NO. DOKUMEN : 01
NO. PEKERJAAN :
DAFTAR ISI
A. Desain Struktur ..................................................................................................................... 5
1.0 Umum .................................................................................................................................... 5
2.0 Durabilitas ............................................................................................................................. 5
3.0 Standar Desain dan Peraturan ............................................................................................. 6
4.0 Desain Pembebanan ............................................................................................................. 8
5.0 Beban Hidup Kendaraan ....................................................................................................... 8
5.1 Train Load Vertical Standard Vehicle Loads ........................................................................ 8
5.2 Faktor Dinamik untuk Memperhitungkan Beban Impact ................................................... 9
5.3 Beban Rem (Lfe & Lfn) ........................................................................................................ 10
5.4 Beban laterak kendaraan– Hunting Force (Hf) .................................................................. 10
5.5 Beban centrifugal (CF) ........................................................................................................ 11
6.0 Beban Angin ........................................................................................................................ 11
7.0 Efek Temperatur ................................................................................................................. 11
8.0 Beban Gempa...................................................................................................................... 12
9.0 Creep & Shrinkage pada Beton .......................................................................................... 15
10.0 Differential Settlement ....................................................................................................... 16
11.0 Desain Beban Kombinasi .................................................................................................... 16
12.0 Structural Design Information............................................................................................ 18
12.1. Spesifikasi Material ............................................................................................................ 18
12.2 Tegangan Izin ...................................................................................................................... 20
12.3 Selimut Beton Minimum ............................................................................................................ 21
12.3.1 Balok dan Girder ................................................................................................................. 21
12.3.2 Kolom .................................................................................................................................. 21
12.3.3 Beton yang langsung berhubungan dengan tanah (seperti. pile cap) .............................. 22
13.0 Perpindahan / Expansion Joints ......................................................................................... 22
14. Pondasi Pile ................................................................................................................................... 22
14.1 Pondasi Spun pile................................................................................................................ 22
A. Desain Struktur
1.0 Umum
Metodologi desain pada elemen strutur Light Rail Transit (LRT) mengacu pada sistem yang
direkomendasikan dalam peratutan ACI (American Concrete Institute) dan Transit Cooperative
Research Program (TCRP Report 155) serta didukung oleh peraturan Indonesia SNI (Standar Nasional
Indonesia).
Rekomendasi dari peraturan ACI, TCRP Report maupun SNI menjelaskan tentang klarifikasi
struktur utama maupun struktur tambahan pada desain LRT seperti persyaratan kuat leleh,
kemampuan layan, efesiensi biaya, metode konstruksi pada daerah padat serta faktor-faktor lain
yang mempengaruhi proses konstruksi pada tempat yang padat dan ramai seperti kota Jakarta.
Menurut TCRP Report 155, LRT adalah evolusi dari sistem teknologi kereta listrik. Kereta listrik telah
mendominasi transportasi dalam kota di Amerika sejak Perang Dunia ke-2. Namun setelah perang
selesai, sistem lama dengan menggunakan bus sebagai transportasi kota lebih banyak digunakan dan
hanya beberapa kereta listrik yang bekerja.
The American Public Transportation Association (APTA) mendefinisikan Light Rail Transit
sebagai sistem kereta listrik yang dapat beroperasi dengan satu atau lebih kereta baik di atas tanah,
di struktur jembatan, subway ataupun di jalan utama kota. Sistem LRT juga dapat menaikkan dan
menurunkan penampang di stasiun ataupun di jalan serta sistem LRT dapat dilengkapi dengan kabel
listrik.
2.0 Durabilitas
Durabilitas dan maintenance terhadapat struktur beton telah menjadi topik utama pada
Negara berkembang sejak tahun 1970. Pentingnya durabilitas tidak lah terhadap teknologi struktur
beton, desain atau proses konstruksi semata, tetapi juga terhadap faktor ekonomi (biaya). Faktor-
faktor tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi seperti berikut:
a. Persyaratan desain dan peraturan.
b. Faktor lingkungan seperti iklim dan kondisi geoteknik.
c. Teknologi material beton.
d. Metode konstruksi.
e. Umur desain.
f. Strategi perbaikan.
g. Persyaratan pembebanan.
h. Ekenomi seperti biaya keseluruhan dan keefektifan baiya.
i. Kemampuan layan dan keamanan.
Persyaratan ataupun faktor di atas telah digunakan lebih dari 10 tahun yang lalu.
26. ACI 358.1R-92 Analisa dan Desain beton bertulang dan baja prategang
pada guideway beam
27. AASHTO Peraturan tentang jalan dan transportasi
30. ASTM A 53 Spesifikasi untuk Pipe, Steel, Black dan Hot-Dipped, Zinc-
Coated, Welded and Seamless
31. ASTM A 416 Spesifikasi untuk baja prategang, Uncoated Seven-Wire
untuk beton prategang
32. ASTM A 421 Spesifikasi untuk Uncoated Stress-Relieved Steel Wire
untuk beton prategang
33. ASTM A 615 Spesifikasi untuk Deformed dan Plain Billet-Steel Bars
untuk beton bertulang
34. ASTM A 706 Spesifikasi untuk Low-Alloy Steel Deformed dan Plain
Bars untuk beton bertulang
35. ASTM A 722 Spesifikasi untuk Uncoated High-Strength Steel Bars
untuk beton bertulang
π E c Ig
f1 =
2l2 M
dimana:
l = Panjang span, as to as perletakan, (m)
M = Massa per panjang balok guideway, termasuk beban permanen yang bekerja pada balok
guideway, (kg/m)
Ec = Modulus elastisitas guideway, (Pa)
Ig = momen inersia balok guideway yang tidak retak, (m4)
Ketika beban centrifugal dan hunting force bekerja bersamaan, hanya beban yang paling
besar yang dipilih. Untuk desain rail dan struktur, hunting force akan diaplikasikan secara lateral pada
roda baja menuju atas rail pada tiap-tiap as kendaraan. Beban tidak diaplikasikan pada sistem rubber,
pada umumnya, kendaraan bergerak pada as kendaraan di rail, oleh karena itu, dibutuhkan
pertimbangan terhadap efek hunting.
Koefisien panas tiap 1oC akan diambil sebesar 12 x 10-6 untuk baja dan juga untuk beton.
Untuk tujuan perhitungan perpindahan panas, suhu aktual akan digunakan.
Faktor amplifikasi harus ditentukan untuk menghasilkan respon spekrum. Tabel di bawah
memperlihatkan faktor amplifikasi untuk FPGA, Fa and Fv.
Berdasarkan 3 variabel yang telah dijelaskan sebelumnya, maka desain respon spectrum dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Berdasakan peraturan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2012). Percepatan muka tanah untuk
daerah Jakarta adalah 0.20 g. Berdasarkan percepatan muka tanah tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa koefiesien yang digunakan untuk perhitungan beban gempa adalah sebagai berikut :
Ss: 0.7g
S1: 0.3g
Fa: 1.1
Fv: 1.8
Nilai koefisien untuk memperhitungkan over strength dan kapasitas daktilitas dari sistem kantilever
penahan beban lateral adalah sebagai berikut :
Struktur atas : R=3
Struktur bawah: R = 1.5
cr i kr kv kt
Dimana : kr = 4.250 - 0.025H
2
r
Untuk 0 < rv < 250 mm kv 1 v 0.7
250
Untuk rv > 250 mm kv 0.7
kt 1 e0.08 t
Dimana:
rv = Rasio volume-to-surface-area,
t = waktu pada hari beban diaplikasikan,
H = rasio kelembapan, dalam persen.
dan kelembapan dimana beton ditempatkan. Untuk proyek transit, perilaku creep dan shrinkage dari
campuran beton harus divalidasi sebagai bagian dari desain proses. Untuk elemen precast, hanya
creep dan shrinkage yang tersisa setelah element itu menjadi kesatuan dan itu harus diperhitungkan.
Karena kurangnya data dan prosedur, maka shrinkage saat hari ke-r setelah pengecoran beton
dengan berat normal dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
sh kv kt shu
Dimana regangan ultimate shrinkage, εshu, dapat dirumuskan sebagai berikut:
H 2
shu 550 1 10
6
100
2
r
Untuk 0 < rv < 300 mm kv 1 v 0.5
300
kt 1 e0.10 t
S1 1 1 1 1 1 1 1
S2 1 1 1 1 1 0.3 0.3 1 1
S3 1 1 1 1 1 0.3 0.3 1 1 1 1
S4 1 1 1 1 1 1 1
Kondisi Ultimate:
DESAIN KOMBINASI BEBAN ULTIMATE
(untuk desain pier dan cek kekuatan ultimate untuk struktur atas)
Group DL* SDL LL+I PS LFe WL+ WS CL CF or T SH+CR Diff EQ
WS HF
Dimana :
DL = Beban mati
Sdl = Beban mati tambahan
LL+I = Beban hidup + impact
PS = Efek prategang
WS = Beban angin pada Struktur
PT. ADHI KARYA (PERSERO) tbk Page 17 of 26
JOB NO. : _________
DESIGN STATEMENT
DOC. NO. : 01
LIGHT RAIL TRANSIT - JAKARTA
DATE REV
Juni 17, 2015 0
Baja Tulangan:
Minimum kuat leleh baja tulangan adalah sebagai berikut (N/mm²)
Mild Steel Plain Bar 240
Tensile Deformed Bar 400
Wire Mesh 500
(a) Pada kondisi transfer 1.00 fcr'= 4.24 MPa ( 0.6 fc' )
Baja Prategang
Tegangan maksimum untuk pretegang post-tensioning tidak boleh melebihi:
(i) Pada kondisi jacking min(0.85 fpu, 0.94 fpy)
(ii) Pada kondisi transfer min(0.74 fpu, 0.82 fpy)
(iii) Pada angkur dan couplers, setelah segera pengangkuran tendon 0.70 fpu
Baja Tulangan
(i) Kuat leleh minimum (fy) (dijelaskan pada tabel sebelumnya) Elastis Modulus = 200,000 MPa
(ii) Koefisien suhu termal =12E-06/1OC
(iii) Dan juga mengikuti peraturan AASHTO(2004)
12.3.2 Kolom
a. tidak terpengaruh oleh cuaca atau berhubungan langsung dengan tanah (mild) = 30mm
tetapi fbar
12.3.3 Beton yang langsung berhubungan dengan tanah (seperti. pile cap)
a. dicor berlawanan dengan beton ringan atau blockworks = 40mm
b. beton yang langsung berlawanan dengan tanah (bored pile) = 60mm
13.0 Perpindahan / Expansion Joints
Dalam praktik, tahap konstruksi harus digunakan untuk menunda konstruksi abutments dan
piers yang berdekatan hingga embankments dibangun. Jika tidak, joints pada dek harus didesain
untuk mengakomodasi kemungkinan pergerakan abutment/pier yang disebabkan oleh konsolidasi
setelah proses konstruksi dilakukan. Penggunaan closure dapat diaplikasikan untuk mengurangi efek
dari prestress.
Perpindahan/expansion joints dan perhitungan penting lainnya untuk mengontrol shrinkage
dan efek termal akan digabungkan dalam desain struktur sehingga kinerja struktur dalam berbagai
masa layan tidak dipengaruhi oleh kondisi kerja normal. Perpindahan/expansion joints akan didesain
agar mudah diperbaiki atau diubah. Jumlah expansion joint dibatasi pada sambungan balok
guideway.
Untuk memenuhi kebutuhan beban ultimate yang harus ditahan oleh pondasi spun pile maka
pondasi didesain menggunakan beton mutu tinggi yaitu fc’ = 58,1 Mpa.
b. Baja Prategang/Baja Tulangan
Ketika struktur berada pada zona gempa 4, maka menurut peraturan SNI 03 – 1726 – 2002, harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
Baja Prategang yang digunakan adalah baja low relaxation dengan fpu = 1860 Mpa dengan
diameter 12.7 mm sebanyak 48 buah.
fc'
Untuk rasio tulangan spiral dugunakan persamaan, ρs = 0.12 dan untuk kondisi lain rasio
f yh
A g fc'
tulangan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut, ρs = 0.45 -1
Ac f y
15.0 Sofware
Desain model menggunakan program MIDAS serta dibantu dengan program lain seperti SAP
2000 dan Group pile untuk mendesain pondasi.
16.0 Referensi
a. Brian Pritchard. Bridge Design for Economy and Durability, 1992.
b. Eurocode 2: Design of Concrete Structures. DD ENV 1992-1-1: 1992 Draft for Development.
c. Comite Euro-International Du Beton. Durable concrete structures, design guide.
d. ENV 206, Concrete - performance, production, placing and compliance criteria. CEN Document
March 1990
e. OECD. Road Transport Research. Durability of concrete road bridges. Paris, 1989.
f. OECD. Road Research. Bridge rehabilitation and strengthening. Paris, 1983.
g. OECD. Road Research. Bridge maintenance. Paris, 1981.
h. AASHTO. Manual for maintenance inspection of bridges 1983.
i. AASHTO. Guide Specifications for Design and Construction of Segmental Concrete Bridges,
1989.
j. AASHTO. Standard Specification for Highway Bridges, 2004.
k. Department of Transport. The investigation and repair of concrete highway structures.
Departmental Advice Note BA 35/90. London, 1990.
l. Gutt & Harrison. Chemical resistance of concrete. Building Research Establishment, 1977
m. Concrete Society. Interim Technical Report - Durable bonded post-tensioned concrete bridges,
CS111 1995.
n. International Conference of Building Officials. Uniform Building Code 1997 Edition.
o. Capacity Design, A Concept To Ensure Seismic Resistance Of Building Structures oleh.:
Prof.Dr.Ir. Wiratman Wangsadinata.
B. Desain Geotechnical
1.0 Geologi
Lapisan tanah umum yang ada di lapangan adalah :
Lapisan pertama : Pasir halus, coklat, berbutir halus, lunak dan lepas
Lapisan kedua : Pasir, coklat, berbutir halus sampai sedang, lunak dan lepas
Lapisan ketiga : Pasir Lempungan, Abu-abu gelap, Berbutir halus, plastisitasn sedang
Lapisan keempat : lempung, abu-abu gelap, agak lunak, plastisita tinggi
Lapisan lempung pertama pada umumnya memiliki ketebalan kecil dari 10 m in thickness dan
kedalaman tanah keras berada pada kedalaman 6-10 m, dengan nilai SPT N besar dari 60.
besar dari 6 m. Jakarta berada pada daerah zona gempa yang cukup tinggi, oleh karena itu harus
dpertimbangkan beban gempa.
dimana:
Qall = Allowable Pile Load (KN)
Qs = Skin friction resistance
Qb = End bearing
(SF)s = Safety Factor for skin friction capacity
(SF)b = Safety Factor for end bearing capacity
(SF)s = 2 and (SF)b = 3
End bearing, Qb didapatkan dengan :
Qb = qb × Ap
dimana Qb = end bearing.
Qb = unit end bearing.
Ap = area of drilled shaft/bored pile.
dimana Nc = 6 [ 1 + 0,2 (L / Bb ) ] ≤ 9
Cub = average undrained shear strength of the clay over a depth of one to two
diameters below the base.
L = penetration of shaft.
Qs = fs × p × L
Unit skin friction, fs, untuk tanah lempung berdasakan metode alpha :
dimana = empirical factor, 0 to depth along drilled shaft of 5 ft from ground surface
and at bottom one diameter of the drilled shaft, 0.55 for all other points
along the sides of the drilled shaft.