DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS TARUMANEGARA
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah.............................................1
1.2. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah..................................................2
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................2
1.4.1. Manfaat Teoritis.................................................................................2
1.4.2. Manfaat Praktis..................................................................................2
1.5. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian.............................................3
1.5.1. Studi Pustaka......................................................................................3
1.5.2. Studi Lapangan..................................................................................3
1.6. Terminologi istilah – istilah....................................................................7
1.6.1. Pengertian Arsitektur Menurut Ahli..................................................7
1.6.2. Stilasi Menurut Ahli...........................................................................8
1.6.3. Pengertian Agama Buddha Menurut Istilah Terminologi..................8
1.6.4. Pengertian Vihara Menurut Istilah Terminologi................................9
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................10
2.1. Pengertian Ragam Hias........................................................................10
2.1.1. Ornamen Pada Arsitektur.................................................................11
2.1.2. Macam-Macam Ornamen................................................................11
2.1.3. Fungsi Ornamen...............................................................................13
2.1.4. Motif dan Pola Ornamen..................................................................15
2.2. Pengertian Naga....................................................................................17
2.2.1. Jenis-jenis naga................................................................................17
2.2.2. Anak Naga........................................................................................18
2.2.3. Asal Usul Naga................................................................................20
2.2.4. Naga Pada Arsitektur Cina...............................................................21
ii
2.3. Arsitektur...............................................................................................23
2.3.1. Unsur-unsur arsitektural...................................................................24
2.3.2. Hubungan-hubungan ruang..............................................................27
2.3.3. Organisasi ruang..............................................................................28
2.4. Pengertian Vihara.................................................................................30
2.4.1. Fungsi Vihara...................................................................................30
2.4.2. Arsitektur Vihara..............................................................................31
2.5. Pengertian Stilasi...................................................................................32
2.6. Posisi Naga pada Arsitektur Vihara....................................................32
2.6.2. Atap..................................................................................................32
2.6.3. Kolom...............................................................................................34
2.6.4. Kuda-kuda atap................................................................................35
2.6.5. Dinding.............................................................................................35
BAB III HASIL SURVEY...................................................................................37
3.1. Lokasi Survey........................................................................................37
3.2. Waktu Survey........................................................................................37
3.3. Sejarah Singkat Vihara Toasebio........................................................37
3.4. Foto Hasil Survey dan Hasil Wawancara...........................................39
BAB IV ANALISIS DATA...................................................................................49
BAB V PENUTUP.................................................................................................53
5.1. Kesimpulan............................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................54
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari teman, maupun dosen dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
v
BAB I
PENDAHULUAN
Makna ragam hias naga pada arsitektur vihara jarang diketahui oleh orang.
Masih banyak orang yang menganggap bahwa ragam hias naga pada vihara
hanyalah untuk mendukung gaya oriental. Naga adalah seekor hewan yang
banyak terdapat di dalam legenda-legenda di dunia yang keberadaannya
dianggap mitos. Naga pada legenda tiongkok banyak dipercayai sebagai
sebuah simbol ataupun lambang yang sering digunakan dan diaplikasikan
pada benda-benda yang sering digunakan ataupun pada bagian-bagian pada
bangunan sebagai symbol keberuntungan.
Pada vihara Toasebio terdapat banyak elemen ragam hias naga yang
diaplikasikan pada arsitekturnya. Seperti pada bagian atap, pagoda, dan juga
pilar-pilar bangunan vihara. Setelah mengamati hal tersebut, maka peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang makna ragam hias naga yang
diaplikasikan pada arsitektur Vihara Dharma Jaya Toasebio.
1
1.2. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Penelitian ini dapat berguna dalam hal teoritis, baik dalam hal
pendidikan, agama.
2
Menambah teori-teori baru tentang agama Buddha, terutama
teori tentang vihara Toasebio.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
3
1.5.2.1. Lokasi Penelitian
4
tersebut. Teknik observasi yang digunakan merupakan
teknik observasi non-partisipan dengan 1 kali
mengunjungi vihara Toasebio. Penelitian yang
dilakukan merupakan penelitian langsung terjun ke
lapangan dengan media kamera sebagai alat untuk
mengambil foto vihara tersebut. Observasi yang
dilakukan adalah menemukan sejarah arsitektur wihara
tersebut guna menemukan makna dari ornamen-
ornamen yang terpasang pada vihara tersebut.
5
hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang
menjadi teori.
a. Perpanjangan Pengamatan
b. Meningkatkan Ketekunan
c. Triangulasi Sumber
6
Hal in dilakukan untuk menguji kredibilitas data
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber Data yang diperoleh
kemudian dideskripsikan dan dikategorisasikan
sesuai dengan apa yang diperoleh dari berbagai
sumber tersebut. Penulis akan melakukan pemilihan
data yang sama dan data yang berbeda untuk
dianalisis lebih Ianjut.
7
1.6.1.4. Arsitektur bermula dari tempat bernaung dan berkembang
dengan pandangan yang lebih luas dan meninjau faktor-faktor
sosial budaya, ekonomi, teknologi, iklim/alam, dll (Rapoport
dalam Snyder, 1997).
1.6.1.5. Pada hakekatnya karya arsitektur merupakan hasil nyata
dari imajinasi dan karya cipta (mencipta dan mengubah) para
ahli dalam meningkatkan taraf hidup manusia (membuat
kehidupan yang lebih menyenangkan, lebih sempurna daripada
kehidupan sebelumnya).
8
benua India yang meliputi beragam tradisi, kepercayaan, dan
praktik spiritual yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang
dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal
sebagai Sang Buddha (berarti "yang telah sadar").
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Ragam hias dapat juga disebut ornamen, menurut buku “The Function of
Ornament”, definisi ornamen adalah sebagai berikut:
10
2.1.1. Ornamen Pada Arsitektur
11
nilai estetis bangunan tersebut serta dapat merangkum
secara umum dan menyeluruh sifatnya, guna
memberikan ciri yang khusus, seperti Ornamen pada lis
plank, ornamen pada pagar bangunan, ornamen pada
konsol, ornamen pada tiang bendera, dsb.
12
Fungsi ornamen pada lantai, di samping sebagai
unsur pengarah juga berfungsi sebagai pembatas dan
penghias ruang. Ornamen tersebut biasanya pada
ruang-ruang yang mempunyai kesan kosong,
misalnya pada sudut ruangan dimana ruang tersebut
kurang mempunyai nilai estetis sehingga perlu
ornamen sebagai penghias. Untuk ornamen yang
berfungsi sebagai pengarah atau pembatas ruang,
misalnya pada ruang duduk dan selasar dapat berupa
keramik, karpet, dll.
13
2.1.3.1. Fungsi murni estetik
14
tersebut berperan penting dalam penyampaian bahasa
visual yang ada pada setiap ornamen.
e. Motif Tumbuh-tumbuhan
f. Motif Binatang
15
dikombinasikan dengan motif lain. Binatang yang
dijadikan objek stilirisasi antara lain burung, singa,
gajah, harimau dll.
g. Motif Manusia
i. Motif Kreasi/khayalan
16
pendukung/piguran dan isian/pelengkap. Penyusunan
pola dilakukan dengan jalan menebarkan motif secara
berulang-ulang, jalin-menjalin, selang-seling, berderet,
atau variasi satu motif dengan motif lainnya.
Naga adalah sebutan umum untuk makhluk mitologi yang berwujud reptil
berukuran raksasa. Makhluk ini muncul dalam berbagai kebudayaan. Pada
umumnya berwujud seekor ular besar, tetapi ada pula yang
menggambarkannya sebagai kadal bersayap yang memilik beberapa kepala
dan dapat menghembuskan nafas api. Naga dipercaya dapat ditaklukan lewat
musik. (Newton, 1923)
Naga terdiri dari empat jenis, itu dibagi dalam warna, arti,
musim dan laut. Empat jenis naga tersebut antara lain:
2.2.1.1. Biru dan hijau
Diasosiasikan dengan musim semi, alam,
pertumbuhan, harmoni, optimisme, dan kesehatan,
seperti pelindung Laut Cina Timur.
2.2.1.2. Hitam dan putih
Naga Hitam dan Putih melambangkan sebuah
keseimbangan seperti Yin & Yang. Yin sebagai musim
dingin dan Yang sebagai musim gugur. Keduanya
digambarkan sebagai pelindung Laut Cina Utara dan
Barat.
2.2.1.3. Merah
Sebagai simbol musim panas, keberuntungan, dan
kebahagiaan. Naga Merah digambarkan sebagai
pelindung Laut Cina Selatan.
17
2.2.1.4. Kuning dan Emas
Naga Kuning dan Emas merupakan naga yang
paling kuat dibandingkan dengan naga lainnya. Naga
menyimbolkan kebijaksanaan dan kekayaan.
2.2.2.1. Bixi
Bixi memiliki rupa gabungan antara kura-kura
dengan naga yang memiliki cangkang yang besar dan
mampu membawa beban yang sangat berat dan dapat
membawa para dewa dan barang bawaannya pada
punggungnya. Biasanya diukir pada batu.
2.2.2.2. Chiwen
Chiwen memiliki rupa gabungan antara ikan dengan
naga yang dapat menyemburkan air untuk melindungi
rumah dari api dan biasa terdapat pada atap rumah.
2.2.2.3. PuLao
PuLao memiliki rupa seperti naga asli berkaki
empat, namun berukuran kecil. Makhluk ini suka
berteriak sehingga direpresentasikan sedang istirahat di
atas lonceng sebagai gagang lonceng.
18
2.2.2.4. Bi’An
Bi’An memiliki rupa gabungan antara harimau
dengan naga dan sangat kuat. Biasanya ditemukan pada
pintu penjara untuk menakuti para narapidana.
2.2.2.5. Yazi
Yazi memiliki rupa gabungan antara serigala dengan
naga yang sangat berni dan emosional dengan rasa haus
akan darah musuh. Para ksatria dan penjaga memahat
makhluk ini pada gagang dari pedang dan pisau
mereka.
2.2.2.6. Qiu Niu
Qiu Niu memiliki rupa seperti naga yang menyukai
musik. Biasa digunakan atau di cap pada instrumen
musik yang bersenar.
2.2.2.7. Ba Xia
Ba Xia memiliki rupa gabungan antara hewan reptil
dan naga yang memiliki kekuatan sangat dahsyat dan
mampu mengangkat beban berkali-kali lipat dari berat
badannya. Makhluk ini juga perenang yang handal dan
suka minum. Biasa digunakan pada monumen batu,
pilar jembatan, gapura untuk memastikan struktur tetap
berdiri kokoh.
2.2.2.8. Chao Feng
Chao Feng memiliki rupa gabungan antara burung
Phoenix dengan naga yang suka akan petualangan dan
menantang bahaya serta tingkah laku yang ceroboh.
Biasa dipahat pada sudut di istana dan vihara.
2.2.2.9. Suanni
Suanni memiliki rupa gabungan singa dengan naga.
Memiliki kebiasaan diam dengan posisi duduk ataupun
19
tertidur. Makhluk ini diletakkan pada bagian kaki dari
pembakaran dupa ataupun dibawah kaki patung
Buddha.
Para naga terkait dengan arah mata angin Timur arah daripada
sinar matahari dan secara umum melambangkan energi positif.
Beberapa masyarakat Cina Kuno mengadakan prosesi atau festival
untuk menyambut para naga agar mereka memberikan hujan
sepanjang musim semi.
20
emas kuning berumur 1000 tahun, sedangkan naga biru terlahir di
dalam goa yang terbuat dari emas biru tua berumur 800 tahun
(Jeremy Roberts, 2010; 33). Beberapa mitologi lain
menghubungkan naga dengan matahari dan bulan. Beberapa unsur
motif dekorasi menunjukkan dua ekor naga melindungi mutiara
suci, sedangkan beberapa lainnya menunjukkan naga yang sedang
melahap matahari atau bulan (ini adalah mitologi penjelasan untuk
gerhana matahari).
21
2.2.4. Naga Pada Arsitektur Cina
22
dapat memberikan kebaikan dan keberuntungan bagi umat manusia.
Hal ini dapat terlihat dari bangunan-bangunan dengan arsitektur Cina
memiliki ciri khas sendiriengan memasang naga sebagai salah satu
jimat keberuntungan bagi bangunan tersebut (Miskaningsih, 2017:
66)
2.3. Arsitektur
23
pemahaman masalah, perumusan, dan pengungkapannya. Menurut Piet Hein,
seni adalah pemecahan masalah yang tidak dapat diformulasikan sebelum
persoalannya terpecahkan. (D.K Ching, 1985)
2.3.1.1. Titik
2.3.1.2. Garis
24
Garis merupakan suatu titik yang diperpanjang Pada
suatu garis hanya memiliki panjang tetapi tidak
memiliki lebar dan tinggi. Elemen garis terbagi menjadi
4 yaitu sebagai berikut:
a. Garis vertical
b. Garis Horizontal
c. Garis Diagonal
d. Garis Lengkung
2.3.1.1. Bidang
25
Ruang adalah kumpulan dari susunan beberapa
bidang yang dapat menyusun menjadi sebbuah bentuk.
Bentuk adalah karakteristik pengenal volume utama.
Bentuk juga merupakan cirri utama yang menunjukkan
suatu volume, hal ini ditentukan oleh volume, wujud,
dan hubungan antara bidang-bidang yang
menggambarkan batas-batas. Ciri-ciri visual dari
bentuk:
a. Wujud
Wujud adalah ciri-ciri pokok yang menunjukkan
bentuk. Wujud adalah hasil konfigurasi tertentu dari
permukaan-permukaan dan sisi-sisi suatu bentuk.
b. Dimensi
c. Warna
d. Tekstur
26
e. Posisi
f. Orientasi
g. Inersia visual
27
Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan terdiri
dari dua buah ruang yang kawasannya membentuk
suatu daerah ruang bersama. Jika dua buah ruang
membentuk volume berkaitan seperti ini, masing-
masing ruang mempertahankan identitasnya dan
batasan sebagai suatu ruang. Tetapi hasil konfigurasi
kedua ruang yang saling berkaitan akan tergantung
kepada beberapa penafsiran.
2.3.2.3. Ruang-ruang yang bersebelahan
Ruang yang bersebelahan adalah jenis hubungan
ruang yang paling umum. Hal tersebut memungkinkan
definisi dan respon masing-masing ruang menjadi jelas
terhadap fungsi dan persyaratan simbolis menurut cara
masing-masing simbolis. Tingkat kontinuitas visual
maupun ruangnya yang terjadi antara dua ruang yang
berdekatan akan tergantung pada sifat alami bidang
yang memisahkan sekaligus menghubungan keduanya.
2.3.2.4. Ruang-ruang yang dihubungkan oleh ruang
bersama
Dua buah ruang yang terbagi oleh jarak dapat
dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang
ketiga yaitu ruang perantara. Hubungan antara kedua
ruang akan tergantung pada sifat ruang ketiga dimana
kedua ruang tersebut menempati satu ruang bersama-
sama.
2.3.3.1. Terpusat
Organisasi terpusat bersifat stabil. Organisasi
terpusat merupakan komposisi terpusat yang terdiri dari
sejumlah ruang-ruang sekunder yang dikelompokkan
28
mengelilingi sebuah ruang pusat yang besar dan
dominan
2.3.3.2. Linier
Organisasi linier terdiri dari sederetan ruang yang
berhubungan langsung dengan ruang lainnya atau
dihubungkan melalui linier yang berbeda dan terpisah.
Organisasi linier biasanya terdiri dari ruang-ruang yang
berulang dan hampir sama dalam hal ukuran, bentuk,
dan fungsi.
2.3.3.3. Radial
Organisasi ruang jenis radial memadukan unsur-
unsur organisasi terpusat maupun linier. Organisasi ini
terdiri dari ruang pusat yang dominan darimana
sejumlah organisasi-organisasi linier berkembang
seperti bentuk jari-jari. Sedangkan suatu organisasi
terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang
memusatkan pandangannya ke dalam ruang pusatnya.
Sebuah organisasi radial adalah sebuah bentuk yang
ekstrovert yang mengembangkan keluar lingkupnya.
Dengan lengan-lengan liniernya, bentuk ini dapat
meluas dan menggabungkan dirinya pada unsur-unsur
tertentu atau benda-benda lapangan lainnya.
2.3.3.4. Cluster
Organisasi cluster menggunakan pertimbangan
penempatan peletakan sebagai dasar untuk
menghubungkan suatu ruang terhadap ruang lainnya.
Seringkali penghubungan terdiri dari sel-sel ruang yang
berulang dan memiliki fungsi-fungsi serupa dan
memiliki persamaan sifat visual seperti halnya bentuk
dan orientasi. Suatu organisasi cluster dapat juga
menerima ruang-ruang yang berlainan ukuran, bentuk,
29
dan fungsinya, tetapi berhubungan satu dengan yang
lain berdasarkan penempatan ukuran visual seperti
simetri atau menurut sumbu. Oleh karena polanya tidak
berasal dari konsep geometri yang kaku. Maka bentuk
organisasi cluster selalu luwes dan dapat menerima
pertumbuhan dan perubahan langsung tanpa
mempengaruhi karakternya.
2.3.3.5. Grid
Organisasi grid terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-
ruang dimana posisi-posisinya dalam ruang dan
hubungan antar ruang diatur oleh pola grid tiga dimensi
atau bidang. Suatu grid dibentuk dengan menetapkan
sebuah pola teratur dari titik-titik yang menentukan
pertemuan-pertemuan dari dua pasang garis-garis
sejajar. Pola grid yang diproyeksi ke dimensi ketiga
berubah menjadi satu set modul ruang yang berulang.
30
perseorangan maupun berkelompok. Di dalam Vihara terdapat satu atau lebih
ruangan untuk penempatan altar.
31
2.4.2.1. Warna: Warna pada umumnya: - Merah (mendominasi
bangunan vihara) yang berarti kegembiraan dan bersifat
mengundang. - Emas, berarti tertinggi.
2.4.2.2. Interior bercorak budaya Cina.
2.4.2.3. Penonjolan struktur: Konstruksi atap menggunakan
balok kayu, sambungan diekspos / diperlihatkan dengan
ukiran yang menggambarkan symbol-simbol tertentu.
2.4.2.4. Suasana ruangan tempat penyembahan berkesan
religious dengan bau asap Hio yang dibakar.
2.4.2.5. Elemen pembentuk ruang: Dinding pada umumnya
digambar / direlief berupa dewa-dewa yang disembah
atau gambar lain yang mempunyai symbol / makna.
2.4.2.6. Elemen estetika: Terdapat patung-patung hewan yang
disimbolkan mempunyai kekuatan penolak bala (patung
naga, patung singa dll.
Suyo Suradjijo (1999), pengembangan bentuk sumber ide antara lain (a)
Stilasi, merupakan bentuk yang tidak meninggalkan bentuk asli alam, atau
tidak meninggalkan alam. Banyak terdapat dalam segi dekorasi. Dilihat dari
segi bentuk karya tujuan stilasi tampaknya hanya ingin mempermainkan
bentuk alam dalam kaitannya mengisi bidang kosong.
32
2.6. Posisi Naga pada Arsitektur Vihara
2.
2.6.1. Atap
33
Gambar 2.1 Naga pada atap vihara
Sumber: Jurnal Makna Penerapan Elemen Interior pada Bangunan
Vihara Satya Budhi-Bandung
Ornamen naga yang terletak di atap luar mencerminkan dua
naga yang sedang merebutkan mustika. Bentuk ini menyiratkan dua
jenis manusia yang sedang mengejar ilmu yang sejati. Mustika
merupakan perlambangan pengetahuan sejati atau kunci
kebahagiaan. Dalam penerapannya naga sering digambarkan dalam
posisi mengejar atau menelan mustika tersebut. (Harry Pujianto,
2011)
34
2.6.2. Kolom
Ragam hias Naga yang terdapat pada tiang bagian depan vihara
ini semuanya digambarkan dengan warna hijau, emas dan merah.
Warna merah mewakili unsur api, yang merupakan simbol
kebahagiaan dan keberuntungan, warna merah merupakan warna
Yang. Warna emas mewakili tanah, yang merupakan simbol
kemuliaan, kerajaan, kekukuhan dan kemakmuran. Warna hijau
mewakili unsur kayu yang melambangkan musim semi, permulaan
35
yang baru dan masa pertumbuhan, hijau merupakan warna Yin.
Warna hijau merupakan salah satu ciri khas yang sering digunakan
pada bentuk Naga di bangunan peribadatan Cina, karena Naga Putih
atau Naga Kuning hanya digunakan pada yang bersifat duniawi (hari
perayaan). (Miskaningsih, 2017)
2.6.4. Dinding
Pada zaman cina kuno naga digunakan pada setiap sudut
bangunan kekaisaran. Dinding dan atap juga dihiasi dengan ukiran
naga. Sedangkan bangunan kelenteng yang umumnya menirukan
36
bangunan istana hanya memakai hiasan naga bagi bewa-dewa yang
berkedudukan tinggi. Ukuran ornament naga beragam, namun tidak
sedikit pahatan naga yang kadang-kadang besarnya tidak
proporsional. Selain itu, hiasan ornamen ini juga sebagai simbol
tingkat kemewahan bangunan (dan status derajat kepemilikannya.
Patung-patung ornamen ini umumnya terbuat dari keramik atau
batu yang diukir oleh pengrajin/seniman. Karena dinding
merupakan porsi terbesar suatu bangunan, makna dari ornament
naga pada dinding cukup luas antara lain:
37
BAB III
HASIL SURVEY
3.1. Lokasi Survey
38
Ciangciu/Zhangzhou dan tidak pernah dipindahkan dari tempat lain. Nama
resmi kelenteng ini adalah Hong-san Bio/Fengshan Miao (Kelenteng Gunung
Burung Hong). Akan tetapi, karena Cheng-goan Cin-kun / Qingyuan
Zhenjun, dewata pelindung masyarakat Kabupaten Tio-thoa/Changtai, juga
dikenal sebagai Toa-sai Kong / Dashi Gong (Paduka Duta Besar), maka
kelenteng ini juga dikenal sebagai kelenteng Toa-sai Bio/Dashi Miao
(Kelenteng Duta Besar). Nama Toa-sai Bio di lidah penduduk lama-kelamaan
berubah lafal menjadi Toa-se Bio dan menjadi nama jalan dimana kelenteng
ini berada dan juga nama lingkungan sekitarnya. Nama Toasebio ini sampai
sekarang masih dipakai, dari sinilah nama paroki di lingkungan ini, Paroki
Toasebio. Pada zaman Orde Baru oleh adanya Peraturan Pemerintah No.
14/1967 banyak kelenteng (Chinese temple) yang berubah status menjadi
vihara (Buddhist monastery/temple). Nama kelenteng Toa-sai Bio diganti
menjadi Vihara Dharma Jaya Toasebio, karena hanya Buddhisme yang
"diakui" sebagai agama oleh negara, sedangkan Konfusianisme dan Taoisme
tidak.
Toasebio sendiri adalah gabungan dari dua kata yakni Toase yang berarti
pesan dan Bio adalah kelenteng. Sehingga dimaksudkan kelenteng ini
menghormati pesan yang dibawa dari China. Tidak hanya ajaran Terawada,
Terayana juga menjadi satu di tempat ini.
Lilin merah dari ukuran kecil seperti spidol hingga besar dengan diameter
sekitar lima sentimeter menyala hampir di setiap sudut ruangan wihara.
Aksara Mandarin juga terlihat mendampingi setiap altar. Terdapat perbedaan
39
antara bangunan depan dan belakang wihara terutama di bagian langit-
langitnya
Ornamen di bagian depan dengan warna merah lebih gelap dari bagian
belakang merupakan ornamen asli sejak wihara berdiri. Ukiran kayu
melingkar khas Tionghoa di sela lubang tersebut tidak ikut terbakar saat tahun
1740 lalu. Juga empat tiang kayu penyanggah bangunan tengah, masih asli
dan tidak pernah diganti.
Gambar 3.2 Penggunaan ragam hias naga pada gerbang masuk vihara
Toasebio
Menurut penjaga vihara, pada pintu masuk vihara terdapat 2 naga yang
melambangkan semangat, keselamatan, dan keberuntungan sehingga orang
yang keluar masuk vihara selalu diberkati.
40
Gambar 3.3 Penggunaan ragam hias naga pada bagian atap vihara
Gambar 3.4 Penggunaan ragam hias naga pada bagian atap vihara
41
Gambar 3.5 Penggunaan ragam hias naga pada bagian atap vihara
Gambar 3.6 Penggunaan ragam hias naga pada bagian atap vihara
42
Gambar 3.7 Penggunaan ragam hias naga pada altar sembahyangan
43
Gambar 3.9 Penggunaan ragam hias naga pada atap altar sembahyangan
Gambar 3.10 Penggunaan ragam hias naga pada sambungan kuda-kuda atap
Naga yang terdapat pada kuda-kuda atap akan memberikan kekuatan pada
bangunannya agar bertahan lama dan keberuntungan pada pengguna.
44
Gambar 3.11 Penggunaan ragam hias naga pada dinding
Ragam hias naga yang dibuat pada dinding memiliki makna yang hampir sama
dengan yang terdapat pada kolom yaitu menggambarkan sebuah kekuatan yang
akan menahan bangunan agar tetap bediri kokoh.
45
Gambar 3.13 Penggunaan ragam hias naga pada kolom vihara
46
Gambar 3.14 Penggunaan ragam hias naga pada meja altar
47
Gambar 3.16 Penggunaan ragam hias naga pada bagian pot dupa
Gambar 3.17 Penggunaan ragam hias naga pada bagian pot dupa
48
Gambar 3.18 Penggunaan ragam hias naga pada pot dupa
49
BAB IV
ANALISIS DATA
Berdasarkan landasan teori mengenai ragam hias naga pada arsitektur vihara
dan hasil survey mengenai ragam hias naga pada Vihara Toasebio, kami
menganalisis data survei yang kami dapatkan mengenai ragam hias naga pada
Vihara Toasebio mulai dari atap pintu masuk, kolom, hingga pot dupa. Kami
membandingkan ragam hias naga yang kami temukan dilapangan dengan yang
terdapat pada landasan teori.
Ragam hias naga pada atap pintu Ragam hias naga pada atap pintu
masuk vihara Toasebio masuk vihara berdasarkan teori
50
Berdasarkan landasan teori, posisi naga yang berada diatas atap memiliki
makna untuk menjauhkan bangunan dari bahaya terkhusus dari bahaya kebakaran.
Menurut hasil survei bahwa posisi naga diatas atap memiliki makna untuk
memberikan keberuntungan dan keselamatan bagi pengguna bangunan tersebut.
Makna yang didapat dari landasan teori dengan survei memiliki kemiripan yaitu
posisi naga tersebut akan memberikan keselamatan pada bangunan agar terhindar
dari bahaya.
Berdasarkan landasan teori mengenai arah hadap naga, diartikan sang naga
sedang mengejar mustika yang berarti ilmu sejati atau kunci kebahagiaan,
digambarkan berupa naga yang berhadapan. Berdasasrkan hasil survey naga
tersebut diartikan sedang mengejar kebenaran agar orang yang beribadah ke
vihara dapat menjadi lebih baik.
Terdapat kesamaan arti pada landasan teori dan hasil survei yaitu naga yang
berhadapan di atas atap adalah mengejar kebenaran berupa ilmu demi
kebahagiaan.
51
Ragam hias naga pada kolom Ragam hias naga pada kolom
vihara Toasebio vihara berdasarkan teori
Terdapat perbedaan bentuk muka dari naga yang terdapat pada Vihara
Toasebio dan landasan teori. Namun keduanya memiliki warna, gaya, dan makna
yang sama. Berdasarkan landasan teori, makna ragam hias naga yang terdapat
pada kolom adalah menjaga dan melindungi struktur bangunan agar tetap dapat
berdiri tegak. Berdasarkan hasil survei, naga yang terletak pada kolom bangunan
Vihara Toasebio memiliki makna sebagai penopang struktur bangunan untuk
menjaga bangunan agar tetap bediri. Keduanya memiliki kesamaan makna yaitu
naga yang terdapat pada kolom bangunan vihara memiliki makna sebagai
penopang struktur bangunan agar tetap dapat tegak.
Pada landasan teori, warna yang digunakan pada naga yang terdapat pada
kolom vihara adalah merah, emas, hijau. Masing-masing warna memiliki
maknanya masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara, narasumber tidak
menyebutkan makna dari warna yang digunakan pada ragam hias naga yang
terdapat pada kolom Vihara Toasebio.
52
Ragam hias naga pada kuda- Ragam hias naga pada kuda-
kuda atap vihara Toasebio kuda atap berdasarkan teori
Berdasarkan landasan teori, makna ragam hias naga pada kuda-kuda atap
adalah sebagai penantang bahaya. Naga tersebut diibaratkan sebagai sosok
penjaga yang mengawasi disetiap sudut bangunan dan menolak bala agar tidak
dapat masuk ke bangunan. Berdasarkan hasil survei, makna naga yang terdapat
pada kuda-kuda atap akan memberikan kekuatan pada bangunannya agar bertahan
lama dan keberuntungan pada pengguna. Terdapat kemiripan makna antara yang
didapatkan dari landasan teori dan survei yaitu ragam hias naga pada kuda-kuda
atap memberikan makna sebagai penjaga bangunan yang melindungi bangunan
agar tetap kokoh berdiri dan sebagai penangkal bala yang akan memberikan
keberuntungan kepada pengguna.
53
Ragam hias naga pada Ragam hias naga pada
dinding vihara Toasebio dindingberdasarkan teori
Berdasarkan landasan teori, ragam hias naga yang terdapat pada bagian dinding
memiliki beberapa makna seperti sebagai kekuatan, keberuntungan, daya tahan,
penjaga keseimbangan, dan beberapa makna lainnya. Berdasarkan survei
lapangan, ragam hias naga yang terdapat pada dinding Vihara Toasebio memiliki
makna yang hampir sama dengan yang ada pada kolom yaitu sebagai pelindung
bangunan agar tetap berdiri kokoh. Terdapat kesamaan antara makna yang didapat
dari landasan teori dan survei yaitu kekuatan dan daya tahan.
54
55
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan survei lapangan dan analisis yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa setiap ragam hias naga yang terdapat pada arsitektur Vihara
Toasebio memiliki makna yang berbeda-beda. Makna tersebut bergantung pada
letak dan warna dari ragam hias naga tersebut.
Pada bagian atap pintu masuk vihara Toasebio terdapat ragam hias naga yang
memiliki makna sebagai pelindung bangunan dan pengguna dari bahaya
kebakaran. Arti dua naga yang saling berhadapan mengejar sebuah mustika
menggambarkan dua manusia yang sedang mencari ilmu kebenaran untuk
mencapai kebahagiaan.
Ragam hias naga pada bagian kolom memiliki makna sebagai penopang
struktur bangunan agar Vihara Toasebio tetap dapat bediri tegak. Warna naga
tersebut juga memberikan arti positif yaitu kebahagian, kemuliaan,
keberuntungan, dan awalan yang baru.
Ragam hias naga yang terdapat pada kuda-kuda atap dan dinding memiliki
makna yang mirip dengan kolom yaitu sebagai simbol kekuatan. Pada kuda-kuda
atap, makna ragam hias naga adalah penjaga bangunan agar tetap kokoh
khususnya pada bagian atap dan sebagai pemberi keberuntungan.
Ragam hias naga pada arsitektur Vihara Toasebio memiliki makna yang positif
bagi bangunan vihara. Naga akan melindungi bangunan Vihara Toasebio agar
tetap dapat berdiri kokoh dan dapat menuntun manusia untuk menemukan jalan
kebenaran agar mencapai kebahagaian.
56
bangunan suci. Naga dalam masyarakat Tionghoa dipercaya dapat membawa
kebaikan, kekuatan, dan keberuntungan bagi umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Zeila. (2015). Penerapan Ornamen Arsitektur Cina Pada Bangunan Maha
Vihara Maitreya Di Medan. Journal of Monastery Architecture, 2
Cai, Zeng Lung. (2008). Western Dragon and Chinese Long: Mistranlation and
Resolution. Guangdong Songshan Polytechic College, 512126
Catalani, Anna and Nour Zeinab. 2017. Cities' Identity Through Architecture and
Arts. The Netherlands: CRC Press Balkema
Chendra. (2012, Mei 22). Makna Ragam Hias & Ornamen Tiongkok (1) – Naga.
Diakses dari http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/2006-makna-ragam-
hias--ornamen-tiongkok-1-naga
Khudori, Nabilla. (2019, Juli 7). Arsitektur Atap Tradisional Tionghoa dan
Filosofinya. Diakses dari https://www.tionghoa.info/arsitektur-atap-tradisional-
tionghoa-dan-filosofinya/
57
Roberts, Jeremy. 2010. Chinese Mythology. New York: An Imprint Of Infobas
Publishing
Triska, Daniel. (2017). Adaptasi Bentuk Atap Arsitektur Cina Pada Bangunan
Etnis Tionghoa. 9-11
58