Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah hak asasi manusia. UUD 1945 menjamin bahwa setiap
penduduk Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai
dengan kebutuhan, tanpa memandang kemampuan membayar. Reformasi
Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu prioritas nasional dijabarkan dalam
beberapa area perubahan yang antara lain meliputi pembiayaan untuk pemenuhan
kebutuhan dasar pelayanan medis dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
promotif dan preventif; penyediaan obat esensial KIA/KB, malaria, tuberkulosis,
HIV/AIDS, dan penyakit lainnya; serta penyediaan sumberdaya kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar.
Perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi guna mencapai efektivitas-
biaya (cost-effectiveness) setinggi mungkin, yang ditunjukkan dengan perolehan
hasil terbaik dengan biaya terendah. Guna mencapai hasil terbaik dengan biaya
terendah ini perlu digunakan kaidah farmakoekonomi sebagai alat bantu dalam
penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau Formularium Rumah
Sakit, misalnya untuk pemilihan jenis obat yang akan dimasukkan ke dalamnya
perlu dilakukan pembandingan efektivitas terapi, termasuk frekuensi manfaat dan
efek samping yang tidak diinginkan dari dua atau lebih obat yang berbeda, sekaligus
biaya (dalam unit moneter) yang diperlukan untuk satu periode terapi dari masing-
masing obat tersebut.
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi ini disusun terutama untuk
membantu para pengambil kebijakan baik di tingkat Pusat (Kementerian
Kesehatan), Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan
(Rumah Sakit) serta instansi yang terkait pelayanan kesehatan, termasuk asuransi
kesehatan lainnya, dalam memilih obat yang secara obyektif memiliki efektivitas-
biaya paling tinggi. Contoh-contoh perhitungan yang diberikan terutama
menampilkan analisis yang terkait dengan biaya obat.
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan pedoman ini adalah menyediakan acuan bagi para
pengambil kebijakan, baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan dengan menerapkan kajian
farmakoekonomi, dalam rangka pemilihan dan penggunaan obat yang efektif dan
efisien.
Adapun tujuan khusus pedoman ini adalah 1) meningkatkan efisiensi
pelayanan kesehatan dengan tetap mempertahankan kualitas, 2) memperluas akses
terhadap obat dan pelayanan kesehatan pada umumnya di tengah keterbatasan
sumberdaya, 3) melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang murah dan tidak
berkualitas dan 4) memberikan pedoman untuk meningkatkan Penggunaan Obat
secara Rasional (POR).

1.3 Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah para pengambil kebijakan di bidang yang
terkait dengan pelayanan kesehatan, terutama di sektor public. Tetapi, Pedoman
Penerapan Kajian Farmakoekonomi ini dapat pula digunakan oleh para pengambil
kebijakan di sektor swasta maupun peneliti dan profesional lainnya di bidang
kesehatan yang membutuhkan.

1.4 Ruang Lingkup


Pedoman ini mencakup penerapan kajian farmakoekonomi untuk
pengambilan keputusan pada seleksi dan/atau penggunaan obat pada suatu daerah
atau fasilitas pelayanan kesehatan. Pedoman ini memberikan contoh-contoh praktis
analisis minimalisasi-biaya (AMiB) dan analisis efektivitas-biaya (AEB).

1.5 Publikasi
Hasil kajian farmakoekonomi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit
dan/atau Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota yang disampaikan kepada
Kementerian Kesehatan akan dianalisis lebih lanjut untuk kepentingan bersama
lintas-daerah dan lintas-institusi. Bahan pertimbangan yang digunakan dalam
analisis pada Kajian Farmakoekonomi diambil dari publikasi ilmiah dalam jurnal
yang peerreviewed. Studi dari dalam negeri yang belum dipublikasi dapat
digunakan sejauh metodologinya dapat dipertanggungjawabkan dan data yang
diperoleh dapat menunjang kajian yang akan dilakukan.

1.6 Istilah-istilah
Pedoman ini menggunakan istilah-istilah yang lazim dalam Kajian
Farmakoekonomi. Berbagai istilah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Analisis biaya (AB—cost analysis, CA).
b. Analisis (kajian) biaya sakit (ABS—cost of illness evaluation, COI).
c. Analisis efektivitas-biaya (AEB—cost-effectiveness analysis, CEA).
d. Analisis manfaat-biaya (AMB—cost-benefit analysis, CBA).
e. Analisis minimalisasi-biaya (AMiB—cost-minimization analysis, CMA).
f. Analisis sensitivitas (sensitivity analysis).
g. Analisis utilitas-biaya (AUB—cost-utility analysis, CUA).
h. Didominasi (dominated).
i. Dominan (dominant).
j. Efektivitas (effectiveness).
k. Efikasi (efficacy, kemanjuran).
l. Efisien (efficient).
m. Formularium.
n. Hasil (outcomes).
o. Intervensi Kesehatan.
p. Jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKDquality-adjusted
life years, QALY).
q. Kemauan untuk membayar (Willingness to pay, WTP).
r. Pengambilan kebijakan (decision-making).
s. Penilaian teknologi kesehatan (PTK—health technology assessment, HTA).
t. Penyesuaian nilai (discounting).
u. Tukaran (trade-off).
v. Utilitas (daya guna – utility).
BAB II
TINJAUAN TEORI FARMAKOEKONOMI

Kajian farmakoekonomi yang mempertimbangkan faktor klinis (efektivitas)


sekaligus faktor ekonomi (biaya) dapat membantu para pengambil kebijakan
mendapatkan jawaban obyektif terhadap keempat pertanyaan tersebut. Dengan
demikian, Ilmu Farmakoekonomi dapat membantu pemilihan obat yang rasional,
yang memberikan tingkat kemanfaatan paling tinggi.

2.1 Perspektif Penilaian


Perspektif penilaian merupakan hal penting dalam Kajian
Farmakoekonomi, karena perspektif yang dipilih menentukan komponen biaya
yang harus disertakan. Seperti yang telah disampaikan, penilaian dalam kajian ini
dapat dilakukan dari tiga perspektif yang berbeda, yaitu:
a. Perspektif masyarakat (societal).
Sebagai contoh Kajian Farmakoekonomi yang mengambil perspektif
masyarakat luas adalah penghitungan biaya intervensi kesehatan, seperti
program penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan potensi
peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik bruto) atau
penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional dari intervensi
kesehatan tersebut.
b. Perspektif kelembagaan (institutional).
Contoh kajian farmakoekonomi yang terkait kelembagaan antara lain
penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk penyusunan Formularium
Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat, penghitungan AEB untuk
penyusunan DOEN dan Formularium Nasional.
c. Perspektif individu (individual perspective).
Salah satu contoh kajian farmakoekonomi dari perspektif individu adalah
penghitungan biaya perawatan kesehatan untuk mencapai kualitas hidup
tertentu sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi kesehatan cukup bernilai
atau tidak dibanding kebutuhan lainnya (termasuk hiburan).
Tabel 2.1. Jenis Biaya Menurut Perspektif

Keterangan: + disertakan, ± disertakan (bila ada), − tidak disertakan.


Diadaptasi dari Rascati et al., 2009 dan Shafie, 2011.

2.2 Hasil Pengobatan (outcome)


Kajian farmakoekonomi senantiasa mempertimbangkan dua sisi, yaitu
biaya (cost) dan hasil pengobatan (outcome). Kenyataannya, dalam kajian yang
mengupas sisi ekonomi dari suatu obat/pengobatan ini, faktor biaya (cost) selalu
dikaitkan dengan efektivitas (effectiveness), utilitas (utility) atau manfaat (benefit)
dari pengobatan (pelayanan) yang diberikan.
Efektivitas merujuk pada kemampuan suatu obat dalam memberikan
peningkatan kesehatan (outcomes) kepada pasien dalam praktek klinik rutin
(penggunaan sehari-hari di dunia nyata, bukan di bawah kondisi optimal
penelitian). Dengan mengaitkan pada aspek ekonomi, yaitu biaya, kajian
farmakoekonomi dapat memberikan besaran efektivitas-biaya (cost-effectiveness)
yang menunjukkan unit moneter (jumlah rupiah yang harus dibelanjakan) untuk
setiap unit indikator kesehatan baik klinis maupun nonklinis (misalnya, dalam
mg/dL penurunan kadar LDL dan/atau kolesterol total dalam darah) yang terjadi
karena penggunaan suatu obat. Semakin kecil unit moneter yang harus dibayar
untuk mendapatkan unit indikator kesehatan (klinis maupun non-klinis) yang
diinginkan, semakin tinggi nilai efektivitas-biaya suatu obat.
2.3 Biaya
Dalam proses produksi atau pemberian pelayanan kesehatan, biaya dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Biaya rerata dan biaya marjinal.
b. Biaya tetap dan biaya variable.
c. Biaya tambahan (ancillary cost).
d. Biaya total.
Secara umum, biaya yang terkait dengan perawatan kesehatan dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Biaya langsung.
b. Biaya tidak langsung.
c. Biaya nirwujud (intangible cost).
d. Biaya terhindarkan (averted cost, avoided cost).
Selain itu, masih ada beberapa istilah biaya lainnya yang bersifat teknis
terkait dengan perawatan kesehatan. Beberapa biaya yang juga sering
diperhitungkan dalam telaah ekonomi kesehatan tersebut antara lain:
a. Biaya perolehan (acqusition cost).
b. Biaya yang diperkenankan (allowable cost).
c. Biaya pengeluaran sendiri (out-of-pocket cost).
d. Biaya peluang (opportunity cost).

2.4 Metode Kajian Farmakoekonomi


Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, yang dapat
dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Metode Analisis dalam Kajian Farmakoekonomi
2.5 Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB)
Analisis minimalisasi-biaya (AMiB) hanya dapat digunakan untuk
membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang
memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara.
Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu
dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya. Dengan demikian, langkah terpenting
yang harus dilakukan sebelum menggunakan AMiB adalah menentukan kesetaraan
(equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji. Tetapi, karena
jarang ditemukan dua terapi, termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah
dibuktikan setara, penggunaan AMiB agak terbatas, misalnya untuk:
a. Membandingkan obat generik berlogo (OGB) dengan obat generik bermerek
dengan bahan kimia obat sejenis dan telah dibuktikan kesetaraannya melalui uji
bioavailabilitasbioekuivalen (BA/BE). Jika tidak ada hasil uji BA/BE yang
membuktikan kesetaraan hasil pengobatan, AMiB tidak layak untuk digunakan.
b. Membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara.

2.6 Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)


Analisis efektivitas biaya (AEB) banyak digunakan untuk kajian
farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang
memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009). AEB dapat digunakan
untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana
yang terbatas jumlahnya, misalnya:
a. Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi
memberikan besaran hasil pengobatan berbeda, misalnya dua obat
antihipertensi yang memiliki kemampuan penurunan tekanan darah diastolik
yang berbeda.
b. Membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil pengobatannya dapat diukur
dengan unit alamiah yang sama, walau mekanisme kerjanya berbeda, misalnya
obat golongan proton pump inhibitor dengan H2 antagonist untuk reflux
oesophagitis parah.
2.7 Analisis Utilitas-Biaya (AUB)
Metode analisis utilitas-biaya (AUB) mirip dengan AEB, tetapi hasil
(outcome)-nya dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas
atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan. Dalam praktek,
AUB hampir selalu digunakan untuk membandingkan alternatif yang memiliki
tujuan (objective) sama, seperti:
a. Membandingkan operasi versus kemoterapi;
b. Membandingkan obat kanker baru versus pencegahan (melalui kampanye
skrining).

2.8 Analisis Manfaat-Biaya


Analisis Manfaat Biaya (AMB - cost benefit-analysis, CBA) adalah suatu
teknik analisis yang diturunkan dari teori ekonomi yang menghitung dan
membandingkan surplus biaya suatu intervensi kesehatan terhadap manfaatnya.
AMB memiliki dua keuntungan, yang salah satunya bersifat unik/khas
AMB. Keuntungan pertama, AMB memungkinkan adanya perbandingan antara
program/intervensi dengan outcome yang sangat berbeda (misal. program klinik
antikoagulan atau program klinik antidiabetes), sehingga memungkinkan
perbandingan dengan nilai moneter antar program/intervensi yang sama sekali tidak
berkaitan. Ketentuan pengambilan keputusannya adalah memilih
program/intervensi dengan surplus manfaat yang paling besar.
Keuntungan kedua, AMB adalah satu-satunya teknik yang dapat digunakan
untuk membandingkan internal satu program/intervensi. Bila surplus manfaatnya
bernilai positif, maka program/intervensi tersebut harus dipilih/didanai/dilakukan.

2.9 Penyesuaian Nilai (Discounting)


Untuk mendapatkan nilai sekarang atau nilai saat ini, diperlukan
penyesuaian nilai dengan faktor koreksi yang disebut discounting. Didasarkan pada
tingkat inflasi, baik yang telah terjadi (retrospektif) maupun yang diharapkan
(prospektif) faktor koreksi ini dapat digunakan untuk menyesuaikan nilai pada masa
lalu maupun masa datang menjadi nilai saat ini. Dengan menghitung nilai saat ini
(atau nilai pada tahun tertentu yang sama), dapat dilakukan pembandingan biaya
dan/atau hasil yang setara (apple to apple). Untuk sebagian kajian farmakoekonomi
yang memiliki dampak pengobatan jangka panjang memerlukan informasi
discounting. Untuk pengobatan jangka waktu kurang dari satu tahun tidak
memerlukan penyesuaian nilai atau discounting.

Tabel 2.5 Perhitungan Penyesuaian Nilai

Keterangan: nilai dalam rupiah, perkiraan inflasi 5% / tahun.


Diadaptasi dari Rascati et al., 2009.

2.10 Analisis Sensitivitas


Kajian farmakoekonomi memperhitungkan aspek ketidakpastian
(uncertainty) dari berbagai data yang digunakan maupun dihasilkan. Ketidakpastian
timbul antara lain karena:
a. Kurangnya ketersediaan data, sehingga prediksi yang dihasilkan kurang tajam
(precise).
b. Hasil Kajian terhadap parameter umumnya berupa nilai diskrit (single point,
misalnya rerata), sementara dalam realita parameter tersebut berupa nilai
kontinyu yang terdistribusi acak dalam suatu kisaran tertentu.
c. Model analisis yang digunakan, misalnya yang terkait dengan metode
pengkombinasian parameter atau penggeneralisasian hasil kajian.
Agar ketidakpastian yang ada dapat diperhitungkan dengan baik, dampak
dari unsur ketidakpastian harus diidentifikasi, dinilai, dan diinterpretasi terutama
untuk parameter yang paling dominan pada hasil kajian. Untuk menganalisis
dampak ketidakpastian, lazim digunakan analisis sensitivitas. Metoda yang paling
sederhana, analisis sensitivitas satu arah, dilakukan dengan mengubah nilai suatu
variabel dalam kisaran yang memungkinkan dengan menjaga nilai variabel lainnya
konstan.
BAB III
PENERAPAN KAJIAN FARMAKOEKONOMI DI INDONESIA

Penerapan kajian farmakoekonomi di instansi pemerintah dalam kaitannya dengan


pelayanan kesehatan dapat dilakukan di tingkat Nasional (Kementerian Kesehatan),
Daerah (Dinas Kesehatan Provinsi/ Kab/Kota), dan fasilitas pelayanan kesehatan
(Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya).
1. Tingkat Nasional (Kementerian Kesehatan).
Kajian farmakoekonomi dapat digunakan dalam penyusunan Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN), Formularium Program Jamkesmas, Formularium
Nasional, obat program, asuransi kesehatan, dan lain-lain;
2. Tingkat Daerah (Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota).
Kajian farmakoekonomi dapat digunakan dalam pemilihan obat yang akan
digunakan di Puskesmas;
3. Tingkat Fasilitas Pelayanan (rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya).
Di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, kajian farmakoekonomi
dapat digunakan dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit dan pemilihan
obat dalam pengobatan. Formularium ini memegang peran penting dalam
pengobatan yang rasional.

3.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Kajian Farmakoekonomi


Secara teknis pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kondisi pada
masing-masing instansi.
3.1.1 Tahap Persiapan
a. Menyiapkan personil atau membentuk Tim Kajian Farmakoekonomi;
b. Mengikutsertakan anggota Tim dalam suatu pelatihan/ pembekalan
pemahaman tentang Kajian Farmakoekonomi di dalam maupun luar
instansi;
c. Menyampaikan secara tertulis tentang rencana pelaksanaan penerapan
Kajian Farmakoekonomi ke Kementerian Kesehatan cq Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
d. Mengumpulkan bahan yang dibutuhkan dalam kajian, antara lain: a)
Data tentang pengalaman institusi terkait efektivitas obat yang akan
dikaji (bila ada); b) Bukti ilmiah terpublikasi mengenai efektivitas-biaya
(Costeffectiveness), efikasi/efektivitas dari obat yang akan dikaji, dan
melakukan telaah kritis (penilaian) atas bukti ilmiah tersebut; c) Data
epidemiologis penyakit terkait obat yang akan dikaji; d) Daftar harga
obat dan biaya pengobatan.
e. Melakukan analisis dengan menyajikan hasil AMiB, AEB dan RIEB.

3.1.2 Tahap Analisis


a. Identifikasi masalah dan menentukan tujuan. Pada tahap ini harus
ditentukan masalah apa yang akan diatasi.
b. Identifikasi alternatif pemecahan masalah. Pada tahap ini ditentukan
alternatif pengobatan apa yang akan digunakan.
c. Identifikasi besarnya efektivitas pilihan pengobatanSalah satu cara
untuk mendapatkan data/literatur tentang efektivitas obat tersebut
adalah melalui produsen dari obat yang akan dikaji.
d. Identifikasi biaya. Identifikasi biaya yang dikeluarkan untuk setiap
pilihan pengobatan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung serta
biaya medis dan non-medis.
e. Melakukan analisis minimalisasi-biaya (AMiB) Yaitu jika obat (atau,
lebih luas lagi, intervensi kesehatan) yang akan dibandingkan
memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara - atau dapat
diasumsikan setara.
f. Melakukan analisis efektivitas-biaya (AEB). Sebelum melakukan AEB,
beberapa tahap penghitungan harus dilakukan, yaitu: a) Penghitungan
rasio efektivitas-biaya rerata pengobatan (REB—average cost-
effectiveness ratios, ACER); b) Menetapkan posisi alternatif
pengobatan dalam Tabel Efektivitas-Biaya atau Diagram Efektivitas-
Biaya; c) Melakukan perhitungan RIEB sesuai dengan posisi yang telah
ditentukan.
g. Interpretasi Hasil.

3.2 Contoh Penerapan Kajian Farmakoekonomi


Analisis yang biasa dilakukan diantaranya ;
3.2.1 Analisis Minimalisasi Biaya.
3.2.2 Analisis Efektivitas-Biaya.
3.2.3 Analisis Utilitas-Biaya.
BAB IV
INSTRUMEN KAJIAN FARMAKOEKONOMI

A. VALIDITAS
1. Apa strategi pengobatan yang dibandingkan dalam analisis? Apakah ada strategi
pengobatan penting lain yang tidak disertakan dalam analisis? Jika ada, jelaskan!
Analisis yang dilakukan menggunakan strategi Analisis Efektivitas Biaya,
untuk mendapatkan efektivitas intervensi tertinggi dengan cost yang rendah.

Apakah kemungkinan hasil yang bisa terjadi karena pilihan intervensi


digambarkan? Jika “ya”, apakah merefleksikan semua hasil pengobatan yang
potensial (potential outcome) dari setiap intervensi tersebut?
Hasil yang akan terjadi adalah medapatkan intervensi / pengobatan yang terbaik
dan dapat juga meminimalisir biaya yang dikeluarkan.

Perspektif apa yang digunakan ketika menghitung biaya? (pasien, asuransi,


pemerintah, masyarakat, atau lainnya)
• Perspektif masyarakat → menghitung biaya intervensi kesehatan secara
luas.
• Perspektif kelembagaan → menghitung efektivitas biaya untuk menyusun
Formularium Rumah Sakit.
• Perspektif individu → menghitung biaya perawatan kesehatan untuk
mencapi kualitas hidup tertentu.

Berapa lama preferensi waktu yang digunakan?


• Tergantung daripada jenis analisis yang dipilih.
2. Apakah kemungkinan hasil pengobatan (probabilitas) diukur secara tepat?
• Ya

Apa tipe data yang digunakan untuk menetapkan efektivitas setiap pilihan
pengobatan (RCT, systematic review, atau lainnya)? Apakah data terlihat
sesuai?
• Ya
3. Apakah komponen biaya diukur secara tepat? Tipe data apa yang digunakan
untuk menetapkan biaya yang akan dianalisis? Apakah data tersebut sesuai?
• Ya

4. Apakah dilakukan analisis tambahan untuk mengantisipasi ketidakpastian dalam


analisis?
• Tidak

Apakah analisis sensitivitas melibatkan semua kemungkinan ketidakpastian


yang terjadi?
• Tidak

B. HASIL
1. Apakah hasil secara keseluruhan (estimasi biaya) berubah secara esensial setelah
dilakukan analisis sentivitas?
• Ya

Pada kondisi apa estimasi tersebut berubah?


• Estimasi akan berubah ketika beberapa intervensi ditambahkan.

Bagaimana hasil secara keseluruhan?


• Baik, analisis dapat memperkirakan pemilihan intervensi yang sesuai.

C. PENERAPAN
1. Apakah manfaat dari pengobatan lebih besar dibandingkan risiko dan biaya yang
dikeluarkan?
• Ya
2. Apakah hasil bisa diterapkan pada pasien saya?
Akankah analisis ini mengubah cara menangani pasien saya?
Mengapa/mengapa tidak? Jelaskan.

Bisa diterapkan pada pasien dan tidak mengubah cara menangani pasien.

Anda mungkin juga menyukai