Anda di halaman 1dari 4

BAB IX

BIAYA PELABUHAN
Salah satu komponen biaya yang menentukan daya saing ekspor nasional dan
terkait dengan investasi adalah kinerja pelabuhan. Biaya pelabuhan baik biaya
langsung maupun tak langsung di Indonesia relatif tinggi. Biaya langsung antara
lain tercermin dari THC (Terminal Handling Charges) di Indonesia 1 tertinggi di
Asia setelah Hong Kong. Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura, Taiwan
dan Korea, yang upah buruh dan sewa lahannya lebih tinggi, biaya pelabuhan di
Indonesia lebih tinggi. Singapura mampu menjadi pelabuhan utama dunia karena
memiliki pelabuhan yang sangat efisien yang mampu menekan biaya THC
[mohon dilihat tabel berikut]
PERBANDINGAN THC ANTAR BEBERAPA NEGARA ASIA, APRIL 2005
Pelabuhan

Singapura
Malaysia

Excl. Port Kelang

Port Kelang
Thailand
Filipina
Hongkong
RRC
Taiwan
Korea
Indonesia, kecuali dibawah ini

Surabaya
Jkt/Palembang/Padang
Kamboja*
Sumber : OSRA
Keterangan:* data tahun 2001

(DALAM DOLAR AS)


Biaya Terminal Handling Charges (THC)
Standard 20
Standard 40
Standard 45
container
container
container
140
200
243
116
116
105
110
267
150
174
113
130
145
150
70

173
173
155
138
355
190
221
153
200
225
230
100

173
173
155
138
355
190
221
153
255
285
295
-

Tingginya biaya THC di Indonesia antara lain disebabkan oleh terbatasnya


fasilitas pelabuhan dan tidak efisiennya operator pelabuhan. Meskipun telah
diprivatisasi, beberapa terminal di Tanjung Priok dimiliki oleh satu perusahaan
asing saja.
Efisiensi pelabuhan di Indonesia tergolong paling buruk dibandingkan
negara-negara Asia lainnya. Pelabuhan peti kemas JICT Tanjung Priok dikenal
paling mahal dan tidak efisien dibandingkan negara-negara tetangga seperti
1

Untuk kontainer 20, PT Pelindo menetapkan tarif US$ 93 per kontainer namun
kesepakatan dengan pihak pelayaran menetapkan tambahan US$ 57 untuk biaya kontainer
kosong sehingga totalnya mencapai US$ 150.

Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Bappenas

IX1

terlihat pada grafik di halaman berikut. Sumbu horisontal menunjukkan biaya


mengangkat peti kemas per dry 40-ft countainer; sedangkan sumbu vertikal
menggambarkan jumlah peti kemas yang dipindahkan tiap jam.
Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata hanya mampu mengangkat 40 peti kemas
per jam dengan biaya US$ 137. Sebaliknya Port Klang, Malaysia yang rata-rata
mampu mengangkat lebih banyak yaitu sekitar 50 peti kemas dengan biaya yang
dikenakan lebih murah yaitu sekitar US$ 70 [mohon dilihat grafik di bawah ini].
PERBANDINGAN EFISIENSI ANTAR PELABUHAN DI ASIA TENGGARA
BIAYA MENGANGKAT D40 CONTAINER (US$)
40

60

80

100

140

120

160

Jumlah peti perjam (Berth)

100

80

Laem Chabang
(Thailand)

60

Kwangyang

Kaohsiung

(Korea)

Singapore

(Taiwan)

Port Klang
(Malaysia)

40

Jakarta

20

Cittagong

Manila

(Bangladesh)

Sumber: OSRA, 2001

Biaya tak langsung, selain pungutan adalah penundaan pelayanan yang terlihat
dari rendahnya rasio antara turnround time (waktu bersandar kapal) dengan waktu
kerja (working time). Di Tanjung Priuk, kapal-kapal membuang waktu sekitar 25
persen tanpa mendapat pelayanan. Hal lebih buruk terjadi di pelabuhanpelabuhan lainnya di Indonesia. Di Belawan, 95 persen waktu kapal terbuang
tanpa mendapatkan pelayanan [mohon dilihat grafik di bawah ini].
PRODUKTIVITAS PELABUHAN, 2001
80
70

Jm/persentase

60
50
40
30
20
10
0
Tanjung Priuk

Turnround time (hours)

Panjang (Bandar
Lampung)
Working time (hours)

Belawan (Medan)

Palembang

Working time as percent of turnaround time

Sumber: Sub Direktorat Pengembangan Pelabuhan, Departemen Perhubungan

Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro,


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005

IX-2

Di Tanjung Priok, penundaan pekerjaan akibat istirahat pekerja rata-rata


mencapai 23,2 jam dan lebih parah lagi di Tanjung Pinang dan Pakan Baru yaitu
rata-rata 141,4 jam dan 112,3 jam. Pekerja pelabuhan bekerja dalam satu wadah
organisasi yang menentukan kapan bekerja dan istirahat, shift bekerja dan
lembur. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pelabuhan yang beroperasi 24 jam,
namun hanya efektif 18 jam. Pekerja hanya bekerja dalam satu shift dan
umumnya enggan lembur. Tingginya postpone time disebabkan adanya praktek
pungutan liar oleh operator Berth. Operator umumnya akan mendahulukan
perusahaan pelayaran yang memberikan uang suap. Keterlambatan pelayanan
juga terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas pelayanan pemerintah di
pelabuhan akibat banyaknya instansi (18 instansi) yang terlibat namun tidak
terkoordinir dengan baik.
Masalah lain yang sifatnya jangka panjang bahwa pelabuhan di Indonesia
belum menjadi hub dari transoceanic line. Saat ini, sebagian besar perusahaan
pelayaran Indonesia menjadi feeder dan menggunakan Singapura sebagai hub
transoceanic line. Biaya tambahan akibat transit di Singapura sebesar US$ 60 per
kontainer. Berdasarkan studi JICA (1999), jika pelabuhan Tanjung
Priok/Bojonegara atau Tanjung Perak menjadi hub maka akan menghemat biaya
pelayaran feeder sebesar 40 persen dan 14 persen total biaya pelayaran sampai ke
pantai Barat AS.
Secara keseluruhan saat ini diperkirakan tidak kurang dari 17 pungutan tidak
resmi, dengan jumlah sekitar Rp 5,6 juta yang harus dibayar untuk setiap kapal
sejak masuk hingga ke luar dari Tanjung Priuk. Rincian dari biaya tidak resmi
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
BIAYA TIDAK RESMI KAPAL MASUK KELUAR PELABUHAN (RP)
1.
Insentif di Pusat Pelayanan Satu Atap
75.000
2.
Insentif Pandu
100.000
3.
Motor Pandu
50.000
4.
Tug Boat
100.000
5.
Port Security Coordinator Officer
50.000
6..
Surat Ijin Berlayar
100.000
7.
Insentif Custom
50.000
8.
Insentif Imigrasi
50.000
9.
Insentif Karantina
50.000
10.
THC 20"
1.380.000
11.
THC 40"
2.116.000
12.
Bill of Loading Fee
184.000
13.
Bill of Loading Fee
184.000
14.
Jalur Merah JICT/Koja
350.000
15.
Jalur Hijau JICT/Koja
50.000
16.
Jalur Merah Konvemsional
500.000
17.
Jalur Hijau Konvensional
200.000
Sumber: Gatra, 18 Juni 2005 dari Departemen Perhubungan

Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Bappenas

Pelindo
Pelindo
Pelindo
Pelindo
Adpel
Adpel
Bea Cukai
Imigrasi
Karantina
Agen Pelayaran
Agen Pelayaran
Agen Pelayaran
Principal
Banyak Pihak
Banyak Pihak
Banyak Pihak
Banyak Pihak

IX3

UPAYA YANG DILAKUKAN


Pada tanggal 20 Mei 2005 telah dibentuk tim yang bertugas membenahi
masalah pelabuhan yang diketuai oleh Menko Perekonomian dengan
Koordinator Harian Menteri Perhubungan dan anggota beberapa departemen
dan asosiasi. Kewenangan tim ini cukup luas sejak menyusun konsep perbaikan
penataan pelabuhan hingga menindak pelaku pungutan liar.
Selanjutnya pemerintah telah meminta PT Pelindo menurunkan biaya kargo
kosong dari 90 persen menjadi 75 persen dari biaya kargo isi. Tender yang
sedang dilakukan PT Pelindo untuk operator pelabuhan di 10 bandar di Tanjung
Priok dikuatirkan akan meningkatkan biaya-biaya tanpa peningkatan pelayanan 2 .
SARAN DAN REKOMENDASI
1. Meningkatkan kompetisi penyediaan jasa operator pelabuhan. Kompetisi
dimaksudkan agar operator yang terpilih dalam penyediaan jasa pelabuhan
benar-benar mempunyai kemampuan yang memadai dalam mengoperasikan
jasa kepelabuhanan.
2. Perbaikan manajemen pekerja pelabuhan: pengaturan waktu istirahat yang
bergantian, penghapusan biaya tak langsung (pungutan), dan penghapusan
monopoli atau segala hambatan persaingan masuknya perusahaan penyedia
tenaga kerja di pelabuhan.
3. Mempersiapkan Pelabuhan Nasional Menjadi Hub Pelayaran Lintas Samudra: tahap
pertama mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok atau Bojonegara menjadi
pelabuhan dengan standar trans oceanic.
4. Reformasi Hukum/Peraturan Kepelabuhan: penghapusan pemberian kewenangan
kepada PPI untuk mengatur menetapkan biaya dermaga-dermaga khusus
yang terletak dalam areal pelabuhan milik PPI dan pelabuhan khusus; dan
memberikan hak yang lebih luas kepada pelabuhan khusus untuk melayani
publik.

Karena dalam tender tersebut tidak tercantum keharusan pihak pelabuhan


memperbaiki fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok yang saat ini tidak memadai. Pengalihan
operasi dari PT Pelindo semata-mata untuk meningkatkan penerimaan.

Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro,


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005

IX-4

Anda mungkin juga menyukai