Anda di halaman 1dari 92

Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu

Laporan Akhir

Kajian Kebutuhan Pengembangan


Pelabuhan
Secara umum pengembangan pelabuhan memiliki dua sisi orientasi yaitu berorientasi bisnis
(bussiness oriented) dan berorientasi kepada kepentingan umum. Sisi orientasi bisnis
menjadikan keuntungan langsung sebagai tujuan pembangunannya sedangkan sisi orientasi
kepentingan umum pengembangan dilaksanakan dalam jangka panjang dan komprehensif serta
diarahkan pada pelabuhan sebagai prasarana umum yang menunjang perkembangan sosial
ekonomi daerah maupun nasional.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pelabuhan, diantaranya:


1. Potensi hinterland pelabuhan
2. Aspek teknis pengembangan pelabuhan
3. Aksesibilitas terhadap hinterland
4. Keterpaduan intra dan antarmoda
5. Aspek kelayakan ekonomi
6. Aspek kelayakan lingkungan
7. Kemanan dan keselamatan pelayaran

4.1. ANALISIS POTENSI HINTERLAND

Wilayah di sekitar pelabuhan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kegiatan pelabuhan Di


Kabupaten Tanah Bumbu (hinterland) meliputi tiga kabupaten/kota yang berada di sekitar
Kabupaten Tanah Bumbu. Hinterland tersebut adalah Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten
Kotabaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Batas
hinterland pelabuhan Tanah Bumbu diperlihatkan pada Gambar 5.1 berikut :

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 1
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.1. : Hinterland Pelabuhan Di Kabupaten Tanah Bumbu

Hinterland pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu yang meliputi lima kabupaten/kota memiliki
berbagai potensi yang akan mendukung kegiatan di pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Potensi- tersebut adalah potensi fisik dan lingkungan, potensi sosial kependudukan, potensi
sumber daya alam, potensi perekonomian, dan potensi sarana dan prasarana.

4.1.1. Potensi Fisik dan Lingkungan


Hinterland Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu merupakan wilayah yang cukup strategis
karena mencakup wilayah yang relatip luas dan memiliki wilayah pantai yang berbatasan
langsung dengan Laut Jawa, serta memiliki beberapa pelabuhan sebagai jalur distribusi barang
dari dan ke luar daerah. Selain itu, wilayah ini didominasi oleh dataran rendah yang relatip
landai dan kelas lereng 0 – 3% yaitu sebesar 77,80% dari luas total wilayah daratan sehingga
lebih mudah untuk dimanfaatkan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 2
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.1. : Luas Wilayah Hinterland Pelabuhan Di Kabupaten Tanah Bumbu

4.1.2. Potensi Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Tanah Bumbu pada tahun 2010 adalah 267.919 orang mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan sejak tahun 2006 yang berjumlah 230.017 orang. Tingkat
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tanah Bumbu rata-rata sebesar 1,6 % per tahun.
Berdasarkan angka pertumbuhan penduduk total tersebut, jika dibandingkan dengan angka
pertumbuhan penduduk wilayah kecamatan, diperoleh angka perbandingan yang signifikan,
artinya di beberapa wilayah kecamatan diperoleh tingkat pertumbuhan penduduknya rendah,
sedangkan di beberapa wilayah kecamatan yang lain tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi
untuk ukuran Kabupaten Tanah Bumbu. Kecamatan yang laju pertumbuhan penduduk (LPP)
besar adalah Kusan Hulu, Satui dan Batulicin.

Sedangkan jumlah penduduk hinterland pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu pada Tahun 2011
adalah sebanyak 1.631.127 jiwa dengan proporsi laki-laki dan perempuan hampir seimbang
walaupun lebih banyak jumlah penduduk perempuan.

Tabel 4.2. : Laju Pertumbuhan Penduduk KabupatenTanah Bumbu

Sumber : BPS Kabupaten Tanah Bumbu, 2011

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 3
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.3. : Laju Pertumbuhan Penduduk KabupatenTanah Bumbu

Jika ditinjau berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah (tingkat kepadatan), maka tingkat
kepadatan tertinggi terjadi di Kota Banjarmasin yaitu 8.471 jiwa/Km2, kemudian disusul oleh
kota-kota lainnya seperti terlihat dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4. : Kepadatan Penduduk Hinterland Pelabuhan Di Kabupaten Tanah Bumbu

Rata-Rata Penduduk per


KABUPATEN/KOTA
Desa Km2
KABUPATEN
Tanah Bumbu 1997 71
Banjar 1667 102
Tapin 1161 70
KOTA
Banjarmasin 12311 8471
Banjarbaru 9647 499
HINTERLAND 5356 1842
Sumber : BPS Prop. Kalimantan Selatan, 2011

Laju pertumbuhan penduduk Hinterland secara alami dipengaruhi oleh jumlah penduduk lahir,
mati dan migrasi. Sejak 3 tahun terakhir, pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan,
termasuk Hinterland mengalami kenaikan yang cukup tinggi, untuk lebih jelasnya, pada Tabel
4.5. diperlihatkan laju pertumbuhan penduduk 3 periode.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 4
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.5. : Laju Pertumbuhan Penduduk Hinterland Pelabuhan Tanah Bumbu

Sumber : BPS Prop.


Kalimantan Selatan, 2011

4.1.3. Potensi Perekonomian


1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Indikator yang dipakai untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan
nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas dasar harga konstan, karena pengaruh inflasi
telah ditiadakan. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan indikator dari
pencapaian kinerja perekonomian di suatu wilayah menunjukkan bahwa di Kabupaten Tanah
Bumbu terjadi peningkatan aktivitas kegiatan perekonomian yang cukup berarti. Hal ini
sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya PDRB dari tahun ke tahun.
Tabel 4.6. :
Indikator Perekonomian Regional Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2010

Indikator Nilai Satuan


1. PDRB ADHB 6.349.517 Jutaan Rupiah
2. Penyusutan 803.516 Jutaan Rupiah
3. PDRN ADHB 5.546.000 Jutaan Rupiah
4. Pajak Tak Langsung 283.965 Jutaan Rupiah
5. PDRB Atas Dasar Biaya Faktor 5.262.035 Jutaan Rupiah
6. Pendapatan Regional ADHB 5.262.035 Jutaan Rupiah
7. Penduduk Pertengahan Tahun 267.929 orang
8. PDRB Perkapita ADHB 23.698.505 Rupiah
9. Pendapatan Regional Perkapita 19.639.663 Rupiah
ADHB
Sumber : Kabupaten Tanah Bumbu Dalam Angka 2011

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 5
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.7. :
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2008 – 2010
(000.000 Rp)

Lapangan Usaha 2007 2009 2010*


1 Pertanian 483.348 495.973 524.386,12
2 Pertambangan &Penggalian 1.226.279 1.285.113 1.378.341,74
3 Industri Pengolahan 220.836 233.164 240.937,93
4 Listrik Dan Air Minum 7.428 7.539 7.702,38
5 Bangunan 138.047 160.604 167.544,19
6 Perdagangan, Restoran & Hotel 290.937 312.769 333.686,28
7 Pengangkutan & Komunikasi 375.249 400.889 427.837,21
8 Bank & Lembaga Keuangan Lain 37.238 39.596 42.408,39
9 Jasa-Jasa 99.235 107.106 116.068,81
Total PDRB 2.878.597 3.042.754 3.238.913,04
Sumber : Kabupaten Tanah Bumbu Dalam Angka 2011

Pada Tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tanah Bumbu atas dasar
harga berlaku, sebesar 6,349 trilyun Rupiah. Sedangkan menurut harga konstan 2000 Tahun
2007-2010, PDRB Kabupaten Tanah Bumbu sebesar 3,238 trilyun rupiah.
Sektor yang paling besar peranannya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tanah Bumbu
adalah sektor Pertambangan dan Penggalian (43,31 persen), kemudian disusul sektor Pertanian
sebesar 14,49 persen.
Laju pertumbuhan PDRB Tanah Bumbu pada Tahun 2010 sebesar 6,45 persen. Sektor yang
mencatat pertumbuhan terbesar adalah sektor jasa-jasa sebesar 8,37 persen, sedangkan yang
terendah pertumbuhannya adalah sektor Listrik dan Air Minum, yakni 2,17 persen.

2 Struktur Ekonomi

Struktur perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu diukur dari peran masing-masing


sektor/lapangan usaha terhadap total PDRB. Semakin besar nilai tambah yang tercipta di suatu
sektor ekonomi akan membuat sektor tersebut di suatu daerah semakin penting. Struktur
perekonomian suatu daerah menjadi indikator penentu apakah daerah tersebut di dominasi
oleh sektor primer, sekunder ataupun tersier. Sektor Primer adalah sektor yang masih banyak
mengandalkan sumber daya alam dalam proses produksi, yaitu sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian. Sektor Sekunder adalah sektor yang sudah tidak mengandalkan
peran sumber daya alam, tapi banyak mengandalkan kemajuan teknologi dan peran sumber
daya manusia, yaitu sektor industri pengolahan, listrik dan air, dan konstruksi sedangkan sektor
tersier adalah sektor yang dikatakan sudah tidak mengandalkan sumber daya alam lagi

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 6
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

melainkan sektor perdagangan, perangkutan dan telekomunikasi, bank dan lembaga keuangan
lain serta sektor jasa. Adapun struktur perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2008-
2010 selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8. :
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008 – 2010
(000.000 Rp)
Lapangan Usaha 2008 2009 2010*
1 Pertanian 719.168 798.099 920.237,55
2 Pertambangan &Penggalian 1.989.491 2.463.961 2.750.199,43
3 Industri Pengolahan 363.296 401.494 449.800,88
4 Listrik Dan Air Minum 12.393 13.428 14.960,00
5 Bangunan 272.167 341.444 375.220,23
6 Perdagangan, Restoran & Hotel 449.287 524.058 608.231,68
7 Pengangkutan & Komunikasi 650.279 741.062 846.706,93
8 Bank & Lembaga Keuangan Lain 82.868 94.216 110.290,24
9 Jasa-Jasa 190.016 227.095 273.869,87
Total PDRB 4.728.965 5.604.857 6.349.516,81
Sumber : Kabupaten Tanah Bumbu Dalam Angka 2011

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari tahun 2008-2010 peran sektor pertambangan
masih sangat dominan yaitu sebesar 37 %, disusul sektor pertanian sebesar 21 % dari total
PDRB. Untuk lebih jelasnya persentase distribusi PDRB dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 4.2 :
Struktur Perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2010

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 7
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.1.4. Potensi Sumber Daya Alam


Potensi sumber daya alam Kabupaten Tanah Bumbu dan Wilayah Hinterlandnya meliputi
potensi hutan, perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, pertambangan
dan mineral.

4.1.4.1. Pertambangan dan Energi


Kabupaten Tanah Bumbu memiliki sumberdaya potensial mineral dan batubara dengan potensi
pertambangan batubara, bijih besi, nikel, mangaan, emas, kromit, andesit, dan tanah laterit.
Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam berada pada wilayah Kecamatan Kusan
Hulu, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Mantewe.Kawasan peruntukan pertambangan
mineral non logam berada pada wilayah Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Kusan Hulu
dan Kecamatan Satui.Kawasan peruntukan pertambangan batubara berada pada wilayah di
seluruh Kecamatan, Kawasan peruntukan pertambangan batuan berada pada kecamatan Kusan
Hulu, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Satui

Sektor pertambangan terutama pertambangan batu bara merupakan salah satu sektor yang
sangat berperan bagi perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu. Lokasi penambangan tersebar
sebagian besar di Kecamatan Satui dan Simpang Empat dan Mantewe. Kecamatan Kuranji dan
Kusan Hilir tidak ada aktifitas penambangan batu bara. Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Tanah Bumbu selama tahun 2010 mencatat ada 65 perusahaan/KUD yang
mendapatkan izin penambangan batu bara dan dihasilkan produksi batu bara sebanyak
15.643.661,266Ton. Sedangkan pada tahun 2011 tercatat ada 87 perusahaan/KUD yang
mendapatkan izin penambangan batu bara dihasilkan produksi batu bara sebanyak
21.661.413,936 MT.

Selain batu bara terdapat pula penambangan bijih besi yang dieksploitasi oleh empat
perusahaan. Semua lokasi penambangan ada di Kecamatan Simpang Empat. Produksi bijih besi
yang dihasilkan sebesar 4.009.217,376 MT.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 8
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.3 :
Produksi Batubara Setiap Kecamatan tahun 2010

Gambar 4.4 :
Produksi Batubara Setiap Kecamatan tahun 2011

Selain batu bara terdapat pula penambangan bijih besi yang dieksploitasi oleh perusahaan
penambang PT. Buana Bima Cahaya dan PT. Yiwan Mining. Semua lokasi penambangan ada di
Kecamatan Simpang Empat. Produksi bijih besi yang dihasilkan sebesar 1.588.860,129Ton.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 9
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.9. :

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 10
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.10. :

Pelabuhan khusus biji besi akan dibangun dengan tujuan :


 Melancarkan pemasukan bahan baku biji besi yang diambil dari kecamatan Kelumpang
Hilir, kabupaten Kota-Baru
 Melancarkan pemasukan bahan baku metallurgy-coal dari Kalimantan Tengah serta bahan
baku pendukung lainnya.
 Pemasaran hasil produksi.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 11
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Estimasi cargo yang akan menggunakan pelabuhan khusus ini meliputi :


1. Bahan Baku
 Bijih besi : 200.000 ton/th
 Pelet : 600.000 ton/th
 Kokas : 180.000 ton/th
 Batu kapur/Calsium Karbonat : 100.000 ton/th
2. Bahan Jadi
 Besi Kasar : 200.000 ton/th

Dengan demikian total cargo khusus bijih besi dan bahan baku serta produknya yang akan
menggunakan fasilitas pelabuhan khusus ini diperkirakan mencapai 1,5 juta ton per tahun.

4.1.4.2. Perkebunan, Pertanian dan Perikanan


Luas hutan Kabupaten Tanah Bumbu berdasarkan fungsinya terdiri dari hutan area yang luas
yakni 132.645 Ha, dan 89.122 Ha, terdiri dari hutan produksi tetap seluas 65.910 ha, hutan
produksi yang bisa dikonfersi seluas 29.774 ha, hutan produksi terbatas seluas 8.750 ha dan
hutan lindung seluas 27.314 ha. Potensi hutan terrsebut menghasilkan kayu bulat sebesar
36.040 m3 pada tahun 2009.

Kabupaten Tanah Bumbu memiliki perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mengelola
77.409 Ha areal tanaman industri yang apabila dapat berproduksi maksimal dan didukung oleh
iklim usaha yang kondusif akan dapat menghasilkan kayu baik untuk pertukangan maupun
industri pulp dan kertas. Pengembangan budidaya hutan juga berpotensi melalui pola kemitraan
HTI dan masyarakat maupun pengembangan penanaman hutan rakyat pada lahan-lahan
masyarakat yang berminat untuk menanam pohon karena kesadaran semakin meningkatnya
nilai ekonomi kayu saat sekarang. Dikembangkannya pola silvikultur dengan teknis Silvikultur
Intensif (Silint) terutama untuk mengelola dan memperbaiki kondisi hutan produksi (HPT, HP
ataupun HPK) bagi para investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di sektor
kehutanan serta adanya pengolahan hasil hutan produksi misalnya pengolahan kayu
gelondongan menjadi kayu yang siap dipasarkan. Selengkapnya data potensi hutan di wilayah
hinterland disampaikan pada tabel berikut,

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 12
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

1 Perekonomian Pertanian Tanaman Pangan


Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah yang bercorak agraris. Karakteristik ini setidaknya
dapat terlihat dari besarnya penggunaan lahan pertanian yang mencapai lebih dari 30 persen.
Bahkan lebih dari 40 persen penduduk Tanah Bumbu di pertanian tanaman pangan. Kondisi
pertanian Kabupaten Tanah Bumbu secara umum tidak jauh berbeda dengan karakter
pertanian di kabupaten di sekitarnya. Komoditi Tanaman Padi dan palawija merupakan
subsektor tanaman pangan yang mendominasi ketahanan pangan Kabupaten Tanah Bumbu.
Produksi padi (sawah dan ladang) kabupaten ini Tahun 2010 sebesar 98.720 ton. Sebagian
besarnya adalah padi sawah. Kecamatan Kusan Hilir sebagai produsen padi terbesar
menghasilkan 41.586 ton padi.

Gambar 4.5 : Produksi Padi Setiap Kecamatan Tahun 2010

Produksi palawija Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2010 terbesar dihasilkan dari produksi Ubi
Kayu yang mencapai 3.359 ton. Kecamatan Sei Loban dan Kusan Hulu cukup mendominasi
dalam produksi palawija.
Di Kabupaten Tanah Bumbu selama Tahun 2010, tanaman sayuran yang menyumbang
produksi terbesar adalah kacang panjang yang mencapai 3.645 Ton. Sementara itu produksi
buah-buahan pada tahun yang sama, komoditi penyumbang terbesarnya adalah komoditi
pisang yang mampu berproduksi hingga 4.156 Ton.

2 Potensi Perekonomian Perkebunan


Di sub – sektor perkebunan, komoditi karet dan kelapa sawit mendominasi Tanah Bumbu
Tahun 2010. Total produksi selama Tahun 2010, ke dua komoditi ini mampu menghasilkan
10.332,51 Ton karet mentah, dan 527.098,50 Ton Tandan Buah Kelapa Sawit. Produksi Kelapa

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 13
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Sawit terkonsentrasi di Kecamatan Satui dan Kusan Hulu, sedangkan Perkebunan Karet rakyat
cukup dominan di Kecamatan Kusan Hulu dan Sungai Loban.

3 Potensi Perekonomian Peternakan


Jenis ternak besar terbanyak di Kabupaten Tanah Bumbu pada Tahun 2010 berupa ternak sapi
yang mencapai 31.605 ekor, yang sebagian besar berada di Kecamatan Sungai Loban.
Sedangkan jenis unggas terbesarnya berupa ternak ayam buras yang populasinya mencapai
478.619 ekor.

Gambar 4.6 : Jumlah Populasi Ternak Sapi Setiap Kecamatan Tahun 2010

4 Potensi Perekonomian Perikanan


Besarnya potensi perikanan Kabupaten Tanah Bumbu menjadikan subsektor perikanan memiliki
nilai yang cukup strategis dalam peta perekonomian daerah maupun antar kabupaten. Semua
kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu minimal memiliki salah satu potensi perikanan (Perairan
laut, perairan umum dan budidaya). Di Tahun 2010, kecamatan yang memiliki tingkat produksi
perikanan terbanyak adalah Kusan Hilir yang mampu menyumbang 7.371,30 Ton. Sedangkan
total produksi perikanan Tanah Bumbu sendiri sebesar 24.192,61 Ton. Dari sejumlah itu, 90
persen di antaranya meupakan produksi perikanan laut.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 14
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.11. : Potensi Perikanan Laut Dan Darat

Sumber : Propinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka 2011

Gambar 4.7 :
Presentase Produksi Perikanan Menurut Kecamatan Tahun 2010

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 15
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Kawasan peruntukan perikanan terdapat di seluruh perairan daratan dan lautan terutama di
seluruh kecamatan.Kawasan peruntukan perikanan budidaya Perikanan budidaya air tawar
meliputi nila, ikan mas, patin, bawal, papayu (Betok), kawasan perikanan (Tambak) tersebar di
Kecamatan Satui, Kecamatan Sungai Loban, Kecamatan Kusan Hilir, Kecamatan Batulicin dan
Kecamatan Simpang Empat.
Perikanan budidaya air laut meliputi rumput laut dan udang galah.Perikanan tangkapan laut di
seluruh wilayah pantai dan pesisir Kabupaten Tanah Bumbu meliputi zona penangkapan ikan
wilayah barat dan zona penangkapan ikan wilayah timur.Kawasan peruntukan industri
pengolahan ikan, meliputi industri kecil rumah tangga berbasis minapolitan terdapat di
Kecamatan Kusan Hilir dan PPI Batulicin Kecamatan Simpang Empat.

5 Potensi Perekonomian Kehutanan


Subsektor kehutanan juga merupakan subsektor yang turut memberikan andil terhadap
produksi sektor pertanian di Kabupaten Tanah Bumbu.Pada 3 bulan pertama
3
Tahun2011produksi kayu bulan dari hutan tanaman industri sebesar 10.845,93M .Sedangkan
kayu olahannya mencapai 3.724,1858 M3. Menurut data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Tanah Bumbu, tata guna hutan terbesar di Kabupaten Tanah Bumbu adalah untuk
APLyaitu seluas 188.108,45 ha.

4.1.4.3. Potensi Industri


Pengembangan industri pengolahan di Kecamatan Husan Hilir, Kecamatan Satui, Kecamatan
sungai Loban dan Kecamatan Mantewe.Pengembangan industri pengolahan hasil laut sebagai
penujang minapolitan Kecamatan Angsana dan Kecamatan Kusan Hilir dan Pengembangan
industri pengolahan hasil laut sebagai penunjang minapolitan di Kecamatan Angsana dan
Kecamatan Kusan Hilir.
Pengembangan kawasan industri skala besar diprioritaskan kawasan KAPET di Kecamatan
Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Karang Bintang, pengembangan kawasan
perkebunan di Kecamatan Satui, Kecamatan Angsana dan Kecamatan Sungai Loban.
Pengembangan kawasan pertambangan di Kecamatan Satui, Kecamatan Angsana, Kecamatan
Simpang Empat, Kecamatan Sungai Loban, Kecamatan Mantewe dan Kecamatan Kusan Hulu.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 16
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.1.4.4. Potensi Pariwisata


Kawasan peruntukan pariwisata budaya terdiri dari Budaya Mappanretasi Kecamatan Kusan
Hilir, Budaya Mlasti di Kecamatan Sungai Loban dan Objek wisata makam Religius di Kecamatan
Kusan Hilir, Batulicin, Angsana, Kusan Hulu dan Batulicin. Kawasan peruntukan pariwisata alam
terdiri dari kawasan objek wisata pantai di Kecamatan Kusan Hilir, Kecamatan Angsana,
Kecamatan Satui, Kecamatan Batulicin, Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Kusan Hilir,
kawasan objek wisata goa di Kecamatan Mantewe dan kawasan pengamanan terumbu karang
di Desa Bunati Kecamatan Angsana. Adapun potensi kebudayaan Tanah Bumbu terdiri dari
tempat hiburan, objek wisata religius, dan objek wisata alam.

 Kawasan Pariwisata Budaya

Di wilayah Kecamatan Hilir terdapat 4 (empat) objek wisata yaitu Makam Syeh M. Arsyad Bin As
Ad di Desa Pagatan, Makam Poa Aji Toa dan Murinya Desa Batugellang, Makan Pahlawan
Mattone Desa Kampung Baru, Makam Raja-raja Pagatan Desa Kampung Baru.

 Kawasan Pariwisata Alam

Kawasan peruntukan pariwisata alam di Kabupaten Tanah Bumbu terdapat kawasan


peruntukan wisata pantai dan Objek wisata Goa. Objek wisata Pantai terdapat di Kecamatan
Kusan Hilir yaitu Pantai Pagatan, pantai Rindu Alam, Pantai Tanjung Petang, Pantai Cemara
Indah (Pulau Salak) dan Siring Pantai Sungai Lembu. Kecamatan Angsana terdapat Pantai
Angsana dan Pantai Sungai Dua laut. Kecamatan Satui terdapat Pantai Bunanti Indah dan
Pantai Sungai Cuka. Objek wisata Goa terdapat Gua Sugung dan Goa Liang bangkai di
Kecamatan Mantewe.

4.2. ANALISIS POTENSI STRATEGIS KAWASAN


Potensi strategis kawasan Pelabuhan Di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Tanah
Bumbusecara lebih luas bisa ditinjau berdasarkan beberapa aspek antara lain,
1. Posisi geografis Kabupaten Tanah Bumbu
2. Posisi Kabupaten Tanah Bumbu dalam sistem jaringan transportasi regional
3. Posisi Kabupaten Tanah Bumbudalam pengembangan ruang regional

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 17
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.2.1. Posisi Geografis Kabupaten Tanah Bumbu


Ditinjau berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Tanah Bumbu memiliki beberapa
keuntungan antara lain,
1. Kabupaten Tanah Bumbu berada di jaringan utama Propinsi Kalimantan Selatan –
Propinsi Kalimantan Timur melalui jalur Timur ;
2. Kabupaten Tanah Bumbu memiliki wilayah dataran yang relatip luas, sehingga lebih
mudah dalam melakukan pengembangan prasarana wilayah;
3. Kabupaten Tanah Bumbu memiliki wilayah pantai dengan garis pantai yang relatip
panjang;
4. Kabupaten Tanah Bumbu memilki wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan
laut jawa sebagai alur pelayaran nasional dari pulau Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau
lainnya di wilayah Timur.

Dengan posisi geografis tersebut Kabupaten Tanah Bumbu memiliki peluang sebagai pintu
gerbang distribusi komoditas atau kebutuhan wilayah hinterland.

4.2.2. Posisi Kabupaten Tanah Bumbu dalam Sistem Jaringan


Transportasi Regional
Kabupaten Tanah Bumbu berada di dua jalur utama transportasi yaitu transportasi darat Pulau
Kalimantan bagian Timur menghubungkan Propinsi Kalimantan Selatan dengan Propinsi
Kalimantan Timur melalui Banjarmasin-Banjarbaru-Tanah Bumbu-Tanah Bumbu-Kota Baru-
Paser Penajam-Balikpapan.

Selain itu Kabupaten Tanah Bumbu juga berada di alur transportasi laut utama regional. Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi juga pulau-pulau di wilayah Timur lainnya. Dengan posisi ini
Kabupaten Tanah Bumbu memiliki potensi sebagai jalur distribusi komoditas wilayah
hinterlandnya melalui laut.

Keberadaan jalur transportasi darat utama dan transportasi laut tersebut berpotensi sebagai
jaringan transportasi multi moda yang merupakan amanat Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas) dalam pengembangan transportasi wilayah.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 18
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Kabupaten Tanah Bumbu

Gambar 4.8 : Posisi Strategis Kabupaten Tanah Bumbu

4.2.3. Posisi Kabupaten Tanah Bumbu dalam Pengembangan Ruang


Regional
Sesuai arahan di dalam RTRW Propinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Tanah Bumbu berada di
WP 2, dengan pusat pengembangannya kota Kotabaru yang juga sebagai Ibu Kota Kabupaten
Kotabaru. Konsep pengembangan kawasan ini adalah sebagai kawasan jasa pelayanan sosial
dan komersial, perumahan perkotaan, industri dan perhubungan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 19
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Jaro

WP 3 dengan pusat wilayah Muara Uya


WP 2 dengan pusat wilayah
pengembangan di Kandangan pengembangan di Kotabaru
Haruai

Upau

TANJUNG
Murung Pudak

Tanta

Muara Harus
Juai
Kalua Halong
Banua Lawas
Pugaan PARINGIN

Lampihong
Amuntai Selatan Pamukan Utara
Amuntai Utara
Batu Mandi
AMUNTAI
Awayan
Banjang

WP 3
Amuntai Tengah
Danau Panggang
Sungai Pandan
Btg Alai Utara
Babirik
Pandawan
Btg Alai Selatan Sungai Durian
BARABAI
Lab. Amas Utara
Daha Utara
Kuripan Pamukan Selatan
Batu Benawa Sampanahan
Daha Selatan Lab. Amas Selatan

Haruyan
Angkinang

Telaga Langsat
Candi Laras Utara KANDANGAN Kelumpang Tengah
Loksado
Kelumpang Simpur
Tabukan
Sungai Raya Kelumpang Utara
Bakarangan
Padang Batung Hampang
Tapin Utara
Candi Laras Selatan Lokpoikat
RANTAU
Bakumpai Piani
Tapin Tengah Bungur
Kelumpang Hulu

WP 2
Wanaraya MARABAHAN
Barambai Tapin Selatan
Cerbon

Rantau Badauh

Belawang Kelumpang Selatan


Anjir Pasar Binuang

Anjir Muara
Sungai Pinang
Alalak Mandastana
KOTABARU
Simpang Empat
Mekarsari
BANJARMASIN Sungai Tabuk Pengaron
Tamban
P. Laut Utara
Astambul
Kertak Hanyar

Tabunganen Gambut MARTAPURA


Landasan Ulin Karang Intan

Aluh-Aluh

WP 1
P. Laut Timur
BANJARBARU Batulicin
Cempaka Aranio Kusan Hulu Pulau Sebuku

Bati-Bati Kusan Hilir


Kurau

Satui
Tambang Ulang

PELAIHARI P. Laut Barat

Batu Ampar Kintap P. Laut Selatan


Tangkisung

Panyipatan

Jorong

WP 1 dengan pusat wilayah


pengembangan di Banjarmasin

Gambar 4.9 : Posisi Kabupaten Tanah Bumbu dalam Pengembangan Ruang


Regional

Perkembangan kota-kota di propinsi Kalimantan Selatan sampai dengan tahun 2015


diperkirakan terbagi menjadi lima kategori, dalam perkiraan perkembangan ini Kota Batulicin
sebagai Ibu Kota Kebupaten Tanah Bumbu masuk dalam katagori Kota Orde III, sebagai kota
dengan jumlah penduduk antara 25.000 sampai 50.000 jiwa, memiliki fasilitas cukup lengkap.
Jika ditinjau dari aspek ketersediaan fasilitas maka perkiraan tersebut akan terpenuhi karena
dalam kurun lima tahun ini dan lima tahun ke depan pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan terus dilakukan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 20
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Kawasan Andalan Darat dan KAPET Batulicin yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis
Nasional (KSN) berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008, memiliki potensi pengembangan komoditas
unggulan berbasis pada sumber daya alam, terutama perkebunan (kelapa sawit dan karet),
hutan produksi (perkayuan), pertambangan bijih besi, serta perikanan budidaya dan tangkap.
Pengembangan KAPET Batulicin 20 tahun ke depan melalui pengembangan sentra komoditi
unggulan, investasi industri, outlet yang berorientasi ekspor, serta infrastruktur
pendukungnya.Komoditas unggulan yang akan dikembangkan di KAPET Batulicin diutamakan
pada komoditas yang berskala ekonomi tinggi, memiliki nilai kompetitif, serta memiliki industri
turunan yang mampu menciptakan nilai tambah.
Kabupaten Tanah Bumbu sebagai bagian dari Pulau Kalimantan tentunya memiliki beberapa
peranan yang dapat mempengaruhi kebijakan pengembangan penataan ruang di Pulau
Kalimantan, begitupula sebaliknya terdapat beberapa penetapan kebijakan dalam RTR Pulau
Kalimantan yang akan mempengaruhi penataan ruang di Kabupaten Tanah Bumbu.
Kawasan Prioritas di Propinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
a. Wilayah Prioritas Riam Kanan yang secara administratif wilayah ini termasuk dalam
wilayah kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Wilayah catchment area Riam Kanan
meliputi area 129.360 Ha, dengan dukungan waduk seluas 9.200 Ha yang mampu mengairi
areal irigasi seluas 26.000 Ha wilayah ini potensial ditetapkan sebagai sentra produksi
pangan di Kalimantan Selatan yang pengembangannya sangat strategis dalam kaitannya
mempertahankan kelestarian swasembada pangan di Kalimantan Selatan sekaligus
meningkatkan cadangan pangan nasional
b. Wilayah Prioritas Mekar Putih yang termasuk dalam sub DAS Pulau Laut yang secara
administratif termasuk dalam Wilayah Kabupaten Kotabaru (Pulau Laut bagian selatan) dan
pada kawasan ini sedang dikembangkan pelabuhan khusus batubara terbesar di Kalimantan
Selatan. Arahan pengembangan wilayah ini adalah : Penetapan batas wilayah
pengembangan pelabuhan sebagai bentuk penanganan untuk mencegah terjadinya konflik
kepentingan penggunaan ruang; Pengembangan prasarana pelabuhan untuk mendukung
fungsi pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan batubara; dan Pengembangan studi
rekayasa teknis pelabuhan, diantaranya dalam menentukan jenis alat angkut batubara dari
lokasi penambangan ke lokasi penangkatan.
c. Wilayah Prioritas Batulicin secara administratif berada pada daerah kabupaten Kotabaru
yang berperan sebagai pusat pengembangan Kapet Batulicin dan pusat WP Tanah Bumbu.
Pada wilayah ini akan dikembangkan pelabuhan samudera Batulicin serta kawasan industri

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 21
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

yang dipandang perlu sebagai alternatif dari Pelabuhan Trisakti yang dianggap dalam jangka
panjang tidak dapat dikembangkan lebih lanjut. Dalam konteks perhubungan antar wilayah,
pengembangan pelabuhan ini merupakan lahan untuk mengantisipasi kecenderungan
berkembangnya posisi strategis Indonesia bagian timur pada masa mendatang.
Pengembangan wilayah ini diarahkan pada : Peningkatan dan pembangunan prasarana
pelabuhan untuk mendukung fungsi pelabuhan untuk mendukung fungsi pelabuhan Batulicin
yang diarahkan sebagai pelabuhan samudera; Penetapan batas wilayah pengembangan
pelabuhan Batulicin sebagai bentuk penanganan untuk mencegah terjadinya konflik
kepentingan penggunaan ruang; Pemantapan prasarana pendukung kegiatan pelabuhan
samudera; Pengembangan wilayah kawasan indutri Batulicin dalam rangka pengembangan
kegiatan industri berupa prasarana pendukung (penyediaan air bersih, listrik jalan dan
telekomunikasi) maupun penataan ruangnya; dan Studi pengembangan kegiatan industri
yang lebih detail, berupa rencana umum kawasan industri, rencana tapak kawasan maupun
desain teknis.
d. Wilayah Prioritas Kawasan Industri Simpang Tiga Lianganggang yang dalam
rencana induk kota Banjarbaru, kawasan industri ini ditetapkan berlokasi di Simpang Tiga –
Lianganggang ke arah Bandara Syamsudin Noor. Lokasi tepatnya direncanakan antara jalan
yang menuju Banjarbaru dan Batulicin, pengembangan wilayah ini diarahkan pada :
Pengembangan prasarana pendukung utama kegiatan industri seperti penyediaan air bersih,
listrik, jaringan jalan dan telekomunikasi; Pengembangan studi teknis pengembangan
wilayah industry; Penataan wilayah sekitar kawasan industri untuk mendukung fungsi
wilayah kawasan industri serta mencegah kemungkinan konflik pemanfaatan ruang wilayah
disekitarnya; dan Pengamanan dan penataan wilayah kawasan sepanjang jalan lingkar
Trisakti – Lianganggang agar penggunaan lahan yang terjadi optimal dan tidak
mengorbankan lahan-lahan sawan produktif.
e. Wilayah prioritas PLTU Asam-asam ini akan dikembangkan PLTU dengan kapasitas
90MW. Disamping itu, di wilayah direncanakan pula PLTU swasta yang memproduksi listrik
sekitar 540MW. Sebagai pusat penyediaan energi listrik tenaga uap. Wilayah kerja dan
wilayah kepentingan PLTU Asam-asam perlu diamankan dari perubahan penggunaan lahan
serta dari Hankamnas. Prioritas pengembangannya adalah : Menetapkan batas wilayah
pengembangan PLTU untuk mengamankan keberadaan PLTU ini; Mengamankan jenis
kegiatan di sekitar kawasan yang tidak sesuai dengan kegiatan PLTU; dan Mengamankan
catchment area sungai Asam-asam untuk proses pendinginan PLTU.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 22
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

f. Wilayah Prioritas Zona Industri Kayu Barito Kuala yang merupakan kawasan industri-
industri pengolahan kayu yang sebagian besar bahan baku kayunya didatangkan dari
kalimantan Tengah telah berkembang dengan pesat produksi industri ini merupakan
primadona ekspor industri kalimantan Selatan. Pesatnya pertumbuhan kegiatan industri-
industri pengolahan kayu di lokasi ini telah mengakibatkan pencemaran sungai. Oleh karena
itu, pengembangan kawasan ini diarahkan pada : Pembatasan perkembangan pengolahan
kayu; Penataan ruang wilayah sempadan sungai yang menjadi lokasi kegiatan industry;
Pengamanan sempadan, sungai dari pemanfaatan yang lebih intensif; Penanganan
pencemaran lahan dan sungai; dan Pengembangan sistem jaringan transportasi yang
terintegrasi dengan pelabuhan Trisakti.
g. Wilayah Prioritas Cacthment Area Batulicin yang secara administrasi wilayah ini
termasuk dalam wilayah kecamatan Batulicin kebupaten Tanah Bumbu. Wilayah catchment
area Batulicin meliputi area seluas 54.000 Ha yang sebelumnya merupakan areal HPH
Kodeco. Perlindungan kawasan ini sangat strategis dalam kaitannya dengan penyediaan
sumber air bagi DAS Batulicin untuk menunjang pengembangan Kota Batulicin dan
sekitarnya. Arahan perlindungan kawasan ini meliputi : Perlindungan daerah tangkapan
hujan; Upaya reboisasi dan penghijauan (penghutanan kembali) sebagai penaganan akibat
kegiatan HPH; dan Pengamanan daerah aliran sungai Batulicin.
h. Wilayah Prioritas Kawasan Wisata Alam dan Wisata Budaya Loksado yang
merupakan kawasan wisata paling banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Selain
potensi wisata alam, wisata budaya di kawasan ini juga sangat potensial. Pengembangan
kawasan serta kegiatan wisata diwilayah ini perlu dikaitkan dengan keberadaan kawasan
hutan lindung yang berada di wilayah ini. Dengan demikian keberadaan wisata alam dan
budaya harus dikembangkan tanpa mengganggu keberadaan kawasan hutan lindungnya.
Selain itu pengembangan kawasan ini diarahkan pada : Peningkatan dan pengembangan
prasarana pariwisata; Pengembangan dan pemanfaatan obyek wisata dan seni budaya; Studi
kelayakan dan perencanaan tata ruang kawasan wisata; dan Pengembangan saran
akomodasi wisata yang tidak merusak lingkungan.
i. Wilayah Daerah Rawa Potensial yang terbentang luas di wilayah kabupaten Hulu
Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sunagi Selatan, Tapin, Banjar dan Barito Kuala,
sangat berpotensi sebagai areal pengembangan pertanian, pariwisata dan konservasi. Untuk
pengembangannya, diperlukan teknologi untuk mengatur fluktuasi air dan peningkatan
prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah ini dengan wilayah lainnya.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 23
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

j. Wilayah Lahan-lahan Kritis yang tersebar di seluruh kalimantan Selatan baik dikawasan
lindung maupun kawasan budidaya juga akan menjadi prioritas bagi pengembalian dan
peningkatan fungsinya. Tindakan pengembalian fungsinya antara lain dapat berupa
rehabilitas lahan dan reboisasi.
k. Wilayah Prioritas Kawasan Sentra Produksi yang direncanakan pada 9 lokasi yaitu :
KSP Tabalong-HSU; KSP Banto Kuala-banjar; KSP Tanah Bumbu-Kotabaru; KSP HST-HSS;
KSP HSS-Tapin; KSP HSS-Tapin; KSP Banjar; KSP Tanah Bumbumeliputi kecamatan Batulicin
dan sekitarnya; dan KSP Kotabaru. Dengan tujuan untuk mewujudkan pengembangan sektor
pertanian secara terarah dan terpadu dengan pengembangan sektor lainnya, mewujudkan
pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal, menunjang keseimbangan produksi
pertanian antar wilayah dan mengembangkan komoditas pertanian skala besar. Prioritas
pengembangan kawasan ini adalah : Pengembangan kawasan sentra produksi;
Pengembangan agrobisnis/agroindustri komoditas unggulan; Pengembangan permodalan;
Pengembangan sumberdaya manusia; Pengembangan sistem kelembagaan; dan
Pengembangan sistem infrastruktur dasar.
l. Wilayah Prioritas Kawasan Andalan Batulicin dan sekitarnya merupakan
pengembangan kawasan WP Banua Lima yang memiliki potensi besar sumber daya alamnya,
meliputi wilayah kabupaten HSU, HST, HSS, Tapin dan Tabalong dengan pusat
pengembangannya di Kota kandangan. Tujuan pengembangan kawasan andalan ini adalah
untuk meningkatkan pertumbuhan dan memperluas sektor sektor unggulan, terciptanya
keterpaduan sektor unggulan komparatif, meningkatnya pemerataan dan keterkaitan antar
daerah, dan meningkatnya keterpaduan pertencanaan antara sektor.
m. Wilayah Prioritas Kawasan Andalan Batulicin dan sekitarnya yang juga merupakan
pengembangan kawasan WP Tanah Bambu yang meliputi wilayah kabupaten Kotabaru yang
dikembangkan dengan konsep pengembangan kawasan pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) Batulicin. Kawasan andalan ini diarahkan untuk pengembangan perkebunan,
industri hasil pertanian/kehutanan, pertambangan dan kehutanan.
n. Wilayah Prioritas Kawasan Andalan Banjarmasin dan sekitarnya yang merupakan
pengembangan kawasan WP Kayu Tangi yang merupakan konsep pengembangan kawasan
perkotaan Banjarmasin Raya yang meliputi wilayah kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru,
Kabupaten Banjar, Kabupaten TANAH BUMBUdan Barito Kuala. Kawasan ini dikembangkan
sebagai kawasan jasa pelayanan sosial dan komersial, perumahan perkotaan, industri dan
perhubungan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 24
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

o. Wilayah Prioritas Kawasan Tertinggal yang karena adanya kondisi yang kurang
menguntungkan baik ditinjau dari aspek geografis, ekonomi maupun sosial budaya,
menyebabkan kawasan ini relatif tertinggal dibandingkan kawasan lainnya. Untuk kawasan
ini menjadi prioritas pengembangan melalui pengembangan sarana dan prasarana,
sumberdaya manusia dan peningkatan/pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2003 maka
arah pengembangan prasaranan transportasi adalah sebagai berikut :
1. Pelabuhan Batulicin di Kab. Tanah Bumbu sebagai simpul Pelabuhan Nusantara dan
Samudera.
2. Pelabuhan Trisaksi di Banjarmasin merupakan simpul Pelabuhan Nusantara dan Samudera.
3. Pelabuhan Mekarputih di Kab. Kotabaru dikembangkan sebagai Pelabuhan Ekspor batu
bara.
4. Pelabuhan Martapura sebagai simpul Pelabuhan Lokal atau Pelabuhan Rakyat.
5. Pelabuhan Kotabaru di Kab. Kotabaru akan dikembangkan sebagai Pelabuhan Nusantara.
6. Peningkatan moda transportasi angkutan sungai dan penyeberangan yang menghubungkan
Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan Kalimantan Tengah dan juga kota-kota kecil di
daerah.
7. Batulicin sebagai simpul kota transit yang menghubungkan Tanah Grogot dengan transit
angkutan laut dari Ujung Pandang dan Surabaya.
8. Kalua sebagai simpul kota transit yang menghubungkan sarana angkutan darat Banjarmasin
– Amuntai – Muara Teweh / Buntok.
9. Tanjung, simpul kota transit yang menghubungkan transportasi angkutan darat Balikpapan
– Banjarmasin serta Balikpapan – Muara Teweh/ Buntok.
10. Kandangan sebagai simpul transportasi antar sub regional yang menghubungkan Batulicin.
11. Batulicin dan bandara udara Warukin dikembangkan sebagai simpul transportasi angkutan
udara penerbangan perintis antar lapangan udara di Kalimantas Selatan – Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur.
Margasari, simpul transportasi darat antara Banjarmasin – Marabahan – Negara – Rantau –
Kandangan sampai ke Tamiyang Layang di Kalimantan Tengah yang merupakan simpul
transportasi yang terintegrasi angkutan sungai untuk keperluan angkuatan batu bara, hasil
perkebunan dan pertanian para transmigrasi.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 25
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Rencana jaringan sungai dan penyeberangan di Kabupaten Tanah Bumbu dalam RTRW Provinsi
Kalimantan Selatan dilakukan melalui pengembangan jaringan lintas penyeberangan pada lintas
kabupaten/kota yakni:
a. Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) – Tanjung Serdang (Kabupaten Kotabaru);
b. Batulicin – Tanjung Serdang di Kabupaten Kotabaru
Sistem jaringan transportasi laut di Kabupaten Tanah Bumbu dalam Revisi RTRWP
Kalimantan Selatan meliputi :
a. Jaringan pelabuhan laut terdiri atas :
1. Pelabuhan pengumpul yaitu Simpang Empat Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu,
Stagen dan Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Kintap dan Tanah Bumbu di Kabupaten
Tanah Bumbu;
2. Pelabuhan Sungai Danau, Pagatan, Sungai Loban, Satui di Kabupaten Tanah Bumbu
b. Terminal penumpang dan petikemas terdiri atas :
1. Rencana peningkatan dan pengembangan terminal penumpang di Pelabuhan
Pengumpul Batulicin;
2. Rencana peningkatan dan pengembangan terminal peti kemas di Pelabuhan
Pengumpul Batulicin.

4.3. KAJIAN LOKASI PELABUHAN KABUPATEN TANAH BUMBU

4.4.1. Dasar Penetapan Lokasi Pelabuhan


Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Pemerintah atau Pemerintah
Daerah, usulan harus dilengkapi persyaratan sebagai berkut :
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. Rencana tata ruang wilayah provinsi;
c. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. Rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan :
Hasil studi kelayakan mengenai :
a. Kelayakan teknis;
b. kelayakan ekonomi;
c. kelayakan lingkungan;
d. pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 26
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

e. keterpaduan intra-dan antarmoda;


f. adanya aksesibilitas terhadap hinterland;
g. keamanan dan keselamatan pelayaran; dan pertahanan dan keamanan.
h. Rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.merintah atau pemerintah
daerah

4.4.2. Pemilihan Lokasi Pelabuhan


4.3.2.1. Arahan Kebijakan Daerah dan Kajian Awal
Berdasarkan perencanaan yang ada, baik dari RTRWK maupun RTRWP terdapat perbedaan
lokasi pengembangan pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu. Dalam RTRWK arahan
pengembangan pelabuhan laut nasional diarahkan di wilayah Pantai Satui dan Tanjung Kresik
Putih, sedangkan pelabuhan khusus batubara dan regional di arahkan di Sungai Loban dan
Batulicin. Sedangkan berdasarkan RTRWP, arahan pelabuhan pengumpan di wilayah Satui,
Sebamban dan Pagatan, sedangkan pelabuhan pengumpul berada di wilayah Batulicin.

Hasil evaluasi awal terhadap bebrapa rencana lokasi pelabuhan sesuai dengan arahan-arahan
tersebut di atas adalah sebagai berikut,
 Berdasarkan pertimbangan teknis wilayah ini banyak terdapat pelabuhan baik
Pelabuhan Umum, Terminal Khusus, Pelabuhan Perikanan dan Pelabuhan Ferry serta
pelabuhan rakyat.
 Lebar alur cukup sempit terutama antara Pulau Suwangi dan Batulicin
 Potensi sedimentasi cukup tinggi karena berada di daerah muara dan merupakan
daerah pertemuan pola arus dari arah utara Selat Makassar dan dari arah selatan Laut
Jawa
Berdasarkan data awal karakteristik wilayah :
 Wilayah yang memiliki kriteria cukup sesuai berada di wilayah Tanjung Petang,
wilayah cukup sesuai tersebar dari Tanjung Keramat sampai antara wilayah Batulicin
dan Pulau Suwangi.
 Sedangkan wilayah yang tidak sesuai adalah dari pantai Satui sampai pantai Pagatan.
 Faktor utama yang menyebabkan banyaknya wilayah perairan yang tidak sesuai
adalah kedalaman, gelombang dan faktor sedimentasi.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 27
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

 Wilayah selatan (dari pantai Satui sampai pantai Pagatan) merupakan pantai landai
dan daerah dangkal, di mana kedalaman 5 m baru dijumpai pada jarak minimal 500
m, selain itu wilayah ini merupakan daerah terbuka dari serangan gelombang.

Sesuai dengan kajian awal terutama kondisi kedalaman menunjukkan


 Wilayah selatan, Tanjung Kresik – Tanjung Petang memiliki kedalaman yang lebih
dalam dan lebar alur cukup.
 Terdapat kawasan cagar alam berdasarkan SK Menhut 435 tahun 2009.
 Berdasarkan data dari Dishidros ada sebagian perairan laut terdapat daerah ranjau.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 28
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.10 : Rencan Lokasi Pelabuhan

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 29
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.3.2.2. Kondisi Fisika Kimia

1. Iklim

Secara geografis wilayah Kabupaten Tanah Bumbu terletak dekat dengan garis khatulistiwa.
hal ini berpengaruh terhadap kondisi iklim wilayah ini yang menyebabkan fluktuasi iklim yang
terjadi sepanjang tahun relatif kecil, sehingga tidak terdapat perbedaan yang cukup ekstrem
antara musim hujan dan musim kemarau. Stasiun klimatologi terdekat dengan wilayah studi
adalah Stasiun BMG Bandara Stagen, Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan data iklim yang
tercatat di stasiun tersebut, wilayah kajian termasuk katagori iklim tipe Munson. Wilayah yang
bertipe demikian sangat dipengaruhi oleh angin Munson yang selalu berubah menurut musim.
Pada bulan Oktober – Maret, angin Munson bergerak dari barat laut ke tenggara. Sedangkan
pada sepanjang April – September (ASEP) angin bergerak dari tenggara ke barat laut.

Menurut Klasifikasi Koppen dalam Panekoek (1918) tentang pembagian zona iklim, wilayah
studi termasuk dalam daerah beriklim tropika basah (tipe iklim Af/Am) dengan musim kemarau
(musim kering) yang singkat atau tipe iklim B menurut Schmidt dan Ferguson dengan jumlah
bulan kering (< 60 mm) sebanyak 1 sampai 2 bulan dalam satu tahun. Menurut Koppen (1918)
dalam Kartasapoetra (1988) daerah dengan tipe iklim demikian memiliki karakteristik suhu
udara selalu tinggi dengan suhu bulanan terendah > 18C, curah hujan selalu tinggi
sepanjang tahun dan hujan total tahunan lebih dari 1.500 mm. Pada bulan-bulan kemarau
daerah ini terasa panas dan kering, sebaliknya di waktu musim hujan (waktu hujan deras)
terjadi banjir. Bulan dengan curah hujan terendah (< 100 mm) terjadi pada bulan Agustus dan
September. Sedangkan bulan dengan curah hujan tertinggi (> 350 mm) terjadi pada bulan
Desember dan Januari.

2. Suhu Udara

Suhu udara di suatu tempat ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat terhadap permukaan laut
dan jaraknya dari pantai. Wilayah Tanah Bumbu sebagian merupakan dataran rendah dan
dataran tinggi, selain itu wilayah ini berada di antara Laut Jawa dan Selat Makassar, sehingga
dengan kondisi demikian kondisi udara sangat berfluktuasi. Berdasarkan data Badan
Meteorologi dan Geofisika (Stasiun Meterologi Stagen) pada periode tahun 2001 – 2013, suhu
udara di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu berkisar antara 21,4 oC – 34,6 oC. Secara rata-rata

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 30
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

suhu udara maksimum terjadi pada bulan Nopember (33,8 oC) dan suhu minimum pada bulan
Agustus (22,2 oC).

34.0

32.0
)
C
o
( 30.0
ar
a
d 28.0
U
u
h 26.0
u
S
24.0

22.0

20.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Maks 33.6 33.4 33.4 33.2 33.6 32.7 32.5 32.7 33.1 33.4 33.8 33.6
Rata2 26.6 26.7 26.7 26.8 26.7 26.2 25.9 25.9 26.7 27.0 27.1 26.8
Min 23.4 23.7 23.6 23.8 23.6 23.3 22.8 22.2 22.8 23.1 23.7 23.6

Gambar 4.11 : Suhu udara rata-rata di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu selama
periode tahun 2001 – 2013

Tekanan Udara

Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu selama periode 2001 – 2013 menunjukkan musim barat
terjadi peningkatan tekanan udara dan menurun pada musim timur, di mana maksimum terjadi
pada bulan Desember (1.010,7 mbar) dan terendah terjadi Nopember (1.009,7 mbar),
sebagaimana disajikan pada Gambar :

1011.0
1010.8 1010.7
1010.6
)r 1010.6 1010.4 1010.3
a 1010.4 1010.3
b 1010.2 1010.2
m
( 1010.2 1010.1
a
ra
d 1010.0 1010.1 1010.1
U 1010.0
n
a 1009.8
n
a 1009.6
k
e 1009.7
T 1009.4

1009.2
1009.0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des

Bulan

Gambar 4.12 : Tekanan udara rata-rata di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu


selama periode tahun 2001 – 2013

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 31
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Curah Hujan

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi dan
perputaran/pertemuan arus udara. Berdasarkan data curah hujan selama 12 tahun terakhir
untuk wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, curah hujan tahunan di wilayah studi termasuk agak
tinggi yaitu berkisar antara > 1.000 sampai > 3.000 mm dengan jumlah hari hujan berkisar
antara 70 sampai 200 hari per tahun. Dengan kondisi demikian dapat diprakirakan bahwa
wilayah studi mempunyai potensi banjir yang cukup besar dan melimpahnya aliran air
permukaan.

Berdasarkan keadaan curah hujan menurut klasifikasi iklim Schimidth – Ferguson, wilayah
kajian termasuk tipe iklim B atau wilayah basah. Sedangkan menurut sistem klaifikasi Oldeman,
termasuk tipe iklim D1 atau wilayah yang dapat ditanami padi umur pendek satu kali dan
biasanya produksi dapat tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi.

Data curah dan hari hujan rata-rata perbulan selama periode 2001 – 2013 di wilayah Kabupaten
Tanah Bumbu menunjukkan bahwa tertinggi pada bulan Januari yakni 277 mm dengan jumlah
hari hujan 24 hari, sedangkan terendah terjadi pada bulan Agustus yakni hanya 107 mm dan 16
hari (Gambar 3.3). Dari gambar tersebut juga menunjukkan pola bahwa pada musim barat
terjadi peningkatan curah hujan dan menurun pada musim timur.

) 300 277 272


H 257
C
(
n 250 240 235
aj 221 228
220
u
H
h 200
ar
168
u
C 151
n 150
a
d 121
) 107
H
H
( 100
n
aj
u
H 50
ir 24 22 24 23 20 19 16 17 21 23
a 12 12
H
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
CH HH Bulan

Gambar 4.13 : Kondisi curah hujan dan hari hujan rata-rata di wilayah Kabupaten
Tanah Bumbu selama periode tahun 2001 – 2013

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 32
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Arah dan Kecepatan Angin

Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi yang disebabkan oleh beda
tekanan horisontal. Data arah dan kecepatan angin maksimum bulanan diperoleh dari data
BMKG Stagen untuk cakupan wilayah Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2001 – 2013, yang
kemudian dianalisis untuk menentukan frekuensi dan persentase kecepatan angin
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1, sedangkan Gambar 3.4 adalah windrose berdasarkan
data dalam Tabel 3.1. Berdasarkan gambar dan tabel tersebut diperoleh arah angin bulanan
maksimum dominan dari selatan (26,9%), kemudian dari arah barat (18,6%) dengan kecepatan
dominan berkisar pada interval 5,4 – 7,9 m/s (42,3%), sedangkan kecepatan maksimum > 13,8
m/s mencapai 12,8%. Untuk perubahan arah dan kecepatan angin maksimum pada tiap
musimnya selama Tahun 2001 – 2013, sebagaimana disajikan pada Tabel (3.2 – 3.5) dan
Gambar (3.4 – 3.7) menunjukkan bahwa untuk daerah Tanah Bumbu termasuk lokasi studi,
pada musim barat (bulan Desember – Februari) arah angin dominan berasal dari barat
(48,7%), dengan kecepatan dominan berkisar pada interval 7,9 – 10,7 m/s (38,5%), sedangkan
kecepatan > 13,8 m/s mencapai 25,6%.

Pada musim peralihan I (bulan Maret – Mei), arah angin sudah berubah dan lebih bervariasi,
dengan arah terbanyak dari utara (25,6%) kemudian dari arah barat laut dan selatan (masing-
masing 23,1%) dengan kecepatan dominan menurun pada interval 5,4 – 7,9 m/s (46,2%).
Pada musim timur (bulan Juni – Agustus) kecepatan angin sudah dominan dari selatan yakni
33,3%, demikian juga kecepatannya masih dominan pada interval 5,4 – 7,9 m/s (48,7%). Pada
musim peralihan II (bulan September – Nopember) arah angin masih tetap dari arah selatan
(35,9%) demikian kecepatannya masih dominan pada interval 5,4 – 7,9 m/s (48,7%).

Tabel 4.12. : Frekuensi dan persentase angin maksimum selama tahun 2001 – 2013
0 – 5,4 5,4 – 7,9 7,9 – 10,7 10,7 – 13,8 ≥ 13,8
Wind Total
m/s m/s m/s m/s m/s
Direction
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N 4 2,6 11 7,1 6 3,8 1 0,6 2 1,3 24 15,4
NE 1 0,6 - - - - - - 1 0,6 2 1,3
E 2 1,3 2 1,3 1 0,6 2 1,3 3 1,9 10 6,4
SE 4 2,6 10 6,4 3 1,9 - - - - 17 10,9
S 5 3,2 24 15,4 6 3,8 4 2,6 3 1,9 42 26,9
SW - - 2 1,3 7 4,5 2 1,3 3 1,9 14 9,0
W - - 9 5,8 11 7,1 2 1,3 7 4,5 29 18,6
NW 1 0,6 8 5,1 7 4,5 1 0,6 1 0,6 18 11,5
Total 17 10,9 66 42,3 41 26,3 12 7,7 20 12,8 156 100

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 33
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Wind Rose
Location : Tanah Bumbu
Year : 2001 – 2013

Gambar 4.14 : Windrose selama Tahun 2001 – 2013 di daerah Tanah Bumbu

Tabel 4.13. : Frekuensi dan persentase angin maksimum pada musim barat selama Tahun
2001 – 2013
0 – 5,4 5,4 – 7,9 7,9 – 10,7 10,7 – 13,8 ≥ 13,8
Wind Total
m/s m/s m/s m/s m/s
Direction
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - 1 2,6 2 5,1 - - 2 5,1 5 12,8
NE - - - - - - - - 1 2,6 1 2,6
E - - - - - - - - - - - -
SE - - 1 2,6 - - - - - - 1 2,6
S - - 2 5,1 1 2,6 - - 2 5,1 5 12,8
SW - - 1 2,6 2 5,1 2 5,1 1 2,6 6 15,4
W - - 5 12,8 9 23,1 1 2,6 4 10,3 19 48,7
NW - - - - 1 2,6 1 2,6 - - 2 5,1
Total - - 10 25,6 15 38,5 4 10,3 10 25,6 39 100

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 34
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Wind Rose
Location : Tanah Bumbu
Year : 2001 – 2013

Gambar 4.15 : Windrose musim barat di daerah Tanah Bumbu

Tabel 4.14. : Frekuensi dan persentase angin maksimum pada musim peralihan I selama
Tahun 2001 – 2013
0 - 5,4 5,4 - 7,9 7,9 - 10,7 10,7 - 13,8 ≥ 13,8
Wind Total
m/s m/s m/s m/s m/s
Direction
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N 2 5,1 4 10,3 2 5,1 1 2,6 - - 9 23,1
NE 1 2,6 - - - - - - - - 1 2,6
E 1 2,6 1 2,6 - - - - 1 2,6 3 7,7
SE - - - - - - - - - - - -
S 1 2,6 5 12,8 1 2,6 2 5,1 1 2,6 10 25,6
SW - - - - 1 2,6 - - - - 1 2,6
W - - 2 5,1 2 5,1 1 2,6 1 2,6 6 15,4
NW - - 6 15,4 2 5,1 - - 1 2,6 9 23,1
Total 5 12,8 18 46,2 8 20,5 4 10,3 4 10,3 39 100

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 35
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Wind Rose
Location : Tanah Bumbu
Year : 2001 – 2013
Gambar 4.16 : Windrose musim peralihan I di daerah Tanah Bumbu

Tabel 4.15. : Frekuensi dan persentase angin maksimum pada musim timur selama Tahun
2001 – 2013
0 - 5,4 5,4 - 7,9 7,9 - 10,7 10,7 - 13,8 ≥ 13,8
Total
Wind m/s m/s m/s m/s m/s
Direction Fre Fre Fre Fre Fre Fre
% % % % % %
k k k k k k
N 2 5,1 4 10,3 - - - - - - 6 15,4
NE - - - - - - - - - - - -
E - - 1 2,6 1 2,6 2 5,1 2 5,1 6 15,4
SE 4 10,3 4 10,3 1 2,6 - - - - 9 23,1
S 2 5,1 9 23,1 2 5,1 - - - - 13 33,3
SW - - - - 1 2,6 - - 1 2,6 2 5,1
W - - 1 2,6 - - - - - - 1 2,6
NW 1 2,6 0 0,0 1 2,6 - - - - 2 5,1
Total 9 23,1 19 48,7 6 15,4 2 5,1 3 7,7 39 100

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 36
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Wind Rose
Location : Tanah Bumbu
Year : 2001 – 2013

Gambar 4.17 : Windrose musim timur di daerah Tanah Bumbu

Tabel 4.16. : Frekuensi dan persentase angin maksimum pada musim peralihan II selama
Tahun 2001 – 2013
0 - 5,4 5,4 - 7,9 7,9 - 10,7 10,7 - 13,8 ≥ 13,8
Wind Total
m/s m/s m/s m/s m/s
Direction
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - 2 5,1 2 5,1 - - - - 4 10,3
NE - - - - - - - - - - - -
E 1 2,6 - - - - - - - - 1 2,6
SE - - 5 12,8 2 5,1 - - - - 7 17,9
S 2 5,1 8 20,5 2 5,1 2 5,1 - - 14 35,9
SW - - 1 2,6 3 7,7 - - 1 2,6 5 12,8
W - - 1 2,6 - - - - 2 5,1 3 7,7
NW - - 2 5,1 3 7,7 - - - - 5 12,8
Total 3 7,7 19 48,7 12 30,8 2 5,1 3 7,7 39 100

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 37
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Wind Rose
Location : Tanah Bumbu
Year : 2001 – 2013

Gambar 4.18 : Windrose musim peralihan II di daerah Tanah Bumbu

4.4.3. Perairan Tanjung Petang – Pelabuhan Samudera Batulicin

Berdasarkan hasil pengukuran yang di lakukan pada Tahun 2013 menunjukkan kedalaman di
wilayah studi berkisar 0 – 27 m sampai pada jarak 970 m dari garis pantai pada kondisi surut
terendah (LWS). Sedangkan secara umum kedalaman di wilayah ini dominan pada kisaran 2 – 8
m, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.9.

Wilayah perairan yang memiliki kedalaman > 10 m berada pada perairan Selat Suwangi,
Tanjung Kresik, Tanjung Pagatan sampai perairan Tanjung Petang. Jarak pada kedalaman > 10
m berkisar 90 – 750 m.

Kondisi profil kedalaman di dekat pantai wilayah Kabupaten Tanah Bumbu (terutama Tanjung
Petang) menunjukkan lebih dalam dan curam (>2o), dimana kedalaman 10 m hanya berjarak
200 m dari garis pantai dan kedalaman maksimum mencapai 20 m, hal ini disebabkan karena
pengaruh gelombang dan arus yang sangat besar di daerah ini, sehingga menyebabkan
sedimen jauh terbawa ke daerah lain. Sedangkan profil kedalaman di dekat pantai terutama
perairan antara Tanjung Kresik – Tanjung Pagatan menunjukkan kedalaman yang lebih dangkal
dan landai (<2o), di mana kedalaman 10 m sampai pada jarak 650 – 1.900 m. Selain itu di
wilayah terdapat gosong pasir yang membujur utara – selatan sepanjang 3,8 km dan di duga
masih merupakan kawasan ranjau (Peta Dishidros Lembar 129 tahun 2007)

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 38
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Proses perubahan garis pantai dan kedalaman sangat tergantung oleh dinamika
hidrooseanografi baik dari laut maupun dari darat yang melalui aliran sungai. Akibat proses ini,
sehingga profil kedalaman di perairan ini tidak beraturan, di mana banyak terdapat sand dune
(gumuk pasir) yang tidak beraturan sebagai akibat pengaruh gelombang dan arus pasut baik
dari sungai maupun laut. Selain itu profil batimetri juga sangat dipengaruhi oleh pola sebaran
sedimen dari laut maupun daratan yang menyebabkan adanya sedimentasi yang mengendap
pada daerah-daerah tenang (pada daerah dengan kecepatan arus sangat lemah). Bentuk
kontur kedalaman dan garis pantai pada daerah ini sering berubah-ubah, akibat proses
sedimentasi maupun abrasi pada setiap perubahan musim. Adanya pohon mangrove dengan
ketebalan yang sangat besar di sepanjang pantai, cukup besar pengaruhnya dalam meredam
gelombang maupun kecepatan arus.

Untuk melihat profil kedalaman lebih detail maka di buat profil melintang kedalaman pada
beberapa lokasi perairan, yakni perairan Pelabuhan Samudera Batulicin, Pelabuhan Ferry ASDP,
Tanjung Kersik, Teluk Pagatan, Tanjung Pagatan dan Tanjung Petang, sebagaimana disajikan
pada Gambar 3.10. Dari beberapa profil tersebut menunjukkan bahwa kedalaman yang memiliki
kedalaman yang cukup dalam terdapat pada perairan Tanjung Kersik dapat mencapai > 20 m.

4.4.4. Perairan Sungai Setangga

Sungai Setangga merupakan wilayah perbatasan antara Kabupaten Tanah Bumbu dan
Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan hasil pengukuran yang di lakukan pada Tahun 2013
menunjukkan kedalaman di wilayah ini berkisar 0 – 15 m (Gambar 3.11). Kedalaman terdalam
terdapat pada area percabangan Sungai Setangga yang mengarah ke barat dan ke selatan.
Kedalaman perairan wilayah ini diduga sebagai akibat kecepatan debit sungai, sehingga akan
menyebabkan sedimen jauh tertransport ke muara.

Kondisi kedalaman yang berbeda terdapat pada daerah muara Sungai Setangga yang memilik
kedalaman maksimum hanya 2,7 m (Gambar 3.12). Dengan kondisi ini maka akan
mempengaruhi alur transportasi. Kondisi ini diduga sebagai akibat pertemuan antara arus
sungai dengan arah debit terus menerus menuju ke laut, sedangkan dari laut akan bergerak
masuk ke sungai secara periodik. Akibat pertemuan ini akan menyebabkan terjadinya
sedimentasi di muara Sungai Setangga. Hal ini terlihat dengan banyaknya terbentuk delta di
muara Sungai maupun lidah pasir pada kedua sisi (kanan dan kiri) Sungai Setangga.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 39
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Ada dalam peta layout

Gambar 4.19 : Peta batimetri perairan Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 40
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

a)

b)

c)

d)

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 41
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

e)

f)
Gambar 4.20 : Potongan melintang kedalaman laut yang ditarik tegak lurus dari
garis ke laut. a) Pelabuhan Batulicin; b) Pelabuhan Ferry ASDP; c) Tanjung
Kersik; d) Teluk Pagatan; e) Tanjung Pagatan; f) Tanjung Petang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 42
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Ada dalam peta layout

Gambar 4.21 : Peta batimetri perairan Sungai Setangga

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 43
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

a)

b)

c)

d)
Gambar 4.22 : Potongan melintang kedalaman laut yang ditarik tegak lurus dari garis ke
laut. a) Sebelum pertemuan Sungai Setangga; b) percabangan Sungai Setangga; c)
sebelum muara Sungai Setangga; d) muara Sungai Setangga

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 44
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.4.5. Pasang Surut

Pasang surut adalah proses naik turunnya paras perairan laut (sea level) secara berkala yang
ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan,
terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari,
tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih
besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang
surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena ini memberikan
kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga menyebabkan kondisi fisik
perairan yang berbeda-beda (Ali et al. 1994).

Permasalahan mengenai kondisi pasang surut sangat penting artinya bagi Indonesia yang
memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 km, untuk berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, reklamasi pantai (dermaga/pelabuhan
dan pemecah gelombang), budidaya laut, pencemaran laut dan pertahanan nasional.

Data pasang surut diperoleh dari hasil pengukuran lapangan selama 15 hari yakni di perairan
Selat Laut atau Selat Suwangi (22 Juli – 5 Agustus 2013), yang terletak pada posisi 116 o02’23”
BT dan 03o29’04” LS dan di wilayah utara Selat Laut atau perairan Tarjun (23 Agustus – 6
September 2013) dengan interval setiap pengamatan selama 60 menit dengan waktu tolok GMT
+08.00. Kedua data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty
untuk mendapatkan konstanta harmoniknya.

Konstanta Harmonik Pasang Surut

Hasil analisis harmonik pasut dengan Metode Admiralty, diperoleh 9 (sembilan) konstanta
harmonik utama untuk amplitudo (A) dan beda fase (g°) pada perairan Batulicin Selat Laut
(Kabupaten Tanah Bumbu ) sebagaimana disajikan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. : Hasil analisis konstanta transpor pasang surut di perairan Batulicin Selat Laut
(Kabupaten Tanah Bumbu )
Konstant
a Pasang So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Surut
170,0
A cm 37,85 35,09 8,18 40,46 27,71 1,60 3,08 9,47 13,35
7
130,7 225,8 308,8 289,1 102,8 122,8 225,8 308,8
g° 66,11
2 4 9 5 4 7 4 9

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 45
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.18. : Hasil analisis konstanta transpor pasang surut di perairan Tarjun (Batas
Kabupaten Tanah Bumbu – Kotabaru)
Konstanta
Pasang So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Surut
A cm 182,19 47,60 45,36 4,39 40,37 20,77 1,31 2,09 12,25 13,32
g° 154,57 218,04 192,20 304,98 299,35 86,60 174,51 218,04 304,98

Sumber : Hasil Analisis (2013).

Dari konstanta harmonik pasut di atas menunjukkan bahwa amplitudo komponen pasang surut
harian utama (K1 dan O1) dikedua lokasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan komponen
pasang surut ganda utama (M2 dan S2) yakni perairan Batulicin 40,46 cm dan 27,71 cm
berbanding dengan 37,85 cm dan 35,09 cm, perairan Tarjun 40,37 cm dan 20,77 cm
berbanding dengan 47,60 cm dan 45,36 cm. Kedua komponen utama inilah yang
mempengaruhi tipe pasang surut di perairan lokasi studi. Pasang surut di perairan ini
merupakan rambatan pasang surut dari perairan Laut Jawa dan Selat Makassar.

Tipe Pasang Surut

Berdasarkan nilai konstanta harmonik pasang surut yang didapatkan, maka diperoleh bilangan
Formzahl (F) sebesar 0,93 untuk perairan Batulicin dan 0,66 untuk perairan Tarjun.
Berdasarkan kriteria courtier range kedua nilai tersebut termasuk dalam tipe pasang surut tipe
campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal). Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 3.11, menunjukkan dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air
surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Selain itu hasil ini juga dilakukan peramalan
dengan menggunakan program pasut yang dikembangkan oleh BPPT (1998) berdasarkan input
konstanta yang diperoleh).

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 46
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Verifikasi Pasut Pengukuran Lapangan dengan Hasil Prediksi


22 Juli - 5 Agustus2013
300

250

)
m
C
(
i 200
s
a
v
e
l
E

150

100

50
7/22/2012 0:00 7/24/2012 0:00 7/26/2012 0:00 7/28/2012 0:00 7/30/2012 0:00 8/1/2012 0:00 8/3/2012 0:00 8/5/2012 0:00

Bulan/Hari/Tahun Jam : Wita

Pengukuran Prediksi_Batulicin

Gambar 4.23 : Grafik prediksi pasang surut di Perairan Batulicin Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 47
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Verifikasi Pasut Pengukuran Lapangan dengan Hasil Prediksi


23 Agustus- 6 September 2013
300

250

)
m
(C
i 200
s
a
v
le
E

150

100

50
8/23/2013 0:00 8/25/2013 0:00 8/27/2013 0:00 8/29/2013 0:00 8/31/2013 0:00 9/2/2013 0:00 9/4/2013 0:00 9/6/2013 0:00

Bulan/Hari/Tahun Jam : Wita

Pengukuran Prediksi

Gambar 4.24 : Grafik prediksi pasang surut di Perairan Tarjun

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 48
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tunggang Air Pasang Surut

Tunggang air pasang surut pada penelitian ini menggunakan datum referensi terhadap MSL
(Mean Sea Level) artinya kedalaman MSL adalah 0 (nol). Pada Tabel 4.19 (perairan Batulicin)
dan Tabel 3.9 (perairan Tarjun) disajikan tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut
semi diurnal.

Untuk perairan Batulicin nilai tunggang air pasang surut untuk pasang purnama (spring tide),
pada air tinggi rata-rata pasang (MHHWS) sebesar 243,01 cm atau sebesar 72,93 cm di atas
MSL dan air rendah pada rata-rata surut (MLLWS) adalah 70,03 cm atau –72,93 cm di bawah
MSL. Untuk nilai tunggang air pasang surut pada saat pasang perbani (neap tide), air tinggi
rata-rata pasang (MHHWN) sebesar 172,83 cm atau sebesar 2,76 cm di atas MSL sedang
untuk air rendah pada rata-rata surut (MLLWN) sebesar 167,31 cm atau –2,76 cm di bawah
MSL. Untuk nilai Air tinggi tertinggi pada pasang besar (HAT) adalah 311,17 cm atau 141,10 di
atas MSL dan nilai air rendah terendah pada surut besar (LAT) adalah 28,97 cm atau –141,10 di
bawah MSL. Untuk nilai tunggang pasang surut (tidal range) pada saat pasang purnama yaitu
antara MHHWS dan MLLWS adalah 172,98 cm.

Tabel 4.19. : Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide prevailing semi
diurnal pada referensi MSL dan palem pasut di perairan Batulicin Selat Laut

Karakteristik Formula Referensi


Pasang (Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997 MSL Palem
Surut dalam Baharuddin 2006) (cm) Pasut (cm)
HAT = LAT + 2(K1+O1+S2+M2) 141,10 311,17
MHHWS = LAT + 2*(S2+M2) + (K1+O1) 72,93 243,01
MHHWN = LAT + O1 + K1+ 2*M2 2,76 172,83
MSL 170,07
MLLWN = LAT + K1 + O1+ 2*S2 -2,76 167,31
MLLWS = LAT + K1 + O1 -72,93 70,03
LAT = MSL – AK1 – AO1 – AS2 – AM2 -141,10 28,97
Tidal Range = MHHWS – MLLWS 172,98
Sumber : Hasil analisis (2013).

Untuk perairan Tarjun nilai tunggang air pasang surut untuk pasang purnama (spring tide),
pada air tinggi rata-rata pasang (MHHWS) sebesar 275,15 cm atau sebesar 92,96 cm di atas
MSL dan air rendah pada rata-rata surut (MLLWS) adalah 62,18 cm atau –92,96 cm di bawah
MSL. Untuk nilai tunggang air pasang surut pada saat pasang perbani (neap tide), air tinggi

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 49
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

rata-rata pasang (MHHWN) sebesar 184,42 cm atau sebesar 2,23 cm di atas MSL sedang
untuk air rendah pada rata-rata surut (MLLWN) sebesar 179,96 cm atau –2,23 cm di bawah
MSL. Untuk nilai Air tinggi tertinggi pada pasang besar (HAT) adalah 336,29 cm atau 154,10 di
atas MSL dan nilai air rendah terendah pada surut besar (LAT) adalah 28,09 cm atau –154,10 di
bawah MSL. Untuk nilai tunggang pasang surut (tidal range) pada saat pasang purnama yaitu
antara MHHWS dan MLLWS adalah 212,97 cm.

Tabel 4.20. : Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide prevailing semi
diurnal pada referensi MSL dan palem pasut diperairan Tarjun

Karakteristik Formula Referensi


Pasang (Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997 MSL Palem
Surut dalam Baharuddin 2006) (cm) Pasut (cm)
HAT = LAT + 2(K1+O1+S2+M2) 154,10 336,29
MHHWS = LAT + 2*(S2+M2) + (K1+O1) 92,96 275,15
MHHWN = LAT + O1 + K1+ 2*S2 2,23 184,42
MSL 182,19
MLLWN = LAT + K1 + O1+ 2*M2 -2,23 179,96
MLLWS = LAT + K1 + O1 -92,96 62,18
LWL = MSL – AK1 – AO1 – AS2 – AM2 -154,10 28,09
Tidal Range = MHHWS – MLLWS 212,97
Sumber : Hasil analisis (2013).

Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa perairan Tarjun (Selat Laut bagian utara)
lebih dominan dipengaruhi oleh perairan Selat Makassar, sedangkan perairan Batulicin (Selat
Laut bagian selatan) lebih dipengaruhi oleh perairan Laut Jawa. Selain itu menunjukkan bahwa
di wilayah utara memiliki akan terlebih dulu pasang dibandingkan dengan wilayah selatan.

Pola pasang surut di perairan Selat Laut selain dipengaruhi oleh kedua massa air, amplitudo
dan fasenya juga turut dipengaruhi oleh aliran debit sungai yang cukup banyak
terdapat/bermuara pada perairan Selat Laut ini.

4.4.6. Pola Arus

Arus merupakan faktor yang berperan dalam penentuan bangunan pantai (untuk mencegah
abrasi atau sedimentasi seperti jetty), karena arah dan kecepatan arus dapat menentukkan
letak dan posisi bagunan pantai tersebut, selain itu dapat juga digunakan dalam menentukkan
kelayakan pelabuhan, karena berhubungan dengan proses sedimentasi (pengerukan). Selain itu
arus juga merupakan faktor oseanografi yang cukup berperan penting dalam pelaksanaan
budidaya perikanan. Untuk keperluan budidaya, arus yang terlalu lemah tidak cocok terutama

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 50
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

dalam sirkulasi air, membawa bahan terlarut, tersuspensi dan kelarutan oksigen. Selain itu,
akibat dari arus yang terlalu lemah dapat menyebabkan jaring dapat dipenuhi oleh organisme
penempel (fouling) sehingga sangat sulit untuk terjadinya sirkulasi air. Sedangkan arus yang
terlalu kuat dapat mengganggu fisiologi ikan, baik yang di sebabkan oleh pergerakan ikan untuk
melawan arus atau karena faktor stress.

Pola Arus Berdasarkan Model

Pola dan kecepatan arus pasang surut pada studi ini di analisis berdasarkan model Mike 2.1.
Perhitungan pola dan kecepatan arus dalam model SMS menggunakan persamaan kontinuitas
dan persamaan momentum dengan perata-rataan kedalaman dalam memodelkan pola dan
kecepatan arus pasut. Penyelesaian persamaan tersebut menggunakan pendekatan metode
beda hingga (finite difference). Input data yang digunakan adalah data dari hasil peramalan
pasang surut selama 30 hari (1 Agustus – 31 Agustus 2013), data angin dan data batimetri.
Dari hasil model tersebut diperoleh bentuk pola arus pasang surut yakni pola arus pasang surut
saat pasang tertinggi, pola arus pasang surut saat menuju pasang, pola arus pasang surut saat
surut terendah, dan pola arus pasang surut saat menuju surut, sebagaimana disajikan pada
Gambar 4.25 dan 4.26.

Dari gambar tersebut menunjukkan pola arus pada saat pasang, arah arah arus akan bergerak
menuju bagian utara perairan Selat Laut, sedangkan pada surut, arah arus akan bergerak
menuju selatan perairan Selat Laut. Kecepatan arus pasut saat menuju surut menunjukkan
kecepatan sedikit lebih kuat dibandingkan saat menuju surut yakni 0,925 m/s berbanding 0,834
m/s. Demikian halnya dengan saat pasang maksimum 0,078 m/s berbanding 0,064 m/s pada
saat surut minimum.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 51
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.25 : Pola arus pasang surut saat kondisi pasang tertinggi di Perairan Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 52
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.26 : Pola arus pasang surut saat kondisi menjelang pasang maksimum di Perairan Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 53
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.27 : Pola arus pasang surut saat kondisi surut terendah di Perairan Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 54
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Gambar 4.28 : Pola arus pasang surut saat kondisi menuju surut maksimum di Perairan Selat Laut

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 55
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Pola Arus Berdasarkan Hasil Pengukuran

Berdasarkan hasil pengukuran arus yang dilakukan selama 26 jam pada kondisi kedalaman
yang berbeda yakni 0,2 d, 0,6 d dan 0,8 d, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.8. Dari table
tersebut menunjukan bahwa arah arus pada saat pasang akan bergerak menuju arah barat
daya – selatan (180 – 230o) dengan kecepatan berkisar 0,056 – 0,44 m/s dan pada saat surut
akan bergerak menuju utara – timur laut (20 – 80o) dengan kecepatan berkisar 0,122 – 0,612
m/s pada kedalaman 0,2d. Demikian halnya juga pada kedalaman 0,6 d, akan tetapi memiliki
kecepatan yang lebih besar, sedangkan pada kedalaman 0,8 d lebih lambat. Perbedaan ini
disebabkan karena faktor lokasi studi yang berada di selat, sehingga pengaruh pasang surut
dan arah angin terutama mempengaruhi pada daerah permukaan dan intermedit (tengah),
sedangkan di dekat dasar pengaruh pasang surut dan arah angin akan semakin berkurang akan
tetapi faktor topografi dasar laut akan memperlambat gaya pergerakan air (gaya friksi).

Hasil pengukuran ini jika dibandingkan dengan hasil model diatas menunjukkan pola yang sama
yakni pada saat pasang, pola arus akan bergerak menuju bagian utara perairan Selat Laut,
sedangkan pada saat surut pola arus akan bergerak menuju bagian selatan perairan Selat Laut,
meskipun dengan kecepatan yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena banyak faktor
yang mempengaruhi arah dan kecepatan arus diantaranya pasang surut, gelombang, angin,
kedalaman, curah hujan, debit sungai, suhu dan parameter fisik lainnya, sedangkan hasil model
hanya mempertimbangkan kondisi pasang surut dan kedalaman.

Tabel 4.21. : Hasil pengukuran kecepatan arus pada posisi X = 393020,431 m Y=


9615785,729 m di perairan Selat Laut
Posisi 0,2 d Posisi 0,6 d Posisi 0,8 d Kondisi
Muka
Arah Kecepatan Arah Kecepatan Arah Kecepatan
Jam o Jam o Jam o Air
m/det m/det m/det
Laut
7 200 0,456 7 190 0,562 7,00 200 0,621 Surut
8 200 0,522 8 190 0,812 8,00 195 0,512 Surut
9 30 0,421 9 30 0,522 9,00 20 0,421 Pasang
10 20 0,444 10 20 0,422 10,00 20 0,322 Pasang
11 40 0,307 11 20 0,311 11,00 20 0,222 Pasang
12 20 0,115 12 30 0,211 12,00 40 0,333 Pasang
13 25 0,166 13 20 0,162 13,00 30 0,165 Pasang
14 30 0,222 14 30 0,321 14,00 20 0,222 Pasang
15 20 0,161 15 20 0,222 15,00 20 0,315 Pasang
16 40 0,078 16 20 0,085 16,00 20 0,421 Pasang
17 80 0,056 17 70 0,111 17,00 50 0,222 Pasang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 56
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Posisi 0,2 d Posisi 0,6 d Posisi 0,8 d Kondisi


Muka
Arah Kecepatan Arah Kecepatan Arah Kecepatan
Jam o Jam o Jam o Air
m/det m/det m/det
Laut
18 200 0,571 18 190 0,455 18,00 180 0,522 Surut
19 210 0,500 19 210 0,522 19,00 200 0,566 Surut
20 190 0,421 20 190 0,421 20,00 200 0,456 Surut
21 190 0,333 21 180 0,332 21,00 190 0,222 Surut
22 200 0,512 22 200 0,511 22,00 190 0,555 Surut
23 180 0,126 23 200 0,123 23,00 200 0,352 Surut
1 190 0,222 1 185 0,333 1,00 185 0,331 Surut
2 190 0,236 2 180 0,211 2,00 175 0,214 Surut
3 200 0,214 3 195 0,136 3,00 185 0,145 Surut
4 230 0,312 4 190 0,165 4,00 200 0,523 Surut
5 240 0,223 5 220 0,163 5,00 220 0,222 Surut
6 240 0,512 6 200 0,175 6,00 190 0,321 Surut
7 190 0,122 7 185 0,332 7,00 210 0,245 Surut
8 180 0,612 8 180 0,222 8,00 190 0,221 Surut
9 200 0,512 9 180 0,421 9,00 195 0,321 Surut
Sumber : Hasil pengukuran (2013).

4.4.7. Kondisi Gelombang

Gelombang yang paling umum dikaji dalam bidang teknik pantai adalah gelombang yang
dibangkitkan oleh angin dan pasang surut. Gelombang tersebut membawa/ memiliki energi
untuk membentuk pantai, arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang
pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Gelombang
merupakan salah satu faktor utama dalam penentuan morfologi dan komposisi pantai serta
penentuan proses perencanaan dan desain pembangunan pelabuhan, terusan (waterway),
struktur pantai, alur pelayaran, proteksi pantai dan kegiatan pantai lainnya (CERC 1984).

Prediksi parameter gelombang dengan menggunakan metode SMB (Sverdrup Munk


Bretschneider), metode ini berdasarkan pertumbuhan energi gelombang dengan
mentransformasikan data angin dari pengukuran di darat menjadi angin laut. Berdasarkan hasil
analisis data angin maksimum bulanan selama tahun 2002 – 2012 yang dapat membangkitkan
gelombang pada wilayah studi adalah dari utara, timur laut, timur, tenggara dan selatan
sedangkan dari arah lain tidak digunakan, oleh karena angin tersebut di anggap dari darat yang
tidak dapat membangkitkan gelombang.

Berdasarkan hal tersebut di peroleh prediksi gelombang setiap musim selama Tahun 2003 –
2012 dari arah angin yang membangkitkan gelombang sebagaimana disajikan pada Tabel 4.21.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 57
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pada musim barat gelombang yang terbentuk lebih
banyak berasal dari selatan (62,50%) dengan tinggi dan periodenya berkisar 0,5 m – 0,9 m dan
2,3 s – 2,91 s.

Pada musim peralihan I arah gelombang yang terbentuk masih dominan dari arah selatan
meskipun menurun hanya 44,44% dengan tinggi dan periode gelombang berkisar pada interval
0,4 m – 0,90 m dan 2,2 s – 2,8 s.

Pada musim timur gelombang yang terbentuk lebih bervariasi, meskipun masih dominan dari
arah selatan yakni 34,62%, tinggi dan periode gelombang berkisar pada interval 0,4 m – 0,7 m
dan 2,2 s – 2,6 s.

Pada musim peralihan II gelombang masih dominan dari arah selatan dengan frekuensi yang
kembali meningkat menjadi 55,56% dengan tinggi dan periode gelombang berkisar pada
interval 0,3 – 0,8 m dan 2,1 s – 2,8 s.

Dari hasil prediksi gelombang menunjukkan bahwa setiap musim parameter gelombang yang
terbentuk terjadi perbedaan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan faktor yang
mempengaruhi dan membangkitkan gelombang seperti kecepatan angin, durasi, arah angin,
dan fetch (CHL 2006). Angin yang berhembus di atas permukaan laut menimbulkan tegangan
pada permukaan laut, dimana semakin lama angin bertiup, semakin besar pula energi yang
dapat membangkitkan gelombang (Davis 1991; Triatmodjo 1999).

Perbedaan faktor tegangan angin (UA) dan panjang fetch (Feff) mempengaruhi tinggi dan
periode gelombang signifikan (Hmo dan Ts). Dari Tabel 4.22. menunjukkan bahwa faktor
tegangan angin yang diperoleh dari koreksi kecepatan angin darat menjadi angin laut dari
kelima arah angin maupun panjang fetch perbedaanya cukup besar, terutama dari arah
tenggara dan selatan yang cukup terbuka (berhadapan langsung dengan Laut Jawa, sedangkan
arah tenggara dihalangi oleh wilayah Kabupaten Kotabaru. Hal ini disebabakan karena faktor
tegangan angin dan panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk
terbentuk akibat energi yang ditransfer angin juga terpengaruh, sehingga faktor tegangan
angin berpengaruh terhadap tinggi, periode dan durasi pertumbuhan gelombang (CERC 1984).
Hal ini terlihat pada semua arah di setiap musim.

Panjang gelombang (Lo) di laut dalam hanya dipengaruhi oleh periode gelombang, dimana
semakin besar periodenya maka kecepatan dan panjang gelombangnya juga besar,

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 58
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

sebagaimana terlihat pada Tabel 4.23. Gelombang yang merambat dari laut dalam (deep water)
menuju pantai mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses transformasi seperti
refraksi dan shoaling karena pengaruh perubahan kedalaman laut, difraksi, dan refleksi.
Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang dan kecepatan
gelombang serta bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kelancipan gelombang (steepnes)
mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah dengan membentuk sudut tertentu
terhadap garis pantai.

Tabel 4.22. : Hasil analisis parameter gelombang setiap musim selama Tahun 2004 – 2013

U* Hmo Jumlah
Musim Arah F (m) T (s) Lo Hb db
(m/s) (m) (%)

Utara 7500 0,53 0,6 2,3 7,9 0,55 0,7 12,50


Timur
7900 0,54 0,6 2,3 8,3 0,58 0,8 12,50
Laut
Barat
Tenggara 12000 0,34 0,5 2,3 8,0 0,47 0,6 12,50
8,2-
Selatan 15000 0,28-0,57 0,5-0,9 2,3-2,9 0,44-0,86 0,6-1,1 62,50
13,3
Utara 7500 0,23-0,52 0,3-0,6 1,7-2,2 4,6-7,8 0,26-0,55 0,3-0,7 33,33
Timur
7900 0,24 0,28 1,76 4,85 0,27 0,35 5,56
Peralihan Laut
I Timur 3200 0,23-0,60 0,2-0,5 1,3-1,8 2,6-4,9 0,16-0,40 0,2-0,5 16,67
7,6-
Selatan 15000 0,25-0,53 0,4-0,9 2,2-2,8 0,40-0,80 0,5-1,0 44,44
12,6
Utara 7500 0,22-0,30 0,3-0,3 1,7-1,9 4,4-5,4 0,24-0,32 0,3-0,4 19,23
Timur 3200 0,42-0,62 0,3-0,5 1,6-1,8 3,8-5,0 0,28-0,41 0,4-0,5 19,23
Timur Tenggara 12000 0,23-0,35 0,3-0,5 2,0-2,3 6,2-8,3 0,33-0,49 0,4-0,6 26,92
7,4-
Selatan 15000 0,24-0,41 0,4-0,7 2,2-2,6 0,38-0,62 0,5-0,8 34,62
10,5
Utara 7500 0,34-0,44 0,4-0,5 1,9-2,1 5,9-7,0 0,36-0,47 0,5-0,6 11,11
timur 3200 0,25 0,19 1,32 2,72 0,17 0,22 5,56
Peralihan
II Tenggara 12000 0,32-0,41 0,5-0,6 2,2-2,4 7,7-9,1 0,44-0,55 0,6-0,7 27,78
6,8-
Selatan 15000 0,21-0,48 0,3-0,8 2,1-2,8 0,37-0,74 0,4-0,9 55,56
11,8
Sumber : Hasil analisis (2013).

Hasil prediksi ini jika dibandingkan dengan data dari BMKG Kabupaten Tanah Bumbu setiap hari
pada Tahun 2010, dengan kisaran tinggi dan periode gelombang 0 – 0,64 m dan 0 – 3,44 s
pada alur tengah Selat Laut, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.23.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 59
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.23. : Hasil pengukuran tinggi dan periode gelombang Tahun 2010
Hmo T
Arah %
(m) (s)
Utara 0,00 – 0,64 0,01 – 3,44 72,9
Timur Laut 0,01 – 0,17 0,01 – 3,28 1,4
Timur 0,01 – 0,17 0,01 – 3,25 2,2
Tenggara 0,01 – 0,17 0,01 – 3,26 2,2
Selatan 0,01 – 0,17 0,01 – 3,26 1,9
Barat Daya 0,01 – 0,40 0,01 – 3,34 2,5
Barat 0,01 – 0,40 0,01 – 3,34 9,6
Barat Laut 0,01 – 0,17 0,01 – 3,27 7,4
Jumlah 100,0
Sumber : BMKG (2013).

Pantai dengan bentuk kontur kedalaman gabungan antara submarine ridge (kontur yang
menjorok ke luar) dan submarine canyon (kontur yang menjorok ke dalam) terlihat adanya
perubahan garis 60ransport60 gelombang yakni garis yang tegak lurus dengan garis puncak
gelombang dan menunjukkan arah perambatan gelombang yang membelok dan berusaha
untuk tegak lurus dengan garis kontur, sedangkan garis puncak gelombang berusaha sejajar
dengan garis kontur saat menuju perairan yang lebih dangkal (proses refraksi).

Hal ini disebabkan karena adanya perubahan kecepatan rambat gelombang, dimana perubahan
cepat rambat gelombang terjadi di sepanjang garis puncak gelombang yang bergerak dengan
membentuk sudut terhadap kontur, karena bagian dari gelombang di laut dalam bergerak lebih
cepat dari pada bagian laut yang lebih dangkal. Perubahan tersebut menyebabkan puncak
gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur kedalaman. Perubahan
tersebut juga berpengaruh terhadap tinggi gelombang, dengan menganggap periode
konstan, tinggi gelombang mula-mula menurun di perairan transisi dan dangkal namun di
perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar sampai terjadi pecah (Latief 1994),
proses ini dikenal sebagai shoaling yakni proses pembesaran tinggi gelombang karena
pendangkalan kedalaman.

Akibat pola refraksi dan shoaling, gelombang akan lebih kecil dari gelombang laut dalam, hal ini
terutama gelombang yang berasal dari timur. Di mana, karena bentuk garis pantai di lokasi
studi merupakan pantai yang menghadap barat daya, menyebabkan arah gelombang dari timur
akan membelok menuju pantai. Dari pembelokkan arah gelombang tersebut, maka ketinggian
gelombangnya akan menurun akibat kecepatan dan panjang gelombang berkurang.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 60
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Bentuk batimetri yang tidak teratur, di mana banyak terdapat gundukan pasir/lumpur ( sand
dune) yang menonjol ke permukaan menyebabkan gelombang pecah sudah terjadi sebelum
sampai ke pantai. Kekuatan energi gelombang pada saat gelombang pecah tersebut sangat
besar dan hal tersebut yang dapat menyebabkan terbentuknya pola longshore current maupun
rip current yang dapat menggerakan sedimen sesuai dengan sudut gelombang yang terbentuk.
Sehingga menyebabkan adanya proses sedimentasi dan abrasi. Konvergensi (penguncupan
gelombang) umumnya terjadi pada garis kontur/pantai yang menjorok ke luar maupun daerah
sund dune sedangkan divergensi (penyebaran gelombang) terjadi pada garis kontur/pantai
yang menjorok ke dalam (daerah teluk). Daerah yang mengalami konvergensi umumnya
menyebabkan tinggi gelombang pecah yang lebih besar (61ransp gelombang dalam gambar
lebih besar) jika dibandingkan dengan daerah divergensi (61ransp gelombangnya terlihat lebih
kecil).

Perairan bagian selatan Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah yang relatif cukup terbuka
dari serangan gelombang laut dalam. Berdasarkan hasil analisis di atas, menunjukkan bahwa
bentuk dan tata letak konstruksi pelabuhan/bangunan pantai yang akan dikembangkan harus
memperhatikan faktor serangan gelombang tersebut. Hal ini akan sangat berpengaruh baik
pada saat konstruksi maupun saat berlangsungnya kegiatan.

4.4.8. Arus Pantai dan Transpor Sedimen

Transpor sedimen menyusur pantai banyak menyebabkan permasalahan pada daerah pantai
terutama untuk alur pelayaran dan pelabuhan, sehingga pemahaman akan hal tersebut sangat
penting diketahui dan kemungkinan permasalahan dalam dampak pemanfaatan pantai dapat
diketahui dan dapat mengurangi dampaknya. Analisis jumlah transpor dan budget sedimen
penting dilakukan, hal ini untuk pertimbangan pencegahan yang dapat dilakukan maupun untuk
penentuan waktu pengerukan.

Seringkali pemanfaatan pantai tidak mencakup studi yang memadai, sehingga menyebabkan
permasalahan baru sebagai akibat perubahan tanggapan dinamis alami pantai seperti
tanggapan terhadap pola hidrodinamika. Misalnya salah satu fungsi pembangunan jeti dan
breakwater yang dibangun tegak lurus pantai untuk mencegah erosi pada sisi pantai, akan
tetapi di sisi lain malah terjadi sedimentasi yang tidak diharapkan. Suatu pantai mengalami
erosi, sedimentasi atau tetap stabil tergantung pada sedimen yang masuk (suplai) dan yang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 61
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

keluar pantai tersebut. Erosi pantai terjadi apabila di suatu pantai yang ditinjau mengalami
kehilangan/pengurangan sedimen, artinya sedimen yang terangkut lebih besar dari yang
diendapkan. Sebaliknya apabila sedimen yang masuk (suplai) lebih besar maka akan terjadi
sedimentasi.

Proses transformasi gelombang sampai terjadinya gelombang pecah di pantai akan


menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen. Besar
dan arah arus yang ditimbulkan tergantung pada ketinggian dan sudut yang terbentuk yang
dapat berupa arus menyusur pantai (longshore current) dan tegak lurus pantai (rip current).
Demikian juga halnya dengan transpor sedimen berupa transpor menyusur pantai (longshore
transport) dan transpor tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Dalam studi ini hanya
menfokuskan pada arah arus dan transpor sedimen menyusur pantai sebagai pengaruh
gelombang.

Perbedaan kecepatan arus berpengaruh terhadap transpor sedimen, dimana semakin besar
arus yang terbentuk maka transpor sedimennya juga besar, baik berupa bed load (sedimen
dasar) maupun suspended load (sedimen tersuspensi) selain faktor lain seperti karakteristik
butir sedimen dan kemiringan pantai.

Berdasarkan bentuk pantai dan arah gelombang yang terbentuk pada lokasi studi menunjukkan
bahwa arah arus dan transpor sedimen akan bergerak sesuai arah dan sudut gelombang pecah
yang terbentuk sebagai pembangkit. Untuk arah pembangkitan gelombang dari utara, timur
dan timur laut (dari pengamat yang berdiri di pantai menghadap ke arah laut) menyebabkan
arus dan transpor sedimen bergerak ke arah selatan, sedangkan dari tenggara dan selatan
menyebabkan arus dan transpor sedimen bergerak ke arah utara.

Dari hasil analisis paramater arus pantai dan transpor sedimen yang dibangkitkan oleh
gelombang di perairan lokasi studi, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.13 dan Gambar 3.10 –
3.13, pada musim barat selama Tahun 2004 – 2013 menunjukkan kecepatan arus dari arah
barat lebih dominan (62,50%) dengan kecepatan arus dan 62ransport sedimen masing-masing
0,06 – 0,095 m/s dan 102 – 542 m3/bln bergerak 62ranspo utara.

Musim peralihan I arus dan transpor sedimen masih dominan dari dari arah selatan dengan
frekunensi menurun hanya 44,44% dengan kecepatan dan 62ransport sedimen berkisar pada
0,06 – 0,09 m/s dan 78 – 449 m3/bln bergerak ke utara.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 62
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Pada musim timur, arah arus dan transpor sedimen masih dominan dari arah selatan yakni
34,62% dengan kisaran 0,06 – 0,08 m/s dan 72 – 240 m3/bln yang bergerak ke utara.
Demikian halnya pada musim peralihan II, arah arus dan transpor sedimen masih dominan dari
selatan yakni 55,56% dengan kisaran 0,06 – 0,08 m/s dan 53 – 363 m3/bln bergerak ke timur.

Tabel 4.24. : Hasil analisis arus dan 63ransport sedimen setiap musim selama Tahun 2004 –
2013

Musim Arah V (m/s) Q (m3/bln) Jumlah(%)

Utara 0,07 178 12,50


Timur Laut 0,07 196 12,50
Barat
Tenggara 0,07 125 12,50
Selatan 0,06-0,09 102-542 62,50
Utara 0,05-0,07 26-172 33,33
Timur Laut 0,05 29,00 5,56
Peralihan I
Timur 0,04-0,06 27607 16,67
Selatan 0,06-0,09 78-449 44,44
Utara 0,05-0,05 23-47 19,23
Timur 0,05-0,06 32-79 19,23
Timur
Tenggara 0,06-0,07 51-138 26,92
Selatan 0,06-0,08 72-240 34,62
Utara 0,06-0,07 63-116 11,11
timur 0,04 10,00 5,56
Peralihan II
Tenggara 0,07-0,08 107-189 27,78
Selatan 0,06-0,08 53-363 55,56
Sumber : Hasil analisis (2013).

Perbedaan besar kecepatan arus dan transpor sedimen ini disebabkan oleh perbedaan
parameter gelombang pecah yakni tinggi dan sudut gelombang pecah selain faktor kemiringan
pantai dan karakteristik sedimennya pada setiap musimnya, sehingga mempengaruhi arah arus
dan transpor sedimen. Hal ini terutama terjadi dari gelombang arah barat, gelombang pecah
dan arus yang terbentuk lebih kecil, meskipun gelombang laut dalamnya cukup besar.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 63
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

60 Ke Utara

50

40
)
n
l
3
/b 30
m
1
0
1
(x 20
tr
o
p
s
an
rT
10
t
n
e
im 0
d
e
S
-10

-20

-30
4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2
0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 Ke Selatan
-
n
-
n
-
n
-
n
-
n
-
b
-
b
-
b
-
b
-
b c- c- c- c- c-
Ja Ja Ja Ja Ja eF eF eF eF eF e e e e e
D D D D D
Bulan

Gambar 4.29 : Transpor sedimen pada saat musim barat

50
Ke Utara
45

40

35
)
ln
b
/ 30
3
m
1
0 25
1
(x
tr 20
o
p
s
an
rT
15
t
n 10
e
im
d 5
e
S
0

-5

-10

-15

-20
4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2
-0
ra -0
ra -0
ra -1
ra -1
ra -0
r -0
r -0
r -1
r -1
r -0 -0 -0 -1 -1 Ke Selatan
p p p p p ya ya ya ya ya
M M M M M A A A A A M M M M M
Bulan

Gambar 4.30 : Transpor sedimen pada saat musim peralihan I

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 64
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

25
Ke Utara

20

)
n
l
/b
3 15
m
1
0
x1
(
rt 10
o
p
s
n
ar
T
t
n
e 5
m
i
d
e
S

-5

-10
4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2
-0 -0 -0 -1 -1 -0
l -0
l -0
l -1
l -1
l -0
g -0
g -0
g -1
g -1
g
Ke Selatan
n n n n n
Ju Ju Ju Ju Ju Ju Ju Ju Ju Ju u
A
u
A
u
A
u
A
u
A

Bulan

Gambar 4.31 : Transpor sedimen pada saat musim timur

Ke Utara
30

25

)
n
l 20
b
/
3
m
1
0 15
x1
(
rt 10
o
p
s
an
rT 5
t
n
e
m
i 0
d
e
S
-5

-10

-15

-20
4 6 8 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 0 2
0
- 0
- 0
- 1
- 1
- 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 Ke Selatan
p p p p p t-c t-c t-c t-c t-c v- v- v- v- v-
eS eS eS eS eS O O O O O o o o o o
N N N N N
Bulan

Gambar 4.32 : Transpor sedimen pada saat musim peralihan II

Dari hasil permodelan transport sedimen secara numeric, menunjukkan bahwa sedimentasi
terutama akan terjadi di muara sungai. Hal ini sebagai akibat pengaruh pertemuan debit sungai

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 65
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

yang membawa sedimen dari hulu ke muara, di sisi lain ada masukan sedimen dari laut yang
terbawa oleh arus pasang surut secara periodik, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.27.

Gambar 4.33 : Model sebaran sedimen transpor dari pengaruh sungai yang
bermuara di Selat Laut

4.4.9. Budget Sedimen

Analisis budget sedimen pantai digunakan untuk mengevaluasi sedimen yang masuk dan keluar
dari suatu pantai yang ditinjau. Analisis keseimbangan budget sedimen pantai didasarkan pada
hukum kontinuitas atau kekekalan massa sedimen. Hasil analisis ini dapat dipergunakan untuk

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 66
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

memperkirakan daerah pantai yang mengalami erosi (abrasi) atau akresi (sedimentasi). Konsep
keseimbangan profil pantai menjadi perhatian jika gaya-gaya di alam yang mempengaruhi
keseimbangan pantai berubah berdasarkan variasi pasut, gelombang, arus dan angin.
Keseimbangan profil tersebut merupakan salah satu konsep yang sangat bermanfaat dalam
menyajikan suatu kerangka kerja dalam studi mengenai ketidakseimbangan dan selanjutnya
angkutan sedimen tegak-lurus maupun sejajar pantai pantai. Selain itu, dapat dimanfaatkan
dalam suatu desain studi yang didasarkan pada profil keseimbangan.

Besarnya laju transpor sedimen akan berpengaruh terhadap budget sedimen di mana laju
transpor sedimen sendiri tergantung pada sudut datang gelombang, durasi dan energi
gelombang. Dengan demikian gelombang besar akan mengangkut material lebih banyak tiap
satuan waktu daripada yang digerakkan oleh gelombang kecil. Tetapi, jika gelombang kecil
terjadi dalam waktu yang lebih lama dari gelombang besar, maka gelombang kecil tersebut
dapat mengangkut sedimen lebih banyak daripada gelombang besar. Oleh karena itu, karena
arah gelombang selalu berubah maka arah transpor juga berubah dari musim ke musim, hari ke
hari atau dari jam ke jam.

Berdasarkan hal tersebut di atas sebagaimana disajikan pada Tabel 4.25 menunjukkan bahwa
selama kurang lebih 10 tahun terakhir (2004 – 2013) untuk musim barat arah transpor sedimen
frekuensinya dominan bergerak ke utara (75% atau 1.617 m3/10thn), sedangkan yang ke arah
utara hanya 25% atau 374 m3/10thn, sehingga budget sedimen pada musim ini sebesar 1.243
m3/10thn pada pantai bagian utara. Pada musim peralihan I transpor sedimen frekuensinya
dominan bergerak ke selatan, yakni 55,56% atau 595 m3/10thn), akan tetapi volumenya lebih
besar ke arah utara yakni 1.794 m3/10thn. Budget pada musim ini sebesar 1.199 m3/10thn
pada pantai bagian utara.

Pada musim timur transpor sedimen telah berubah arah, dengan arah frekuensi dan volume
sedimen dominan ke utara yakni 61,54% atau 1.887 m3/10thn, sedangkan ke selatan hanya
433 m3/10thn atau38,46%, sehingga budget sedimen pada musim ini sebesar 1.454 m3/10thn
pada pantai bagian utara. Demikian halnya pada musim peralihan II, transpor sedimen masih
dominan ke arah utara yakni 2.422 m3/10thn atau 83,33% dibandingkan ke selatan hanya 188
m3/10thn atau 16,67%, sehingga budget pada musim ini sebesar 2.234 m3/10thn pada pantai
bagian utara.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 67
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.25. : Hasil analisis budget sedimen pantai pada Perairan Selat Laut Tanah Bumbu

Budget Tot Q
Q Budget Q
3 Jumlah Transpor (Tahun 2004 -
Musim (m /10 (m3/10
(%) Sedimen 2013)
year) year)
(m3/10 year)

-374 25,00 Ke Selatan


Barat 1.243
1.617 75,00 Ke Utara
-595 55,56 Ke Selatan
PI 1.199
1.794 44,44 Ke Utara
-433 38,46 Ke Selatan 6.131
Timur 1.454
1.887 61,54 Ke Utara
-188 16,67 Ke Selatan
PII 2.234
2.422 83,33 Ke Utara
Keterangan : nilai (-) menunjukkan transpor sedimen (Q) bergerak ke arah selatan dan nilai
(+) bergerak ke arah utara.

Berdasarkan hasil analisis budget sedimen selama 10 tahun terakhir (2004 – 2013)
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.26, menunjukkan bahwa semua budget sedimen berada
pada pantai utara (6.131 m3/10thn). Hal tersebut sesuai yang ditunjukkan pada bentuk
bathimetri di perairan lokasi studi, dimana terjadi pengendapan yang cukup besar di perairan
bagian pantai utara Tanah Bumbu dan alur Selat Laut.

4.4.10. Analisis Kelayakan Pelabuhan

Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan daratan. Pemilihan
lokasi tergantung pada beberapa faktor seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman dan luas
daerah perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi, daerah
daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang akan dibongkar muat, jalan-jalan
untuk transportasi, dan daerah industri di belakangnya. Pemilihan lokasi pelabuhan harus
mempertimbangkan berbagai faktor tersebut. Tetapi biasanya faktor-faktor tersebut tidak bisa
semuanya terpenuhi, sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal.
Tinjauan daerah perairan menyangkut luas perairan yang diperlukan untuk alur pelayaran,
kolam putar (turning basin), penambatan dan tempat berlabuh, dan kemungkinan
pengembangan pelabuhan di masa mendatang. Daerah perairan ini harus terlindung dari
gelombang, arus dan sedimentasi. Untuk itu beberapa pelabuhan ditempatkan di daerah

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 68
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

terlindung seperti di belakang pulau, di teluk, di muara sungai/estuari. Daerah ini terlindung
dari gelombang tetapi tidak terhadap arus dan sedimentasi.

Keadaan daratan tergantung pada fungsi pelabuhan dan fasilitas yang berhubungan dengan
tempat pengangkutan, penyimpanan dan industri. Pembangunan suatu pelabuhan biasanya
diikuti dengan perkembangan daerah di sekitarnya. Untuk itu daerah daratan harus cukup luas
untuk mengantisipasi perkembangan industri di daerah tersebut.

Berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut ini.

1. Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan, termasuk


pengerukan pertama yang harus dilakukan.

2. Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan kolam
pelabuhan.

Di bawah ini akan dijelaskan analisis kelayakan pelabuhan dari tinajuan karakteristik fisik
berdasarkan hasil pengukuran dan analisis yang telah dilakukan.

1. Topografi

Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk membangun suatu
pelabuhan dan memungkinkan untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan
harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang,
stockpile dan juga daerah industri. Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus cukup
luas dan dangkal untuk memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan
pantai tersebut. Topografi berperan penting dalam perencanaan pembangunan sarana dan
prasarana baik untuk jalan maupun fasilitas pokok pelabuhan.

Berdasarkan kondisi topografi dari beberapa lokasi yang disurvei mulai dari Tanjung Petang
sampai Pelabuhan Samudera Batulicin dan Sungai Setangga mempunyai kemiringan sangat
landai (< 2o). Dengan ketinggian berkisar 0 – 4 dari muka air laut rata-rata. Akan tetapi wilayah
tersebut dominan pada ketinggian < 2 meter dari muka air laut rata-rata. Dengan kondisi yang
cukup rendah tersebut maka sangat berpotensi terjadinya banjir pasang, sehingga diperlukan
penimbunan atau tanah urugan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 69
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Selain itu wilayah ini dominan merupakan daerah yang digunakan oleh masyarakat untuk
kegiatan budidaya pertambakan terutama pada daerah Muara Pagatan sampai dan Pelabuhan
Ferry Batulicin, dan untuk Sungai Setangga seluruhnya merupakan kawasan budidaya
pertambakan. Hanya sebagian saja merupakan kawasan mangrove terutama di sepanjang
sempadan pantai. Untuk daerah Tanjung Petang sampai Muara Pagatan, sebagian daerah
pertambakan dan daerah rawa. Sedangkan untuk daerah antara Pelabuhan Ferry sampai
Pelabuhan Samudera Batulicin merupakan kawasan mangrove.

2. Kedalaman

Sebelum menentukan kelayakan pelabuhan dari tinjauan kedalaman, maka harus ditentukan
terlebih dahulu jenis kapal yang akan digunakan untuk kegiatan pelabuhan. Panjang, lebar dan
sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung pada
perencanaan pelabuhan dan fasilitas yang harus tersedia di pelabuhan. Selain dimensi kapal,
karakteristik kapal seperti tipe dan fungsinya juga berpengaruh terhadap perencanaan
pelabuhan. Tipe kapal berpengaruh pada tipe pelabuhan yang akan direncanakan.

Berdasarkan perencanaan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu, akan membangun
dan mengembangkan pelabuhan untuk pelabuhan barang curah dan peti kemas. Untuk
karakteristik kapal Barang Curah maupun peti kemas, sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.26

Tabel 4.26. : Karakteristik Kapal


Panjang Lebar Draft
Bobot
Loa (m) (m) (m)
Kapal Barang Curah (DWT)
10.000 140 19 8,1
15.000 157 22 9
20.000 170 24 9,8
30.000 192 27 10,6
40.000 208 30 11,4
50.000 222 33 11,9
70.000 244 38 13,3
90.000 250 39 14,5
100.000 275 42 16,1
150.000 313 45 18

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 70
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Panjang
Bobot Lebar (m) Draft (m)
Loa (m)
Kapal Peti Kemas (DWT)
20.000 201 27 10,6
30.000 237 31 11,6
40.000 263 34 12,4
50.000 280 36 13

Sumber : Triatmodjo 2008.

Panjang total (length overall, Loa) adalah panjang kapal di hitung dari ujung depan (haluan)
sampai ujung belakang (buritan).

Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua sisi kapal

Sarat (draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan maksimum atau
jarak antara garis air pada beban yang direncanakan (designed load water line) dengan titik
terendah kapal.

Sedangkan untuk kedalaman kolam pelabuhan untuk setiap jenis kapal disajikan pada Tabel
4.27.

Tabel 4.27. : Standar Kedalaman Kolam pelabuhan


Bobot Kedalaman (m) Bobot Kedalaman (m)
Kapal penumpang (GT) Kapal Minyak (GT)
500 3,5 700 4
1.000 4 1.000 4,5
2.000 4,5 2.000 5,5
5.000 6 3.000 6,5
8.000 6,5 5.000 7,5
10.000 7 10.000 9
15.000 7,5 15.000 10
20.000 9 20.000 11
30.000 10 30.000 12
Kapal Barang (DWT) 40.000 13

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 71
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Bobot Kedalaman (m) Bobot Kedalaman (m)


700 4,5 50.000 14
1.000 5 60.000 15
2.000 5,5 70.000 16
5.000 7,5 80.000 17
8.000 9 Bobot Kedalaman (m)
10.000 10 Kapal Barang Curah (DWT)
15.000 11 10.000 9
20.000 11,5 15.000 10
30.000 12 20.000 11
40.000 13 30.000 12
50.000 14 40.000 12,5
Kapal Ferry (GT) 50.000 13
1.000 4,5 70.000 15
2.000 5,5 90.000 16
3.000 6 100.000 18
4.000 6,5 150.000 20
8.000 8 Bobot Kedalaman (m)
10.000 8 Kapal Peti Kemas (DWT)
13.000 8 20.000 12
30.000 13
40.000 14
50.000 15

Sumber : Triatmodjo 2008.

Kedalaman laut sangat berpengaruh terhadap pada perencanaan pelabuhan. Daerah yang akan
digunakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-
kapal bisa masuk ke pelabuhan.

Untuk pelayaran, kapal-kapal memerlukan kedalaman air yang sama dengan sarat (draft) kapal
di tambah dengan suatu kedalaman tambahan. Kedalaman air untuk pelabuhan didasarkan
pada frekuensi kapal-kapal dengan ukuran tertentu yang masuk ke pelabuhan. Jika kapal-kapal
terbesar masuk ke pelabuhan hanya satu kali dalam beberapa hari, maka kapal tersebut hanya

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 72
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

boleh masuk pada waktu air pasang. Sedangkan kapal-kapal kecil harus dapat masuk ke
pelabuhan pada setiap saat.

Berdasarkan pembagian profil kedalaman pada beberapa lokasi perairan untuk perairan Selat
Laut, yakni perairan Pelabuhan Samudera Batulicin, Pelabuhan Ferry ASDP, Tanjung Kersik,
Teluk Pagatan, Tanjung Pagatan dan Tanjung Petang, sebagaimana disajikan pada Bab
sebelumnya.

a) Pelabuhan Samudera Batulicin : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada
jarak ±125 m, dengan kedalaman maksimum 15 m pada jarak ±435 m.

b) Pelabuhan Ferry ASDP : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada jarak
±200 m, dengan kedalaman maksimum 15 m pada jarak ±435 m.

c) Tanjung Kersik : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada jarak ±389 m,
dengan kedalaman maksimum 27,5 m pada jarak ±940 m.

d) Teluk Pagatan : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada jarak ±125 m,
dengan kedalaman maksimum 27 m pada jarak ±900 m.

e) Tanjung Pagatan : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada jarak ±2,48
km yang merupakan kedalaman maksimum 16 m pada jarak ±1.000 m.

f) Tanjung Petang : Kedalaman 10 meter (pada saat surut terendah) pada jarak ±300 m,
dengan kedalaman maksimum 22 m pada jarak ±500 m.

Dari beberapa profil tersebut menunjukkan bahwa kedalaman yang memiliki kedalaman yang
cukup dalam terdapat pada perairan Tanjung Kersik dapat mencapai > 20 m.

Sedangkan untuk perairan Sungai Setangga, kedalamannya berkisar 1 – 13 m. Kedalaman


terdalam terdapat pada area percabangan Sungai Setangga yang mengarah ke barat dan ke
selatan.

Kondisi kedalaman yang berbeda terdapat pada daerah muara Sungai Setangga yang memilik
kedalaman maksimum hanya 2,7 m. Dengan kondisi ini maka akan mempengaruhi alur
transportasi. Kondisi ini diduga sebagai akibat pertemuan antara arus sungai dengan arah debit
terus menerus menuju ke laut, sedangkan dari laut akan bergerak masuk ke sungai secara
periodik. Akibat pertemuan ini akan menyebabkan terjadinya sedimentasi di muara Sungai

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 73
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Setangga. Hal ini terlihat dengan banyaknya terbentuk delta di muara Sungai maupun lidah
pasir pada kedua sisi (kanan dan kiri) Sungai Setangga.

Tipe pasang surut di wilayah studi baik Selat Laut maupun Sungai Setangga, menunjukkan
dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya
berbeda. Periode pasang terjadi masing-masing 6 jam dalam sehari.

Jika melihat kondisi kedalaman dan perencanaan pembangunan pelabuhan untuk jenis kapal
curah dan kapal peti kemas, maka beberapa lokasi yang direkomendasikan berturut-turut
adalah :

1) Wilayah perairan Tanjung Kersik. Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki
kedalaman yang terbesar di bandingkan dengan wilayah lainnya, selain itu lebar dan
panjang dengan kedalaman > 10 meter masing-masing dapat mencapai 900 m dan > 4
km.

2) Wilayah perairan Tanjung Petang. Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki
kedalaman yang terbesar kedua, selain itu lebar dan panjang dengan kedalaman > 10
meter masing-masing dapat mencapai masing-masing 800 m dan > 4 km.

3) Wilayah perairan antara Pelabuhan Tanjung Fery dan Pelabuhan Samudera (Selat
Suwangi). Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki kedalaman yang terbesar
ketiga, selain itu lebar dan panjang dengan kedalaman > 10 meter masing-masing
dapat mencapai masing-masing 600 m dan > 4 km.

Untuk wilayah perairan Sungai Setangga meskipun memiliki kedalaman ada yang berkisar 10 –
15 m, akan tetapi arealnya cukup sempit hanya memiliki lebar ±70 m yang terletak
dipertemuan dua sungai, sedangkan di muara kedalamannya < 5 m.

3. Gelombang dan Arus

Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan bangunan pelabuhan. Untuk
menghindari gangguan gelombang terhadap kapal yang berlabuh maka dibuat bangunan
pelindung yang disebut pemecah gelombang.

Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal dapat masuk ke pelabuhan


menurut alur pelayaran lurus (tanpa membelok) dan alur tersebut harus searah dengan arah

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 74
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

penjalaran gelombang terbesar dan arah arus. Suatu mulut pelabuhan yang besar akan
memudahkan kapal memasuki pelabuhan.

Akan tetapi pada umumnya persyaratan-persyaratan untuk kemudahan pelayaran tidak bisa
semuanya dipenuhi. Mulut pelabuhan yang besar dan menghadap arah datangnya gelombang
akan menyebabkan masuknya energi gelombang yang besar ke pelabuhan, sehingga
mengganggu kapal yang sedang bongkar muat barang. Demikian juga mulut pelabuhan yang
menghadap arah arus juga akan menyebabkan sedimentasi di pelabuhan. Oleh karena itu harus
diambil kompromi sehingga didapat pelabuhan yang andal dan memungkinkan kapal-kapal
dapat berlabuh dengan mudah.

Menurut Triatmodjo (2008), untuk perencanaan pelabuhan yang memiliki kolam pelabuhan
harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam di depan dermaga harus
tenang untuk memungkinkan penambatan selama 95% - 97,5% dari hari atau lebih dalam satu
tahun. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang, di kolam di depan fasilitas
tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi bongkar muat, sebagaimana
disajikan pada Tabel 4.28.

Tabel 4.28. : Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat di pelabuhan


Tinggi gelombang kritis untuk bongkar
Ukuran Kapal muat (H1/3)
(m)
Kapal kecil 0,3
Kapal sedang dan besar 0,5
Kapal sangat besar 0,7 - 1,5

Gelombang yang terjadi di wilayah perairan Selat Laut sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin
dan perubahan musim. Hasil analisis prediksi gelombang menunjukan bahwa hasil gelombang
yang terjadi dominan < 0,5 m baik pada musim barat maupun musim timur, sedangkan di
wilayah Tanjung Petang merupakan daerah yang relatif terbuka terutama pada musim timur
saat gelombang dari arah tenggara dan arah selatan yang dapat mencapai > 1 m.

Pola arus akan sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran sedimen maupun limbah dari
berbagai aktivitas yang dilakukan. Pola sebaran sedimen maupun limbah akan mengikuti pola

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 75
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

pergerakan arus. Semakin tinggi sedimen dan limbah maka semakin tinggi akan terakumulasi
disuatu tempat.

Dari pemodelan kecepatan arus pasut menunjukkan pola arus pada saat pasang, arah arah arus
akan bergerak menuju bagian utara perairan Selat Laut, sedangkan pada surut, arah arus akan
bergerak menuju selatan perairan Selat Laut. Kecepatan arus pasut saat menuju surut
menunjukkan kecepatan sedikit lebih kuat dibandingkan saat menuju surut yakni 0,925 m/s
berbanding 0,834 m/s. Demikian halnya dengan saat pasang maksimum 0,078 m/s berbanding
0,064 m/s pada saat surut minimum.

Pola arus di wilayah perairan Selat Laut sangat dipengaruhi oleh rambatan massa air dari arah
utara (Selat Makassar) dan dari arah selatan (Laut Jawa), maupun dari massa air dari sungai
yang banyak bermuara di Selat. Akibat pertemuan tiga massa air yang berbeda ini akan
menyebabkan kondisi perairan Selat Laut maupun Sungai Setangga akan sangat dinamis dan
akan mempengaruhi aktivitas pelabuhan dan alur pelayaran.

Dari uraian di atas, hasil permodelan hidrodinamika maupun tinjauan lapangan, maka lokasi
yang direkomendasikan untuk pengembangan pelabuhan untuk jenis kapal barang curah dan
peti kemas berturut-turut adalah :

1) Wilayah perairan antara Pelabuhan Tanjung Fery dan Pelabuhan Samudera (Selat
Suwangi). Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki perairan yang relatif tenang
dari pengaruh gelombang, demikian halnya dengan pola arus.

2) Wilayah perairan Sungai Setangga. Wilayah ini merupakan perairan sungai sehingga
tidak memiliki pengaruh gelombang, sedangkan pola arusnya tergantung dari debit
sungai, semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi pula volume debit airnya yang
bergerak ke muara.

3) Wilayah perairan Tanjung Kersik. Wilayah ini merupakan perairan dari segi pengaruh
gelombang lebih maksimum < 0,60, sedangkan pola arus masih dominan di pengaruhi
oleh massa air dari arah selatan (Laut Jawa) dan sebagian dipengaruhi oleh debit
Sungai Kersik.

4) Wilayah perairan Tanjung Petang. Wilayah ini merupakan perairan yang relatif lebih
dinamis gelombangnya karena berada di muara Selat, sehingga lebih terbuka dari

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 76
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

serangan gelombang terutama pada musim timur dari arah gelombang selatan dan
tenggara serta masih mendapat pengaruh dari gelombang barat daya, dengan
ketinggian maksimum dapat mencapai > 1 m. Sedangkan pola arus dominan
dipengaruhi oleh massa air dari Laut Jawa.

4. Tinjauan Sedimentasi dan Erosi

Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di daerah perairan
pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan ini dapat dilakukan pada waktu
membangun pelabuhan maupun selama perawatan. Pengerukan selama perawatan harus
sedikit mungkin. Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi
harus sesedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Untuk itu di dalam perencanaan pelabuhan
harus ditinjau permasalahan sedimentasi.

Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen dasar dan pengaruh hidrodinamika
gelombang dan arus. Jika dasar laut terdiri dari material yang mudah bergerak, maka arus dan
gelombang akan mengerosi sedimen dan membawanya searah dengan arus. Sedimen yang
ditranspor tersebut bisa berupa bedload (menggelinding, menggeser di dasar laut) seperti pasir
atau melayang untuk sedimen suspensi (lumpur, lempung). Apabila kecepatan arus berkurang
(misalnya di perairan pelabuhan) maka arus tidak mampu lagi mengangkut sedimen sehingga
akan terjadi sedimentasi di daerah tersebut. Proses sedimentasi ini sulit ditanggulangi, oleh
karena itu masalah ini harus diteliti dengan baik untuk dapat memprediksi resiko pengendapan.
Sedimen yang ada di daerah pantai bisa berupa pasir atau sedimen susupensi. Sedimen
suspensi biasanya berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai.

Dari uraian di atas, hasil pengukuran dan permodelan sedimentasi, maupun tinjauan lapangan,
maka lokasi yang direkomendasikan untuk pengembangan pelabuhan untuk jenis kapal barang
curah dan peti kemas berturut-turut adalah :

1) Wilayah perairan antara Pelabuhan Tanjung Fery dan Pelabuhan Samudera (Selat
Suwangi). Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki tingkat sedimentasi yang kecil,
sebagai akibat tingginya kecepatan arus di wilayah ini, sehingga sedimen akan
terendapkan jauh dari lokasi ini.

2) Wilayah perairan Tanjung Kersik. Wilayah ini merupakan perairan yang memiliki tingkat
sedimentasi yang juga kecil, sebagai akibat tingginya kecepatan arus di wilayah ini dan

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 77
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

terdapat bentuk kelerangan perairan yang relatif terjal, sehingga sedimen akan
terendapkan jauh dari lokasi ini.

3) Wilayah perairan Tanjung Petang. Wilayah ini merupakan perairan yang relatif lebih
dinamis. Dengan gelombang yang cukup besar, maka wilayah ini dominan pantainya
terabrasi.

Wilayah perairan Sungai Setangga merupakan perairan sungai, sehingga pola sedimentasi
sangat bergantung dari debit sungai dan pertemuan massa air dari laut yang masuk ke sungai
secara periodik. Pada saat debit sungai tinggi maka akan terjadi pola pergerak sedimen
dominan ke arah laut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pola sedimen dari hulu dominan
bergerak ke arah muara sungai, akan tetapi pada saat yang bersamaan arus pasang akan
menuju ke hulu Sungai Setangga. Pada saat pertemuan dua massa air dengan membawa
partikel sedimen, maka akan terjadi pengendapan. Hasil pengukuran dan pengamatan
menunjukan bahwa sedimen dominan terendapkan di muara sungai, hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya terbentuk delta di muara Sungai Setangga.

5. Alur Pelayaran

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan.
Alur pelayaran harus dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang
dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar
yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi.

Dalam pemilihan wilayah alur pelayaran, beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni :

1. Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh.

Kedalaman air untuk alur dapat dihitung dengan persamaan (Triatmodjo 2008) :

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 78
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Di mana

d = draft kapal

G = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat

R = ruang kebebasan bersih

Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan,
muatan yang diangkut dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas dan
temperatur. Untuk kapal peti kemas dengan ukuran 30.000 DWT, maka kedalaman di
kolam pelabuhan sebesar 13 m dan ukuran 40.000 DWT, maka kedalaman di kolam
pelabuhan sebesar 14m, untuk kapal curah dengan ukuran 30.000 DWT, maka
kedalaman di kolam pelabuhan sebesar 12 m.

2. Lebar Alur

Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal


b. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur
c. Kedalaman alur
d. Apakah alur sempit atau lebar
e. Stabilitas tebing alur
f. Angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur.

Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara explicit, tetapi beberapa
kriteria telah ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara
implisit. Pada alur untuk satu jalur (tidak ada simpangan), lebar alur adalah tiga sampai
empat kali lebar kapal. Jika kapal boleh bersimpangan, lebar alur adalah 6-7 kali lebar
kapal.

Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991). Lebar alur untuk dua
jalur sebagaimana disajikan pada Tabel 4.29.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 79
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.29. : Lebar alur menurut OCDI


Panjang Kapal Kondisi Pelayaran Lebar
Kapal sering bersimpangan 2 Loa
Relatif panjang Kapal tidak sering
1,5 Loa
bersimpangan
Kapal sering bersimpangan 1,5 Loa
Selain dari alur di
Kapal tidak sering
atas Loa
bersimpangan

Dari uraian di atas, hasil tinjauan lapangan, maka lokasi yang direkomendasikan dari tinjauan
alur untuk pengembangan pelabuhan untuk jenis kapal barang curah dan peti kemas berturut-
turut adalah :

1) Wilayah perairan Tanjung Petang. Wilayah ini berada di muara Selat Laut dengan lebar
(batas antara daratan Kalimantan dan Pulau Laut) berkisar antara 4 – 5 km, di mana
dengan kedalaman yang aman untuk dilayari untuk kapal curah dan peti kemas, cukup
layak untuk aktivitas alur pelayaran kapal.

2) Wilayah perairan Tanjung Kersik. Wilayah ini berada di muara Selat Laut dengan lebar
(batas antara daratan Kalimantan dan Pulau Laut) > 2,75 km, di mana dengan
kedalaman yang aman untuk dilayari untuk kapal curah dan peti kemas, cukup layak
untuk aktivitas alur pelayaran kapal.

3) Wilayah perairan antara Pelabuhan Tanjung Fery dan Pelabuhan Samudera (Selat
Suwangi). Wilayah ini berada di perairan Selat Suwangi dengan lebar (batas antara
daratan Kalimantan dan Pulau Suwangi) 976 m, di mana dengan kedalaman yang aman
untuk dilayari untuk kapal curah dan peti kemas, cukup layak untuk aktivitas alur
pelayaran kapal.

Untuk wilayah perairan Sungai Setangga. Wilayah ini merupakan perairan sungai dengan lebar
berkisar 85 m – 806 m, akan tetapi yang aman untuk dilayari hanya bagi kapal-kapal tongkang
dengan ukuran < 9.000 DWT, itupun hanya pada saat posisi air pasang, oleh karena kedalaman
dominan berkisar 2,7 m – 5 m pada daerah alur sungai.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 80
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Dari hasil analisis kelayakan secara teknis dapat disimpulkan, sebagaimana disajikan pada Tabel
3.5.

Dalam pengembangan sebagai pelabuhan barang curah dan kapal peti kemas, ada beberapa
faktor pembatas:

1. Pelabuhan Samudera faktor pembatas utama untuk pengembangan pelabuhan peti


kemas > 20.000 DWT adalah dekat dengan permukiman akan mempengaruhi aktivitas
transportasi.

2. Tanjung Kersik faktor pembatas utama untuk pengembangan pelabuhan peti kemas >
20.000 DWT adalah membutuhkan panjang dermaga > 300.

3. Tanjung Pagatan faktor pembatas utama untuk pengembangan pelabuhan peti kemas
> 20.000 DWT adalah membutuhkan panjang dermaga > 300, kondisi gelombang yang
relatif sedang dan sedimentasi (karena berada di muara sungai), sehingga dibutuhkan
bagunan breakwater dan jetty.

4. Tanjung Petang faktor pembatas utama untuk pengembangan pelabuhan peti kemas >
20.000 DWT adalah membutuhkan panjang dermaga > 300, kondisi gelombang yang
relatif sedang – besar, sehingga dibutuhkan bagunan breakwater.

5. Sungai Setangga, faktor pembatas utama untuk pengembangan pelabuhan peti kemas
> 20.000 DWT adalah kedalaman alur sungai yang membutuhkan pengerukan secara
berkala dan lebar alur yang sempit.

Dalam perencanaan pelabuhan yang akan dibangun dan dikembangkan diperlukan studi
lanjutan lebih mendetail (studi detail desain) dan kajian analisis mengenai dampak lingkungan
serta kajian secara ekonomi.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 81
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Tabel 4.30. : Lokasi yang direkomendasi untuk pembangunan pelabuhan


Tinjauan
Rekomendasi Jenis
No Lokasi Arus dan Tutupan
Topografi Kedalaman Sedimentasi Alur Pelabuhan
Gelombang Lahan
Mangrove dan Kapal Penumpang
Sedang
Maksimal 15 m dekat (<20.000 GRT) dan
1 Pelabuhan Samudera Datar (layak) Kecil (Layak) Kecil (Layak) (Cukup
(Layak) permukiman Kapal barang (<15.000
Layak)
(kurang layak) DWT)
Kapal Barang Curah
Maksimal 27,5 m Sedang Mangrove dan (<40.000 DWT) dan
2 Tanjung Kersik Datar (layak) Kecil (Layak) Kecil (Layak)
(Layak) (Layak) tambak (layak) Kapal peti kemas
(<40.000 DWT)
Kapal Barang Curah
Sedang
Maksimal 16 m Sedang Mangrove dan (<30.000 DWT) dan
3 Tanjung Pagatan Datar (layak) Kecil (Layak) (Cukup
(Layak) (Layak) tambak (layak) Kapal peti kemas
Layak)
(<30.000 DWT)
Sedang - Kapal Barang Curah
Maksimal 27,5 m Besar Besar Mangrove dan (<40.000 DWT) dan
4 Tanjung Petang Datar (layak) Kecil (Layak)
(Layak) (Kurang (Layak) tambak (layak) Kapal peti kemas
Layak) (<40.000 DWT)
Besar Kecil
Maksimal 13 m Mangrove dan Kapal Barang Curah
5 Setangga Datar (layak) Kecil (Layak) (Kurang (Kurang
(Kurang Layak) tambak (layak) (<8.000 DWT)
Layak) Layak)

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 82
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

4.4. REKOMENDASI JENIS TIPE PELABUHAN


Pelabuhan umum yang paling dominan perannya di provinsi Kalimantan Selatan saat ini adalah
pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Secara geografis posisi pelabuhan Trisakti cukup strategis
karena berada di ibukota provinsi Kalimantan Selatan yaitu kota Banjarmasin. Meskipun
demikian posisi pelabuhan Trisakti mempunyai beberapa kelemahan, yaitu letaknya berada
muara sungai Barito, sehingga arus pergerakan kapal yang akan sandar ke pelabuhan Trisakti
sangat tergantung pada kondisi pasang surutnya sungai Barito. Kondisi ini lebih diperparah lagi
pada saat musim kemarau, yang kedalaman airnya jadi relatip dangkal dan berpengaruh
terhadap mobilitas kapal yang akan masuk dan keluar perairan pelabuhan.

Kondisi tersebut memberi peluang bagi pengembangan pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu
sebagai Pelabuhan Alternatip, baik sebagai pelabuhan pendukung atau dalam jangka panjang
dapat menjadi pelabuhan yang menggantikan fungsi pelabuhan Trisakti di masa mendatang.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu untuk dapat
berkembang sebagai pelabuhan umum yang menjadi alternatip atau pelengkap pelabuhan
Trisakti antara lain adalah :
 Posisinya berada di wilayah yang menghadap langsung ke laut lepas (Laut Jawa) sebagai
orientasi pergerakan kapal dari dan ke pulau Jawa dan Kalimantan pada umumnya.
 Memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar antara lain : biji besi, batu bara, dan
perkebunan sawit.
 Memiliki kawasan hinterland yang juga memiliki potensi sumber daya alam yang cukup
besar, baik hasil tambang, maupun hasil pertanian dan perkebunan (Kabupaten Banjar,
Kabupaten Tapin, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Kota Banjarbaru)

Beberapa indikator potensi hinterland yang telah dijelaskan sebelumnya dapat digunakan
sebagai landasan yang memperkuat alasan dibangunnya pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu
sebagai pelabuhan umum, serta dapat juga digunakan sebagai dasar untuk merencanakan
besarnya kebutuhan fasiltas pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu di masa mendatang.

Jenis Pelabuhan sesuai dengan PP No. 69 Tahun 2001, Pasal 3 ayat (2) terdiri dari Pelabuhan
Umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum; dan Pelabuhan Khusus yang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 83
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Sedangkan hirarkhi
pelabuhan ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 tahun 2002
tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang menyatakan bahwa sesuai hirarki peran dan
fungsi Pelabuhan Swarangan perlu diarahkan pengembangannya sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan. Sedangkan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batulicin, pelabuhan di
Kabupaten Tanah Bumbu dikembangkan sebagai pelabuhan umum yang menjadi pelengkap
pelabuhan Trisakti .

Sehingga dengan demikian klasifikasi pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu sesuai dengan
peraturan perundangan, kebijakan pengembangan pelabuhan di tingkat Nasional, Propinsi dan
Kabupaten maupun kajian potensi wilayah saat ini adalah Pelabuhan Umum yang menjadi
pendukung Pelabuhan Trisakti Banjarmasin.

4.4.1. ANALISIS MANFAAT EKONOMI

4.4.2. Manfaat Proyek


Terminologi studi kelayakan proyek dimaksudkan berkenaan dengan dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil, baik dalam arti
luas maupun dalam arti sempit. Kelayakan dalam arti sempit biasanya dipergunakan oleh pihak
swasta yang terutama lebih melihat sisi manfaat ekonomi suatu investasi terhadap proyek itu
sendiri (kadang-kadang disebut manfaat finansial), sedangkan dalam arti luas biasanya dianut
oleh pihak pemerintah atau lembaga non profit dimana pengertian kelayakan bisa dalam arti
yang lebih relatif. Kelayakan dalam arti luas biasanya mempertimbangkan berbagai faktor
seperti manfaat bagi masyarakat luas yang bisa berwujud penyerapan tenaga kerja,
pemanfaatan sumber daya yang melimpah ditempat tersebut, atau bisa juga manfaat bagi
negara yang dikaitkan dengan penghematan devisa, penambahan devisa yang di perlukan oleh
pemerintah.
Apabila ditinjau dari segi skala investasi, maka suatu proyek bisa berbentuk proyek raksasa
seperti pembangunan proyek listrik tenaga air, atau dapat juga proyek sederhana seperti
membuka usaha jasa foto copy. Proyek-proyek berskala besar biasanya akan mempunyai
dampak ekonomi yang besar pula, sedangkan proyek berskala kecil tentulah mempunyai
dampak ekonomi yang kecil pula. Dampak suatu proyek bisa berupa dampak ekonomi, bisa
juga mempunyai dampak sosial, oleh karenanya suatu studi kelayakan kadang-kadang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 84
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

dilengkapi dengan analisis yang disebut analisa biaya dan manfaat (cost and benefit analysis),
termasuk di dalamnya semua biaya dan manfaat sosial (social cost and benefit analysis).
Dengan demikian maka secara umum suatu studi kelayakan proyek akan melihat manfaat dari
tiga aspek yaitu:
a. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (sering juga disebut sebagai
manfaat finansial). Hal ini berarti apakah proyek itu dipandang cukup menguntungkan
secara finansial apabila dibandingkan dengan risiko proyek tersebut.
b. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi negara/daerah tempat proyek itu di laksanakan
(sering juga di sebut sebagai manfaat ekonomi nasional). Hal ini berarti akan melihat
manfaat proyek tersebut bagi perekonomian suatu negara secara makro.
c. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek tersebut. Hal ini
merupakan studi yang relatif paling sulit untuk dilakukan, karena proses kuantifikasi
manfaat dan pengorbanan sosial dalam analisis ini memerlukan teknik tersendiri yang
tidak mudah dilakukan.
Semakin sederhana proyek yang akan dilaksanakan, semakin sederhana pula lingkup studi yang
akan dilakukan, bahkan banyak proyek investasi yang mungkin tidak pernah dilakukan studi
kelayakan secara formal, tetapi ternyata kemudian terbukti dapat berjalan dengan baik. Namun
demikian untuk meminimalkan resiko investasi, maka suatu studi tentang kelayakan (minimal
kelayakan ekonomi) suatu proyek menjadi sangat penting, semakin besar skala investasi
semakin penting studi ini. Bahkan untuk proyek-proyek yang besar, seringkali studi ini dilakukan
dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan (Preliminary Study) dan tahap keseluruhan
(Feasibility Study). Apabila dari studi pendahuluan tersebut sudah menampakkan gejala-gejala
yang tidak menguntungkan, maka studi keseluruhan mungkin tidak perlu lagi di lakukan.
Alasan lain dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari ketelanjuran penanaman
modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan
itu sendiri tentu akan memakan biaya, akan tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila
dibandingkan dengan risiko kegagalan proyek karena menyangkut investasi dalam jumlah
besar.

4.4.3. Komponen Manfaat Proyek


Secara umum manfaat proyek pembangunan pelabuhan Tanah Bumbu yang akan
dikembangkan Pemerintah bagi bangsa Indonesia, dan khususnya bagi masyarakat sekitar

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 85
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Kabupaten Tanah Bumbu, sesuai dengan tahapan pelaksanaannya adalah seperti disajikan pada
Tabel 4.31.

Dari perkiraan demand yang telah dilakukan pada bab terdahulu, selain analisis finansial, maka
perhitungan manfaat proyek ini juga akan dilihat secara ekonomi nasional atau dengan manfaat
ekonominya. Pengukuran manfaat ekonomi (termasuk finansial) proyek lebih sulit dibanding
pengukuran biaya/pengorbanan, karena disamping manfaat ekonomi (termasuk manfaat
finansial) yang diterima secara langsung berupa output proyek (dalam hal ini adalah demand x
tarif jasa) yang dapat diukur dengan satuan moneter, terdapat juga manfaat sekunder dan
manfaat intangible (tak berwujud) yang sulit di ukur dengan satuan moneter.
Beberapa manfaat sekunder dari suatu proyek tertentu yang kadang-kadang sulit diukur dalam
satuan moneter misalnya adalah :

a. Menaiknya tingkat konsumsi


b. Membantu proses pemerataan pendapatan
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
d. Mengurangi ketergantungan (menambah swasembada)
e. Megurangi pengangguran (menambah kesempatan kerja)
f. Manfaat sosial, budaya dan lain-lain.

Tabel 4.31. : Manfaat Ekonomi Proyek Pelabuhan Tanah Bumbu

 Tahapan  Manfaat yang mungkin

- penggunaan tenaga kerja lokal secara langsung


(konsultan, kontraktor, pengawas, buruh dll)
 Selama proses
- Lapangan kerja baru sebagai pendukung
konstruksi Pelabuhan
(supplier, jasa boga, transport dll)
- Penggunaan material lokal (batu, pasir, kayu dll)
- Mendorong pertumbuhan perdagangan
internasional dari dan ke Indonesia
- lapangan kerja baru sebagai operator/pelayan
 Setelah beroperasi utama (manajemen, operasi dan maintenance)
pelabuhan
- lapangan kerja baru sebagai pelayanan
pendukung (jasa boga, supplier, dan dll)

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 86
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

- mendorong peningkatan produksi industri daerah,


khususnya industri yang ada di daerah hinterland
Tanah Bumbu
 Secara tidak langsung
- penghematan energi dan keselamatan lingkungan
- mengembangkan fungsi Pelabuhan Tanah Bumbu
sebagai pelabuhan umum
Sumber : Hasil Analisis

Kesulitan pengukuran manfaat ekonomi dalam analisa proyek pelabuhan ini antara lain
disebabkan :
a. Beberapa manfaat kendatipun bersifat langsung (primair) sulit diukur dengan uang,
karena biasanya tidak bisa dinyatakan dalam harga pasar, melainkan dengan suatu
harga bayangan.
b. Kebanyakan manfaat memerlukan perkiraan jangka panjang.
c. Banyak manfaat yang bersifat tidak langsung, yang dalam perwujudannya kadang-
kadang perlu proyek tambahan, seperti terminal, stock pile, alat bongkar muat dll.
d. Adanya manfaat-manfaat yang dinikmati oleh pihak-pihak yang berkepentingan
secara tidak seimbang, artinya kadang-kadang sulit untuk tercapainya efek
distributif yang seimbang.

Jika manfaat ekonomi utama (primer) berupa output proyek dalam bentuk penghasilan devisa,
maka dalam perhitungan manfaat ekonomi ini diperlukan penyesuaian terhadap devisa yang
diterima dengan konsep harga bayangan devisa.
Bagi proyek seperti pembangunan pelabuhan Pelaihari ini sekiranya penilaian kelayakannya
lebih menekankan pada aspek sosial ekonomi, dan distributif, maka manfaat ekonomi proyek
tersebut harus dikuantifikasi dan dinyatakan dalam satuan ukuran yang jelas, sama dengan
satuan ukuran biaya, terkecuali jika memang proyek ini menekankan pada aspek finansial
semata. Untuk itu dalam perhitungan harus dilakukan penyesuaian biaya dan manfaat dengan
harga bayangan (shadow price), dimana hal ini lazim diterapkan dalam melakukan penilaian
suatu proyek investasi yang bersifat publik.
Layanan jasa pelabuhan baru yang berlokasi di sekitar wilayah Tanah Bumbu ini merupakan
jasa baru yang selama ini belum, sehingga ia merupakan supply jasa baru di masyarakat. Pada
kondisi ini manfaat eknomi proyek adalah sama dengan nilai output proyek itu sendiri.
Sementara itu menyangkut willingness to pay (kesediaan membayar) masyarakat/pengguna
jasa terhadap adanya supply jasa baru tersebut adalah sebesar biaya jasa yang dibebankan di
pelabuhan sejenis yang ada, yaitu sebesar “volume x tarif jasa”. Oleh karena Pelabuhan
Pelaihari ini merupakan pelabuhan nasional yang tidak menghasilkan devisa, maka tarif yang

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 87
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

diberlakukan adalah dalam mata uang Rupiah, sehingga tidak perlu penyesuaian harga dengan
harga bayangan devisa. Dalam perhitungan, harga jasa eksisting ini dapat digunakan dalam
menghitung manfaat ekonomi dari proyek setiap tahunnya yaitu 1,00 x Tarif.

4.4.4. Komponen Biaya/Pengorbanan Proyek


Dalam upaya penentuan biaya proyek atau dalam analisa proyek publik (pelabuhan) lebih
dikenal sebagai pengorbanan proyek, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam
analisis tersebut yaitu berdasarkan konsep opportunitas, harga bayangan, dan penyesuaian-
penyesuaiaan yang perlu dilakukan sebagai berikut ini :

Biaya opportunitas (Opportunity Cost) dan Harga Bayangan (Shadow Price)


Dalam melakukan estimasi biaya pada proyek pelabuhan Tanah Bumbuini, perlu diterapkan
konsep biaya opportunitas yang mendasarkan perhitungan dengan melihat kemungkinan
penggunaan sumber daya yang dianalisa dalam situasi keterbatasan atau kelangkaan
sumberdaya dimaksud. Dengan beragamnya kemungkinan penggunaan suatu sumberdaya,
maka setiap alternatif penggunaan mempunyai manfaat bagi masyarakat, yang besarnya dapat
saja berbeda-beda satu sama lain.
Bilamana suatu sumberdaya tersedia dalam jumlah cukup atau malah lebih dari cukup untuk
memenuhi bermacam-macam penggunaan tersebut, maka dalam analisis hal ini tidak ada
masalah yang yang menyangkut biaya opportunitas, dalam kasus ini berarti tidak ada
pengorbanan sumberdaya atas hilangnya kesempatan lain. Tetapi karena semua sumberdaya
ekonomi (jadi bukan free goods) adalah terbatas, maka dalam situasi ini harus ada pilihan
untuk menggunakan sumberdaya untuk proyek yang terbaik (yaitu yang memberikan manfaat
terbesar). Proses pencarian penggunaan terbaik ini memunculkan konsep biaya oportunitas
tadi, yaitu manfaat-manfaat tertinggi lain yang mungkin diperoleh, selain dari penggunaan
sumberdaya bagi pembangunan proyek pelabuhan tersebut, dimana ketentuannya adalah
sebagai berikut :

“Manfaat penggunaan suatu sumberdaya pada proyek lain, menjadi biaya opportunitas pada
proyek yang dipertimbangkan, ini merupakan biaya bukan riil”.
Proses pencarian alternatif penggunaan lain selain proyek tersebut dibatasi pada proyek lain
yang penggunaan sumber dananya lebih kecil atau paling besar sama dengan dana proyek
yang di analisa (dalam hal ini proyek pelabuhan). Yang menjadi kesulitan utama adalah

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 88
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

mengetahui jumlah kebutuhan dana bagi proyek lain tersebut, sehingga atas dasar
kepragmatisan diambillah tingkat biaya yang setara, dengan biaya opportunitas yang dapat
lebih besar dari yang sesungguhnya, atau dianggap selalu ada over-estimation (dalam studi ini
diambil 10%) sebagai biaya opportunitas bagi setiap proyek.
Pemikiran lain dalam analisa ini adalah dalam perhitungan manfaat proyek atas dasar harga
pasar belumlah merupakan cerminan yang tepat dari kelangkaan suatu sumberdaya ekonomi
yang bersangkutan. Ketidak sempurnaan pasar dapat saja terjadi sebagai akibat monopoli,
monopsoni atau oligopoli. Disamping itu pajak masih bisa digolongkan pada faktor yang
mengakibatkan ketidak sempurnaan pasar, walaupun beberapa ahli berpendapat lain, akan
tetapi disini faktor pajak dipetimbangkan sebagai penyebabnya juga, sehingga perlu ada koreksi
harga pasar.
Harga-harga yang secara ekonomi dapat merupakan cerminan rill dari kelangkaan sumberdaya,
dimana harga ini berbeda dari harga pasar disebut sebagai harga semu atau harga bayangan
(shadow price) atau kadang-kadang disebut juga sebagai accounting price. Disebut harga
bayangan karena memang tidak dapat ditemui di pasar, sehingga mempunyai analogi dengan
harga pelayanan umum (public service) yang tidak ada pasarnya, kecuali hal ini terkait dengan
perpolitikan nasional.
Dalam penentuan harga bayangan dapat dilakukan secara matematis, sebagai suatu model
dengan tingkat logika yang tinggi, namun demikian hasilnya tidak selalu valid dan mungkin
sekali tidak efisien, karena program matematis tentu tidak dapat “merasakan” tingkat
kelangkaan suatu sumberdaya. Oleh karena itu dalam kajian ini dibutuhkan suatu cara yang
lebih menitik beratkan pada penggunaan nalar, diluar model analisis yang terprogram.
Biaya Ekonomi
Penentuan biaya ekonomi dari proyek pembangunan pelabuhan Tanah Bumbu ini lebih mudah
dibanding dengan penentuan manfaat ekonomi. Hanya saja persoalan utama yang dihadapi
adalah berupa penyesuaian actual cost yang didasarkan pada harga pasar, menjadi riil cost
yang didasarkan pada harga bayangan. Jenis-jenis biaya ekonomi yang perlu mendapat
penyesuaian dengan konsep harga bayangan tersebut adalah :

a. Biaya Bunga

Biaya bunga yang ditanggung oleh proyek sering tidak mencerminkan suku bunga riil bagi biaya
finansial karena itu dalam analisa ekonomi perlu mendapat penyesuaian. Hal ini terjadi sebagai
akibat sering adanya subsidi bunga yang di berikan pemerintah untuk proyek-proyek yang
mendapatkan prioritas seperti perumahan sederhana. Tanpa adanya pasar modal yang bebas

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 89
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

sulit untuk menentukan berapa besarnya tingkat bunga riil. Pada umumnya tingkat bunga sosial
(social rate of discount) yang lazim digunakan dalam analisa proyek publik di negara-negara
berkembang berkisar antara 10%-15% pertahun.

b. Upah

Seringkali kali terjadi upah belum mencerminkan upah riil, khususnya pada negara-negara yang
sedang berkembang, apalagi jika di negara tersebut banyak terjadi pengangguran. Untuk
tenaga tidak terampil biasanya tingkat upah terlalu tinggi sebagai akibat kebijakan upah
minimum (UMR), sedangkan untuk tenaga terampil dan terdidik cenderung tingkat upahnya
terlalu murah.

Jika misalnya terpaksa di lakukan, tenaga yang kurang terampil akan menggantikan tenaga
terampil sehingga perlu dilakukan suatu training, maka apabila komponen biaya training
dimaksud telah dimasukkan dalam perhitungan biaya ekonomi, maka dalam kasus seperti ini
tidak perlu dilakukan penyesuaian dengan shadow prices.
Dalam kasus pembangunan pelabuhan Tanah Bumbu diambil komponen biaya tenaga kerja
adalah sebesar 50% dari biaya konstruksi, dan selanjutnya diambil asumsi bahwa komposisi
biaya tenaga kerjanya adalah sebagai berikut :

1) 10% adalah merupakan komponen tenaga terampil yang di daerah Tanah Bumbu
merupakan tenaga yang relatif mudah didapat, hanya saja penggunaan tenaga ini akan
mengorban kesempatan bekerja pada proyek lain. Apabila mereka bekerja di proyek ini
diberikan kompensasi gaji 50% diatas nilai pasar upah di proyek lain, maka harga
bayangan tenaga kerja terampil tersebut tetap sebesar upah pada proyek lain tersebut
yaitu 1,0 x Nilai Pasar
2) 30% adalah merupakan komponen tenaga semi terampil yang didaerah Tanah Bumbu
sebagiannya mudah didapat (25%) dan 75% nya harus didatangkan, sehingga harga
bayangannya adalah 0,25 x Gaji + 0,75 x 1.0 x Gaji mereka yaitu 1,0 x Nilai Pasar
3) 60% adalah merupakan komponen tenaga kerja tidak terampil yang didaerah Tanah
Bumbu tersedia 75% nya, sehingga 25% nya lagi harus didatangkan dari daerah lain
yang over supply, sehingga harga bayangannya adalah 0,75 x Gaji + 0,25 x 0 = 0,75
dari Nilai pasar.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 90
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

Dengan demikian maka harga bayangan tenaga kerja secara keseluruhan adalah :
(0,1 x 1,0 + 0,3 x 1,0 + 0,6 x 0,75) = 0,85 x Harga Pasar (merupakan factor pengali
terhadap komponen biaya tenaga kerja, sebagai harga bayangan).

c. Devisa

Setiap biaya yang terjadi karena penggunaan devisa perlu dilakukan penyesuaian. Pada
umumnya ada 2 komponen yang memerlukan penyesuaian yakni komponen proyek yang
diimpor dari luar negeri (seperti mesin dan peralatan) dan komponen dalam negeri tetapi
berpotensi menghasilkan devisa. Dalam kasus pembangunan pelabuhan Tanah Bumbu maka
komponen yang menggunakan devisa adalah pembelian Port Facilites & Handling Equipment
yang dalam hal ini diasumsikan sebesar 25% dari biaya Investasi.

d. Subsidi

Penyesuaian lain yang perlu dilakukan dengan konsep harga bayangan ini adalah pengaruh
subsidi terhadap input proyek, misalnya harga batu bara, minyak tanah, semen dan lain-lain.
Dalam kasus ini kita tidak melakukan penyesuaian dengan dua alasan yaitu :

- subsidi terhadap salah satu input proyek yaitu semen, subsidi ini diberikan pemerintah
melalui harga beli gas sebagai bahan baku oleh pabrik semen, jadi ini merupakan
subsidi tidak langsung
- jumlah biaya pemakaian semen relatif kecil terhadap biaya konstruksi apalagi terhadap
biaya proyek secara keseluruhan.
e. Harga Tanah

Harga tanah dalam kasus pembangunan Pelabuhan Tanah Bumbu dinilai sebagai jumlah
pembayaran yang diberikan untuk pembebasan tanah saja, karena pengorbanan masyarakat
untuk proyek ini adalah sebesar nilai pembebasan saja, dalam hal ini bukan sebesar harga beli
tanah tersebut secara keseluruhan.
Dengan berpedoman kepada penyesuaian-penyesuaian yang telah dijelaskan diatas, maka
dibawah ini dapat dilihat hasil perhitungan biaya ekonomi dari proyek dengan penjelasan
sebagai berikut :

- Masa konstruksi adalah 6 tahun secara bertahap untuk pengembangan Dermaga,


Lapangan, Gudang, dan Breakwater, tidak termasuk masa rekayasa dan perencanaan,
sehingga pada tahun ke tiga pelabuhan ini sudah dapat dioperasikan dan ini
menimbulkan biaya operasi dan pemeliharaan, disamping adanya pendapatan.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 91
Masterplan Pelabuhan Kabupaten Tanah Bumbu
Laporan Akhir

- Masa analisis diambil 20 tahun dengan maksud apabila dalam masa ini hasil perhitungan
menunjukkan bahwa proyek layak secara ekonomi.
- Sebagaimana lazimnya suatu kajian FS, dalam studi ini dampak lingkungan yang akan
terjadi tidak diperhitungkan dalam kajian ekonomi, karena hal ini merupakan kajian
tersendiri sebagai studi AMDAL yang harus dibuat sebelum masa konstruksi.

Bab 4 Kajian Pengembangan Pelabuhan


Bab 4 - 92

Anda mungkin juga menyukai