Disusun Oleh:
Kelompok 1
Anise Hussain 1509520001
Veni Ravani Aulia 1509520006
Triyana Suherti 1509520010
Aristi Muliandra 1509520019
D4 DESAIN MODE
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Desain Produk 3.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Desain
Produk 3 semester VI dengan dosen pengampu Ibu Dra. Suryawati, M.Si. dan Ibu
Sri Listiani, S.Pd., M.Ds. yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah
ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata , semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
PENUTUP ............................................................................................................ 30
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2. Cuhong kencono latar tirtorejo, dari pembatikan Ibu Puspaningrat. 13
Gambar 2.4. Motif Redi Agni (Gunung Api) Latar Truntum ............................... 14
3
Gambar 2.22. Motif Kembang Kantil ................................................................... 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Batik
Batik dikenal oleh nenek moyang sejak abad XIII, pada saat itu batik
ditulis diatas daun lontar. Saat itu motif batik hanya binatang dan tanaman.
Zaman semakin berkembang kesenian batik juga berkembang, yang dari
binatang dan tanaman menjadi berbagai macam motif seperti motif abstrak
yang menyerupai wayang, relief, candi, dan sebagainya. Akhirnya
berkembanglah seni batik tulis yang ada seperti saat ini. Namun. corak dan
variasi batik sangat dipengaruhi oleh daerahnya masing-masing.
Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “Amba” yang berarti menulis dan
“titik”. Batik merupakan seni kerajinan yang memiliki nilai seni dari
kebudayaan Indonesia khususnya di daerah Jawa. Batik juga diartikan sebagai
kain mori yang digambar secara manual hasilnya secara umum disebut dengan
kain batik. Kain batik ada dua macam, yaitu kain batik yang kualitasnya paling
baik adalah kain batik tulis, tetapi ada yang standar yaitu kain batik cap. Selain
dua macam kain batik tersebut ada juga perpaduan antara kain batik tulis dan
batik cap yang disebut batik kombinasi.
6
Batik cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang
dibentuk dengan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai
dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Pembuatan satu gagang cap
batik dengan dimensi panjang dan lebar 20 cm x 20 cm dibutuhkan waktu rata-
rata dua minggu. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan
yang jelas sehingga gambar tampak berulang dengan bentuk yang sama.
Di Pulau Jawa batik dibagi menjadi dua yaitu batik pesisir dan batik Solo-
Yogya. Batik Solo-Yogya corak batiknya bersifat simbolis atau perlambang,
warna-warna yang dominan yaitu coklat sagon, biru wedahan, hitam, dan putih.
Batik pesisir banyak dipengaruhi oleh budaya Cina sehingga banyak bentuk
gambarnya sangat naturalis. Batik pesisir didominasi dengan warna biru muda
sampai biru tua, kuning, merah, dan coklat.
Seni batik bagi Keraton Surakarta merupakan suatu hal yang penting
dalam pelaksanaan tata adat busana tradisional Jawa, dan dalam busana
tradisional ini kain batik memegang peranan yang cukup penting bagi
pelestarian dan pengembangan seni budaya Jawa. Batik Surakarta merupakan
bagian dari ekspresi budaya (folklore) dapat dilihat dari setiap motifnya,
dimana motif-motif tersebut masih dipercaya mempunyai nilai filosofis,
7
teologis, dan nilai keabadian yang tidak mudah luntur meskipun zaman telah
berkembang.
Eksistensi batik Kraton Surakarta juga masih bisa dilihat pada motif
Batik Sudagaran yang dihasilkan oleh kalangan saudagar batik, motif batik
Sudagaran polanya bersumber pada pola-pola batik kraton lainnya yang ragam
hias utama serta isen polanya diubah sedemikian rupa sesuai dengan selera
kaum saudagar sehingga pola-pola tersebut dapat dipakai oleh masyarakat
umum. Oleh karena itu, batik Kraton Surakarta tergolong salah satu seni kriya
yang berhasil merevitalisasi diri dalam motif, teknik, dan penggunaannya
sehingga eksistensinya terjaga.
Untuk membedakan pakaian raja dan kaum ningrat dari pakaian orang-
orang di luar lingkungan keraton, baik Susuhan maupun Sultan pada abad XVII
mengeluarkan peraturan perihal motif larangan. Ditentukanlah ragam hias apa
saja yang hanya boleh dipakai raja, ningrat kerabat raja, dan bangsawan bukan
kerabat raja. Jadi saat itu motif batik yang dikenakan bukan hanya mengandung
makna simbolis, tetapi juga menunjukan kedudukannya dan pemakaiannya
harus menuruti tatakrama.
8
modang. bangun tulak, lenga theleng, daragem, dan tumpal hanya boleh
dipakai oleh kalangan keraton. Tahun 1785 Sultan Hamengku Buwono I dari
Yogyakarta mengeluarkan peraturan perihal ragam hias larangan, yaitu sawat
dan parang-parangan. Motif parang banyak ragamnya, yang disebut parang
barong (parang rusak ukuran paling besar), parang gendreh (parang rusak
ukuran sedang), dan parang klithik (parang rusak ukuran kecil antara 2-4 cm).
Di luar kraton, batik dibuat atas dasar pesanan dari para saudagar yang
memperjualbelikannya. Jadi para pengrajin bukan lagi membuat batik hanya
untuk dipakai sendiri, melainkan untuk mendapat penghasilan. Entah
penghasilan tetap maupun penghasilan sambilan.
9
batik Belanda yang bersifat naturalis. Di tangan saudagar batik di Surakarta,
kreasi batik pedalaman yang dipadukan dengan batik pesisir menghasilkan
varian batik baru.
1. Motif Batik Lebih bebas
Pembuatan batik yang halus mereka persembahkan khusus untuk
raja, sehingga raja dan juga para ningrat terkesan akan kehalusannya dan
kemudian memesan batik dari luar tembok keraton. Apalagi setelah
kebutuhan akan batik di kraton meningkat, sehingga tidak bisa dipenuhi
oleh pembatik istana, maka kraton mengandalkan pembatik dari luar
istana.
10
zat pewarna secara mengeteng kepada penjual peralatan membatik. Di
daerah yang dulu disebut Vorstenlanden kini ada yang membuat batik
berwarna-warni yang disebut batik modern.
Motif Batik disebut pula pola batik atau corak batik. Biasanya motif batik
terdiri atas ornamen utama atau ornamen pokok serta ornamen tambahan atau
ornamen pengisi bidang dan isen - isen bisa berupa titik - titik, garis - garis,
gabungan titik. Garis dan sebagainya
Pada batik klasik,ornamen utama menyandang makna yang luhur. Ornamen
tambahan dan isen - isen berfungsi memperindah penampilan batik, membuat
batik sedap dipandang.
Motif batik sangat beragam, batik motif batik keraton maupun motif batik
sudagaran. Motif batik digolongkan pada dua golongan besar yaitu motif .batik
geometris dan non geometris
1. Geometris : motif dengan bentuk yang bersifat geometris, seperti: motif
ceplokan, kawung, anyaman atau nitik, tambal, banji, parang, lereng, dan
liris.
2. Non geometris : ornamen utamanya tidak berbentuk geometris, seperti
pada motif semen yang memperlihatkan motif dedaunan, kuncup, dan
binatang.
Motif yang dinamai semen rama menggambarkan meru, lidah api, kapal,
garuda, tombak, pohon hayat, singgasana, dan sebagainya, yang mengandung
makna luhur. Semen Rama menyiratkan tahta brata, yang merupakan wejangan
11
Sri Rama kepada Gunawan Wibisana saat akan dinobatkan menjadi Raja
Alengka dalam cerita Ramayana.
12
1. Tirtotejo
Tirtotejo yang memiliki arti air surga, dipakai menamai motif yang
berbentuk garis zig-zag seperti riak air yang beraturan. Tirtotejo
melambangkan kesuburan dan kemakmuran.Kain-kain Tirtotejo
memiliki banyak variasi , ada yang menjadi motif utama maupun motif
latar, ada yang letak diagonal maupun menjadi lereng. Pola hiasan pada
Namun pada contoh gambar motif di bawah menggunakan pola hias serak karena
polanya berulang dan memiliki jarak.
13
2. Truntum
Truntum merupakan motif batik yang termasuk ke dalam batik klasik dan
banyak dijumpai sebagai latar motif Sudagaran. Motif Truntum
melambangkan cinta yang bersemi kembali. Bentuk motif Truntum
menyerupai binatang dan biasanya dianggap untuk upacara ijab dan
midodareni.
Gambar 2.4. Motif Redi Agni (Gunung Api) Latar Truntum
14
3. Buntal
Dalam perbatikan ada istilah buntal yang dipakai menyebut rangkaian lung
yang membentuk pola letter (huruf) S. Motif batik Buntal ini memiliki pola
hiasan serak karena motifnya yang berulang dan berjarak.
4. Buh
Buh berasal dari kata boog (bahasa belanda) artinya lengkungan. Buh
adalah hiasan pinggir yang berasal dari pengaruh batik belanda dari
pekalongan. Kelima batik ini memiliki pinggir yang sangat menarik untuk
membingkai latarnya. Pinggir juga dikenal dalam ragam hias klasik. Pola
hiasan pada motif ini yaitu pinggiran berjalan dan pinggiran tegak karna
bentuk motifnya yang berulang dari sebelah kanan dan motif atasnya lebih
ringan dari pada motif bawah.
15
Gambar 2.6. Motif Kempul Riti-Riti Buh
5. Simbar Menjangan
16
6. Slobog
Slobog merupakan motif batik klasik yang memiliki arti agak terlalu besar
atau longgar. Slobog biasanya digunakan untuk menutupi jenazah dengan
harapan arwah mendingan dilancarkan menghadap Khalik-nya dan kain
Slobog) dapat digunakan dalam kesempatan pelantikan seseorang dengan
harapan tugas-tugas bisa dijalankan dengan lancar.Pada masa lampau
Slobog digunakan oleh abdi dalem penabuhan gamelan di Keraton
Surakarta. Pola hias pada batik ini yaitu pola hias berangkai.
7. Lereng
Batik motif Lereng ini ragam hiasnya diatur mengikuti garis atau bidang
diagonal yang dalam istilah perbatikan disebut dengan lereng atau
dlorong. Pola hias pada jenis motif lereng ini menggunakan pola hias
beranting karena polanya yang saling tersambung satu sama lain, dan juga
terdapat pola hiasan pinggiran pada motif Puspo Ukel Latar Usus Keli.
17
Gambar 2.11. Motif Truntum Seling Sekar Kenongo
8. Lengko
Batik motif Lengko ini ragam hiasnya diatur mengikuti Bidang berbentuk
zig-zag dan disebut Lengko atau obar-abir. Pola hiasan pada motif batik
LEngko yaitu pola hias beranting dimana pola-polanya saling terhubung.
18
9. Tambal
Ragam hias ini disebut dengan tambal karena seperti kain yang ditambal-
tambal. Bidang geometris diisi dengan motif berbeda dipasang
berdampingan. Menambal yang berarti memperbaiki sesuatu yang rusak
atau yang kurang. Oleh karena itu ragam hias ini dianggap mampu untuk
menolak bala atau memulihkan kesehatan seseorang. Motif batik tambal ini
memiliki pola hiasan serak atau bertaburan karena polanya yang berulang-
ulang dengan jarak tertentu.
19
10. Kar Jagad
Motif Kar Jagad yang berarti peta dunia. Kar dari Kaart dalam bahasa
Belanda adalah peta. Tetapi kemudian ada juga yang mengartikan sebagai
sekar jagad atau bungan sejagad.
11. Garuda Pancasila
20
Gambar 2.18. Motif Peksi Kablak Latar Ukel Putih
Ketiga batik ini memperlihatkan motif burung hong. Motif pada dua helai
batik yang terletak dibawah sering disebut locknan. Padahal sebenarnya
locknan artinya sutera biru. Jadi locknan bukan mengacu pada nama motif,
melainkan nama bahan.
13. Nitik
Motif nitik ini menunjukan pengaruh kain patola dari India. Nitik pada
batik Pekalongan disebut dengan Jelamprang. Motif nitik menggunakan
pola hias berangkai dimana polanya saling terhubung satu sama lain.
21
14. Bulu Tangkis
Motif batik ini dapat banyak dijumpai di daerah Garut, Tasikmalaya, dan
Pekalongan. Motif Kipas ini merupakan alat pengusir kegerahan
digambarkan dengan sangat indah. Motif kipas ini ditemani dengan angsa,
22
bunga, burung, dan daun. Unggas dilambangkan dunia atas, tanaman dunia
tengah, dan ikan dunia bawah. Bentuk kipas memiliki pola yang lebih
ringan bagian bawahnya dan lebih berat atau lebih besar bagian atasnya
sehingga motif ini merupakan pola hias bergantung.
16. Kembang Kantil
17. Buketan
23
Buketan adalah istilah yang dipakai perbatikan untuk menyebut ragam hias
yang berupa rangkaian bunga. Buketan dibuat oleh pembatik milik wanita
Indo-Eropa di Pekalongan pada abad XIX. Buketan yang warna warni
batik pesisir dan Buketan di Surakarta mempertahankan warna Soga dan
Biru. Buketan memiliki motif atau pola batik yang berulang sehingga pola
hias batik buketan ini adalah pola hias serak.
18. Naga
24
Gambar 2.25. Motif Kupu-Kupu
25
sarang laba-laba ini yaitu pola hias serak karena motifnya yang berulang dan
memiliki jarak tertentu.
21. Kukilo
Kukilo yang biasa disebut Burung ini cenderung banyak dipakai sebagai
pola batik ataupun sebagai pengisi ruang. Motif kukilo konon mengingatkan
pemakai agar tetap waspada dalam berkicau. Artinya supaya menjaga budi
bahasanya untuk memelihara martabat dan agar tidak menyakiti hati orang
lain. Burung Kukilo memiliki bentuk yang lebih ringan pada bagian
bawahnya dan bagian atasnya lebih besar atau lebih berat sehingga pola
hiasan pada motif batik ini yaitu bergantung.
1. M.D. Hadi
Tiga batik berikut merupakan kreasi M.D. Hadi yang dibuat antara tahun
1960-1970 an. Tiga batik ini menunjukkan ciri modern dan mencolok.
garuda wisnu (garuda adalah tunggangan wisnu), peksi jawoto (burung
milik orang-orang termashyur), dan sinom pakis kencono (pucuk pakis
emas).
26
Gambar 2.28. Garuda Wisnu
27
2. Tris Hadi
Mustangidi (kebahagiaan) adalah nama dua orang yaitu pasangan suami
istri Munawir dan Suharoh. Dimulai tahun 1915 oleh Ibunda Suharoh.
Awalnya mereka memproduksi batik cap, lalu tahun 1946 atau 1947 ke
batik tulis. Suharoh mulai menekuni usaha pembatikan tahun 1951.
Sebagai saudagar, pasangan ini harus peka terhadap selera pasar.
Mustangidi menghasilkan sejumlah batik yang menggambarkan kisah-
kisah yang terkenal di zamannya. contohnya cerita tentang Putri Duyung,
atau cerita tentang petualangan Flash Gordon ke Planet Mongo. Batik
jenis lain yang sangat berbeda dengan kedua cerita tersebut, contohnya
buah-buahan berwarna-warni.
28
2.7 Desainer yang Menggunakan Batik Sudagaran
1. Didiet Maulana
Didit mengaku menyukai kain batik Tirtotejo karena terlihat dinamis dan
cocok digunakan untuk beragam usia. Baginya, batik bukan hanya sekedar
kain untuk pakaian tetapi juga terdapat memori didalamnya. Sebagai
keturunan jawa baginya batik telah menjadi bagian dari tradiri di
keluarganya. Beliau menyiapkan kain batik motif Tirtitejo untuk Menteri
Keuangan Indonesia, Sri Mulyani dalam perayaan hari Kemerdekaan
Indonesia di Istana Negara.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Batik adalah warisan asli Indonesia yang tak jarang ditemui, bahkan batik
sudah menjadi ikon bagi negara ini. Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu
“Amba” yang berarti menulis dan “titik”. Batik merupakan seni kerajinan yang
memiliki nilai seni dari kebudayaan Indonesia khususnya di daerah Jawa. Sejak
dahulu hingga sekarang, batik mempunyai kedudukan yang penting di dalam
masyarakat Jawa. Dilingkungan keraton, khususnya Keraton Surakarta batik
merupakan salah satu jenis pakaian kebesaran atau biasa disebut busana
keprabon.
Penciptaan ragam hias batik tidak hanya memburu keindahannya saja
tetapi juga memperhitungkan nilai filsafat hidup yang terkandung dalam
motifnya. Yang dalam filsafat hidup tersebut terkandung harapan yang luhur
dari penciptanya yang tulus agar dapat membawa kebaikan dan kebahagiaan.
Di Surakarta pembatikan para saudagar banyak didapati di daerah
Kauman, Laweyan, dan Kratonan. Supaya dagangannya laris dan bisa dijual
dengan harga tinggi, para saudagar menentukan standar yang tinggi dalam
pengerjaan batik maupun dalam variasi motif. Maka berkembanglah batik
sudagaran sejak abad XIX. Ragam hiasnya bisa berbeda sekali dari batik klasik.
Di tangan saudagar batik di Surakarta, kreasi batik pedalaman yang dipadukan
dengan batik pesisir menghasilkan varian batik baru. Yaitu, motif batik lebih
bebas dan menggunakan pewarna sintetis seperti motif batik Tirtotejo,
Kembang Kantil, Tambal, Parang dan lain sebagainya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, & Kustiyah, E. (2016). Batik Sebagai Identitas Kultural Bangsa Indonesia
Indonesia, 193-194.
ALPRIN.
Studi Kasus Batik Danar Hadi. Institut Seni Indonesia Surakarta, 343-344.
Sumarsono, H., Ishwara, H., Yahya, L. S., & Moeis, X. (2019). Batik Sudagaran
31