fortuné Boko, Edwige Dahouenon-Ahoussi, Mohamed
Soumanou, Dominique C.K.Sohounhloue.

Latar belakang : Istilah malnutrisi energi protein diterapkan pada sekelompok gangguan
terkait yang mencakup marasmus, kwashiorkor, dan keadaan antara marasmuskwashiorkor.
Bentuk malnutrisi yang paling umum di Afrika adalah kekurangan energi protein yang
mempengaruhi lebih dari 100 juta orang, terutama 30 hingga 50 juta anak di bawah usia 5 tahun.
Beberapa polong-polongan seperti kedelai, kacang-kacangan, dan kacang tanah merupakan
sumber protein yang penting dan oleh karena itu dapat membantu meningkatkan asupan protein
bagi makanan penduduk. Namun, kelompok berpenghasilan rendah, terutama di pedesaan,
terkadang tidak mampu membeli makanan berprotein tersebut.
Sirsak termasuk dalam keluarga Annonaceae, dan tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis bebas es di dunia. Tanaman sirsak dibudidayakan terutama di pekarangan rumah. Hasil
pohon mencapai 10 ton / ha dan setiap buah memiliki berat 0,5 sampai 2 kg. Buahnya majemuk
dan ditutupi dengan kulit pahit yang berbentuk seperti retikulasi, tampak seperti kulit tetapi
lembut, dan tidak dapat dimakan yang menonjol sedikit atau banyak yang pendek, atau lebih
memanjang dan melengkung, «duri» yang lembut dan lentur.
Tujuan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fisikokimia, potensi
nutrisi dan mycoflore yang terkait dengan Sirsak dari Benin.
Metode : Sampel dibeli dari empat titik berbeda di setiap pasar dan dicampur
bersama untuk memberikan setiap sampel komposit yang digunakan untuk analisis. Pulp
dikumpulkan dan disimpan dalam wadah kedap udara untuk analisis laboratorium.
Hasil : Hasil karakterisasi fisikokimia sampel ampas sirsak yang berbeda dari
pasar menunjukkan bahwa kadar air sampel yang berbeda berkisar antara 18,33-24,53% dengan
rata-rata 21,43%. Daging buah sirsak kaya akan nutrisi seperti karbohidrat, protein, abu dan
serat. Analisis faktor anti gizi menunjukkan adanya oksalat dan fitat. Semua sampel yang
dianalisis kaya akan mineral seperti kalsium, magnesium, kalium dan natrium, dengan
kandungan kalium yang lebih tinggi.
Hasil komposisi terdekat daging buah segar sirsak ditunjukkan pada Tabel 4. Semua
sampel yang dianalisis juga kaya akan mineral seperti fosfor, kalsium, magnesium, kalium dan
natrium, dengan kandungan kalium yang lebih tinggi. Kandungan mineral daging buah sirsak.
Kesimpulan : Survei ini menggarisbawahi potensi nutrisi ampas sirsak (A. muricata) untuk
digunakan sebagai makanan suplemen terhadap kekurangan energi protein. Namun, karena buah
sirsak kaya dalam nutrisi, kadar air yang tinggi akan mendorong pertumbuhan mikroba dan
kerusakan. Lebih perhatian (dalam proses dan metode penyimpanan) harus dibayar untuk
kualitas mikroba untuk melestarikan kesehatan anak.

Lampiran

https://doi.org/10.26911/thejmch.2019.04.06.08

Anda mungkin juga menyukai