OPERKULEKTOMI
Dosen Pembimbing:
drg. Helmi Hirawan Sp. BM
Disusun Oleh:
Ghina Nurul ‘Adilah
G4B019012
Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi
Daring
Tanda Tangan
DPJP
Gejala klinis yang umum muncul pada kondisi perikoronitis antara lain
gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, serta rasa
sakit saat mengunyah. Perikoronitis secara klinis dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
a. Perikoronitis akut
Pada perikoronitis akut terjadi pembengkakan pada gingiva disekitar
gigi, eritema, disertai eksudat dan terasa sakit bila ditekan. Rasa sakit yang
muncul dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Gejala yang
timbul meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis,
pembengkakan wajah, eritema, edema, terasa keras saat operkulum
dipalpasi, malaise, bau mulut, dan eksudat purulen yang keluar dari poket
operkulum saat palpasi. Jika tidak segera ditangani maka dapat timbul
gejala sistemik, seperti demam dibawah 38,5o serta rasa ketidaknyamanan.
Trismus juga dapat terjadi pada kondisi perikoronitis akut (Shepherd dan
Brickley, 1994).
b. Perikoronitis Subakut
Perikoronitis subakut ditandai dengan adanya nyeri yang terus
menerus namun tidak disertai oleh trismus atau gejala sistemik.
c. Perikoronitis Kronis
Perikoronitis kronis ditandai dengan timbulnya rasa tidak nyaman
yang terus menerus. Pada gambaran radiologi didapatkan resorpsi tulang
alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental diantara molar
kedua dan ketiga mengalami resorpsi sehingga terdapat poket periodontal
pada distal gigi molar kedua (Laine el al, 2003).
2. Etiologi
Perikoronitis merupakan infeksi bakteri pada gingiva yang paling sering
terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Pada gigi yang erupsi sebagian,
mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum.
Pada saat makan, debris makanan dapat berkumpul pada pseudopoket antara
operkulum dan gigi impaksi. Poket pada operkulum tidak dapat dibersihkan
secara sempurna sehingga mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan sering
mengalami infeksi (Keys and Bartold, 2000).
Penyebab utama dari infeksi ini adalah flora normal rongga mulut yang
terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal tersebut yaitu polibakteri yang
terdiri atas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Sixou et al, 2003).
Bakteri gram positif seperti Gamella, Lactococcus, Streptococcus,
Staphylococcus, Actinomyces, Bacillus, Corynenebacterium, Lactobacillus,
Propionibacterium, Peptostreptococcus, Prevotella, Bacteroides,
Fusobacterium, Leptotrichia, dan Porphyromonas. Sedangkan bakteri gram
negatif antara lain Capnocytophaga dan Pseudomonas. Mikroflora pada
perikoronitis yang ditemukan mirip dengan mikroflora pada poket
periodontal. Bakteri-bakteri tersebut yang memicu inflamasi pada daerah
perikorona. Perikoronitis juga dipicu oleh trauma akibat gigi antagonisnya
yang terus menerus berkontak (Leung, 2004).
Bakteri Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam
dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya
membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat
makanan. Polisakarida yang mempunyai konsistensi seperti gelatin sehingga
bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta saling melekat satu
sama lain. Setelah semakin bertambah, bakteribakteri ini akan menghambat
fungsi saliva dalam menetralkan suasana asam dalam rongga mulut (Volk dan
Wheeler, 1990). Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling
dominan peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Bakteri lain yang
banyak ditemukan pada operkulum perikoronitis adalah Actinomyces.
Actinomyces banyak ditemukan dalam gigi karies, poket gingiva dan kripta
tonsil sebagai saprofit. Prevotella merupakan bakteri lain yang banyak
ditemukan pada operkulum perikoronitis. Prevotella adalah organisme
anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi rongga mulut, termasuk
penyakit periodontal (Eduaro and mario, 2005).
3. Patofisiologi
Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi
diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara
operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia yang
membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat berkumpul pada poket antara
operkulum dan gigi impaksi, sehingga tidak dapat dibersihkan dari sisa
makanan dengan sempurna akhirnya menyebabkan infeksi oleh berbagai
macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang
membentuk koloni di celah tersebut. Keadaan ini juga dapat diperparah
karena salah satunya kebersihan rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat
akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri dan juga
infeksi ini dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam
dan melibatkan spasia jaringan lunak yang lainnya (Bataineh et al, 2003).
4. Operkulektomi
Operkulum adalah flap jaringan gingiva yang padat berserat yang
mencakup sekitar 50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari
molar ketiga pada mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai
operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan menggunakan
menggunakan pisau bedah biasa atau gunting. Operkulektomi atau
perikoronal flap adalah pembuangan operkulum secara bedah. Perawatan
perikoronitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya. Komplikasi
sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang terlibat
nantinya akan dicabut atau dipertahankan (Shepherd dan Brickley, 1994).
Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor usia dan kapan
dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut karena
jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang waktunya
untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka operkulektomi
sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan kontra indikasi
dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi dapat dilakukan
hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian keadaan dievaluasi untuk
dapat melakukan operkulektomi (Shepherd dan Brickley, 1994).
Pemeriksaan Objektif
1. Keadaan umum pasien baik
2. Inspeksi:
Ekstra Oral : Tidak ada kelainan
Intra Oral : Pembengkakan gusi yang menutupi sebagian distal gigi 38
dan warna sedikit kemerahan
Gigi 38 karies klas 1 GV black
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Assessment
Perikoronitis kronis pada gigi 38
Planning
Operkulektomi
Penatalaksanaan Kasus
Kunjungan I
1. Pemeriksaan keadaan umum pasien dan pengisian informed consent.
2. Persiapan alat dan bahan
Diagnostik set Kassa steril
Pinset Chirugis Povidone iodine
Gunting jaringan Saline
Scaple Pehachaine
Blade no. 15 Coe pack
Spuit
3. Asepsis dan melakukan tindakan anastesi dengan menggunakan 2% lidocaine
with 1:80.000 adrenaline berupa infiltrasi pada bagian lingual dan distal gigi
38
4. Eksisi operkulum sampai ke distal CEJ gigi 38
5. Debridemen dengan saline dan povidon iodin
6. Deep dengan kassa steril
7. Aplikasi coe pack
8. Instruksi dan Edukasi
- Tidak memainkan lidah pada bagian luka
- Diet lunak
- Jangan merokok
- Tidak makan dan mnum panas
9. Pasien diresepkan beberapa obat
R/ Amoxicillin tab 500mg No. XV
S. 3 dd. tab I p.c.
R/ Asam Mefenamat tab 500mg No. X
S.p.r.n. 3 dd. tab I aggied dol. p.c.
Kunjungan II
Pasien kontrol untuk melihat kondisi penyembuhan dan pelepasan coe pack
DAFTAR PUSTAKA
Bataineh QM et al. 2003. The Predisposing Factors of Pericoronitis of
Mandibular Third Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofacial
surgery.
Eduaro AP, Mario JAC. 2005. Prevotella Intermedia and Porphyromonas
GingivaisIsolated from Osseointegrated Dental Implants: Colonization and
Antimicrobial Susceptibility. Brazilian J Microbiol.
Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery
5th edition. St. Louis Missouri. Mosby Elsevier.
Mansour MH, Cox SC. 2006. Patiens Presenting to the general practitioner with
pain from dental origin. Australia Med J.
Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. 1995. Respiratory tract
infections and contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med.
Keys D and Bartold M. 2000. Periodontal conditions of relevance to the
Australian Defence Force. Australian Defence Force Health.
Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic
Inflamation around painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy.
Ped Health Care. Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical Removal of
Third Molars. British Med J.
Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. 2003.
Evaluation of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its
Susceptibility to Different Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro.
Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial
Infection.4th Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company.
Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and
Row, Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990.
Mikrobiologi Dasar jilid 2; Erlangga; Jakarta.