Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN


LANSIA

Disusun Oleh:
Oleh Kelompok 2

1. Hasmi Layang Sari


2. Irfan
3. Kiki Hariati
4. M. Firdaus
5. Ni Made Sukerti
6. Nasrul Hidayat
7. Ni Luh Budiastito
8. Rosita Rahmayani
9. Dzulkifli
10. Zuhrul Chairy

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
2020
TABULASI DATA

I. GAMBARAN UMUM WILAYAH

a. Keadaan Geografis

b. Luas Wilayah Dusun/Desa :

c. Batas - batas wilyah

- Sebelah Utara : Berbatasan Dengan Kecamatan Gunung Sari,

Lombok Barat

- Sebelah Timur : Berbatasan Dengan Kecamatan Selaparang

- Sebelah Barat : Berbatasan Dengan Selat Lombok

- Sebelah Selatan : Berbatasan Dengan Kecamatan Sekarbela

b. Keadaan Demografis

Keadaan penduduk Dusun Bintaro sampai dengan Bulan Desember tahun

2020 adalah :

Terdiri atas :

- Jumlah penduduk

Laki – laki : 53

Perempuan : 52

- Jumlah Keluarga : 640

- Jumlah RT :6

c. Keadaan Agama

1. Islam : 105

2. Kristen :−

3. Protestan :−

4. Hindu :−
5. Budha :−

A. Data Demografi Kependudukan

a. Distribusi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin

No Kelompok Umur Laki - laki Perempuan Jumlah %


1. 36 – 54 tahun 3 3 6 6
2. 5 Tahun ke atas 50 49 99 94
Jumlah 53 52 105 100

b. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan

No Pendidikan Terakhir Jumlah %


1 Tidak sekolah 36 34
2 SD 41 39
3 SMP 20 19
4 SMA 6 6
5 Perguruan Tinggi 2 2
Jumlah 105 100

c. Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah %
1 Tidak Bekerja 20 19
2 dll 49 47
3 Pedagang 25 23
4 Buruh 6 6
5 PNS 4 40
6 ABRI 0 0
7 Pensiunan 1 1
Jumlah 105 100

d. Distribusi penduduk berdasarkan Agama

No Agama Jumlah %
1 Islam 105 100
2 Katolik 0 0
3 Kristen Protestan 0 0
4 Hindu 0 0
5 Budha 0 0
Jumlah 105 100

B. Data Kesehatan Lansia

a. Distribusi penyakit 1 tahun terakhir

No Penyakit 1 Tahun Terakhir Jumlah %


1 Darah Tinggi 65 62
2 Sesak Napas 23 22
3 Kencing manis 10 1 9
4 Stroke 0 0
5 Asam Urat 7 7
6 Lain-lain 0 0
Jumlah 105 100

b. Distribusi berdasarkan kegiatan waktu luang

No Kegiatan waktu luang Jumlah %


1 Membantu rumah tangga 30 29
2 Mengasuh cucu 5 5
3 Nonton TV 56 53
4 Tidak ada kegiatan 0 0
5 Lain-lain 14 13
Jumlah 105 100

c. Distribusi berdasarkan kualitas makan

No Kualitas makan jumlah %


1 Baik 74 70
2 Cukup 22 21
3 Kurang 9 9
Jumlah 105 100

d. Distribusi kebiasaan makan

No Kebiasaan makan Jumlah %


1 Tinggi garam 95 90
2 Tinggi lemak 0 0
3 Tinggi purin 0 0
4 Tinggi gula 10 10
Jumlah 105 100

e. Distribusi berdasarkan produktifitas lansia

No Produktifitas lansia Jumlah %


1 Ada 26 24
2 Tidak ada 79 76
Jumlah 105 100

f. Distribusi berdasarkan kunjungan posyandu lansia

No Kunjungan posyandu lansia Jumlah %


1 Rutin 53 51
2 Jarang 36 34
3 Tidak pernah 16 15
Jumlah 105 100

KONSEP LANSIA

I 1. Konsep Lansia dan Proses Penuaan


I.1.1 Definisi Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga
mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan
telah terjadi perubahanperubahan dalam sistem tubuhnya. Namun
berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al. (2006),
peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan orang
yang berusia lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil
riset yang telah dilakukannya dengan menemukan fakta bahwa: 1)
lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih ternyata masih bisa
melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan hambatan berarti; 2) arteri
serebral pada lansia tampak belum mengalami penuaan dan
penurunan fungsi; dan 3) lansia penderita diabetes mellitus yang
berumur 65 tahun masih menunjukkan tingkat kemandirian yang
tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi definisi lansia dari
penelitian tersebut memang tidak bisa digunakan secara global karena
faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses
penuaan.
I.1.2 Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam
empat kategori, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3. Usia tua (old) : 75-89 tahun
4. Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun

I.1.3 Teori Penuaan


Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,
(2007), yaitu:
1. Teori Wear and Tear Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena
telah banyak digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).
2. Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai
hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu dimana hormon yang
dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh
hipotalamus telah menurun.
3. Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram
genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang
unik, dimana penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan secara
genetik.
4. Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu
organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh
radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri
merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi,
karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah
suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau
bertambahnya satu elektron pada molekul lain.

I.1.4 Tahapan Proses


Penuaan Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai
berikut (Pangkahila, 2007):
1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun) Pada tahap ini, sebagian
besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon
testosteron, growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi
tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu
pada usia ini dianggap usia muda dan normal
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun) Pada tahap ini kadar hormon
menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu
kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak
muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas
mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan
penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori,
penyakit jantung koroner dan diabetes.
3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas) Pada tahap ini penurunan
kadar hormone terus berlanjut yang meliputi DHEA, melatonin,
growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid.
Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan
bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi
lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
I.1.5 Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia
A. Perubahan Fisik pada Lansia Menurut Maryam (2008),
perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah :
1. Sel Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya
penurunan jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel,
berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi
atrofis beratnya berkurang 510%.
2. Sistem Persyarafan Perubahan persyarafan meliputi : berat
otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel
syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya
hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca
indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap
sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuan.
3. Sistem Pendengaran Perubahan pada sistem pendengaran
meliputi: terjadinya presbiakusis (gangguan dalam
pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,50%
terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis
akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin.
Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem Penglihatan Perubahan pada sistem penglihatan
meliputi: timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan
pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah
ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang
dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan
berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan
katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima
dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti
coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam
area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada
risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat
menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk
membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga
dapat menyebabkan lansia terjatuh.
5. Sistem Kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler
meliputi: terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup
jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan
jantung untuk memompa darah yang menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat
mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi
pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Perubahan pada sistem
pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada pengaturan sistem
tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat,
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang
sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan
mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan
refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi Perubahan sistem respirasi meliputi: otot
pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia
menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada
arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang,
sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun,
sering terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding
dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8. Sistem Pencernaan Perubahan pada sistem pecernaan,
meliputi: kehilangan gigi, penyebab utama periodontal
disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra
pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa
lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati
semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran
darah berkurang.
9. Sistem Perkemihan Perubahan pada sistem perkemihan antara
lain ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut
nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,
kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis
urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah,
sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit
dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi urine.
10. Sistem Endokrin Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin
meliputi: produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR
(basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun.
Produksi aldosteron menurun, Sekresi hormon kelamin,
misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.
11. Sistem Integumen Perubahan pada sistem integumen,
meliputi: kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan
bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut
menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12. Sistem Muskuloskeletal Perubahan pada sistem
muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan densitas (cairan)
dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun,
terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi
tremor, aliran darah ke

B. Perubahan Psikososial pada Lansia


Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan
terdapat perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia
antara lain:
1. Kesepian Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan
dalam studinya bahwa lansia rentan sekali mengalami
kesepian. Kesepian yang dialami dapat berupa kesepian
emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan ketiga-
tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang
dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia
diantaranya:
a. merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima
seperti dari suami atau istri, dan atau anaknya
b. kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi
dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh
sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar.
Hal itu disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-
pertemuan yang dilakukan di kompleks hidupnya;
c. mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat
pasangan hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian
karena anaknya tidak tinggal satu rumah.
2. Kecemasan Menghadapi Kematian Ermawati dan Sudarji
(2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa
terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama
lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi
kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup
tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas
berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian
itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum
tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan
ada yang menolong saat sekarat nantinya.
3. Depresi Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi.
Menurut Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008)
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya depresi lansia
adalah:
a. jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi
terjadi depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan
stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model
perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari
b. status perkawinan, dimana lansia yang tidak
menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko
mengalami depresi, hal tersebut dikarenakan orang lanjut
usia yang berstatus tidak kawin sering kehilangan
dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang
terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan
yang tidak menyenangkan dan kesendirian; dan
c. rendahnya dukungan sosial.

II. Konsep AsuhanKeperawatan

A. Pengkajian

1) Identitas

Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,

alamat sebelum tinggal di panti, suku bangsa, status


perkawinan, pekerjaan sebelumnya, pendidikan

terakhir.

2) RiwayatKeluarga

Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua,

saudara kandung, pasangan, dananak-anak)

3) RiwayatPekerjaan

Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan

sebelumnya, dan sumber- sumber pendapatan dan

kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.

4) Riwayat LingkupHidup

Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah

orang yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat,

dan nomor telpon.

5) RiwayatRekreasi

Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan

6) Sumber/ SistemPendukung

Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan

kesehatan seperti dokter, perawat atau klinik

7) Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur


Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum
tidur.Pada pasien lansia dengan hipertensi mengalami
susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas
sebelumtidur.
8) Status Kesehatan SaatIni

Meliputi : status kesehatan umum selama setahun yang

lalu, status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu,


keluhan-keluhan kesehatan utama, serta pengetahuan

tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.

9) Obat-Obatan

Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana

mengonsumsinya, atas nama dokter siapa yang

menginstruksikan dan tanggal resep

10) StatusImunisasi

Mengkaji status imunisasi klien pada waktu dahulu

11) Nutrisi

Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan

minum, pola konsumsi makanan dan riwayat

peningkatan berat badan.Biasanya pasien dengan

hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti

karbohidrat, protein, mineral, air, lemak, dan

serat.Tetapi diet rendah garam juga berfungsi untuk

mengontrol tekanan darah padaklien.

12) PemeriksaanFisik

Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa

tubuh pasien dari ujung kepala sampai ujung kaki (head

to toe)

untuk menemukan tanda klinis dari suatu penyakit

dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan perkusi.

Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi

pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna


rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan

kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata,

konjungtiva dan sclera, pupil dan iris, ketajaman

penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung, lubang

hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran

telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga,

ketajaman pendengaran, keadaan bibir, gusi dan gigi,

keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi trakea,

tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta denyut nadi

karotis.

Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat

atau tidak kelainan berupa (warna kemerahan pada

mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau

tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada

pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai

apakah ada benjolan, pembesaran kelenjar getah

bening, kemudian disertai dengan pengkajian nyeri

tekan).

Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat

atau tidak kelainan berupa (bentuk dada, penggunaan

otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian

vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah

terdapat kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas

dan adanya suara nafas tambahan).


Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi

(mengamati ada tidaknya pulsasi serta ictus kordis),

perkusi (menentukan batas-batas jantunguntuk

mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar

bunyi jantung, bunyi jantung tambahan, ada atau

tidakbising/murmur)

Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat

atau tidak kelainan berupa (bentuk abdomen,

benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna kulit

abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus

atau peristalik usus dengan nilai normal 5-35

kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan,

benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan

lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen serta

pemeriksaan asites).

Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area

pubis, meatus uretra, anus serta perineum terdapat

kelainan atau tidak.

Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan

kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan

caraberjalan.

Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan,

kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur kulit,

kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi


atau tidak.

B. Analisa Data

No Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS : Pencidera Nyeri
Klien mengatakan fisiologis :
memiliki riwayat peningkatan
tekanan darah tinggi tekanan vaskuler
sejak 5 tahun yang lalu serebral
Klien mengatakan
lehernya nyeri dan kaku
disertai pusing jika
tekanan darahnya naik

DO :
Klien terlihat memijit
tengkuknya
TD : 140/90mmHg
N : 68 x/Mnt
RR : 28x/Mnt
T: 36,8°
2. DS : kurangnya kontrol Gangguan pola
Klien mengatakan susah tidur tidur
tidur

DO :
Klien tampak gelisah
Konjungtiva Pucat
TD : 140/90 mmHg
N : 68 x/mnt
RR : 28x/mnt
S: 36,8°
3. DS : Ketidakseimbanga Intoleransi
Klien mengatakan n antara suplai dan aktivitas
terbatas melakukan kebutuhan oksigen
aktifitas

DO :
Klien tampak kelelahan
kalau kekamar mandi
TD : 140/90mmHg
N : 68 x/mnt
RR : 28x/mnt
S: 36,8°

C. DiagnosaKeperawatan

1) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen

pencidera fisiologis : peningkatan tekanan

vaskulerserebral

2) (D.0055) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya


kontroltidur

3) (D.0056) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhanoksigen

D. Intervensi

Tabel Intervensi Keperawatan

Hari/ Tujuan dan


Dx Kep Intervensi
Tanggal Kriteria Hasil
Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1.1 Kaji nyeri secara
dengan agen keperawatan …x 24 jam klien komprehensif
pencidera fisiologis : dapat mengontrol nyeri dengan meliputi lokasi,
peningkatan tekanan kriteria : karakteristik,
vaskuler serebral 1. Mengenal faktornyeri durasi, frekuensi,
(D.0077) 2. Tindakan pertolongan non- kualitas,intensitas
farmakologi 1.2 Observasi reaki
3. Mengenal tanda pencetus nonverbal dan
nyeri untuk mencari ketidaknyamanan
pertolongan 1.3 Gunakan
4. Melaporkan nyeri berkurang komunikasi
dengan menggunakan terapeutik agar
manajemennyeri klien dapat
5. Menyatakan rasa nyaman mengekspresikan
setelah nyeriberkurang nyeri
1.4 Ajarkan
penggunaan teknik
non farmakologi :
teknik relaksasi
progresif
1.5 Berikan analgetik
sesuai anjuran
1.6 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
1.7 Cek instruksi
dokter tentang
jenis, obat,dosis
dan frekuensi

Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 2.1 Ciptakan suasana


berhubungan keperawatan …x 24 jam tidak lingkungan yang
dengan kurangnya terjadi gangguan pola tidur tenang dannyaman
kontroltidur dengan kriteria : 2.2 Beri kesempatan
(D.0055) 1. Jumlah jam tidur dalam batas klien untuk
normal 6-8 jam/hari istirahat/tidur
2. Tidak menunjukkan perilaku 2.3 Evaluasi tingkat
gelisah stress
3. Wajah tidak pucat dan 2.4 Monitor keluhan
konjungtiva tidakanemis nyeri kepala
2.5 Lengkapi jadwal
tidur secarateratur
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy
aktivitas b.d keperawatan …x 24 jam tidak 3.1 Tentukan
ketidakseimbanga terjadi intoleransi aktifitas keterbatasan klien
n antara suplai dan dengan kriteria : terhadapaktifitas
kebutuhan oksigen 1. Meningkatkan energy 3.2 Tentukan penyebab
(D.0056) untuk melakukan lainkelelahan
aktifitassehari-hari 3.3 Observasi asupan
2. Menunjukkan penurunan nutrisi sebagai
gejala-gejala intoleransi sumber energy
aktifitas yangadekuat
3.4 Observasi respons
jantung terhadap
aktivitas (mis.
Takikardia,
disritmia, dyspnea,
diaphoresis, pucat,
tekanan
hemodinamik dan
frekuensi
pernafasan)
3.5 Dorong klien
melakukanaktifitas
sebagai sumber
energy

E. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari

perencanaan keperawatan yang telah dibuat oleh untuk

mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan

implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan

dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat

sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.Dengan

demikian rencana yang telah ditentukan tercapai.

F. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai

sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses


menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan

poses mulai dari pengkajian, diagnosa , perencanaan,

tindakan dan evaluasi itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. USA: Elsevier

Health Sciences.

Ananta, L. A. W. & Wulan, R., 2011. Pola Aktivitas Sehari-Hari pada Pasien

Demensia di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS

Bulechek, G., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed.

Missouri: Elsevier Mosby.

Ciorba, A., Bianchini, C., Pelucchi, S. & Pastore, A., 2012. The Impact of

Hearing Loss on The Quality of Life of Elderly Adults. Clinical Interventions

in Aging, Volume 7, pp. 159-163.

Dethier, J. J., Pestieau, P. & Ali, R., 2011. The Impact of A Minimum

Pension on Old Age Poverty and Its Budgetary Cost: Evidence from Latin

America. Revista de Economia del Rosario, 14(2), pp. 135-163.

Ermawati & Sudarji, S., 2013. Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut

Usia. Psibernetika Universitas Bunda Mulya, 6(1).

Hayati, R. & Nurviyandari, D., 2014. Depresi Ringan pada Lansia Setelah

Memasuki Masa Pensiun. Depok: Skripsi Universitas Indonesia.

Jayanti, Sedyowinarso & Madyaningrum, 2008. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Wiloso

Wredho Purworejo. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), pp. 133-138.

Kaharingan, E., Bidjuni, H. & Karundeng, M., 2015. Pengaruh Penerapan

Terapi Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup pada Lansia di

Panti Werdha Damai Ranamuut Manado. ejournal Keperawatan (e-

Kp), 3(2).

Anda mungkin juga menyukai