Anda di halaman 1dari 45

Jurnal Nasional

KELOMPOK 2
ANGLY ASRY LEKE ( 711341120022 )
ESTHER IMANUELLA TAHAPARY ( 711341120010 )
PRICILLIA GRENATA SAMBEKA ( 711341120015 )
SILVANA PUTRI TOBELO ( 711341119036 )
SITI NURHASANAH ( 711341120005 )
WAYAN EPI SUSANTI ( 711341120020 )
Analisis Kandungan Protein, Zat Besi dan Daya Terima Pempek Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dan Bayam (Amaranthus spp)

Ikan nila dan bayam merupakan bahan makanan tinggi zat gizi protein dan
zat besi. Pempek merupakan makanan selingan yang disukai semua kalangan
terutama remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein,
zat besi dan daya terima (warna, aroma, tekstur dan rasa) pempek ikan nila dan
bayam sebagai makanan selingan remaja perempuan untuk mencegah anemia.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap
yaitu dengan proporsi ikan nila dan bayam terdiri dari 4 perlakuan yaitu P0=
100%:0%, P1= 90%:10%, P2= 80%:20% dan P3=70%:30%. Hasil kandungan protein
diuji dengan metode Kjedahl dan hasil kandungan zat besi diuji dengan metode
Spektrometri visibel. Sedangkan analisis statistik kandungan protein dan zat besi.

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dengan rentang kelompok umur
15-24 tahun prevalensi anemia di Indonesia berdasarkan jenis kelamin yaitu pada
remaja perempuan sebesar 48,9% dan pada laki-laki sebesar 17% (Kemenkes RI,
2018). Prevalensi anemia pada remaja perempuan di Provinsi Kalimantan Selatan
2019 yaitu sebesar 27,03% (Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan, 2019). Selain
prevalensi anemia yang tinggi konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia pada
umumnya juga masih rendah.
Berkembangnya zaman manusia dituntut lebih praktis dan lebih efisien sebagai perubahan
dalam hal konsumsi pangan. Konsumsi pangan dalam bentuk instan khususnya fast food
telah mendominasi pola makan dan gaya hidup manusia. Konsumsi fast food mulai
menjadi kebiasaan di masyarakat karena jenis makanan tersebut mudah diperoleh dan
dapat disajikan dengan cepat. Salah satu produk makanan siap saji.

Salah satu produk makanan siap saji yang populer beredar di masyarakat adalah pempek.
Pempek memiliki nilai ekonomi dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi utama
pempek adalah protein, lemak dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung
tapioka. Kandungan gizi lainnya berupa vitamin dan mineral. Pempek memiliki
kekurangan yaitu rendahnya kandungan zat gizi mikro salah satunya yaitu zat besi (Fe).
Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi dalam pembuatan pempek. Bayam merupakan
sayuran yang memiliki kandungan zat besi yang tinggi yaitu 3,5 mg/100 g yang bisa
bermanfaat untuk mencegah anemia.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data mengenai kandungan protein dan
zat besi yang diperoleh dari uji laboratorium serta daya terima (warna, aroma, tekstur, dan
rasa) diperoleh dengan uji daya terima.

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
berfungsi sebagai bahan bakar tubuh dan sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai
bahan bakar apabila diperlukan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang
selalu terjadi dalam tubuh. Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen
dan nitrogen yang tidak dimiliki karbohidrat dan lemak (Winarno, 2004)

Ikan sebagai makanan sumber protein yang tinggi. Kalau dalam menu sehari-hari kita
menghidangkan ikan maka kita memberikan sumbangan yang tinggi pada jaringan tubuh.
Absorbsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi, ayam dan lain-lain, karena
daging ikan mempunyai seratserat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein
daging sapi atau ayam.
Perilaku Mahasiswa Tentang Seks Pranikah

Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa kehamilan diluar nikah akibat


seks bebas sebanyak 48,1% terjadi pada usia 15-23 tahun. Dengan tingkat
aborsi mencapai 2,5 juta dimana 800 ribu kali aborsi dilakukan oleh mahasiswa.
Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah diantaranya
pengetahuan, kontrol diri. Adanya pengetahuan dan pemahaman tentang
kesehatan reproduksi seksual remaja yang kurang disebabkan adanya sumber
informasi yang ada. Adanya pengetahuan kesehatan reproduksi seksual remaja
yang benar, Karakteristik responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis
kelamin, sesmeter terakhir ditempuh mahasiswa disaat penelitian, dan umur
responden.
Hasil survei kesehatan reproduksi remaja diketahui bahwa remaja di Indonesia pertama kali
pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku pacaran remaja juga semakin permisif yakni sebanyak 92%
remaja berpegangan tangan saat pacaran, 82% berciuman, 63% rabaan petting. Perilaku tersebut
kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual (BKKBN. 2012). Lebih lanjut, BKKBN
menerangkan bahwa kehamilan diluar nikah akibat seks bebas sebanyak 48,1% terjadi pada usia
15-23 tahun. Dengan tingkat aborsi mencapai 2,5 juta dimana 800 ribu kali aborsi dilakukan oleh
mahasiswa.

Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual dikalangan remaja


mengakibatkan munculnya penafsiran, persepsi dan sikap yang kurang tepat dalam memandang
perilaku seksual. Dalam persepsi masyarakat yang pada mulanya meyakini seks sebagai sesuatu
yang sakral menjadi sesuatu yang tidak sakral lagi, maka saat ini seks sudah secara umum meluas
di permukaan masyarakat hingga dikalangan remaja. Ditambah dengan adanya budaya permissif
seksual pada generasi muda tergambar dari pelaku pacaran yang semakin membuka kesempatan
untuk melakukan tindakan-tindakan seksual (Rahmawati, 2017).
Hal ini berarti bahwa masih ada faktor lain di luar pengetahuan dan sikap yang menjadi faktor
penentu terjadinya tindakan yang kurang baik tentang seks pranikah. Hasil penelitian lainnya juga
menyimpulkan bahwa pengetahuan yang baik belum tentu menunjukkan tindakan yang baik, karena
tindakan itu terbentuk dari pengalaman yang didapat seseorang dari lingkungan sosial dan juga
pengaruh teman sebaya.

faktor yang berhubungan dengan standar kebebasan seks pranikah adalah kerentanan dari jenis tempat
tinggal seperti asrama/ kost-kos’ant. Remaja yang baru memasuki dunia perkuliahan memiliki
keinginan untuk hidup mandiri dan jauh dari orang tua.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : sebagian besar mahasiswa
yang berdomisili di Kelurahan Oesapa memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang seks
pranikah. Namun, tindakan terkait seks pranikah masih kurang. Hal ini di sebabkan oleh adanya
dukungan pengalaman hidup, situasi dan kondisi lingkungan tempat tinggal dan beraktivitas.
STANDAR KONVERSI UKURAN RUMAH TANGGA (URT)
KEDALAM NILAI ZAT GIZI DI PEDESAAN KECAMATAN
SIMPANG TIGA ACEH BESAR

Ukuran Rumah Tangga (URT) yang digunakan oleh masyarakat Simpang Tiga Aceh Besar
sangatlah bervariasi. Penggunan jenis alat ukuran rumah untuk sumber karbohidrat yaitu kaleng
susu, batok kelapa/kai, gelas plastik, baskom plastik dan rice box, untuk sumber protein hewani
tidak ada alat ukuran rumah tangga khusus yang gunakan oleh masyarakat, hanya saja
masyarakat menggunakan timbangan. Sedangkan untuk sumber protein nabati masyarakat
menggunakan jenis alat ukuran rumah tangga gelas duralex, kaleng susu, batok kelapa/kai, dan
timbangan. Namun untuk sumber lemak masyarakat hanya ada jenis alat yang digunakan untuk
mengukur santan yaitu gelas duralex.
Hasil jumlah satuan URT dalam satuan berat (gram) pada berbagai jenis makanan berdasarkan
zat gizi yang diteliti tidak semuanya memiliki nilai berat (gram) yang sama/konsisten yaitu semakin
beda ukuran fisik (panjang, lebar, tebal, dan diameter) akan semakin meningkat pula berat dan
volumenya. Informasi nilai energi dan zat gizi yang diperoleh sangat berbeda nyata dalam
penggunaan ukuran rumah tangga. Baik informasi nilai zat gizi dari bahan pangan sumber
karbohidrat, sumber protein hewani dan protein nabati serta penggunaan sumber lemak.
Kebutuhan dan kecukupan nilai energi dan zat gizi berdasarkan masing-masing ukuran rumah
tangga menurut kelompok umur dan jenis kelamin, sehingga hal ini akan lebih mempermudah dalam
menaksir nilai gizi dari konsumsi masyarakat Aceh. Selanjutnya perlu penelitian lanjutan dengan
ruang lingkup yang luas (Kabupaten/Kota). Selanjutnya perlu penaksiran ukuran lain yaitu
pengukuran panjang (cm), lebar (cm), tebal (cm), dan diameter (cm) pada setiap jenis URT yang
digunakan oleh masyarakat aceh.
POLA KONSUMSI PANGAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF
PADA MASA PANDEMI COVID-19

Pandemi COVID-19 berdampak pada pola konsumsi pangan individu. Beberapa


perubahan yang umum dialami responden ialah peningkatan jumlah, ragam dan frekuensi
makan. Ditemukan peningkatan konsumsi pada makanan utama, makanan selingan, sayur
dan buah, air putih, minuman rempah-rempah, suplemen, makanan ringan kemasan dan
makanan cepat saji. Sementara itu ditemukan penurunan konsumsi gorengan. Konsumsi
sayur dan buah responden diketahui belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan asupan harian.
Pengetahuan dan sikap gizi responden cenderung pada kategori baik dan positif. Sebagian
besar responden kadang-kadang mempertimbangkan harga saat mengakses pangan dan
terdapat peningkatan kebiasaan memasak selama pandemi COVID-19.

 
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN GIZI BURUL DI PUSKESMAS
DESA LALANG

Permasalahan gizi yang menjadi faktor permasalahan perkembangan balita seperti gizi
yang tidak seimbang dan penyakit infeksi yang akan berdampak pada menurunnya
kesehatan balita sehingga status gizi yang tidak normal pada balita akan bersifat permanen
yang menurunkan kualitas dan kuantitas perkembangan balita selanjutnya
Kota medan tidak terlepas dari permassalahan gizi buruk. Data Dinas Kesehatan
Medan mengenai gizi buruk tahun 2015 terdapat 111 kasus, tahun 2016 sebanyak 104
kasus, tahun 2017 mengalami penurunan yaitu 99 kasus, pada tahun 2018 angka kasus gizi
buruk kembali meningkat yaitu 102 kasus, sedangkan sepanjang tahun 2019 Puskesmas
Desa Lalang merupakan Puskesmas yang mendominasi gizi buruk yaitu 69 kasus.
Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk yang
ditemukan yaitu dengan dilaksanakannya upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan
promosi kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat) dan upaya penanggulangan berupa kegiatan
pengobatan dan pemulihan bagi penderita gizi buruk.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam mengenai implementasi
pelaksanaan penanggulangan gizi buruk di Puskesmas Desa Lalang berdasarkan kebijakan yang telah diterbitkan oleh
Pemerintah Kota Medan.

Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Medan dalam penanggulangan masalah gizi termasuk gizi buruk di
wilayah Puskesmas Desa Lalang merupakan kebijakan yang strategis meliputi : advokasi dan sosialisasi gizi buruk,
melakukan pelacakan kasus dan pemetaan wilayah gizi buruk, memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita gizi
buruk sesuai dengan standar operasional penanggulangan kasus gizi buruk, melakukan pengelolaan logistik bagi
penderita gizi buruk, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kasus gizi buruk yang semuanya tercantum didalam
Surat Keputusan Wali Kota Medan Nomor 444/1012.K/X/2017 tentang Tim Satuan Tugas Gizi Buruk Kota Medan.

Program penanggulangan gizi buruk di Puskesmas Desa Lalang dengan intervensi gizi dan kesehatan bertujuan
memberikan pelayanan langsung menyentuh kepada penderita gizi buruk, sehingga penderita gizi buruk yang ada
diwilayah kerja Puskesmas Desa Lalang dapat merasakan manfaat dari program-program yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Kesehatan Kota Medan.
● Unit pelayanan Puskesmas Desa Lalang telah melaksanakan program-program dalam menanggulangi permasalahan
gizi buruk yang ada diwilayah kerja mereka dengan mengupayakan peran aktif masyarakat dan melibatkan unsur
pelaksana tugas Kepala Kelurahan dalam hal ini Kepala Lingkungan. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah
menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu
1) gerakan pemberdayaan
2) bina suasana,
3) advokasi, yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat.
● Ketiga strategi ini harus dilakukan secara lengkap dan berkesinambungan dalam menggarap setiap perilaku baru
masyarakat yang diperlukan oleh program kesehatan. Misalnya, bila program kesehatan ibu dan anak menghendaki
agar setiap ibu hamil memeriksakan kandungannya secara teratur di Puskesmas.
● Unit Puskesmas Desa Lalang telah melakukan penyediaan logistik seperti PMT pemulihan, Vitamin, pelancar ASI
bagi ibu guna meningkatkan pelayanan. Adapun yang menyebabkan masih terdapatnya kasus gizi buruk di
Puskesmas Desa Lalang salah satu faktornya adalah faktor ekonomi, di mana ekonomi merupakan pendongkrak
utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
● Monitoring dan evaluasi di Puskesmas Desa Lalang dalam implementasi kebijakan penanggulangan gizi buruk
belum berjalan dengan optimal. Hal tersebut dikarenakan peran dari lintas sektor yang terdapat di dalam Surat
Keptusan Wali Kota Medan tentang Tim Satuan Tugas Gizi Buruk Kota Medan masih belum terlaksana sehingga
monitoring dan evaluasi hanya dilakukan oleh petugas gizi Puskesmas Desa Lalang, menyebabkan program
berjalan tanpa ada peningkatan mutu

Referensi
http://jurnal.iakmi.id/index.php/FITIAKMI/article/view/100/113
ANALISIS PERMASALAHAN GIZI BURUK BERDASARKAN INDIKATOR
NUTRITION COMMITMENT INDEX (NCI) DI KABUPATEN BENGKULU UTARA
 
Hasil Riskesdas Provinsi Bengkulu Tahun 2013, pravelensi Balita gizi buruk tertinggi berada di Kabupaten Bengkulu
Utara yaitu 24,1%. Jumlah kasus Balita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2015 sebanyak 20 orang. Salah satu
indicator untuk mengukur komitmen pemerintah yaitu dengan melihat indicator Nutrition Commitment Index (NCI). NCI adalah
indeks untuk mengukur komitmen pemerintah dalam mengatasi kekurangan gizi dengan 12 indikator yagn dikelompokkan dalam
3 tema yaitu anggaran, kebijakan program dan regulasi tertulis. Tujuan penelitian untuk menganalisis permasalahan giziz buruk
berdasarkan indikator NCI di Kabupaten Bengkulu Utara.

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah gizi terdapat pada Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menegaskan bahwa “Pembangunan dan pebaikan gizi dilaksanakan
secara lintas sector meliputi produksi, pengolahan, distribusi hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup,
seimbang, serta terjamin keamanannya”.
Status Gizi Balita menurut indicator BB/U secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri
dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan
tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9%
pada tahun 2010 dan 5,7% tahun 2013 (Riskesdas 2013). Hasil Riskesdas Provinsi Bengkulu Tahun 2013, prevalensi Balita
gizi buruk tertinggi berada di Kabupaten Bengkulu Utara yaitu 24,1%. Sedangkan jumlah kasus Balita gizi buruk yang
ditemukan di Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2015 adalah sebanyak 20 orang.

Terdapat 2 indicator komitrmen pemerintah dalam mengatasi masalah gizi dengan skor rendah yaitu pada indicator cakupan
vitamin A (82%) dan indicator akses terhadap air minum bersih (84,9%), selain itu terdapat 2 indicator dengan skor sangat
rendah yaitu pada indicator akses sanitasi (58,8%) dan indicator program gizi dalam kebijakan pembangunan nasional lemah
(Lintelo, et.al, 2015).
Informasi pencapaian cakupan program vitamin A, Promosi ASI ekslusif, akses air bersih, akses sanitasi, kunjungan, ibu hamil
(K1 dan K4), program gizi dalam kebijakan daerah di Kabupaten Bengkulu Utara sebagai berikut :
● Pencapaian vitamin A sudah sangat baik dan melebihi target yaitu mencapai 93,52%, balita 92,18%, bayi dan balita 92,40%.
Namun beberapa daerah masih dibawah target yaitu Kecamatan Napal Putih 72,19%. Rendahnya pengetahuan ibu mengenai
pentingnya vitamin A sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian vitamin A dan sebagian besar ibu-ibu bekerja sebagai
petani kesulitan dalam mengatur waktu posyandu sehingga menyebabkan bayi dan balitanya tidak diberikan vitamin A.
Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya peningkatan pelayanan gizi khususnya pemberian vitamin A ke daerah-daerah
terpencil
● Pencapaian jumlah bayi yagn diberi ASI di Kabupaten Bengkulu Utara than 2017 cukup rendah yaitu sekitar 58% dari total
sekitar 1.290 bayi yang ada. Untuk mengatasi masalah ini petugas kesehatan saat kegiatan imuniasasi selalu memberikan
penyuluhan kepada ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya
● Penduduk dengan akses air minum layak di Kabupaten Bengkulu Utara sudah baik yaitu lebih dari 80%. Jumlah penduduk
sekitar 285 ribu dan sebagian besar menggunakan sumber air dari PDAM
● Pencapaian penduduk dengan akses sanitasi layak (jamban sehat) tahun 2017 belum memenuhi target yaitu 66,8%.
Kesadaran masyarakat untuk memiliki jamban sehat dan rendahnya pendapatan keluarga memprngaruhi kepemilikan jamban
sehat. Misalanya daerah Hulu Palik dan Arma Jaya masih memanfaatkan sungai untukl keperluan MCK.
● Kunjungan ibu hamil mencakup kunjungan K1 dan K4 sudah tercapai dengan baik hampir 100%, begitu juga dengan
persalinan yagn ditollong oleh tenaga kesehatan mencapai sekitar 90%.
● Untuk kebijakan mengenai program gizi sudah diatur dalam kebijakan pusat dan provinsi. Hanya saja perlu peningkatan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya mencegah dalam meningkatkan program gizi itu sendiri
Dari 12 skor NCI terdapat 7 indicator yang sudah tercapai yatu indicator cakupan
vitamin A, akses air bersih, kondisi program gizi dalam kebijakan daerah, program gizi
diprioritaskan dalam perencanaan daerah/, koordinasi lintas sector, target indicator
program gizi dan survey gizi dalam 3 tahun terakhir sedangkan 5n indicator yang masih
belulm tercapai yaitu pada indicator anggaran, promosi ASI eksklusif, cakupan sanitasi
(jamban sehat), kunjungan ibu hamil yaitu K1 dan K4 dan indicator hukum. Untuk
mengatasi indicator yang belum tercapai Dinas Kesehatan mengadakan kordinasi antar
intern Dinas Kesehatan maupun dengan tim penyusun anggaran agar usulan rencana
anggaran program gizi dapat terealisasi secara maksimal.

Referensi
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/ANN/article/view/1651
HUBUNGAN FAKTOR ASUPAN GIZI, RIWAYAT PENYAKIT
INFEKSI DAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF
DENGANKEJADIAN STUNTING DI KABUPATEN KUPANG
 
Stunting adalah masalah kekurangan gizi yang berdampak cukup serius terhadap kualitas
sumberdaya manusia. Pendapat ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Kemenkes (2019)
bahwa kekurangan gizi pada masa janin dan anak usia dini akan berdampak pada
perkembangan otak dan rendahnya kemampuan kognitif yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar dan keberhasilan pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian stunting di wilayah kerja
Puskesmas Camplong Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang. Jenis penelitian ini adalah
analytical researchdengan desain kasus kontrol (case control design) yaitu penelitian analitik
yang mempelajari tentangbagaimana faktor risiko berpengaruh terhadap kejadian stunting di
Wilayah Puskesmas Camplong, Kabupaten Kupang (Lokasi Penelitian) dengan pendekatan
retrospective(Notoatmodjo, 2014).
Sepuluh jenis makanan yang paling banyakdikonsumsi oleh subjek selama sarapan
adalah nasi,kangkung, telur ayam, ikan, tempe, mi instan, tahu,roti, daging ayam, dan
biskuit. Sedangkan lima jenisminuman yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek
selama sarapan adalah air putih, teh, susu, kopi,dan sirup. Makanan yang dikonsumsi
dengan ratarata lebih dari 5 g/hari selama sarapan adalah nasi,kangkung, telur ayam,
ikan, tempe, dan mi instan.Minuman yang dikonsumsi dengan rata-rata lebihdari 15
mL/hari selama sarapan adalah air putih,teh, dan susu.
ANALISIS JENIS, JUMLAH, DAN MUTU GIZI KONSUMSI SARAPAN ANAK
INDONESIA.

Sarapan penting bagi setiap orang untuk mengawali aktivitas sepanjang hari. Sarapan
adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk
memenuhi sebagian (15—30%) kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat,
aktif, dan cerdas (Hardinsyah 2012). Sarapan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi di
pagi hari, sebagai bagian dari pemenuhan gizi seimbang dan bermanfaat dalam mencegah
hipoglikemia, menstabilkan kadar glukosa darah, dan mencegah dehidrasi setelah berpuasa
sepanjang malam (Gibson & Gunn 2011).

Sarapan pagi dapat memberikan dampak positif terhadap kehadiran sekolah yang baik,
prestasi akademik, asupan zat gizi, kebugaran dan berat badan yang sehat. Anak yang tidak
sarapan akan mengalami kekurangan energi dan motivasi untuk beraktivitas selain itu kekurangan
gizi dan kekuranganzat gizi mikro dapat memberikan dampak terhadapkeadaan fisik, mental,
kesehatan, dan menurunkanfungsi kognitif (Mhurchu et al. 2010).
JURNAL 7

SOSIODEMOGRAFI STUNTING PADA BALITA


DI INDONESIA
Masalah stunting pada balita (0-59 bulan) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama
di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi stunting dan faktor risiko
stunting menurut sosiodemografi di Indonesia. Penelitian ini merupakan survei nasional di 514
kabupaten/kota yang terdiri dari 32.000 blok sensus (320.000 rumah tangga). Desain penelitian adalah
cross-sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua keluarga balita yang ada di seluruh
kabupaten/ kota di Indonesia. Sampel adalah rumah tangga yang memiliki balita yang dikunjungi oleh
Susenas Maret 2019. Data yang dikumpulkan adalah panjang/tinggi badan balita, jenis kelamin, umur
(bulan), wilayah (perdesaan dan perkotaan), provinsi yang dibagi dalam 7 wilayah (Jawa bali,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua), dan penyakit diare pada balita.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada balita (0-59 bulan) sebesar 27,6 persen.
Masalah stunting secara global sampai saat ini masih mendapatkan perhatian utama terutama di
sebagian negara berkembang. Menurut laporan Global Nutrition 2020 sekitar 149 juta atau sekitar
21,9 persen balita mengalami stunting di seluruh dunia dan sebagian besar berada di wilayah Asia
yaitu 81,7 juta balita atau 54,8 persen. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi
stunting di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 tidak menunjukkan adanya
penurunan. Pada tahun 2007 prevalensi stunting balita sebesar 36,8 persen, dan pada tahun 2013
sebesar 37,6 persen. Penurunan prevalensi stunting secara signifikan terjadi pada tahun 2018 yaitu
30,8 persen. Dengan demikian tiga dari 10 balita di Indonesia mengalami stunting. Sementara WHO
menetapkan penurunan stunting pada tahun 2025 sebesar 40 persen.
Salah satu pilar penting dalam pelaksanaan program percepatan penanggulangan stunting adalah
kegiatan evaluasi program untuk mengukur sejauh mana program nasional ini telah berjalan dan
diimplementasikan oleh daerah. Evaluasi status gizi saat ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dalam suatu survei nasional yang
dilaksanakan setiap lima tahun sekali (Riskesdas), menggunakan metode pengukuran antropometri
berat badan dan tinggi badan. Data yang dikumpulkan meliputi: panjang/tinggi badan balita, variabel
sosiodemografi yang terbatas pada data: jenis kelamin, umur (bulan), wilayah (perdesaan dan
perkotaan), provinsi yang dibagi dalam 7 wilayah (Jawa bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, Papua),
JURNAL 8

Hubunagn Ketahanan Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Balita


(Studi di Desa Palasari dan Puskesmas Kecamata Legok,
Kabupaten Tangerang)
Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang
pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya, baik secara fisik
maupun ekonomi. Fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi
juga ketersediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga, dan bahkan bagi individu
dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan ini dapat dianalisis
dari diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman,
merata, dan terjangkau.
Penelitian yang dilakukan di Desa Palasari menunjukkan adanya status gizi buruk dan kurang serta
status gizi baik, sebagai akibat dari dari bagaimana suatu keluarga menerapkan suatu prinsip hidup sehat
dengan status gizi baik. Ditemukan dalam keluarga yang rentan dan rawan pangan banyak terdapat balita
yang status gizinya baik, sebaliknya dalam keluarga yang tahan pangan juga ditemukan balita yang status
gizinya kurang. Status gizi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1) Pangan yang cukup, (2)
Pendapatan keluarga, (3) Pendidikan orang tua, (4) Pola asuh anak/ balita, (5) Konsumsi makanan
bergizi.
Anak di bawah umur 5 tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan
badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak
balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.
Khususnya di wilayah Kabupaten Tangerang menunjukkan bahwa jumlah gizi buruk di Banten pada
tahun 2014 mencapai 1.244 balita. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten hingga
Desember 2014, jumlah gizi buruk berturut-turut di Kabupaten Tangerang 368 balita, Kabupaten
Lebak 352 balita, Kabupaten Serang 201 balita, Kabupaten Pandeglang 115 balita, Kota Tangsel
sebanyak 68 balita, Kota Serang 66 balita, Kota Tangerang 45 balita dan Kota Cilegon 29 balita. Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah tertinggi kasus balita gizi buruk terjadi di wilayah Kabupaten
Tangerang dan terendah terjadi di wilayah Kota Cilegon (Anonim, 2016).
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dalam masyarakat adalah
meningkatkan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan,
distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Pembangunan ketahanan pangan pada
hakikatnya adalah masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan meliputi produsen,
pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.
JURNAL 9

EFFECTS OF MATERNAL NUTRITION STATUS, MATERNAL


EDUCATION,
MATERNAL STRESS, AND FAMILY INCOME ON BIRTHWEIGHT
AND BODY LENGTH AT BIRTH IN KLATEN, CENTRAL JAVA
Masa gestasi memberikan konsekuensi terhadap produk kehamilan, bahwa kehamilan
merupakan lingkungan pranatal yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan linier bagi janin.
Pertumbuhan linier merupakan pertambahan sel-sel tubuh dari waktu ke waktu yang ditandai dengan
pertambahan massa tulang. Akibat dari pertambahan massa tulang tersebut, dapat menyebabkan
pertambahan berat dan panjang badan janin.

Menurut Sebayang et al., (2012), berat badan lahir merupakan indikator penting dalam
memproyeksikan masa depan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Kelahiran dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mewakili lebih dari 20 juta kelahiran setiap tahun dengan
estimasi 15%-20% dari kelahiran diseluruh dunia yang masih menjadi suatu masalah kesehatan
global (WHO, 2014).
Di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 mengalami peningkatan persentase BBLR yang cukup
tinggi jika dibandingkan dengan pada tahun sebelumnya. Tahun 2015 sebesar 5.1%, lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase BBLR tahun 2014 yaitu 3.9%. Persentase BBLR di provinsi Jawa
Tengah cenderung terus meningkat sejak tahun 2011 sampai 2015. Sementara persentase BBLR di
Kabupaten Klaten tahun 2015 juga memberikan presentase yang cukup tinggi yaitu sebesar 11.52%
(Dinkes Prov Jateng, 2015).

Dampak yang dapat ditimbulkan dari kelahiran bayi dengan BBLR adalah meningkatkan angka
kesakitan dan angka kematian bayi (WHO, 2014). Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan berbagai faktor diantaranya yaitu status gizi ibu hamil,
pelayanan antenatal, keberhasilan program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga
Berencana), serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015
sebesar 10 per 1000 kelahiran hidup. bandingkan AKB tahun 2014 yaitu 10.08 per 1000 kelahiran
hidup. AKB Kabupaten Klaten menduduki urutan ke-9 tertinggi yaitu 12.94 per 1000 kelahiran hidup
dari seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah (Dinkes Prov Jateng, 2015).
Menurut Simbolon et al., (2015), prevalensi panjang badan lahir pendek, hampir setengah
kabupaten di Indonesia lebih dari 30%, yang menunjukkan angka memprihatinkan dan merupakan
masalah yang serius.

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan persentase bayi lahir pendek (panjang badan lahir <48 )
sebesar 20.0% (Kemenkes RI, 2013), tetapi panjang badan lahir akan berpengaruh yang terus
berkelanjutan terhadap pertumbuhan, terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Anugraheni dan
Kartasurya (2012) bahwa panjang lahir pendek merupakan faktor risiko 2.8 kali balita mengalami
stunting jika dibandingkan dengan bayi yang memiliki panjang badan lahir normal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari riwayat pendidikan ibu, status
gizi ibu, stres biopsikososial ibu dan pendapatan keluarga pada saat hamil terhadap berat badan dan
panjang badan bayi baru lahir di Klaten.
Penelitian ini mengunakan metode analitik obsevasional dengan pendekatan casecontrol. Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Manisrenggo dan Bayat yang berada di Kabupaten Klaten pada
bulan April 2017.

Populasi sumber pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang
bertempat tinggal di Kabupaten Klaten. Besar sampel adalah 120 subjek penelitian dengan perbadingan
30 subjek penelitian untuk kelompok kasus dan 90 subjek penelitan untuk kelompok kontrol.

Variabel independen penelitian ini meliputi pendidikan ibu, LiLA ibu, stres biopsikososial dan
pendapatan keluarga, sedangkan variabel dependen meliputi berat badan lahir dan panjang badan lahir.
LiLA ibu adalah pengukuran lingkar lengan atas untuk menilai status gizi subjek penelitian yang
mengunakan pita LiLA dalam satuan cm yang dikategorikan status gizi baik jika /L/$ ï5 cm dan status
gizi buruk jika LiLA
JURNAL 10

DETERMINAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK)


PADA IBU HAMIL DI PUSTU LAM HASAN KECAMATAN PEUKAN
BADA
KABUPATEN ACEH BESAR
Gizi dalam masa kehamilan sangat penting. Selama kehamilan, terjadi penyesuaian metabolisme
dan fungsi tubuh terutama dalam hal mekanisme dan penggunaan energi. Selain itu zat gizi yang
terkandung dalam makanan akan diserap oleh janin untuk pertumbuhan dan perkembangannya selama di
dalamuterus.

Angka kematian bayi dan ibu serta bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang tinggi
pada hakekatnya juga ditentukan oleh status gizi ibu hamil. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau
mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko
kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan berat badan yang normal.
Sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami 3 masalah gizi khususnya gizi kurang seperti
Kurang Energi Kronik (KEK) dan animea.
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia (2018), proporsi wanita usia subur resiko KEK usia
15-19 tahun yang hamil sebanyak 38,5% dan yang tidak hamil sebanyak 46,6%. Pada usia 20-24 tahun
adalah sebanyak 30,1% yang hamil dan yang tidak hamil sebanyak 30,6%. Selain itu, pada usia 25-29
tahun adalah sebanyak 20,9% yang hamil dan 19,3% yang tidak hamil. Serta pada usia 30-34 tahun
adalah sebanyak 21,4% yang hamil dan 13,6% yang tidak hamil. Hal ini menunjukkan proporsi WUS
(Wanita Usia Subur) risiko KEK mengalami peningkatan dalam kurun waktu 7 tahun.

Di Provinsi Aceh, prevalensi risiko KEK wanita hamil usia 15-49 tahun yang hamil sebanyak
20% sedangkan prevalensi risiko KEK wanita usia subur (tidak hamil). Secara nasional prevalensi
risiko KEK WUS sebanyak 21% (Profil Kesehatan Aceh, 2019)

Pada tahun 2017 jumlah ibu hami 443 dan dengan KEK di Kabupaten Aceh Besar sebanyak 330
Wilayah kerja Puskesmas Ingin Jaya memiliki angka tertinggi kejadian KEK yaitu sebanyak 30 kasus,
disusul Puskesmas Darussalam 24 kasus, Puskesmas Krueng Barona Jaya 24 kasus, Puskesmas
Montasik 19 kasus, Puskesmas Kuta Baro 15 kasus,
Puskesmas Leupung 12 kasus, Puskesmas Lampupok 7 kasus, Puskesmas Kuta Cot
Glie 6 kasus, Puskesmas Ie Alang 6 kasus, Puskesmas Lhoknga 2 kasus, Puskesmas
Indrapuri 2 kasus, Puskesmas Seulimum dan Puskesmas Lamteuba masing-masing 1
kasus(Profil Dinkes Aceh Besar, 2017).

Sedangkan pada tahun 2018 terdapat 448 kasus ibu hamil dengan KEK yang tersebar di 27
Puskesmas di Kabupaten Aceh Besar dengan rincian sebagai berikut, Puskesmas Indrapuri dan Krueng
Barona Jaya masingmasing 50 kasus, Puskesmas Baitussalam 39 kasus, Puskesmas Ingin Jaya 36 Kasus,
Puskesmas Darul Imarah 34 kasus, Puskesmas Kuta Baro27 kasus, Puskesmas Lhong 26 kasus,
Puskesmas Mesjid Raya 23 kasus, Puskesmas Lhoknga 21 kasus, Puskesmas Darussalam 16 kasus,
Puskesmas Suka Makmur 15 kasus, Puskesmas Montasik 14 kasus, Puskesmas Seulimum 13 kasus,
Puskesmas Lampupok dan Lampisang masing-masing 9 kasus, Puskesmas Lamteuba dan Kuta Malaka
masing-masing 8 kasus, Puskesmas Leupung, Kuta Cot Glie dan sare masing-masing 7 kasus,
Puskesmas Darul Imarah 5 kasus, Puskesmas Piyeung, Simpang Tiga dan Pulo Aceh masing-masing 4
kasus, Puskesmas Peukan Bada dan Blang Bintang 3 kasus dan Puskesmas Ie Alang dan Puskesmas
Kota Jantho 0 kasus (Profil Dinkes, 2018).
Status gizi ibu hamil terbagi dalam 2 masa yaitu status gizi ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh
keadaan sosial ekonomi ibu selama hamil, keadaan kesehatan dan gizi ibu, jarak kehamilan jika yang
dikandung bukan anak pertama, paritas dan usia kehamilan pertama. Sedangkan status gizi pada waktu
melahirkan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi waktu hamil, derajat pekerjaan fisik, asupan
pangan dan pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi (Arisman, 2010).
.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Analitik, dengan menggunakan pendekatan Case
Control yaitu rancangan yang mempelajari hubungan antara faktor paparan dan penyakit dengan cara
membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.
Jurnal Internasional
PERAN MEMBERI MAKAN APLIKASI PENGINGAT MEDIA UNTUK PERUBAHAN
PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU DAN POLA MAKAN REMAJA UMUR 13-15
TAHUN.

Ada perubahan pada pola makan gizi yang seimbang sebelum dan setelah turun tangan
dalam kelompok perawatan dan kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan dalam banyak
pengetahuan, sikap dan perilaku dari nutrisi seimbang bagi remaja sebelum dan setelah turun
tangan dalam kelompok perawatan dan kontro). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
pemberian media yang mengingatkan saya pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
dari nutrisi seimbang pada remaja berusia 13-15 tahun.Media aplikasi mengingatkan saya adalah
salah satu media yang dapat terus mengikuti perkembangan dan tren teknologi di kalangan remaja
sehingga diharapkan dapat menyampaikan pesan kepada para remaja dengan metode yang
mudah dan tepat.
Namun, pemberian aplikasi media mengingatkan saya sebagai pendidikan nutrisi media untuk
remaja masih perlu dikembangkan sebagai upaya untuk download kekurangan aplikasi berkisar
dari tampilan media, konten konten, spesifikasi ponsel atau ponsel pintar, spesifikasi sistem
pemrograman dan penggunaan yang lebih baik dari 1 server domain yang lebih aman sehingga
akan mengurangi waktu dalam sistem aplikasi, Sehingga pesan disampaikan dan mobil tujuan
yang diinginkan dapat dicapai. Selain itu, untuk mengatasi problem pola makan pada anak remaja,
dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku dari nutrisi yang seimbang bagi remaja,
tetapi para remaja terpapar dengan media yang terus-menerus
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Y., Irawan, I. R., Izwardy, D., Setiawaty, V., Setyawati, B., Sari, Y. D., ... & Febriani, F.
(2021). SOSIODEMOGRAFI STUNTING PADA BALITA DI INDONESIA. Penelitian Gizi dan
Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research), 44(2), 71-78.

Arlius, A., Sudargo, T., & Subejo, S. (2017). Hubungan ketahanan pangan keluarga dengan status
gizi balita (studi di desa palasari dan puskesmas kecamatan legok, kabupaten tangerang). Jurnal
Ketahanan Nasional, 23(3), 359-375.

Nurmayanti, R., Salimo, H., & Dewi, Y. L. R. Effects of Maternal Nutrition Status, Maternal
Education, Maternal Stress, and Family Income on Birthweight and Body Length at Birth in Klaten,
Central Java. In 2nd International Conference on Public Health 2017 (pp. 192-192). Sebelas Maret
University.

Husna, A., Andika, F., & Rahmi, N. (2020). Determinan Kejadian Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Pada Ibu Hamil Di Pustu Lam Hasan Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Journal of
Healthcare Technology and Medicine, 6(1), 608-615.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai