Oleh
Virda Widyanita
H0716122
SKRIPSI
Oleh
Virda Widyanita
H0716122
i
SKRIPSI
Virda Widyanita
H07161222
Dwi Priyo Ariyanto S.P., M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si.
NIP 197901152005011001 NIP 196408121988031002
Surakarta, ……………………………………….
Fakultas Pertanian UNS
Dekan,
ii
SKRIPSI
Virda Widyanita
H0716122
Dwi Priyo Ariyanto, S.P., M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si. Ir. Sumani, M.Si.
NIP 197901152005011001 NIP 196408121988031002 NIP 196307041988032001
iii
PERNYATAAN
Virda Widyanita
NIM. H0716122
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul “Dinamika Erosi Alur Pada Penggunaan Lahan Tanaman
Semusim Di KHDTK Gunung Bromo UNS”. Skripsi ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program
Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS).
Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini penulis telah
banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Samanhudi, S.P., M.Si., IPM, ASEAN Eng. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2. Dr.Ir Parjanto M.P. selaku Kepala Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
3. Dwi Priyo Ariyanto S.P., M.Sc., Ph.D. selaku dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan arahan bimbingannya sejak awal penelitian dan penulisan
skripsi agar dapat selesai dengan baik.
4. Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang selalu
membimbing dengan penuh kesabaran agar skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
5. Ir. Sumani, M.Si. selaku dosen Pembahas yang selalu memberi arahan dan
saran agar dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Dr. Ir. Jauhari Syamsiyah. M.S. selaku Pembimbing Akademik yang selalu
memberi dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, terkasih dan tersayang Tjahyo Subiyantoro,
S.E, dan Nur Widhyastuti, S.E, terimakasih atas segala dukungan penuh dan
telah mengajarkan banyak hal kepada penulis sehingga penulis bisa menjadi
perempuan kuat hingga saat ini.
8. Jalu Murti Abdillah, yang selalu sabar mendengar keluh-kesah penulis,
memberi dukungan, semangat dan menjadi penguat bagi penulis dalam
berproses bersama-sama.
v
9. Sahabat penulis, Sarah, Eta, Sheirin, Qoni, Sifta, Fathin, Sabila, Lisa, Didi,
Oentari, Intan dan keluarga Agroteknologi 2016 dan yang selalu membersamai
selama penulis menempuh studi di Surakarta dan telah membantu penulis
dalam proses penelitian.
10. Keluarga Agroteknologi 2016 minat Pengelolaan Lahan yang selalu membantu
dan memberi semangat selama masa studi dan penelitian.
11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
vii
DAFTAR ISI
(lanjutan)
Halaman
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR TABEL
(Lanjutan)
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
RINGKASAN
xiii
SUMMARY
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produktivitas tanaman semusim saat ini mulai menurun, karena budidaya
dilakukan pada tanah yang tingkat kesuburannya rendah dan terutama terletak
pada daerah-daerah berbukit dan berlereng curam. Menurut Suwarjo (1981),
keadaan tersebut membuat lahan mudah mengalami kerusakan khususnya oleh
erosi. Sesuai dengan penelitian Fuady dan Satriawan (2011) bahwa pada lahan
terdegradasi dengan kemiringan 15%, dengan tumpangsari jagung dan kacang
tanah serta guludan dapat mengendalikan aliran permukaan dan erosi sebesar
63,50% dan 90,27% dibandingkan tanpa tindakan konservasi. Teknik konservasi
tanah dan air sangat diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani sekaligus menekan erosi.
Kawasan Hutan Gunung Bromo memiliki luas 122,58 ha dan mempunyai
beberapa potensi alam yang sangat menguntungkan. Vegetasi yang terdapat pada
wilayah Hutan Gunung Bromo merupakan hutan tanaman yang terdiri dari pinus,
sonokeling, akasia, mahoni, gamal, kesambi, lamtoro, duwet, flamboyan, cendana,
kaliandra, petai cina, sengon, eukaliptus, aban, dan beberapa tanaman semusim.
Daerah lereng yang lebih bawah, umumnya hutan telah beralih menjadi lahan
pertanian yang bergantung pada musim hujan, tanaman yang diusahakan adalah
tanaman semusim. Area Hutan Gunung Bromo yang terdapat tanaman semusim
memiliki kemiringan lahan yang cukup curam.
Kemiringan mempengaruhi erosi melalui run off dimana makin curam
lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan serta semakin besar erosi
yang terjadi. Berdasarkan penelitian Winderiaty (2000), data besarnya erosi
berturut-turut sebesar 16,574 to/ha/tahun (kelas lereng 0-8%); 30,486 ton/ha/tahun
(8-15%); 36,819 ton/ha/tahun (15-25%); 1211,752 ton/ha/tahun (25-40%). Menurut
Chen et al. (2011), kondisi ini menjadi penting karena sekitar 13% dari permukaan
bumi dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang berkaitan dengan pertanian. Erosi
membawa lapisan tanah permukaan yang lebih subur, kaya bahan organik dan
unsur hara sehingga menyebabkan hilangnya unsur hara bagi tanaman.
1
2
Lereng yang curam memengaruhi erosi karena kecepatan air saat terjadi
limpasan ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta
terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk
terjadinya erosi alur (Asdak, 2007). Erosi alur adalah pengangkutan partikel-
partikel tanah oleh aliran air larian di permukaan tanah yang tidak merata tetapi
terkonsentrasi di alur tertentu. Hal ini terjadi ketika air larian masuk kedalam
cekungan permukaan tanah, kecepatan air larian meningkat, dan akhirnya
terjadilah angkutan sedimen. Menurut Noor (2006), biasanya alur ini terjadi di
tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut
kemiringan lereng. Penelitian ini menggunakan beberapa kelas kemiringan sesuai
yang ada di lahan dan penambahan tanaman semusim guna untuk dapat
mengetahui erosi alur yang terjadi pada lahan tersebut yang diharapkan
mendapatkan cara pengendalian dari erosi yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya
maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana perkembangan erosi alur berbagai kemiringan pada penggunaan
lahan tanaman semusim di KHDTK GUNUNG BROMO UNS?
b. Bagaimana volume erosi alur berdasarkan perhitungan pola alur pada plot?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Dinamika Erosi Alur pada Penggunaan Lahan Tanaman
Semusim di KHDTK GUNUNG BROMO UNS adalah :
a. Mengidentifikasi perkembangan erosi alur berbagai kemiringan pada
penggunaan lahan tanaman semusim di KHDTK GUNUNG BROMO
UNS.
b. Mengetahui volume erosi alur berdasarkan perhitungan pola alur pada
plot.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada para petani mengenai perkembangan erosi alur dan volume erosi
pada penggunaan lahan tanaman semusim untuk menentukan cara
pengelolaan yang baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Erosi
Erosi adalah peristiwa perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat
lain oleh media alami. Faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan, tanah,
kemiringan, vegetasi dan manusia. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
memiliki energi yaitu energi potensial dan energi kinetik. Energi kinetik merupakan
energi yang terjadi ketika hujan jatuh ke permukaan tanah dengan kecepatan dan
butir hujan tertentu sehingga dapat menghancurkan agregat-agregat tanah
(Arsyad, 2010).
Erosi dapat terjadi dengan 3 proses yaitu penghancuran, pengangkutan
dan pengendapan. Air hujan yang mengenai permukaan tanah dengan energi
tertentu akan menghancurkan agregat tanah. Agregat yang hancur akan menutup
pori-pori tanah yang menyebabkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan
berkurang. Peningkatan intensitas hujan akan meningkatkan aliran permukaan
sehingga daya angkut antar partikel-partikel tanah yang telah terlepas semakin
banyak dan menyebabkan sedimentasi tinggi (Utomo, 1994). Arsyad (2006)
membedakan jenis-jenis erosi menjadi erosi alur (riil erosion), erosi lembar (sheet
erosion), erosi parit (gully erosion), erosi saluran (channel erosion), erosi total
(gross erosion) (Sulistyo, 2011).
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan
atau mengabaikan kaidah konservasi tanah dan air akan menyebabkan kerusakan
lahan. Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah degradasi lahan akibat proses
erosi oleh air. Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas dan unsur-unsur
hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi secara terus-menerus
akan menyebabkan peningkatan angkutan sedimen pada sungai atau waduk
sehingga mengganggu daya dukung tanah dan keseimbangan air di sungai atau
waduk (Rizalihadi et al, 2012).
Erosi alur terjadi karena proses pengikisan tanah oleh aliran air yang
membentuk parit. Parit tersebut mengalami konsentrasi aliran air hujan yang akan
mengikis tanah dan membentuk alur alir. Alur alir akan mengalami pendangkalan
pada permukaan tanah dengan arah yang memanjang dari atas ke bawah. Suatu
erosi dapat dikatakan menjadi erosi alur apabila memiliki lebar kurang dari 50 cm
3
4
dan memiliki kedalaman kurang dari 30 cm. Erosi alur adalah alur-alur erosi yang
terbentuk oleh aliran air. Alur ini akan hilang apabila tanah dibajak untuk penyiapan
lahan (Hartono, 2016).
Erosi alur adalah erosi yang terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir
pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah sehingga memindahkan tanah
lebih banyak dibandingkan dengan daerah sekitarnya, sedangkan erosi parit
adalah erosi yang proses terjadinya dengan erosi alur, hanya saja parit yang
terbentuk tidak dapat dikembalikan dengan pengolahan biasa. Ukuran saluran
disebut parit apabila ukuran lebarnya minimal 40 cm dan memiliki kedalaman
minimal 25 cm (Cahyadi, 2017).
Faktor panjang lereng diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas
permukaan tanah sampai ke tempat mulai terjadinya pengendapan disebabkan
oleh berkurangnya kecuraman lereng atau ke tempat aliran air di permukaan tanah
masuk ke dalam saluran. Lereng yang curam memengaruhi erosi karena,
kecepatan air saat terjadi limpasan umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng
yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran
sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur (Asdak, 2007).
Pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian memanfaatkan lereng yang
relatif curam, sehingga erosi akan sering terjadi dalam bentuk erosi alur dan
gerakan massa tanah (longsor). Erosi pada tingkat lanjut ini menyebabkan dampak
yang besar bagi kerusakan lingkungan, misalnya banjir bandang. Pengetahuan
masyarakat tentang pelestarian hutan dan sumberdaya air masih rendah terbukti
masih banyak masyarakat yang mencari kayu bakar di hutan (Satya et al, 2014).
B. Faktor Penyebab Erosi
Laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor
diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor
pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan
yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan (Suripin 2002). Curah hujan
yang jatuh secara langsung atau tidak langsung dapat mengikis permukaan tanah
secara perlahan dengan pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan
tersebut akan mendatangkan erosi (Kironoto, 2003).
Buckman dan Brady dalam Irwan (2013) menyatakan, tanah terdiri atas
empat komponen utama bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dengan
komposisi kandungan ruang pori (udara dan air) lebih kurang 50%, bahan mineral
5
45%, dan bahan organik 5%. Kelembaban optimum untuk kehidupan tumbuhan
ruang pori terdri dari 25%udara dan 25% air. Air memiliki pengaruh yang bersifat
melawan terhadap pengaruh faktor-faktor lain erosi seperti hujan, topografi dan
karakteristik tanah.
Kandungan bahan organik yang tinggi dan cenderung kompleks membuat
tanah ini terhindar dari limpasan permukaan yang menyebabkan erosi. Tanah ini
dapat menimbulkan erosi apabila dalam pengelolaannya salah, sehingga
kandungan bahan organik yang ada menjadi berkurang dan perlindungan tanah
terhadap butiran-butiran air hujan juga ikut mengalami penurunan. Faktor yang
berpengaruh terhadap erosi tanah adalah curah hujan, kemiringan lereng, dan
penggunaan lahan. Faktor curah hujan tidak bisa diubah sedangkan faktor
kemiringan lereng dapat diatasi dengan teknik konservasi yaitu pembuatan teras
dan juga teknik vegetative (Hartono, 2016).
Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap erosi dan sedimentasi,
maka factor yang akan diamati lebih mendalam adalah faktor-faktor yang berkaitan
dengan penggunaan lahan yaitu factor vegetasi dan pengelolaan tanaman serta
tindakan konservasi. Kedua factor tersebut dianggap masih memungkinkan untuk
dilakukan perubahan oleh campur tangan manusia. Sementara, faktor erosivitas
merupakan faktor yang tersedia oleh alam sehingga tidak dapat dilakukan
perubahan dengan campur tangan manusia (Aprilliyana, 2015).
C. Vegetasi Terhadap Erosi
Pengaruh vegetasi terhadap erosi yaitu melindungi permukaan tanah dari
tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan dan volume air larian, menahan
partikel-partikel tanah melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan serta
mempertahankan kemantapan kapasaitas tanah dalam menyerap air. Semakin
padat pertanaman maka semakin besar hujan yang terintersepsi sehingga erosi
akan menurun. Hal ini dikarenakan sistem perakaran yang luas dan padat dapat
mengurangi erosi (Utomo, 1994).
Faktor penyebab erosi dinyatakan dalam erosivitas yang merupakan
manifestasi hujan dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan kemiringan serta faktor
tanah dinyatakan dalam erodibilitas yang juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi.
Erosi juga ditentukan oleh sifat hujan, sifat tanah, derajat dan panjang lereng,
adanya penutup tanah berupa vegetasi dan aktifitas manusia dalam hubungannya
dengan pemakaian dan pengelolaan tanah. Peranan vegetasi penutup adalah
6
melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan dan memperbaiki struktur tanah
melalui penyebaran akar-akarnya (Findiana et al, 2013).
Vegetasi mempunyai peranan penting dan sangat berpengaruh terhadap
erosi di suatu tempat. Pengaruh vegetasi pentup terhadap erosi adalah
menurunkan kecepatan air larian dan menahan partikel-partikel tanah. Adanya
vegetasi dapat melindungi dari kerusakan tanah oleh hujan. Tanaman mampu
mempengaruhi erosi karena adanya intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi
melalui energi air hujan, sehingga memperkecil erosi, pengaruh terhadap struktur
tanah melalui penyebaran akar-akarnya, peningkatan kecepatan kehilangan air
karena transpirasi (Nursa’ban, 2006).
D. Tanaman Penutup Tanah
Kerapatan populasi tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Koesmaryono (1996), menjelaskan bahwa peningkatan
populasi tanaman akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) yang dapat
meningkatkan intersepsi radiasi surya oleh kanopi tanaman. Indeks luas daun
merupakan rasio antara ukuran luas kanopi tanaman dengan tempat berdirinya
tanaman. Kanopi tanaman tersebut dapat mengurangi masuknya radiasi ke dalam
tajuk tanaman (Perdinan 2002).
Pertumbuhan tanaman mengakibatkan peningkatan kanopi tanaman,
sehingga cahaya matahari yang menuju tanah terhalang oleh kanopi tanaman. Hal
ini disebabkan radiasi matahari yang masuk kedalam tajuk tanaman mengalami
pengurangan akibat kanopi tanaman yang padat. Tanaman jagung dengan
populasi dan jarak tanam yang berbeda, pertumbuhan tinggi jagung dengan
perlakuan baik populasi maupun jarak tanam dan interaksi keduanya
memperlihatkan pengaruh yang nyata. Selain berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman, radiasi matahari menunjukan pengaruh pada iklim mikro pada sekitar
tanaman (Indrawan et al, 2017).
Semakin rapat dan tertutup kanopi tanaman maka kapasitas
intersepsinya tinggi sedangkan pada tutupan kanopi yang jarang maka kapasitas
intersepsinya rendah. Tanaman legume memiliki tutupan tajuk yang rapat
sehingga kapasitas intersepsinya tinggi. Kanopi atau tajuk tanaman dapat
memecahkan energi butir hujan yang jatuh sehingga energinya berkurang saat
membentur permukaan tanah. Pengaruh akar beberapa jenis tanaman terhadap
erosi sangat berbeda satu sama lain. Akar serabut mengikat butir-butir primer
7
9
10
diolah menjadi data deskriptif. Penelitian yang dilakukan pada petak pengamatan
menggunakan metode eksperimen. Penelitian ini terdiri atas 2 faktor dengan
masing-masing faktor terdapat 3 taraf. Faktor yang digunakan antara lain jenis
kemiringan lahan dan tutupan tanah dengan 3 kali ulangan.
a. Kelas Kemiringan
L1 = < 15%
L2 = 15 – 40%
L3 = > 40%
b. Tutupan Tanah
T0 = Tanah Tanpa Tutupan (kontrol)
T1 = Jagung (Zea mays)
T2 = Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Berdasarkan kedua faktor tersebut, maka diperoleh sebanyak 27 kombinasi
perlakuan dengan 3 kali pengulangan, antara lain:
Tabel 1. Rancangan Percobaan Penelitian
Kelas Kemiringan Lahan (L) Tutupan Tanah (T) Kombinasi Perlakuan
T0 L1T0
L1 T1 L1T1
T2 L1T2
T0 L2T0
L2 T1 L2T1
T2 L2T2
T0 L3T0
L3 T1 L3T1
T2 L3T2
Keterangan:
L1T0 = Kelas kemiringan < 15% + tanpa tutupan
L1T1 = Kelas kemiringan < 15% + jagung
L1T2 = Kelas kemiringan < 15% + kacang tanah
L2T0 = Kelas kemiringan 15-40% + tanpa tutupan
L2T1 = Kelas kemiringan 15-40% + jagung
L2T2 = Kelas kemiringan 15-40% + kacang tanah
L3T0 = Kelas kemiringan >40% + tanpa tutupan
L3T1 = Kelas kemiringan >40% + jagung
L3T2 = Kelas kemiringan >40% + kacang tanah
11
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Sampel
Penelitian dilakukan di beberapa penggunaan lahan tanaman semusim
dengan berdasarkan kemiringan dan tutupan tanah. Pengamatan dilakukan
dengan pengambilan sampel yang ditentukan secara Purposive Sampling yaitu
menentukan petak pengamatan berdasarkan tutupan tanah dan kemiringan.
Titik sampel berdasarkan tutupan tanah yaitu tanah tanpa tutupan, jagung, dan
kacang tanah. Penentuan titik sampel berdasarkan kelas kemiringan tanah
yaitu <15%, 15-40%, dan >40%.
2. Persiapan Awal
Persiapan awal penelitian ini meliputi, menyiapkan petak pengamatan
yang dibuat menggunakan pasak dan mulsa plastik yang dibuat segi empat.
Penggunaan mulsa plastik sebagai pembatas bertujuan agar air yang berada
di luar petak pengamatan tidak masuk. Petak pengamatan dibuat dengan
ukuran 8x3 m dengan 3 kali ulangan. Pemasangan kaleng pada setiap titik
bertujuan untuk menampung air hujan untuk mengetahui jumlah curah hujan
pada tiap titik.
3. Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak 2 kali. Waktu
pengambilan sampel tanah yang pertama saat sebelum penanaman tanaman
semusim dan pengambilan sampel tanah kedua saat waktu panen tanaman
semusim. Analisis yang dilakukan pada setiap petak pengamatan yaitu tekstur,
permeabilitas, dan C-Organik dengan mengambil sampel tanah secara acak.
4. Penanaman
Penanaman benih jagung dan kacang tanah dilakukan setelah analisis
tanah awal selesai dilakukan. Benih ditanam kedalam petak pengamatan yang
telah disiapkan sebelumnya. Jarak tanam pada jagung yaitu 70x30 cm
(Patola, 2008) dan jarak tanam untuk kacang tanah yaitu 30x30 cm
(Muchli et al, 2020). Tiap lubang ditanami 1 benih baik jagung maupun kacang
tanah. Pemupukan pupuk kandang diaplikasikan bersamaan saat penanaman
benih.
12
5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap sehari setelah terjadi hujan pada pukul
06.00. Pengamatan pada penelitian ini meliputi bentuk erosi dan volume erosi.
Cara untuk mendapat data tersebut yaitu :
a. Cara mengukur bentuk erosi alur
Panjang alur didapatkan dengan cara menggunakan benang kasur yang
diletakan pada erosi alur sesuai bentuk lalu dibentangkan dan diukur
panjang alur menggunakan penggaris atau meteran. Lebar dan kedalaman
alur diukur menggunakan penggaris dan jangka sorong.
b. Cara mengukur volume erosi
Volume erosi didapatkan dari rata-rata panjang, lebar, dan kedalaman alur
erosi. Berdasarkan data rata-rata tersebut akan didapat nilai besaran erosi
dalam bentuk volume.
6. Variabel Pengamatan
Parameter utama dalam penelitian ini adalah erosi alur, cover crop dan
erodibilitas. Variabel yang diamati di lapang meliputi panjang, lebar dan
kedalaman erosi alur, volume erosi, tinggi tanaman, serta lebar kanopi
tanaman. Variabel yang diukur di laboratorium meliputi tekstur, permeabilitas,
dan C-Organik.
E. Pengamatan Peubah
Ket:
K : nilai erodibilitas tanah
M : ukuran partikel {(% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % klei)}
a : kandungan bahan organik (%)
b : kelas struktur tanah
c : kelas permeabilitas tanah
Tabel 2. Kelas struktur tanah (Wischmeier et al. 1971 dalam Peraturan Menteri
Kehutanan RI No: P.32/MENHUT-II/2009)
Tipe struktur Kelas
Granular sangat halus (very fine granular) 1
Granular halus (fine granular) 2
Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3
Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platy, massive) 4
F. Analisis Data
Hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif yaitu dinamika erosi alur
meliputi panjang, lebar, dan kedalaman serta volume erosi dideskripsikan dan
dibandingkan dengan berbagai kemiringan dan tutupan lahan. Data yang
diperoleh kemudian diuji secara statistik dengan One Way ANOVA dengan
menggunakan Uji F taraf kepercayaan 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata
terhadap parameter yang diamati, maka analisis dapat dilanjutkan dengan
menggunakan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Kemudian
data akan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
Gunung Bromo dimana merupakan kawasan yang memiliki keadaan alam yang
masih asli keberadaannya. Secara administrasi terletak dalam dua Kelurahan yaitu
Kelurahan Delingan dan Gedong, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah dan secara geografis terletak antara 7o34’21,93”
7o35’38,90” LS dan 110 o59’40,39”-111o0’49,36” BT. KHDTK Gunung Bromo
berada pada ketinggian 200-337,5 mdpl dengan curah hujan 190 mm/bulan
(UPT PUSDIKLATHUT UNS, 2020). Perbatasan wilayah Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Gunung Bromo sebelah utara Kelurahan Sewu Rejo,
Kecamatan Mojogedang, sebelah timur Kelurahan Delingan, Kecamatan
Karanganyar, sebelah selatan Kelurahan Delingan dan Kelurahan Gedong,
Kecamatan Karanganyar, dan sebelah barat Kelurahan Gedong, Kecamatan
Karanganyar. Vegetasi yang terdapat pada wilayah Hutan Gunung Bromo
merupakan hutan tanaman yang terdiri dari pinus, sonokeling, mahoni, dan
beberapa tanaman semusim.
Jenis tanah pada titik penelitian merupakan tanah alfisol. Menurut
Hartono (2016), tanah alfisol merupakan tanah yang relatif muda yang banyak
mengandung mineral primer yang mudah lapuk dan kaya unsur hara. Titik
penelitian terbagi menjadi 3 titik berdasarkan kemiringan lahan. Titik L1 terletak
pada kemiringan < 15% dengan koordinat 07° 35' 7'' LS dan 110° 59' 53'' BT.
Ketinggian tempat dari titik L1 adalah 262,2 mdpl. Titik L2 terletak pada kemiringan
15-40% dengan koordinat 07° 35' 13'' LS dan 110° 59' 54'' BT. Ketinggian tempat
dari titik L2 ini adalah 273 mdpl. Titik L3 terletak pada kemiringan >40% dengan
koordinat 07° 35' 8''LS dan 110° 59' 58'' BT. Ketinggian tempat dari titik L3 adalah
284 mdpl. Setiap titik terdapat 3 perlakuan tutupan lahan. Perlakuan dengan
tutupan lahan yaitu tanpa tutupan lahan, jagung, dan kacang tanah. Penelitian
dilakukan di lahan yang berukuran tiap petaknya 3x8 m dengan 3 kali ulangan tiap
perlakuan sehingga terdapat 27 perlakuan. Kondisi lahan yang digunakan untuk
penelitian tidak ternaungi oleh pohon-pohon di sekitar pertanaman sehingga
tanaman mendapatkan cahaya matahari secara optimum namun, kondisi lahan
dengan kemiringan <15% terdapat beberapa akar pohon pinus di beberapa petak
15
16
yang akan berpengaruh selama penelitian. Selain itu, lahan dengan kemiringan
>40% memiliki banyak bebatuan dan akar pohon yang diduga akan berpengaruh
pada erosi alur yang akan terbentuk.
B. Parameter Pengamatan
Kemiringan dan vegetasi merupakah salah satu faktor yang mempengaruhi
erosi tanah. Kemiringan suatu areal berpengaruh pada laju air yang mengalir
ketika terjadinya hujan dapat menyebabkan erosi. Adanya vegetasi mempengarui
erosi dimana dapat menahan air hujan dan laju aliran permukaan sehingga areal
tersebut tidak mudah tererosi. Erosi alur terjadi akibat pengikisan aliran air yang
membentuk saluran kecil yang mengalami konsentrasi aliran air hujan yang
berakibat pengikisan tanah. Perkembangan suatu erosi alur terjadi karena faktor
iklim, vegetasi, tanah dan manusia (Tarigan dan Madianto, 2013).
96,15
120
81,05
Curah Hujan (mm)
100
71,50
68,70
66,65
65,20
58,70
80
47,60
47,25
45,50
43,90
40,30
60
30,50
28,85
21,00
17,35
16,35
40
11,10
11,00
9,85
8,15
20
0
dengan kecepatan tertentu dan hancurnya agregat tanah didukung pula dengan
faktor kemiringan lahan.
Gambar 1 menunjukan bahwa curah hujan tertinggi terdapat pada tanggal
24 Desember 2019 dimana tanggal tersebut mulai adanya erosi alur yang terjadi
di beberapa petak pengamatan. Mulai tanggal 25 November 2019 sampai sebelum
18 Desember 2019 curah hujan harian mulai mengalami peningkatan. Air hujan
yang secara terus menerus memukul permukaan tanah secara langsung akan
menghancurkan agregat-agregat tanah dan sekaligus melepaskan partikel-partikel
tanah. Penghancuran agregat dan lepasnya partikel tanah adalah pertanda awal
terbentuknya erosi. Hal ini diduga terbentuknya alur kecil yang dilewati air hujan
terus menerus dengan curah hujan yang selalu meningkat menyebabkan terjadi
inisiasi erosi alur dan puncak terbentuknya erosi alur ada pada curah hujan
tertinggi yaitu 24 Desember 2019. Semakin tinggi curah hujan menyebabkan
semakin besar pemecahan agregat tanah akibat energi kinetik dari curah hujan.
1. Erosi Alur
Erosi alur terbentuk pada tanah yang miring, hal ini disebabkan oleh
aliran air yang mengalir pada tempat tinggi menuju tempat yang rendah.
Menurut Donie et al. (2018) bahwa erosi alur terjadi di lahan pertanian yang
miring yang memiliki tekstur tanah klei dan di tanah yang baru ditanami
sehingga kondisi struktur tanah agak gembur. Semakin tinggi kemiringan suatu
tempat maka semakin cepat pula laju aliran air sehingga menyebabkan tanah
tererosi. Sesuai dengan pernyataan Kuvaini (2013) bahwa tanah tererosi
menimbulkan adanya kerusakan tanah dimana tanah tersebut akan mengalami
penurunan kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan Lampiran 4 dimana terjadi
penurunan bahan organik pada tanah sebelum ada erosi alur dan sesudah
terjadinya erosi alur.
a. Panjang Alur
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, Tabel 9 dan 10) menunjukkan
bahwa untuk Tabel 4 berpengaruh nyata terhadap panjang erosi alur
karena memperoleh nilai <0,05 atau artinya kedua perlakuan tersebut
memberikan pengaruh nyata (signifikan) terhadap panjang alur. Setelah
diuji lanjut didapatkan hasil dimana pada perlakuan kemiringan <15% tidak
berbeda nyata terhadap kemiringan 15-40%, sedangkan kemiringan >40%
berbeda nyata terhadap kemiringan lainnya. Perlakuan tanpa tutupan
18
lahan memperoleh hasil beda nyata terhadap tutupan jagung dan berbeda
nyata pula terhadap kacang tanah pada uji lanjut. Tutupan lahan dengan
menggunakan jagung berbeda nyata terhadap tutupan kacang tanah. Hal
ini menunjukkan bahwa kemiringan lahan dan tutupan tanah sangat
berpengaruh terhadap panjang erosi alur.
Tabel 4. Rata-rata panjang erosi alur (cm)
Kemiringan Tutupan Lahan
Tanpa Kacang
<15% 15-40% >40% Jagung
Tutupan Tanah
Rata-Rata
Panjang 75.56a 96.17a 146.90b 153.85c 120.42b 44.37a
Alur (cm)
Sig. 0.001 0.000
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan kemiringan lahan
>40% berbeda nyata dengan kemiringan lainnya dan mendapatkan rerata
tertinggi sebesar 146,90 cm. Semakin curam suatu lahan akan
memperbesar energi angkut air dan jumlah butir tanah akibat curah hujan
semakin banyak. Nursa’ban (2006) menjelaskan bahwa kekuatan perusak
air yang mengalir sebagai aliran permukaan di suatu lahan akan
menyebabkan semakin besar dan semakin panjang erosi yang terbentuk.
Perlakuan tutupan lahan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua
perlakuan tutupan lahan berbeda nyata atau berpengaruh terhadap
panjang erosi alur. Rerata tertinggi dari perlakuan tutupan lahan terdapat
pada lahan tanpa tutupan sebesar 153,85 cm. Menurut
Febriyandra et al. (2017), saat terjadi hujan pada lahan terbuka tanpa
tanaman dengan berbagai kemiringan lahan maka semakin cepat
kecepatan aliran permukaan akan menyebabkan erosi. Adanya tanaman
penutup tanah dapat mengurangi jumlah aliran permukaan dan erosi
namun tergantung pada pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman,
kepadatan tanaman, jumlah daun, dan sistem perakaran.
Pengukuran panjang alur pada erosi alur dilakukan dengan cara
diukur dari batas awal hingga batas akhir per segmen sesuai liku setiap
pola alur yang terbentuk pada petak pengamatan. Panjang alur erosi alur
diukur menggunakan benang kasur dan meteran. Perubahan panjang alur
pada tiap segmen dan tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
19
280 280
ditemukan adanya erosi alur pada lahan tanpa tutupan dan jagung.
Panjang alur tertinggi pada kemiringan <15% adalah lahan tanpa tutupan
(Gambar 2a). Lahan dengan kemiringan 15-40% ditemukan erosi alur pada
lahan tanpa tutupan dan jagung. Panjang alur tertinggi pada kemiringan
15-40% adalah lahan tanpa tutupan, serta ditemukan adanya percabangan
alur pada segmen 3 sampai 6 sehingga panjang alur lebih tinggi
dibandingkan pada tutupan jagung (Gambar 2b). Lahan dengan
kemiringan >40% ditemukan erosi alur pada semua tutupan lahan. Lahan
tanpa tutupan memperoleh panjang alur yang tinggi, namun tutupan jagung
pada segmen 5 dan 6 panjang alur melebihi lahan tanpa tutupan
dikarenakan adanya percabangan pada segmen tersebut.
250
209,16d
195,18cd190,11cd
200
Panjang Alur (cm)
145,04bc
150 124,83ab 126,66ab
106,83ab
100 77,70a
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lahan Kemiringan >40% Segmen Ke-
Gambar 3. Rerata panjang alur per segmen pada lahan kemiringan >40%
Berdasarkan hasil analisis statistika menghasilkan kemiringan
<15% dan 15-40% tidak berbeda nyata terhadap panjang erosi alur. Hal ini
diduga bahwa pada kedua lahan tersebut memiliki hasil yang relatif sama
dimana faktor curah hujan yang jatuh pada lahan tersebut belum mampu
membentuk erosi yang lebih besar. Sesuai dengan penelitian
Satriagasa et al. (2020) bahwa lahan kemiringan datar sampai agak miring
memiliki bentuk erosi yang hampir sama akan tetapi dengan ukuran yang
berbeda, dan lahan yang curam akan memiliki erosi yang terbentuk
semakin besar. Lahan kemiringan >40% menunjukkan adanya interaksi
nyata (signifikan) terhadap panjang erosi alur. Semakin curam suatu lahan
maka saat curah hujan jatuh mengenai lahan tersebut terjadi pengikisan
21
tanah yang membuat erosi akan semakin besar daripada lahan dengan
kemiringan kurang dari 40%.
Hasil analisis ragam per segment tiap kemiringan (Lampiran 2,
Tabel 11, 15, dan 19) menunjukkan bahwa perlakuan kemiringan <15%
dan 15-40% memperoleh nilai >0,05 yang berarti perlakuan tersebut tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang alur, sedangkan
kemiringan >40% memperoleh nilai <0,05 atau artinya perlakuan tersebut
memberikan pengaruh nyata (signifikan) terhadap panjang alur. Gambar 3
menunjukkan hasil rerata panjang alur per segmen lahan kemiringan >40%
dimana segmen ke 6 mendapatkan nilai tertinggi sebesar 209,16 cm.
Segmen ke 4 sampai 6 mendapat rerata relatif tinggi daripada segmen
lainnya. Hal ini dikarenakan terbentuknnya percabangan dari segmen ke 4
sampai 6 akibat pengikisan tanah oleh air hujan yang membuat jumlah
erosi semakin besar salah satunya dicirikan dengan panjang alur yang
semakin tinggi.
b. Lebar Alur
Hasil analisis ragam (Lampiran 2, Tabel 9 dan 10) menunjukkan
bahwa untuk Tabel 5 berpengaruh nyata terhadap lebar erosi alur karena
memperoleh nilai <0,05 atau artinya kedua perlakuan tersebut memberikan
pengaruh nyata terhadap lebar erosi alur. Setelah diuji lanjut didapatkan
hasil dimana pada perlakuan kemiringan <15% berbeda nyata terhadap
kemiringan 15-40% dan >40%. Nilai rerata lebar alur tertinggi terdapat
pada kemiringan >40%. Perlakuan tanpa tutupan lahan memperoleh hasil
beda nyata terhadap tutupan jagung dan berbeda nyata pula terhadap
kacang tanah pada uji lanjut. Tutupan lahan dengan menggunakan jagung
berbeda nyata terhadap tutupan kacang tanah. Hal ini menunjukkan bahwa
kemiringan lahan maupun tutupan tanah sangat berpengaruh terhadap
lebar erosi alur.
22
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa semua perlakuan kemiringan lahan
berbeda nyata. Hal ini menandakan kemiringan suatu lahan berpengaruh
terhadap lebar erosi alur. Perlakuan kemiringan lahan >40% berbeda nyata
dengan kemiringan lainnya dan mendapatkan rerata tertinggi sebesar
29,06 cm. Semakin miring suatu lahan semakin cepat aliran air dan jumlah
butir tanah yang terangkut akibat curah hujan semakin banyak. Rerata
tertinggi dari perlakuan tutupan lahan terdapat pada lahan tanpa tutupan
sebesar 27,75 cm. Lahan tanpa tutupan dengan berbagai kemiringan
memiliki resiko kecepatan aliran permukaan saat hujan menyebabkan
erosi. Adanya tutupan lahan akan mencegah terjadinya erosi. Hal ini
dikarenakan kanopi tanaman dapat memecahkan energi butir hujan yang
jatuh sehingga energinya berkurang saat membentur permukaan tanah.
Lebar erosi alur diukur dengan menggunakan jangka sorong pada
lima titik per segmen. Pengukuran pada lima titik dimaksudkan untuk
mendapatkan rata-rata lebar erosi alur yang diamati tiap segmen pada tiap
perlakuan. Perubahan lebar alur erosi alur dipengaruhi oleh intensitas
curah hujan. Proses awal terbentuknya lebar alur adalah dengan runtuhnya
gumpalan tanah pada dinding tanah. Perubahan lebar alur pada tiap
segment dan tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
23
30 60
50
40,99c
45 38,86c
40 35,50bc
Lebar Alur (cm)
35 27,27abc 26,79abc28,32abc
30
25 19,59ab
20 15,11a
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Lahan Kemiringan >40% Segment Ke-
Gambar 5. Rerata lebar alur per segment pada lahan kemiringan >40%
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa kemiringan <15% dan
15-40% tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap lebar alur erosi
alur. Kedua lahan tersebut memiliki rerata lebar alur yang relatif sama
dimana aliran air hujan yang mengalir pada lahan tersebut belum mampu
membentuk lebar erosi yang lebih lebar, sedangkan pada lahan kemiringan
>40% menunjukkan adanya interaksi nyata (signifikan) terhadap lebar
erosi alur. Lahan yang semakin curam membuat aliran permukaan semakin
deras sehingga terjadi pengikisan tanah yang membuat erosi akan
semakin lebar daripada lahan dengan kemiringan kurang dari 40%.
Hasil analisis ragam per segmen tiap kemiringan (Lampiran 2,
Tabel 12, 16, dan 20) menunjukkan perlakuan kemiringan <15% dan
15-40% memperoleh nilai >0,05 yang berarti perlakuan tersebut tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap lebar alur, sedangkan
kemiringan >40% memperoleh nilai <0,05 atau artinya perlakuan tersebut
memberikan pengaruh nyata (signifikan) terhadap lebar alur. Gambar 5
menunjukkan hasil rerata lebar alur per segmen lahan kemiringan >40%
dimana segmen ke 4 mendapatkan nilai tertinggi sebesar 40,99 cm.
25
9 9
4 4
-1 -1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8
Segmen Ke- Segmen Ke-
14
Kedalaman Alur (cm)
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Segmen Ke-
0,014
0,01
0,008 0,0057a
0,006 0,0038a
0,004
0,002
0
<15% 15-40% >40%
Kemiringan Lahan
0,012 0,009b
Volume Erosi Alur (m3)
0,01 0,007b
0,008
0,006 0,0033a
0,004
0,002
0
Tanpa Tutupan Jagung Kacang Tanah
Tutupan Lahan
berbeda nyata dengan lahan dengan tutupan jagung, akan tetapi lahan
tanpa tutupan berbeda nyata dengan lahan kacang tanah. Volume erosi
alur pada lahan kacang tanah lebih kecil daripada perlakuan tutupan lahan
lainnya yang disebabkan oleh kerapatan kanopi tanaman. Sutapa (2010)
mengatakan bahwa adanya vegetasi penutup tanah merupakan cara
paling efektif untuk mencegah erosi. Volume erosi alur pada perlakuan
tutupan lahan tertinggi terdapat pada lahan tanpa tutupan sebesar
0,0090 m3. Volume erosi terendah terdapat pada lahan kacang tanah
sebesar 0,0033 m3. Rendahnya volume erosi pada suatu lahan dapat
disebabkan beberapa faktor. Hal itu dijelaskan oleh Rostami et al. (2019),
biasanya ketika permukaan tanah ditutupi dengan penghalang yang
berbeda seperti kerikil, bebatuan, dan seresah maka kecepatan aliran dan
erosi rendah.
2. Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi Tanaman
Hasil analisis korelasi tinggi tanaman terhadap volume, panjang, dan
lebar erosi alur menunjukkan bahwa signifikansi memperoleh nilai >0,05 yang
berarti tinggi tanaman tersebut tidak terdapat korelasi. Korelasi tinggi tanaman
terhadap kedalaman erosi alur memperoleh nilai signifikansi <0,05 yang
berarti tinggi tanaman berkorelasi terhadap kedalaman erosi alur. Signifikansi
lebar kanopi tanaman terhadap volume dan panjang erosi alur memperoleh
nilai signifikansi >0,05 atau artinya lebar kanopi tanaman tersebut
memberikan tidak berkorelasi terhadap volume dan panjang erosi alur. Hasil
analisis korelasi lebar kanopi tanaman terhadap lebar dan kedalaman erosi
alur menunjukkan bahwa signifikansi memperoleh nilai <0,05 yang berarti
lebar kanopi tanaman tersebut berkorelasi terhadap lebar dan kedalaman
erosi alur.
Tabel 7. Hasil analisis korelasi variabel pendukung terhadap variabel utama
Pearson Correlation
Variabel Pendukung Volume Panjang Lebar Kedalaman
Erosi Erosi Erosi Erosi
ns ns ns
Tinggi Tanaman (cm) -0.330 -0.342 -0.363 -0.384*
ns ns
Lebar Kanopi Tanaman (cm) -0.348 -0.374 -0.390* -0.421*
Keterangan : * = berpengaruh nyata, ns = berpengaruh tidak nyata,
r tabel = 0,381
30
a. Tinggi Tanaman
Pertumbuhan pada tanaman dapat ditunjukkan salah satunya
dengan melakukan pengamatan tinggi tanaman. Tinggi jagung umumnya
dapat mencapai 2 m dan kacang tanah umumnya memiliki tinggi sebesar
30-50 cm, namun hal itu tergantung pada proses pemeliharaan hingga
dewasa. Hasil korelasi pada tinggi tanaman terhadap volume, panjang, dan
lebar erosi menghasilkan nilai r hitung < r tabel, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat korelasi antara tinggi tanaman dengan volume,
panjang, dan lebar erosi alur. Hasil korelasi pada tinggi tanaman terhadap
kedalaman erosi alur menghasilkan nilai r hitung > r tabel, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara tinggi tanaman dengan
kedalaman erosi alur. Tanda negatif (-) menunjukkan hubungan yang
berlawanan yang memiliki arti jika semakin besar tinggi tanaman
menyebabkan volume, panjang, lebar, dan kedalaman erosi akan semakin
rendah, dan sebaliknya. Anwar et al. (2012) mengatakan bahwa semakin
tinggi tanaman penutup maka semakin tinggi pula efektifitasnya. Efektifitas
yang dimaksud adalah seberapa mampu tanaman penutup tanah dalam
mengurangi erosi yang bergantung pada tinggi dan kerapatan tanaman
tersebut. Saat terjadi hujan, butiran curah hujan akan menumbuk tanaman
penutup sehingga energi kinetik curah hujan yang jatuh ke tanah akan
semakin rendah sehingga belum mampu membuat kedalaman erosi alur
semakin dalam. Vegetasi merupakan faktor penting untuk mengendalikan
intensitas aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi.
Rostami et al. (2019) mengatakan bahwa sangat penting dalam
mengurangi erosi alur dengan melindungi tanah dari curah hujan dan
bertindak sebagai penahan aliran air.
b. Lebar Kanopi Tanaman
Hasil korelasi pada lebar kanopi tanaman terhadap volume dan
panjang erosi alur menghasilkan nilai r hitung < r tabel, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara lebar kanopi tanaman
dengan volume dan panjang erosi alur. Hasil korelasi pada lebar kanopi
tanaman terhadap lebar dan kedalaman erosi alur menghasilkan nilai
r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara
lebar kanopi tanaman dengan lebar dan kedalaman erosi alur. Tanda
31
negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan yang memiliki arti jika
semakin besar lebar kanopi tanaman maka volume, panjang, lebar, dan
kedalaman erosi akan semakin rendah, dan sebaliknya. Lahan dengan
tutupan kacang tanah menghasilkan volume erosi lebih rendah dari lahan
dengan tutupan jagung. Hal ini dikarenakan pertumbuhan lebar kanopi atau
tajuk dapat menutup permukaan tanah lebih baik daripada penutupan
kanopi jagung. Selaras dengan penelitian Febriyanda et al (2017) bahwa
untuk mengetahui pengaruh vegetasi terhadap erosi dapat dilihat dari
struktur lebar kanopi atau tajuk yang dapat meminimalkan kecepatan air
hujan saat jatuh ke permukaan tanah dan memperkecil diameter tetesan
air hujan.
Vegetasi memiliki peran untuk melindungi permukaan tanah dari
pukulan langsung air hujan yang dapat mempengaruhi agregat tanah.
Lebar kanopi tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya erosi. Menurut Masnang et al. (2014), peranan lebar kanopi
tanaman adalah sebagai penahan curah hujan. Adanya kanopi tanaman
menyebabkan air hujan tidak langsung jatuh ke permukaan tanah, tetapi
terhalang oleh tajuk tanaman dan mencapai permukaan tanah melalui
aliran air pada batang melalui ranting, percabangan, serta air lolosan
kanopi.
3. Erodibilitas
Erodibilitas atau nilai K merupakan nilai resistensi partikel tanah
terhadap energi kinetik yang disebabkan oleh curah hujan dan pengangkutan
oleh air limpasan permukaan (Poerbandono et al, 2006). Faktor yang dapat
mempengaruhi nilai K atau erodibilitas adalah tekstur tanah, struktur tanah,
permeabilitas tanah, dan bahan organik. Peranan tekstur terhadap nilai
erodibilitas tanah sangat besar. Lengkong et al. (2015) menjelaskan bahwa
yang paling stabil dan resisten terhadap erosi adalah tanah liat karena
mempunyai kemantapan struktur yang lebih tinggi.
32
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.R., Pudyono, P. and Sahiruddin, M. 2012. Penanggulangan erosi secara
struktural pada daerah aliran sungai bango. Rekayasa Sipil 3(1): 51-63.
Aprilliyana, D. 2015. Pengaruh perubahan penggunaan lahan sub das rawapening
terhadap erosi dan sedimentasi danau rawapening.
J Pembangunan Wilayah & Kota 11(1): 103-116.
Arsyad S. 2006. Konservasi tanah dan air. Bogor (ID): IPB Press.
________. 2010. Konservasi tanah dan air. Edisi kedua Cetakan kedua. Bogor
(ID): IPB Press.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID): UGM Pers.
Cahyadi, A. 2017. Kajian permasalahan daerah aliran sungai juwet kabupaten
gunungkidul dan usulan penanggulanganya. Seminar Nasional Geospatial
Day. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Chen, T, R.Q Niu, Y. Wang, P.-X. Li, L.P Zhang, B. Du. 2011. Assessment of
spatial distribution of soil loss over the upper basin of Miyun reservoir in
China based on RS and GIS techniques. Environ Monit Assess
179: 605–617.
Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto, C. and Marwanto, S. 2004. Kepekaan
tanah terhadap erosi. J Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering
Berlereng pp. 7-30.
Donie, S., Harjadi, B., Wahyuningrum, N. and Adi, R.N.,. 2018. Pengendalian erosi
jurang: suatu upaya pencapaian keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan.
Surakarta (ID) : BPPTPDAS.
Febriyandra, E. and Amri, A.I. 2017. Pengaruh beberapa jenis tanaman semusim
terdahap aliran permukaan tanah di desa batu gajah kecamatan pasir penyu
kabupaten Indragiri Hulu. J Online Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Riau 4 (1): 1-10.
Findiana, M.D.D., Suharto, B. and Wirosoedarmo, R. 2013. Analisa tingkat bahaya
erosi pada DAS bondoyudo lumajang dengan menggunakan metode
musle. J Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(2): 9-17.
Firmansyah, A.S., Hartati, S. and Widijanto, H. 2015. Pengaruh pupuk organik
terhadap serapan Ca dan Mg serta hasil kacang tanah pada lahan
terdegradasi. J Agrosains 17(1): 9-13.
Fuady, Z., H. Satriawan. 2011. Penerapan guludan terhadap laju aliran permukaan
dan erosi. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Presisi. Medan.
Hartono, R. 2016. Identifikasi bentuk erosi tanah melalui interpretasi citra google
earth di wilayah sumber brantas. J Pendidikan Geografi 21(1): 30-43.
Hayati, M., Marliah, A. and Fajri, H. 2012. Pengaruh varietas dan dosis pupuk SP-
36 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah
(Arachis hypogaea L.). J Agrista 16(1): 7-13.
Indrawan, R.R., Suryanto, A. and Soelistyono, R. 2017. Kajian iklim mikro terhadap
berbagai sistem tanam dan populasi tanaman jagung manis (Zea Mays
Saccharata Sturt.). J Produksi Tanaman 5(1): 92-99.
36
Irwan. 2013. Pengukuran erosi menggunakan plot. Jakarta Timur (ID): Predana
Media Group.
Kalaati, I., Ramlan, R. and Rahman, A.,. 2019. Tingkat erodibilitas tanah pada
beberapa tingkat kemiringan lahan di desa labuan toposo kecamatan labuan
kabupaten donggala. AGROTEKBIS 7(2): 172-178.
Kironoto, B.A. dan Yulistiyanto B. 2003. Diktaat kuliah hidraulika transfor sedimen.
Yogyakarta (ID): PPS-Teknik Sipil.
Koesmaryono, Y. 1996. Studies on photosynthesis, growth and yield of soybean
(Glycine max (L.) Merr.) in relation to climatological envirotment.
Dissertation. United Graduated School of Agricultural Science. Matsuyama
(Japan) : Ehime University.
Kuvaini, A. 2013. Identifikasi dan pengukuran potensi erosi alur serta dampaknya
di areal perkebunan kelapa sawit. J Citra Widya Edukasi 5(2): 1-11.
Lengkong, M.A., Sondakh, T., Kamagi, Y.E. and Montolalu, M. 2015. Erodibilitas
tanah (k) di sepanjang jalur jalan manado-tomohon soil. COCOS 6(12): 1-9.
Masnang, A. and Sinukaban, N. 2014. Kajian tingkat aliran permukaan dan erosi,
pada berbagai tipe penggunaan lahan di sub das Jenneberang Hulu.
J Agroteknos 4(1): 32-37.
Muchli, M., Ningsih, S.S. and Purba, D.W. 2020. Pengaruh perlakuan jarak tanam
dan pemberian pupuk organik cair (POC) batang pisang terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah (Arachis hypogea L).
J Bernas 15(1): 29-40.
Navisya, H.I. 2017. Viabilitas dan pertumbuhan biji porang (Amorphophallus
Muelleri Blume) dari bunga terfertilisasi dan tidak terfertilisasi. Thesis.
Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya.
Noor, Djauhari. 2006. Geologi lingkungan. Yogjakarta (ID): Graha ilmu.
Nugraha, S.S. and Sartohadi, J. 2018. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
kerapatan erosi parit di daerah aliran sungai kaliwungu.
J Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 2(1): 73-88.
Nursa’ban, M. 2006. Pengendalian erosi tanah sebagai upaya melestarikan
kemampuan fungsi lingkungan. J Geomedia 4(3): 93-116.
Patola, E. 2008. Analisis pengaruh dosis pupuk urea dan jarak tanam terhadap
produktivitas jagung hibrida P-21 (Zea mays L.).
J Inovasi Pertanian 7(1): 51-65.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P.32/MENHUT-II/2009.
Perdinan. 2002. Efisiensi pemanfaatan radiasi surya, profil suhu udara dan
akumulasi panas tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di
Dataran Tinggi Pasir Sarongge, Cianjur-Jawa Barat. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Poerbandono, A.B., Harto, A.B. and Rallyanti, P. 2006. Evaluasi perubahan
perilaku erosi daerah aliran sungai Citarum Hulu dengan pemodelan
spasial. J Infrastruktur dan Lingkungan Binaan 2(2): 21-28.
37
Putra, R.D., Jafrizal, J. and Suryadi, S. 2020. Pengaruh jarak tanam dan jenis
pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis
(Zea mays Saccharata Sturt.). J Agriculture 14(2): 1-12.
Rahmianna, A.A., Pratiwi, H. and Harnowo, D. 2015. Budidaya kacang tanah.
J Monogr. Balitkabi. pp 134-169.
Rejman, J. and Brodowski, R. 2005. Rill characteristics and sediment transport as
a function of slope length during a storm event on loess soil. Earth Surface
Processes and Landforms: The Journal of the British Geomorphological
Research Group 30(2): 231-239.
Rizalihadi, Maimun et al. 2012. Kalibrasi metode usle dalam estimasi erosi akibat
kehadiran alur (rill) pada suatu lahan yang ditanami rumput gajah (Penisetum
purpureum). J Teknik Sipil 1(2): 215-226.
Rokhmaningtyas, R.P. and Setiawan, M.A. 2017. Estimasi kehilangan tanah aktual
terkait pengaruh vegetasi di DAS Bompon Kabupaten Magelang.
J Bumi Indonesia 6(2): 1-8.
Rostami, F., Feiznia, S., Aleali, M. and Heshmati, M. 2019. Erodibility and
sedimentation potential of marly formations at the watershed scale.
Global Journal of Environmental Science and Management 5(3): 383-398.
Saputra, A. and Wawan, W.,. 2017. Pengaruh leguminosa cover crop (LCC)
Mucuna Bracteata pada tiga kemiringan lahan terhadap sifat kimia tanah dan
perkembangan akar kelapa sawit belum menghasilkan.
JOM FAPERTA 4(2): 1-15.
Saribun, D.S., 2007. Pengaruh jenis penggunaan lahan dan kelas kemiringan
lereng terhadap bobot isi, porositas total, dan kadar air tanah pada sub-das
cikapundung hulu. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Satriagasa, M.C. and Suryatmojo, H.,. 2020. Efektivitas tutupan rumput gajah
(Pennisetum purpureum) dalam mitigasi erosi tanah oleh air
hujan. AgriTECH 40(2): 141-149.
Satya, G., Andriawan, A.H., Ridho'i, A. and Seputro, H. 2014. Intensitas curah
hujan memicu tanah longsor dangkal di Desa Wonodadi Kulon.
J Pengabdian Masyarakat 1(01): 65-71.
Seutloali, K.E. and Beckedahl, H.R. 2015. Understanding the factors influencing
rill erosion on roadcuts in the south eastern region of South Africa.
Solid Earth 6(2): 633-641.
Shen, H., Zheng, F., Wen, L., Lu, J. and Jiang, Y. 2015. An experimental study of
rill erosion and morphology. Geomorphology 231: 193-201.
Shit, P.K., Bhunia, G.S. and Maiti, R. 2016. An experimental investigation of rill
erosion processes in lateritic upland region: A pilot study.
Eurasian Journal of Soil Science 5(2): 121-131.
Srihartanto, E., Bekti, U.B. and Suhardjo, M. 2012. Budi daya kacang tanah
berbasis pemulihan lahan yang terkena erupsi merapi. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
38
LAMPIRAN
40
Tabel 10. Analisis ragam tutupan lahan terhadap parameter erosi alur
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Panjang Between 151091.455 2 75545.728 24.793 .000
Groups
Within Groups 210244.898 69 3047.028
Total 361336.353 71
Lebar Between 4643.297 2 2321.649 17.265 .000
Groups
Within Groups 9278.269 69 134.468
Total 13921.566 71
Kedalaman Between 369.549 2 184.775 43.616 .000
Groups
Within Groups 292.309 69 4.236
Total 661.858 71
Volume Between .000 2 .000 14.709 .000
Groups
Within Groups .001 69 .000
Total .001 71
44
Tabel 11. Analisis ragam panjang alur per segment lahan kemiringan <15%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 5148.063 7 735.438 0.159 0.990
Within Groups 74142.416 16 4633.901
Total 79290.480 23
Tabel 12. Analisis ragam lebar alur per segment lahan kemiringan <15%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 49.178 7 7.025 0.099 0.998
Within Groups 1138.222 16 71.139
Total 1187.400 23
Tabel 13. Analisis ragam kedalaman alur per segment lahan kemiringan <15%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 4.730 7 0.676 0.083 0.999
Within Groups 130.059 16 8.129
Total 134.790 23
Tabel 14. Analisis ragam volume alur per segment lahan kemiringan <15%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 0.000 7 0.000 0.128 0.995
Within Groups 0.000 16 0.000
Total 0.000 23
Tabel 15. Analisis ragam panjang alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 5148.063 7 735.438 0.159 0.990
Within Groups 74142.416 16 4633.901
Total 79290.480 23
Tabel 16. Analisis ragam lebar alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 49.178 7 7.025 0.099 0.998
Within Groups 1138.222 16 71.139
Total 1187.400 23
45
Tabel 17. Analisis ragam kedalaman alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 4.730 7 0.676 0.083 0.999
Within Groups 130.059 16 8.129
Total 134.790 23
Tabel 18. Analisis ragam volume alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 0.000 7 0.000 0.128 0.995
Within Groups 0.000 16 0.000
Total 0.000 23
Tabel 19. Analisis ragam panjang alur per segment lahan kemiringan >40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 46234.726 7 6604.961 5.636 0.002
Within Groups 18750.096 16 1171.881
Total 64984.823 23
Tabel 20. Analisis ragam lebar alur per segment lahan kemiringan >40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 1718.255 7 245.465 3.360 0.021
Within Groups 1169.034 16 73.065
Total 2887.289 23
Tabel 21. Analisis ragam kedalaman alur per segment lahan kemiringan >40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 53.025 7 7.575 0.909 0.524
Within Groups 133.302 16 8.331
Total 186.327 23
Tabel 22. Analisis ragam volume alur per segment lahan kemiringan >40%
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 0.000 7 0.000 1.058 0.432
Within Groups 0.000 16 0.000
Total 0.000 23
46
Tabel 26. Uji lanjut panjang alur per segment lahan kemiringan <15%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L1T0 74.09 103.00 147.17 163.50 116.00 156.17 117.50 96.25
L1T1 58.60 97.33 108.00 114.00 116.00 116.00 118.00 111.83
0.990
L1T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 44.23a 66.78a 85.06a 92.50a 77.33a 90.72a 78.50a 69.36a
Tabel 27. Uji lanjut panjang alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L2T0 96.42 115.67 168.32 247.47 253.98 204.44 179.00 162.48
L2T1 93.20 104.00 108.00 114.00 114.00 116.00 113.00 118.00
0.992
L2T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 63.21a 73.22a 92.11a 120.49a 122.66a 106.81a 97.33a 93.49a
Tabel 28. Uji lanjut panjang alur per segment lahan kemiringan >40%
Segment Sig.
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
L3T0 66.25 104.50 156.50 216.95 210.84 222.00 169.50 144.32
L3T1 58.20 109.00 110.00 217.00 237.00 234.00 115.00 89.80
0.002
L3T2 107.75 107.00 108.00 151.60 122.50 171.50 150.63 145.85
Rata-rata 77.7a 106.83ab 124.83ab 195.18cd 190.11cd 209.16d 145.04bc 126.66ab
48
Tabel 29. Uji lanjut lebar alur per segment lahan kemiringan <15%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L1T0 9.46 11.52 16.69 20.91 14.85 21.61 16.12 16.62
L1T1 10.42 9.73 10.58 11.30 10.73 11.03 10.67 12.12
0.998
L1T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 6.63a 7.08a 9.09a 10.74a 8.53a 10.88a 8.93a 9.58a
Tabel 30. Uji lanjut lebar alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Segment Sig.
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
L2T0 25.37 29.98 35.53 36.83 47.17 37.74 29.54 23.95
L2T1 13.10 21.32 22.94 16.86 14.64 20.68 16.90 21.28
0.999
L2T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 12.82a 17.10a 19.50a 17.90a 20.60a 19.47a 15.48a 15.08a
Tabel 31. Uji lanjut lebar alur per segment lahan kemiringan >40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L3T0 17.85 20.29 26.96 51.39 40.27 45.17 35.02 35.12
L3T1 15.28 10.92 26.82 42.02 46.52 43.40 25.62 19.24
0.021
L3T2 25.65 14.13 28.05 29.55 19.71 28.01 19.74 30.60
Rata-rata 19.59ab 15.11a 27.27abc 40.99c 35.5bc 38.86c 26.79abc 28.32abc
49
Tabel 32. Uji lanjut kedalaman alur per segment lahan kemiringan <15%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L1T0 4.53 4.10 5.95 5.83 4.21 7.38 4.14 4.63
L1T1 5.36 4.15 5.32 4.73 4.40 3.70 3.80 3.28
0.999
L1T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 3.30a 2.75a 3.76a 3.52a 2.87a 3.69a 2.65a 2.64a
Tabel 33. Uji lanjut kedalaman alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L2T0 6.5 7.10 6.45 9.23 8.34 7.05 7.15 7.36
L2T1 4.18 5.16 4.02 5.32 4.00 4.14 3.48 3.78
1.000
L2T2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 3.56a 4.09a 3.49a 4.85a 4.11a 3.73a 3.54a 3.71a
Tabel 34. Uji lanjut kedalaman alur per segment lahan kemiringan >40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L3T0 4.62 4.38 8.02 10.61 11.83 12.34 7.86 10.39
L3T1 4.36 3.92 3.30 8.02 6.78 6.64 3.12 2.62
0.524
L3T2 3.56 3.48 5.43 5.23 3.81 4.78 5.50 5.11
Rata-rata 4.18a 3.93a 5.58a 7.95a 7.47a 7.92a 5.49a 6.04a
50
Tabel 35. Uji lanjut volume alur per segment lahan kemiringan <15%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L1T0 0.0038 0.0051 0.0058 0.0068 0.0073 0.0086 0.0078 0.0074
L1T1 0.0033 0.0040 0.0061 0.0061 0.0055 0.0047 0.0048 0.0045
0.995
L1T2 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Rata-rata 0.0024a 0.0030a 0.0039a 0.0043a 0.0043a 0.0044a 0.0042a 0.0039a
Tabel 36. Uji lanjut volume alur per segment lahan kemiringan 15-40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L2T0 0.0068 0.0106 0.0081 0.0070 0.0082 0.0065 0.0078 0.0121
L2T1 0.0051 0.0114 0.0100 0.0103 0.0067 0.0100 0.0067 0.0095
0.991
L2T2 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Rata-rata 0.0039a 0.0073a 0.0060a 0.0058a 0.0049a 0.0055a 0.0048a 0.0072a
Tabel 37. Uji lanjut volume alur per segment lahan kemiringan >40%
Segment
Perlakuan Sig.
1 2 3 4 5 6 7 8
L3T0 0.0053 0.0088 0.0101 0.0148 0.0127 0.0159 0.0146 0.0151
L3T1 0.0039 0.0047 0.0097 0.0089 0.0092 0.0084 0.0092 0.0045
0.432
L3T2 0.0106 0.0074 0.0105 0.0125 0.0109 0.0085 0.0083 0.0102
Rata-rata 0.0066a 0.0069a 0.0101a 0.0120a 0.0109a 0.0109a 0.0107a 0.0099a
51
Lampiran 6. Dokumentasi
Gambar 12. Pengambilan sampel tanah Gambar 13. Alat penakar hujan sederhana
Gambar 14. Persiapan lahan kemiringan <15% Gambar 15. Persiapan lahan kemiringan 15-40%
Gambar 17. Analisis KL sampel tanah awal Gambar 18. Analisis KL sampel tanah akhir
Gambar 19. Analisis C-Organik sampel tanah awal Gambar 20. Analisis C-Organik sampel tanah akhir
Gambar 21. Analisis tekstur sampel tanah awal Gambar 22. Analisis tekstur sampel tanah akhir