Dizaman milenium ini, melihat para wanita yang keluar bersafar seorang diri
bukanlah suatu hal yang tabu lagi.. Dengan alasan kemajuan teknologi mereka berdalih
bahwa safar wanita tanpa mahram diperbolehkan, terlebih untuk menuntut ilmu. Lantas
bagaimana sebenarnya Islam memandangnya?
Ibnu Hajar memberikan pengertian mahram yaitu suami atau setiap yang haram
menikahi wanita tersebut secara abadan (selamanya) baik karena hubungan nasab,
persusuan maupun karena pernikahan. Dalam hal ini para ulama memberikan persyaratan
yaitu harus baligh dan berakal.
“Dari Abi Sa’id berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda; “Tidak halal bagi
wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bersafar selama tiga hari atau lebih
kecuali bersama ayah, saudara, suami, anak, atau bersama mahramnya”.
Hukum Menuntut Ilmu Bagi Wanita
Adapun ilmu ghair syar’I, seperti ilmu logika mantiq, ilmu kedokteran maka
tinjauanya berbeda. Jika memang ilmu tersebut mendesak dan sangat dibutuhkan maka ia
menjadi wajib untuk dipelajari. Namun, jika tidak mendesak maka hukumnya hanyalah
mubah saja.
Pada dasarnya, safar wanita tanpa mahram adalah haram. Hukum safar untuk
menuntut ilmu kembali pada hukum menuntut ilmu itu sendiri. Safar yang dilakukan
untuk menuntut ilmu syar’I adalah wajib karena menuntutnya pun wajib. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam sebuah kaidah bahwa suatu yang wajib, sunnah, mubah
maupun haram pastilah memiliki dua hal. Yaitu perkara itu sendiri dan perantara untuk
ِ الو ِس ْيلَةُ لَهَا أَحْ َكا ُم ال َمقَا
mencapainya. Kaidah tersebut berbunyi, “ ص ِد َ “. Yang artinya, “ Hukum
sebuah perantara tergantung pada tujuan yang dimaksudkannya”.
Adapun hukum safar tanpa mahram untuk menuntut ilmu syar’i diperbolehkan karena
terdapat hajah (kebutuhan penting) akan hal itu. Hal ini sebagaimana termaktub dalam sebuah
kaidah “ma hurrima li zatihi ubiha li aldharurati (sesuatu yang diharamkan karena zatnya,
dibolehkan karena darurat dan kaidah (ma hurrima saddan li al-dzari'ah ubiha li al-maslahah
ar-rajihah (sesuatu yang diharamkan karena ingin menutup jalan yang membawa kepada yang
haram (sad al-dzari'ah), maka ia dibolehkan untuk mendapatkan maslahat yang jelas.
Dilarangnya wanita bepergian tanpa mahram termasuk sesuatu yang diharamkan karena ingin
membendung jalan yang akan membawa kepada yang haram yaitu terjadinya kholwat dan
terjadinya sesuatu yang dapat merusak kehormatan wanita. Namun, jika memang safar tersebut
sangat dibutuhkan untuk sebuah kemaslahatan dan tidak didapati mahram, mungkin karena
kesibukan mahram yang ada dan tidak bisa ditunda atau karena wanita tersebut sudah tidak
memilki mahram lagi untuk dirinya serta hanya didapati sekelompok wanita lainya maka
diperbolehkan. Sehingga pada kondisi tersebut wanita dapat menjadi mahram untuk temanya.
Hal ini dikarenakan syariat tersebut ditujukan guna melindungi wanita, menjaga mereka dari
fitnah, dan tidak diragukan lagi bahwasanya safar wanita tanpa mahram dapat menyebabkan
terjadi finah.
Sebagai kalimat terakhir, sudah selayaknya kita selalu ingat bahwa Islam
merupakan agama universal. Dahulu saat Alloh subhanahu wa ta’ala mensyariatkan
syariat ini berarti Alloh juga tahu bahwa kelak zaman akan berubah. Bahkan Alloh lebih
tahu akan hal itu. Oleh karenanya kita percaya dan harus percaya bahwa syariatnya
selaras dan selalu relevan dengan perubahan zaman. Sebab tidak ada satupun syariatnya
yang mengalami kontradiksi dengan zaman. Wallohu musta’anu a’lam.