Anda di halaman 1dari 12

ASKEP AGREGAT DALAM KOMUNITAS :

KESEHATAN LAKI-LAKI

Disusun oleh :
SR. M. HUBERTA TAMBA FSE ( 032017101)

STIkes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah penulis telah mampu menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Askep Agregat dalam Kesehatan laki-laki “.
Makalah yang tersusun ini adalah hasil maksimal yang dapat penulis
sajikan. Penulis yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaaan, karena penulis
menyadari bahwa kami masih kurang berpengetahuan dalam menyajikan makalah
baik dari segi penyusunan, pengolahan maupun bahasa. Untuk menyempurnahkan
makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca kepada penulis agar dalam penulisan makalah selanjutnya bisa lebih
baik.
Dalam rangka menyusun makalah ini penulis sampaikan ucapan terima
kasih kepada teman – teman yang telah meluangkan waktu untuk bekerjasama
demi tersusunnya makalah ini, dengan semangat yang tinggi serta keinginan yang
keras akhirnya dapat mengatasi kesulitan – kesulitan dan terwujudlah makalah
yang sederhana ini.

Penyusun

Sr. M. Huberta FSE


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kejadian Kanker paru pada laki-laki Beberapa dekade terakhir ini,
kankerparu merupakan jenis kanker dengan insidentertinggi pada laki-laki. Pada
tahun 2012,kasus kanker paru di dunia dijumpai sekitar1,8 juta jiwa dengan angka
kematian sekitar1,31 juta jiwa.1 Cina menduduki urutanpertama angka kejadian
kanker paru padalaki-laki, yaitu sekitar 459 ribu kasus dan angka kematian 422
ribu kasus.2 Menurutpenelitian yang dilakukan di RSUP.H.Adam Malik Medan,
dijumpai jumlahpenderita kanker paru 63 orang pada tahun 2004, 88 orang tahun
2005, 68 orang tahun 2006, 70 orang tahun 2007. Jumlah ini terus bertambah
setiap tahun hingga mencapai 378 orang pada tahun 2008.
Penelitian yang dilakukan di Arab Saudi mendapatkan persentase kasus
kejadian kematian mendadak yaitu 17,5% dari total jumlah kematian yang ada,
dimana persentase kematian mendadak dengan jenis kelamin laki-laki sebesar
56% dan perempuan 42,2%.Di Provinsi Sulawesi Utara sendiri khususnya di
Manado pada penelitian yang dilakukan oleh Bhaskara et al.8 di Bagian
Kedokteran Forensik RSUP Prof Dr. RD Kandou Manado pada tahun 2012
mendapatkan persentase kematian menda-dak untuk laki-laki sebesar 87,5% dan
perempuan 12,5%.8 Berdasarkan laporan penelitian di atas didapatkan gambaran
hasil bahwa kemati-an mendadak lebih sering dialami oleh jenis kelamin laki-laki
daripada perempuan. Dalam hal ini penulis memaparkan asuhan keperawatan
yang dilakukan pada laki-laki.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiwa mampu menyusun Asuhan Keperawatn pada
kesehatan laki-laki
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Penyebab kematian laki-laki
di Indonesia
2. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Angka kesakitan laki-laki di
Indonesia
3. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Faktor-faktor menghambat
kesahtaan pada laki-laki
4. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Pola perawatan medis
5. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Pengkajian
6. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Diagnosa Keperawatan
7. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Perencanaan Keperawatan
8. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Pelaksanaan Keperawatan
9. Agar mahasiwa/i mampu mengetahui Evaluasi Keperawatan
BAB 2
PEMBABASAN

2.1 Penyebab dan angka kematian laki-laki di Indonesia


1. Kanker Paru
Salah satu penyebab kematian laki-laki di Indonesia adalah Penyakit
Kanker paru Jenis kanker dengan insiden tertinggi pada laki-laki. Pada tahun
2012, kasus kanker paru di dunia dijumpai sekitar 1,8 juta jiwa dengan angka
kematian sekitar 1,31 juta jiwa.1 Cina menduduki urutan pertama angka kejadian
kanker paru pada laki-laki, yaitu sekitar 459 ribu kasus danangka kematian 422
ribu kasus.
2. Hipertensi
hipertensi terjadi umumnya lebih tinggi pada laki-laki WHO telah memperkirakan
pada tahun 2025 nanti, 1,5 milyar orang di dunia akan menderita hipertensi tiap
tahunnya karena kebiasaan merokok sehingga Nikotin yang ada di dalam rokok
dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, bisa melalui pembentukan plak
aterosklerosis, efek langsung nikotin terhadap pelepasan hormon epinefrin dan
norepinefrin, ataupun melalui efek CO dalam peningkatan sel darah merah
3. Kecelakaan lalu lintas
WHO mencatat 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya dalam kecelakaan lalu
lintas dan 50 juta orang korban kecelakaan lalu lintas mengalami luka serius
maupun catat tetap, umumnya yang tewas dalam kecelakaan lalu intas berusia 15
sampai 44 tahun, dan 77% adalah laki-laki (WHO, 2011)

2.2 Faktor-faktor menghambat kesehatan pada laki-laki


Laki-laki Perokok merupakan faktor risikoterbesar untuk menderita kanker
paru.Sekitar 80-90% penderita kanker paru Konsumsi rokok yang semakin besar
danpaparan zat karsinogen yang lama menyebabkan insiden terjadinya kanker
parujuga semakin tinggi.
Hoffman (2007) menemukan bahwa terdapat hubungan antara jumlah
rokok yang dihisap dengan risiko terjadinya kanker paru yaitu, semakin banyak
jumlah rokok yang dihisap semakin besar kemungkinan seseorang menderita
kanker paru. Perokok dengan IndeksBrinkman berat memiliki risiko 10 kali besar
untuk menderita kanker paru dibandingkan perokok dengan Indeks Brinkman
ringansedang.
Menurut data WHO tahun 2011, pada tahun 2007 Indonesia menempati
posisi ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Merokok dapat
menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di dalam tembakau
yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri lebih rentan
terjadi penumpukan plak (arterosklerosis).

2.3 Pola perawatan medis


Memberi Saran dan Intruksi PengobatanPada Pasien Seperti terungkap
dalam hasil penelitian inibahwa menurut informan petugas klinisi,kebanyakan
perokok yang sudah sakit parahcenderung lebih mudah dimotivasi untukberhenti
merokok dan biasanya berhasil,sehingga dokter maupun petugas klinisi yanglain,
setelah memberikan edukasi kepadapasien tentang kaitan penyakit yang diderita
dengan risiko dari kebiasaan merokok, selanjutnya memberikan saran dan
instruksi pengobatan pada pasien tersebut secara tegas. Berkaitan dengan hal
tersebut, sebuah penelitian menyebutkan bahwa 69,2% mantan pasien TB
mendapatkan saran berhenti merokok dari dokter dan 30,3% mendapat saran dari
perawat selama masa pengobatannya.
Menurut peneliti, jika semua petugas kesehatan yang kontak dengan
pasien peduli untuk memberikan saran berhenti merokok, berpeluang
meningkatkan kesembuhan pasien penyakit yang berhubungan dengan perilaku
merokok.Saran dari petugas klinisi tersebut akan lebih diperhatikan, sehingga
akan mendorong keberhasilan pasien dalam upaya berhenti merokok.
Berkaitan hal tersebut, peran petugas kesehatan diyakini bisa mencapai
10% dalam mendorong pasien untuk berhenti merokok, yakni dengan
memberikan instruksi yang tegas kepada pasien perokok untuk tidak meneruskan
kebiasaannya.Selanjutnya, bila dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain ikut
menganjurkan berhenti merokok, maka akan meningkatkan angka keberhasilan
berhenti merokok sebesar 5%.Selanjutnya, pemberian saran dan instruksi
pengobatan kepada pasien hendaknya dituliskan dalam rekam medis pasien
tersebut.Seperti fakta yang ditemukan dalam penelitian ini, bahwa anamnesis
pasien tentang kebiasaan merokok, dan saran untuk mengurangi atau
menghentikan kebiasaan tersebut dituliskan di rekam medisnya. Menurut peneliti,
hal ini akan lebih menjamin kesinambungan evaluasi perkembangan pasien dalam
upaya berhenti merokok, selama proses penyembuhan penyakitnya. Selain itu,
juga sebagai media komunikasi antar petugas klinisi, tentang riwayat penyakit
pasien, serta terapi dan saran yang sudah diberikan petugas klinisi sebelumnya
pada pasien tersebut. Salah satu kegunaan rekam medis adalah sebagai alat
komunikasi antara dokter dan petugas klinisi lainnya, yang turut ambil bagian
dalam memberikan pelayanan, pengobatan, dan perawatan pasien.
2.4 Pengkajian
a. Etnis
Menurut anderson (2011) pengkajian ini terdiridari distribusi remaja
berdasarkan etnis dan kebiasaan-kebiasaan terkait dengan etnis yang
berdampak pada masalah kesehatan remaja dan agaya hidup remaja
yang berpengaruh terhadap remaja dengan perilaku merokok.
Keragaman suku dapat menimbulkan variasi terhadap nilai kesehatan,
sehingga program perencanaannya relatif akan lebih bervariasi
dibandingkan dengan suku yang realtif homogen.
b. Nilai dan keyakinan
Pengkajian ini meliputi kebiasaan baik dan buruk yang dilakukan remaja
terkait dengan perilaku merokok
c. Sub sistem
- Lingkungan fisik
Keadaan masyarakat, anggota masyarakat, struktur yang dibuat
masyarakat, perumahan, jarak, daerah penghijauan dengan
mengamati ventilasi, penerangan, penghijauan, dan limbah
- Pelayanan kesehatan sosial
Akses fasilitass yang ada, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia,
kegiatan yang tersedia untuk remaja, kegiatan sosial yang ada
dimasyarakat/sekolah
- Ekonomi
Pendapatankeluarga, pekerjaan orangtua, sumber uang saku dan
penggunaan uang saku
- Komunikasi
Komunikasi foormal dan non formal ini ditunjukkan untuk sarana
komunikasi yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
bahaya merokok
- Rekreasi
Penggunaan/pemanfaatan waktu luang tempat rekreasi remaja,
tempat kumpul-kumpul remaja, frekuensi remaja berekreasi
- Persepsi
Persepsi bahaya merokok pada remaja dapat dilakukan yang terdiri
dari pernyataan umum tentang kesehatan masyarakat setempat,
kekuatan masyarakat, masalah dan potensial masalah yang akan
diidentifikasi oleh perawat.

2.5 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan efektifan pemeliharaan kesehatan
2. Pola koping tidak efektif
2.6 Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakefektifan efektifan pemeliharaan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan bahaya merokok dan upaya pencegahannya
dilakukan minimal dua bulan sekali oleh petugas kesehatan
b. Memperbanyak media informasi dan poster untuk diberikan kepada
yang belum mendapatkan informasi
c. Koordinasid engan pembina kesehatan remaja untuk melakukan
pendamppingan dan pendidikan berkelanjutan
2. Pola Koping Tidak Efektif
a. Melakukan pendidikan kesehatan latihan keterampila hidup :
menolak ajakan negatif secara asertif
b. Terjadi peningkatan kemampuan secara signifikan dalam
menerima masukan dan mengevaluas diri dengan prinsip MET
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen stres
sebagai upaya pencegahan dan mengurangi kebiasaan merokok
pada siswa
d. Melakukan terapi peningkatan motivasi pada siswa yang
mempunyai kebiasaan merokok.

2.7 Pelaksanaan Keperawatan


1. Ketidakefektifan efektifan pemeliharaan kesehatan
Menurut Stanphone dan Lancaster (20102) pendidikan kesehatan
merupakan salah satu kegiatan dalam tindakan promotif dan preventif
melalui penyebaran informasi dengan tujuan meniingkatkan motivasi
masyarakat agar dapat berperilaku sehat. Screening dilakukan untuk
mengetahui lebih awal kebiasaan merokok, Teori Health Promotion Model
juga mengungkapkan bahwa proses kognitif dari hasil interaksi faktor
personal dengan situasi lingkungan akan membentuk perilaku kesehatan
individu (pender,Murdaugh, Perarsons 2002)
Jadi pelasanaanya dengan cara :
a) Melakukan screening perilaku merokok
b) Melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya meroko terhadap
kesehatan dan upaya mengatasi dan mengurangi kebiasaan merokok
c) Melakukan kampanye anti rokok bersama dengan peraya gerak melalui
penyebaran leaflet, poster, pin yang berisikan informasi tentang bahya
merokok bagi kesehatan
d) Melakukan pemantauan kebiasaan merokok bisa bekerjasama dengan
keluarga atau guru
2. Pola Koping Tidak Efektif
a) Memberikan ppendidikan sambil diskusi dengan tanya jawab
komunikasi asertif, yang dilanjutkan dengan roleplay menolak
ajakan negatif secara asertive sesuai dengan kasus yang diberikana
(merokok, minum-minuman alkohol)
b) Melakukan terapii peningkatan motivasi dengan menggunakan
prinsip MET yang teridir dari tiga sesi
- Mengidentifikasi masalah dan memberikan feedback
(nonkonfrontasi, tidak menghakimi)
- Menggali alasan untuk melakukan perubahan berfokus pada
peningkatan dirinya dimasa lalu dan kemampuan karakteristik
remaja untuk melakukan perubahan
- Mengedintifikasi hambatan, mengembangkan rencana perubahan

2.8 Evaluasi Keperawatan


1. Ketidakefektifan efektifan pemeliharaan kesehatan
- Terjadi peningkatan pengetahuan tentang bahaya merokok bagi
kesehatan
- Terjadi peningkatan sikap mengenai kebiasaan merokok
- Terjadi penurunan kebiasaan merokok
- Tersebarnya leaflet, poster serta upaya mengatasi dan mengurangi
kebiasaan merokok

2. Pola Koping Tidak Efektif


- Terjadi peningkatan pengetahuan tentang manajemen stres
- Demonstrasi teknik relaksasi napas dalam dilakukan dalam
kelompok kecil
- Merasa lebih rileks dan lebih tenang setelah melakukan teknik
relaksasi dalam
BAB 3
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Pola penyebab kematian tiap berbeda, walaupun ada beberapa daerah yang
mempunyai pola penyebab kematian yang hampir sama. Karena itu dari data
penyebab kematian dapat dimanfaatkan sebagai landasan untuk perencanaan
prioritas mengatasi masalah kesehatan pada daerah masing-masing. Sekaligus
untuk melakukan evaluasi apakah progam yang selama ini dilaksanakan
sudah sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Adyani, S. A. M. (2014). MET-MYTRI Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan


Komunitas Dalam Mengatasi Perilaku Merokok Pada Aggregate Remaja Di
Smp T Kelurahan Curug Kota Depok Karya.
Aktalina, L. (2019). Hubungan Tingkatan Berat Merokok ( Indeks Brinkman ) dan
Kejadian Kanker Paru. 12(1), 13–16.
Kandou, P. R. D. (n.d.). Hubungan antara Jenis Kelamin dan Kejadian Kematian
Mendadak.
Octavian, Y., Setyanda, G., Sulastri, D., & Lestari, Y. (n.d.). Hubungan Merokok
dengan Kejadian Hipertensi pada Laki- Laki Usia 35-65 Tahun di Kota
Padang. 4(2), 434–440.
Sari, F. R. (2014). Hubungan Karakteristik Remaja Dengan Kejadian Kecelakaan
Lalu Lintas Pada Komunitas Motor Sulut King Community (Skc) Manado.
24.
Sulistiyowati, N., & Senewe, F. P. (2014). Pola Penyebab Kematian Usia
Produktif (15-54 Tahun). April, 36–46.

Anda mungkin juga menyukai