Anda di halaman 1dari 31

KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

Disusun Oleh:

Sr. M. Huberta Tamba FSE

032017101

DOSEN :

Linda Tampubolon, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

T/A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

semua limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan

makalah yang berjudul “Kesehatan Anak dan Remaja “.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kesehatan Anak dan Remaja. Saya juga

menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari

kata sempurna.

Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat

sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan

serta pengalaman, sehingga nantinya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah

ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, 10 September 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................

1.2 Tujuan .........................................................................................................................

1.2.1 Tujuan Umum.................................................................................................

1.2.2 Tujuan Khusus................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI ..........................................................................................

2.1. Isu dan Kehamilan Bayi.............................................................................................

2.2. Masalah Kesehatan Anak...........................................................................................

2.3. Masalah Kesehatan Remaja.......................................................................................

2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Anak dan Remaja.......................................

2.5. Strategi Untuk Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja.....................................

2.6. Berbagi Tanggung Jawab Untuk Meningkatan Kesehatan Anak dan Remaja...........

2.7. Hukum dan Etik dalam Kesehatan Anak dan Remaja...............................................

2.8. Pengkajian..................................................................................................................

2.9. Diagnosa.....................................................................................................................

2.10. Perencanaan Keperawatan........................................................................................

2.11. Pelaksanaan Keperawatan........................................................................................

2.12 Evaluasi Keperawatan...............................................................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................................

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................

3.2 Saran............................................................................................................................

iii
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena

terjadi proses awal kematangan organ reproduksi pada manusia yang disebut masa

pubertas. Masa peralihan dari masa anak – anak menuju dewasa. Pada masa ini terjadi

perubahan dalam hal fisik maupun psikis. Masa remaja dibedakan menjadi masa

remaja awal usia 10 – 13 tahun, masa remaja tengah usia 14 – 16 tahun serta remaja

akhir pada usia 17 – 19 tahun (Rachmi, 2007). Kesehatan yang paling utama pada

masa remaja adalah kesehatan reproduksi. Masa remaja merupakan proses perjalanan

hidup dari masa anak – anak yang terbebas oleh tanggungjawab sampai pada masa

dewasa yang memiliki berbagai tanggungjawab (Manuba et al, 2009).

Situasi kesehatan reproduksi remaja usia 15 – 19 tahun adalah proposi pertama

kali berpacaran pada usia 15 – 17 tahun. Sekitar 33,3% remaja perempuan dan 34,5%

remaja laki – laki mulai berpacaran sebelum usia 15 tahun, sehingga mereka akan

memiliki resiko perilaku pacaran yang tidak sehat antara lain melakukan hubungan

seks pranikah, sebagian besar hubungan seksual pranikah didapatkan 57,5% pada laki

– laki, 38% pada perempuan, dan dipaksa oleh pasangan 12,6%. Kehamilan pada usia

muda sebaya dan guru, sedangkan pada perempuan menyukai sumber informasi dari

orangtua, tenaga kesehatan dan guru (Sri, 2016).

Hasil survey yang dilakukan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

didapatkan data dari 33 provinsi yang menunjukan 62,7% remaja SMP tidak perawan.

BKKBN tahun 2009 menyebutkan data yang sama bahwa terdapat 22,6% remaja

melakukan seks bebas. Sedangkan 89% remaja tidak setuju ada nya seks pranikah

1
tetapi pada kenyataan nya yang terjadi pada lapangan 82% remaja melakukan seks

pranikah dengan temannya (Arliani, 2013). Menurut BKKBN, program kesehatan

reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan,

kesadaran, sikap dan perilaku hidup reproduksi sehat bertanggungjawab, melalui

advokasi, promosi, KIE, konseling dan pelayanan kepada remaja yang memiliki

permasalahan khusus. Materi kesehatan reproduksi remaja mencakup aspek

kehidupan remaja yang terkait dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kehidupan

seksual serta berkeluarga. Di Jawa Tengah pada tahun 2010 khususnya pada Kota

semarang, tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi menunjukan 43,2 % memeliki

pengetahuan rendah, 37, 2 % memiliki pengetahuan cukup dan 19,5 memiliki

pengetahuan yang baik (PKBI, 2010).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui Konsep Kesehatan Anak dan Remaja

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Isu dan Kehamilan Bayi

2. Untuk mengetahui Masalah Kesehatan Anak

3. Untuk mengetahui Masalah Kesehatan Remaja

4. Untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Anak dan

Remaja

5. Untuk mengetahui Strategi untuk Meningkatkan Kesehatan Anak dan

Remaja

2
6. Untuk mengetahui Cara Berbagi Tanggung Jawab Untuk

Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

7. Untuk mengetahui Hukum dan Etik dalam Kesehatan Anak dan

Remaja

8. Untuk mengetahui Pengkajian yang dilakukan Untuk Meningkatkan

Kesehatan Anak dan Remaja

9. Untuk mengetahui Diagnosa Keperawatan yang dilakukan Untuk

Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

10. Untuk mengetahui Perencanaan Keperawatan yang dilakukan Untuk

Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

11. Untuk mengetahui Pelaksanaan Keperawatan yang dilakukan Untuk

Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

12. Untuk mengetahui Evaluasi Keperawatan yang dilakukan Untuk

Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Isu Kehamilan dan Bayi

Kehamilan merupakan kodrat seorang wanita sebagai salah satu fase kehidupan

dan merupakan fase reproduksi manusia yang berfungsi melahirkan janin sebagai

manusia baru di dunia. Banyak perubahan yang terjadi selama proses kehamilan sampai

3
bayi dilahirkan, baik perubahan fisik maupun psikososial akibat dari pertumbuhan dan

perkembangan janin. Banyak faktor yang mempengaruhi kehamilan, dari dalam maupun

dari luar yang dapat menimbulkan masalah, terutama bagi yang pertama kali hamil.

Perubahan yang terjadi pada kehamilan dapat berdampak pada aspek psikologis

kehamilan.

Setiap tahun di seluruh dunia terdapat jutaan wanita yang mengalami kehamilan.

Kehamilan terjadi karena direncanakan ataupun tidak direncanakan. Setiap kehamilan

seharusnya merupakan kehamilan yang diinginkan oleh ibunya, termasuk kapan

kehamilan dikehendaki dan berapa jumlah anak yang diinginkan. Kehamilan yang

diinginkan jika kehamilan terjadi pada waktu yang tepat atau memang sudah

berkeinginan untuk hamil (intended pregnancy). Namun tidak semua wanita menghendaki

dirinya hamil, bahkan dapat menimbulkan perasaan syok dan menyangkal kehamilan

tersebut. Tidak sedikit kasus wanita seperti ini yang mengambil jalan pintas yaitu dengan

menggugurkan kandungannya tanpa mempertimbangkan moral manusia sebagai makhluk

Tuhan

Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD/ unintended pregnancy) didefinisikan

sebagai kehamilan yang terjadi pada saat tidak menginginkan anak pada saat itu

(mistimed pregnancy) dan kehamilan yang tidak diharapkan sama sekali (unwanted

pregnancy). Gilda Sedgn melaporkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 213,4 juta

kehamilan di seluruh dunia dengan angka kehamilan usia 15-44 tahun 133 per 1000

wanita pada kelompok usia yang sama dan 40 persen diantaranya adalah angka kehamilan

yang tidak diinginkan. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara terdapat 18,8 juta total

kehamilan dan 44 persen diantaranya adalah KTD.

Wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dihadapkan pada dua pilihan,

yaitu tetap melanjutkan kehamilan atau menggugurkan kandungan dengan menanggung

4
risiko menghadapi bahaya bagi kesehatan karena cara pengguguran yang ditempuh

biasanya adalah aborsi tidak aman. atau pengguguran tidak aman menurut World Health

Organization(WHO) adalah suatu prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak

diinginkan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai atau

di lingkungan yang tidak sesuai dengan standar medis minimal atau keduanya. Aborsi

merupakan 1 dari 7 penyebab kematian ibu di dunia, dan hampir setengah dari kehamilan

tidak diinginkan berakhir dengan aborsi tidak aman

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan pada

seorang wanita. Penelitian Gipson JD, et al menunjukkan bahwa wanita yang berusia di

bawah 20 tahun mempunyai kemungkinan (risiko) 2,7 kali mengalami kehamilan tidak

diinginkan dan 2,3 kali pada wanita usia di atas 35 tahun. Sedangkan wanita yang tidak

menikah mempunyai risiko 2,5 kali untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan

daripada kehamilan yang diinginkan. Namun yang harus diperhatikan adalah kehamilan

yang tidak diinginkan selain mempunyai dampak kecenderung untuk melakukan aborsi,

dapat berdampak pula pada proses dan outcome dari kehamilan itu sendiri.

2.2 Masalah Kesehatan Anak

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan

bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam

perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2009).

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih

didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah

5
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan

masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Hasil dari beberapa penelitian diketahui

sebagian anak SD masih mengalami masalah gizi yang cukup serius. Hasil pengukuran

Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABMS) tahun 1998 menunjukkan bahwa

37,8% anak SD yang baru masuk sekolah menderita Kurang Energi Protein (KEP) dan

menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan

bahwa 47,3% anak usia sekolah menderita anemia, disamping menderita gizi kurang

diketahui pula bahwa di beberapa daerah perkotaan telah terjadi masalah gizi lebih pada

anak sekolah dasar

Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik

daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah mudah dijangkau oleh berbagai

upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok pihak

swasta, meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi pada anak sekolah yang

tidak memuaskan, misalnya berat badan yang kurang dan anemia defisiensi besi

(Sediaoetama,1993). Defisiensi zinc dan vitamin A banyak dialami oleh anak sekolah

(Gibney, et al., 2008).

Anak-anak yang berada pada tahap tumbuh kembang apabila energi dan zat gizi

yang masuk kedalam tubuh kurang, tentu akan dapat mempengaruhi proses

tumbuhkembangnya, jika tidak sarapan pagi bukan hanya energi saja yang kurang tetapi

juga zat gizi lainnya, jika hal ini terjadi berlarut-larut dan bahkan merupakan kebiasaan

dengan sendirinya pertumbuhan anak pun mungkin akan terganggu (Sitorus, 2009).

2.3 Masalah Kesehatan Remaja

6
Masa remaja adalah masa dimana sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan

persiapan strategi interfrensi perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak

perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang

mereka terima merupakan faktor penting yang turut menentukan keshatan reproduksi

mereka dimasa datang.

Menurut Robert Havinghurst dalam sarlito, seorang remaja dalam menghadapi tugas-

tugas perkembangan sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial

yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas itu adalah menerima kondisi fisiknya yang

berubah.

Menurut Program Kerja WHO ke IX (1996-2001) pada Mei 1994, masalah kesehatan

reproduksi ditinjau dari pendekatan keluarga meliputi :

a. Praktik tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti : mutilasi

genital, diskriminasi nilai anak).

b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa

kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja,

kekerasan / pelecehan seksual dan tindakan seksual tidak aman).

c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi

tidak aman.

d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,

persalinan, dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi anemia, bayi berat

lahir rendah.

e. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), yang berkaitan dengan Penyakit Menular

Seksual (PMS).

f. Kemandulan yang berkaitan dengan ISR / PMS

7
g. Sindrom pre dan post menopause (andropause), dan peningkatan resiko kanker

organ reproduksi.

h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah usia lanjut

lainnya

Masa remaja sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan persiapan strategi

intervensi perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak perempuan dan anak

laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang mereka terima

merupakan faktor penting yang turut menentukan kesehatan reproduksi mereka dimasa

mendatang.

Dixon menjelaskan bahwa kondisi seksual dikatakan sehat apabila seseorang berada

dalam beberapa kondisi. Pertama, terbebas dan terlindung dari kemungkinan tertularnya

penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual. Kedua, terlindung dari praktik-praktik

berbahaya dan kekerasan seksual. Ketiga, dapat mengontrol akses seksual orang lain

terhadapnya. Keempat, dapat memperoleh kenikmatan atau kepuasan seksual. Kelima,

dapat memperoleh informasi tentang seksualitas. Sedangkan, individu dikatakan bebas

dari gangguan reproduksi apabila yang bersangkutan dengan :

a. Aman dari kemungkinan kehamilan yang tidak dikehendaki

b. Terlindung dari praktek reproduksi yang berbahaya

c. Bebas memilih alat kontrasepsi yang cocok baginya

d. Memiliki akses terhadap informasi tentang alat kontrasepsi dan reproduksi

e. Memiliki akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan yang

aman

f. Memiliki akses terhadap pengobatan kemandulan (infirtility).

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Anak dan Remaja

8
1) Pengetahuan

Semakin baik pengetahuan remaja, maka semakin baik pula praktik

kesehatan reproduksinya. Pengetahuan yang rendah cenderung untuk

melakukan hubungan seks lebih dini. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

tingkah laku manusia sematamata ditentukan oleh kemampuan berfikirnya.

Makin berpendidikan seseorang, otomatis seseorang akan semakin baik

perbuatan-perbuatannya untuk memenuhi keinginan / kebutuhan. Menurut

Ancok, pengetahuan merupakan suatu proses yang dikumpulkan dari

penglihatan dan pendengaran secara bertahap (Ancok, 2002). Sedangkan

menurut Green, bahwa pengetahuan sebelum melakukan tindakan itu adalah

merupakan hal yang penting. (Green, 2000)

2) Sikap

Menurut Azwar, sikap adalah kecenderungan untuk memberikan

respon terhadap suatu obyek (stimulus) dalam bentuk perasaan memihak

(favaurable) maupun tidak memihak (unfavaurable) melalui proses interaksi

komponen-komponen sikap. Dengan demikian sikap remaja terhadap praktik

kesehatan reproduksi sehat adalah tidak memihak atau tidak mendukung

terhadap suatu obyek (stimulus). Karena sikap akan terwujud suatu tindakan

tergantung pada situasi saat itu, pada banyak sedikitnya pengalaman seseorang

mengacu kepada pengalaman orang lain (Azwar, 1998).

Dalam penelitian ini sikap remaja seringkali mengacu pada

pengalaman teman sebaya yang belum tentu pengalaman itu benar dan sehat

terhadap praktik kesehatan reproduksinya. Meskipun sebagian besar sikap

responden mendukung, namun karena pengaruh teman sebaya lebih besar

9
berpraktik buruk, maka merekapun akan mengikutinya dan akhirnya praktik

kesehatan reproduksinya buruk (Azwar, 1998).

3) Peran OrangTua

Semakin besar peran orangtua, semakin baik pula praktik kesehatan

reproduksi remaja. Orangtua memegang peranan penting untuk meningkatkan

pengetahuan anak remaja secara umum dan khususnya kesehatan reproduksi.

Karena orangtua merupakan lingkungan primer yaitu hubungan antar manusia

yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang

anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal

keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan -nilai dari

masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai

yang berlaku dalam keluarganya (Sianipar, 2000).

Peran orangtua yang ragu-ragu, menyebabkan remaja cenderung untuk

meniru apa yang dilakukan oleh orangtua dan jika kurang nyaman, remaja

mencari informasi sendiri tentang masalah kesehatan reproduksi yang

seringkali tidak benar, seperti melalui teman sebaya, internet, tabloid yang

dirasakan nyaman oleh mereka.

4) Peran Guru

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah

bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah

adalah sekolahnya. Akan tetapi, sekolah tidak lagi merupakan satu-satunya

lingkungan setelah lingkungan keluarga. Sekarang ini sangat terasa adanya

banyak lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya. Pasar

swalayan, pusat perbelanjaan, taman hiburan, warnet atau bahkan sekadar

warung di tepi jalan di seberang sekolah atau rumah salah seorang teman yang

10
kebetulan sedang tidak ditunggui orang tuanya, mungkin saja merupakan

alternatif yang lebih menarik daripada sekolah itu sendiri. Memang tidak dapat

diingkari bahwa pengaruh lingkungan masyarakat seperti teman sebaya,

terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar.

Menurut Zimmer-Gembeck (Suhandjati, 2002) teman sebaya amat

besar pengaruhnya bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja.

Informasi mengenai kesehatan reproduksi dan bimbingan seksual yang

diperoleh melalui teman sebaya (peer) sedikit banyak telah memberikan

dorongan untuk menentukan sikap seorang remaja dalam melakukan interaksi

dengan pasangannya. Lingkungan atau dukungan teman sebaya (peer

pressure) menjadi salah satu motivasi dan pembentukan identitas diri seorang

remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika dia mulai menegakan

hubungan asmara dengan lawan jenisnya. Ini menunjukan peran teman sebaya

merupakan salah satu sumber pengetahuan dan perilaku remaja tentang

kesehatan reproduksi. Hal ini terjadi karena remaja tidak memperoleh

informasi yang cukup dari guru di sekolah, akhirnya merekapun mencari

sumber informasi sendiri yang mereka anggap nyaman dan benar.

5) Akses Informasi

. Remaja cenderung mengakses adegan-adegan porno dibanding akses

informasi kesehatan reproduksi yang benar Usia remaja yang tidak

memperoleh pengetahuan kesehatan reproduksi yang benar dari orangtua,

mereka akan mencari informasi lain melalui gambar, teman, film yang

menyesatkan. Adanya informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki

sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab khususnya mengenai proses

reproduksi. Media memiliki potensi besar dalam mengubah sikap dan perilaku

11
masyarakat, terutama anak-anak yang relatif masih mudah terpengaruh dan

dipengaruhi. Apalagi dengan adanya Internet yang membuat kehidupan

manusia lebih mudah. Penggunaan internet yang makin intensif,

mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Quarniasasi (Suhandjati, 2002)

menyebutkan bahwa kecanduan akan internet juga akan menimbulkan

kejahatan baru bagi para pengaksesnya. Banyak informasi yang mereka akses

cenderung negatif yang dapat menyebabkan kemerosotan moral dan perilaku

dari para pengaksesnya. Teknologi ini bersifat netral, yaitu tergantung pada

para pemakainya memilih dampak yang positif atau negatif. Informasi negatif

tanpa sensor tidak terbendung di internet saat ini salah satunya adalah layanan

situs yang menyuguhkan gambar-bambar dan adegan-adegan porno.

2.5 Strategi Untuk Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

Sektor kesehatan memiliki peran penting dalam membantu remaja sehat dan sukses

dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangannya (WHO, 2008). Beberapa program

kesehatan reproduksi remaja telah dilakukan dan diujicobakan di beberapa negara.

Program-program tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan baik dalam proses

maupun evaluasinya. Program-program tersebut antara lain Adolescent Friendly (WHO,

2002; dalam UNPFA, 2009); MCFC (UNICEF, 2002); FC (Sun, 2002), dan PKPR

(Depkes, 2003). Program-program tersebut menunjukkan hasil yang positif dalam

peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dalam pemenuhan kebutuhan

reproduksi di komunitas, tetapi belum mampu melibatkan unit terkecil masyarakat yaitu

keluarga dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan remaja dalam pemenuhan

kebutuhan reproduksi berdasarkan latar belakang budaya keluarga dan masyarakat

setempat.

12
Program P2R berbasis sekolah memiliki keunggulan dalam aspek tujuan, sasaran,

tatanan, dan metode serta langkah program. Program P2R lebih menitikberatkan tujuan

program pada remaja sendiri, kelompok remaja, keluarga, dan masyarakat. Program P2R

memiliki sasaran yang lebih luas yaitu pada remaja di masyarakat yang diharapkan akan

dapat menerapkan pola kehidupan reproduksi yang sehat pada diri remaja, keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Hal ini sangat lebih menguntungkan apabila dibandingkan

dengan program PKPR. Cakupan program pelayanan kesehatan anak dan remaja dalam

bentuk PKPR oleh Departemen Kesehatan RI difokuskan didalam sekolah adalah 85%

dan diluar sekolah adalah 20% (Depkes, 2008). Program P2R dilakukan dalam tatanan

remaja di komunitas sehingga akan mudah diakses dan dijangkau oleh remaja

berdasarkan ketersediaan sumber daya, dana, dan waktu remaja di masyarakat. Hal ini

berbeda dengan program Friendly Clinics (FC) yang hanya sebatas kinik untuk remaja,

meskipun klinik tersebut berada di masyarakat tetapi kemungkinan tidak bisa diakses oleh

keluarga remaja karena memiliki jam kunjung dan harga pelayanan tertentu (Sun, 2002).

Program P2R memiliki metode yang lebih praktis melalui pembelajaran partisipatif

remaja mengenai kesehatan reproduksi. Kelompok remaja akan terhimpun dalam suatu

peer group remaja yang akan dipandu atau difasilitasi oleh perawat keluarga. Keluarga

dan remaja akan dilakukan deteksi tumbuh kembang kesehatan reproduksi, pengetahuan,

sikap, dan perilaku kesehatan reproduksi yang akan dibandingkan sebelum dan sesudah

mengikuti kegiatan P2R. Hal ini sangat lebih aplikatif apabila dibandingkan dengan

program My Future is My Choices (MFMC). Program MFMC diimplementasikan dengan

keterlibatan remaja dalam pengawasan dan manajemen harian dalam memberikan

ketrampilan hidup, pelatihan, mendistribusikan kondom dan materi-materi kesehatan

reproduksi ke sekolah-sekolah, meningkatkan askes layanan ke fasilitas kesehatan, dan

13
membantu setiap lulusan pelatihan untuk bergabung sebagai relawan untuk melanjutkan

program (UNICEF, 2002).

2.6 Berbagi Tanggung Jawab Untuk Meningkatkan Kesehatan Anak dan Remaja

Kebutuhan remaja mengenai program kesehatan remaja ialah mereka menginginkan

adanya kegiatan yang inovatif, kreatif, tidak monoton dan selalu baru. Supaya dapat

menarik perhatian remaja untuk terus meningkatkan derajat kesehatan mereka. Selain itu,

kegiatan yang dilakukan juga tidak hanya seputar kegiatan medis atau cenderung bersifat

kuratif. Menurut WHO, pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi namun

juga meliputi aspek mental dan sosial. Remaja menginginkan adanya peningkatan

kegiatan yang bersifat promotive dan preventif. Kegiatan yang seperti itu dapat dilakukan

dengan penyuluhan, sosialisasi, pemberian edukasi atau Pendidikan. Pendidikan

kesehatan merupakan segala suatu upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehinga mereka melakukan apa yang

diharapkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif dari promosi

kesehatan (Notoadmojo, 2012). Peran orang sekitar mereka sangat penting karena para

leluhur bertanggung jawab terhadap remaja karena para remaja lah yang nanti nya akan

melanjutkan kehidupan di dunia ini.

2.7 Hukum dan Etik dalam Kesehatan Anak dan Remaja

Masalah etika dalam praktik pediatri membawa masalah tersendiri karena

ketidakmampuan sang pasien (bayi atau anak) untuk memberikan informed consent. Pada

umumnya secara legal dan etis orangtua pasien dianggap sebagai pihak yang berhak

memberikan persetujuan untuk tindakan pengobatan maupun diagnostik. Namun hal

tersebut harus dibatasi selama tindakan orangtua tersebut memberi kebaikan pada anak,

14
atau setidaknya tidak memperburuk keadaan pasien. Dokter anak harus siap dengan

konsep informed consent (yang diberikan oleh anak remaja atau dewasa muda), parental

permission (izin), serta meminta assent kepada anak untuk melakukan tindakan medis

terutama yang bersifat traumatik, invasif, atau membawa bahaya tertentu.

Dalam tiap kesempatan sebaiknya dokter anak selalu meminta persetujuan kepada

pasien selama yang bersangkutan sudah memahami (meskipun sebagian) keuntungan dan

kerugian bila suatu tindakan dilakukan atau tidak dilakukan. Kunci utama dalam

pelaksanaan etika dalam praktik adalah komunikasi yang harus terselanggara dengan baik

antara dokter, orangtua, dan anak. Implikasi legal dari perbuatan yang tidak etis dapat

terjadi bila perbuatan dokter yang tidak etis tersebut menyebabkan kerugian di pihak

pasien, baik morbiditas, mortalitas, atau kerugian material.

Masalah etika dalam praktik menyangkut setiap langkah dalam pelayanan pasien,

mulai dari appointment, anamnesis, pemeriksaan fisis, tindakan diagnostik, tindakan

pengobatan, dan tindak lanjut. Rekam medis merupakan bagian dari tugas profesi dokter

untuk menjalankannya dengan baik. Banyaknya tuntutan terhadap apa yang sering

dituduhkan sebagai malpractice harus diwaspadai, dan untuk sebagian berkaitan langsung

dengan masalah etika itu sendiri.

Bila yang dihadapi adalah anak yang lebih besar atau remaja, maka proses

pengambilan keputusan menjadi sedikit berbeda. Dokter harus membimbing orangtua

agar pengambilan keputusan dilakukan dengan melibatkan anak dalam suatu proses

interaktif. Inilah yang disebut dengan child’s assent.

Besarnya peran anak dalam proses pengambilan keputusan ini sangat tergantung pada

tingkat perkembangan anak, dengan merujuk pada kemampuannya untuk memahami

informasi yang diberikan dan kemampuannya mengambil keputusan berdasarkan

informasi yang diberikan tersebut. Selama proses interaktif antara dokter, orangtua, dan

15
anak ini dokter harus lebih bijak dalam menggunakan kata dan istilah agar mudah

dimengerti oleh anak. Dokter juga harus jeli untuk menilai bagaimana kemampuan anak

menerima informasi, reaksi anak selama dan setelah diberikan informasi, serta tingkat

kemandiriannya dalam memberikan pendapat atau keputusan.

Pengecualian terhadap keperluan memperoleh consent, permission, atau assent dapat

berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Pengecualian dapat diklasifikasi

berdasarkan pelbagai aspek yaitu :

1) Pengecualian atas dasar keadaan gawat darurat. Untuk pelayanan gawat

darurat, lebih-lebih terhadap keadaan yang membahayakan jiwa, tidak

diperlukan consent atau permission, namun dokter wajib berusaha untuk

memperolehnya segera setelah keadaan memungkinkan.

2) Pengecualian atas dasar emansipasi. Seorang yang masih dikategorikan

sebagai anak (menurut Konvensi Hak Anak adalah di bawah usia 18 tahun)

dianggap independen dan dapat memberikan consent bila: ia sudah menikah,

remaja dalam dinas militer, remaja yang diberi hak oleh pengadilan, mereka

yang hidup terpisah dari orangtua dan secara finansial independen. Remaja

hamil atau remaja yang telah memiliki anak juga dianggap telah mampu

memberikan consent.

3) Pengecualian atas dasar asumsi bahwa remaja telah kompeten (mature minor):

remaja berusia 14 tahun atau lebih dapat dipertimbangkan layak memberikan

consent sepanjang dokter meyakni bahwa yang bersangkutan dapat memahami

jenis, manfaat, risiko tindakan dan lain-lain yang akan dilakukan terhadap

dirinya. Dalam hal ini yang harus amat dipertimbangkan adalah risiko

tindakan yang akan dilakukan serta kemampuan pasien. Bila terdapat keraguan

hendaknya dimintakan izin kepada orangtua.

16
4) Pengecualian atas dasar keadaan medis tertentu: remaja yang mencari

pertolongan kesehatan jiwa, pelayanan kontrasepsi, pemeriksaan HIV,

penyakit menular seksual, konsultasi ketergantungan obat, luka akibat

perbuatan kriminal, dan sebagainya.

2.8 Pengkajian

1) Pengkajian Data Inti (Core) ( Reni chairani , 2015. )

a. Demografi:  Jumlah  anak   usia   sekolah  keseluruhan,  jumlah  anak   usi

a sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.

b. Etnis:  suku bangsa, budaya, tipe keluarga.

c. Nilai,  kepercayaan dan agama: nilai dan kepercayaan yang dianut  oleh

anak usia  sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang   dianut,

fasilitas keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah.

2) Pengkajian 8 Sub Sistem

a. Lingkungan Fisik

1. Inspeksi:   Lingkungan   sekolah   anak     usia    sekolah,   kebersih

an lingkungan, aktifitas anak  usia sekolah di lingkungannya, data

dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.

2. Auskultasi: Mendengarkan aktifitas yang  dilakukan

anak  usia  sekolah dari guru kelas,  kader  UKS,  dan kepala

sekolah melalui wawancara.

3. Angket: Adanya kebiasaan pada  lingkungan anak  usia  sekolah

yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.

b. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial

17
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak  usia sekolah, bentuk

pelayanan kesehatan bila  ada,  apakah terdapat pelayanan konseling bagi

anak  usia sekolah melalui wawancara.

c. Ekonomi

Jumlah  pendapatan  orang   tua  siswa,   jenis   pekerjaan  orang   tua  s

iswa, jumlah uang  jajan  para siswa melalui wawancara dan melihat

data  di staff tata usaha  sekolah.

1. Keamanan: adanya satpam sekolah, petugas penyebrangan

jalan.

2. Transportasi : Jenis transportasi yang dapat digunakan anak

usia sekolah, adanya bis sekolah untuk  layanan antar  jemput

siswa.

d. Politik dan pemerintahan

Kebijakan pemerintah tentang anak  usia  sekolah,

dan  tata  tertib  sekolah yang harus  dipatuhi seluruh siswa.

e. Komunikasi

1. Komunikasi formal

Media komunikasi yang  digunakan oleh anak  usia sekolah

untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan

melalui buku dan sosialisasi dari pendidik.

2. Komunikasi informa

Komunikasi/diskusi yang  dilakukan anak  usia sekolah dengan

guru dan orang tua

peran   guru   dan   orang   tua   dalam   menyelesaikan  dan

18
mencegah masalah anak  sekolah, keterlibatan guru  dan  orang  tua

dan lingkungan dalam  menyelesaikan masalah anak usia sekolah.

Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis  kurikulum

yang digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di

sekolah.

3. Rekreasi

Tempat  rekreasi  yang   digunakan  anak   usia   sekolah,  temp

at  sarana penyaluran  bakat    anak

usia    sekolah   seperti   olahraga   dan    seni, pemanfaatannya,

kapan  waktu  penggunaan.

2.9 Diagnosa Keperawatan

Bentuk masalah keperawatan  komunitas pada kelompok khusus anak usia sekolah

yang dapat saudara rumuskan  menjadi diagnosa keperawatan seperti:

1. Risiko gangguan  tumbuh kembang pada anak usia sekolah

2. Risiko peningkatan  kejadian cedera  pada anak usia sekolah

3. Dapat  merumuskan  diagnosa  lain  sesuai  dengan  kondisi  masalah  kesehatan

komunitas yang ditemukan.

2.10 Perencanaan Keperawatan

Dapat   menggunakan    pendekatan pencegahan dalm membuat

perencanaan  keperawatan  yaitu :

1. Pencegahan  primer (primary prevention)

a. Program promosi kesehatan

19
1) Pendidikan kesehatan tentang : manfaat makanan  sehat dan cara

menaruh jajanan sehat,  kesehatan gigi dan mulut anak usia

sekolah, kebersihan diri (rambut, kulit, kuku, pakaian,

sepatu),  cara  mencuci tangan yang baik, kebutuhan  latihan fisik

anak usia sekolah,  cara  belajar yang baik dan konsentrasi, dan

lain-lain sesuai  kebutuhan anak sekolah.

2) Melakukan  pemeriksaan  kesehatan secara berkala (perawat dapat

meminta bantuan guru dan kader kesehatan sekolah untuk

melakukan pengukuran TB/BB setiap 4 bulan dan mencatatnya di

KMS anak sekolah).  Mengingat banyak sekolah yang ada di

wilayah binaan perawat, maka sebaiknya perawat sudah membuat

jadwal kunjungan tenaga kesehatan secara  berkala minimal 6

bulan sekali untuk tiap sekolah.

3) Memberikan layanan konseling tumbuh kembang anak usia

sekolah atau  masalah kesehatan

4) Membentuk kelompok sewaktu  anak usia sekolah   sebagai

support bagi anak sekolah,  orang tua atau  keluarga.

b. Program proteksi  kesehatan:

1) Pelayanan masyarakat : pemberian untuk anak SD kelas 1

pemberian OT dan SD kelas VI (waruta) pemberian TT.

2) Program  pencegahan kecelakaan  pada anak usia sekolah

seperti memfasilitasi zebra cross untuk  penyebrangan.

Menyediakan petugas yang membantu anak

sekolah  menyeberang, menganjurkan anak menggunakan

pelindung lutut atau helm jika bersepeda, rnenganjurkan

20
sekolah untuk menjaga kebersihan  lantai (membuat

tanda  peringatan  bila sedang dibersihkan), menganjurkan

sekolah untuk dapat memperhatikan keselamatan anak seperti :

tangga dibuat tidak curam, lapangan tidak

berbatu,   menganjurkan keluarga untuk

meningkatkan  pengawasan pada anak usia sekolah  khususnya

anak usia sekolah yang tinggal didekat jalan, tempat yang

berbahaya, pemantauan yang ketat terhadap  jajanan yang

dijual di sekolah.

3) Perlindungan anak usia sekolah dan child abuse dan orang

dewasa disekitarnya : meningkatkan kepedulian   masyarakat

terhadap keselamatan dan kesehatan anak usia sekolah,

termasuk  sikap guru yang mendidik bukan menghukum,

membuat sistem  pelaporan  dan sangsi yang jelas

apabila  menemukan anak usia sekolah yang mengalami

tindakan kekerasan baik fisik, emosional,  atau seksual dan

orang lain, untuk segera diproses secara hukum  yang berlaku

di Indonesia.

2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

a. Pencegahan dini dan pengobatannya, sebagai deteksi tumbuh kembang

anak sekolah, atau  penyakrt untuk segera ditegakkan diagnosis

dan  pengobatan sejak dulu.

b. Perawatan emergency,  misalnya ditemukan  pada anggota anak usia

sekolah yang mengalami  kecelakaan disekolah, atau  lalu  lintas

21
c. Perawatan akut dan kritis, dtberikan  pada anak usra sekolah yang

mengalami sakit akut seperti diare, demam,  dan lain-lain.  Perawatan

juga diberikan  pada anak usia sekolah dengan penyak  kronis.

d. Diagnosa dan terepi perawat komunitas dapat menegakkan  diagnosis

keperawatan dan segera memberikan terapi  keperawatannya.

e. Melakukan  rujukan untuk segera  mendapatkan  perawatan  lebih

lanjut

3. Pencegahan tersier (tertiary prevention)

a. Memberikan dukungan  pada upaya pemulihan  anak usia sekolah setelah

sakit dengan memelihara kondisi  kesehatan agar tumbuh kembangnya

optimal

b. Memberikan konseling perawatan  lanjut pada kelompok anak usia sekolah

pada  masa pemulihan

2.11 Pelaksanaan Keperawatan

Kita dapat menggunakan empat strategi dalam melaksanakan  perencanaan  yang

telah disusun sebelumnya, yaitu melalui  :

1. Pemberdayaan  komunitas sekolah

Hal yang penting dapat dilakukan  agar komunitas sekolah  peduli

terhadap  masalah kesehatan anak usia sekolah.

Pemberdayaan disesuaikan dengan kemampuan yang ada di komunitas,

misalnya :    sekolah  mendirikan  kantin sehat dan jujur, yang menjual jajanan

yang sehat (bebas pewarna buatan, bebas pengawet, serta

memperhatikan  masa kadaluarsanya) dan siswa di rasakan untuk jujur

mengambil dan membayar sendiri di kotak yang telah disediakan.

22
2. Proses  kelompok

Perawat komumtas juga dapat menggunakan  pendekatan  kelompok,

agar implementasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Kelompok yang

terdiri dari anak sekolah yang mempunyai masalah yang sama, kelompok ini

akan sangat bermanfaat membantu  keluarga  menemukan  solusi masalah

kesehatan. Contoh   di bentuknya  kelompok swadaya bantu anak  usia sekolah

yang mengatur gangguan  konsentrasi  belajar;  kelompok  untuk  dengan di

fasilitasi oleh guru dan perawat komunitas akan  mencoba  mengenal

penyebab  dan mencahkan solusi , serta  melainkan konsentrasi  anak. Anjuran

untuk latihan  berenang cukup efektif  untuk membantu anak belajar

konsentrasi.

3. Pendidikan  kesehatan

Pendidikan  kesehatan seperti dijelaskan  di awal  akan sangat

membantu anak sekolah meningkatkan  pengetahuannya untuk

merubah  perilaku hidup lebih sehat.

4. Kerukunan

Kerukunan  perlu dibentuk agar ada jejanng  kerja, contoh:  kerukunan

dengan pedagang kantin agar dapat menyediakan  makanan yang murah dan

sehat.  Kerukunan  dengan perusahaan/percetakan  buku yang dapat

memberikan buku murah  untuk anak. Tentu  masih banyak

lagi  kerukunan  yang dapat saudara  bangun dalam rangka meningkatkan

kesehatan anak usia sekolah.

2.12 Evaluasi Keperawatan

23
Perawat komunitas  bersama  komunitas dapat mengevaluasi semua

implementasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan yang

telah ditetapkan yaitu mencapai kesehatan anak usia sekolah dan remaja yang optimal.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masalah  kesehatan yang sering terjadi  pada anak usia sekolah yakni masalah

kebutuhan nutrisi (jajanan yang kurang sehat, kelebihan/kekurangan nutrisi

anoreksia),  masalah kebersihan , masalah gangguan  konsentrasi  belajar : resiko

keamanan dan kebiasaan  merokok  sejak dulu,  masalah  psikososial dan masalah

kekerasan  pada anak.

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak remaja meliputi Kebutuhan

remaja mengenai program kesehatan remaja ialah mereka menginginkan adanya kegiatan

yang inovatif, kreatif, tidak monoton dan selalu baru. Supaya dapat menarik perhatian

remaja untuk terus meningkatkan derajat kesehatan mereka. Selain itu, kegiatan yang

dilakukan juga tidak hanya seputar kegiatan medis atau cenderung bersifat kuratif.

Tingkat pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual

cukup rendah yang mengakibatkan banyaknya pelecehan seksual dan hubungan-

hubungan seks pranikah. Pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi perilaku

24
seseorang. Dalam asuhan keperawatan, pendidikan kesehatan dapat membantu

meningkatkan pengetahuan remaja,

3.2 Saran

Dalam pelayanan program Kesehatan Anak dan Remaja peran perawat dan

orangtua sangat berperan penting dalam hal ini ,untuk meningkatkan kinerja perawat

serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta didik. Dalam makalah ini

masih dalam ketidaksempurnaan, saya mohon untuk saran yang membangun untuk

kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

25
Cahyo, K., Kurniawan, T. P., & Margawati, A. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA Negeri 1 Purbalingga Kabupaten

Purbalingga. 3(2), 86–101. https://doi.org/10.14710/jpki.3.2.86-101

Darmawan, D. (2019). 済 無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Dini, L. I., Riono, P., & Sulistiyowati, N. (2016). Pengaruh Status Kehamilan Tidak

Diinginkan Terhadap Perilaku Ibu Selama Kehamilan Dan Setelah Kelahiran Di

Indonesia (Analisis Data Sdki 2012). Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(2), 119–133.

https://doi.org/10.22435/kespro.v7i2.5226.119-133

S, C. Y. (2019). Asuhan Keperawatan Kepada Remaja.

https://doi.org/10.31227/osf.io/ndwh3

S, C. Y. (2019). Asuhan Keperawatan Kepada Remaja.

https://doi.org/10.31227/osf.io/ndwh3

Sarweni, K. P., & Hargono, R. (2018). Demand Vs Supply Program Kesehatan Remaja Di

Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Jurnal PROMKES, 5(1), 77.

https://doi.org/10.20473/jpk.v5.i1.2017.77-88

Sastroasmoro, S. (2016). Masalah Etis dalam Proses Pengambilan Keputusan pada Praktik

Pediatri. Sari Pediatri, 7(3), 125. https://doi.org/10.14238/sp7.3.2005.125-31

Susanto, T., & Rahmawati, I. (2015). Pojok Remaja : Upaya Peningkatan Ketrampilan

Kesehatan Reproduksi. Jurnal Keperawatan, 3(2), 246–255.

https://doi.org/10.22219/JK.V3I2.2601

26
27

Anda mungkin juga menyukai