201710110311273
AIK 4
Bab 1
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khuluk yang artinya watak, kelakuan, tabiat,
perangai, budi pekerti, dan tingkah laku atau kebiasaan. Akhlak dalam Islam diartikan
sebagai perangai atau tingkah laku yang ada dalam diri seseorang yang telah melekat dan
dilakukan serta dipertahankan secara terus menerus. Perbedaan akhlak etika dan moral dalam
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur
akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-
norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat).
Sumber akhlak adalah wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits). Sebagai sumber akhlak wahyu
menjelaskan bagaimana berbuat baik. al-Qur’an bukanlah hasil renungan manusia, melainkan
firman Allah SWT yang Maha pandai dam Maha bijaksana. Oleh sebab itu, setiap muslim
berkeyakinan bahwa isi al-Qur’an tidak dapat dibuat dan ditandingi oleh bikinan manusia.
Sumber akhlak yang kedua yaitu al-Hadits meliputi perkataan, ketetapan dan tingkah laku
Rasulullah SAW.
Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri. Muamalah
merupakan cabang ilmu syari'ah dalam cakupan ilmu fiqih. Sedangkan muamalah
mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah politik, ekonomi, sosial.
Pada ruang lingkup fiqih muamalah meliputi seluruh kegiatan muamalah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam, baik berupa perintah maupun larangan-larangannya yang
terkait dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Di atas sudah dijelaskan bahwa berdasarkan aspeknya, muamalah dibagi menjadi dua jenis,
yaitu muamalah adabiyah dan madiyah.
Ruang lingkup muamalah yang bersifat madiyah antara lain adalah sebagai berikut
Jual-beli ( bai’ )
Gadai ( rahn )
Jaminan dan tanggungan ( Kafalah dan Dhaman )
Pemindahan hutang ( hiwalah )
Pailit ( taflis )
Perseroan atau perkongsian ( syirkah )
Perseroan harta dan tenaga ( mudharabah )
Sewa menyewa tanah (mukhabarah)
Upah (ujral al-amah)
Gugatan (asy syuf’ah)
Sayembara (al ji’alah)
Batas bertindak (al hajru)
Pembagian kekayaan bersama (al qisamah)
Pemberian (al hibbah)
Pembebasan (al ibra’), damai (ash shulhu)
Masalah-masalah seperti bunga bank, kredit, asuransi dan masalah-masalah baru
lainnya.
Bab 2
A. Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam
Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi
kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan
fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran seperti yang terdapat
dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara’:
214)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi
rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
(Thaha: 132)
Istilah tunangan tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi kalau mau dicarikan bentuk
yang paling mendekatinya, barangkali yang paling mendekati adalah khitbah, yang
artinya meminang. Tetapi tetap saja ada perbedaan asasi antara tunangan dengan
khitbah. Paling tidak dari segi aturan pergaulannya. Sebab masyarakat kita biasanya
menganggap bahwa pertunangan yang telah terjadi antara sepasang calon pengantin
sudah setengah dari menikah. Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis bahwa yang
sudah bertunangan itu boleh berduaan, berkhalwat berduaan, naik motor
berboncengan, makan, jalan-jalan, nonton dan bahkan sampai menginap. Sedangkan
khitbah itu sendiri adalah ajuan lamaran dari pihak calon suami kepada wali calon
istri yang intinya mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus
dijawab iya atau tidak. Bila telah dijawab ia, maka jadilah wanita tersebut sebagai
'makhthubah', atau wanita yang telah resmi dilamar. Secara hukum dia tidak
diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua
calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat
atau hal-hal yang sejenisnya.
Nikah Siri dalam pandangan agama Islam diperbolehkan sepanjang hal- hal yang
menjadi rukun terpenuhi yaitu rukun nikah. Namun perbedaannya adalah nikah siri
tidak memiliki bukti otentik (secara hukum indonesia/dunia) bila telah menikah
dengan kata lain tidak mempunyai surat sah (buku nikah) sebagai seorang warga
negara yang mempunyai kedudukan yang kuat di dalam hukum namun tidak
memilikinya.
Para ulama Islam sejak dulu hingga sekarang sepakat atas haramnya kawin kontrak.
Berikut ini di antara perkataan ulama-ulama Islam tentang kawin kontrak: Perkataan
Imam Ibnu Al Mundzir: "Pada masa awal Islam ada keringanan (bolehnya) kawin
kontrak, tapi saat ini setahu saya tidak seorang pun yang membolehkannya kecuali
sebahagian dari orang Syi'ah Rafidhah…." Imam Al Khaththabi juga mengatakan:
Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah ijma' (kesepakatan) kecuali oleh
sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang melegalkan kawin kontrak dengan
alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya tidak bisa diterima, sebab riwayat
shahih yang bersumber dari beliau sendiri menunjukkan bahwa nikah kontrak telah
dihapus.
Bab 3
A. Adapun cara membangun keluarga sakinah yang sesuai dengan ajaran islam adalah
sebagai berikut
Menikah dan memilih pasangan yang baik
Saling pengertian
Saling mengingatkan
Menjalankan kewajibannya
Percaya satu sama lain
B. Kewajiban-kewajiban suami kepada istri dan hak yang harus diterima bagi istri itu
setidaknya harus:
Suami itu harus memberikan Nafkah; nafkah lahir seperti makan dan minum,
belanja perabotan rumah tangga, biaya sekolah, biaya mondok, dan belajar anak-
anaknya. Di samping itu juga, suami harus memberikan nafkah batin, baik
hubungan seksual yang baik dan layak, maupun hubungan psikologis dalam
rumah tangga itu yang juga baik dan layak.
Suami harus juga memberikan mu’nah. Yang dimaksud dengan mu’nah itu adalah
segala sesuatu di luar kewajiban-kewajiban nafkah tersebut, atau bahasa lain
adalah segala biaya tak terduga, seperti biaya-biaya pengobatan jika sakit, biaya
yang dengan perhiasan istri, biaya untuk istri bersolek dan lain-lain.
Suami juga wajib memberikan biaya kiswah, dalam hal ini suami harus memenuhi
biaya pakaian Istri (secukupnya dan seperlunya).
Bab 4
A. Masyarakat Dambaan Islam
Manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh
dalam mencapai kebahagiaan bersama. Masyarakat dengan semangat Islam membentuk
tatanan-tatanan yang bersumber dari hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Tatanan-tatanan tersebut minimal bersendikan :
Tauhidullah
Ukhuwah Islamiyyah
Persamaan dan kesetiakawanan
Musyawarah dan Tasamuh
Jihad dan amal shaleh
Istiqamah
Penggangguran
Islam telah memperingatkan agar umatnya jangan sampai ada yang menganggur dan
terpeleset kejurang kemiskinan, karena ditakutkan dengan kemiskinan tersebut seseorang
akan berbuat apa saja termasuk yang merugikan orang lain demi terpenuhinya kebutuhan
pribadinya, ada sebuah hadist yang mengatakan “ kemiskinan akan mendekatkan kepada
kekufuran. Namun kenyataannya, tingkat pengangguran di negara – negara yang mayoritas
berpenduduk muslim relatif tinggi. Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang buruknya
pengangguran, baik bagi individu, masyarakat ataupun negara, akan meningkatkan motivasi
untuk bekerja lebih serius. Walaupun Allah telah berjanji akan menaggung rizqi kita semua,
namun hal itu bukan berarti tanpa ada persyaratan yang perlu untuk dipenuhi. Syarat yang
paling utama adalah kita harus berusaha untuk mencari rizqi yang dijanjikan itu, karena Allah
SWT telah menciptakan “sistem” yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang akan
mendapatkan rizqi dan barang siapa yang berpangku tangan maka dia akan kehilangan
rizqi.Artinya, ada suatu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan rizqi tersebut.
Bab 5
A. Keutamaan Ilmu
Dalam agama Islam, ilmu merupakan sarana yang amat penting untuk meningkatkan iman.
Oleh karena itu, kita mendapatkan banyak himbauan yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad saw. mengenai keutamaan ilmu ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
Keutamaan Ilmuwan
Apabila Islam demikian menghargai usaha orang-orang yang menuntut ilmu, sudah
selayaknya Islam pun amat menghargai orang-orang yang berilmu. Berikut ini beberapa
keutamaan ilmuwan:
Ditinggikan derajatnya
Menggambarkan keutamaan orang yang berilmu atau ilmuwan, Allah Taala berfirman:
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadilah: 11)
Mengingat demikian utamanya ilmu dan ilmuwan, sudah tentu hal ini menunjukkan
keutamaan majelis ilmu. Keutamaan mejelis ilmu ini bisa kita pahami dengan adanya etika
atau akhlak mencari ilmu yang akan kita rinci dalam bahasan berikutnya. Semoga Allah
memberikan kemudahan.
Berikut ini beberapa petunjuk yang diajarkan oleh agama Islam sebagai akhlak mencari ilmu:
Dalam usaha menjaga keamanan nasional, hampir semua negara di dunia sekarang ini
berlomba-lomba mempersiapkan diri dengan alat-alat tempur. Ada sederetan nama-nama
bom atau rudal, di samping pesawat tempur, kendaraan lapis baja, dan kapal-kapal besar
super canggih. Lalu apabila kita mempertanyakan, apa sebenarnya maslahat yang bisa
diambil dari dikembangkannya berbagai alat tempur seperti itu selain kekuasaan bagi
negara-negara tertentu? Senjata memang perlu, namun penggunaan teknologi yang
semakin maju dalam hal ini justru semakin mudah pula untuk menghancurkan kehidupan.
Sudah sepantasnya, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal senjata ini
sejak awal diperhitungkan apa maslahatnya untuk kehidupan bersama.
Di zaman yang serba canggih seperti zaman sekarang, realitanya masih banyak warga
negara atau warga dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, seharusnya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai semakin memperlebar
jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin. Artinya, jangan sampai ilmu pengetahuan
dan teknologi itu dikembangkan justru untuk kepentingan si kaya semata.
Dalam hukum Islam ada empat istilah yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan
manusia, yaitu: dharuriyat, hajiyat, tahsiniyat dan kamaliyat. Dharuriyat adalah kebutuhan
yang apabila tidak tercukupi menjadikan manusia mati, seperti kebutuhan kepada makanan
yang cukup. Hajiyat adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi tidak menjadikan
manusia mati, tapi akan membuatnya hidup dengan susah payah, seperti kebutuhan kepada
aneka macam masakan yang lezat. Tahsiniyat adalah kebutuhan untuk keindahan, seperti
aneka tempat makanan yang berwarna-warni. Ketiga kebutuhan ini hukumnya adalah boleh
atau halal.
Bayi Tabung
Tidak ragu lagi, pernikahan sebagai lembaga suci dalam masyarakat yang beragama akan
semakin kokoh ikatannya dengan lahirnya seorang bayi. Namun realita menunjukkan bahwa
tidak semua pasangan suami-istri diberi kemudahan yang sama antara satu dengan yang
lain. Ada yang yang baru menikah langsung isi . Namun ada juga yang usia pernikahannya
sudah lebih dari sepuluh tahun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Melalui bantuan
teknologi, sebagian pasangan suami-istri yang kesulitan memperoleh keturunan dapat
menemukan solusi. Salah satu solusi itu adalah teknologi bayi tabung.
Proses teknologi bayi tabung itu sebenarnya tidak ubahnya sebagai proses pembuahan
alami, yaitu bertemunya sel sperma dengan sel telur. Hanya saja pembuahan alami terjadi
dalam rahim seorang calon ibu, sementara pembuahan bayi tabung dilakukan di sebuah
tempat khusus hasil karya manusia. Dengan kemajuan teknologi, sepasang suami-istri yang
telah diketahui dimungkinkan memiliki anak, namun ternyata selalu gagal dalam proses
pembuahan, bisa memperoleh solusi dengan bantuan para dokter melalui proses ini. Lalu
bagaimana sikap Islam terhadap bayi tabung ini? Halal atau haram?
Secara umum, para ulama memperbolehkan pemanfaatan teknologi bayi tabung ini,
sepanjang memperhatikan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu:
Pertama, hendaknya sperma dan ovum berasal dari sepasang suami istri. Oleh karena itu,
pembuahan yang dilakukan antara sperma dan ovum yang berasal dari luar pasangan tidak
bisa dibenarkan. Pembuahan seperti ini menjadi tidak berbeda dengan perzinahan yang
diharamkan.
Kedua, hendaknya rahim tempat bersemainya bakal janin itu adalah istri dari pemilik
sperma. Yang demikian ini diatur, sehingga tidak ada wanita yang mengandung benih dari
laki-laki yang bukan suaminya. Bila hal ini diabaikan, akan lahir bayi dari rahim seorang
wanita yang bukan istri dari bapaknya. Tentu saja dampak dari pengabaian ini akan
menimbulkan kekacauan hukum perkawinan.
Kloning
Dengan bantuan teknologi pula, sekarang makhluk hidup yang biasanya berketurunan
dengan cara bertemunya sel sperma dengan sel telur, menjadi tidak demikian. Dengan
bantuan teknologi yang disebut dengan kloning, telah dimungkinkan terjadinya pembuahan
tanpa bantuan sperma. Secara sederhana, proses kloning ini terjadi dengan cara:
Pertama, menyiapkan sebuah sel telur yang diambil inti selnya.
Kedua, mengambil inti sel dari sel selain sel telur.
Ketiga, menyuntikkan inti sel tersebut ke dalam sel telur di atas. Dengan proses demikian,
terbentuklah zigot atau bakal janin.
Berkat kecanggihan teknologi pula, sekarang manusia bisa melakukan operasi ganti kelamin.
Seorang yang semula berkelamin laki-laki bisa berganti kelamin perempuan, dan sebaliknya.
Dalam Islam, jenis kelamin mempengaruhi kedudukannya dalam melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang hamba. Dalam Islam, pembedaan jenis kelamin memiliki
konsekuensi yang serius, sejak lahir hingga mati.
Bagi seorang bayi laki-laki aqiqahnya adalah dua ekor kambing, sedangkan aqiqah seorang
bayi perempuan satu ekor kambing. Aurat laki-laki adalah sebatas pusar hingga lutut,
sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Hak waris seorang anak perempuan adalah separo dari hak waris seorang anak laki-laki.
Ketika seorang laki-laki meninggal, kain kafannya berlapis tiga. Sedangkan ketika seorang
wanita meninggal, kain kafannya berlapis lima. Demikian pula ada pembedaan di mana
posisi seorang imam shalat jenazah berdiri; dibedakan antara jenazah laki-laki dan jenazah
perempuan. Mengingat konsekuensi-konsekuensi hukum di atas, operasi ganti kelamin
hukumnya adalah haram.
Bedah Plastik
Rasulullah Saw. pernah menyampaikan bahwa Allah itu indah dan menyukai semua yang
indah. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. memberikan teladan kepada kita bagaimana
berperilaku untuk menjaga dan menyempurnakan keindahan-keindahan yang telah
diberikan oleh Allah Swt. Mulai dari berpakaian, menyisir rambut, memotong rambut dan
kuku, serta menggunakan wangi-wangian.
Secara fitrah kesenangan untuk tampil indah itu memang sudah diberikan oleh Allah kepada
setiap manusia. Namun banyak manusia yang karena saking inginnya tampil lebih indah
membuatnya melakukan hal-hal yang melebihi kewajaran. Seperti mengerok alis dan
menggantinya dengan gambar pensil atau tato. Bahkan dengan bantuan kecanggihan
teknologi, manusia bisa mengganti bentuk hidung, bibir, atau anggota tubuh yang lain.
Bab 6
2. Asuransi (Takâful)
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’mîn yang berasal dari kata amanah yang berarti
memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah
menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang
ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang.
Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian
pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’mîn, takâful’ atau tadhâmun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan
syariah3.
Akad atau perjanjian yang menjadi dasar bagi setiap transaksi, termasuk dalam asuransi
atau yang lazim disebut dengan polis juga harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip
syari’ah, Untuk itu maka dalam pembuatan polis asuransi dapat menerapkan akad-akad
tradisional Islam. Berdasarkan fatwa DSN-MUI, jenis-jenis akad yang dapat diterapkan
3
dalam asuransi syari’ah adalah : akad mudhârabah, akad mudhârabah musytarakah, akad
wakâlahbil-ujrah, dan akad tabarru’4.
Konsep asuransi syari’ah adalah risk sharing (pembagian resiko) berdasarkan prinsip
tolong menolong. Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menekankan pada
pengalihan resiko (risk transfering). Prinsip tolong menolong ini dalam Islam dikenal
dengan prinsip ta’âwuniyah. Hal ini didasarkan pada ketentuan al-Qur `an surat al-
Maidah ayat 2
3. Penggadaian (Rahn)
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu
kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan
barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Dalam istilah bahasa Arab, gadai
diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al- habsu . Secara etimologis, pengertian
rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang
tersebut.
Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah SAW., dan Rasulullah sendiri pernah
melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara
sukarela atas dasar tolong-menolong. Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum
Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas
dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman
berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia, dan lainnya.
Adapun boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-Qur’an, As-Sunnah
dan Ijtihad. Dari ketiga sumber hukum tersebut disajikan dasar hukum sebagai berikut:
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai
adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283. Inti dari dua ayat tersebut adalah: “Apabila
kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu
menuliskan, yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau satu seorang saksi laki-laki
dan dua orang saksi perempuan”.
2. As-Sunnah : Dalam hadist berasal dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi Muhammad
SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang, sebagai
tanggungan atas utangnya itu Nabi Muhammad SAW menyerahkan baju besinya (HR.
Bukhari).
Secara umum lembaga pegadaian mempunyai produk jasa berupa5 :
5
Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: PT Alumni, 2005, h. 158-159
a. Gadai
Gadai merupakan kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus
dipenuhi pada saat itu juga, dengan barang jaminan berupa barang bergerak berwujud
seperti perhiasan, kendaraan roda dua, barang elektronik dan barang rumah tangga.
b. Jasa taksir
Jasa taksir diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang miliknya
seperti emas, perak dan berlian.
c. Jasa titipan
Jasa titipan merupakan cara pemecahan masalah yang paling tepat bagi masyarakat yang
menghendaki keamanan yang baik atyas barang berharga miliknya. Barang-barang yang
dapat dititipkan di pegadaian adalah perhiasan, surat-surat berharga, sepeda motor dan
sebagainya.
Sistem operasional produk Pegadaian syari’ah dilakukan melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1) Prinsip Wadi’ah (Simpanan);
2) Prinsip Tijarah (Jual Beli atau Pengembalian Bagi Hasil);
3) Prinsip Ijarah (Sewa);
4) Prinsip al-Ajr wa al-Umulah (Pengembalian Fee);
5) Prinsip al-Qard (Biaya Administrasi)6.
6
Ibid. h.6
7
Widodo, Hertanto, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Dompet Duafa Republika,
1999, h. :36
menyalurkannya kepada yang memerlukan melalui pembiayaan (kredit/pinjaman) untuk
usaha produktif dan investasi dengan sistem syariah.
Dapatlah disimpulkan bahwa penggunaan istilah BMT diambil dari kata-kata Baitul Mâl
dan Baitul Tamwîl, yang kemudian dalam perkembangannya menjadi Baitul Mâl Wa
Baitul Tamwîl yang disingkat menjadi BMT. Ada dua bagian dari BMT yang keduanya
memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda.
Pertama, Baitul Mâl merupakan lembaga penerima zakat, infak, sedekah dan sekaligus
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan Baitul Tamwîl
adalah lembaga keuangan yang berorientasi bisnis dengan mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat
terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dalam perkembangannya BMT juga
diartikan sebagai Balai-usaha Mandiri Terpadu yang singkatannya juga BMT.
Dengan mengetahui nama dan membaca pengertian diatas sudah sedikit tergambar
apa itu BMT, namun akan lebih jelas lagi bila kita lihat lebih jauh beberapa ciri dari BMT.
Adapun ciri dari BMT adalah :
1. Berorientasi bisnis dan mencari laba bersama
1. Bukan lembaga sosial tapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan
zakat, infak dan sadaqoh.
1. Ditumbuhkan dari bawah dan berlandaskan pada peran serta masyarakat.
1. Milik masyarakat secara bersama, bukan milik perorangan.
1. Dalam melakukan kegiatannya para pengelola BMT bertindak aktif, dinamis,
berpandangan proaktif.
1. Melakukan upaya peningkatan wawasan dan pengamalan nilai-nilai Islam kepada
semua personil dan nasabah BMT. Biasanya dilakukan dengan pengajian-pengajian
atau diskusi-diskusi dengan topik-topik yang terencana.
2. Manajemen BMT dikelola secara profesional dan Islami.
8
Menurut Kepres No. 60 Tahun1988, pasar modal adalah bursa yang merupakan sarana
untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek9.
Sedangkan pasar modal syari’ah sendiri dapat diartikan sebagai pasar modal yang
menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari
hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain10. Dari pengertian
tersebut tampak jelas sekali ada yang berbeda antara pasar modal konvensional dengan
pasar modal syari’ah.
Pasar modal syari’ah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep syari’ah, di mana
setiap perdagangan surat berharga mentaati ketentuan transaksi sesuai dengan ketentuan
syari’ah. Pasar modal syari’ah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi jugadi
negara-negara lain, seperti negara Malaysia. Lembaga keuangan yang pertama kali
menaruh perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio
syri’ah di pasar syari’ah adalah Amanah Income Fund yang didirikan pada bulan Juni
1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana
Amerika Serikat.
Pasar modal syari’ah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-
prinsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang
seperti riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain.
Dalam Islam investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena
dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan
manfaat bagi orang lain. Al-Quran dengan tegas melarang aktivitas penimbunan (iktinaz)
terhadap harta yang dimiliki (9:33). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw
bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu
memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia
membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”
10
berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah
mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala sesuatu
yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah ayat 7).
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul
bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan
Allah SWT.Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari.
Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Rasul kepada Sa’ad. “Wahai
Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan
cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu
beliau mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang
tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat
Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para
sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu
dapat digolongkan jihad fî sabilillâh, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun
menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah
fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia,
itu adalah fî sabilillâh; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, itu juga fî sabilillâh.” (HR Ath-Thabrani).
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Dengan itu,
sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat
penting serta patut untuk diberi perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian selain
memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting yaitu
merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di akhirat kelak;
apakah masuk golongan ahli surga atau sebaliknya. Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah
semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan
menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal
lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur
kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara.
Islam menempatkan kerja atau amal sebagai kewajiban setiap muslim. Kerja bukan
sekedar upaya mendapatkan rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup, tetapi
mengandung makna ibadah seorang hamba kepada Allah, menuju sukses di akhirat kelak.
Oleh sebab itu, muslim mesti menjadikan kerja sebagai kesadaran spiritualnya.
Dengan semangat ini, setiap muslim akan berupaya maksimal dalam melakukan
pekerjaannya. la berusaha menyelesaikan setiap tugas dan pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya dan berusaha pula agar setiap hasil kerjanya menghasilkan kualitas
yang baik dan memuaskan. Dengan kata lain, ia akan menjadi orang yang terbaik dalam
setiap bidang yang ditekuninya. Ada dua tahapan yang harus dilakukan seseorang agar
prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
Pertama, Kerja Ikhlas. Betapa banyak para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya
dengan tekun, cerdas, gigih dan penuh tanggungjawab namun jauh dari nilai-nilai
keikhlasan akhirnya menjadi petaka. Bekerja dengan dilandasi keikhlasan adalah suatu
keharusan agar materi dari hasil kerja didapat sementara pahala diraih. Sesuai dengan doa
yang seringkali dibaca ‘fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah…”Dan katakanlah :
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan” (al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 105)
Kedua, Kerja keras dan cerdas. Ukuran kerja keras adalah kesempatan berbuat, tanpa
pamrih, bekerja maksimal dan Kepasifan dalam menghadapi pekerjaan membatasi
seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Profesionalisme
biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di setiap pekerjaan. Dalam
mengerjakan sesuatu, seorang muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah.
Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap
seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja
berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin
E. Akhlak (Etos) Bekerja dalam Islam
Pembahasan Akhlak bekerja, dikenal juga dengan istilah Etos kerja (work ethic). Etos
kerja suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan pengamalan atas
doktrin-doktrin keagamaan atau ideologi yang dianut. Agama atau ideologi merupakan
pembentuk etika yang paling dasar yang dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan
tuntutan aktual masyarakat.
Cendikiawan Muslim Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Dogma dan Peradaban11
mencatat beberapa konsep ajaran Islam yang terkait erat dengan peningkatan kualitas etos
kerja umat, antara lain :
1. Niat dan Tauhidullah
Dalam Islam kedudukan niat merupakan yang paling fundamental dalam setiap praktek
ibadah baik mahdah maupun ghairu mahdah. Baik buruknya suatu pekerjaan tergantung
pada niat pelakunya. Rasulullah bersabda :
إنما األعمال بالنية وإنما لكل امرئ ما نوى
"Sesungguhnya setiap amal itu dengan niatnya, dan setiap perkara tergantung pada apa
yang ia niatkan".
Inilah yang membedakan antara sistem Islam dengan yang lain. Termasuk dengan
konfusianisme, faham ini secara nyata memang memberi pengaruh kuat kepada
pemeluknya untuk melakukan kerja keras. Sebab secara umum ajaran yang ditekankan
lebih mengarah kepada materialisme. Dimana kepemilikan seseorang akan materi akan
sangat menentukan tingkatan kastanya baik waktu di dunia maupun ketika sesudah mati.
Itulah karenanya dalam sistem ekonomi negara yang menganut paham kongfusianisme
lebih mengarah kepada sistem yang menjunjung tinggi materi sebagai pusat perbaikan
suatu bangsa.
Islam adalah agama yang mengajarkan tauhid pada setiap aspek kehidupan umatnya.
Seoarang muslim yang beriman wajib meyakini dengan lisan dan qalbunya syahadat Lâ
ilâha illallâh, lafadz ini berarti menafikan tuhan-tuhan lain selain Allah. Tuhan-tuhan itu
bisa berarti benda yang dicenderungi maupun disembah (paganisme), ideologi seperti
materialisme, hedonisme, atau sistem kepercayaan yang diikuti yang lebih diutamakan
dari pada Allah. Maka ketika seseorang bekerja dengan didasarkan pada tauhid, hal itu
menjadikanya merdeka untuk melakukan apa saja yang diyakini selama tidak bertentangan
dengan kehendak Allah Swt.
2. Ihsan dan Itqan
Untuk memperkuat dan memperjelas niat, umat Islam diperintahkan untuk mengucapkan
nama Allah (bismillâh) setiap awal pekerjaannya. Secara filosofis ikrar kepada sesuatu
berarti pengakuan atas apa yang dimiliki olehnya. Allah dalam pandangan umat Islam
adalah Tuhan yang maha segala-galanya, tidak ada yang lebih maha dari pada Dia. Hal ini
melahirkan kesadaran bahwa sesuatu yang didasarkan kepada derajat tertinggi akan
11
memberi motivasi kuat untuk menyamakannya. Itulah Ihsan. Ihsan merupakan bentuk
kerja yang didasarkan pada kualitas kerja terbaik. Rasulullah bersabda :
ف}}إذا قتلتم: "إن هللا كتب اإلحسان على كل شئ:قال عن رسول هللا،عن أبي يعلى شداد بن عوص رضي هللا عنه
وليحد أحدكم شفرته وليرح ذبيحته" رواه مسلم، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة،فأحسنوا القتلة
"Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan atas segala sesuatu, maka jika kamu membunuh
hendaklah membunuh degnan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih maka
sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah menajamkan pisau dan
menyenangkan hewan sembelihan itu (mempecepat proses matinya)".
Berihsan dengan menajamkan pisau untuk menyembelih hewan qurban tidak saja dilihat
dari sudut pandang "kehewanan" tetapi juga menunjukkan kerja yang efektif dan efisien.
Dalam sistem kerja masyarakat modern, efektifitas dan efisiensi merupakan tuntutan
utama yang harus dimiliki semua orang jika ingin berhasil.
Selain ihsan dikenal juga itqan, yaitu proses kerja dengan standar mutu terbaik. Seorang
muslim dituntut untuk tidak kerja asal-asalan, tetapi berorientasi pada karya terbaik, indah
dan memiliki kualitas yang diperhitungkan semua orang. Rasulullah bersabda :
إن هللا يحب أحدكم إذا عمل عمال أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah menyukai seseorang jika melakukan suatu kerja dengan ber-itqan"
Kebanggaan sebagai seoarang muslim ini nyata telah menjadikan para sahabat dulu
memiliki jiwa dan semangat yang membara dalam rangka menyebarkan Islam ke berbagai
pelosok bumi. Semangat seperti ini seharusnya ditumbuhkan kembali dalam rangka
menjadikan umat Islam saat ini bangkit dari perasaan terkucilkan, lemah, malas dan takut
bersaing dengan negara atau bangsa lain.