Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN TEORI

A. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya adalah berjudul
“Analisis Bentuk Dan Makna Ragam Hias Relief Candi Mirigambar Desa
Mirigambar Tulungagung” oleh Erliana Effendi tahun 2015 Jurusan Seni dan
Desain Universitas Negeri Malang. Penelitian Erliana Effendi tersebut,
memaparkan tentang bentuk-bentuk relief ragam hias yang ada pada Candi
Mirigambar dan cerita yang terkandung didalamnya. Hasil dari analisis tersebut
bahwa pada Candi Mirigambar banyak relief berbentuk manusia dimana itu
merupakan cerita dari suatu tokoh yang menggambarkan suatu peristiwa pada
masa lampau, tidak hanya itu Erliana Effendi juga memaparkan dengan detail satu
persatu dan dibandingkan dengan seksama hubungan antara relief satu dengan
yang lainnya. Bentuk relief yang sudah tidak terlihat juga di sketsa kembali
supaya pembaca bisa melihat dengan jelas bentuk dari relief ragam hias yang
terdapat pada Candi Mirigambar tersebut.
Cerita yang dimuat juga tidak luput dari cerita pemerintahan kerajaan
Majapahit oleh raja Hayam Wuruk, meskipun bentuk candi sudah tidak utuh tetapi
cerita yang disampaikan sangatlah jelas dengan informasi yang disampaikan.
Tidak hanya bentuk visual yang dipaparkan, tetapi juga makna dan cerita yang ada
pada bentuk relief ragam hias di candi tersebut. Bentuk-bentuk yang sudah tidak
terlihat jelas oleh penulis dibentuk kembali dalam sketsa gambar supaya terlihat
lebih detail bentuk yang hilang. Candi Mirigambar yang di teliti tidak cukup besar
seperti Candi Borobudur ataupun Prambanan, Candi ini tergolong kecil dan
disekelilingnya ada pagar pembatas karena ada beberapa puing-puing yang telah
rapuh. Bahan dasar candi tersebut pun dari batu andesit pada umumnya, karena
termakan oleh waktu jadi banyak sekali lumut-lumut pada candi tersebut yang
membuat bentuk relief ragam hias tidak terlihat atau terkikis. Penelitian saya
hampir sama dengan penelitian ini, yaitu meneliti bentuk visual dan makna yang
terkandung di dalamnya. Sebelumnya saya sudah ingin meneliti candi di daerah

9
10

sendiri yaitu Probolinggo dan kebetulan Candi Jabung cukup terkenal dan saya
memustuskan untuk meneliti relief candi tersebut, diwaktu yang sama ternyata ada
penelitian yang sama dengan kemauan saya dan itu cukup spesifik persamaannya
yang berbeda hanyalah tempat saja. Penelitian saya bukan berarti menjiplak
penelitian sebelumnya tetapi di jadikan pedoman dalam penelitain saya sendiri
untuk keperluan memenuhi data atau langkah-langkah apa saja yang harus
dilakukan selama penelitian sehingga memaparkan data yang didapatkan pada saat
dilapangan ke dalam penelitian skripsi ini.

B. KONSEP BENTUK RAGAM HIAS


Bentuk ragam hias merupakan bentuk keseluruhan dapat dikatakan bahwa
bentuk yang memiliki raut yang bermacam-macam, karena setiap benda memiliki
raut yang berbeda-beda. Konsep bentuk pada ragam hias merupakan sebuah
perulangan dari suatu susunan. Pola yang ditampilkan dapat berupa pola ragam
hias yang teratur , terukur, dan memiliki keseimbangan. Pola-pola yang terdapat
pada bentuk ragam hias meliputi pola simetris, pola asimetris, pola pengulangan,
dan pola bebas. Susunan dari ragam hias terdiri dari beberapa komponen-
komponen yang lalu digabungkan menjadi kesatuan.
Konsep bentuk ragam hias dari setiap bentuk berbeda-beda komponen
bentuk dalam membentuk suatu pola. Bentuk disetiap pola ragam hias pun tidak
bisa dirubah karena bentukan awal sudah dipatenkan dan memiliki arti sehingga
tidak bisa dirubah dari segi sisi manapun. Setiap komponen dalam pola yang
terbentuk juga memiliki nama tersendiri sebelum membentuk suatu ragam hias.
Di setiap daerah juga memiliki setiap pola yang berbeda dan memiliki arti yang
berbeda pula. Artian dalam ragam hias masuk dalam makna ragam hias karena
disitu dibahas lebih mendalam poin-poin tentang apa saja makna yang terdapat
dalam setiap ragam hias.
11

Gambar 2.1 komponen


bentuk pola salah satu ragam hias
(sumber:
Soepratno, B.A, 2004)

Gambar 2.1 merupakan beberapa


contoh komponen-komponen dalam
suatu ragam hias sebelum membentuk
pola dan disetiap komponen memiliki
nama sebutan sendiri. Contoh diatas hanya beberapa komponen bukan salah satu
pola yang membentuk. Dilihat terdapat beberapa komponen dari daun pokok ikal
hingga daun patram dan lain sebagainya, dalam gambar tersebut dapat dilihat
banyak pola lengkungan-lengkungan yang membentuk suatu pola terlihat sama
tetapi mempunyai sebutan yang berbeda-beda. Biasanya disetiap lengkungan
memiliki ciri khas yang berbeda dari setiap daerah karena memiliki arti tersendiri.
Konsep bentuk ragam hias sendiri tidak dapat dirubah ataupun ditambahkan suatu
pola karena sejatinya bentuk ragam hias yang dapat dilihat adalah bentuk paten
dari leluhur yang sudah dikonsep sedemikian rupa beserta artian yang diberikan.
Kita juga tidak dapat memodifikasi dengan sembarangan bentuk ragam hias
karena bisa merubah nilai estetika dan dapat merubah nilai dari ragam hias itu
sendiri. Materi ragam hias sendiri pun kita diajarkan bagaimana membuat
lengkungan yang sesuai dengan bentuk ragam hias itu sendiri karena tidak bisa
sembarangan karena dapat merubah bentuk estetikanya. Berikut beberapa contoh
lengkungan-lengkungan yang hanya terdapat pada beberapa bentuk ragam hias di
setiap daerah.
12

Gambar 2.2 komponen bentuk pola salah satu ragam hias


(sumber: Soepratno, B.A, 2004)
Gambar 2.2 dapat dilihat diatas terdapat beberapa bentuk lengkungan yang
berbeda menunjukkan dari beberapa ciri khas setiap daerah. Motif Majapahit
lengkungannya disebut jambul dan bisa dilihat lengkungannya sangat jelas
membentuk melingkar dan diulangi disetiap sisi. Berbeda dengan bentuk
lengkungan yang terdapat pada motif Pajajaran yang sekilas seperti tidak
membentuk tetapi kita tidak boleh merubah bentuk tersebut dan lengkungannya
disebut cula yang hanya ada pada motif ragam hias Pajajaran. Di bawah ini adalah
gambar bagian-bagian pada suatu motif ukiran dari setiap bagian-bagian memiliki
nama yang berbeda-beda dan ini menandakan bahwa dalam membuat suatu motif
tidaklah sembarangan atau tidak bisa merubah bentuk yang sudah ada.

Gambar 2.3 nama bagian-


bagian pada suatu motif ukiran
(sumber: Soepratno, B.A, 2004)
Ragam hias atau ornamen merupakan isian sebuah ruang kosong, dimana
ragam hias ini dapat berbentuk flora, fauna, ataupun geometris. Menurut
Soepratno (2004: 1) “ragam hias dimaksudkan untuk menghias suatu bidang atau
benda, sehingga benda tersebut menjadi indah seperti yang seperti kita lihat pada
berbagai macam benda”. Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya
akan menjadi pola yang diulang-ulang dalam suatu karya kerajinan atau seni
menurut Toekio (1987:9).
13

“Ragam hias hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat


sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam
bentuk visual, yang proses penciptaannya tidak lepas dari
pengaruh-pengaruh lingkungan. Ia ditunjukkan sebagai
pelengkap estetika. Rupanya di dalam bentuk ragam hias itu
terdapat pula makna simbolik tertentu menurut apa yang berlaku
syah secara konvensional, dilingkungan masyarakat
pendukungnya“.

Bentuk ragam hias merupakan sebuah tampilan dari suatu benda, dimana
tampilan bentuk ragam hias tersebut dapat mewakili dari makna dari sesuatu
benda tersebut. Menurut Sunaryo (2009:3) “ornamen atau ragam hias yang
dibutuhkan pada suatu produk memiliki nilai simbolik atau mengandung maksud-
maksud tertentu, sesuia dengan tujuan dan gagasan pembuatnya”. Bentuk dari
ragam dikatakan sebagai rupa atau wujud dari suatu benda yang memberikan ciri
yang khas pada benda tersebut dengan benda yang lain.
Ragam hias tak luput dari unsur-unsur yang terdapat di dalamnya seperti
garis, bentuk, bidang, tekstur, dan warna. Keseluruhan komposisi tersebut
membentuk satu kesatuan yang harmonis sehingga dapat ditafsirkan makna dari
unsur-unsur tersebut. Berbicara mengenai ragam hias tak luput dari jenis-jenis
yang terdapat pada ragam hias. Di lihat dari bentuknya ragam hias terdapat lima
bagian yaitu, ragam hias geometris, ragam hias figuratif, ragam hias flora, ragam
hias fauna, dan ragam hias dekoratif.
Ragam hias geometris adalah ragam hias yang bentuk dari motifnya
berupa bentuk-bentuk sederhana yang meliputi garis-garis atau bidang yang
dibuat secara berulang-ulang. Menurut Sunaryo (2009:1) “motif geometris
merupakan motif tertua dalam ornamen atau ragam hias karena sudah dikenal
sejak zaman prasejarah. Motif geometris berkembang dari bentuk titik, garis, atau
bidang yang berulang dari sederhana sampai pola yang rumit”. Motif geometris
merupakan motif yang paling sederhana yang biasa ditemukan pada barang atau
bangunan zaman prasejarah nenek moyang. Bentuk geometris sendiri banyak
ditemukan pada dinding goa-goa dan itu menjukkan adanya peradaban ditempat
tersebut pada jaman nenek moyang dan meninggalkan motif tersebut menjadi
bukti sejarah yang tertua.
14

Gambar 2.4 ragam hias geometris


(sumber: Soepratno, B.A, 2004)

Ragam hias flora merupakan ragam hias yang terbentuk bunga yang
diubah melalui stilasi dan deformasi. Menurut Toekio (1987:74) “ragam hias
kelompok ini, menggunakan pengalihan benda yang berasal dari daun, bunga,
pohon, serta buah-buahan. Namun bentuk tersebut disederhanakan untuk
memperoleh suatu kesan baru”. Ragam hias flora banyak sekali bentuknya karena
dapat diketahui banyak jenis bentuk flora di Indonesia dan disetiap daerah juga
biasanya memiliki bentuk flora yang menjadi ciri khas didaerah tersebut. Bentuk
ragam hias flora kebanyakan lebih detail dalam bentuknya sehingga membuat
tidak hilang nilai estetikanya

Gambar 2.5 ragam hias flora


(sumber: Soepratno, B.A, 2004)

Ragam hias fauna merupakan ragam hias yang diperoleh melalui


gambaran bentuk hewan-hewan yang ada dimuka bumi maupun hewan metologi
dimana proses pembuatan ragam hias ini menggunakan cara stilasi dan deformasi.
Ragam hias fauna atau binatang banyak kelompoknya dari binatang yang hidup di
darat, maupun binatang yang hidup di air. Jenis binatang dibedakan menurut alam
mereka tinggal bahkan beberapa motif menggunakan motif hewan mitologi
sebagai ragam hiasnya.
15

Gambar 2.6 Motif Fauna


(Sumber: Soepratno, B.A, 2004)

Ragam hias dekoratif merupakan ragam hias yang tercipta akan kebutuhan
manusia. Ragam hias ini tidak terikat pada pola-pola tertentu dan hanya
menggunakan kebebasan dalam berkreasi. Ragam hias dekoratif adalah motif
yang bisa dibilang modern dan bisa mengikuti zaman karena bentuknya yang bisa
dipadukan dan bermacam-macam bentuknya yang dapat ditemukan. Motif
dekoratif banyak digunakan dalam industri baik batik ataupun benda interior
lainnya.

Gambar 2.7 Motif Dekoratif


(Sumber: Soepratno, B.A, 2004)

Ragam hias figuratif merupakan ragam hias yang memiliki bentuk dari
figur manusia. Ragam hias figuratif merupakan bentuk-bentuk yang tampak
sedemikian rupa membentuk manusia ataupun tokoh wayang. Motif ragam hias
16

figuratif merupakan motif yang biasanya menggambarkan sosok nenek moyang.


Motif ini juga banyak ditemukan pada relief-relif candi manapun karena bukan
hanya sebagai bukti sejarang tetapi juga sebagai perantara dalam menceritakan
suatu kejadian bersejarah pada masa lampau atau menceritakan suatu tokoh.
Bentuknya pun sangat detail sehingga dapat dideskripsikan menyerupai bentuk
manusia walaupun tidak realistis.

Gambar 2.8 Motif Figuratif


(Sumber: dokumentasi pribadi,2019)

Fungsi dari ragam hias sebagai karya seni yang dibuat untuk mendukung
keindahan dari suatu produk dan memberikan makna dari suatu produk dan
memberikan makna dari suatu produk tertentu, serta sebagai pendukung dari suatu
karya atau produk tertentu.
Berbagai jenis ragam hias yang beragam ada di wilayah nusantara, dimulai dari
Sabang sampai Merauke, tak terkecuali dengan wilayah Jawa yang memiliki
motif-motif ragam hias tradisional yang sudah ada pada saat masyarakat jaman
kerajaan-kerajaan. Setiap wilayah kerajaan memiliki motif-motif yang berbeda
dengan makna yang berbeda pula disetiap wilayahnya.
Bentuk-bentuk ragam hias tradisional memiliki bentuk-bentuk khas dan
patokan-patokan dasar yang harus dipenuhi dalam pembuatannya. Hal ini yang
menyebabkan motif-motif yang berada di Indonesia memiliki kekayaan bentuk
namun tanpa meninggalkan patokan dasarnya. Berikut contoh-contoh motif yang
berada di wilayah Jawa dan banyak sekali macam dan coraknya sehingga sangat
sulit mengenal satu persatu motif tersebut. Perlu mengetahui pola dasar dan ciri-
17

ciri yang terdapat pada suatu motif. Pada umumnya motif-motif di Jawa banyak
menggunakan teknik stilasi dari tumbuh-tumbuhan, tidak hanya itu nama-nama
pada motif tersebut ada hubungannya dengan nama kerajaan yang pernah
berkuasa. Motif ini bersumber dari buku Soepratno (2004:13-27):

Tabel 2.1 Macam-macam motif menurut Soepratno (2004:13-27):


MOTIF KETERANGAN

Motif Pajajaran
Ciri-cirinya:
 Daun pokok berbentuk
ikal dan mempunyai
cula di mukanya
 Bentuk ukiran daun
semua berbentuk
cembung

Motif Mataram
Ciri-cirinya:
 Daun pokok berbentuk
daun patran
 Ukiran daun semua
berbentuk cekung
18

Motif Majapahit
Ciri-cirinya:
 Daun pokok berbentuk
ikal dan mempunyai
jambul di mukanya serta
memiliki angkup cekung
berikal
 Bentuk ukiran daun
berbentuk campuran,
yaitu bentuk cembung
dan cekung
Motif Bali
Ciri-cirinya:
 Daun pokok motif ini
berbentuk ikal dan
mempunyai sunggar
dimukanya
 Bentuk ukiran daun semua
berbentuk campuran yaitu
cembung dan cekung

Motif Cirebon
Ciri-cirinya:
 Ukiran daun motif ini
berbentuk campuran, yaitu
cembung dan cekung
 Adapula yang berbentuk awan
dan karang
19

Motif Pekalongan
Ciri-cirinya:
 Ukiran daun motif ini
berbentuk campuran, yaitu
cembung dan cekung

Motif Teratai
Ciri-cirinya:
 Motif Teratai merupakan
gubahan daun dan bunga
teratai yang disusun, sehingga
sangat indah, terutama pada
daun-daun yang tampak
melipat.

C. RELIEF CANDI
Relief candi tidak berbeda jauh dengan ragam hias karena keduanya saling
berkaitan dan sama-sama membentuk sebuah ukiran. Biasanya relief juga sama
seperti ragam hias terdapat di candi dan barang-barang bersejarah yang sampai
sekarang menjadi panutan dalam berkarya baik batik maupun kriya ukir. Menurut
Alwi (2002:943) “relief adalah gambar timbul atau pahatan yang menampilkan
perbedaan bentuk dan gambar dari permukaan rata disekitarnya”. Menurut
Susanto (2011:330) “relief merupakan karya yang cenderung dua dimensi dilihat
dari bentuk yang tersajikan pada bidang datar”. Pernyataan diatas menunjukan
bahwa relief memiliki volume atau bidang yang menonjol pada dasarannya dan
relief tidak hanya ukiran tetapi juga memiliki pesan atau cerita yang terjadi pada
20

masa lampau, bisa dikatakan sebagai media orang bercerita dan berkarya pada
masa dahulu dan mempunyai nilai budaya yang sangat kental sehingga sampai
saat ini menjadi ilmu budaya yang tertua.
Relief sama dengan ragam hias yang memiliki beberapa jenis, tentunya
jenis-jenis relief tersebut dilihat dari volume yang ditimbulkan pada bidang
tersebut maka relief dibagi menjadi beberapa jenis. Relief tinggi ukiran yang
timbul dengan penampilan volume lebih dari lima puluh persen pada dasarannya,
relief rendah memiliki ukiran yang timbul dengan volume kedalamannya
bermacam-macam dan kurang dari lima puluh persen dari dasarannya, relief
dangkal merupakan relief ukiran-ukiran tipis untuk menghilangkan ukiran
dasarannya, dan relief tenggelam memiliki ciri volume bentuk permukaan dinding
yang dibiarkan rata atau biasanya dicukil dalam permukaan dinding dasarannya.
Bentuk-bentuk relief yang ada pada Candi Jabung akan dimulai dari
bagian batur candi. Ukuran batur pada Candi Jabung adalah panjang 13,11 meter,
lebar 9,58 meter dan tinggi 12 meter. Pada bagian batur candi kali ini banyak
bagian relief yang tidak terlihat karena terkikis angin pantai dan banyak para
pengunjung yang mungkin memegang karena penasaran sehingga membuat
bentuk relief terkikis. Relief pada bagian batur candi hanya terdapat bentuk
suluran-suluran dan bentuk ragam hias fauna berbentuk seperti singa yang
menurut kepercayaan melambangkan kemakmuran atau kesejahteraan. Dapat
dilihat bentuk relief singa tersebut pada bagian ekor yang berbentuk bunga teratai
dan lagi-lagi melambangkan kemakmuran. Menurut Sunaryo (2009:3) “ornamen
atau ragam hias yang dibubuhkan pada suatu produk memiliki nilai simbolik atau
mengandung maksud-maksud tertentu, sesuai dengan tujuan dan gagasan
pembuatnya”. Menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan dan sangat berkaitan
bahwa setiap relief ada yang memiliki maksud atau nilai yang tesampaikan.
Tidak hanya bentuk-bentuk yang dijelaskan diatas tapi juga terdapat
bentuk ragam hias flora maupun fauna, figuratif, dekoratif, dan suluran-suluran.
Bentuk flora yang terdapat di candi keseluruhan banyak motif Majapahit termasuk
bentuk perisai yang terdapat pada bilik candi. Bentuk figuratif sendiri banyak
menceritakan tentang putri Sri Tanjung dan Patih Sidapeksa karena terdapat 19
relief yang terdapat pada kaki candi. Setiap relief yang terdapat pada candi
21

mengisahkan suatu cerita atau makna arti dari setiap relief, seperti contoh relief
fauna berbentuk singa berhadapan pada batur candi yang memiliki makna seperti
sifat manusia yang merasa selalu tidak puas akan apa yang didapatkan dan selalu
ingin lebih atau bisa dibilang sifat keserakahan manusia di dunia. Pembagian
candi ini akan dijelaskan dari setiap bagian-bagian relief yang terdapat di setiap
badan candi, mulai dari bagian batur candi sampai atap candi. Bagian yang paling
banyak memiliki relief adalah kaki candi kumai atas karena ada sekitar 19 relief
Putri Sri Tanjung dan disetiap reliefnya terdapat cerita yang berbeda-beda dalam
adegan yang terbentuk pada relief.

Gambar
2.9 Contoh Relief
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019)

D. SEJARAH RELIEF SINGA


Mengingat adanya hubungan yang erat antara hasil kesenian dengan
keagamaan, maka pengamatan terhadap ragam hias yang terlukis pada benda-
benda yang mempunyai nilai keagamaan, sedapat mungkin diusahakan untuk
mencari makna yang tersembunyi di balik ragam hias tersebut. Nenek moyang
kita lebih cenderung menyampaikan pesan-pesan yang berhubungan dengan
masalah falsafah hidup melalui simbol-simbol agama hias yang terdapat di dalam
kesenian Jawa Hindu secara umum dapat digolongkan atas gambar-gambar
athropomorf, gambar-gambar binatang, tumbuh-tumbuhan dan pola-pola
22

geometris. Salah satu contoh yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah
gambar binatang singa. Sebenarnya penelitian terhadap fauna yang terdapat pada
relief candi-candi di Jawa sudah pernah dilakukan oleh para ahli. Penelitian yang
terakhir dilakukan Menurut Gleh S. Kadarsan etal (1977: 3:11) “binatang singa
(Phantera leo) adalah binatang asing yang tidak terdapat di pulau Jawa. Oleh
karena itu hadirnya binatang asing pada relief candi di pulau Jawa, memberikan
petunjuk bahwa para pemahat banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar.
Faktor-faktor tersebut mungkin berupa: (1) tenaga-tenaga asing (orang Hindu)
yang diperbantukan kepada para pemahat; (2) ada contoh-contoh gambar, model
atau uraian tertulis; (3) para pemahat telah pernah melihat binatang-binatang
tersebut di luar lingkungannya”.

Menurut Timbul Haryono (1980) “Jika dalam kalangan ini dibicarakan


masalah binatang singa dalam kesenian Jawa Hindu, bukanlah ditujukan untuk
mengkaji kembali penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli terdahulu.
Seperti telah kita ketahui bahwa dapat dilihat adanya pahatan singa pada candi-
candi bersifat budha seperti Candi Borobudur, Candi Ngawen”. Menurut Th. van
der Hoop (1949:150):

“Akan tetapi kalau diingat bahwa binatang singa adalah binatang asing
yang hidupnya pada zaman dahulu ada di India, maka singa sebagai
lambang dan sebagai gambar hias, datang di Indonesia bersama dengan
kebudayaan Hindu”
Menurut Benjamin Rowland (1959:40) “Dalam kesenian kuna di Iran,
Mesopotamia dan Mesir, relief singa dianggap sebagai simbol matahari”. Maka
dapat disimpulkan bahwa penempatan patung singa tersebut jelas bersumber dari
kebiasaan di India, Selain itu juga untuk mendapatkan sifat keagungan terhadap
bangunan candi utama. Bahkan bukan hanya singa dalam bentuk patung saja yang
menghiasi akan tetapi juga singa dalam bentuk relief. Singa digambarkan dalam
sikap duduk dengan kedua kaki belakang. Kaki depan diangkat ke atas. Dari
badannya dipahatkan pola hiasan tumbuh-turnbuhan berbentuk sulur-sulur. Untuk
mendapatkan rasa agung terhadap kompleks percandian.

Beberapa bentuk relief singa juga memiliki arti yang beda dalam bentuk
kaki ataupun bentuk badan lainnya, seperti contoh bentuk kaki yang diangkat ke
23

atas dengan kaki yang hanya berpijak pada tanah dan menegakkan dada memiliki
arti yang berbeda-berbeda tergantung adegan yang terdapat dalam relief tersebut.
Pengaruh ini dibawa oleh budaya India yang berpengaruh besar di Jawa
khususnya pada masa pemerintahan Majapahit yang berkembang pesat dalam
masyarakat. Pembentukan ragam hias tentunya tidak lepas dari cerita-cerita
mitologi yang ada di masyarakat sehingga memiliki nilai atau makna tersendiri
dari setiap bentuknya.

Masuknya pengaruh relief singa di Nusantara juga bisa dari


ketenagakerjaan orang asing yang menjadi pemahat di Indonesia. Pada jaman
masa kerajaan Majapahit banyak pengaruh-pengaruh luar yang masuk karena pada
saat itu Indonesia masih belum terbentuk dengan sempurna bentuk
pemerintahannya, jadi tidak heran jika bangunan suci yang ditinggalkan memiliki
pengaruh-pengaruh yang berbeda dari dalam Nusantara karena terdapat nilai
campuran yang digabungkan dari budaya luar tapi tidak merubah nilai-nilai
budaya Indonesia itu sendiri. Karena percampuran tersebut maka itulah hasil dari
bentuk-bentuk binatang yang direalisasikan sangat berbeda dengan aslinya atau
disebutnya binatang mitologi.

Ragam hias dengan bentuk singa merupakan dekorasi terbaik dalam


bangunan suci. Bentuk singa dianggap agung karena kepercayaan baik dari agama
Budha atau Hindu dan di setiap. Karena bentuk singa dipercaya memiliki
keagungan dalam bentuk badan yang gagah dan wajah sangar, tidak hanya singa
yang dipercaya sebagai binatang suci tetapi banyak hal lainnya seperti gajah,
naga, dan pastinya disetiap banguanan suci terdapat salah satu dari bentuk
binatang diatas. Semuanya memiliki arti berbeda-berbeda dari segi bentuknya
tergantung bentuk yang dibuat dalam bangunan. Bangunan suci tidak semena-
mena karena ingin dibuat, tetapi juga memiliki maksud seperti halnya
dibentuknya relief di dalam bangunan dan pasti sudah diplih relief-relief yang
akan dibuat sesuai dengan maksud yang akan disampaikan.

1. Singa Berhadapan
24

Pada relief kedua kali ini ada relief ragam hias yang berbentuk dua ekor
singa yang berhadapan di setiap batur candi, tetapi tidak hanya di batur candi
relief berbentuk singa juga terdapat pada beberapa bagian karena melambangkan
keberanian atau penjaga. Dalam relief ini dua ekor singa berhadapan bermakna
bahwa singa sebagai gambaran nafsu yang bersifat buas dan di alam dunia nafsu-
nafsu tersebut sering mengalami benturan satu sama lain. Kebanyakan arti lainnya
singa melambangkan keberanian atau ketangguhan, tetapi kali ini di bagian ini
dilambangkan seperti kenafsuan yang tidak ada hentinya.
Pada bagian kanan kaki candi terdapat juga motif ragam hias fauna yang
berbentuk singa dapat dilihat pada gambar diatas terdapat bentuk kaki dan bagian
kepala yang sudah tidak jelas terlihat karena terkikis angin pantai. Bentuk lain dari
ragam hias diatas adalah bagian ekornya yang berbentuk bunga teratai dan
melambangkan kesejahteraan atau kemakmuran. Bentuk dari ragam hias diatas
sebenarnya singa yang saling berhadapan satu sama lain tapi beda sisi atau
menyudut, dapat dilihat dari contoh gambar dibawah jika gambar diambil dari
titik sudut diantara dua kepala singa. Dari sisi lain arti kemakmuran bahwa singa
melambangkan keberanian atau penjaga yang kuat. Saat ini sudah tidak terlalu
jelas terlihat bentuk dari ragam hias diatas karena cerita dahulu ditimbunnya candi
dan terkena angin pantai sehingga terkikis dan sudah tidak terlihat lagi bentuk dari
relief ragam hias tersebut.
Relief yang pertama ada pada batur candi kumai bawah yaitu motif ragam
hias Majapahit yang disebut warga sekitar sulur gelung berbentuk pola tanaman
sulur yang berulang bentuknya namun terbalik arah putaran sulurnya. Menurut
Soepratno (2004: 1) “ragam hias dimaksudkan untuk menghias suatu bidang atau
benda, sehingga benda tersebut menjadi indah seperti yang seperti kita lihat pada
berbagai macam benda”. Dapat disimpulkan dan kuat adanya bahwa ragam hias
juga dimaksudkan sebagai menghias suatu bidang termasuk candi.
Pada kanan bagian depan candi terdapat bentuk ragam hias Majapahit yang
mengelilingi kaki candi, sangat disayangkan bentuk ragam hias ini hanya jelas
dibagian sebelah kanan, sedangkan dibagian sebelah kiri sudah terkikis dan tidak
terlihat jelas bentuknya. Terdapat pada batur candi, tetapi hampir di semua relief
ragam hias yang terdapat pada Candi Jabung merupakan ragam hias Majapahit
25

karena Candi Jabung dibangun pada masa kerajaan Majapahit jadi tidak menutup
kemungkinan banyak ragam hias Majapahit menjadi peninggalan pada Candi
Jabung.

E. CANDI JABUNG
Candi Jawa Timur mempunyai ciri yang berbeda dari candi-candi di Jawa
Tengah. Banyak perbedaan yang sangat terlihat jelas dari bentuk dan ciri-cirinya.
candi di Jawa Timur tidaklah berbentuk besar dan luas seperti Borobudur ataupun
Prambanan karena candi Jawa Timur lebih artistik. Kaki candi di Jawa Timur
pada umumnya lebih tinggi daripada bentuk lainnya. Candi Jawa Timur juga
terdapat tangga yang menghubungkan ke arah tubuh candi. Berbicara mengenai
tubuh candi di Jawa Timur pada umumnya berbentuk ramping dan tinggi. Banyak
perbedaan yang nampak juga dari relief pada candi Jawa Timur yang dipahat tipis
bergaya simbolis dan tokoh yang diambil berasal dari tokoh-tokoh wayang.
Rentang waktu pembangunan di Jawa Timur lebih panjang daripada
pembangunan candi di Jawa Tengah. Bahan yang digunakan juga beda karena
pada masa pemerintahan Majapahit biasanya menggunakan batu bata merah. Pada
saat surutnya kerjaan Majapahit dengan masuknya Islam ke pulau Jawa membuat
bangunan-bangunan suci Hindu-Budha mulai dilupakan oleh masyarakat dan
menjadi peninggalan bersejarah dan tidak dirawat kembali sehingga banyak yang
mengalami kerusakan hingga batanya diambil untuk membuat pondasi rumah-
rumah warga.
Candi di Jawa Timur pada umumnya berbahan batu bata merah hal ini
menunjukkan bahwa mudah rapuhnya bentuk candi tersebut, tidak hanya itu
relief-relief yang terbentuk pun mudah uas dibandingkan dengan bahan
pembangunan candi di Jawa Tengah. Bukan hanya termakan usia tetapi terkena
angin pun batu bata merah bisa saja terkikis sedikit demi sedikit sehingga banyak
bentuk yang sudah hilang dan adapun candi yang harus dilakukan pemugaran
supaya bisa berdiri kokoh kembali.
Candi Jabung menurut narasumber dan buku arsip Candi Jabung memiliki
arsitektur dengan ketinggian 8 meter dengan lahan seluas 20.042 meter persegi
diatas permukaan laut. Candi Jabung memiliki ukuran panjang 13,13 meter, lebar
9,60 meter, dan tinggi 16,20 meter. Letak Candi Jabung sendiri terletak di
26

kecamatan Paiton. Jarak Candi Jabung dari pusat Kota Probolinggo adalah 25 km
dan 5 km dari Kraksaan (ibukota Kabupaten Probolinggo sekarang). Posisi candi
ini pun melalui Jalan Raya Situbondo-Probolinggo. Desa Jabung pesisir terdapat
jembatan Sungai Pancar Glagas, diujung awal jembatan tersebut kita berbelok ke
arah barat melewati jalan kecil beraspal yang bernama jalan candi.
Candi Jabung merupakan sebuah candi peninggalan jaman Kerajaan
Majapahit yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Candi
Jabung ini diperkirakan dibangun pada tahun 1276 saka atau 1354 Masehi karena
adanya pahatan angka tahun menggunakan huruf Jawa pada bagian atas pintu bilik
Candi. Pada saat Raja Hayam Wuruk mengadakan perjalanan ke daerah Timur
(Lumajang) setelah sampai di Kalayu (Sajabung/Jabung Candi) berhenti untuk
mengadakan upacara persembahan. Kalayu sendiri adalah nama desa perdikan
kasugatan, tempat candi makam sanak kadang Baginda Raja Hayam Wuruk. Pada
saat perjalana diperkirakan Baginda Raja Hayam Wuruk sekaligus membangun
Candi Jabung dan selesai pada tahun 1276 saka (1354 M). Pada hari selanjutnya
Raja Hayam Wuruk dan rombongan melanjutkan perjalanan sampai di Pajarakan.
Raja Hayam Wuruk melakukan perjalanan sebelum Candi Jabung dibangun dan
setelah selesai dibangun. Sebagai lokasi yang telah ada sejak jaman Kerajaan
Majapahit maka daerah sekitar Candi Jabung dahulu disebut sebagai daerah
Kalayu. Nama daerah tersebut adalah Desa dan Dusun yang terletak disekitar
Candi Jabung yang biasa disebut “Sajabung”.
Candi Jabung dibangun untuk menghormati kerabat perempuan Pangeran
Bhra Gundal, seorang kerabat kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan
kerajaan Raja Hayam Wuruk. Namun kebanyakan fungsi candi di Jawa Timur
ataupun Jawa Tengah mirip dengan fungsi Pura di Pulau Bali sebagai pemujaan
kepada para dewa bagi umat agama Hindu dan Budha. Candi Jabung bila dilihat
dari sisi bangunannya ialah bernafaskan agama Budha karena didasari pada
bentuk tubuh Candi Jabung yang berbentuk silinder dengan atap berbentuk
lingkaran. Lingkungan Candi Jabung tidak hanya satu bangunan saja, tetapi
terdapat Candi Menara Sudut yang lokasinya tidak jauh dari Candi Jabung.
Pembagian wilayah halaman candi menegaskan bahwa Candi Muara Sudut bukan
sebuah candi melainkan bangunan sudut pagar tembok halaman Candi Jabung.
27

Pembagian halaman Candi Jabung dapat didasari menurut fungsinya sama dengan
pembagian halaman Pura di Bali. Pembagian wilayah halaman ini berhubungan
untuk tempat persembahyangan.
Candi Jabung telah mengalami masa pemugaran karena kerusakan yang
cukup parah dan pada tahun 1983-1987 dimulainya pemugaran Candi Jabung.
Adanya pemugaran ini guna untuk tetap melestarikan keindahan cagar budaya
yang ada supaya tidak menghilangkan jejak peninggalan nenek moyang. Candi
Jabung terbagi menjadi 4 bagian yaitu batur candi, kaki candi, tubuh candi, atap
candi. Setiap bagian memiliki makna tersendiri sesuai dengan bagian tempatnya,
seperti batur candi(kaki candi kumai bawah) banyak bagian-bagian relief yang
berhubungan dengan gambaran kehidupan duniawi. Bagian kaki candi banyak
menggambarkan dunia fana karena terdapat relief putri Sri Tanjung dan Patih
Sidapeksa, dan bagian tubuh candi menandakan kehidupan alam sebagai
penghubung ke dunia fana. Sebagai implementasinya tergambar pada tubuh candi
yang berbentuk silinder. Banyak ditemukan juga bentuk-bentuk ragam hias
Majapahit, tidak hanya itu terdapat dua jenis kepala raksasa kala dan naga, tapi
sayangnya kepala naga tersebut sudah hilang sehingga hanya beberapa bagian saja
seperti sisik yang masih terlihat. Terakhir atap candi yang berbentuk stupa dan
hanya terdapat suluran-suluran yang berbentuk seperti tempat ibadah umat Hindu
dan Budha. Bentuk-bentuk yang dijelaskan diatas tapi juga terdapat bentuk ragam
hias flora maupun fauna, figuratif, dekoratif, dan suluran-suluran. Bentuk flora
yang terdapat di candi keseluruhan banyak motif Majapahit termasuk bentuk
perisai yang terdapat pada bilik candi. Bentuk figuratif sendiri banyak
menceritakan tentang putri Sri Tanjung dan Patih Sidapeksa karena terdapat 19
relief yang terdapat pada kaki candi. Setiap relief yang terdapat pada candi
mengisahkan suatu cerita atau makna arti dari setiap relief, seperti contoh relief
fauna berbentuk singa berhadapan pada batur candi yang memiliki makna seperti
sifat manusia yang merasa selalu tidak puas akan apa yang didapatkan dan selalu
ingin lebih atau bisa dibilang sifat keserakahan manusia di dunia. Pembagian
candi ini akan dijelaskan dari setiap bagian-bagian relief yang terdapat di setiap
badan candi, mulai dari bagian batur sampai atap candi. Bagian yang paling
banyak memiliki relief adalah kaki candi kumai atas karena ada sekitar 19 relief
28

Putri Sri Tanjung dan disetiap reliefnya terdapat cerita yang berbeda-beda dalam
adegan yang terbentuk pada relief. Candi Jabung telah mengalami masa
pemugaran karena kerusakan yang cukup parah dan pada tahun 1983-1987
dimulainya pemugaran Candi Jabung. Adanya pemugaran ini guna untuk tetap
melestarikan keindahan cagar budaya yang ada supaya tidak menghilangkan jejak
peninggalan nenek moyang.

Gambar 2.10 Candi Jabung Sebelum


Pemugaran
(sumber: Arsip Pemeritahan Kabupaten Probolinggo, 2014)

Struktur bentuk tampilan Candi Jabung terbagi menjadi tiga bagian saat ini
karena bagian bawah candi yang sudah tertutup oleh tanah maka ditetapkan kaki
29

candi yang terlihat saat ini. Ada bagian kaki candi, badan candi, dan terakhir atap
candi. Bentuk visual dan makna ragam hias relief Candi Jabung tersebut akan
dijelaskan sesuai dengan letak posisi relief pada bagian candi dimulai dari yang
terdapat pada kaki sampai atap candi. Pada bagian kaki sampai atap terdapat
tangga yang menuju ke atas bagian pintu diatas, tetapi kemiringan tangga tersebut
cukup curam sekitar 30-20 derajat kemiringan pada permukaan tanah.

Anda mungkin juga menyukai