Akhir kata penulis ucapkan, terima kasih kepada Bapak Dr. Ar. H.
Ansarullah, ST.,MT dan Bapak Dr. Ar. Aris Alimuddin,ST.,MT. selaku
pembimbing dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penulisan proposal
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
Gambar 2.28. Ilustrasi Taman Parkir Sudut dengan 2 Gang Tipe A ............ 50
Gambar 2.29. Ilustrasi Taman Parkir Sudut dengan 2 Gang Tipe B ............ 51
Gambar 2.30. Ilustrasi Taman Parkir Sudut dengan 2 Gang Tipe C ............ 51
Gambar 2.31. Ilustrasi Pola Parkir Satu Sisi ................................................. 52
Gambar 2.32. Ilustrasi Pola Parkir Dua Sisi ................................................. 52
Gambar 2.33. Ilustrasi Pola Parkir Satu Sisi ................................................. 52
Gambar 2.34. Ilustrasi Pola Parkir Dua Sisi ................................................. 53
Gambar 2.35. Ilustrasi Pola Parkir Pulau ...................................................... 53
Gambar 2.36. Ilustrasi wahana Flying fox .................................................... 59
Gambar 2.37. Ilustrasi wahana Flying fox .................................................... 59
Gambar 2.38. Ilustrasi wahana Flying fox .................................................... 60
Gambar 2.39. Ilustrasi wahana Flying fox .................................................... 60
Gambar 2.40. Ilustrasi wahana Flying fox .................................................... 61
Gambar 2.41. Lapangan Paintball (Paintball Field) ...................................... 63
Gambar 2.42. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 64
Gambar 2.43. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 65
Gambar 2.44. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 65
Gambar 2.45.Tempat Duduk Barcelona’s Botanical Garden ....................... 66
Gambar 2.46. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 66
Gambar 2.47. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 67
Gambar 2.48. Barcelona’s Botanical Garden................................................ 67
Gambar 2.49. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort ..................................... 68
Gambar 2. 50. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort..................................... 69
Gambar 2.51. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort ..................................... 70
Gambar 2.52. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort ..................................... 71
Gambar 2.53. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 72
Gambar 2.54. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 73
Gambar 2.55. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 74
Gambar 2.56. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 74
Gambar 2.57. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 75
Gambar 2.58. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja ............................... 75
iv
Gambar 3.1. Peta Administrasi Kabupaten Barru ......................................... 77
Gambar 3.2. Foto Udara Wisata Lappa Laona............................................. 82
Gambar 3.3. Peta Kontur / Kelerengan Wisata Lappa Laona ...................... 82
Gambar 3.4. Peta Kontur / Kelerengan Wisata Lappa Laona ...................... 83
Gambar 3.5. Gapura selamat datang Wisata Alam Lappa Laona ................. 84
Gambar 3.6 : Fasilitas Wisata yang terdapat di Wisata Alam Lappa Laona 85
Gambar 3.7 : Mushollah yang terdapat di Wisata Alam Lappa Laona ........ 85
Gambar 3.8 : Salah satu spot foto yang terdapat pada Wisata Alama Lappa
Laona............................................................................................................. 86
Gambar 3.9 : Tampak keseluruhan fasilitas wisata....................................... 86
Gambar 4.1 : Site .......................................................................................... 90
Gambar 4.2 : Pencapaian menuju site ........................................................... 91
Gambar 4.3 : Orientasi matahari terhadap site .............................................. 93
Gambar 4.4 : Arah angin pada site ................................................................ 94
Gambar 4.5. Sumber Kebisingan .................................................................. 95
Gambar 2.6. Penzoningan pada Site ............................................................. 96
Gambar 5.7. Gambar Daun ........................................................................... 113
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memilki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum
dikembangkan secara maksimal, termasuk di dalamnya sector pariwisata. Untuk
lebih memantapkan pertumbuhan sektor pariwisata dalam rangka mendukung
pencapaian sasaran pembangunan, sehingga perlu diupayakan pengembangan
produk-produk yang mempunyai keterkaitan dengan sektor pariwisata.
Pengembangan kepariwisataan berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai
kepribadian dan pengembangan budaya bangsa, dengan memanfaatkan seluruh
potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti
merubah secara total, tetapi lebih berarti mengelola, memanfaatkan dan
melestarikan setiap potensi yang ada, dimana potensi tersebut dirangkaikan
menjadi satu daya tarik wisata (Warang et al., 2015)
Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang mampu
mendorong potensi ekonomi wilayah setempat serta meningkatkan upaya
pelestarian kawasan wisata. Menurut Widiastuti (2005) Agrowisata merupakan
bagian dari obyek kepariwisataan yang memanfaatkan usaha pertanian (agro)
sebagai obyek utama. Menurut Pambudi (2018) dalam (Kader & Abd. Radjak,
2020), Tujuan dari agrowisata adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman
rekreasi, dan hubungan usaha pada bidang pertanian.
Kabupaten Barru terletak di sebelah barat Provinsi Sulawesi Selatan, berada
kurang lebih 100 km sebelah utara kota Makassar. Tercantum dalam Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah, Kabupaten Barru memiliki potensi obyek wisata
yang cukup banyak dan variatif, baik berupa wisata alam, wisata pantai/ bahari dan
wisata budaya/ sejarah. Jenis obyek wisata yang diinventarisasi sebanyak 40 obyek
yang terdiri dari wisata bahari 25%, wisata sejarah/ budaya 35% dan wisata alam
sebanyak 40%. Dari jumlah tersebut yang telah dikelola dan dipasarkan barusekitar
10% (Peraturan Daerah Kabupaten Barru Tentang Rencana Induk Kepariwisataan
Daerah Tahun 2018-2030, n.d.).
1
Salah satu obyek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Barru yaitu Lappa
Laona yang merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Barru seperti yang
tercantum dalam Rencana Induk Kepariwisataan Daerah Tahun 2018-2030. Lappa
Laona merupakan obyek wista yang terletak di Dusun Waruwue, Desa Harapan,
Kecamatan Tanete Riaja dan termasuk dalam wilayah Hutan Produksi Terbatas
(HPT).
Adapun fasilitas dan sarana prasarana yang ada di Lappa Laona saat ini antara
lain pos jaga, pondok wisata 16 unit, flying fox, toilet, dan musholah. Berdasarakan
pedoman perencanaan tapak pengelolaan pariwisata alam Lappa Laona yang
dikeluarkan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ajattappareng, masih perlu
penambahan beberapa fasilitas wisata diantaranya areal parkir, area kuliner, aula,
serta fasiltas penunjang lainnya.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting yang sangat
menunjang pertumbuhan industri pariwisata. Selain itu juga bertujuan untuk
menciptakan kepuasan wisatawan. Sarana dan prasarana dapat menjadi salah satu
penunjang agar daya tarik wisata di kawasan ini diminati oleh wisatawan. Karena
apabila sarana dan prasarana tidak dikembangkan dengan baik berakibat
berkurangnya minat wisatawan untuk berkunjung (Apriliani, 2013).
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barru No. 4 Tahun 2012 Tentang
Kawasan Strategis Kabupaten Barru Kawasan Lappa Laona yang terletak di Desa
Harapan ditetapkan sebagai Kawasan Agrowisata. Selain itu keseriusan pemerintah
dalam mengembangkan wisata ini yaitu telah ditetapkannya desain tapak
pengelolaan wisata Lappa Laona yang dikeluarkan oleh KPHL Unit II
Ajattappareng.
Konsep wisata alam dan agrowisata dipilih karena sejalan dengan Peraturan
daerah Kabupaten Barru dan fungsi Kawasan wisata yang terletak di dalam hutan
produksi dimana perencanaan wisata mengedepankan pelestarian alam.. Konsep
Agrowisata juga mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah,
sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaan alam dan hayati (Wijaya,
2011).
2
Tema hiburan dan rekreasi dapat diwujudkan dalam perencanaan wahana
permainan sehingga wisatawan yang datang tidak hanya datang berswafoto , lalu
pulang. Diharapkan dengan adanya wahana yang menunjang kegiatan wisata alam
dapat menambah durasi tinggal pengunjung sehingga dapat memperbesar peluang
berkegiatan wisata. Wahana yang direncanakan antara lain penambahan area Flying
fox, Area Outbond, Area Paintball, dan Archery.
Selain itu pada obyek daya tarik wisata yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana merancang fisik baik itu bangunan atau kawasan wisata secara
keseluruhan. Adapun konsep perencanaan dan perancangan obyek wisata Lappa
Laona adalah mampu menghadirkan suasana menyatu dengan alam dengan tetap
memperhatikan kearifan lokal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat diambil permasalahan
sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Pembahasan
3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang tinjauan teori yang mendukung dalam merancang
obyek wisata Lappa Laona berdasarkan studi literature.
BAB III : TINJAUAN KHUSUS
Berisi tentang gambaran umum mengenai Kabupaten Barru dan
Obyek wisata Lappa Laona sehingga diharapkan dapat membantu
dalam merancang kawasan wisata tersebut.
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Data-data yang diperoleh dilapangan kemudian dianalisa dan
dikaji lebih mendalam agar Kawasan wisata yang dirancang dapat
sesuai dengan disiplin ilmu Arsitektur yang telah dipelajari serta
sesuai dengan kaidah-kaidah dalam merancang suatu Kawasan
wisata.
BAB V : KESIMPULAN DAN ACUAN PERANCANGAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
1. Definisi Pariwisata
Istilah pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari
“Pari”dan “Wisata”.Pari yang berarti berulang-ulang, sedangkan Wisata
adalah perjalanan atau bepergian.pariwisata dapat diartikan perjalanan yang
dilakukan secara berulang-ulang dendan mengunjungi satu tempat ke tempat
lain. Setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke
tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu disebut Traveller,
sedangkan orang yang bepergian melintasi suatu negara dengan tidak singgah
walaupun perjalanan itu sendiri melebihi jangka waktu 24 jam disebut Tourist
(R.S Damardjati, 2001 : 125 dalam Warang et al., 2015).
Pariwisata menurut UU Nomor 9 Tahun 1990, secara jelas dan tegas
menyatakan bahwa wisata adalah kegiatan melakukan perjalanan yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara, untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata.Unsur yang terpenting dari kegiatan kepariwisataan
adalah tidak bertujuan mencari nafkah melainkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia untuk mendapatkan hiburan.
Menurut E. Guyer Fleuer dalam (Warang et al., 2015) merumuskan
Pariwisata sebagai berikut : “Pariwisata dalam arti modern adalah merupakan
gejala jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan dan kesehatan dan
pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan
alam, kesenagan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya
disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam
masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan
perdagangan serta menyempurna alat-alat pengangkutan” (Nyoman S.Pendit,
1986 : 32 dalam Warang, 2015).
Pariwisata adalah suatu aktivitas dari yang dilakukan oleh wisatawan ke
suatu tempat tujuan wisata di luar keseharian dan lingkungan tempat tinggal
5
untuk melakukan persinggahan sementara waktu dari tempat tinggal, yang
didorong beberapa keperluan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah dan
namun didasarkan atas kebutuhan untuk mendapatkan kesenangan, dan
disertai untuk menikmati berbagai hiburan yang dapat melepaskan lelah dan
menghasilkan suatu travel experience dan hospitality service (Zakaria &
Suprihardjo, 2014).
Jika melihat definisi pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli maka
akan ditemui banyaknya perbedaan, namun menurut Pitana (2009), meskipun
ada variasi batasan, namun ada beberapa komponen pokok yang secara umum
disepakati dalam batasan pariwisata (khususnya pariwisata internasional),
yaitu sebagai berikut :
a. Traveler, adalah orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih
lokalitas
b. Visitor, adalah orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan
merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan dengan tujuan.
perjalanan bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan
di tempat tujuan.
c. Tourist, adalah bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling
tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi.
2. Pengertian Kawasan Wisata
Kawasan wisata memiliki beberapa pengertian sebagai berikut :
a. Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat
yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
b. Suatu wilayah kawasan wisata yang memiliki keunikan dan daya tarik
yang khas (baik berupa daya tarik/ keunikan fisik lingkungan alam
kawasan wisata maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan),
yang dikelola dan dikemas secara alami dan menarik dengan
pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata lingkungan
yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana. Sehingga
daya tarik kawasan tersebut mampu menggerakkan kunjungan
6
wisatawan ke kawasan wisata tersebut, serta menumbuhkan aktifitas
ekonomi pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan
pemberdayaan masyarakat setempat. Kawasan wisata dalam konteks
wisata tersebut dapat disebut sebagai asset kepariwisataan yang
berbasis pada potensi kawasan dengan segala keunikan dan daya
tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk
wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi kawasan tersebut.
Dikutip dari Bappeda (2015) dalam (Noor, 2018).
3. Prinsip Dasar Perencanaan Kawasan Wisata
Menurut Yoeti (2008) Pemerintah bersama masyarakatnya juga
harus mengetahui prinsip – prinsip dasar dalam perencanaan pariwisata
yaitu :
a. Perencanaan pembangunan kepariwisataan suatu daerah haruslah
dibawah koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara
keseluruhan.
b. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus pula
berdasarkan suatu studi yang khusus dibuat untuk itu dengan
memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan, alam, dan budaya
di daerah sekitarnya.
c. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata haruslah
didasarkan atas penelitian yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar
dengan memperhatikan faktor geografi yang lebih luas dan tidak
meninjau dari segi administrasi saja.
d. Rencana dan penelitian yang berhubungan dengan pengembangan
kepariwisataan pada suatu daerah harus memperhatikan faktor ekologi
daerah yang bersangkutan.
e. Perencanaan pengembangan kepariwisataan tidak hanya
memperhatikan masalah dari segi ekonomi saja, tetapi tidak kalah
pentingnya memperhatikan masalah sosial yang mungkin
ditimbulkannya. Melalui prinsip– prinsip dasar dalam perencanaan
pariwisata ini diharapkan pemerintah dan masyarakat Negeri Khayal
7
tidak hanya mementingkan manfaat ekonomi yang diberikan oleh
industri pariwisata di negeri mereka tetapi juga harus mementingkan
dampak yang akan terjadi pada aspek – aspek lainnya. Dimana jika
salah satu sumber daya terlampau atau tidak memenuhi kapasitas yang
dibutuhkan, maka akan berpengaruh pada sumber daya lainnya akan
berdampak pada keberlangsungan dari objek wisata itu sendiri.
Ancaman akan terjadinya perubahan struktur sosial dan peningkatan
kejahatan di negeri tersebut, dan akan sangat disayangkan jika hal – hal
tersebt terjadi di suatu negeri yang memiliki potensi wisata yang luar
biasa.
4. Kriteria Perencanaan Kawasan
Kriteria keberhasilan perencanaan suatu kawasan sangat tergantung
pada desain kawasannya, persyaratan yang mendasar yang harus dimiliki
oleh kawasan ini agar pengunjung dapat merasa nyaman dan aman.
Perasaan nyaman dan aman merupakan faktor yang penting bagi manusia
untuk dapat menjalani segala aktivitas. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
rasa aman dan nyaman ini maka perlu di tinjau dari aspek keselamatan dan
keamanan, kenyamanan, dan keindahan. (Ridwan et al., 2019)
a. Kriteria Keselamatan
Kriteria keselamatan dapat mencakup beberapa pertimbangan, yaitu:
1) Terlindung dari kecelakaan baik yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor maupun kondisi troroar yang buruk (berlubang, jebakan-
jebakan)
2) Pemisahan jalur kendaraan dengan perbedaan ketinggian
3) Terbebas dari lingkungan yang dapat menimbulkan tindak kriminal
yang menimpa pejalan
4) Pemisahan pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan.
Menurut penelitian Natalivan (2002) dalam Ridwan et al., (2019) hal
yang harus diperhatikan untuk mewujudkan aspek keselamatan adalah
terlindung dari kecelakaan terutama disebabkan oleh kendaraan
bermotor maupun kondisi trotoar yang buruk yang bisa menyebabkan
8
terpelosok, menabrak tiang atau pohon dan sebagainya Keselamatan ini
berkaitan besar kecilnya konflik antara pejalan dengan kendaraan yang
menggunakan jalan yang sama. Keselamatan dapat diwujudkan melalui
penempatan pedestrian (segregasi, integrasi, pemisah), struktur tekstur,
pola perkerasan dan dimensi trotoar (ruang bebas, lebar, efektif,
kemiringan).
b. Kriteria Keamanan
Selain itu adapun kriteria keamanan yang harus diperhatikan untuk
mewujudkan lingkungan yang tidak menimbulkan tindak kriminal yang
menimpa pejalan ketika sedang berjalan, dengan merancang
penerangan lansekap yang tidak menghalangi pemandangan. Selain itu,
adanya penerangan yang cukup dan penampakan (Visibility) yang baik
atau pand angan yang tidak menghalangi. (Ridwan et al., 2019).
c. Kriteria Kenyamanan
Pada tingkatan dasar, kenyamanan merupakan kebebasan dari rasa
sakit pada semua dimensi lingkungan, baik secara fisik maupun secara
psikologis. Tingkat kenyamanan bersifat subjektif dan berbeda-beda
tergantung pada tingkah laku tiap individu dan dipengaruhi oleh kultur
budaya, dimana kecepatan tumbuh dan berkembangannya wilayah
tidak menjamin tingkat kenyamanan penduduk. (Ridwan et al., 2019)
Selain dari pernyataan di atas maka adapun pernyataan yang di kutip
dari penelitian Susiyanti (2003) dalam Ridwan et al., (2019) aspek
kenyamanan seperti:
d. Tata bangunan
Adanya pengaturan bangunan dan kepadatan bangunan yang
memadai
1) Ruang terbuka dan penghijauan
Adanya ruang terbuka umum, ketersediaan taman-taman, plaza dan
ruang terbuka yang tertata dengan baik untuk tempat berkumpul
dan berinteraksi, serta dapat menyerap panas matahari dan
meredam kebisingan.
9
2) Parkir dan ketersediaan kendaraan bermotor
Dekat dengan tempat kegiatan perdagangan, ketersediaan fasilitas
kendaraan umum termasuk juga penyediaan fasilitas transportasi
lainnya seperti jaringan jalan yang baik, halte dan lain sebagainya.
3) Jalur pejalan Terlindung dari cuaca dan adanya tempat bernaung
bagi pejalan dalam melakukan perjalanannya, bentuk fisik trotoar
tidak terputus-putus dan landau, kebebasan bergerak bagi pejalan,
tidak terhalangi oleh pengguna jalur pejalan yang tidak semestinya
dan adanya perhatian terhadap penyandang cacat.
e. Kriteria Keindahan
Kebutuhan keindahan (estetika) adalah kebutuhan akan keindahan.
Keindahan akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang,
maka hal ini juga berpengaruh terhadap kebutuhan ruang tersebut.
Dengan keindahan orang dapat merasa nyaman dan senang. Prinsip
umum penataan dari kebutuhan keindahan (estetika) ini adalah :
1) Memperlihatkan keindahan lingkungan
2) Menciptakan kesan lingkungan yang baik
10
3) Jalur pejalan
a) Terlihat menarik bauk dari segala kegiatan di sekitar jalur
pejalan maupun penataan jalan itu sendiri
b) Penanaman pohon atau vegetasi lain untuk menghindari kesan
gersang dan panas
4) Pendukung kegiatan
a) Pencahayaan untuk kepentingan estetika dan untuk menjamin
berlangsungnya aktivitas.
5. Standar Kelayakan Menjadi Daerah Tujuan Wisata
Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu
indikator perkembangan pariwisata. Sarana dan prasarana di artikan
sebagai suatu proses tanpa hambatan dari pengadaan dan peningkatan
hotel, restoran, tempat hiburan dan sebagainya serta prasarana jalan dan
transportasi yang lancar dan terjangkau oleh wisatawan.
Table 2.1. Standar Kelayakan Menjadi Daerah Tujuan Wisata
11
Adanya pelayanan makanan dan minuman
6. Catering Service (restoran dan rumah makan, warung nasi dan
lain-lain).
Terdapat sesuatu yang dilakukan di lokasi
7. Aktivitas Rekreasi wisata, seperti berenang terjung paying,
berjemur, berselancar, jalan-jalan dan lain-lain
Adanya tempat pembelian barang-barang
8. Pembelanjaan
umum
Adanya televise, telepon umum, radio, sinyal
9. Komunikasi telepon seluler, penjual voucher (isi ulang
pulsa seluler), dan internet akses)
Adanya Bank (beberapa jumlah dan jenis bank
10. Sistem perbankan
dan ATM beserta sebarannya.
Poliklinik, poli umum/jaminan ketersediaan
11. Kesehatan pelayanan, yang baik untuk penyakit yang
mungkin di derita wisatawan
Adanya jaminan keamanan (petugas khusus
keamanan, polisi wisata, pengawas pantai,
12. Keamanan
ramburambu perhatian, pengarah kepada
wisatawan)
Tempat sampah dan rambu-rambu peringatan
13. Kebersihan
tentang kebersihan
Terdapat salah satu sarana ibadah bagi
14. Sarana Ibadah
wisatawan
15. Sarana pendidikan Terdapat salah satu sarana pendidikan formal
Terdapat alat dan perlengkapan untuk
16. Sarana olahraga
berolahraga
Sumber : Lothar A.Kreck ( Agusbushro, 2014)
6. Jenis-jenis Pariwisata
a. Wisata Alam
12
Wisata alam adalah suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati gejala keunikan alam di Taman Nasional,
TamanHutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Baru, Hutan Lindung,
dan Hutan Produksi (Direktorat pemanfaatan Alam dan Jasa
Lingkungan, 2002).
Wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata yang
memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahan alam baik
yang masih alami atau sudah ada. Wisata alam digunakan sebagai
penyeimbang hidup setelah melakukan aktivitas yang sangat padat, dan
suasana keramean kota. Sehingga dengan melakukan wisata alam tubuh
dan pikiran kitamenjadi segar kembali dan bisa bekerja dengan lebih
kreatif lagi karena dengan wisata alam memungkinkan kita
memperoleh kesenangan jasmani dan rohani. Dalam melakukan wisata
alam kita harus melestarikan area yang masih alami, memberi manfaat
secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat
setempat sehinga bias menjadi desa wisata, agar desa tersebut memiliki
potensi wisata yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti alat
transportasi atau penginapan.
Sulawesi Selatan sudah dikenal sebagai salah satu provinsi yang
memiliki banyak obyek wisata alam, dan sebagai salah satu tujuan
wisata yang mempunyai keanekaragaman budaya, wisata alam, dan
berbagai wisata lain yang layak untuk dikunjungi. Salah satu wilayah
Sulawesi selatan yaitu Kabupaten Bulukumba yang memiliki beberapa
tempat wisata dan rekreasi yang menarik, tempat tersebut dapat
dijadikan sebagai pelepas penat dan kejenuhan sehingga memberikan
suasana yang menarik (Syukrannisa, 2019)
13
Gambar 2.1. Wisata alam Pantai Tanjung Bira, Bulukumba
Sumber : dolandolen.com, diakses pada 18 Februari 2020
Selain itu wisata alam yang terdapat di Sulawesi Selatan adalah
Permandian Air Panas Lejja yang terletak di Kabupaten Soppeng. Di
tempat ini memiliki sumber air panas dengan suhu mencapai 60°C yang
dipercaya bisa menyembuhkan gatal-gatal dan rematik dan berbagai
penyakit kulit lainnya. Permandian air Panas Alam ini berada di
Kabupaten Soppeng yang berjarak Kurang Lebih 220 Km (Marianti,
2019).
14
telur yang dicelupkan di kolam ini bisa menjadi setengah matang.
Kolam II:kolam dangkal dengan air suam-suam kuku yang bisa dipakai
untuk anak-anak kecil atau bagi anda yang tidak bisa berenang bisa juga
memakai kolam ini. Kolam III:kolam dengan kedalaman sebatas leher
dan air suam-suam kuku untuk orang dewasa. Ada pelampung yang
disewakan jika anda takut berenang di kolam ini. Kolam IV:air di kolam
ini sudah normal, tidak terlalu panas ataupun terlalu dingindan kolam
ini khusus orang dewasa saja. Kolam V:kolam yang berada di sebelah
timur ini dilengkapi dengan papan loncatan. Diantaranya kolam renang
umum dan kolam renang private, air bersih, listrik, toilet, ruang ganti
pakaian, pondok peristirahatan seperti gazebo, villa serta baruga wisata
sebagai tempat pertemuan dengan daya tampung 300 orang, areal
parkir, jalan beraspal dan lain-lain. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang telah disiapkan oleh pihak pengelola, maka akan
membuat wisatawan merasa nyaman ketika berkunjung ke objek wisata
Permandian Air Panas Lejja (Marianti, 2019)
b. Wisata Budaya
Salah satu jenis pariwisata di antaranya adalah pariwisata budaya
yaitu kegiatan berwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi
hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini
dapat memberikan manfaat dalam bidang social budaya karena dapat
membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri masyarakat
lokal yang memiliki kebudayaan tersebut (Priyanto & Dyah Safitri,
2016).
Pendit dalam Priyanto & Safitri, (2016) mengemukakan wisata
budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan
kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan
rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka,
kebudayaan dan seni mereka. Dewasa ini, pariwisata budaya
berkembang dengan cepat karena adanya tren baru di kalangan
15
wisatawan yaitu kecenderungan untuk mencari sesuatu yang unik dan
autentik dari suatu kebudayaan.
Bentuk kegiatan wisata budaya salah satunya adalah dengan
mengunjungi desa wisata. Pemahaman istilah desa wisata cukup
beragam. Menurut Nuryanti, (1993) menyebutkan bahwa Desa wisata
didefinisikan sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara tradisi yang berlaku.
Penetepannya harus memenuhi persyaratan di antaranya:
1) Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan
dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi.
2) Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda,
makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai
obyek wisata.
3) Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan
dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan
yang datang ke desanya.
4) Keamanan di desa tersebut terjamin.
5) Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang
memadai.
6) Beriklim sejuk atau dingin.
16
pedesaan yang asri. Warga Desa Penglipuran terdiri dari 76
warga/pekarangan, yang jumlahnya itu dipertahankan terus sampai
sekarang. Dengan sistem Ulu Apadnya Desa Penglipuran berbeda
dengan desa-desa lainnya di Bali.
17
tentang pariwisata olahraga yang berasal dari pengertian-pengetian
tersebut.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Sistem Keolahragaan Nasional disebutkan bahwa olahraga
rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan
kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan,
kebugaran, dan kesenangan (pasal 1 ayat 12). Dalam hal ini olahraga
dan pariwisata mempunyai tujuan yang sama. Kalau olahraga bertujuan
untuk memberikan kesenangan maka pariwisata adalah suatu kegiatan
yang di lakukan untuk mendapatkan kesenangan.
Salah satu obyek wisata olahraga yang ada di Indonesia yaitu
Kawasan Jakabaring Sport City. Awalnya kawasan ini hanya
diperuntukan sebagai kawasan olahraga dan penyelenggara acara-acara
olahraga saja. Akan tetapi, seiring perkembangan waktu kawasan ini
muncul sebagai destinasi wisata baru di Kota Palembang. Kawasan
Jakabaring Sport City adalah salah satu kawasan olahraga terbesardi
Indonesia
18
dapat digolongkan menjadi atraksi, aksesibilitas, amenitas, dan aktivitas
yang lebih dikenal dengan konsep 4A. Mengenai konsep 4A, James Spillane
dalam bukunya yang berjudul Pariwisata Indonesia Siasati Ekonomi dan
Rekayasa Kebudayaan Warang et al., (2015) memberi penjelasan sebagai
berikut :
a. Atraksi adalah daya tarik dari suatu obyek wisata atau hasil kesenian
suatu daerah sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat
wisata tersebut.
b. Aksesibilitas adalah sarana yang memberikan kemudahan kepada
wisatawan untuk mencapai daerah tujuan wisata. Faktor-faktor yang
penting di dalam aksesibilitas meliputi: denah perjalanan wisata, data
atraksi wisata, bandara, transportasi darat, waktu yang dibutuhkan
untuk sampai ke tempat wisata, biaya untuk transportasi, dan
banyaknya kendaraan ke tempat wisata.
c. Amenitas adalah fasilitas pendukung demi kelancaran kegiatan
pariwisata yang juga ditujukan untuk memberikan kenyamanan
kepada wisatawan.Amenitas bukan terdapat pada daerah tujuan wisata,
namun pada dasarnya amenitas dibutuhkan pada saat
wisatawanmelakukan perjalanan ke tempat tujuan wisata.Fasilitas
tersebut terdiri dari akomodasi, rumah makan, pusat informasiwisata,
visitor center, toko cinderamata, pusat kesehatan, pos keamanan,
sarana komunikasi, Bank, BPW, ketersediaan air bersih dan listrik.
d. Aktivitas adalah apa saja yang dilakukan wisatawan di daerah tujuan
wisata. Aktivitas yang beraneka ragam bagi wisatawan dapat
meningkatkan pengeluaran wisatawan.Selanjutnya, aktivitas usaha
yang dapat dikerjakan oleh penduduk setempat.Aktivitas usaha dapat
berupa penjualan jasa atau layanan maupun penjualan barang kepada
wisatawan.Sesuai dengan prinsip pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan, pembangunan pariwisata yang berhasil adalah
pembangunan pariwisata yang dapat memberdayakan penduduk
setempat dengan memberikan keuntungan kepada mereka.Keuntungan
19
tersebut dapat berupa keuntungan ekonomi maupun sosial budaya.
(James J Spillane 1994 dalam Warang, 2015).
B. Tinjauan Khusus
1. Pengertian Agrowisata
Secara umum agrowisata adalah aktifitas kepariwisataan yang
berkaitan dengan sektor pertanian. Objek dari agrowisata yang dinikmati
wisatawan adalah memanfaatkan usaha atau industri pertanian (agro).
Secara konseptual Nurisjah menjelaskan bahwa agrowisata atau wisata
pertanian dapat dimaknai sebagai rangkaian aktivitas perjalanan wisata
yang memanfaatkan lokasi atau sektor pertanian mulai dari awal produksi
hingga diperoleh produk pertanian dalam berbagai sistem dan skala dengan
tujuan memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di
bidang pertanian (Budiarti et al., 2013).
Agrowisata menurut Haeruman (1989) dalam (Idedhyana et al.,
2017) didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengembangan wisata yang
berkaitan dengan kegiatan pedesaan dan pertanian yang mampu
meningkatkan nilai tambah kegiatan pertanian dan kesejahteraan pedesaan.
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism),
yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari
alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam,
hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana
Pendidikan (Utama, 2015).
Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan Bersama Menteri
Pertanian dan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor:
204/KPTS/ HK/050/4/1989 dan Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89
Tentang Koordinasi Pengembangan Wisata Agro, didefinisikan “sebagai
suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai
obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, perjalanan,
rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian”.
20
Merujuk pada pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha
pertaninan (agro) sebagai objek wisata. Tujuan dari kegiatan tersebut
adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan
hubungan usaha pada bidang pertanian. Harapannya, dengan aktifitas
agrowisata tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani, melestarikan
sumberdaya lahan, dan terjaganya keknologi pertanian lokal.
Pengembangan agrowisata dapat memberikan dampak terhadap upaya
pembangunan pertanian berkelanjutan dari sudut pandang ekologi, sosial,
ekonomi dan pengelolaan (Pambudi et al., 2018). Terkait dengan hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan
yang terpadu dan terkoordinasi untuk mengembangkan pariwisata
sekaligus pertanian, dalam kaitan dengan pelestarian lingkungan, dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Situmorang & Suryawan, 2018).
Selain itu, Departemen Pertanian menjelaskan bahwa agrowisata
merupakan salah satu kegiatan yang bersifat bisnis pada bidang pertaninan
dengan cara menjual jasa pelayanan kepada konsumen.
Dalam pandangan pariwisata, Agrowisata memberikan kesempatan
kaum tani meningkatkan kualitas hidupnya dengan memanfaatkan
semberdaya pertanian yang mereka miliki. Agrowisata adalah tuntutan
akan pariwisata yang pro lingkungan, go green, dan tanggung jawab.
Menurut prespektif industry pariwisata, agrowisata adalah bagian dari
wisata alam yang memiliki etika perencanaan dan filosofis pro pertanian.
Agrowisata yang beretika itu sendiri adalah yang memiliki kelangkaan,
alamiah, unik dan melibatkan petani setempat (Utama, 2015).
a. Agrowisata Ruang Terbuka
Menurut Utama (2015) Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa
penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi
lahan untuk mendukung suatu sistem usaha tani yang efektif dan
berkelanjutan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam
21
dua versi atau pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai
berikut:
1) Agrowisata Ruang Terbuka Alami
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada
areal dimana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh
masyarakat melakukan kegiatannya sesuai apa yang biasa mereka
lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan
tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik
yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun
tetap menjaga nilai estetika alaminya. Semantara fasilitas
pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh
tidak bertentangan dengan budaya dan estetika asli yang ada,
seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan
dari binatang buas.
2) Agrowisata Ruang Terbuka Buatan
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain
pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau
disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur
sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang
dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula
teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal
yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan
produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk
akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan
ekosistem yang ada.
b. Model Ideal Agrowisata Indonesia
Motivasi agritourism adalah untuk menghasilkan pendapatan
tambahan bagi petani. Bagaimanapun, agritourism juga merupakan
kesempatan untuk mendidik orang banyak atau masyarakat tentang
pertanian dan ecosystems. Pemain Kunci didalam agritourism adalah
22
petani, pengunjung atau wisatawan, dan pemerintah atau institusi.
Peran mereka bersama dengan interaksi mereka adalah penting untuk
menuju sukses dalam pengembangan agritourism (Utama, 2015).
Keuntungan dari pengembangan agritourism bagi petani lokal dapat
dirinci sebagai berikut (Lobo dkk dalam Utama, 2015):
1) Agrowisata dapat memunculkan peluang bagi petani lokal untuk
meningkatkan pendapatan dan meningkatkan taraf hidup serta
kelangsungan operasi mereka,
2) Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang
banyak/masyarakat tentang pentingnya pertanian dan
kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan meningkatkan
mutu hidup,
3) Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah
mampu mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa
(agritourism).
4) Agrowisata dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan
membantu perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan
menciptakan nilai tambah dan direct-marking merangsang kegiatan
ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah
dimana agrotourism dikembangkan.
23
7) Biaya yang murah karena agrowisata relatif lebih murah dari wisata
yang lainnya.
24
untuk meningkatkan penghasilan. Disamping itu, dapat pula
diikutsertakan di dalam penampilan atraksi seni dan budaya
setempat untuk disajikan kepada wisatawan.
c. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Agrowisata
Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan suatu
agrowisata dalam kaitannya dengan atraksi yang ditawarkan sebagai
objek wisata, Syamsu dkk, dalam Utama (2012: 54-55)
mengindentifikasikan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1) Kelangkaan
Jika wisatawan melakukan wisata di suatu kawasan agrowisata,
wisatawan mengharapkan suguhan hamparan perkebunan atau
taman yang mengandung unsur kelangkaan karena tanaman
tersebut sangat jarang ditemukan pada saat ini.
2) Kealamaiahan
Kealamaiahan atraksi agrowisata, juga akan sangat menentukan
keberlanjutan dari agrowisata yang dikembangkan. Jika objek
wisata tersebut telah tercemar atau penuh dengan kepalsuan,
pastilah wisatawan akan merasa sangat tertipu dan tidak
mungkin berkunjung kembali.
3) Keunikan
Keunikan dalam hal ini adalah sesuatu yang benar-benar berbeda
dengan objek wisata yang ada. Keunikan dapat saja berupa
budaya, tradisi, dan teknologi lokal dimana objek wisata tersebut
dikembangkan.
4) Pelibatan Tenaga Kerja
Pengembangan Agrowisata diharapkan dapat melibatkan tenaga
kerja setempat, setidak-tidaknya meminimalkan tergusurnya
masyarakat lokal akibat pengembangan objek wisata tersebut.
5) Optimalisasi Penggunaan Lahan
Lahan-lahan pertanian atau perkebunan diharapkan dapat
dimanfaatkan secara optimal, jika objek agrowisata ini dapat
25
berfungsi dengan baik. Tidak ditemukan lagi lahan tidur, namun
pengembangan agrowisata ini berdampak positif terhadap
pengelolaan lahan, jangan juga dieksploitasi dengan semena-
mena.
6) Keadilan dan Pertimbangan Pemerataan
Pengembangan Agrowisata diharapkan dapat menggerakkan
perekonomian masyarakat secara keseluruhan, baik masyarakat
petani/desa, penanam.
2. Sarana dan Prasarana Obyek Wisata
Sarana dan Prasarana wisata merupakan pelengkap daerah tujuan
wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam
menikmati perjalanan wisatanya (Fajriah & Mussadun, 2014). Hal ini di
perkuat dalam Peraturan Menteri Pariwisata (2018) yang meyebutkan
bahwa Sarana dan Prasarana merupakan salah satu indikator penting dalam
pengembangan pariwisata. Kelengkapan sarana dan prasarana tersebut
akan ikut menentukan keberhasilan suatu daerah menjadi daerah tujuan
wisata.
a. Pengertian Sarana
Menurut Baud Bovy & Lawson dalam Hermawan (2017)
mengatakan bahwa sarana wisata merupakan semua bentuk fasilitas
yang memberikan pelayanan bagi wisatawan untuk segala
kebutuhannya selama tinggal atau berkunjung pada suatu daerah tujuan
wisata, contohnya hotel, motel, restaurant, bar, kafe, shopping center,
souvenir shop. Perusahaan-perusahaan inilah yang memberi pelayanan
bila mereka datang berkunjung pada suatu destinasi wisata.
Untuk memenuhi kebutuhan perjalanan wisata perlu disediakan
fasilitas, mulai dari pemenuhan kebutuhan sejak berangkat dari tempat
tinggal wisatawan, selama berada pada saat wisatawan kembali ke
tempat semula. (Suryadana, dalam Hermawan, 2017). Sarana
kepariwisataan di bagi menjadi tiga kelompok, diantaranya (Yoeti
dalam Ghani, 2017) :
26
1) Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure)
Sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan
kehidupannya sangat tergantung kepada kedatangan orang yang
melakukan perjalanan wisata. Yang termasuk ke dalam kelompok
ini adalah; Travel agent and Tour operator, angkutan wisata,
rumah makan, akomodasi, objek wisata, dam atraksi wisata.
2) Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Suplementing Tourism
Superstructure)
Sarana pelengkap yaitu perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat
yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak
hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan dapat lebih lama
tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. Yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah; sarana olahraga, sarana pariwisata sekunder,
dan amusement lainnya.
3) Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism
Superstructure)
Sarana pelengkap dan sarana pokok berfungsi untuk hanya
membuat wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan
wisata, tetapi memiliki fungsi lain yaitu, membuat wisatawan atau
pengunjung daerah tujuan wisata lebih banyak mengeluarkan dan
membelanjakan uangnya di tempat tujuan wisata yang mereka
kunjungi.
b. Pengertian Prasarana
Prasarana Pariwisata adalah sumber daya alam manusia yang
mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah
tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air telekomunikasi, terminal,
jembatan, dan lain sebagainya (Suwantoro dalam Ghani, 2017),
sedangkan menurut Warpani dalam Ghani (2017) prasarana
diantaranya:
1) Aksebilitas
27
Aksebilitas merupakan daya hubung antar zona yang wujudnya
berupa jalan raya dan jaringan angkutan. Aksebilitas merupakan
faktor penting dalam proses berwisata, tingkat kemudahan untuk
menjangkau suatu kawasan wisata dilihat dari aksebilitas yang
berupa kondisi jalan raya, ketersediaan moda angkutan untuk
menuju kawasan wisata tersebut. Peningkatan aksebilitas berarti
mempersingkat waktu dan biaya perjalanan.
2) Utilitas
Yang termasuk kelompok utilitas adalah; listrik, air bersih,
persediaan air minum, dan toilet.
3) Jaringan Pelayanan
Yang termasuk kelompok jaringan pelayanan adalah; pelayanan
kesehatan dalam bentuk pos kesehatan atau persediaan P3K, dan
keamanan dalam bentuk Pos keamanan beserta pihak keamanan
atau oknum petugas, agar terhindar dari tindakan-tindakan kriminal
selama berada di kawasan wisata.
c. Standar Sarana dan Prasarana
Pada sebuah obyek wisata tentunya tidak lepas dari sarana dan
prasarana penunjang yang memang mendukung keberadaan dari
sebuah obyek wisata tersebut. Sarana dan prasarana tersebut dapat
berupa sebuah bangunan/media atau yang berbentuk jasa dan lain-lain.
Peraturan Menteri Pariwisata (2018) meyatakan bahwa, Sarana dan
prasarana merupakan salah satu indikator penting dalam
pengembangan pariwisata. Kelengkapan sarana dan prasarana tersebut
akan ikut menentukan keberhasilan suatu daerah menjadi daerah tujuan
wisata. Sesuai dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Pariwisata, secara normatif memberikan batasan,
bahwa Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Dalam
upaya mendukung pembangunan fasilitas penunjang pariwisata di tiap
28
kawasan pariwisata nasional dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembangunan, perintisan daya tarik wisata dalam rangka pertumbuhan
destinasi pariwisata nasional dan pengembangan daerah serta
peningkatan kualitas daya saing pariwisata, Kementerian Pariwisata
memiliki andil penuh dalam pembangunan kawasan yang memiliki
daya tarik wisata.
29
Gambar 2.5. Indonesia TIC, Bali
Sumber : Travelwithshark.blogspot.com, diakses pada 14 Februari
2020
Ketentuan Teknis dan Kriteria Desain Pusat Informasi Wisata /
TIC yaitu memiliki standar dimensi bangunan tidak lebih dari 80
(delapan puluh) meter2, memiliki sarana dan prasarana seperti; telepon,
faks, internet, komputer, printer, meja, kursi/sofa, materi promosi
pariwisata, peta, peralatan keamanan, instalasi listrik, dan peralatan
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan alat pemadam api
ringan (APAR). Pusat Informasi Wisata / TIC juga harus memiliki
standar desain interior seperti memiliki entrance dan lobby yang
merupakan pintu masuk dan ruang tunggu pengunjung, area pelayanan
(service desk), area informasi, lounge yang merupakan tempat bagi
pengunjung untuk duduk, kantor administrasi dan ruang penyimpanan,
serta memiliki toilet untuk pengunjung dan untuk pengelola. (Peraturan
Menteri Pariwisata, 2018).
2) Pembuatan Ruang Ganti / Toilet
Ruang ganti atau toilet sangat diperlukan oleh wisatawan untuk
mencuci tangan, membasuh wajah, membuang hajat atau untuk
berganti pakaian ketika sedang beraktivitas dalam suatu daya tarik
wisata. Kebutuhan tersebut perlu menjadi perhatian bagi pengelola
30
pariwisata karena sangat terkait dengan kenyamanan wisatawan pada
saat berwisata. Oleh sebab itu, ketersediaan ruang ganti atau toilet pada
sebuah kawasan pariwisata adalah hal yang mutlak diperlukan.
Dalam pembuatan ruang ganti atau toilet memiliki ketentuan
standar ruang seperti besaran ruang yang luas ruang ganti atau toilet
pada kawasan pariwisata terdiri dari lantai, dinding dan atap.
Kementerian Pariwisata juga telah menentukan fasilitas yang harus
disediakan pada ruang ganti atau toilet umum yang akan dibangun.
STANDAR STANDAR
FASILITAS
MINIMAL REKOMENDASI
Kloset (WC) Jongkok Duduk
Urinoir Ada Ada
Wastafel Ada Ada
Satu untuk pria Dua untuk pria dan
Handicap
dan wanita wanita
Toilet paper Ada Ada
Jestpray/washlet Disamakan Disamakan
Pengering tangan/tisu Ada Ada
Cermin Ada Ada
Gayung dan tempat air Ada Ada
Tempat Sampah Ada Ada
Saluran Pembuangan Ada Ada
Penjaga toilet Ada Ada
Janitor Disarankan Ada
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata (2018)
Ukuran standar juga menjadi hal yang perlu dipenuhi agar
kebutuhan dan kenyamanan wisatawan dalam menggunakan ruang
ganti atau toilet menjadi maksimal. Berikut tabel standar ukuran
31
fasilitas pada ruang ganti atau toilet. (Peraturan Menteri Pariwisata,
2018).
Table 2.3. Standar Ketersediaan Fasilitas pada Ruang Ganti atau
Toilet
STANDAR STANDAR
FASILITAS
MINIMAL REKOMENDASI
Pintu Masuk Utama 90 cm 110 – 120 cm
Kubikal 90 x 150 cm 90 x 150 cm
Jarak antara pintu dan
60 cm 60 cm
tempat duduk toilet
Jarak dinding urinal 80 cm 80 cm
Pintu toilet untuk orang
100 – 120 cm 120 cm
berkebutuhan khusus
Sirkulasi untuk orang
180 cm 180 cm
berkebutuhan khusus
Sirkulasi jarak antara
70 cm 120 cm
kubikal ke dinding
Sirkulasi jarak antara
kubikal dengan 120 cm 140 cm
washtafel
Daya tampung dan 4.3 m2 dari luas
-
luasan lantai lantai
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata (2018)
3) Pembuatan Pergola
Pergola adalah pelengkap taman yang membentuk peneduh pada
jalur pedestrian, area duduk atau area berkumpul (gazebo). Pergola
berupa deretan tiang / kolom / pilar yang umumnya menopang balok-
balok melintang di atasnya yang dilengkapi dengan sejenis penutup
atau penaung yang bersifat transparan, dan sering diberi tanaman
merambat.
32
Gambar 2.6. Gazebo/pergola
Sumber : Pinterest.com, diakses pada 5 Desember 2020
Sebagai jalur pedestrian, pergola berfungsi menghubungkan antar
fasilitas atau area aktivitas di dalam taman. Sebagai gazebo, pergola
berfungsi sebagai area berkumpul untuk berakivitas maupun
beristirahat. Pada kedua fungsi tersebut, pergola bersifat memberikan
perlindungan pada pengunjung dari sinar matahari langsung. Selain
bersifat fungsional, desain pergola juga harus memperhatikan faktor
estetika, yaitu sesuai dengan arsitektur budaya setempat atau kearifan
lokal. Dalam kaitannya dengan taman dan fasilitas lainnya, desain
pergola harus selaras dengan konsep perencanaan taman secara
keseluruhan, dan secara khusus misalnya selaras dengan desain gazebo
atau elemen taman lainnya. (Peraturan Menteri Pariwisata, 2018).
4) Pemasangan Lampu Taman
Lampu atau penerangan merupakan elemen pelengkap taman yang
terkait dengan penciptaan suasana. Terkait dengan syarat penerangan,
maka untuk tujuan tersebut jenis pencahayaan yang dipilih untuk
penerangan taman dan area sekitarnya adalah pencahayaan untuk
memberikan kesan hangat dan nyaman, yaitu dengan pemilihan lampu
berwarna orange/jingga. Pengecualian pada beberapa titik utama yang
membutuhkan tingkat keamanan lebih tinggi sehinga dapat
menggunakan lampu dengan cahaya berwarna putih. Terkait syarat
teknis tiang lampu, beberapa hal yang menjadi standar umum adalah;
33
(a) Lampu/penerangan di dalam gazebo dapat dipasang terintegrasi
dengan tiang-tiang penyangga gazebo; (b) Tiang lampu/penerangan
area luar sekitar gazebo (taman) sebaiknya diletakkan pada jarak
minimum 0.8 – 1 (nol koma delapan sampai satu) meter dari batas tepi
gazebo; (c) Lampu/penerangan dalam gazebo disesuaikan tingginya
dengan ketinggian tiang penyangga gazebo; (d) Lampu/penerangan
area luar sekitar gazebo dipasang pada ketinggia 7 (tujuh) meter.
34
Gambar 2.8. Ilustrasi Contoh Diagramatis Desain Pagar Pembatas
Sumber : Peraturan menteri pariwisata, 2018
35
(1) lokasi plaza pusat jajanan/kuliner harus mudah diakses dan
tidak menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas. lokasi pada
atraksi wisata alam seperti tepi sungai, tepi danau, tepi hutan
dapat dipertimbangkan sepanjang tidak menimbulkan tekanan
atau dampak negatif terhadap lingkungan;
(2) bekerja sama dengan pengembang (developer);
(3) memiliki sistem sirkulasi udara dan pencahayaan, pintu masuk
dan keluar sesuai standar; dan
(4) petunjuk arah dan papan nama plaza pusat jajanan/kuliner
cenderamata dengan tulisan yang terbaca jelas dan mudah
terlihat.
b) Kriteria Dasar Plaza / Pusat Jajanan Kuliner
(1) untuk konsumsi masyarakat umum;
(2) menampilkan kuliner tradisional yang sudah diseleksi; dan
(3) minimum 5 (lima) jenis kuliner, maksimum 20 (dua puluh)
jenis kuliner dan tidak boleh ada duplikasi.
c) Infrastruktur
(1) akses utama menuju plaza pusat jajanan/kuliner dari jalan
umum dapat dilalui bus pariwisata medium dengan kapasitas
60 (enam puluh) orang;
(2) jalan utama bisa berpapasan 2 (dua) bus;
(3) area naik turun penumpang yang memadai;
(4) area parkir mobil 40 (empat puluh) unit mobil, 3 (tiga) unit bus
pariwisata dan 100 (seratus) unit motor;
(5) loading dock dan area bongkar muatan (bahan makanan
bersih);
(6) jalur truk sampah yang tidak boleh digabung dengan jalur
bongkar muatan (bahan makanan bersih) agar tidak
terkontaminasi bakteri;
(7) sumber air bersih panas dan dingin;
36
(8) drainase atau saluran pembuangan air lengkap dengan proses
pemeliharaan sebelum dibuang ke saluran kota;
(9) drainase/saluran air hujan dan resapannya harus diperhatikan
dengan baik untuk menghindari genangan air di halaman
bangunan; dan
(10) fasilitas untuk penyandang disabilitas.
d) Bangunan
(1) tiap gerai dengan luas 4 x 5 (empat kali lima) meter, di
dalamnya ada dapur dengan ukuran minimum 2 x 3 (dua kali
tiga) meter;
(2) kapasitas sentra, maksimal 300 (tiga ratus) orang;
(3) area cuci piring dengan ukuran sebesar 36 m² (tiga puluh enam
meter persegi), dengan 8 (delapan) titik bak cuci, lengkap
dengan meja area pengering, dan rak simpan.
7) Pembangunan Tempat Ibadah
Tempat ibadah adalah bangunan yang disediakan untuk wisatawan
yang hendak menunaikan kewajiban ibadahnya. Persyaratan
pembangunan tempat ibadah yaitu mudah di akses dan dekat dengan
destinasi wisata, luas ruangan dapat menampung maksimal 30 (tiga
puluh) orang, memiliki sistem sirkulasi udara atau air conditioner (AC)
dan pencahayaan, memiliki penanda arah dengan tulisan terbaca jelas
dan mudah terlihat, memiliki fasilitas penunjang seperti fasilitas untuk
membersihkan diri yang terawat dengan baik serta terpisah untuk
pengunjung pria dan wanita. (Peraturan Menteri Pariwisata, 2018).
37
Gambar 2.10. Musholah di tempat wisata
Sumber : Travelblog.id, diakses pada 14 Februari 2020
8) Pembangunan Menara Pandang (Viewing Deck)
Menara pandang dapat diartikan sebagai suatu lokasi yang
memiliki struktur bangunan tinggi yang dapat melihat area dengan
cakupan yang luas. Pada umumnya, menara pandang memiliki
beberapa sebutan sesuai dengan fungsinya, yaitu;
a) Observation Tower
Observation Tower digunakan sebagai pos penjagaan atau pos
observasi untuk melihat keseluruhan area.
b) Watchtower
Watchtower memiliki kegunaan utama dalam kepentingan militer,
tentara dari sebuah menara yang memiliki struktur.
c) Fire Lookout Tower
Merupakan sebuah bangunan menara yang memiliki fungsi rumah
di dalamnya untuk penjaga pemadam yang memiliki tugas untuk
mengawasi jika terjadi kebakaran atau mengawasi alam liar.
Menara pandang berfungsi sebagai pos penjagaan untuk
menjaga keselamatan wisatawan serta sebagai fasilitas penunjang
aktivitas wisatawan untuk menikmati kawasan dalam birdview.
38
Dalam pembangunan dan pengelolaan Menara Pandang memiliki
persyaratan dalam pembangunan yaitu memiliki tinggi bangunan
minimal 3 m (tiga meter) dengan luas minimal 20 m2 (dua puluh
meter persegi), memiliki alat komunikasi dan di lengkapi dengan
beberapa peralatan tambahan seperti teropong pandang, pengeras
suara, dll. (Peraturan Menteri Pariwisata, 2018).
39
9) Pembangunan Gapura Identitas
Konsep dasar pembangunan Gapura adalah menyediakan fasilitas
layanan informasi lokasi atraksi wisata yang akurat kepada wisatwan
yang datang berkunjung. Seiring dengan perkembangan kebutuhan dan
kemajuan jaman, maka fungsi Gapura dapat di tambahkan menjadi
tempat untuk memberikan layanan lain bagi wisatawan. (Peraturan
Menteri Pariwisata, 2018).
40
Gambar 2.14. Ilustrasi Boardwalk di National Park Plitvice Lakes,
Croatia
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata, 2018
Pembuatan Boardwalk di kawasan wisata memiliki fungsi dan
manfaat yaitu;
a) Media untuk pejalan kaki;
b) Mempermudah akses ke tempat tujuan;
c) Menghadirkan suasana yang dinamis di kawasan wisata;
d) Dapat digunakan untuk kegiatan promosi, pameran, dan iklan;
e) Mengurangi pencemaran udara dengan adanya pepohonan yang
tumbuh disekitar boardwalk.
Dalam perencanaan pembuatan Boardwalk harus memperhatikan
standar dimensi dan desain, yaitu;
a) Lebar efektif minimum untuk pejalan kaki berdasarkan kebutuhan
adalah 60 cm di tambah 15 cm untuk bergerak tanpa membawa
barang, sedangkan kebutuhan minimal 2 orang pejalan kaki yang
berpapasan adalah 150 cm.
b) Drainase terletak berdampingan atau dibawah ruang pejalan kaki
untuk mencegah terjadinya genangan air pada saat hujan. Dimensi
minimal yang digunakan adalah 50 cm dan tinggi 50 cm.
c) Pagar pengaman, diletakan pada titik tertentu yang berbahaya dan
memerlukan perlindungan dengan tinggi minimal 90 cm dan
41
disarankan pula untuk menggunakan bahan beton atau metal yang
tahan terhadap cuaca, suhu dan murah perawatannya.
d) Ukuran lebar minimal jalur adalah 136 cm untuk jalur satu arah dan
180 cm untuk jalur 2 arah. Untuk penyandang disabilitas jalur
harus bebas dari pohon, tiang atau benda yang dapat menghalangi.
e) Kemiringan maksimum untuk boardwalk adalah 7 derajat.
f) Pencahayaan berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensi
pemakaian.
g) Tepi pengaman (bagi wisatawan berkebutuhan khusus disiapkan
bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra dan dibuat
dengan tinggi minimal 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur.
Dalam perencanaan pembuatan boardwalk juga memiliki standar
penempatan. Penempatan boardwalk harus disesuaikan dengan jumlah
pejalan kaki yang akan melalui jalur tersebut dengan volume minimal
pejalan kaki sebanyak 300 orang per 12 jam. Boardwalk juga
dibutuhkan pada kawasan wisata. Adapun beberapa contoh posisi
Boardwalk antara lain;
a) Boardwalk di sisi jalan
Ruang pejalan kaki yang berada di tepi jalan raya.
42
Ruang pejalan kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan
badan air.
43
b) Menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan adanya
konektivitas dan kontinuitas;
c) Menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan bangunan dan
lingkungan, aksebilitas antar lingkungan dan kawasan, maupun
sistem transportasi;
d) Mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna
termasuk pejalan kaki dengan berbagai keterbatasan fisik;
e) Mempunyai kemiringan yang cukup landai dan permukaan jalan
rata tidak naik turun;
f) Memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan
mudah untuk digunakan secara mandiri;
g) Mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial, maupun
lingkungan bagi pejalan kaki;
h) Mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas
sosial, seperti olahraga, interaksi sosial, dan rekreasi;
i) Menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya
setempat, seperti kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan
penduduk, serta warisan dan nilai yang di anut terhadap
lingkungan; dan
j) Prinsip perencanaan prasarana jalur pejalan kaki tersebut
menekankan aspek kontekstual dengan kawasan yang dapat
berbeda antara satu kota dengan kota lainnya.
12) Pembangunan Tempat Parkir
Satuan Ruang Parkir (SRP) digunakan untuk mengukur kebutuhan
ruang parkir. Untuk menentukan SRP tidak terlepas dari pertimbangan-
pertimbangan berikut:
a) Dimensi Kendaraan Standar untuk mobil penumpang
44
Gambar 2.18. Ilustrasi Dimensi Kendaraan Standar untuk Mobil
Penumpang
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata, 2018
b) Ruang bebas kendaraan parkir
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan
longitudinal kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan
pada posisis pintu kendaraan terbuka, yang diukur dari ujung
paling luar pintu ke badan kendaraan parkir yang ada di
sampingnya. Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi
benturan antara pintu kendaraan dan kendaraan yang parkir di
sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan. Ruang
bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk
menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang
lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah lateral diambil sebesar
5 cm (lima centimeter) dan jarak bebas arah longitudinal sebesar
30 cm (tiga puluh centimeter).
c) Lebar Bukaan Pintu Kendaraan
Ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi karakteristik
pemakai kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir. Sebagai
contoh untuk pengunjung pusat hiburan, hotel, swalayn, rumah
sakit, atau bioskop lebar pintu bukaan depan dan belakang
adalah 75 cm (tujuh puluh lima centimeter).
45
Penentuan Satuan Ruang Parkir untuk kendaraan di bagi
tiga jenis antara lain:
Table 2.4. Standar Ukuran Fasilitas pada Ruang Ganti atau Toilet
46
Satuan Ruang Parkir untuk bus atau truk besarnya dipengaruhi
oleh besarnya kendaraan yang akan parkir, baik ukuran kecil,
sedang, ataupun besar.
47
dan keluar ke ruangan parkir lebih sedikit jika dibandingkan
dengan pola parkir dengan sudut yang lebih kecil dari 90o.
48
Gambar 2.24. Ilustrasi Parkir tegak lurus yang berhadapan
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata, 2018
(2) Membentuk sudut 30o, 45o, 60o
49
Gambar 2.26. Ilustrasi Taman Parkir Tegak Lurus dengan 2 Gang
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata, 2018
50
Gambar 2.28. Ilustrasi Taman Parkir Sudut dengan 2 Gang
Tipe B
Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata, 2018
51
(1) Pola Parkir Satu Sisi
52
Pola ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup
memadai (lebar ruas > 5,6 meter).
53
mempengaruhi pengguna jalan. Adapun instrumen nasional mengenai
pembuatan rambu-rambu petunjuk arah dan standar internasional
mengenai rambu-rambu penunjuk arah serta ketentuan-ketentuan
mengenai rambu-rambu penunjuk arah adalah sebagai berikut:
(Peraturan Menteri Pariwisata, 2018)
a) Instrumen Internasional Rambu-Rambu Penunjuk Arah
Contoh rambu penunjuk arah yang ditetapkan secara
internasional antara lain yaitu;
(1) Rambu Panduan dan Informasi
Rambu panduan merupakan jenis tanda yang umum
dipergunakan, seperti rambu lalu lintas di jalan raya sebagai
panduan menuju suatu tujuan. Pada umumnya, di Indonesia
menggunakan latar belakang berwarna putih dengan tulisan
berwarna merah.
(2) Rambu Atraksi dan Layanan Pariwisata
Rambu atraksi dan layanan pariwisata dimaksudkan untuk
memberikan informasi terkait arah dan daya tarik wisata di
destinasi pariwisata. Selain itu, rambu ini juga digunakan
untuk mengidentifikasi fasilitas pariwisata yang tersedia di
destinasi pariwisata, dengan dilengkapi nama perusahaan
penyedia, arah, sekaligus jarak yang harus di tempuh.
(3) Tourism Orientation Directional Sign (TODS)
Tourism Orientation Directional Sign (TODS) merupakan
rambu-rambu yang berisi petunjuk layanan kepariwisataa.
TODS tersedia dalam berbagai ukuran dan jenis, misalnya
TODS yang khusus berfungsi untuk menunjukkan arah
harus disertai dengan informasi yang lengkap terkait jarak
dari satu lokasi ke lokasi lainnya, sedangkan TODS yang
lainnya mencakup informasi mengenai tanda-tanda yang
diakui secara nasional.
(4) Rambu-Rambu Berlogo
54
Rambu berlogo berfungsi untuk menunjukkan arah
terhadap layanan penting seperti gas, tempat makan dan
minum, serta penginapan yang tersedia di sepanjang jalan
maupun di dalam destinasi pariwisata. Yang membedakan
rambu ini dengan TODS adalah rambu-rambu ini
dilengkapi dengan nama/logo/simbol penyedia layanan
tersebut.
(5) Rambu Interpretasi
Rambu interpretasi pada umumnya ditempatkan pada
taman-taman alam, di jalan atau pada situs-situs sejarah
budaya maupun alam. Fungsi utama rambu ini adalah
sebagai sarana pendidik dan komunikasi interaksi ke[ada
wisatawan terkait dengan lokasi wisata yang dikunjungi.
b) Standar Internasional Pembangunan Rambu-Rambu Penunjuk
Arah
1) Warna dan bentuk dari rambu-rambu harus konsisten untuk
memberikan kemudahan kepada wisatawan;
2) Ukuran legenda harus optimal agar mudah dipahami secara
cepat oleh pengendara pada kecepatan berkendara;
3) Penggunaan jumlah kata-kata dan simbol harus seminimal
dan seoptimal mungkin sehingga secara mudah dan cepat
dipahami oleh pengendara/wisatawan;
4) Pemasangan rambu-rambu penunjuk arah tidak
menimbulkan bahaya.
3. Atraksi Wisata
Dalam kepariwisataan faktor manfaat dan kepuasan wisatawan
berkaitan dengan “Tourism Resourch dan Tourist Service”. Objek dan
atraksi wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang
mempunyai daya tarik tersendiri yang mampu mengajak wisatawan
berkunjung. Hal-hal yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke
daerah tujuan wisata antara lain :
55
a. Natural Amenities, adalah benda-benda yang sudah tersedia dan sudah
ada di alam. Contoh; iklim, bentuk tanah, pemandangan alam, flora dan
fauna, dan lain-lain.
b. Man Made Supply, adalah hasil karya manusia seperti benda-benda
bersejarah, kebudayaan, dan religi.
c. Way of Life, adalah tata cara hidup tradisional, kebiasaan hidup, adat
istiadat seperti pembakaran mayat di Bali, upacara sekaten di
Jogjakarta.
d. Culture, adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal
di daerah objek wisata.
Menurut Witt & Mountinho (1994:86) dalam Fitroh et al., (2017)
atraksi wisata atau daerah tujuan wisata, merupakan motivasi utama bagi
para wisatawan dalam melakukan kegiatan kunjungan wisata. Lebih lanjut
menurut Suwena & Widyatmaja (2010:88) dalam Khotimah & Wilopo,
(2017) atraksi disebut merupakan komponen yang signifikan dalam menarik
wisatawan, atraksi merupakan modal utama (tourism resources) atau
sumber dari kepariwisataan. Dapat disimpulkan bahwa atraksi wisata adalah
segala sesuatu yang memiliki keindahan, yang bernilai, baik yang berupa
suatu keanekaragaman, yang memiliki keunikan, baik dalam kekayaan
budaya maupun hasil buatan manusia (man made) yang menjadi faktor daya
tarik dan menjadi tujuan wisatawan untuk berkunjung, yang menjadikan
wisatawan termotivasi untuk melakukan wisata ke obyek wisata tersebut.
Minat wisatawan sekarang ini cenderung memilih wisata yang
bernuansa alam. Mereka lebih santai dengan menikmati pemandangan alam
sekitar. Pemerintah sekarang lebih mengembangkan kegiatan pariwisata
alam. Dari pengembangan-pengembangan tersebut kita mengenal apa yang
dinamakan dengan permainan di alam atau diluar ruangan. Selain mencari
kesenangan melihat pemandangan alam kita juga dapat mencoba berbagai
permainan/tantangan, yang tentunya akan memberi nilai lebih dari sekedar
berwisata.
56
Permainan ini berawal dari munculnya kegiatan atau aktivitas yang
dinamakan Outward Bound. Tetapi di Indonesia lebih dikenal dengan nama
Out Bond.Pertama kali Out Bound ditemukan oleh Dr. Kurt Hahn, seorang
kewarganegaraan Inggris yang bekerja sebagai pengajar di bidang
adventure. Hahn percaya bahwa semua orang mempunyai potensi diri di
dalam diri mereka yang tersembunyi. Dalam konsep ini Hahn
mengembangkan sebuah program pelatihan fisik, misal bagi para awak
kapal sebagai medium mereka untuk belajar mematangkan dan mengenal
lebih dalam tentang potensi diri mereka masing-masing. Konsep pelatihan
tantangan Hahn pada intinya didasarkan atas perpaduan 4 unsur : tempat, isi
program, simulator, dan kegiatan berbasis petualangan.
Metode pelatihan dengan memanfaatkan tantangan di alam terbuka oleh
Hahn tersebut kemudian dikenal dengan Outward Bound dan menjalar ke
berbagai penjuru dunia. Metode pelatihan tantangan alam terbuka Hahn di
tujukan sebagai katalis, sebagai medium perubahan dan membantu setiap
peserta untuk dapat lebih menemukan pengenalan diri sendiri dan
memahami orang lain. Aktivitas ini tidak menekankan peningkatan
kekuatan fisik, tetapi lebih kepada peningkatan konsep diri seseorang, suatu
pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat menyesuaikan
terhadap suatu lingkungan kehidupan, pengembangan sikap positif. Semua
diserukan kepada orang-orang untuk tidak pernah menyerah, mencoba dan
mencoba lagi.
Pada intinya Out Bound memilki 5 program yaitu : mengembangkan
keyakinan diri, tanggung jawab, kerjasama tim, peduli terhadap lingkungan
dan masyarakat sekitar. Yang nantinya diharapkan dapat membantu mereka
beradaptasi di alam bebas, di kelas, di tempat kerja, sehingga muncul
kesadaran diri untuk menghargai sesama dan peduli terhadap dunia
sekitarnya ( Surya, 2004 dalam Ardiansyah, 2008).
Out Bound juga menjalar ke Indonesia. Di Indonesia Out Bound
diperkenalkan pertama kali tahun 1990 oleh Djoko Kusumawidagdo dan
Ely Tjahya, dan menjadi pelopor Out Bound Indonesia. Out Bound ini
57
berpusat di jatiluhur Purwakarta, memulai aktivitas pelatihan pada awal
1991. Walaupun berpusat di Jatiluhur, mereka juga melakukan pelatihan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera. Pada bulan Maret
2002 juga dibuka Out Bound di pulau Bali dan memulai operasi pada bulan
September 2002.
Dalam perkembangannya Out Bound lebih banyak dilakukan di alam
yang masih alami sehingga mempunyai kesan bersatu atau bersahabat
dengan alam, walaupun ada yang dilakukan di tempat lain seperti gedung-
gedung, bahkan banyak kita saksikan di mall-mall bisa juga untuk aktivitas
ini tentunya dalam acara-acara tertentu.
Keselamatan menjadi faktor penting dalam Out bound. Keselamatan di
sini menyangkut masalah aktivitas dan peralatan/fasilitas yang digunakan.
Khusus mengenai peralatan/fasilitas harus memiliki standar keselamatan
yang tinggi. Di dalam kegiatan Out bound juga harus memiliki instruktur
yang berpengalaman di bidang ini.
Perkembangan Out Bound sekarang ini sangat pesat, banyak
masyarakat dari berbagai kalangan melakukan kegiatan ini. Pertama
mungkin hanya komunitas tertentu yang meyelenggarakan kegiatan ini,
seperti mahasiswa-mahasiswa dan perkumpulan pecinta alam. Sesuai
dengan perkembangan zaman, Out Bound mulai digemari banyak
kalangan,baik dengan tujuan-tujuan tertentu maupun hanya untuk
kesenangan.
Ada beberapa jenis permainan out bond yang dapat diaplikasikan ke
dalam kawasan wisata, antara lain :
a. Flying Fox
Flying Fox sebenarnya sering digunakan dalam istilah yang mengacu
pada aktivitas yang menggunakan zip line (yang terdiri dari katrol yang
digantungkan ke wire atau kabel baja) berskala kecil, yang biasanya
digunakan untuk permainan anak-anak (Adventuretravel.co.id).
58
Gambar 2.35. Ilustrasi wahana Flying fox
Sumber : ex-adventure.com, diakses 14 Februari 2020
59
Gambar 2.37. Ilustrasi wahana Flying fox
Sumber : ex-adventure.com, diakses 14 Februari 2020
60
Gambar 2.39. Ilustrasi wahana Flying fox
Sumber : ex-adventure.com, diakses 14 Februari 2020
b. Paintball
1) Pengertian Paintball
Paintball adalah olahraga dimana pemain mengeliminasi
lawanya dengan cara memukul menggunakan peluru yang terdiri
dari cat (disebut dengan “paintball”) yang biasanya ditembakkan
dari karbondioksida atau gas bertekanan yang memperkuat senjata
paintball atau biasa disebut marker. Permainan tersebut juga dapat
dimainkan baik secara indoor atau outdoor dan memiliki berbagai
macam bentuk, yang paling terkenal adalah woodsball, skenario, X-
Ball, dan speedball.Woodsball dimainkan dalam lingkungan alam
meliputi seluruh area yang luas. Sebalinya jenis Speedball
dimainkan dilapangan yang lebih kecil dan dalam permainan yang
sangat cepat (permainan berlangsung hingga lima menit) dan untuk
jenis permainan Skenario adalah dimana pemain berusaha untuk
mengulang sejarah atau menciptakan situasi, seperti Perang Dunia
II dan skenario lain yang bisa diterapkan dalam bermain paintball.
Permainan diatur oleh wasit. Wasit berpatroli untuk memastikan
penegakan aturan dan keselamatan para pemain. Pada setiap
61
permainan akan dipimpin dan diawasi oleh 4 (empat) sampai 6
(enam) wasit tergantung pada permainan yang dimainkan.
2) Lapangan Paintball
Lapangan Indoor yang digunakan adalah lapangan atau kawasan
yang mempunyai permukaan rata yang bertujuan untuk
memperkecil kemungkinan cedera pada pemain dan lapangan ini
dikelilingi oleh jaring keselamatan untuk menghambat peluru cat
keluar dari lapangan. Pada kompetisi internasional ukuran yang
dipakai adalah sekurang-kurangnya 55 x 33 meter, berisi 31
bungker(tempat berlindung pemain dari serangan musuh) bungker-
bungker ditempatkan dengan jarak minimal 1,5 meter dari garis
batas lapangan. Garis batas kawasan permainan akan diberi tanda
dengan jelas dan akan ditetapkakn sekurang-kurangnya 1.5 meter
dari jaring keselamatan. Jaring keselamatan memiliki tinggi
minimal 6 (enam) meter, jaring keselamatan pada lapangan indoor
dapat diganti dengan kaca yang terbuat dari mika. Tempat untuk
memulai pertandingan yang terdapat di dalam dilapangan disebut
sebagai pangkalan bendera. Pangkalan bendera tersebut memiliki
lebar ± 2 (dua) meter dan diletakkan tepat dibagian tengah garis
batas atau garis sempadan belakang.
62
Gambar 2.40. Lapangan Paintball (Paintball Field)
Sumber : Offical Paintball Asia League Series (PALS) Rules
Lapangan outdoor hampir sama dengan lapangan indoor hanya saja
ada dua jenis yaitu speedball dan woodball. Speedball yaitu jenis yang
lebih menekankan kepada olahraga dan jauh dari gaya militer, lebih
mengarah kepada olahraga prestasi selain juga sering digunakan untuk
rekreasi dan pelatihan team work. Untuk ukuran sama dengan lapangan
indoor untuk kompetisi perbedaannya terletak pada peletakan bungker,
sedangkan untuk lapangan woodball atau woodland tidak memiliki
ukuran yang pasti dikarenakan lapangan yang digunakan berupa hutan
atau sebuah gedung yang kosong tergantung jenis permainan apa yang
akan dimainkan, seperti Perang Dunia atau perang-perang lainnya
layaknya perang sungguhan.
63
C. Studi Banding Bangunan Sejenis
64
memperluas dan harmonisasi dengan format struktural yang melekat pada
bangunan langsung.
65
Gambar 2.44.Tempat Duduk Barcelona’s Botanical Garden
Sumber : ferrater.com
Kebun ini cukup besar dan terletak di atas gunung Montjuic sehingga
jalur di seluruh taman lebih banyak yang menanjak dan menurun. Arah
tanda-tanda yang ada disekitar kebun memberikan petunjuk umum untuk
mengitari lokasi ini.
66
Gambar 2.46. Barcelona’s Botanical Garden
Sumber : ferrater.com
67
2. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort
Kusuma Agrowisata merupakan salah satu bentuk objek wisata yang
berbasis pertanian. Kusuma Agrowisata terletak di Kota Batu, Jawa Timur,
tepatnya terletak di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan Ngaglik. Kota Batu
terletak sekitar 19 km dari Kota Malang dan berada pada ketinggian 680 –
1700 meter di atas permukaan laut.
68
Gambar 2. 49. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort
Sumber : Sumber : Kusuma-hotel.com diakses pada 12 November
2020
Pada awalnya hanya dibangun cottage sebanyak 16 kamar dan arealnya
diperluas menjadi delapan hektar pada tahun 1992, untuk ditanami apel dan
selebihnya ditanami jeruk. Pada tanggal 21 Mei 1992, Kusuma Agrowisata
mulai diresmikan dan mulai dioperasikan sebagai kawasan wisata untuk
umum dan fasilitas bagi tamu cottage Kusuma. Pada tahun berikutnya
perusahaan menambah kamar cottage menjadi 66 buah dan fasilitas yang
lain di antaranya kolam renang, restoran, dan ruang pertemuan. Kemudian
pada tahun 1994 jumlah kamar bertambah menjadi 84 buah dan pada tahun
1995 dibangun hotel berlantai tiga sehingga total kamarnya menjadi 152
kamar. Selain itu, fasilitasnya juga bertambah yaitu lobi, tiga buah restoran,
delapan ruang pertemuan dan lapangan tenis. Pada tahun 1996, untuk
menambah objek wisata agrowisata, dibangun rumah kaca untuk tanaman
hias dan kebun kopi jenis Arabika Kate yang genjah seluas Sembilan
hektar.
69
Gambar 2.50. Kusuma Agrowisata Hotel & Resort
Sumber : Sumber : Kusuma-hotel.com diakses pada 12 November
2020
Pada periode 1998-2000 perusahaan menambah jenis tanaman untuk
agrowisata yaitu stroberi dan juga menambah jumlah greenhouse untuk
sayur dan tanaman jenis hidroponik lainnya. Seiring dengan
perkembangannya, pada tahun yang sama juga dibangun home industry
dengan buah apel sebagai bahan utamanya. Tujuan utama didirikannya
industry pengolahan ini adalah untuk menutupi tingginya biaya produksi
serta mendayagunakan dan mengefisienkan buah apel yang rusak. Pada
tahun 2002, peralatan yang digunakan telah semi modern yaitu boiler.
Produk industri apel ini sudah menjangkau daerah Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jakarta, dan Bali. Pada tahun yang sama juga didirikan Klinik
Agribisnis sebagai pusat kajian agribisnis untuk memberdayakan
khususnya petani Indonesia dan dunia agribisnis di tanah air pada
umumnya. Program dari Klinik Agribisnis antara lain mengadakan
pelatihan-pelatihan (training), studi banding, seminar, kajian-kajian dan
memasyarakatkan agrowisata di masyarakat dengan membuat paket-paket
70
wisata (bekerja sama dengan birobiro perjalanan dan travel). Klinik
Agribisnis mulai mengembangkan pertanian organic pada tahun 2002.
71
dari Makale hanya kurang lebih 10 km. Tempat ini berada di ketinggian
772 m di atas permukaan laut.
72
Gambar 2.53. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja
Sumber : tianmarintang.blogspot.com (31 oktober 2020, 00.27)
Tidak hanya itu, perpaduan wisata alam ini juga menyajikan berbagai
arsitektur unik dan 7 gazebo yang sering dijadikan stand selfie oleh
pengunjung. Di tempat ini juga terdapat musem mini yang memamerkan
barang peninggalan bersejarah seperti kereta peninggalan zaman kolonial
serta lukisan-lukisan yang hanya bisa dijumpai di museum mini ini. Bagi
pengunjung yang datang dari jauh dan ingin menginap di perkebunan ini,
telah disiapkan penginapan dengan kamar yang dilengkapi dengan
dapurnya.
73
Gambar 2.54. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja
Sumber : ghitarilodge.com (31 oktober 2020. 00.50)
Selain itu terdapat juga peternakan sebagai bagian dari agrowisata ini.
Peternakan Ghitari merupakan sarana dan penyuluhan dalam bidang
Pertanian, Peternakan dan Biogas yang hasil akhirnya digunakan untuk
menunjang kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar. Terdapat juga
fasilitas di bidang budaya dan seni.
74
Gambar 2.56. Ghitari Coffee Plantation di Tana Toraja
Sumber : ghitarilodge.com (31 oktober 2020. 00.50)
75
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
76
Gambar 3.58. Peta Administrasi Kabupaten Barru
Sumber : petatematikindo.files.wordpress.com (31 oktober 2020, 14.40 )
2. Kondisi Fisik
a. Topografi
Kabupaten Barru mempunyai ketinggian antara 0 – 1.700 meter
diatas permukaan laut dengan bentuk permukaan sebagian besar daerah
kemiringan, berbukit hingga bergunung-gunung dan sebagian lainnya
merupakan daerah datar hingga landai. Adapun keadaan wilayah
berdasarkan kelerengan dapat disajikan pada Tabel 2 berikut ini:
77
Table 3.5. Keadaan wilayah berdasarkan kelerengan
PRESENTASE
LERENG KRITERIA LUAS (HA)
(%)
0-2 Datar 26.596 22,64
2-15 Landai 7.043 5,49
15-40 Kemiringan 33.346 28,31
>40 Terjal 50.587 43,06
Sumber : Kabupaten Barru Dalam Angka
78
Keadaan Wilayah Kabupaten Barru berdasarkan ketinggian dari
permukaan laut didominasi oleh lahan yang berada pada ketinggian 100-
500 meter yakni seluas 52.782 Ha (44,93 %), ketinggian 0 – 25 meter seluas
26.319 Ha ( 22,40%) dan ketinggian diatas 1500 meter seluas 75 Ha (0,06%)
sebagaimana tabel berikut:
79
terdapat seluas 71,79 persen Wilayah ( 84.340 Ha ) dengan Tipe Iklim
C yakni mempunyai bulan basah berturut-turut 5 – 6 bulan ( Oktober
sampai dengan Maret ) dan bulan kering berturut-turut kurang dari 2
bulan ( April sampai dengan September ).
MANGKO MAREPPA
LANRAE MANUBA RALLA
No BULAN SO NG
HH Mm HH Mm H
Mm HH Mm HH Mm
H
1 JANUARI 16 358 21 330 17 349 18 340 17 423
2 FEBRUARI 9 172 10 327 10 227 13 309 9 247
3 MARET 10 213 18 492 16 475 13 366 11 316
4 APRIL 15 372 17 352 9 194 16 354 7 265
5 MEI 8 51 12 65 5 148 6 67 8 197
6 JUNI 10 112 15 110 11 159 13 118 13 406
7 JULI - - 1 21 1 14 1 11 2 77
8 AGUSTUS - - 1 3 - - - - 1 61
9 SEPTEMBER - - - - - - - - 2 17
10 OKTOBER - - - - 1 3 - - - -
11 NOVEMBER 4 50 11 117 9 154 79 5 5 184
12 DESEMBER 20 332 12 391 29 590 325 19 19 453
TOTAL 92 1.660 118 2.20 10 2.31 100 1.97 94 2.64
8 8 3 5 6
Sumber :Seksi Pengairan Dinas PU Barru
Berdasarkan table 5 di atas, total hari hujan selama setahun di
Kabupaten Barru sebanyak 94 hari dengan jumlah curah hujan sebesar
2.646 mm. Curah hujan di Kabupaten Barru berdasarkan hari hujan
terbanyak pada bulan Desember – Januari dengan jumlah curah hujan
423 mm dan 453 mm sedangkan hari hujan masing-masing 2 hari
dengan jumlah curah hujan masing – masing 77 mm dan 17 mm.
3. Keadaan Sosial dan dan Kependudukan
80
Penduduk merupakan salah satu unsur utama dalam pembentukan
suatu wilayah, karakteristik penduduk merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap pengembangan atau pembangunan suatu wilayah dengan
mempertimbangkan pertumbuhan penduduk, komposisi struktur
kepedudukan serta adat istiadat dan kebiasaan penduduk. Dengan demikian
karakteristik penduduk sangat diperlukan dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang (RTR).
Adapun jumlah penduduk di Kabupaten Barru dapat dilihat pada
tabel berikut :
LAJU PERTUMBUHAN
JUMLAH
KECAMATAN PENDUDUK PER TAHUN
PENDUDUK
2018-2019 (%)
TANETE RIAJA 22.962 0,4
PUJANANTING 13.157 0,2
TANETE RILAU 33.98 0,3
BARRU 41.793 0,8
SOPPENG RIAJA 17.94 0,1
BALUSU 18.893 0,7
MALLUSETASI 25.634 0,1
JUMLAH 174.323 0.4
81
Gambar 3.59. Foto Udara Wisata Lappa Laona
Sumber : Google Earth
1. Kontur / Kelerengan
Areal site yang potensial secara umum memiliki kemiringan hingga
15%, hal ini agar pengunjung bisa mendapatkan kemudahan serta keamanan
ketika berada dilokasi objek wisata.
82
Gambar 3.61. Peta Kontur / Kelerengan Wisata Lappa Laona
Sumber : KPHL Unit II Ajattappareng
2. Status Lahan
Status Tanah / Lahan di kawasan perencanaan Agrowisata Lappa
Laona merupakan lahan milik Kehutanan dan termasuk dalam KPH unit II
Ajattappareng. Bentang alam lappa laona berfungsi sebagai wilayah hutan
produksi dengan objek wisata alam.
3. Aksesibilitas
Lokasi perencanaan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda
dua maupun roda empat. Akses jalan berupa jalan aspal dan jalan beton
dengan jarak tempuh ±100 km dari Kota Makassar. Akses dari ibu kota
kabupaten menuju lokasi perencanaan pada umumnya relatif baik, yakni
dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.
Kondisi jalan terdiri atas jalan pengerasan, jalan aspal, serta jalan beton.
4. Struktur dan Geologi Tanah
Adapun data kondisi jenis tanah di Lokasi Perencanaan terdiri atas 3 jenis,
yaitu aluvial, grumusol dan podsolik cokelat. Perincian jenis tanah dapat
dilihat pada tabel berikut :
83
Table 3.10. data kondisi jenis tanah
PERSENTASE
No JENIS TANAH LUAS
LUAS (%)
1 Aluvial 3.515 5,03
2 Grumosol 785 1,12
3 Podsolik Cokelat 65.548 93,84
Jumlah 69.848,00 100,00
Sumber : Balai Perbenihan Tanaman Hutan
5. Vegetasi
Komponen penutup lahan pada lokasi perencanaan didominasi oleh
padang savanna. Adapun vegetasi yang terdapat dikawasan perencanaan
yaitu tumbuhan belukar dan pepohonan. Jenis pepohonan yang paling banyak
terdapat di kawasan perencanaan adalah pohon atau tanaman yang
merupakan ciri khas tumbuhan di wilayah dataran tinggi.
6. Fasilitas Wisata
Lappa Laona merupakan salah satu Kawasan yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah setempat sebagai salah satu destinasi wisata alam, oleh
karena itu terdapat beberapa fasilitas di Kawasan ini, antara lain :
84
Gambar 3.63 : Fasilitas Wisata yang terdapat di Wisata Alam Lappa Laona
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020
85
Gambar 3.65 : Salah satu spot foto yang terdapat pada Wisata Alama Lappa
Laona
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020
86
C. Data Jumlah Pengunjung Obyek Wisata Lappa Laona
Data jumlah pengunjung ini diperoleh dari pihak pengelola kawasan wisata
dan diolah.
JUMLAH
PERSENTASE
NO TAHUN PENGUNJUNG
PERTUMBUHAN (%)
(JIWA)
1 2016 2.915 -
Jumlah
18%
Rata-Rata Per Tahun (%)
Table 3.11 : Jumlah Kunjungan Wisata Lappa Laona
Sumber : Pengelola Wisata Lappa Laona
87
D. Aktivitas Pengunjung
88
g) Menginap (camping)
2) Tempat Beribadah
Beribadah merupakan kegiatan utama umat islam. Maka perlu
diperhatikan perencanaan tempat beribadah sebagai tempat untuk
menunaikan kewajiban umat islam
3) Kegiatan Makan dan Minum
Pelayanan mencakup seluruh pelaku kegiatan baik pengunjung
maupun pengelola pelayanan yang berfungsi sebagai tempat
bersantai atau beristirahat berupa cafetaria.
4) Keamanan
Keamanan merupakan kegiatan penunjang yang sangat penting.
Untuk menjaga keamanan pengunjung dari hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan.
5) Kegiatan Pengelola
Kegiatan pengelola merupakan kegiatan penunjang yang mengelolah
semua aktifitas yang terjadi dalam bangunan. Baik mengelolah data
pengunjung, merawat dan menjaga keamanan pengunjung yang
mengunjungi bangunan tersebut.
89
BAB IV
90
keuntungan kawasan dapat ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang
berpotensi untuk dijadikan ikon dalam pengembangan kawasan.
4. Kondisi kawasan yang sejuk dan asri merupakan salah satu daya tarik
kawasan untuk dijadikan sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang
menarik di Kabupaten Barru.
5. Tapak berada didekat objek wisata lainnya.
Dalam analisis pengolahan site ini, terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan yaitu :
a. Pencapaian
Tujuan dari analisis pencapaian ini adalah untuk menentukan letak
pintu masuk utama (Main Entrance) dan untuk pintu keluar kegiatan
servis (Side Entrance), sehingga memudahkan pencapaian menuju
lokasi agar memudahkan bagi berbagai kendaraan untuk ke lokasi
tersebut.
91
b) Mudah diakses menggunakan kendaraan umum/pribadi
c) Ekpose pintu masuk mudah dikenali/dipahami letaknya
d) Tidak mengakibatkan kemacetan
e) Mengutamakan keamanan pengendara kendaraan maupun
pejalan kaki
2) Analisa
Untuk pencapaian ke Lappa Laona dapat di akses melalui 2 jalur
yaitu :
a) Jalan Poros Makassar – Jalan Poros Soppeng – Desa
Harapan – Site
b) Kota Barru – Desa Libureng – Desa Harapan – Site
2. Analisis dan Konsep Klimatologi
Tujuan dari analisis klimatologi adalah bagaimana memanfaatkan
potensi alam (iklim) guna menampung aktifitas didalam bangunan.
a. Matahari (Orientasi Bangunan )
Akses terhadap matahari mejadi faktor penting dalam perencanaan
karena berkaitan dengan kenyamanan termal dalam bangunan.
Input :
1) Kriteria
a) Bangunan di iklim tropis lembab perlu diletakkan sejajar sumbu
barat-timur atau sisi memanjangnya diorientasikan menghadap
arah utara- selatan.
b) Bukaan, jendela dan dinding transparan menghadap utara-
selatan untuk meminimalkan jatuhnya sinar matahari langsung
yang berkonsekuensi terhadap peningkatan temperature dalam
bangunan.
2) Analisa
a) Site merupakan hamparan padang savanna
b) Intensitas matahari cukup tinggi karena kurangnya pepohonan
di sekitar site.
Output :
92
1) Meminimalisir penampang bangunan (luas dinding) yang terpapar
matahari
2) Sisi memanjang bangunan diorientasikan menghadap utara selatan
3) Bukaan menghadap utara-selatan untuk meminimalisir sinar
matahari langsung
93
dalam perancangan optimalisasi penghawaan alami adalah dengan
menganalisis datangnya arah angin.
Output :
94
2) Penggunaan ventilasi silang untuk mendistribusikan udara
bersih kedalam ruang.
c. Kebisingan
Tujuan dari analisa kebisingan ini adalah untuk meminimalisir
tingkat kebisingan yang mengganggu aktivitas di dalam bangunan
sehingga mendapatkan kenyamanan.
Output :
95
3) Ruang yang membutuhkan ketenangan dijauhkan dari sumber
bising.
3. Analisis dan Konsep Penzoningan
Tujuan dari analisis zonifikasi adalah pengelompokan massa sesuai
dengan kebutuhan dan penataan tata ruang sesuai tingkat privasinya. Ruang-
ruang dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakter atau sifat ruang.
96
1) Pengelompokan ruang berdasarkan karakter atau sifat ruang
Output :
a. Pemisahan antara zona publik, semi public dan zona privat
b. Zona publik diletakkan di dekat pintu masuk utama
c. Zona semi publik diletakkan di bagian barat site
d. Zona privat diletakkan di bagian selatan site
97
B. Analisis Pendekatan Konsep Mikro
KEBUTUHAN
PELAKU
NO. KEGIATAN RUANG/
KEGIATAN
FASILITAS
1. Pengunjung - Menerima Informasi - Loket Tiket
- Mengamati dan melakukan - Rumah
pembibitan Pembibitan
- Memotret
- Melihat koleksi tanaman - Area
pertanian Agrowisata
- Berjalan-jalan - Area
- Beristirahat Outbond
- Memanen dan menandam - Area
- Memotret camping
- Bersantai ground
- Belajar - Area
- Bermain menunggang
- Bersantai kuda
- Berkemah
- Menunggang Kuda
98
2. Pengelola - Memberi Informasi - Loket
- Melakukan Pembibitan - Rumah
- Merawat kuda Pembibitan
- Kandang
kuda
b. Kegiatan Pendukung
KEBUTUHAN
PELAKU
No. KEGIATAN RUANG/
KEGIATAN
FASILITAS
1. Pengunjung - Memarkir kendaraan - Parkiran
- Beribadah - Mushollah
- Berwudhu - Tempat Wudhu
- Makan, Minum, Bersantai - Cafetaria
- Toilet - Toilet
- Istirahat - Cottage
- Tidur - Toko souvenir
- Belanja - Toko hasil
- Berkumpul pertanian
- Aula
2. Pengelola - Memarkir dan mengatur - Parkiran
kendaraan
- Beribadah - Musholah
- Berwudhu - Tempat wudhu
- Menyiapkan makanan - Dapur
- Mengantar makanan - Café
- Menerima pembayaran - Kasir
99
- Buang air besar/kecil - Toilet
- Menyambut tamu - Ruang
Resepsionis
- Lobby
- Kerja - Ruang Pimpinan
- Ruang Staff
- Ruang Arsip
- Ruang Pemasaran
- Ruang
Administrasi
- Rapat - Ruang Rapat
- Membersihkan - Ruang cleaning
service
- Menjaga Keamanan - Pos jaga
- Ruang CCTV
- Pemeliharaan bangunan - Ruang Genset
- Ruang pompa
- Ruang panel
listrik
- Pemeliharaan Tanaman - Gudang peralatan
pertanian
- Ruang Pupuk
- Menjual hasil pertanian - Toko Hasil
pertanian
- Menjual Souvenir - Toko Souvenir
Sumber : Analisa Pribadi
2. Pendekatan Besaran Ruang
Besaran ruang dihitung berdasarkan kebutuhan ruang dan
menggunakan standar perancangan dan disesuaikan dengan jumlah pemakai
ruang. Adapun analisa kebutuhan ruang sebagai berikut:
100
Table 5.14. Besaran Ruang
JUML ANALISA PENDEKATAN RUANG
JENIS AH
RUANG PEMA DIMENSI SUMBE
STUDI RUANG JUMLAH
KAI PERABOT R
101
Lemari = 1,5m2
(2) = 3m2 Sofa
3 seat = 1,95m2
Sofa 2 seat =
1,36m2 Sofa 1
seat = 0,76m2
Meja sofa =
0,87m2 Kabinet
TV = 0,6m2
Luas perabot =
1,26m2
Sirkulasi 20% =
Closet = 0,26m2
Toilet 1 orang 2
DA 0,25m2 Ruang 3,11m2
Wastafel = 1m
gerak manusia
1,6m2 (1 orang) =
1,6m2
Meja kerja =
1,27m2 Meja
Luas perabot =
komputer =
5,95m2
0,63m2 Kursi
Ruang 3 Sirkulasi 30% =
type A = DA 13 m2
Bendahara Orang 1,78 Ruang gerak
0,27m2 Kursi
2
manusia 1,6m2 (3
type B = 0,78m
2
orang) = 4,8m2
Lemari = 1,5m
(2) = 3m2
Meja kerja = Luas perabot =
2
1,27m Kursi 6,04m2 Sirkulasi
Ruang 1 type A = 30% = 1,81 Ruang
DA 9,45m2
Arsip Orang 0,27m2 Lemari gerak manusia
arsip = 1,5m2 1,6m2 (1 orang) =
(3) = 4,5m2 1,6m2
102
Meja kerja =
1,27m2 (3) =
3,81m2 Meja
komputer =
Luas perabot =
0,63m2 (3) =
2
13,35m2
Ruang 1,89m Kursi
9 Sirkulasi 30% =
Administr type A = DA 32m2
Orang 4,00 Ruang gerak
asi 0,27m2 (3) =
2
manusia 1,6m2 (9
0,81m Kursi
orang) = 14,4m2
type B = 0,78m2
(3) = 2,34m2
Lemari = 1,5m2
(3) = 4,5m2
Luas perabot =
15,52m2
Meja rapat = Sirkulasi 30% =
2
Ruang 10 10,12m Kursi 4,65m2 36,17m2
DA
Rapat Orang = 0,54m2 (10) = Ruang gerak
5,4m2 manusia 1,6m2
(10 orang) =
16m2
Luas perabot =
Meja kerja =
Ruang 3,36m2
1,21m2 Meja
Tamu / 5 Sirkulasi 30% =
tamu = 0,9m2 DA 12,36m2
Ruang Orang 1,00 Ruang gerak
Kursi = 0,25m2
Tunggu 2
manusia 1,6m2 (5
(5) = 1,25m
orang) = 8m2
Luas perabot =
3 2
16m2 Sirkulasi
Gudang 16m ASM 26m2
Orang 30% = 4,8m2
Ruang gerak
103
manusia 1,6m2 (3
orang) = 4,8m2
Luas perabot =
Closet = 0,32m2
2
2,08m2
(4) = 1,28m
Toilet 4 Sirkulasi 30% =
Wastafel = DA 9,1m2
Wanita Orang 0,62 Ruang gerak
0,20m2 (4) =
manusia 1,6m2 (4
0,8m2
orang) = 6,4m2
Closet = 0,32m2
(4) = 1,28m2 Luas perabot =
Wastafel = 2,48m2
4 0,20m2 (4) = Sirkulasi 30% =
Toilet Pria DA 10m2
Orang 0,8m2 0,74 Ruang gerak
Urinoir = manusia 1,6m2 (4
0,10m2 (4) = orang) = 6,4m2
0,4m2
Jumlah : 24 m2+3,11 m2+13 m2+9,45 m2+32 m2+36,17 m2+12,36 m2+26 m2+9,1
m2+10 m2=175,19 m2
AREA AGROWISATA
Ruang Gerak
Rumah 100 Manusia 1,6m2
Pembibita Orang ASM (100) = 160 m2 208m2
n 1 Unit Sirkulasi 30% =
48 m2
Lahan
Tanaman
Pangan
Lahan
Tanaman
104
Hortikultu
ra
Lahan
Tanaman
Perkebuna
n
Jumlah :
AREA MENUNGGANG KUDA
1 Ekor kuda
10 Ekor 10.5m2(10) =
Kandang
Kuda DA 105m2 136,5m2
kuda
Sirkulasi 30% =
31,5m2
Jumlah :136,5m2
AREA OUTBOND
Lintasan 100 m
Flying Menara : 1m2
1 unit ASM 3,25 m2
Fox Tempat alat
2,25m2
Lintasan 100 m
Bike Menara 1m2
1 unit ASM 3,25 m2
Zipiline Tempat alat
2,25m2
Jumlah :3,25 m2+3,25 m2=6,5m2
FOODCOURT
Meja makan 2 Luas perabot =
2
seat = 0,7m 59,46m2 Sirkulasi
Area 100
(15) = 10,5m2 DA = 40% = 23,7 243,16m2
makan Orang
Meja makan 4 Ruang gerak
seat = 1,2m2 manusia 1,6m2
105
(18) = 21,96m2 (100 orang) =
Kursi makan 160m2
0,27m2 (100) =
27m2
Standar luasan
Kompor =
2
perabot = 5,11m2
0,29m
Sirkulasi 30% =
6 Rak = 0,18m2
Dapur DA 1,53 16,24m2
Orang Kulkas 1 pintu
Ruang gerak
= 0,18m2 Kursi
2
manusia 1,6m2 (6
= 0,20m
orang) = 9,6m2
Luas perabot =
Closet = 0,32m2
2
2,08m2
(4) = 1,28m
Toilet 4 Sirkulasi 30% =
Wastafel = DA 9,1m2
Wanita Orang 0,62 Ruang gerak
0,20m2 (4) =
manusia 1,6m2 (4
0,8m2
orang) = 6,4m2
Closet = 0,32m2
(4) = 1,28m2 Luas perabot =
Wastafel = 2,48m2 Sirkulasi
4 0,20m2 (4) = 30% = 0,74
Toilet Pria DA 10m2
Orang 0,8m2 Ruang gerak
Urinoir = manusia 1,6m2 (4
0,10m2 (4) = orang) = 6,4m2
0,4m2
Luas perabot =
16m2 Sirkulasi
3 2
30% = 4,8m2
Gudang 16m ASM 26m2
Orang Ruang gerak
manusia 1,6m2 (3
orang) = 4,8m2
106
Jumlah : 243,16 m2+16,24 m2+9,1 m2+10 m2+26 m2=304,5 m2
COTTAGE
Luas Perabot =
9m2 Sirkulasi
2 15,8m2 x
40% = 3,6m2
Cottage A Orang 1 Kamar tidur ASM 20 unit =
Ruang gerak
20 Unit 2
316m2
manusia 1,6m (2
orang) = 3,2m2
Luas Perabot =
9m2 (2) = 18m2
31,6m2 x
4 Sirkulasi 40% =
10 unit =
Cottage B Orang 2 Kamar Tidur ASM 7,2m2
316m2
10 unit Ruang gerak
manusia 1,6m2 (4
orang) = 6,4m2
Jumlah : 316 m2+316 m2=632m2
MUSHALLAH
Asumsi
: 20% Luas ruang
pengunj berdasarkan
ung standar = 1,2m2 x
menggu 72 = 186,4 m2
Ruang nakan Sirkulasi 30% =
DA 257,5m2
Ibadah mushall 55,9 m2
ah Ruang gerak
358 x manusia 1,6m2
20%= (72 orang) =
72 115,2m2
Orang
107
Luas ruang
berdasarkan
standar = 0,75m2
Tempat x 10 = 7,5m2
10
Wudhu DA Sirkulasi 30% = 26m2
Orang
Wanita 2,25m2 Ruang
gerak manusia
1,6m2 (10 orang)
= 16m2
Luas ruang
berdasarkan
standar = 0,75m2
Tempat x 10 = 7,5m2
10
Wudhu DA Sirkulasi 30% = 26m2
Orang
Pria 2,25m2 Ruang
gerak manusia
1,6m2 (10 orang)
= 16m2
Luas perabot =
1,26m2
2
Sirkulasi 20% = 3,11 m2 x 2
Toilet 1 orang Closet = 0,26m
DA 0,25m2 unit = 6,22
Wanita 2 unit Wastafel = 1m2
Ruang gerak m2
manusia 1,6m2 (1
orang) = 1,6m2
Luas perabot =
2
3,11 m2 x 2
1 orang Closet = 0,26m 1,26m2
Toilet Pria DA unit = 6,22
2 unit Wastafel = 1m2 Sirkulasi 20% =
m2
0,25m2
108
Ruang gerak
manusia 1,6m2 (1
orang) = 1,6m2
Jumlah : 257,5 m2+26 m2+26 m2+6,22 m2+6,22 m2=357,94 m2
AULA
Luas perabot =
1,77m2
Meja = 1,21m2 Sirkulasi 30% =
Ruang 100
Kursi = 0,28m2 DA 0,53 Ruang gerak 162,3m2
Utama Orang
(2) = 0,56m2 manusia 1,6m2
(100 orang) =
160m2
Luas perabot =
19,21m2
Lemari = 2m2 Sirkulasi 40% =
Ruang 10
(9) = 18m2 DA 7,6 Ruang gerak 42,81m2
Control Orang
Meja = 1,21m2 manusia 1,6m2
(10 orang) =
16m2
Luas perabot =
Closet = 0,32m2
2
2,08m2
(4) = 1,28m
Toilet 4 Sirkulasi 30% =
Wastafel = DA 9,1m2
Wanita Orang 0,62 Ruang gerak
0,20m2 (4) =
manusia 1,6m2 (4
0,8m2
orang) = 6,4m2
Closet = 0,32m2
Luas perabot =
(4) = 1,28m2
4 2,48m2
Toilet Pria Wastafel = DA 10 m2
Orang Sirkulasi 30% =
0,20m2 (4) =
0,74 Ruang gerak
0,8m2
109
Urinoir = manusia 1,6m2 (4
0,10m2 (4) = orang) = 6,4m2
0,4m2
Jumlah : 162,3 m2+42,81 m2+9,1 m2+10 m2 = 224,21 m2
AREA SERVICE
Ruang
1 Unit DA 24m2
Genset
Ruang 24m2 (2) =
2 unit DA
Pompa 48m2
Ruang
Panel 1 unit DA 24m2
Listrik
Jumlah : 24m2 + 48m2 +24m2 =96m2
PEMELIHARAAN TANAMAN
Gudang 5
Peralatan Orang 2,44m2 /Orang DA 12,2m2
Pertanian 1 Unit
5
Ruang
Orang 2,44m2 /Orang DA 12,2m2
Pupuk
1 Unit
Jumlah : 12,2m2 +12,2m2 = 24,4m2
110
ANALISA PENDEKATAN RUANG
JENIS JUMLAH
NO. DIMENSI STUDI
RUANG PEMAKAI SUMBER JUMLAH
PERABOT RUANG
PARKIR PENGUNJUNG
Asumsi :
65%
pengunjung
1,8 m2
menggunakan
(116)=
motor. 0,8 m x 2,25
Parkiran Motor AP 208,8m2 272,44 m2
232 Orang. m / motor
Sikulasi 30%
1 motor diisi
= 63,64
oleh 2 orang :
116 motor
Asumsi :
30%
Pengunjung
11,5 (54) =
menggunakan
Mobil 2,3 x 621 m2
mobil : 107
Parkiran Mobil 5m AP Sirkulasi 807,3 m2
Orang. Satu
/ Mobil 30% = 186,3
mobil berisi 4
m2
orang
54 Mobil
111
Table 5.16 : Rekalpitulasi Besaran Ruang
6. Foodcourt 304,5 m2
7. Cottage 632 m2
8. Mushallah 348,04 m2
9. Aula 224,21 m2
Jumlah : 2,171.84 m2
Dari hasil Analisa kebutuhan runag untuk fungsi dan perancangan Agrowisata
Perbandingan BC : OS = 20 : 80
BC = 2.171,84 m2
OS = BC x 80%
= 2.171,84 x 80%
= 1.737,47 m2
112
Total Luas Site = BC+OS+Luas Parkir
= 220,045,61 m2
113
Bentuk ini dapat memicu perkembangan wisatawan dengan keunikan
bentuk serta menjaga ekosistem yang sejatinya adalah pengembangan yang
berbasis lingkungan.
Dasar Pertimbangan:
1. Menggunakan material-material yang ramah lingkungan
2. Mengacu pada struktur dan proses yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan.
3. Sumber daya yang efisien pada siklus bangunan
4. Konstruksi operasi, pemeliharaan, renovasi pembongkaran.
5. Menjaga penampilan dan komposisi perencanaan pulau.
Material yang biasanya dianggap sebagai 'hijau' termasuk kayu dari hutan
yang telah disertifikasi dengan standar hutan pihak ketiga, bahan tanaman cepat
terbarukan seperti bambu dan jerami, batu dimensi, batu daur ulang, logam
daur ulang, dan produk lainnya yang non- beracun, dapat digunakan kembali,
terbarukan, dan / atau didaur ulang (misalnya, Trass, Linoleum, wol domba,
panel terbuat dari kertas serpih, tanah liat, vermikulit, linen rami, sisal, padang
lamun, gabus , kelapa, kayu piring serat, kalsium pasir batu, beton) juga
menyarankan menggunakan barang-barang industri daur ulang, seperti produk
pembakaran batu bara, pasir pengecoran, dan puing-puing pembongkaran
dalam proyek konstruksi.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu pondasi yaitu :
114
1. Pondasi harus ditopangkan dengan tepat sehingga tidak akan longsor akibat
pengaruh luar.
2. Pondasi harus aman dari kelongsoran daya dukung
3. Pondasi harus aman dari penurunan yang berlebihan
Konsep:
Konsep :
Untuk keperluan penggunaan air bersih menggunakan air bersih dari mata
air dari gunung yang ditampung dalam sumur penampungan kemudian
didistribusikan sesuai penggunan.
115
2. Sistem Jaringan Air Kotor
Dasar Pertimbangan:
a. Jenis Buangan
b. Dampak terhadap kualitas lingkungan site dan sekitarnya
c. Efisiensi sistem pembuangan yang tepat
Saluran pembuangan air kotor dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Air kotor sisa pembuangan cair, berasal dari bak mandi dan wastafel
b. Air kotor yang mengandung lemak, berasal dari dapur dan pantry
c. Air kotor lavatory, berasal dari WC
Konsep:
Sistem yang digunakan pada pembuangan air kotor dilakukan dengan
proses penetralisir limbah, dimana air kotor sebelum dibuang harus melalui bak
control dan penetral terlebih dahulu. Sedangkan sistem tanpa proses penetralisir
limbah dilakukan terhadap air kotor dari WC yang di buang ke saptictank.
116
4. Bonding untuk menghindari “sideflashing”. Korosi terjadi pada semua
komponen, sistem penangkal petir tidak lagi menghantar dengan sempurna.
Konsep:
Menerapkan sistem penangkal petir Franklin yang terdiri dari komponen-
komponen:
1. Alat penerima logam tembaga ( logam bulat Panjang runcing) / spit
2. Kawat Penyalur tembaga
3. Pentanahan/ground dengan bagian tanah basah
Tujuan dari analisis konsep ini adalah menentukan jenis tanaman yang akan
ditanam pada lahan agrowisata, selain itu konsep lanskap juga membantu
memperbaiki dan menjaga iklim makro dan nilai estetika, meresapkan air,
menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kawasan, dan
mendukung pelestarian keaneka ragaman hayati.
Kriteria:
1. Kondisi alam dan fungsi pada kawasan dan bangunan
2. Kondisi yang ada pada site analisis
Analisis:
1. Kondisi lahan yang masih merupakan hamparan lahan kosong dan hutan
hutan.
2. Kondisi kawasan yang berkontur-kontur dan variasi ketinggian merupakan
salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan aktifitas
atau atraksi wisata.
3. Tutupan tanah Kawasan Wisata Lappa Laona merupakan padang savanna
dan sudah ditumbuhi oleh beberapa pohon.
Konsep :
117
1. Tanaman untuk agrowisata dibagi menjadi 3 jenis yaitu : tanaman pangan,
tanaman perkebunan, dan hortikultura.
a. Koleksi Tanaman Agrowisata Lappa Laona di Kabupaten Barru
1) Tanaman Pangan
a) Padi bersifat sekali tanam dan sekali panen proses tumbuhnya
selama 95 hari, bisa 3 kali menanam dan memanen dalam
setahun.
b) Jagung bersifat sekali tanam dan sekali panen proses tumbuhnya
selama 40-60 hari, bisa 6-9 kali menanam dan memanen dalam
setahun.
c) Ubi Kayu bersifat sekali tanam dan sekali panen proses
tumbuhnya selama 8-10 bulan, hanya bisa menanam dan
memanen sekali dalam setahun.
d) Ubi Jalar bersifat sekali tanam dan sekali panen proses
tumbuhnya selama 3-5 bulan, bisa 2-4 kali menanam dan
memanen dalam setahun.
e) Kacang Tanah bersifat sekali tanam dan sekali panen proses
tumbuhnya 90-105 hari, bisa 3-4 kali menanam dan memanen
dalam setahun.
f) Kacang Hijau bersifat sekali tanam dan berkali-kali panen proses
tumbuhnya 65-100 hari.
2) Tanaman Perkebunan
a) Jambu mente bersifat satu kali tanam dan panen berkali-kali
dapat dipanen untuk pertama kali pada umur 3-4 tahun. Berbuah
setiap bulan 7-9.
b) Pohon Aren berbuah pada umur 4-5 tahun dan bisa diambil
niranya hingga 8 tahun.
c) Pohon Kapuk
d) Pohon Cokelat buah siap panen setiap 6 bulan.
e) Pohon Kopi buah siap panen 6-8 bulan.
3) Lahan Tanaman Hortikultura
118
a) Pohon Jeruk berbuah sekitar bulan 5-8.
b) Pohon Pisang.
c) Pohon Pepaya.
d) Pohon Alpukat berbuah sekitar bulan 10-2.
e) Pohon Nanas bersifat sekali tanam dan sekali panen proses
tumbuhnya 12-24 bulan.
f) Pohon Tomat bersifat sekali tanam dan berkali kali panen proses
tumbuhnya 70-90 hari.
2. Tanaman dijadikan sebagai tempat penyejuk dan peneduh bagi pengunjung.
3. Tanaman sebagai kontrol dan pengendali angin
4. Tanaman sebagai kontrol radiasi sinar matahari
5. Tanaman sebagai penghalang dari kebisingan
6. Tanaman pengontrol pandangan (visual control) terhadap ruang luar dan
untuk mendapatkan ruang pribadi (privacy space).
7. Sebagai tempat resapan untuk menghindari erosi disekitar lahan site,
beberapa contoh elemen landscape secara alami maupun buatan, elemen
landscape secara alami yaitu vegetasi dan secara buatan yaitu:
8. Tanaman memberi nilai estetika dan meningkatkan kulaitas lingkungan.
a. Softscape
1) Penutup Tanah
2) Tanaman Pembatas
3) Tanaman pelindung/peneduh
4) Tanaman hias
b. Hardscape
119
DAFTAR PUSTAKA
Fajriah, S. D., & Mussadun. (2014). Pengembangan Sarana dan Prasarana untuk
Mendukung Pariwisata Pantai yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Kawasan
Pesisir Pantai Wonokerto Kabupaten Pekalongan). Jurnal Pembangunan
Wilayah & Kota, 10(2), 218. https://doi.org/10.14710/pwk.v10i2.7653
Fitroh, S., Hamid, D., & Hakim, L. (2017). Pengaruh Atraksi Wisata dan Motivasi
Wisatawan Terhadap Keputusan Berkunjung (Survei pada Pengunjung
Wisata Alam Kawah Ijen). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas
Brawijaya, 42(2), 18–25.
120
Khotimah, K., & Wilopo, W. (2017). Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata
Budaya (Studi Kasus pada Kawasan Situs Trowulan sebagai Pariwisata
Budaya Unggulan di Kabupaten Mojokerto). Jurnal Administrasi Bisnis S1
Universitas Brawijaya, 42(1), 56–65.
Priyanto, & Dyah Safitri. (2016). Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis
Budaya Tinjauan Terhadap Desa Wisata Di Jawa Tengah. Jurnal Vokasi
Indonesia, 4(1). https://doi.org/10.7454/jvi.v4i1.53
Ridwan, M., Zulphiniar Priyandoko, D., & Usup H. Soemantri, D. (2019). Arahan
Penataan Kawasan Waterfront Sungai Musi Sebagai Kawasan Pariwisata
(Vol. 53, Issue 9). Universitas Pasundan.
121
https://doi.org/10.24843/jdepar.2017.v05.i01.p29
Warang, T. R., Dwigth Rondonuwu ST, M., & Fella Warouw ST, M.Eng;, P. .
(2015). Kajian Pengembangan Wisata Pantai Di Pulau Sulabesi Kabupaten
Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Spasial: Perencanaan Wilayah Dan
Kota, 1(1), 113–122.
https://www.adventuretravel.co.id/blog/asal-usul-flying-fox-dan-5-spot-paling-
menantang-di-indonesia diakses 14 Februari 2020, Pukul 05.57 WITA.
122