Anda di halaman 1dari 53

SAMBUNGAN STRUKTUR BETON PRACETAK

PADA BANGUNAN GEDUNG


Kata kunci: Beton Pracetak, Bangunan Gedung, Sambungan

OUT LINE I. PERKEMBANGAN BETON PRACETAK

II. APLIKASI BETON PRACETAK PADA BANGUNAN GEDUNG


- SPIRCON GEDUNG KMTS UGM
- WIKA BETON PROJECT

III. PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BETON PRACETAK DAN


KORBEL BAJA IWF DI DAERAH SENDI PLASTIS
+ Draft Paten, penyusunan diskripsi invensi

09/02
2021

Oleh: Hery Kristiyanto


PENGANTAR
1. “Beton Pracetak” sebagai materi
kompetensi tambahan Sarjana Teknik Sipil
2. “Bangunan Gedung” salah satu produk Pracetak

Produk Industri Beton Pracetak dan Prategang 2016


No Jenis Kapasitas (Ton)

1. Tiang Pancang 8.835.656

2. Turap 5.417.345 MRT Jakarta

3. Jembatan 5.157.227

4. Cable Protection 2.534.400

5. Konstruksi Lepas Pantai 1.174.082

6. Komponen Bangunan Gedung 1.124.147

7. Saluran 1.013.940

Sumber: AP3I 2016 (diolah) Sumber Gambar: IAPPI LRT Jakarta

Wisma Atlet Jakarta Tiang pancang besar, Jakarta Giant Sea Wall
3. “Sambungan Beton Pracetak” salah satu tema
I. PERKEMBANGAN BETON PRACETAK
A. Pengertian & Keuntungan

1. Komponen struktur beton pracetak dibuat secara fabrikasi, diangkut ke lokasi


konstruksi, diangkat dan dirakit di tempat. Struktur beton pracetak banyak
digunakan di sejumlah negara dengan intensitas kegempaan tinggi. Pengenalan
sistem join menawarkan struktur beton pracetak yang berkinerja lebih baik
(Kurama dkk., 2018).

2. Keuntungan utama beton pracetak (Park, 2003):


a. peningkatan kecepatan konstruksi,
b. kualitas yang tinggi dari komponen,
c. peningkatan durabilitas,
d. pengurangan jumlah pekerja di lokasi,
e. pengurangan bekisting.

3. Perlu diperhatikan dalam pemanfaat beton pracetak


- Metode yang efisien dan efektif untuk menyambung komponen beton pracetak
dalam menahan beban gempa dan memastikan integritas struktur.
- Kontrol kualitas yang baik pada teknik konstruksi yang digunakan dalam
penyambungan komponen.
- Dipastikan kemampuan alat angkat/derek dalam erection/instal komponen
beton pracetak yang berat.
- Perlu ketelitian dengan menerapkan toleransi yang relatif kecil dalam proses
perencanaan, fabrikasi, perakitan dan erection.
B. Sistem sambungan

Struktur bangunan beton pracetak terdiri


dari beberapa type dasar sistem struktur.
Sistem tersebut dapat dikombinasikan
pada type yang berbeda untuk
mendapatkan konsep struktur yang sesuai
dan efektif yang memenuhi kebutuhan
dari gedung secara khusus. Sistem yang
paling umum adalah (FIB 34, 2008) :
- Sistem balok dan kolom (elemen balok,
elemen kolom, sambungan)
- Sistem lantai dan atap (elemen lantai,
elemen atap, sambungan)
- Sistem dinding geser ( elemen dinding,
sambungan)
- Sistem fasade (elemen dinding fasade ,
sambungan)

Sistem balok dan kolom terdiri dari balok dan kolom dalam portal rangka dengan
sambungan : balok ke kolom, balok ke balok, kolom ke kolom dan kolom ke
fondasi.
C. Pengertian ‘Joint & Connection’ (FIB, 2004)

Join adalah pertemuan permukaan antara dua atau lebih elemen struktur,
dimana aksi dari gaya (seperti: tarik, geser, tekan) dan atau momen mungkin
terjadi.
Sambungan adalah sebuah rangkaian, memadukan satu atau lebih pertemuan
permukaan atau bagian dari komponen join, di desain untuk menahan aksi dari
gaya atau momen. Oleh karena itu desain sambungan adalah sebuah fungsi
dari kedua komponen struktur dan join di antara keduanya,
D. Tipe Sambungan Komponen Pracetak
Sambungan pada elemen pracetak dapat direncanakan dalam dua
katagori (SNI 7833, 2012) yaitu:
 Sambungan kuat (strong connection), bila leleh lentur
direncanakan terjadi diluar sambungan.

ACI 318019

 Sambungan daktail (ductile connection), bila leleh lentur


diharapkan terjadi pada daerah sambungan.
Konstruksi rangka penahan momen yang menggabungkan komponen beton
pracetak terbagi dalam dua kategori besar (Park, 2003), yaitu sistem monolitik
ekuivalen (equivalent monolithic systems) dan sistem join (jointed systems).

1. Sistem monolitik ekuivalen


a. Sambungan kuat dengan daktilitas terbatas
Dirancang cukup kuat agar sambungan tetap berada pada kisaran elastis saat
bangunan memberikan daktilitas yang dibutuhkan oleh gempa, sehingga leleh terjadi
di tempat lain dalam struktur. Digunakan sambungan lewatan dengan pengecoran
beton di tempat, atau dengan sambungan sleeves, atau dengan pengelasan, atau
sambungan mekanis.
b. Sambungan daktail
Sambungan daktail pada sistem setara monolit dirancang pada batang tulangan
longitudinal atau tendon pra-tegang yang terikat (bonded) di dalam daerah
sambungan yang diharapkan dapat memasuki daerah pasca elastis dalam gempa
bumi yang besar.

2. Sistem join
a. Sambungan daktilitas terbatas
Biasanya sambungan kering (dry connections) yang terbentuk dengan mengelas
atau membaut tulangan atau pelat atau penyisipan baja, dan grouting.
b. Sambungan daktail
Umumnya merupakan sambungan kering dengan tendon prategang tidak terlekat
(unbonded) yang digunakan untuk menghubungkan komponen beton pracetak.
E. Praktek konstruksi pracetak

1. Kanada
Konstruksi beton pracetak struktural dimulai di Kanada pada tahun 1950-an. Contoh
awal mencakup struktur beton pracetak satu lantai seluas 10.000 m2 dengan sistem
rangka kolom dan gelagar yang dibangun di Edmonton tahun 1955 dan gedung
apartemen pracetak delapan lantai yang dibangun di Winnipeg tahun 1960.
2. Meksiko
Unit lantai beton pracetak diperkenalkan di Meksiko pada 1950-an untuk
pembangunan tempat tinggal. Sejumlah kecil bangunan dengan rangka penahan
momen yang dilengkapi dengan pracetak elemen beton bertulang telah dibangun
sejak tahun 1960-an.
3. Selandia Baru
Penggunaan beton pracetak dalam sistem lantai satu arah sudah umum digunakan
pada tahun 1960-an. Unit lantai pracetak umumnya menggunakan beton
prategang. Pertengahan 1980-an signifikan peningkatan aplikasi beton bertulang
pracetak untuk rangka struktur penahan momen.
4. Amerika
Beton pratekan pracetak pertama kali digunakan dalam pembangunan Walnut
Lane Memorial Jembatan di Philadelphia, Pennsylvania, pada tahun 1950. Sejak
saat itu, dikembangkan aplikasi struktural beton prategang pracetak.
F. Standar Desain

1. Tahun 1980-an para pakar Selandia baru mulai mengembangkan sistem pracetak tahan
gempa
2. Tahun 1992 konsep sistem pracetak tahan gempa masuk dalam New Zealand Standard
(NZS).
2. Tahun 1992 -2002 Amerika dan Jepang mulai melakukan penelitian mengenai sistem
pracetak tahan gempa melalui program PRESSS (Precast Seismic Structural System).
3. Program PRESSS, NEHRP (National Earthquake Hazards Reduction Program) dan PCI
(Precast/Prestressed Concrete Institut) terus membahas rumusan sistem pracetak tahan
gempa, yang secara resmi masuk pertama kali pada ACI 318-2002.
4. Pada peraturan perencanaan struktur beton SNI 03-2847-2002, sistem pracetak yang cara
penyambungannya tidak mengikuti “cara konvensional”, diatur Pasal 23.3.2.1(5), namun
cara pengujian dan analisis untuk dapat membuktikan kekuatan dan ketegaran suatu
usulan sistem sambungan pracetak belum ditetapkan secara jelas.
5. Tahun 2004 PCI memasukkan sistem pracetak tahan gempa pada ‘PCI Design Handbook’
edisi
6. Pada ASCE 7-05, sistem pracetak masuk list dalam tabel yang memuat parameter
perencanaan struktur tahan gempa.
7. Pada ACI 318-08 yang akan menjadi referensi SNI perencanaan struktur beton terbaru,
secara jelas telah dicantumkan mengenai struktur rangka pemikul momen khusus untuk
sistem pracetak pada Pasal 21.8. Cara pengujian dan analisis untuk membuktikan
kekuatan dan ketegaran suatu usulan sistem sambungan pracetak, yaitu ACI 374.1.
8. Tahun 2012, dikeluarkan SNI 7833 tentang Tata Cara Perancangan Beton Pracetak dan
Prategang untuk Bangunan Gedung yang mengacu pada ACI 318-08.
Beberapa sistem beton pracetak join balok-kolom yang telah dikembangkan di Indonesia
(sumber: Puslibang Permukiman, 2011)

Sejak tahun 1995, sistem pracetak


dalam bentuk rangka terbuka dan
dinding pemikul beban untuk rumah
susun sederhana bertingkat medium
sudah dikembangkan, diuji dan
diterapkan di Indonesia.
Pembangunan rumah susun telah
dimulai sejak tahun 1979, dengan
desain bangunan bertingkat medium
4 – 6 lantai.
Mulai dipatenkan beberapa tipe
struktur diantaranya: Dinding pemikul
beton bertulang dengan sambungan
baut (Waffle Crete, 1995), Rangka
beton prategang ‘Column Slab’ dan
‘Beam Column Slab’ (Simanjuntak,
1997), Rangka beton Bertulang ‘Beam
Column Slab’ (PT Adhi Karya, 1998),
BRESPHAKA dan JASUBAKIM (Amri dkk,
1999), SPIRCON (Luthfi Faisal, 2004) dll.
G. Berbagai Model Sambungan

Society for Studies on the use of


Precast Concrete, Netherlands
(STUPRE) , mempublikasikan
berbagai detail sambungan
komponen struktur beton pracetak
yang terangkum dalam Structural
Design Manual “Precast Concrete
Connection Detail” (Stupre, 1978).

Sambungan kolom dengan kolom

Sambungan balok
dengan balok
Sambungan balok-kolom
Tiga sistem utama yang digunakan secara luas pada
penyambungan konstruksi beton bertulang pracetak
penahan momen di New Zealand. (Restrepo, dkk., 1995)

Detail Konstruksi Sistem 2


Yang, 2016
Beam to
Beam Ersoy, 1993
H. Berbagai Penelitian Connection

Korkmaz, 2005
Yang, 2010
Khoo, 2006
Detail
Sambungan

Khoo dkk, 2006

Korkmaz &
Tankut , 2005

Ersoy & Tankut,


1993
Sambungan Balok
Beton Pracetak &
Balok baja IWF

Yang dkk, 2016

Yang dkk, 2010


II APLIKASI BETON PRACETAK PADA BANGUNAN GEDUNG

SPIRCON
1. Gedung KMTS UGM (3 lantai)

WIKA BETON
2. Kavling 2 Project (11 lantai)
3. Building Precast RS ST Coralus
(3 lantai basement & 8 lantai atas)
4. Rehab Gedung Dinas Pendidikan
1. Gedung KMTS UGM 3 lantai

Pekerjaan pondasi Fabrikasi komponen


Pemasangan kolom
Pemasangan balok
Pemasangan pelat lantai

Komponen struktur Finishing


2. Cavling 2 Project (WIKA Beton)

Pemasangan kolom

Komponen struktur
Pemasangan balok

Pemasangan hollow core slab


3. RS ST Coralus, Jakarta (WIKA Beton)
Komponen struktur

Sambungan balok-kolom
4. Gedung Dinas Pendidikan DKI Jakarta

Sambungan balok-kolom

Hollow core slab


Pekerjaan Stressing
PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BETON PRACETAK
DAN KORBEL BAJA IWF DI DAERAH SENDI PLASTIS
OUT LINE
I. UJI PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1. Sambungan Las antara Tulangan dan Pelat Baja
2. Pretension dan Koefisien Slip
B. TUJUAN
J.SETUP PENGUJIAN UTAMA
C. HIPOTESIS
K. HASIL PENGUJIAN
D. BATASAN MASALAH
L. KESIMPULAN DAN SARAN
E. KEBARUAN

F. LITERATUR

G. MODEL BENDA UJI

H. PEMBUATAN BENDA UJI

Oleh: Hery Kristiyanto


A. LATAR BELAKANG

1. Keuntungan utama beton pracetak (Park, 2003):


a. peningkatan kecepatan konstruksi,
b. kualitas yang tinggi dari komponen,
c. peningkatan durabilitas,
d. pengurangan jumlah pekerja di lokasi,
e. pengurangan bekisting.
2. Pengenalan sistem join menawarkan struktur beton pracetak yang
berkinerja lebih baik (Kurama dkk., 2018).
3. Penempatan join di daerah potensi sendi plastis pada balok dekat muka
kolom, akan menghasilkan bentuk komponen balok-kolom pracetak
yang lebih sederhana sehingga pengerjaannya akan lebih mudah dan
cepat (Imran, 1998).
4. Digunakan sambungan kering (diantaranya las dan baut) karena tidak
memerlukan pengecoran beton di lapangan, dapat meningkatkan
efisiensi konstruksi dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan
(Zong dkk, 2019)
B. TUJUAN
Mendapatkan sistem sambungan antara dua bagian yaitu korbel baja
IWF tepat di muka kolom dan balok beton pracetak yang memenuhi
persyaratan-persyaratan:
1. Sendi plastis terjadi pada balok beton pracetak.
2. Kekuatan, disipasi energi, kekakuan, daktilitas, dan mekanisme
keruntuhan.

C. HIPOTESIS
1. Model sambungan yang dirancang sebagai sambungan kuat akan
mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja di antara kedua
bagian yang disambung dan menghasilkan sendi plastis di luar
sambungan.
2. Model sambungan dapat memenuhi persyaratan-persyaratan
yang berlaku, antara lain kekuatan, disipasi energi, kekakuan,
daktilitas, dan mekanisme keruntuhan.
3. Pemberian pelat sisip pada celah sambungan tidak berpengaruh
pada kinerja sambungan.
D. BATASAN MASALAH
1. Objek penelitian adalah 3 unit sambungan antara balok beton pracetak
dan balok baja IWF yang merupakan komponen dari struktur gedung
beton pracetak, terdiri dari 2 sistem sambungan las dan 1 sistem
sambungan baut.
2. Dimensi benda uji didasarkan pada prototipe bangunan perkantoran 3
lantai pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus dengan mutu beton
fc’ = 29 MPa, mutu baja tulangan fy = 420 MPa, dan mutu baja IWF fy =
240 MPa
3. Sambungan dilakukan pada balok beton pracetak di daerah potensi
terjadinya sendi plastis dan diberikan beban lateral siklik bolak balik.

E. KEBARUAN
Perkembangan penelitian sambungan balok beton dari beberapa
peneliti terdahulu menjadi arahan pada penelitian ini

Ersoy Korkmaz Khoo Yang Yang Zhong Ding Hery


1993 2005 2006 2010 2016 2019 2020 2020
Tabel perbandingan konsep penelitian

Sambungan kuat yang diusulkan Khoo (2006) adalah sambungan beton bertulang yang diletakkan
pada lokasi menjauh dari muka kolom dengan jarak melebihi tinggi balok (H). Sambungan kuat pada
penelitian ini adalah sambungan antara balok baja (korbel) yang menempel pada kolom dengan
balok beton pracetak.
F. LIRETARUR 2

Gambar sistem rangka dg sambungan kuat

Elemen-elemen yang
dihubungkan
menggunakan sambungan Gambar tipikal bentuk hyteritic loops
kuat adalah dimaksudkan
mengalami leleh lentur di Paulay and Priestly (1992):
luar sambungan (SNI 2847, -Loop pada Gambar (b) menunjukkan
2019) perilaku daktail pada sendi plastis balok.
-Sistem struktur dengan daktilitas penuh
memiliki tingkat daktilitas lebih dari 3,5
-Tingkat redaman untuk respon elastik
Strength degradation ratio (SDR) dari masing-masing beton struktural adalah 2% hingga 7%.
rasio Δ/L tidak boleh lebih besar dari 25% (ACI 374.1,
2005). 3
Kekakuan secant pada rasio Δ/L 3,5%
Disipasi energi relatif tidak boleh kurang dari 1/8
atau 12,5% (SNI 7834, 2012. tidak boleh kurang dari 5% kali
kekakuan awal (SNI 7834, 2012)
1
G. MODEL
BENDA UJI

3
1. Balok beton
2 2. Kolom beton
3. Join baja

4 5
Prototipe
Gambar:
1. Bangunan 3 lantai
2. Komponen sambungan
3. Sambungan balok
4. Detail benda uji 1, 2
5. Detail benda uji 3 PBC-1 PBC-3

PBC-2
2 3 4

H. PEMBUATAN BENDA UJI


5 6 7

Gambar:
1. Penempatan strain gauge
2. Pengecoran benda uji
3 & 4. Instal benda uji 1 & 2
5 & 6. Instal benda uji 3
7. Susunan baut Benda uji 3
I. UJI PENDAHULUAN
1. Sambungan Las antara Tulangan dan Pelat Baja

1 3
2

Hasil pengujian:
- Kuat tarik > 550 MPa,
- Kuat leleh antara 420 s.d. 540 MPa,
- Benda uji WC-3, kuat tarik 1,27 kali
kuat leleh. (>1,25)
Sesuai grade 60 atau 420 MPa (ACI
WC-1 WC-2 WC-3
318-19).

4
Gambar:
1. Penulangan balok
beton pracetak
2. Variasi benda uji
3. Setup pengujian
4. Grafik kuat leleh
dan kuat tarik
5 5. Aplikasi model
sambungan
I. UJI PENDAHULUAN
2. Pretension dan Koefisien Slip
3
1

Hasil Pengujian:
Gambar:
Pretension 125,88 kN > 124,55 kN sesuai standar untuk
baut A325 diameter ¾” atau 19 mm (AISC- 360-10). 1. Tabel hasil pretension
2. Tabel hasil koefisien slip
Koefisien slip μ = 0,3, sesuai standar untuk pekerjaan
persiapan mutu A (ANSI/AISC 360-16).
3. Setup Pengujian koefisien
slip
J. SETUP PENGUJIAN UTAMA
2 3
1

5
4 LVDT-1

LVDT-2

157 cm Gambar:
LVDT-3
1. Rencana setup
LVDT-4 2. Hasil setup
3. Channel data logger
4. Setup PBC-1 & PBC-2
5. Setup PBC-3
1. KEKUATAN K. HASIL PENGUJIAN
Hysteretic Loops
Semua loop pada benda uji
1 menunjukkan perilaku daktail
pada sendi plastis balok.
Paulay & Priestly (1992)

Dorong Tarik
4 5
PBC-1
2

3 Gambar 4 & 5 strength degradation ratio

PBC-2 Maksimum strength degradation ratio (SDR) pada


benda uji 20%, memenuhi syarat SDR < 25% (ACI 374.1,
2005)

Struktur tidak menunjukkan degradasi kekuatan


yang berlebihan dengan peningkatan
Gambar 1, 2, 3 hysteretic loops PBC-3 perpindahan.
Kapasitas Beban

Tabel kapasitas beban maksimum

Lengan beban (L) adalah jarak titik beban dari


permukaan kolom yaitu 157 cm. Beban
maksimum benda uji PBC-1 dan PBC-2 terjadi
pada rasio Δ/L yang hampir sama yaitu rata-
rata 3,5%, sedangkan PBC-3 pada rasio yang
lebih rendah yaitu 2,76%.

Beban maksimum hasil pengujian rata-rata


10% lebih besar dari hitungan teoritis.
2. Disipasi Energi
Hysteretic Energy (HE)
Rasio disipasi energi relatif (β) tidak boleh kurang dari 1/8 atau 12,5% (SNI 7834, 2012),
yang dapat dihitung dari rasio antara actual energy dengan elastoplastic energy.

Tabel rasio disipasi energi relative dari benda uji

Nilai rata-rata rasio disipasi energi relatif benda uji adalah 44,40%.
Nilai tersebut memenuhi syarat minimal 12,5% (SNI 7834, 2012).
Gambar EVDR pada benda uji

Equivalent Viscous Damping Ratio 2


(EVDR)

Tabel Nilai EVDR pada benda uji

Besarnya EVDR maksimum pada benda uji


PBC-1, PBC-2 dan PBC-3 berturut-turut
adalah 24,3%, 22,8% dan 22,0%.
Ghayep (2020),
Paz (1994), 2%-20% 26% pada Δ/L 4%.
Chopra (2006),
2%-5% & 7%-10% Pada kondisi elastis, redaman pada benda uji sebesar 2% hingga 5%,
Paulay & Priestly (1992), Pada kondisi leleh, redaman pada benda uji sebesar 6,5% hingga 9%.
2%-7% (kondisi elastis)
Tabel Nilai kekakuan pada benda uji
3. Kekakuan 2
Gambar Nilai Kekakuan pada benda uji

Gambar Persentase Kekakuan

Kekakuan rata-rata benda uji PBC-1, PBC-2 dan Persentase kekakuan benda uji PBC-1, PBC-
PBC-3 pada saat beban maksimun berturut- 2 dan PBC-3 pada rasio Δ/L 3,5% berturut-
turut adalah 1,8 kN/mm, 1,7 kN/mm dan 2,2 turut adalah 22,3%, 25,5% dan 21,9% dari
kN/mm. Kekakuan pada beban arah tarik lebih kekakuan awal, memenuhi syarat minimal
kecil daripada kekakuan pada beban arah
dorong dengan rasio rata-rata 68,3%. 5% (SNI 7834: 2012).
4. Tingkat Daktilitas

EEPC Benda
Uji PBC-3

Nilai daktilitas pada struktur didapatkan berdasarkan hasil analisis equivalent elastic
plastic curve (EEPC) . Nilai terkecil daktilitas benda uji adalah 5,62, sehingga
sambungan dikatagorikan sebagai sistem struktur dengan daktilitas penuh (Paulay &
Priestly, 1992); (SNI 1726:2002).
5. Mekanisme Keruntuhan

Regangan pada Benda Uji

Regangan benda uji diamati dengan


PBC-1 & memasang 5 buah strain gauge.
PBC-2
Benda uji memenuhi mekanisme
Gambar penempatan strain gauge kegagalan lentur dengan parameter yang
pertama tulangan longitudinal mengalami
leleh sebelum lelehnya tulangan
sengkang dan parameter yang kedua
dilihat dari pola retak dan keruntuhan.

PBC-3
PBC-1

Tulangan longitudinal
pada benda uji PBC-1
mengalami regangan
leleh mulai pada rasio
Δ/L 0,75%. Tulangan
sengkang dan balok Gambar regangan tulangan longitudinal
baja IWF belum
mengalami regangan
leleh sampai akhir
pengujian.

Gambar regangan tulangan sengkang Gambar regangan IWF

Regangan yang terjadi pada tulangan longitudinal dan baja IWF memperlihatkan bahwa model
sambungan mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja diantara kedua balok yang
disambung.
Pola Retak dan Pola Keruntuhan

Gambar kegagalan terjadi pada daerah sendi plastis balok beton pracetak

Sambungan antara balok beton pracetak dengan balok baja IWF merupakan
sambungan kuat, sehingga keruntuhan terjadi pada daerah sendi plastis
balok beton pracetak.
L. KESIMPULAN

1. Model sambungan yang dirancang sebagai sambungan kuat tidak mengalami


kerusakan dan kegagalan terjadi di daerah sendi plastis balok beton pracetak.
Model sambungan mampu menyalurkan gaya-gaya yang bekerja diantara kedua
bagian yang disambung, dan mekanisme kegagalan lentur terpenuhi.

2. Model sambungan
a. Strength degradation ratio (SDR) ketiga benda uji memenuhi persyaratan yaitu
kurang dari 25% (ACI 374.1:2005).
b. Rata-rata disipasi energi relatif (β) dari ketiga benda uji memenuhi persyaratan
yaitu minimal 12,5% (SNI 7834:2012).
c. Persentase kekakuan benda uji pada saat rasio Δ/L 3,5% memenuhi persyaratan
yaitu minimal 5% kali kekakuan awal (SNI 7834:2012).
d. Benda uji dikategorikan sebagai sistem struktur dengan daktilitas penuh
(SNI 1726:2002)
3. Penambahan pelat sisip baja sebagai pengisi celah tidak berpengaruh pada
kinerja sambungan. Besarnya kekuatan, kekakuan, mekanisme keruntuhan benda
uji PBC-1 dan PBC-2 mendekati sama.

M. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan optimasi terhadap model sambungan


sehingga akan menghasilkan sistem sambungan yang lebih efisien. Optimasi model
sambungan diantaranya bisa dilakukan dengan Finite Element Method (FEM).
PENYUSUNAN DISKRIPSI INVENSI

Draft paten berisi diskripsi invensi yang diajukan yang terdiri dari :
1. Judul Invensi, dibuat dalam huruf kapital dan tidak digaris bawah;
2. Bidang Teknik Invensi, memuat secara umum dimana invensi ini termasuk di
dalam bidang teknik tersebut dengan mengemukakan kekhususannya;
3. Latar Belakang Invensi, yang menerangkan teknologi yang ada sebelumnya serta
masalah yang terdapat pada teknologi tersebut, yang coba ditanggulangi oleh
invensi;
4. Ringkasan Invensi, memuat ciri teknis dari pokok invensi yang diungkapkan
dalam klaim;
5. Uraian Singkat Gambar (jika terdapat gambar/bersifat optional) , untuk
menerangkan mengenai gambar yang disertakan;
6. Uraian Lengkap Invensi, merupakan suatu pengungkapan invensi yang
selengkap-lengkapnya, tidak boleh ada yang tertinggal atau tidak diungkapkan;
7. Klaim, memuat pokok invensi dan tidak boleh berisikan gambar atau grafik tetapi
dapat memuat tabel rumus matematika atau reaksi kimia;
8. Abstrak, berisi ringkasan dari uraian lengkap invensi dan tidak lebih dari 200 kata;
9. Gambar (jika terdapat gambar)

Anda mungkin juga menyukai