Anda di halaman 1dari 18

ANALISA ZAT PADAT DI DALAM AIR (TOTAL SOLIDS)

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Untuk Mengetahui kadar zat padat di dalam air yang terdiri dari zat padat
terlarut dan zat padat tersuspensi.

II. TEORI DASAR DAN PRINSIP

Analisa zat padat di dalam air sangat penting untuk perencanaan


pengolahan air buangan industri. Di dalam metoda analisa zat padat, yang
dimaksudkan dengan zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa
sebagai residu jika suatu zat dikeringkan pada temperatur tertentu.
Di dalam air ada dua kelompok zat, yaitu zat padat dan zat terlarut.
Perbedaan pokok kedua kelompok ini berdasarkan ukuran atau diameter
partikel tersebut.
Total solids (Zat padat total) terdiri dari zat padat terlarut (Dissolved
Solids) dan zat padat tersuspensi (Suspended Solids). Zat padat tersuspensi
adalah material yang dapat dipisahkan dari contoh air dengan cara penyaringan
dengan menggunakan kertas saring. Padatan ini kemudian dikeringkan pada
temperatur 105 oC. Zat padat terlarut adalah zat padat terlarut yang dapat
menembus saringan pada saat dilakukan penyaringan dengan kertas saring,
sehingga pemeriksaan zat padat terlarut ini dapat dikerjakan sebagai
kelanjutan pemeriksaan zat padat tersuspensi. Filtrat yang tembus kertas
saring diuapkan dan dikeringkan pada temperatur 105 oC.
Prinsip metoda ini adalah contoh air diuapkan pada cawan porselen dan
dikeringkan di dalam oven pada temperatur kurang lebih 105 oC sampai
beratnya konstan. Berat residu yang tertinggal adalah berat zat padat.

III. A L A T

- Oven untuk pemanasan 105 oC


- Eksikator
- Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg
- Labu ukur 50 ml
- Corong
- Kertas saring
- Cawan penguap dari porselen dengan kapasitas 100 ml
- Muffle furnace untuk pemanasan 550 oC

IV. CARA KERJA


ZAT PADAT TOTAL
- Cawan kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan di dalam furnace pada
temperatur 105 oC selama 1 jam.
- Cawan didinginkan selama 15 menit dalam eksikator, kemudian ditimbang
dengan teliti.
- Contoh uji dikocok agar homogen kemudian diambil dengan labu ukur
sejumlah 50 ml dan dituangkan ke dalam cawan.
- Contoh uji di dalam cawan diuapkan dalam oven sampai hampir kering.
- Pengeringan dilanjutkan selama 1 jam di dalam oven pada temperatur 105
o
C.
- Cawan yang telah keirng didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit,
kemudian ditimbang.

ZAT PADAT TERSUSPENSI


- Kertas saring dipanaskan di dalam oven pada temperatur 105 oC selama 1
jam.
- Setelah dipanaskan, kemudian didinginkan di dalam eksikator selama 15
menit lalu ditimbang dengan teliti beberapa kali sampai dicapai berat
yang konstan.
- Contoh uji yang telah dikocok sampai homogen diambil dengan labu ukur
50 ml dan disaring dengan hati-hati melalui kertas saring yang
diletakkan di atas corong.
- Kertas saring diambil dengan hati-hati dan ditempatkan pada oven
dengan temperatur 105 oC selama 1 jam.
- Kertas saring yang telah kering didinginkan di dalam eksikator selama 15
menit kemudian ditimbang beberapa kali sampai dicapai berat yang
konstan.

V. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


A = Berat cawan dan residu = 145,8218 gram
B = Berat cawan = 145,7080 gram
C = Berat kertas saring dan residu = 0,4785 gram
D = Berat kertas saring = 0,4665 gram

Zat padat total (mg/l) = (A – B) x 1000


ml contoh uji
= (145,8218 – 145,7080) x 1000 x 1000
50 ml
= 2276 mg/l

Zat padat tersuspensi (mg/l) = (C – D) x 1000


ml contoh uji

= (0,4785 – 0,4665) x 1000 x 1000


50 ml
= 240 mg/l

Zat padat terlarut = Zat padat total – Zat padat tersuspensi


= 2276 mg/l – 240 mg/l
= 2036 mg/l
VI. DISKUSI

Analisa zat padat dalam air dimaksudkan untuk menghitung banyaknya zat
padat total yang terdiri dari zat padat terlarut dan padat tersuspensi.
Percobaan zat padat total dilakukan dengan cara memanaskan cawan pada
pada temperatur 105o C selama 1 jam. Maksud dari perlakuan ini adalah agar
cawan benar-benar memiliki berat kering sehingga pada perhitungan akhir
diperoleh hasil yang tepat. Setelah itu dipanaskan lanjut di oven sehingga contoh
benar-benar kering lalu disimpan I eksikator selama 15 menit untuk memperoleh
berat tetap. Pada penguapan air limbah harus benar-benar kering agar kandungan
airnya hilang dan yang tertinggal hanya zat padat dalam cawan.
Pengujian zat padat tersuspensi dilakukan dengan menggunakan kertas
saring, karena pada zat padat tersuspensi material dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan.

VII. KESIMPULAN
Zat padat total = 2276 mg/l
Zat padat terlarut = 2036 mg/l
Zat padat tersuspensi = 240 mg/l
ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA (KOK/COD)

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Untuk Mengetahui cara menganalisa dan menghitung kebutuhan oksigen
kimia dalam air limbah.

II. TEORI DASAR

Kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk


mengoksidasi zat-zat organik yang ada di dalam 1 liter air. Sebagai sumber
oksigen digunakan oksidator K2Cr2O7. Nilai KOK atau juga dikenal dengan COD
(Chemical Oxygen Demand) merupakan parameter pencemaran zat-zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi.
Pada analisa KOK ini sebagian besar zat organik dioksidasi oleh kalium
dikromat dalam sasana asam mendidih. Reaksi berlangsung kurang lebih 2 jam
dengan menggunakan alat pendingin refluks, agar zat organik yang mudah
menguap tidak hilang.
Kadar klorida yang terlalu tinggi di dalam contoh uji akan mengganggu kerja
katalisator Ag2SO4, dan juga dapat bereaksi dengan dikromat sehingga
mengakibatkan ketidaktelitian perhitungan nilai KOK. Gangguan ini dapat
dihilangkan dengan penambahan HgSO4 sebelum penambahan reagen yang lain.
Ion merkuri akan bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida.
Beberapa keuntungan analisa KOK bila dibandingkan dengan analisa KOB
antara lain :
- Waktu analisa yang hanya 2 jam jauh lebih singkat dibandingkan analisa KOB
yang membutuhkan waktu 5 hari.
- Gangguan dari zat beracun yang berpengaruh pada analisa KOB tidak
mempengaruhi nilai KOK.
- Untuk nilai KOK sampai 800 ppm tidak diperlukan pengenceran.
- Mempunyai tingkat ketelitian hampir 3 kali dari analisa KOB.
Untuk memastikan semua zat organik dapat habis dioksidasi oleh kalium
dikromat, maka penambahan kalium dikromat harus berlebih, sehingga pada akhir
titrasi masih tersisa zat pengoksidasi kalium bikromat. Sisa kalium dikromat
tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero ammonium sulfat yang dikenal
dengan nama garam Mohr, dengan menggunakan indikator feroin. Dengan
melakukan titrasi blanko, kita dapat mengetahui kalium dikromat awal, sehingga
kita dapat menghitung berapa kalium dikromat yang dipakai mengoksidasi contoh
uji.
Reaksi :
CaHbOc + Cr2O72- + H+ ____E____ CO2 + H2O + Cr3+
Ag2SO4
Sisa kromat dititrasi oleh garam Mohr :
6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
Gangguan klorida :
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+  3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O
Hg2+ + 2 Cl-  HgCl2

III. A L A T

1. Alat refluks lengkap


2. Pemanas listrik
3. Buret 50 ml
4. Pipet volume 10 ml
5. Erlenmeyer tutup asah
6. Piala gelas
7. Labu ukur 100 ml

IV. PEREAKSI

1. Larutan standard Kalium dikromat 0,2500 N


2. H2SO4 pekat
3. Larutan penitar Fero ammonium sulfat
4. HgSO4
5. Indikator feroin (fenantrolin fero sulfat)
6. Bubuk AgSO4

V. CARA KERJA

1. Dibuat reagen asam sulfat yang mengandung AgSO 4 10 g/l asam.


2. Jika contoh uji mengandung klorida yang cukup tinggi maka pertama-tama
perlu ditambahkan 0,4 gram HgSO4 untuk mengusir gangguan klorida.
3. Larutan sample diencerkan dengan ditambahkan air suling dan 5 ml contoh
uji, kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer tutup asah.
4. Kemudian ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,250 N ke dalam Erlenmeyer dan
juga batu didih yang telah dibersihkan dimasukkan.
5. Ditambahkan 10 ml asam sulfat reagen yang mengandung AgSO 4 dengan
hati-hati dan perlahan agar zat yang mudah menguap tidak hilang.
6. Aliran air pendingin pada kondensor dijalankan, kemudian Erlenmeyer
dipasang dibawah kondensor dengan hati-hati.
7. Alat pemanas dijalankan, dan larutan direfluks selama 2 jam.
8. Setelah selesai refluks dibiarkan dingin terlebih dahulu, kemudian
kondensor dibilas dengan cara mengalirkan air suling sebanyak kurang
lebih 30 ml melalui mulut kondensor.
9. Erlenmeyer dilepas dari rangkaian kondensor, kemudian ditambah air
suling kurang lebih 100 ml, lalu didinginkan sampai suhu kamar.
10.Setelah ditambah indikator feroin, sisa dikromat dititrasi dengan garam
Mohr sampai warna hijau kebiruan berubah menjadi merah coklat.
11.Dilakukan percobaan untuk blanko yang terdiri dari air suling yang
mengandung semua reagen pada larutan contoh uji dan di refluks dengan
cara yang sama pada cara contoh uji.
12.Larutan fero ammonium sulfat adalah suatu larutan yang tidak stabil, oleh
karena itu normalitasnya harus selalu distandarisasi setiap kali akan
digunakan.
13.Untuk standarisasi larutan fero anonium sulfat digunakan larutan standard
primer kalium dikromat 0,250 N sebanyak 10 ml ke dalam Erlenmeyer
kemudian diencerkan sampai 100 ml.
14.Ditambahkan dengan 30 ml asam sulfat pekat dengan hati-hati, setelah
diidnginkan kemudian dititrasi dengan larutan fero ammonium sulfat
dengan menggunakan indikator feroin sampai warna larutan berubah dari
hijau kebiruan menjadi merah kecoklatan.

VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Titrasi Mohr standar = 100 ml


Titrasi 1 : 39,0 ml
Titrasi 2 : 40,0 ml
Rata-rata : 39,5 ml

Titrasi blanko : 54 ml
Normalitas larutan garam Mohr
N1 . V1 = N2 . V2
0,25 x 5 = N2 x 100
N2 = 0,01250 N

KOK (mg O2/l) = (ml blanko – ml titrasi) x N titran x 8000


ml contoh uji
= ( 54 ml – 39,5 ml) x 0,01250 N x 8000
5
= 290 mg O2/l

VII. D I S K U S I

Pada pengujian COD ini digunakan K 2Cr2O7 sebagai sumber


oksigen.Oksidator ini bekerja dalam suasana asam mendidih sehingga
digunakanlah asam sulfat reagen dan reaksi berlangsung selama 2 jam dengan
menggunakan refluks. Pada saat merefluks harus diperhatikan betul karena
apabila reaksi tidak berlangsung sempurna akan mempengaruhi pada hasil
penelitian pada akhir proses pengujian.
Pada saat akhir merefluks,alat dibersihkan dengan air suling melalui mulut
kondensor,hal ini dilakukan agar uap sulfat yang masih ada dapat dihilangkan,yang
mana uap sulfat ini berbahaya bagi kesehatan.
Pada pengujian COD kali ini,digunakan Fero ammonium sulfat yang
normalitasnya harus dicari terlebih dahulu.Hal ini dikarenakan larutan tersebut
tidak stabil oleh sebab itu normalitasnya harus selalu distandarisasi setiap kali
akan digunakan.

VIII. KESIMPULAN

COD Merupakan cara pengujian yang dilakukan untuk menghitung jumlah


oksigen yang diburuhkan untuk mengoksidasi zat organic yang ada dalam 1 liter.
Dari hasil praktikum diperoleh nilai COD pada contoh uji sebesar 290 mg O 2 /l
ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD/KOB)

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Mengetahui dan menghitung kadar KOB (jumlah oksigen yang dibutuhkan


oleh bakreri untuk menguraikan zat organik yang berada di dalam air).

II. TEORI DASAR DAN PRINSIP

Pemeriksaan KOB berdasarkan kepada reaksi oksidasi zat organik dengan


oksigen di dalam air karena adanya bakteri aerobik di dalam air. Pemeriksaan
tersebut dilakukan pada temperatur pengeraman 20 oC selama 5 hari. Pada saat
ini reaksi sudah berjalan kurang lebih 75 %. Reaksi sempurna terjadi setelah 20
hari. Pemeriksaan dilakukan dalam botol yang tertutup sehingga tidak ada
pertukaran oksigen dari udara.
Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB), atau Biological Oxygen Demand (BOD)
adalah suatu analisa yang mencoba mendekati secara global suatu proses
mikrobiologi yang terjadi di dalam air. Nilai KOB menunjukkan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik yang berada di
dalam air.
Jumlah zat organik di dalam air diukur melalui jumlah oksigen yang
dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi zat organik tersebut. Karena reaksi BOD
dilakukan di dalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang dibutuhkan
adalah selisih antara kadar oksigen yang dibutuhkan adalah selisih antara kadar
oksigen pada saat awal reaksi dan kadar oksigen setelah 5 hari.
Gangguan yang umum terdapat pada analisa adalah adanya zat beracun yang
membunuh bakteri, nitrifikasi yaitu perubahan amoniak menjadi nitrat oleh jenis
bakteri tertentu yang juga membutuhkan oksigen sehingga mengacaukan
perhitungan, kemasukan udara dalam botol, kekurangan bakteri dan kekurangan
nutrisi untuk bakteri.

Reaksi :
Zat organik + oksigen (O2) bakteri CO2 + H2O + NH3

III. A L A T

- Botol inkubasi Winkler


- Inkubator 20 oC
- Labu ukur 1 liter
- Peralatan analisa
- Oksigen terlarut
IV. PEREAKSI

- Air pengencer yang terbuat dari :


Air suling jenuh oksigen ditambah 1 ml larutan :
Bufer fosfat yang terdiri dari : 8,5 g KH 2PO4, 21,75 g K2PO4, 1,7 g NH4Cl
dan 33,4 g Na2HPO4.7H2O dalam I liter air pada pH 7,2
- 22,5 g/l MgSO4.7H2O
- 27,5 g/l CaCl2
- 0,25 g/l FeCl3.6H2O
- Bibit air kotor
- NaOH atau H2SO4 sebagai pengatur pH

V. CARA KERJA
1. Contoh dinetralkan lebih dahulu sampai pH 7 dengan penambahan NaOH
atau H2SO4.
2. Untuk contoh yang mengandung sisa klor harus dinetralkan dulu dengan
Na2SO3.
3. Dilakukan pengenceran sesuai dengan kadar zat organik yang ada di
dalam contoh.
- Untuk air limbah industri diencerkan 100 – 1000 kali
- Untuk air limbah penduduk diencerkan 20 – 100 kali
- Air limbah yang telah diolah pengenceran 4 – 20 kali
- Air sungai pengenceran 1 – 4 kali
4. Kedalam labu ukur diisi air pengencer setengahnya, kemudian dipipet
sejumlah contoh air (sesuai dengan pengenceran) lalu ditambahkan air
pengencer sampai tepat 1 liter. Tutup labu ukur dan dikocok dengan
hati-hati sampai contoh homegen.
5. Dengan hati-hati air contoh yang telah diencerkan dimasukkan ke
dalam 2 botol Winkler, dihindari masuknya udara ke dalam botol
(hindari adanya gelembung udara).
6. Salah satu dari botol tersebut langsung diperiksa kandungan oksigen
terlarutnya dinyatakan sebagai DO0 (Disolve Oxygen 0 hari).
7. Botol yang lainnya diinkubasi pada 20 oC selama 5 hari, kemudian
diperiksa kadar oksigen terlarutnya setelah 5 hari sebagai DO 5.
8. Dilakukan analisa yang sama terhadap blanko air pengencer untuk
koreksi.
VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

DO0
I. Titrasi 1 : 4,0 ml
II. Titrasi 2 : 4,1 ml

Rata-rata titrasi = 4,0 ml + 4,1 ml = 4,05 ml


2
Titrasi Blanko : 4.9 ml

DO0
(DO0)contoh = ml titrasi x N tio x 8000
vol winkler
= 4,05 x 0,01 x 8000
120
= 2,7 mg/l
(DO0)blanko = ml titrasi x N tio x 8000
120
= 4,9 x 0,01 x 8000
120
= 3,27 mg/l

DO5
I. Titrasi 1 : 3,7 ml
II.Titrasi 2: 3,7 ml

Titrasi = 3,7 ml + 3,7 ml = 3,7 ml


2
Titrasi Blanko : 4,7 ml

(DO5)contoh = ml titrasi x N tio x 8000


vol. winkler
= 3,7 x 0,01 x 8000
120
= 2,47 mg/l
(DO5)blanko = ml titrasi x N tio x 8000
115
= 4,7 x 0,01 x 8000
120
= 3,13 mg/l

Nilai KOB (mg/l) = (DO0 – DO5)contoh -(DO0 – DO5)blanko


fp
= (2,7 – 2,47) – (3,27-3,13)
3/300

= 9 mg/l

VII. DISKUSI

Uji KOB/BOD dilakukan secara biologi dengan menggunakan bakteri


aerobik yang akan membantu reaksi oksidasi zat organic dengan oksigen didalam
air.Oleh karena reaksi BOD berlangsung pada botol tertutup maka jumlah oksigen
yang dibutuhkan adalah selisih dari kadar oksigen pada awal reaksi dengan kadar
oksigen setelah 5 hari,yang mana perlakuan pada yang 5 hari ini pada suhu
20oC.Maksud dari perlakuan pada suhu tertentu untuk mendapatkan keadaan suhu
optimal dimana bakteri dapat berjalan dengan baik,dan bekerja membantu
mengoksidasi zat organic yang ada pada air limbah.
Pada pengujian ini harus diperhatikan agar tidak ada pertukaran oksigen
dari udara yang akan mengganggu perhitungan. Oleh sebab itu botol harus tetap
tertutup rapat.

VIII. KESIMPULAN

DOo air contoh = 2,7 mg/l


DOo air Blanko = 3,27 mg/l
DO5 air Contoh = 2,47 mg/l
DO5 air Blanko = 3,13 mg/l
Nilai KOB = 9 mg/l
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN CARA KOAGULASI

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Mengetahui cara pengolahan air limbah untuk mengurangi kadar polutan


dengan cara koagulasi.

II. TEORI DASAR

Industri tekstil menghasilkan cukup banyak limbah cair yang mengandung


berbagai macam polutan. Air limbah industri tekstil hanya diperbolehkan dilepas
ke badan air penerima setelah kadar polutan yang dikandung di dalamnya
diturunkan sampai batas ambang yang diperbolehkan. Untuk mengurangi kadar
zat polutan pada air limbah, secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara :
i. Mengurangi zat polutan yang dihasilkan, hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengurangi konsentrasi zat polutan dan volume air limbah yang akan dibuang.
Usaha ini dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : mengurangi
volume air proses, berarti mengurangi volume air limbah, mengurangi rangkaian
proses, penggunaan kembali sisa zat-zat kimia dan menggunakan zat kimia yang
memberikan kadar pencemaran rendah.
ii. Mengolah air limbah sebelum dibuang ke badan air penerima. Karena
beragamnya jenis dan ukuran polutan yang dikandung, pengolahan limbah cair
industri tekstil memerlukan beberapa tahap proses pengolahan diantaranya
pengolahan primer berupa ekualisasi dan netralisasi dilanjutkan pengolahan
sekunder untuk menghilangkan padatan dengan proses kimia atau biologi.
Komposisi dan laju air limbah dari proses pada industri tekstil sangat
bervariasi, oleh karena itu perlu dibuat seragam melalui ekualisasi. Proses
ekualisasi dibuat dengan cara mencampur dan menyimpan air limbah di dalam
kolam. Proses selanjutnya adalah penyaringan dan pengendapan yang bertujuan
untuk memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang relatif besar, seperti serat,
zat kimia yang tidak larut, dan butiran-butiran padat dari air limbah.
Zat organik maupun anorganik berupa padatan tersuspensi atau berupa
padatan terlarut umumnya dipisahkan dengan cara biologi yaitu dengan bantuan
mikroba zat organik diuraikan menjadi molekul yang lebih sederhana, ataupun
cara kimia yaitu menggunakan zat koagulan sehingga partikel-partikel yang halus
akan digabung secara kimia fisika menjadi gumpalan yang mudah dipisahkan
dengan cara pengendapan.
Zat koagulan yang umumnya digunakan pad industri tekstil adalah fero
sulfat, aluminium sulfat serta koagulan-koagulan polimer. Dengan cara ini partikel
penyebab kekeruhan dan warna dapat dipisahkan, kecuali partikel nonionik yang
sangat halus.
Untuk menentukan dosis optimal dari zat koagulan dan parameter lainnya
seperti pH, jenis zat koagulan yang akan digunakan dalam proses koagulasi
dilakukan dengan cara percobaan Jar test. Alat ini merupakan model sederhana
proses koagulasi.
Suatu larutan yang keruh biasanya mengandung partikel-partikel kecil yang
ringan dan sulit mengendap dalam waktu yang lama. Partikel-partikel tersebut
tidak dapat bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan lebih berat karena
muatan partikel-partikel tersebut sama (biasanya negatif), sehingga ada gaya
elektrostatis diantara partikel tersebut. Dengan penambahan zat koagulan, maka
sebagian zat koagulan terlarut dalam air, molekul-molekul ini akan menempel pada
permukaan partikel (karena zat koagulan bermuatan positif) dan mengubah
muatan elektris ari sebagian partikel anion. Sebagian besar zat koagulan tidak
terlarut dan akan mengendap sebagai flok yang mengurung partikel-partikel zat
padat dan membawanya ke bawah.
Proses koagulasi terdiri dari 3 langkah yaitu :
1. Pelarutan zat koagulan, dan mencampur dengan contoh sampai homogen
dilakukan dengan pengadukan cepat menggunakan putaran 100 rpm selama
1 menit, jika perlu pH diatur sesuia dengan kebutuhan.
2. Pemebentukan flok harus dilakukan dengan putaran yang cukup pelan
sekitar 20 rpm selama 20 menit, karena pengadukan yang terlalu cepat
akan merusak flok yang telah terbentuk.
3. Pengendapan flok dengan partikel yang terkurung didalamnya selama 20
atau 30 menit.

III. ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Alat Jar tester


2. Piala gelas 500 ml
3. Corong
4. Pipet ukur
5. Pipet tetes
6. Erlenmeyer
7. Oven
8. Neraca analitik
9. Kertas saring

IV. PEREAKSI

1. Zat koagulan
2. NaOH 0,1 N
3. HCl 0,1 N
V. CARA KERJA

1. Contoh uji sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam piala gelas Jar tester.
2. Zat koagulan yang akan dimasukkan ke dalam piala gelas dilarutkan lebih
dahulu
3. Pengaduk diturunkan sampai kira-kira ditengah larutan. Untuk meratakan
zat koagulan diaduk selama beberapa detik dengan kecepatan tinggi. pH
diatur sesuai dengan kebutuhan (dengan menambah asam atau basa)
beberapa detik sebelum zat koagulan dimasukkan. Kemudian zat koagulan
dimasukkan.
4. Jar tester diputar pada rpm 100 selama 1 menit untuk meratakan dan
penempelan zat koagulan pada partikel-partikel zat padat.
5. Putaran Jar tester diturunkan menjadi 20 rpm agar terbentuk flok yang
lebih besar dan berat. Dilakukan selama 15-30 menit.
6. Larutan yang telah memebentuk flok dibiarkan selama 15-30 menit agar
terjadi pengendapan dari flok.
7. Dengan hati-hati larutan bagian atas diambil secara bersamaan dan
dipindahkan ke piala gelas lainnya sebanyak 25 ml untuk dianalisa.
8. Dilakukan analisa air yang telah dikoagulasi terhadap kandungan zat padat.

VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Zat koagulan yang dipakai Fero Sulfat (0-1 g/l)


jika N2 nya = 50 g/l = 0,05 mg/l
maka kebutuhan FeSO4 = 0,75 g/l
= 0,75 x 300 = 0,225 g = 0,225 g/300 ml
1000
FeSO4 yang dipipet = 0,225 = 4,5 ml
0,05
Berat cawan : 73,3817 gram
Berat cawan + residu : 73,4156 gram
Jadi berat residu : 0,0339 gram

Zat padat total = Berat residu x 1000


25
Zat padat total = 0,0339 x 1000 x 1000 = 1356 mg/l
25
% pengurangan total solid = 2276 – 1356 x 100% = 40,42 %
2276
grafik penurunan total solid dengan variasi koagulan

penurunan total solid (%)

100
21 % 33% 40,42% 55%
80

60

40

20

0,25 0,5 0,75 1 konsentrasi koagulan (g/l)

VII. DISKUSI

Uji pengolahan air limbah dengan cara koagulasi didapatkan hasil


pengurangan jumlah zat padat total yang terkandung dalam air limbah. Zat
koagulasi (koagulan) yang digunakan adalah FeSO4 yang biasa digunakan dalam
industri tekstil. Dengan zat ini partikel penyebab kekeruhan dan warna dapat
dipisahkan, kecuali partikel nonionik yang sangat halus. Setelah terpisah
kemudian diambil 25 ml kemudian selanjutnya dikerjakan dengan cara kerja untuk
mendapatkan zat padat total didalam air limbah.
pH yang digunakan pada koagulasi dengan FeSO 4 adalah pada pH 9. hal ini
disebabkan karena Al-Sulfat bekerja secara optimal pada pH 9. oleh sebab itu
untuk mendapatkan hasil sempurna perlu dijaga kondisi pH agar tidak
menyebabkan terganggunya proses pengendapan zat-zat yang menyebabkan
kekeruhan, diantaranya yaitu zat yang akan diendapkan susah mengendap karena
kondisi yang tidak optimal. Selain itu juga zat koagulan yang digunakan akan turut
mempengaruhi proses pengendapan.
Pada proses pengadukan awal , yaitu proses penghomogenan. Pengadukan
dilakukan dengan menggunakan 100 rpm selama 1 menit, ini bertujuan untuk
membentuk inti koagulan, Selain itu agar larutan benar-benar tercampur satu
sama lainnya. Selanjutnya pengadukan dilakukan dengan kecepatan 20 rpm selama
20 menit. Tujuannya adalah agar flok yang telah terbentuk tidak rusak. Kemudian
larutan didiamkan selama 30 menit untuk mengendapkan flok yang telah
terkurung didalamnya.
Pada percobaan variasi penggunaan zat koagulan FeSO 4 yaitu sebanyak 0-
1 g/l ternyata didapatkan hasil bahwa semakin banyak zat koagulan yang
digunakan, maka selisih pengurangan % zat padat total akan semakin besar
tetapi dengan syarat kondisi pH dan kecepatan pengadukan yang sama. Hal ini
dijelaskan sebagai berikut, dengan banyaknya zat koagulan, maka banyak zat yang
menyebabkan kekeruhan dapat terendapkan dan terpisahkan semakin banyak
pula.

VIII. KESIMPULAN

Dari percobaan diatas didapatkan suatu kesimpulan bahwa semakin banyak


zat koagulan yang digunakan, maka % penurunan zat padat total semakin besar,
nilai-nilai yang diperoleh adalah :
% penurunan total solid untuk kadar FeSO4 0,25 g/l = 42,08 %
% penurunan total solid untuk kadar FeSO4 0,5 g/l = 43,49 %
% penurunan total solid untuk kadar FeSO4 0,75 g/l = 43,49 %
% penurunan total solid untuk kadar FeSO4 1 g/l = 43,49 %

IX. DAFTAR PUSTAKA

- Noerati Kemal, S.Teks, MT. Air Proses Dan Air Limbah Industri Tekstil. STTT,
1993
L A P O R A N
PRAKTIKUM ZPT II

AIR PROSES DAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL

(BOD, COD, Total solid, Koagulasi)

Disusun oleh :

Nama : Aang Nurdiaman Anshori

NRP : 97.P.1766

Group : K-2

Dosen : Haryanti Rahayu, S.Teks. MT

Asisten : Juju Juhana, AT

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2000

Anda mungkin juga menyukai