Anda di halaman 1dari 33

MOHAMAD FAJRI RAMADAN

201710110311273
AIK 4

Resume Aik 4 Bab 1- 6

Bab 1
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khuluk yang artinya watak, kelakuan, tabiat,
perangai, budi pekerti, dan tingkah laku atau kebiasaan. Akhlak dalam Islam diartikan
sebagai perangai atau tingkah laku yang ada dalam diri seseorang yang telah melekat dan
dilakukan serta dipertahankan secara terus menerus. Perbedaan akhlak etika dan moral dalam
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur
akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-
norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat).
Sumber akhlak adalah wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits). Sebagai sumber akhlak wahyu
menjelaskan bagaimana berbuat baik. al-Qur’an bukanlah hasil renungan manusia, melainkan
firman Allah SWT yang Maha pandai dam Maha bijaksana. Oleh sebab itu, setiap muslim
berkeyakinan bahwa isi al-Qur’an tidak dapat dibuat dan ditandingi oleh bikinan manusia.
Sumber akhlak yang kedua yaitu al-Hadits meliputi perkataan, ketetapan dan tingkah laku
Rasulullah SAW.
Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri. Muamalah
merupakan cabang ilmu syari'ah dalam cakupan ilmu fiqih. Sedangkan muamalah
mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah politik, ekonomi, sosial.
Pada ruang lingkup fiqih muamalah meliputi seluruh kegiatan muamalah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam, baik berupa perintah maupun larangan-larangannya yang
terkait dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Di atas sudah dijelaskan bahwa berdasarkan aspeknya, muamalah dibagi menjadi dua jenis,
yaitu muamalah adabiyah dan madiyah.

Ruang lingkup muamalah yang bersifat madiyah antara lain adalah sebagai berikut
 Jual-beli ( bai’ )
 Gadai ( rahn )
 Jaminan dan tanggungan ( Kafalah dan Dhaman )
 Pemindahan hutang ( hiwalah )
 Pailit ( taflis )
 Perseroan atau perkongsian ( syirkah )
 Perseroan harta dan tenaga ( mudharabah )
 Sewa menyewa tanah (mukhabarah)
 Upah (ujral al-amah)
 Gugatan (asy syuf’ah)
 Sayembara (al ji’alah)
 Batas bertindak (al hajru)
 Pembagian kekayaan bersama (al qisamah)
 Pemberian (al hibbah)
 Pembebasan (al ibra’), damai (ash shulhu)
 Masalah-masalah seperti bunga bank, kredit, asuransi dan masalah-masalah baru
lainnya.

Bab 2
A. Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam
Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi
kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan
fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran seperti yang terdapat
dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara’:
214)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi
rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
(Thaha: 132)

2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.


Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada
perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan,
perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun
mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan
tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik
dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang
memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana
mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita
perhatikan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap
pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau
melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.”
(Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam
Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’,
no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang
paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.” (Imam Al-
Baihaqi)
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di
antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan
ia berkata: “Hadits hasan shahih.”

3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim


Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim.
Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah
mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim.
Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat
dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami dengan “ba-ah”
(mencari persiapan nikah) dan melarang membunjang dengan larangan yang
sesungguhnya seraya bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang banyak
kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu terhadap para nabi
pada hari kiamat.” (Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki “syahid” pada
riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar)

4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup


Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia
hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk
menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan
melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai
dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang
menikah maka ia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa
kepada Allah dalam setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran, dan
kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda,
barangsiapa dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah.
Karena sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara
farji (kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa.
Karena puasa itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim)

B. Pernikahan sebagai sarana membangun masyarakat


Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan
Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan
kaidah-kaidah yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan
dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama untuk membangun istana
masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak
generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Bila pondasi ini kuat, lurus agama dan akhlak anggotanya maka akan kuat pula
masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Sebaliknya, bila tercerai
berai ikatan keluarga dan kerusakan meracuni anggota-anggotanya maka dampaknya
terlihat pada masyarakat, bagaimana kegoncangan melanda dan rapuhnya kekuatan
sehingga tidak diperoleh rasa aman.
Untuk kepentingan ini perlu dipersiapkan anggota keluarga yang shalih,
tentunya dimulai dari pasangan suami istri. Seorang pria ketika akan menikah
hendaknya mempersiapkan diri dan melihat kemampuan dirinya. Dia harus
membekali diri dengan ilmu agama agar dapat memfungsikan dirinya sebagai
qawwam (pemimpin) yang baik dalam rumah tangga.
Karena Allah Ta`ala telah menetapkan:
“Kaum pria itu adalah pemimpin atas kaum wanita disebabkan Allah telah
melebihkan sebagian mereka (melebihkan kaum pria) di atas sebagian yang lain (di
atas kaum wanita) dan karena kaum pria telah membelanjakan harta-harta mereka
untuk menghidupi wanita…”. ( An Nisa: 34)
Begitupun hendaknya seorang pria menjatuhkan pilihan hidupnya kepada
wanita yang shalihah karena demikian yang dituntunkan oleh Nabi kita yang mulia
Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam
bersabda tentang kelebihan wanita yang shalihah:
“Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah “.
(HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab Ar Radlaa`, Bab Istihbaab
Bila setiap muslim memperhatikan dan melaksanakan dengan baik apa yang
ditetapkan dan digariskan oleh syariat agamanya niscaya ia akan mendapatkan
kelurusan dan ketenangan dalam hidupnya, termasuk dalam kehidupan berkeluarga.
Dan dia benar-benar dapat merasakan tanda kekuasaan Allah ta`ala sebagaimana
dalam firman-Nya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan
untuk kalian pasangan-pasangan kalian dari diri-diri (jenis) kalian sendiri agar kalian
merasa tenang dengan keberadaaan mereka dan Dia menjadikan di antara kalian rasa
cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda –tanda bagi kaum yang mau berfikir”. (Ar Ruum: 21 )
C. pacaran tunangan nikah siri kawin kontrak kawin lintas agama
Pacaran menurut Islam
“Janganlah kamu sekalian mendekati perzinahan, karena zina itu adalah perbuatan
yang keji…” (QS. Al-Isra : 32). Istilah pacaran yang dilakukan oleh anak-anak muda
sekarang ini tidak ada dalam Islam. Yang ada dalam Islam ada yang disebut
“Khitbah” atau melamar dan masa ta’aruf adalah masa perkenalan. Dan masa ta’aruf
keduanya boleh bertemu dan berbincang-bincang di tempat yang aman, maksudnya
ada orang ketiga meskipun tidak terlalu dekat duduknya dengan mereka.
Kalau dilihat dari hukum Islam, pacaran yang dilakukan oleh anak-anak sekarang
adalah haram.

Istilah tunangan tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi kalau mau dicarikan bentuk
yang paling mendekatinya, barangkali yang paling mendekati adalah khitbah, yang
artinya meminang. Tetapi tetap saja ada perbedaan asasi antara tunangan dengan
khitbah. Paling tidak dari segi aturan pergaulannya. Sebab masyarakat kita biasanya
menganggap bahwa pertunangan yang telah terjadi antara sepasang calon pengantin
sudah setengah dari menikah. Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis bahwa yang
sudah bertunangan itu boleh berduaan, berkhalwat berduaan, naik motor
berboncengan, makan, jalan-jalan, nonton dan bahkan sampai menginap. Sedangkan
khitbah itu sendiri adalah ajuan lamaran dari pihak calon suami kepada wali calon
istri yang intinya mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus
dijawab iya atau tidak. Bila telah dijawab ia, maka jadilah wanita tersebut sebagai
'makhthubah', atau wanita yang telah resmi dilamar. Secara hukum dia tidak
diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua
calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat
atau hal-hal yang sejenisnya.

Nikah Siri dalam pandangan agama Islam diperbolehkan sepanjang hal- hal yang
menjadi rukun terpenuhi yaitu rukun nikah. Namun perbedaannya adalah nikah siri
tidak memiliki bukti otentik (secara hukum indonesia/dunia) bila telah menikah
dengan kata lain tidak mempunyai surat sah (buku nikah) sebagai seorang warga
negara yang mempunyai kedudukan yang kuat di dalam hukum namun tidak
memilikinya.
Para ulama Islam sejak dulu hingga sekarang sepakat atas haramnya kawin kontrak.
Berikut ini di antara perkataan ulama-ulama Islam tentang kawin kontrak: Perkataan
Imam Ibnu Al Mundzir: "Pada masa awal Islam ada keringanan (bolehnya) kawin
kontrak, tapi saat ini setahu saya tidak seorang pun yang membolehkannya kecuali
sebahagian dari orang Syi'ah Rafidhah…." Imam Al Khaththabi juga mengatakan:
Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah ijma' (kesepakatan) kecuali oleh
sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang melegalkan kawin kontrak dengan
alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya tidak bisa diterima, sebab riwayat
shahih yang bersumber dari beliau sendiri menunjukkan bahwa nikah kontrak telah
dihapus.

Perkawinan lintas agama


Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan
pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa
ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan
wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka
ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya ,
berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang
pernikahan tersebut.

Bab 3
A. Adapun cara membangun keluarga sakinah yang sesuai dengan ajaran islam adalah
sebagai berikut
 Menikah dan memilih pasangan yang baik
 Saling pengertian
 Saling mengingatkan
 Menjalankan kewajibannya
 Percaya satu sama lain

B. Kewajiban-kewajiban suami kepada istri dan hak yang harus diterima bagi istri itu
setidaknya harus:
 Suami itu harus memberikan Nafkah; nafkah lahir seperti makan dan minum,
belanja perabotan rumah tangga, biaya sekolah, biaya mondok, dan belajar anak-
anaknya. Di samping itu juga, suami harus memberikan nafkah batin, baik
hubungan seksual yang baik dan layak, maupun hubungan psikologis dalam
rumah tangga itu yang juga baik dan layak.

 Suami harus juga memberikan mu’nah. Yang dimaksud dengan mu’nah itu adalah
segala sesuatu di luar kewajiban-kewajiban nafkah tersebut, atau bahasa lain
adalah segala biaya tak terduga, seperti biaya-biaya pengobatan jika sakit, biaya
yang dengan perhiasan istri, biaya untuk istri bersolek dan lain-lain.
Suami juga wajib memberikan biaya kiswah, dalam hal ini suami harus memenuhi
biaya pakaian Istri (secukupnya dan seperlunya).

Semua kewajiban-kewajiban suami di atas itu tentu disesuaikan sesuai


kemampuannya sebagai suami. Kalau penghasilan si suami satu bulan misalnya
hanya berkisar 1 juta rupiah saja, maka bagaimana uang 1 juta rupiah itu harus di
atur sedemikian rupa, sehingga segala kebutuhan rumah tangga itu bisa berjalan
normal; baik itu kebutuhannya sendiri selaku suami, maupun kebutuhan istri dan
anak-anaknya.

C. Management konflik suami-istri


Pertama, rahasia rumah tangga tidak boleh orang lain tahu, sebab rusaknya rumah tangga
dikarenakan rahasia intern yang tersebar kemana-mana.
Kedua, jika ada masalah rumah tangga, selesaikanlah berdua, jangan libatkan orang lain dulu.
o Ketiga, para ibu (baca: istri) jangan sampai meninggalkan rumah saat terjadi
masalah.
o Keempat, sebisa mungkin sebelum tidur seluruh masalah sudah selesai.
o Kelima, sebaik-baik isteri adalah yang pemaaf, maka mudahlah memaafkan.
o Keenam, terkadang ada penyakit gengsi, maka hilangkanlah sifat gengsi itu,
demi keutuhan rumah tangga.
o Ketujuh, jangan mudah meminta cerai. Sebab sebagian wanita tatkala ada
sedikit masalah, ia mudah minta cerai.
o Kedelapan, jalan terbaik adalah kendalikan emosi. Baik pihak suami maupun
isteri.
o Kesembilan, teladanilah Abu Darda’, ia berkata kepada isterinya; “Jika saya
marah, kamu jangan marah. Jika kamu marah, saya tidak akan marah. Jika kita
marah bersamaan, betapa cepatnya kita berpisah.”
o Kesepuluh, jika isteri menggunakan kecerdasan, kesabaran, dan usaha keras di
tempat yang tepat, maka ia akan menciptakan banyak keajaiban.

Bab 4
A. Masyarakat Dambaan Islam
Manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh
dalam mencapai kebahagiaan bersama. Masyarakat dengan semangat Islam membentuk
tatanan-tatanan yang bersumber dari hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Tatanan-tatanan tersebut minimal bersendikan :
 Tauhidullah
 Ukhuwah Islamiyyah
 Persamaan dan kesetiakawanan
 Musyawarah dan Tasamuh
 Jihad dan amal shaleh
 Istiqamah

B. Toleransi dalam umat beragama dalam islam


Toleransi antar umat beragama dapat diwujudkan dalam bentuk Saling menghormati,
memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya, dan saling tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat.

C. Prinsip dalam islam tentang kesejahteraan sosial


 pesaudaraan dan persatuan
 persamaan
 Kebebasan
 Pertahanan
 Hidup bertetangga
 Perdamaian
 Bermusyawarah
 Keadilan
 Pelaksanaan hukum
 Kepemimpinan

D. Pandangan islam terhadap beberapa persoalan sosial kemiskinan kebodohan pengangguran


Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam
rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di mana semua itu semakin hari
semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan telapak
tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya ekonomi,
kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja, ketenagakerjaan. Selain itu ada
segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi masalah ini, yaitu agama. Islam
memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits.
ِ ‫ق لِلسَّائِ ِل َو ْال َمحْ ر‬
‫ُوم‬ ٌّ ‫َوفِي أَ ْم َوالِ ِه ْم َح‬
Artinya: Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang
miskin yang tidak meminta, (QS. Az-Zariyat, 51:19)Kebodohan (al-Jahilia)
Jika Al-Qur’an menyatakan, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang
berilmu, melebihi yang lainnya, berarti kebodohanlah yang menjadi salah satu penyebab
kemerosotan dan keterbelakangan martabat manusia. Oleh karena itu Islam memandang
penanggulangan kebodohan itu sebagai ibadah, sebaliknya membiarkan kebodohan
dipandang sebagai tindak kemungkaran. Ada sebuah hadis yang menegaskan masalah ini,
yakni tentang komunitas muslim yang disebut “Asy ‘ariyin, suatu kelompok terpelajar yang
membiarka lingkungannya tetap dalam kebodohan.
ْ َ‫ظلَ ْمنَاهُ ْم َولَ ِك ْن َكانُوا أَ ْنفُ َسهُ ْم ي‬
َ‫ظلِ ُمون‬ َ َ‫َو َعلَى الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َما ق‬
َ ‫صصْ نَا َعلَ ْيكَ ِم ْن قَ ْب ُل َو َما‬
Artinya:
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami harapkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu
kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetap merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri. (QS. An-Nahl 16: 118)

Penggangguran
Islam telah memperingatkan agar umatnya jangan sampai ada yang menganggur dan
terpeleset kejurang kemiskinan, karena ditakutkan dengan kemiskinan tersebut seseorang
akan berbuat apa saja termasuk yang merugikan orang lain demi terpenuhinya kebutuhan
pribadinya, ada sebuah hadist yang mengatakan “ kemiskinan akan mendekatkan kepada
kekufuran. Namun kenyataannya, tingkat pengangguran di negara – negara yang mayoritas
berpenduduk muslim relatif tinggi. Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang buruknya
pengangguran, baik bagi individu, masyarakat ataupun negara, akan meningkatkan motivasi
untuk bekerja lebih serius. Walaupun Allah telah berjanji akan menaggung rizqi kita semua,
namun hal itu bukan berarti tanpa ada persyaratan yang perlu untuk dipenuhi. Syarat yang
paling utama adalah kita harus berusaha untuk mencari rizqi yang dijanjikan itu, karena Allah
SWT telah menciptakan “sistem” yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang akan
mendapatkan rizqi dan barang siapa yang berpangku tangan maka dia akan kehilangan
rizqi.Artinya, ada suatu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan rizqi tersebut.

Bab 5

A. Keutamaan Ilmu

Dalam agama Islam, ilmu merupakan sarana yang amat penting untuk meningkatkan iman.
Oleh karena itu, kita mendapatkan banyak himbauan yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad saw. mengenai keutamaan ilmu ini, di antaranya adalah sebagai berikut:

Di antara hasad yang diperbolehkan


Secara umum, hasad atau iri itu dilarang, alias haram. Namun untuk ilmu, apalagi ilmu yang
bermanfaat, hasad itu diperbolehkan. Nabi Muhammad saw. bersabda:
ُ‫ َو َر ُج} ٌل آتَ}}اهُ هللا‬، ‫ق‬ َ ‫ فَ َس }لَّطَهُ َعلَى هَلَ َكتِ } ِه فِي‬، ً‫ َر ُج} ٌل آتَ}}اهُ هللاُ َم}}اال‬: ‫ال َح َس } َد إِالَّ في ْاثنَتَ ْي ِن‬
ِّ }‫الح‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫ فَهُ َو يَ ْق‬، َ‫ ال ِح ْك َمة‬.
ٌ ‫ متف‬. ‫ضي بِهَا َويُ َعلِّ ُمهَا‬
“Hasad itu tidak diperkenankan, kecuali dalam dua hal. Pertama, hasad pada seseorang yang
diberi oleh Allah akan harta yang melimpah, lalu ia menghabiskan harta itu di jalan
kebenaran. Kedua, hasad pada seseorang yang diberi oleh Allah akan ilmu, lalu ia
menggunakan ilmu itu untuk memutuskan perkara dan mengajarkannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Memudahkan penuntut ilmu masuk surga


Kebanyakan umat Islam menganggap bahwa orang yang dimudahkan masuk surga adalah
orang yang ahli ibadah; banyak puasa atau shalat misalnya. Namun ternyata, menuntut ilmu
juga merupakan jalan untuk mencapai surga, bahkan dimudahkan. Nabi Muhammad saw.
bersabda:
‫ رواه مسلم‬. ‫الجنَّ ِة‬ َ ُ‫ َسهَّ َل هللاُ لَه‬، ً ‫ط ِريقا ً يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْلما‬
َ ‫ط ِريقا ً إِلَى‬ َ ‫ك‬
َ َ‫ َو َم ْن َسل‬.
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Ilmu merupakan salah satu sumber pahala tiada henti


Selain shadaqah jariyah dan anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya, ilmu yang
bermanfaat merupakan sumber pahala yang senantiasa mengalirkan pahala bagi orang yang
mengajarkan ilmu dengan tulus. Nabi Muhammad saw. bersabda:
‫ح‬ َ ‫ أَوْ َولَ} ٍد‬، ‫ أَوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ} ُع بِ} ِه‬، ‫اريَ} ٍة‬
ٍ ِ‫ص}ال‬ ِ ‫ص} َدقَ ٍة َج‬ ٍ ‫إِ َذا َماتَ ابْنُ آ َد َم ا ْنقَطَ َع َع َملُ}هُ إِالَّ ِم ْن ثَال‬
َ :‫ث‬
‫ رواه مسلم‬. ُ‫ يَ ْدعُو لَه‬.
“Apabila anak Adam (manusia) meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga
hal, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa
mendoakannya.” (HR. Muslim)

Orang yang belajar itu sama dengan berjihad


Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa jihad itu harus dengan senjata. Ternyata belajar
itu termasuk jihad. Nabi Muhammad saw. bersabda:
ِ ‫ب ال ِع ْل ِم فَهُ َو في َس‬
‫ رواه الترمذي‬. ‫بيل هللاِ َحتَّى يَرْ ِج َع‬ ِ َ‫َم ْن خَ َر َج في طَل‬
“Barangsiapa keluar rumah untuk menuntut suatu ilmu, maka ia sama dengan orang yang
berangkat jihad fi sabilillah, sampai ia kembali ke rumahnya.” (HR. Tirmidzi)

Malaikat pun membentangkan sayap untuk pencari ilmu


Malaikat adalah makhluk Allah yang tidak pernah bermaksiat. Rasulullah saw.
menggambarkan kemuliaan orang yang menuntut itu dengan hadirnya para malaikat yang
mengembangkan sayapnya untuk orang tersebut.
‫ رواه أبو داود والترمذي‬. ‫ب ال ِع ْل ِم ِرضا ً بِ َما يَصْ نَ ُع‬
ِ ِ‫ض ُع أجْ نِ َحتَهَا لِطَال‬
َ َ‫إن ال َمالَئِ َكةَ لَت‬
َّ ‫ َو‬.
“Sungguh para malaikat itu membentangkan sayapnya pada orang yang sedang menuntut
ilmu sebagai tanda ridha malaikat pada orang itu. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Keutamaan Ilmuwan

Apabila Islam demikian menghargai usaha orang-orang yang menuntut ilmu, sudah
selayaknya Islam pun amat menghargai orang-orang yang berilmu. Berikut ini beberapa
keutamaan ilmuwan:

Ditinggikan derajatnya
Menggambarkan keutamaan orang yang berilmu atau ilmuwan, Allah Ta’ala berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Hanya orang yang berilmu yang selamat


Lalu Nabi Muhammad saw. seakan menegaskan keutamaan ilmuwan itu dengan sabda
beliau:
‫ رواه‬. ً ‫ أَوْ ُمتَ َعلِّم}ا‬، ً ‫ َوعَالِم}ا‬، ُ‫ َو َم}ا َوااله‬، ‫ إِالَّ ِذ ْك} َر هللا تَ َع}}الَى‬، ‫}ون َم}}ا فِيهَ}}ا‬
ٌ }‫ َم ْل ُع‬، ٌ‫ال ُّد ْنيَا َم ْلعُونَة‬
‫الترمذي‬
“Dunia itu terlaknat, dan terlaknatlah semua yang ada di dunia itu, kecuali dzikir kepada
Allah, ketaatan kepada-Nya, dan orang yang berilmu, atau yang mengajarkan ilmu. ” (HR.
Tirmidzi)

Dimohonkan ampunan oleh seluruh penduduk langit dan bumi


Keutamaan ilmuwan atau orang yang berilmu itu bukan hanya mendapat kemuliaan di sisi
sesama manunia. Kemuliaan ilmuwan itu juga memperoleh perhatian di sisi makhluk Allah
yang lain, yaitu hewan-hewan yang hidup di daratan maupun di lautan.
Hal ini tidaklah mengherankan, karena ilmuwan atau orang yang berilmu dengan ilmu yang
benar akan juga memperhatikan nasib sesama makhluk hidup. Seorang ilmuwan yang
berperilaku sesuai dengan ilmunya akan memperhatikan dampak kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak merugikan apalagi membinasakan sesama
makhluk hidup, meskipun ia hanya seekor hewan.
‫ رواه أَبُ}و داود‬. ‫ض َحتَّى الحيتَ}انُ في ال َم}ا ِء‬
ِ ْ‫ت َو َم ْن فِي األر‬ َّ ‫إن ال َعالِ َم لَيَ ْس}تَ ْغفِ ُر لَ}هُ َم ْن فِي‬
ِ ‫الس}ما َوا‬ َّ ‫َو‬
‫ والترمذي‬.
“Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi itu selalu memohonkan ampunan bagi
orang yang berilmu, termasuk ikan paus di laut.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Memperoleh keutamaan jauh di atas ahli ibadah


Seorang yang beribadah berdasarkan ilmu jauh lebih mulia daripada seorang yang
beribadah hanya berdasarkan ikut-ikutan, meskipun praktik ibadahnya secara dhahir adalah
sama. Sama-sama benar. Tapi orang yang pertama beribadah dengan mengetahui ilmunya,
sementara orang yang kedua beribadah tanpa mengetahui ilmunya. Hal ini menunjukkan
betapa mulianya orang yang ahli ibadah berdasarkan ilmu.
‫ رواه أَبُو داود والترمذي‬. ‫ب‬
ِ ‫ َوفضْ ُل ال َعالِ ِم َعلَى ال َعابِ ِد َكفَضْ ِل القَ َم ِر َعلَى َسائِ ِر ال َك َوا ِك‬.
“Keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah itu ibarat keutamaan bulan
atas seluruh bintang-bintang.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Pewaris para nabi


Secara umum, hubungan waris-mewarisi itu merupakan salah satu hubungan yang amat
khusus antara seseorang dengan orang yang lain, seperti adanya hubungan darah atau
urusan pembebasan dari perbudakan (sebagaimana dahulu terjadi pada masa Islam klasik).
Artinya, hubungan waris-mewarisi itu bukan sembarang hubungan yang bisa diada-adakan
secara sembarangan. Adalah sebuah kemuliaan apabila seorang muslim memiliki “hubungan
yang khusus” itu dengan manusia paling mulia, bahkan nabi yang paling mulia, yaitu Nabi
Muhammad saw. Nah, ternyata jalan mencapai kemuliaan itu adalah melalui jalur ilmu.
ُ‫ فَ َم ْن أَخَ} َذه‬، ‫إن األ ْنبِيَا َء لَ ْم يَ َو ِّرثُوا ِدينَاراً َوالَ ِدرْ هَما ً َوإنَّ َم}ا َو َّرثُ}وا ال ِع ْل َم‬
َّ ‫ َو‬، ‫إن ال ُعلَ َما َء َو َرثَةُ األ ْنبِيَا ِء‬
َّ ‫َو‬
‫ رواه أَبُو داود والترمذي‬. ‫ظ َوافِ ٍر‬ َ ‫ أَ َخ َذ‬.
ٍّ ‫بح‬
“Sesungguhnya orang-orang yang berilmu adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi
itu tidak mewariskan dirham. Para nabi itu hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa
mengambilnya, maka ia telah mengambil keuntungan yang besar. ” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)

Keutamaan Majelis Ilmu

Mengingat demikian utamanya ilmu dan ilmuwan, sudah tentu hal ini menunjukkan
keutamaan majelis ilmu. Keutamaan mejelis ilmu ini bisa kita pahami dengan adanya etika
atau akhlak mencari ilmu yang akan kita rinci dalam bahasan berikutnya. Semoga Allah
memberikan kemudahan.

B. ANTARA ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM


Ada anggapan, bahwa ilmu agama itu lebih mulia daripada ilmu umum. Ilmu agama
itu diartikan sebagai ilmu yang secara langsung merujuk kepada al-Qur ’an dan hadits,
seperti ilmu akidah dan fikih, atau seperti tata cara wudhu dan shalat. Sementara ilmu
umum itu diartikan sebagai ilmu yang tidak secara langsung merujuk kepada al-Qur ’an
dan hadits, seperti ilmu teknik dan kedokteran, atau seperti tata cara membuat
jembatan dengan baik dan mengobati penyakit dengan benar. Boleh jadi anggapan itu
timbul dari pemahaman sebuah hadits yang merupakan sabda Nabi Muhammad saw.:
ٌ ‫ متف‬. ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخيْراً يُفَقِّ ْههُ في الدِّي ِن‬
. ‫ق َعلَ ْي ِه‬
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah akan suatu kebaikan, maka Allah akan
memahamkan orang itu pada agama.” (Muttafaq ‘alaih)
Berdasarkan hadits di atas, menurut anggapan itu, bila Allah hendak memberikan
kebaikan kepada seorang hamba, maka Allah akan memberikan pemahaman yang baik
kepadanya tentang agama. Sebaliknya, bila Allah tidak ingin memberikan kebaikan
kepada seorang hamba, maka Allah tidak akan memberikan pemahaman yang baik
tentang agama kepadanya.

C. AKHLAK MENCARI DAN MENGAJARKAN ILMU

Akhlak mencari ilmu

Berikut ini beberapa petunjuk yang diajarkan oleh agama Islam sebagai akhlak mencari ilmu:

Niat yang tulus


Secara khusus, Rasulullah saw. mengingatkan umatnya untuk menjaga niat yang benar
dalam belajar. Beliau bersabda:
، ‫يب بِ} ِه ع ََرض}ا ً ِمنَ ال} ُّد ْنيَا‬
َ ‫ص‬ِ ُ‫ ال يَتَ َعلَّ ُمهُ إِالَّ لِي‬- ‫ عز وجل‬- ِ‫َم ْن تَ َعلَّ َم ِع ْلما ً ِم َّما يُ ْبتَغَى بِ ِه َوجْ هُ هللا‬
‫ رواه أَبُو داود‬. ‫ لَ ْم يَ ِج ْد َعرْ فَ ال َجنَّ ِة يَوْ َم القِيَا َم ِة‬.
“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya untuk mencapai ridha
Allah ‘Azza wa Jalla, namun ia mempelajarinya untuk mencapai keuntungan
duniawi, maka kelak di hari kiamat ia tidak akan mendapati aroma surga.” (HR.
Abu Dawud)

Selalu berusaha menambah ilmu


Di antara akhlak orang yang mencari ilmu itu, hendaknya ia tidak pernah berhenti berusaha
menambah ilmu yang telah dimilikinya. Hal ini karena ilmu merupakan lautan yang amat
luas, tanpa dasar dan tepian. Dalam al-Qur’an, Allah pun tidak pernah memerintahkan Nabi
Muhammad saw. untuk menambah sesuatu selain menambah ilmu. Allah SWT. berfirman:
“Dan berdoalah, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmu padaku.” (QS: Thaha: 114).
Sufyan bin ‘Uyainah, salah seorang ulama besar, ditanya, “Siapakah orang yang paling
berkepentingan untuk terus menambah ilmu?” Ia menjawab, “Orang yang paling banyak
ilmunya, karena kesalahan yang dia lakukan menjadi nampak lebih buruk.”
Berguru pada ahlinya
Juga di antara akhlak mencari ilmu itu adalah berguru kepada orang yang mumpuni di
bidangnya. Apabila hendak belajar ilmu tafsir, hendaknya berguru kepada orang yang ahli
tafsir, bukan kepada ahli filsafat atau matematika. Demikian pula apabila hendak belajar
ilmu hadits, hendaknya juga berguru kepada ahli hadits, bukan kepada seorang insinyur
ataun sosiolog. Allah SWT berfirman:
“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, bila engkau tidak mengetahui
ilmunya.” (QS: al-Nahl: 43 dan al-Anbiya’: 7). Sebagaimana Allah berpesan:
“Seseorang tidaklah akan mampu memberimu ilmu, selain orang yang benar-benar ahlinya. ”
(QS: Fathir: 14)

Bertanya dengan tepat


Juga di antara akhlak mencari ilmu yaitu bertanya sesuai dengan keperluan, bertanya pada
waktu yang tepat, dan tidak bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan mubadzir.
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah, Allah SWT mengisahkan tentang Bani Israel yang suka
menanyakan hal-hal yang sebenarnya sebenarnya sederhana menjadi rumit, karena
pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Bila kita perhatikan, dalam al-Qur ’an disebutkan
beberapa macam pertanyaan. Pertama, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-
orang musyrik, seperti kapan terjadinya hari kiamat. Sebuah pertanyaan yang jawabannya
hanya Allah yang mengetahuinya.
Kedua, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Yahudi, atau pertanyaan-
pertanyaan yang berasal dari mereka dan disampaikan kepada orang-orang Quraisy, seperti
pertanyaan tentang ruh dan Dzulqarnain.
Ketiga, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para shahabat. Bila kita perhatikan,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para shahabat itu merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang praktis, sesuai dengan keperluan nyata mereka sehari-hari. Seperti
pertanyaan tentang hilal, apa yang perlu disedekahkan, hukum khamer dan perjudian, dan
darah haidh.

Akhlak mengajarkan ilmu

Setelah mendapatkan ilmu, hendaknya kita berusaha mengajarkannya dengan sebaik


mungkin. Dengan demikian, kita akan mencapai peringkat rabbani. Allah Swt. berfirman:
“Namun jadilah kalian sebagai rabbani, berdasarkan apa yang telah engkau pelajari dari al-
Kitab dan berdasarkan apa yang telah engkau amati.” (QS: Ali ‘Imram: 79). Para ulama
menjelaskan, kata rabbni di sini artinya orang yang berilmu, beramal, dan mengarjarkan.
Berikut ini beberapa akhlak dalam mengajarkan ilmu, kami paparkan satu per satu secara
singkat:

Tidak menyembunyikan ilmu


Apabila ditanyakan tentang suatu ilmu, dan kita mengetahuinya dengan baik, hendaknya
kita mengajarkan pengetahuan itu. Nabi Muhammad saw berpesan:

ٍ ‫ أُ ْل ِج َم يَوْ َم القِيَا َم ِة بِلِ َج ٍام ِم ْن ن‬، ُ‫ َم ْن ُسئِ َل عن ِع ْل ٍم فَ َكتَ َمه‬.


‫ رواه أَبُو داود والترمذي‬. ‫َار‬
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikan ilmu itu, maka kelak di
hari kiamat ia akan dicambuk dengan cambuk dari api.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Tidak segan mengatakan tidak tahu


Apabila kita ditanya tentang suatu ilmu, dan kita tidak mengetahuinya dengan baik,
hendaknya kita tidak merasa malu untuk mengatakan, “Saya tidak tahu.” Dalam hal ini Nabi
Muhammad saw berpesan:

ِ ‫ َول ِك ْن يَ ْقبِضُ ال ِع ْل َم بِقَب‬، ‫اس‬


‫ َحتَّى إِ َذا لَ ْم‬، ‫ْض ال ُعلَ َما ِء‬ ِ َّ‫إن هللاَ الَ يَ ْقبِضُ ال ِع ْل َم ا ْنتِ َزاعا ً يَ ْنتَزعهُ ِمنَ الن‬
َّ
‫ق َعلَ ْي ِه‬ٌ ‫ متف‬. ‫ض ُّلوا‬ َ َ‫ ف‬، ‫ فَ ُسئِلُوا فَأ ْفتوا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم‬، ً‫ اتَّ َخ َذ النَّاسُ ُرؤُوسا ً ُجهَّاال‬، ً ‫ْق عَالِما‬
َ ‫ض ُّلوا َوأ‬ ِ ‫ يُب‬.
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut suatu ilmu secara tiba-tiba dari tengah manusia. Tapi
Allah mencabut ilmu itu dengan mengambil para ulama. Sehingga, apabila tidak ada lagi
orang yang berilmu, orang-orang pun bertanya kepada orang-orang yang jahil. Lalu orang-
orang jahil itu pun ditanya tentang beberapa perkara, dan mereka pun memberikan fatwa
tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.” (Muttafaq ‘alaih)

D. PRINSIP ISLMA DALAM PENGEMBANGAN IPTEK


Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang tanpa norma-norma moral dan agama
akan mendatangkan malapetaka, bukan hanya bagi umat manusia, namun juga bagi hewan-
hewan, tumbuhan dan lingkungan. Oleh karena itu sudah seharusnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu selalu dalam arahan dan pengawasan agama, terutama
agama Islam.
Memperhatikan halal dan haram

Dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya manusia


memperhatikan aturan agama, terutama yang berkaitan dengan apa-apa yang telah
diharamkan secara tegas. Mungkin saja dengan kemajuan teknologi, manusia bisa
melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sebagian manusia, namun sebenarnya hal itu
dilarang oleh agama. Misalnya usaha mengkloning manusia, dan merubah jenis kelamin.

Memperhatikan maslahat bagi masyarakat umum

Dalam usaha menjaga keamanan nasional, hampir semua negara di dunia sekarang ini
berlomba-lomba mempersiapkan diri dengan alat-alat tempur. Ada sederetan nama-nama
bom atau rudal, di samping pesawat tempur, kendaraan lapis baja, dan kapal-kapal besar
super canggih. Lalu apabila kita mempertanyakan, apa sebenarnya maslahat yang bisa
diambil dari dikembangkannya berbagai alat tempur seperti itu selain kekuasaan bagi
negara-negara tertentu? Senjata memang perlu, namun penggunaan teknologi yang
semakin maju dalam hal ini justru semakin mudah pula untuk menghancurkan kehidupan.
Sudah sepantasnya, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal senjata ini
sejak awal diperhitungkan apa maslahatnya untuk kehidupan bersama.

Memperhatikan skala prioritas

Di zaman yang serba canggih seperti zaman sekarang, realitanya masih banyak warga
negara atau warga dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, seharusnya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai semakin memperlebar
jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin. Artinya, jangan sampai ilmu pengetahuan
dan teknologi itu dikembangkan justru untuk kepentingan si kaya semata.

Menjauhi sikap mubadzir

Dalam hukum Islam ada empat istilah yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan
manusia, yaitu: dharuriyat, hajiyat, tahsiniyat dan kamaliyat. Dharuriyat adalah kebutuhan
yang apabila tidak tercukupi menjadikan manusia mati, seperti kebutuhan kepada makanan
yang cukup. Hajiyat adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi tidak menjadikan
manusia mati, tapi akan membuatnya hidup dengan susah payah, seperti kebutuhan kepada
aneka macam masakan yang lezat. Tahsiniyat adalah kebutuhan untuk keindahan, seperti
aneka tempat makanan yang berwarna-warni. Ketiga kebutuhan ini hukumnya adalah boleh
atau halal.

E. BEBERAPA PERSOALAN BIOAKHLAK DALAM PANDANGAN ISLAM


Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah kita bahas, berikut ini akan kita tilik ulang beberapa
persoalan bioakhlak dalam pandangan Islam.

Bayi Tabung

Tidak ragu lagi, pernikahan sebagai lembaga suci dalam masyarakat yang beragama akan
semakin kokoh ikatannya dengan lahirnya seorang bayi. Namun realita menunjukkan bahwa
tidak semua pasangan suami-istri diberi kemudahan yang sama antara satu dengan yang
lain. Ada yang yang baru menikah langsung “isi ”. Namun ada juga yang usia pernikahannya
sudah lebih dari sepuluh tahun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Melalui bantuan
teknologi, sebagian pasangan suami-istri yang kesulitan memperoleh keturunan dapat
menemukan solusi. Salah satu solusi itu adalah teknologi bayi tabung.
Proses teknologi bayi tabung itu sebenarnya tidak ubahnya sebagai proses pembuahan
alami, yaitu bertemunya sel sperma dengan sel telur. Hanya saja pembuahan alami terjadi
dalam rahim seorang calon ibu, sementara pembuahan bayi tabung dilakukan di sebuah
tempat khusus hasil karya manusia. Dengan kemajuan teknologi, sepasang suami-istri yang
telah diketahui dimungkinkan memiliki anak, namun ternyata selalu gagal dalam proses
pembuahan, bisa memperoleh solusi dengan bantuan para dokter melalui proses ini. Lalu
bagaimana sikap Islam terhadap bayi tabung ini? Halal atau haram?
Secara umum, para ulama memperbolehkan pemanfaatan teknologi bayi tabung ini,
sepanjang memperhatikan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu:
Pertama, hendaknya sperma dan ovum berasal dari sepasang suami istri. Oleh karena itu,
pembuahan yang dilakukan antara sperma dan ovum yang berasal dari luar pasangan tidak
bisa dibenarkan. Pembuahan seperti ini menjadi tidak berbeda dengan perzinahan yang
diharamkan.
Kedua, hendaknya rahim tempat bersemainya bakal janin itu adalah istri dari pemilik
sperma. Yang demikian ini diatur, sehingga tidak ada wanita yang mengandung benih dari
laki-laki yang bukan suaminya. Bila hal ini diabaikan, akan lahir bayi dari rahim seorang
wanita yang bukan istri dari bapaknya. Tentu saja dampak dari pengabaian ini akan
menimbulkan kekacauan hukum perkawinan.

Kloning

Dengan bantuan teknologi pula, sekarang makhluk hidup yang biasanya berketurunan
dengan cara bertemunya sel sperma dengan sel telur, menjadi tidak demikian. Dengan
bantuan teknologi yang disebut dengan kloning, telah dimungkinkan terjadinya pembuahan
tanpa bantuan sperma. Secara sederhana, proses kloning ini terjadi dengan cara:
Pertama, menyiapkan sebuah sel telur yang diambil inti selnya.
Kedua, mengambil inti sel dari sel selain sel telur.
Ketiga, menyuntikkan inti sel tersebut ke dalam sel telur di atas. Dengan proses demikian,
terbentuklah zigot atau bakal janin.

Operasi Ganti Kelamin

Berkat kecanggihan teknologi pula, sekarang manusia bisa melakukan operasi ganti kelamin.
Seorang yang semula berkelamin laki-laki bisa berganti kelamin perempuan, dan sebaliknya.
Dalam Islam, jenis kelamin mempengaruhi kedudukannya dalam melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang hamba. Dalam Islam, pembedaan jenis kelamin memiliki
konsekuensi yang serius, sejak lahir hingga mati.
Bagi seorang bayi laki-laki aqiqahnya adalah dua ekor kambing, sedangkan aqiqah seorang
bayi perempuan satu ekor kambing. Aurat laki-laki adalah sebatas pusar hingga lutut,
sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Hak waris seorang anak perempuan adalah separo dari hak waris seorang anak laki-laki.
Ketika seorang laki-laki meninggal, kain kafannya berlapis tiga. Sedangkan ketika seorang
wanita meninggal, kain kafannya berlapis lima. Demikian pula ada pembedaan di mana
posisi seorang imam shalat jenazah berdiri; dibedakan antara jenazah laki-laki dan jenazah
perempuan. Mengingat konsekuensi-konsekuensi hukum di atas, operasi ganti kelamin
hukumnya adalah haram.

Bedah Plastik

Rasulullah Saw. pernah menyampaikan bahwa Allah itu indah dan menyukai semua yang
indah. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. memberikan teladan kepada kita bagaimana
berperilaku untuk menjaga dan menyempurnakan keindahan-keindahan yang telah
diberikan oleh Allah Swt. Mulai dari berpakaian, menyisir rambut, memotong rambut dan
kuku, serta menggunakan wangi-wangian.
Secara fitrah kesenangan untuk tampil indah itu memang sudah diberikan oleh Allah kepada
setiap manusia. Namun banyak manusia yang karena saking inginnya tampil lebih indah
membuatnya melakukan hal-hal yang melebihi kewajaran. Seperti mengerok alis dan
menggantinya dengan gambar pensil atau tato. Bahkan dengan bantuan kecanggihan
teknologi, manusia bisa mengganti bentuk hidung, bibir, atau anggota tubuh yang lain.

Bab 6

A. Prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam


Menurut Metwally1, prinsip-prinsip ekonomi Islam secara garis besar dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah kepada manusia, sehingga
pemanfaatannya haruslah bisa dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Implikasinya
adalah manusia harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya
dan orang lain.
2. Kepemilikan pribadi diakui dalam batas-batas tertentu yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak
sah.
3. Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi Islam. Islam mendorong
manusia untuk bekerja dan berjuang mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara,
asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dijamin oleh Allah bahwa
Allah telah menetapkan rizki setiap makhluk yang diciptakan-Nya.
4. Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya,
dan harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran
produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya dialokasikan untuk
kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari oleh sunnah Rasulullah yang
menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama atas air, padang rumput,
dan api.
1
Metwally, M.M, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta : PT. Bangkit Daya Insana. 1995,
h. 25
6. Seorang muslim harus tunduk pada Allah dan hari pertanggungjawaban di akherat
(QS. 2:281). Kondisi ini akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-
hal yang berhubungan dengan maisir, gharar, dan berusaha dengan cara yang bathil,
melampaui batas dan sebagainya.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Zakat ini
merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang ditujukan untuk orang
miskin dan mereka yang membutuhkan.
8. Islam melarang riba dalam segala bentuknya. Secara tegas dan jelas hal ini tercantum
dalam QS 30:39, 4:160-161, 3:130, dan 2:278-279.

B. Beberapa Persoalan Ekonomi dalam Islam


1. Perbankan Syari’ah
Secara Umum Pengertian Bank Islam (Islamic Bank) Adalah Bank Yang
Pengoperasiannya Disesuaikan Dengan Prinsip Syariat Islam. Saat Ini Banyak
Istilah Yang Diberikan Untuk Menyebut Entitas Bank Islam Selain Istilah Bank
Islam Itu Sendiri, Yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa
Riba (Lariba Bank), Dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).
Fungsi Bank Syariah Secara Garis Besar Tidak Berbeda Dengan Bank
Konvensional, Yakni Sebagai Lembaga Intermediasi (Intermediary Institution)
Yang Mengerahkan Dana Dari Masyarakat Dan Menyalurkan Kembali Dana-
Dana Tersebut Kepada Masyarakat Yang Membutuhkannya Dalam Bentuk
Fasilitas Pembiayaan. Perbedaan Pokoknya Terletak Dalam Jenis Keuntungan
Yang Diambil Bank Dari Transaksi-Transaksi Yang Dilakukannya. Bila Bank
Konvensional Mendasarkan Keuntungannya Dari Pengambilan Bunga, Maka
Bank Syariah Dari Apa Yang Disebut Sebagai Imbalan, Baik Berupa Jasa (Fee-
Base Income) Maupun Mark-Up Atau Profit Margin, Serta Bagi Hasil (Loss And
Profit Sharing).
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain2:
- Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip
dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah
Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus
kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
2
- Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun
waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah
yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan
nisbah bagi hasil tertentu.
- Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model
partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam
rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio
ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan
mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
- Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio
tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak
Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan,
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan.
- Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang
bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari
hasil panen.
- Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana
nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan,
dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil
panen.
- Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli.
Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian
menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai
margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat
mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal
dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka
yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu
yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
- Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di
kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang
dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan
harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak.
Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6
bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak
dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam
kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir).
Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan
rekanan yang direkomendasikan penjual.
- Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga
barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di
kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan
penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat
secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang
mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan
pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

2. Asuransi (Takâful)
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’mîn yang berasal dari kata amanah yang berarti
memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah
menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang
ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang.
Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian
pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’mîn, takâful’ atau tadhâmun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan
syariah3.
Akad atau perjanjian yang menjadi dasar bagi setiap transaksi, termasuk dalam asuransi
atau yang lazim disebut dengan polis juga harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip
syari’ah, Untuk itu maka dalam pembuatan polis asuransi dapat menerapkan akad-akad
tradisional Islam. Berdasarkan fatwa DSN-MUI, jenis-jenis akad yang dapat diterapkan

3
dalam asuransi syari’ah adalah : akad mudhârabah, akad mudhârabah musytarakah, akad
wakâlahbil-ujrah, dan akad tabarru’4.
Konsep asuransi syari’ah adalah risk sharing (pembagian resiko) berdasarkan prinsip
tolong menolong. Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menekankan pada
pengalihan resiko (risk transfering). Prinsip tolong menolong ini dalam Islam dikenal
dengan prinsip ta’âwuniyah. Hal ini didasarkan pada ketentuan al-Qur `an surat al-
Maidah ayat 2
3. Penggadaian (Rahn)
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu
kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan
barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Dalam istilah bahasa Arab, gadai
diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al- habsu . Secara etimologis, pengertian
rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang
tersebut.
Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah SAW., dan Rasulullah sendiri pernah
melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara
sukarela atas dasar tolong-menolong. Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum
Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas
dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman
berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia, dan lainnya.
Adapun boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-Qur’an, As-Sunnah
dan Ijtihad. Dari ketiga sumber hukum tersebut disajikan dasar hukum sebagai berikut:
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai
adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283. Inti dari dua ayat tersebut adalah: “Apabila
kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu
menuliskan, yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau satu seorang saksi laki-laki
dan dua orang saksi perempuan”.
2. As-Sunnah : Dalam hadist berasal dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi Muhammad
SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang, sebagai
tanggungan atas utangnya itu Nabi Muhammad SAW menyerahkan baju besinya (HR.
Bukhari).
Secara umum lembaga pegadaian mempunyai produk jasa berupa5 :

5
Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: PT Alumni, 2005, h. 158-159
a. Gadai
Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus
dipenuhi pada saat itu juga, dengan barang jaminan berupa barang bergerak berwujud
seperti perhiasan, kendaraan roda dua, barang elektronik dan barang rumah tangga.
b. Jasa taksir
Jasa taksir diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang miliknya
seperti emas, perak dan berlian.
c. Jasa titipan
Jasa titipan merupakan cara pemecahan masalah yang paling tepat bagi masyarakat yang
menghendaki keamanan yang baik atyas barang berharga miliknya. Barang-barang yang
dapat dititipkan di pegadaian adalah perhiasan, surat-surat berharga, sepeda motor dan
sebagainya.
Sistem operasional produk Pegadaian syari’ah dilakukan melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1) Prinsip Wadi’ah (Simpanan);
2) Prinsip Tijarah (Jual Beli atau Pengembalian Bagi Hasil);
3) Prinsip Ijarah (Sewa);
4) Prinsip al-Ajr wa al-Umulah (Pengembalian Fee);
5) Prinsip al-Qard (Biaya Administrasi)6.

4. Baitul Mâl wa Tamwîl (BMT)


Istilah BMT sebenarnya dapat dipilah sebagai Baitul Mâl (BM) dan Baitul Tamwîl (BT).
Menurut fungsinya, BM bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana ZIS
(Zakat, Infak, Sedekah) sebagai bagian yang menitikberatkan pada aspek sosial.
Sementara, BT merupakan lembaga komersial dengan pendanaan dari pihak ke tiga, bisa
berupa pinjaman atau investasi7.
Arti kata Baitul Tamwîl (BT) dari sudut etimologi adalah tempat pengembangan
harta/kekayaan. Dari sudut ekonomi Baitul Tamwîl (BT) adalah Lembaga Keuangan
Islam yang usaha pokoknya menghimpun dana dari pihak lain (anggota/deposan) dan

6
Ibid. h.6
7
Widodo, Hertanto, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Dompet Duafa Republika,
1999, h. :36
menyalurkannya kepada yang memerlukan melalui pembiayaan (kredit/pinjaman) untuk
usaha produktif dan investasi dengan sistem syariah.
Dapatlah disimpulkan bahwa penggunaan istilah BMT diambil dari kata-kata Baitul Mâl
dan Baitul Tamwîl, yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Baitul Mâl Wa
Baitul Tamwîl yang disingkat menjadi BMT. Ada dua bagian dari BMT yang keduanya
memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda.
Pertama, Baitul Mâl merupakan lembaga penerima zakat, infak, sedekah dan sekaligus
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitul Tamwîl
adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat
terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dalam perkembangannya BMT juga
diartikan sebagai Balai-usaha Mandiri Terpadu yang singkatannya juga BMT.
Dengan mengetahui nama dan membaca pengertian diatas sudah sedikit tergambar
apa itu BMT, namun akan lebih jelas lagi bila kita lihat lebih jauh beberapa ciri dari BMT.
Adapun ciri dari BMT adalah :
1. Berorientasi bisnis dan mencari laba bersama
1. Bukan lembaga sosial tapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan
zakat, infak dan sadaqoh.
1. Ditumbuhkan dari bawah dan berlandaskan pada peran serta masyarakat.
1. Milik masyarakat secara bersama, bukan milik perorangan.
1. Dalam melakukan kegiatannya para pengelola BMT bertindak aktif, dinamis,
berpandangan proaktif.
1. Melakukan upaya peningkatan wawasan dan pengamalan nilai-nilai Islam kepada
semua personil dan nasabah BMT. Biasanya dilakukan dengan pengajian-pengajian
atau diskusi-diskusi dengan topik-topik yang terencana.
2. Manajemen BMT dikelola secara profesional dan Islami.

5. Pasar Modal Syariah


Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan pasar
modal sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek 8.

8
Menurut Kepres No. 60 Tahun1988, pasar modal adalah bursa yang merupakan sarana
untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek9.
Sedangkan pasar modal syari’ah sendiri dapat diartikan sebagai pasar modal yang
menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari
hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain10. Dari pengertian
tersebut tampak jelas sekali ada yang berbeda antara pasar modal konvensional dengan
pasar modal syari’ah.
Pasar modal syari’ah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep syari’ah, di mana
setiap perdagangan surat berharga mentaati ketentuan transaksi sesuai dengan ketentuan
syari’ah. Pasar modal syari’ah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi jugadi
negara-negara lain, seperti negara Malaysia. Lembaga keuangan yang pertama kali
menaruh perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio
syri’ah di pasar syari’ah adalah Amanah Income Fund yang didirikan pada bulan Juni
1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana
Amerika Serikat.
Pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-
prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang
seperti riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain.
Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena
dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan
manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas  melarang aktivitas  penimbunan (iktinaz)
terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw
bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu
memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia
membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”

D. Bekerja Sebagai Kewajiban dan Ibadah


Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah ibadah.
Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja.
Seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu selalu melandasinya dengan mengharap ridha
Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap
seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja

10
berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah
mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala sesuatu
yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah ayat 7).
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul
bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan
Allah SWT.Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari.
Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai
Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan
cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu
beliau mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang
tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat
Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para
sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu
dapat digolongkan jihad fî sabilillâh, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun
menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah
fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia,
itu adalah fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, itu juga fî sabilillâh.” (HR Ath-Thabrani).
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya.  Dengan itu,
sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat
penting serta patut untuk diberi perhatian.  Amalan atau pekerjaan yang demikian selain
memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu
merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat kelak;
apakah masuk golongan ahli surga atau sebaliknya. Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah
semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan
menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal
lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur
kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara.
Islam menempatkan kerja atau amal sebagai kewajiban setiap muslim. Kerja bukan
sekedar upaya mendapatkan rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup, tetapi
mengandung makna ibadah seorang hamba kepada Allah, menuju sukses di akhirat kelak.
Oleh sebab itu, muslim mesti menjadikan kerja sebagai kesadaran spiritualnya.
Dengan semangat ini, setiap muslim akan berupaya maksimal dalam melakukan
pekerjaannya. la berusaha menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya dan berusaha pula agar setiap hasil kerjanya menghasilkan kualitas
yang baik dan memuaskan. Dengan kata lain, ia akan menjadi orang yang terbaik dalam
setiap bidang yang ditekuninya. Ada dua tahapan yang harus dilakukan seseorang agar
prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
Pertama, Kerja Ikhlas. Betapa banyak para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya
dengan tekun, cerdas, gigih dan penuh tanggungjawab namun jauh dari nilai-nilai
keikhlasan akhirnya menjadi petaka. Bekerja dengan dilandasi keikhlasan adalah suatu
keharusan agar materi dari hasil kerja didapat sementara pahala diraih. Sesuai dengan doa
yang seringkali dibaca ‘fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah…”Dan katakanlah :
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan” (al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 105)
Kedua, Kerja keras dan cerdas. Ukuran kerja keras adalah kesempatan berbuat, tanpa
pamrih, bekerja maksimal dan Kepasifan dalam menghadapi pekerjaan membatasi
seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Profesionalisme
biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di setiap pekerjaan. Dalam
mengerjakan sesuatu, seorang muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah.
Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap
seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja
berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin
E. Akhlak (Etos) Bekerja dalam Islam
Pembahasan Akhlak bekerja, dikenal juga dengan istilah Etos kerja (work ethic). Etos
kerja suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan pengamalan atas
doktrin-doktrin keagamaan atau ideologi yang dianut. Agama atau ideologi merupakan
pembentuk etika yang paling dasar yang dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan
tuntutan aktual masyarakat.
Cendikiawan Muslim Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Dogma dan Peradaban11
mencatat beberapa konsep ajaran Islam yang terkait erat dengan peningkatan kualitas etos
kerja umat, antara lain :
1. Niat dan Tauhidullah
Dalam Islam kedudukan niat merupakan yang paling fundamental dalam setiap praktek
ibadah baik mahdah maupun ghairu mahdah. Baik buruknya suatu pekerjaan tergantung
pada niat pelakunya. Rasulullah bersabda :
‫إنما األعمال بالنية وإنما لكل امرئ ما نوى‬
"Sesungguhnya setiap amal itu dengan niatnya, dan setiap perkara tergantung pada apa
yang ia niatkan".
Inilah yang membedakan antara sistem Islam dengan yang lain. Termasuk dengan
konfusianisme, faham ini secara nyata memang memberi pengaruh kuat kepada
pemeluknya untuk melakukan kerja keras. Sebab secara umum ajaran yang ditekankan
lebih mengarah kepada materialisme. Dimana kepemilikan seseorang akan materi akan
sangat menentukan tingkatan kastanya baik waktu di dunia maupun ketika sesudah mati.
Itulah karenanya dalam sistem ekonomi negara yang menganut paham kongfusianisme
lebih mengarah kepada sistem yang menjunjung tinggi materi sebagai pusat perbaikan
suatu bangsa.
Islam adalah agama yang mengajarkan tauhid pada setiap aspek kehidupan umatnya.
Seoarang muslim yang beriman wajib meyakini dengan lisan dan qalbunya syahadat Lâ
ilâha illallâh, lafadz ini berarti menafikan tuhan-tuhan lain selain Allah. Tuhan-tuhan itu
bisa berarti benda yang dicenderungi maupun disembah (paganisme), ideologi seperti
materialisme, hedonisme, atau sistem kepercayaan yang diikuti yang lebih diutamakan
dari pada Allah. Maka ketika seseorang bekerja dengan didasarkan pada tauhid, hal itu
menjadikanya merdeka untuk melakukan apa saja yang diyakini selama tidak bertentangan
dengan kehendak Allah Swt.
2. Ihsan dan Itqan
Untuk memperkuat dan memperjelas niat, umat Islam diperintahkan untuk mengucapkan
nama Allah (bismillâh) setiap awal pekerjaannya. Secara filosofis ikrar kepada sesuatu
berarti pengakuan atas apa yang dimiliki olehnya. Allah dalam pandangan umat Islam
adalah Tuhan yang maha segala-galanya, tidak ada yang lebih maha dari pada Dia. Hal ini
melahirkan kesadaran bahwa sesuatu yang didasarkan kepada derajat tertinggi akan

11
memberi motivasi kuat untuk menyamakannya. Itulah Ihsan. Ihsan merupakan bentuk
kerja yang didasarkan pada kualitas kerja terbaik. Rasulullah bersabda :

‫ ف}}إذا قتلتم‬:‫ "إن هللا كتب اإلحسان على كل شئ‬:‫قال‬ ‫ عن رسول هللا‬،‫عن أبي يعلى شداد بن عوص رضي هللا عنه‬
‫ وليحد أحدكم شفرته وليرح ذبيحته" رواه مسلم‬،‫ وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة‬،‫فأحسنوا القتلة‬
"Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan atas segala sesuatu, maka jika kamu membunuh
hendaklah membunuh degnan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih maka
sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah menajamkan pisau dan
menyenangkan hewan sembelihan itu (mempecepat proses matinya)".
Berihsan dengan menajamkan pisau untuk menyembelih hewan qurban tidak saja dilihat
dari sudut pandang "kehewanan" tetapi juga menunjukkan kerja yang efektif dan efisien.
Dalam sistem kerja masyarakat modern, efektifitas dan efisiensi merupakan tuntutan
utama yang harus dimiliki semua orang jika ingin berhasil.
Selain ihsan dikenal juga itqan, yaitu proses kerja dengan standar mutu terbaik. Seorang
muslim dituntut untuk tidak kerja asal-asalan, tetapi berorientasi pada karya terbaik, indah
dan memiliki kualitas yang diperhitungkan semua orang. Rasulullah bersabda :
‫إن هللا يحب أحدكم إذا عمل عمال أن يتقنه‬
"Sesungguhnya Allah menyukai seseorang jika melakukan suatu kerja dengan ber-itqan"

3. Pentingya bekerja dalam Islam


Kerja merupkan wujud keberadaan manusia di muka bumi (mode of existence). Jika bapak
filsafat modern Rene Descartes memformulasikan sebuah prinsip, aku berpikir maka aku
ada (cogito ergo sum), maka dalam tema ini menjadi "aku bekerja maka aku ada".
Sesorang akan dikenal dan diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja
sebagai usaha memenuhi kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan
ideologi yang diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea
Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang lain saling
berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang disebut dengan fighting
Spirit (semangan bersaing) dalam rangka mencapai idealisme ideologi yang mereka anut.
Fighting Spirit sudah ada dalam sistem ajaran islam. Dianjurkan kepada pemeluknya
untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Allah berfirman :
ِ ْ‫وا يَأ‬
‫ت بِ ُك ُم هّللا ُ َج ِميعًا إِ َّن هّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬ ْ ُ‫ت أَ ْينَ َما تَ ُكون‬
ِ ‫وا ْال َخ ْي َرا‬
ْ ُ‫َولِ ُك ٍّل ِوجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّيهَا فَا ْستَبِق‬
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah : 148)
Bekerja dengan semangat beramal soleh dalam rangka kejayaan diri, agama dan bangsa
merupakan jargon yang tak akan pernah padam karena merupakan semangat utama yang
bisa menjadikan pemeluk agama ini berada pada tingkatan tertinggi dalam peradaban
manusia. Dan itu pernah terjadi pada masa sahabat dan daulah Islamiyah.
4. Mukmin yang Kuat lebih dicintai Allah
Kebanggaan sebagai suatu bangsa secara nyata telah menjadikan bangsa tersebut sebagai
bangsa pesaing. Masyarakat Inggris pernah mengklaim dirinya sebagai manusia terdepan
dalam sistem evolusi manusia ketika ditemukannya fosil manusia Fieltdown, yang
kemudian berlanjut dengan penjajahan kepada bangsa-bangsa diberbagai tempat di dunia.
Islam tidak mengajarkan rasisme seperti itu, tetapi menanamkan keberanian dan
kepercayaan diri untuk melakukan banyak hal sebagai seorang muslim yang mukmin
kepadaNya. Allah berfirman :
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهّلل‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…." (QS. Ali-
Imran : 110)
Atau sabda Rasulullah saw. :
‫المؤمن القوي خير وأحب إلى هللا من المؤمن الضعيف وفي كل خير‬
"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang
lemah, dan dalam berbagai hal (nyata) lebih baik"
Juga sabdanya saw. :
‫اإلسالم يعلو وال يعلى عليه‬
"Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya"

Kebanggaan sebagai seoarang muslim ini nyata telah menjadikan para sahabat dulu
memiliki jiwa dan semangat yang membara dalam rangka menyebarkan Islam ke berbagai
pelosok bumi. Semangat seperti ini seharusnya ditumbuhkan kembali dalam rangka
menjadikan umat Islam saat ini bangkit dari perasaan terkucilkan, lemah, malas dan takut
bersaing dengan negara atau bangsa lain.

Anda mungkin juga menyukai